BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Luka Bakar 2.1

15
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Luka Bakar 2.1.1 Definisi Luka Bakar Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh berbagai sumber non-mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar matahari atau radiasi nuklir (Murray & Hospenthal, 2008). Luka bakar adalah sebuah trauma hasil dari terpapar zat kimia, api, radiasi atau karena aliran listrik. Perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh manusia menimbulkan efek-efek secara fisiologis, bahkan pada beberapa kasus mengakibatkan kerusakan pada jaringan secara irreversible. Tingkat keparahan luka bakar bervariasi dari kehilangan bagian kecil dari lapisan kulit paling luar sampai dengan yang parah melibatkan seluruh sistem tubuh. Perawatan luka bakar juga bervariasi dari mulai yang sederhana sampai dengan cara pendekatan invasive, multi system dan inter disiplin pada lingkungan yang aseptik di sebuah unit luka bakar (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). 2.1.2 Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan kedalaman luka bakar Menurut (Rahayuningsih, 2012) 1. Luka bakar derajat I (super facial partial-thickness) Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung-gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Luka Bakar 2.1

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Luka Bakar

2.1.1 Definisi Luka Bakar

Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh

berbagai sumber non-mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar

matahari atau radiasi nuklir (Murray & Hospenthal, 2008).

Luka bakar adalah sebuah trauma hasil dari terpapar zat kimia, api,

radiasi atau karena aliran listrik. Perpindahan energi dari sumber panas ke

tubuh manusia menimbulkan efek-efek secara fisiologis, bahkan pada

beberapa kasus mengakibatkan kerusakan pada jaringan secara

irreversible. Tingkat keparahan luka bakar bervariasi dari kehilangan

bagian kecil dari lapisan kulit paling luar sampai dengan yang parah

melibatkan seluruh sistem tubuh. Perawatan luka bakar juga bervariasi dari

mulai yang sederhana sampai dengan cara pendekatan invasive, multi

system dan inter disiplin pada lingkungan yang aseptik di sebuah unit luka

bakar (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).

2.1.2 Klasifikasi Luka Bakar

Berdasarkan kedalaman luka bakar Menurut (Rahayuningsih, 2012)

1. Luka bakar derajat I (super facial partial-thickness)

Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di

dalam proses penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut. Luka

bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna

kemerahan, terdapat gelembung-gelembung yang ditutupi oleh daerah

putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi

oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.

Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan

biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka

7

tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas

setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

2. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)

Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis,

berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh dasar

luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan

kulit normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar

derajat II ada dua Menurut (Rahayuningsih, 2012) :

a. Derajat II dangkal (superficial)kerusakan yang mengenai bagian

superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut,

kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam

waktu 10-14 hari

b. Derajat II dalam (deep) Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.

Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,

tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan

terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

3. Luka bakar derajat III (Full Thickness)

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang

lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu

atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar

karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak

timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses

epitelisasi spontan (Rahayuningsih, 2012).

Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar dapat diklasifikasikan

sebagai derajat 1 sampai IV yang uraiannya seperti pada Tabel 2.1.

8

Tabel 2.1 Derajat Luka Bakar

Klasifikasi Kedalaman

luka bakar

Morfologi

luka

Melepuh Sensasi Waktu

Penyembuhan

Derajat I Epidermis Merah tidak ada sangat

nyeri

1 minggu

Derajat II

(superficial

partial

thickness)

epidermis dan

dermis

(superfisial dan

dalam)

merah jambu,

basah, waktu

pengisian

kapiler cepat

Melepuh Sangat

nyeri

2-3 minggu

Derajat III

(deep partial

thickness)

Epidermis,

seluruh dermis,

hingga lemak

subkutan

Pucat, merah

menetap,

waktu

pengisian

kaliper

kurang

Mungkin

melepuh

Nyeri

berkurang

3 minggu, skin

graft, dan

eksisi

Derajat IV

(full

thickness)

Menembus kulit

dan lemak

subkutan,

mencapai otot

dan tulang

Kulit putih

atau coklat

Tidak Tidak Eksisi dan skin

graft

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh

tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus “rule of nine” yaitu luas kepala

dan leher, dada, punggung, pinggang, dan bokong, ekstermitas atas kanan

atau kiri, paha kanan atau kiri, tungkai dan kaki kanan atau kiri masing-

masing mewakili luas 9%, dan sisanya telapak tangan dan genetalia

mewakili luas 1%. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas

relatif kepala anak lebih besar. Dikenal rumus10 untuk bayi dan rumus 10-

15-20 untuk anak. Pada anak-anak, kepala dan leher mewakili luas 15%,

badan depan dan belakang masing-masing mewakili luas 20%, ekstremitas

atas masing-masing mewakili luas 10%, dan ekstremitas bawah masing-

masing mewakili luas 15% (Sjamsuhidajat, 2013)

2.1.3 Etiologi Luka Bakar

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal menurut

(Moenadjat, 2009), diantaranya adalah:

1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas

(scald), jilatan api ke tubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan

9

akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam

panas, dan lain-lain)

2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali

yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan

pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.

3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,

dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang

memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh

darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan

sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,

baik kontak dengan sumber arus maupun grown.

4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber

radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif

untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat

terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka

bakar radiasi.

2.1.4 Patofisiologi Luka Bakar

Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan

kerusakan pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya.

Peningkatan permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan

pengurangan cairan intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar

menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan di

derajat 1, penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2, dan

pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3. Bila luas luka bakar

kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan

tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul

dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat,

10

serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. Kulit manusia dapat

mentoleransi suhu 44°C (111°F) relatif selama 6 jam sebelum mengalami

cedera termal (Prasetyo, Ibrahim, & Somantri, 2014).

2.1.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis luka bakar dapat di kelompokkan menjadi trauma

primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan

oleh luka bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal.

Pada daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema,

nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka

bakar berat seperti syok hipovelemik, hipotermi, perubahan uji metabolik

dan darah (Price & Wilson, 2008).

Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luka bakar

lebih dari 25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya

permeabilitas pembuluh darah yang berlangsung secara kontinyu setidaknya

dalam 36 jam pertama setelah trauma luka bakar. Berbagai protein termasuk

albumin keluar menuju ruang interstitial dengan menarik cairan, sehingga

menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga kehilangan cairan

melalui area luka, sehingga untuk mengkompensasinya, pembuluh darah

perifer dan visera berkonstriksi yang pada akhirnya akan menyebabkan

hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung menurun akibat melemahnya

kontraktilitasmiokardium, meningkatnya afterload dan berkurangnya

volume plasma. Tumour necrosis factor-a yang dilepaskan sebagai

penurunan kontraktilitasmiokardium.

Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat,

disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar

dan syok hipovolemik. Uji kimia darah menujukkan tingginya kalium

(akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat

hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka

bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat

hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5°C

11

akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun

pasien juga akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor

sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama

pertahanan tubuh yaitu kulit (Price & Wilson, 2008).

Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu

antara lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut

luka ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasiakan

memicu dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin

yang mampu memberi sinyal rasa nyeri.

Hiperalgesia primer terjadi sebagai respon terhadap nyeri pada

lokasi luka, sedangkan hiperalgesia sekunder terjadi beberapa menit

kemudian yang diakibatkan adanya transmisi saraf dari kulit sekitarnya

yang tidak rusak. Pasien dengan luka bakar derajat I atau derajat II

superfisial biasanya akan berespon baik terhadap pengobatan dan sembuh

dalam waktu 2 minggu, luka bakar tersebut tampak berwarna merah muda

atau merah, nyeri dan memiliki suplai darah yang baik (Rahayuningsih,

2012).

2.1.6 Fase Luka Bakar

1. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada

fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat

relatif life threatening. Dalam fase awal penderita akan mengalami

ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme

bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya

dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih

dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam

48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian

utama penderita pada fase akut

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit akibat cedera yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi

12

yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara

paskan O dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang

bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang

masih ditingkahi dengan problema instabilitas sirkulasi (Barbara, 2010).

2. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi yang berlangsung sampai

21 hari. Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory

Response Syndrome (SIRS) dan Multi-System Organ Dysfunction

Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak atau

perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah

yang bermula dari kerusakan jaringan akibat kontak dengan sumber

panas. Luka yang terjadi penyebab proses inflamasi dan infeksi, masalah

penutupan luka dengan titik perhatian pada luka terbuka atau tidak

dilapisi epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional

(Barbara, 2010).

3. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8-12 bulan hingga

terjadinya maturasi parut akibat luka bakar dan pemulihan fungsi organ-

organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit

berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas

dan kontraktur (Barbara, 2010).

2.1.7 Komplikasi Luka Bakar

Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari

ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Notoatmodjo, 2010)

1. Infeksi luka bakar

Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling

sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung

utama dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis

menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti

bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung

13

dan kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius,

sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi

seperti pneumonia.

2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi

Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat

menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain

itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah

(blood clot) pada ekstremitas. Hal ini akibat lamanya waktu tirah baring

pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu mengganggu sirkulasi

darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang

kemudian akan membentuk sumbatan darah.

3. Komplikasi jangka panjang

Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan

psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks

terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka

bakar terjadi di area sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami

penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibarnya, pasien

memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma

luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post

traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan

gejala yang sering ditemukan pada penderita.

2.1.8 Pertolongan Pertama dalam Penanganan Luka Bakar

Menurut (Rahayuningsih, 2012) bahwa penanganan pertama pada

luka bakar antara lain menjauhkan penderita dari sumber luka bakar,

memadamkan pakaian yang terbakar, menghilangkan zat kimia penyebab

luka bakar, menyiram dengan air sebanyak-banyaknya bila terkena zat

kimia. Dan mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan

menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus

(nonconductive).

14

Berdasarkan (Fitriana, 2014) menyebutkan bahwa menghentikan

proses pembakaran yaitu jika menemukan penderita masih dalam keadaan

terbakar makan harus segera dilakukan pemadaman dengan cara menyiram

air dalam jumlah yang banyak apabila disebabkan bensin atau minyak.

Menggulingkan penderita pada tanah (drob and roll) atau menggunakan

selimut basah untuk memadamkan api. Walaupun api sudah mati, luka

bakar akan tetap mengalami proses perjalanan pembakaran, untuk

mengurangi proses ini luka dapat disiram atau direndam dengan air bersih

untuk pendinginan. Perlu diketahui bahwa proses pemadaman ini hanya

akan berlangsung selama 15 menit, sehingga apabila pertolongan datang

setelah 15 menit, usaha sia-sia dan akan menimbulkan hipotermi. Tidak

diperbolehkan sekali-kali mengompres luka bakar dengan kassa air es

karena dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.

Persepsi masyarakat dalam melakukan tindakan penangan luka bakar

masih kurang tepat dengan pemberian bensin, menyiram air dan pemberian

odol. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Rembulan, 2014) yang menyatakan

bahwa prinsip penanganan luka bakar adalah prinsip pengelolaan penderita

trauma yaitu airway, breathing, circulation, dissability, and exposure,

resusitasi cairan, penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi,

mengurangi rasa sakit, mencegah trauma mekanik pada kulit yang vital dan

elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.

Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan

pembalutan luka (Rahayuningsih, 2012).

Berdasarkan teori (Smeltzer & Bare, 2013) menyatakan bahwa

dalam melakukan perawatan luka bakar terdapat tiga macam yaitu

pembersihan luka, pemberian terapi antibiotik topikal dan balutan. Pertama,

membersihkan luka dapat dilakukan dengan tap water.

2.2 Pengalaman

2.2.1 Definisi

Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami,

dijalani maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi.

Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori

15

yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu

pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi

otobiografi. Pengalaman merupakan peristiwa yang tertangkap oleh panca

indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh atau

dirasakan sat peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama berlangsung.

Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan

dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia (Notoatmodjo S. , 2010).

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengalaman

Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun

melihat satu objek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh : tingkat

pengetahuan dan pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak yang

mempunyai pengalaman, faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan

faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tingkat pendidikan,

latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan,

kepribadian dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut menentukan

pengalaman (Notoatmodjo S., 2010)

Pengalaman setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda-beda

karena pengalaman mempuyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi

memorinya. Apapun yang memasuki indera dan diperhatikan akan disimpan

di dalam memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk

menanggapi hal yang baru.

2.3 Konsep Peran

2.3.1 Definisi Peran

Peran merupakan aspek dinamis dari status (kedudukan). Apabila

seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status

yang dimilikinya, maka dapat dikatakan telah menjalankan peranannya.

Maka peranan yang merupakan bentuk tingkah laku yang diharapkan dari

16

orang yang memiliki kedudukan atau status (Hidayati, Sakti Kaloeti, &

Karyono, 2011)

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan

posisi sosial yang diberikan, yang dimaksudkan dengan posisi atau status

adalah posisi individu dalam masyarakat sebagai suami, istri, anak,

orangtua, dan sebagainya (Nurhidayah, 2008).

2.3.2 Definisi Ibu dan Peranannya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan

Nasional, 2003), “Ibu” berarti wanita yang telah melahirkan seorang anak.

Wanita atau ibu adalah : pengurus generasi keluarga dan bangsa sehingga

keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat

diperlukan (Suparyanto, 2011). Wanita atau ibu adalah makhluk bio-psiko-

sosial-cultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan

dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya

(Sofyan, 2006). Ibu adalah pendidikan pertama dan yang paling utama bagi

anak, karena ibu lah yang telah mengalirkan air susunya kedalam darah dan

daging anak. Ibu merupakan sosok yang paling berpengaruh pada

pendidikan, kesehatan, jiwa dan badan bagi seluruh anggota keluarga,

khususnya anak-anak.

Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga

sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh anak secara baik dan sesuai

dengan tahapan perkembangan anak. Peran ibu sangat penting dalam

kehidupan buah hatinya di saat anaknya masih bayi hingga dewasa, bahkan

sampai anak yang sudah dilepas tanggung jawabnya atau menikah dengan

orang lain seorang ibu tetap berperan dalam kehidupan anaknya (Zulkifli,

2008).

Peranan ibu dalam keluarga adalah sebagai berikut : (a) Pemberi

aman dan sumber kasih sayang (b) Tempat mencurahkan isi hati (c)

Pengatur kehidupan rumah tangga (d) Pembimbing kehidupan rumah tangga

(e) Pendidik segi emosional (f) Penyimpan tradisi. Peran ibu di definisikan

17

sebagai kemampuan untuk mengasuh, dan menentukan nilai. Peran

pengasuh adalah peran dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan

perawatan anak agar kesehatannya terpelihara sehingga diharapkan mereka

menjadi anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Selain

itu peran pengasuh adalah peran dalam pemberian kasih sayang, perhatian,

rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan

mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.

Menurut (Effendy, 2009) peran ibu meliputi :

1. Mengurus rumah tangga. Dalam hal ini di dalam keluarga ibu

sebagai pengurus rumah tangga. Kegiatan yang biasa ibu lakukan

seperti memasak, menyapu, mencuci, dll

2. Sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya dan sebagai salah satu

kelompok dari peranan sosial.

3. Karena secara khusus kebutuhan efektif dan sosial tidak dipenuhi

oleh ayah. Maka berkembang suatu hubungan persahabatan antara

ibu dan anak-anak. Ibu jauh lebih bersifat tradisional terhadap

pengasuh anak (misalnya dengan suatu penekanan yang lebih besar

pada kehormatan, kepatuhan, kebersihan dan disiplin).

4. Sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di dalam

masyarakat ibu bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya dalam

rangka mewujudkan hubungan yang harmonis melalui acara

kegiatan-kegiatan seperti arisan, PKK dan pengajian.

5. Ibu Sebagai Pembimbing Anak

Peranan ibu menjadi pembimbing dan pendidik anak dari sejak lahir

sampai dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk

bertingkah laku yang baik.

2.3.3 Pengalaman Ibu dalam Merawat Anak

Ibu sebagai pengasuh anak dengan luka bakar rentan terhadap

kesehatan fisik, sosial maupun psikologi karena ibu sebagai orang tua

membutuhkan tenaga, waktu dan pengorbanan yang besar. Gejala emosional

seperti depresi, perasaan bersalah, marah dan kecemasan menjadi gangguan

psikologi orang tua. Orang tua menjadi orang yang paling stres keadaan dan

pengobatan pada anaknya , baik itu stres secara fisik, psikologis, sosial dan

ekonomi. Masalah yang dihadapi seorang ibu dapat di gambarkan secara

objektif misalnya kebutuhan keuangan, dan pekerjaan, sedangkan masalah

subjektif terkait pada reaksi psikologis adanya kekhawatiran tentang masa

18

depan anak yang sakit. Tantangan yang dihadapi dalam merawat anak

dengan luka bakar, ibu terkadang menghadapi beberapa tantangan berupa

kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi seperti, pemberi pelayanan

kesehatan, terkadang ibu mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan

dari pemberi pelayanan kesehatan (Rokhaidah & Herlina, 2018).

2.3.4 Ketidakberdayaan Ibu dalam Penanganan Luka Bakar

Berdasarkan (Tupattinaja, 2012) mengatakan bahwa ketidak-

mampuan seseorang dalam menghadapi perubahan yang demikian cepat dan

dirasakan semakin bertambah berat dapat menimbulkan perasaan cemas

karena ketidakmampuan atau ketidakberdayaan untuk apa-apa selain

mengikuti saja alur keputusan yang ada berupaya melewati hari demi hari

sebagaimana adanya. Kecemasan adalah suatu keadaan yang membuat

seseorang tidak nyaman, khawatir, gelisah, takut, dan tidak tentram disertai

berbagai keluhan fisik, cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti

dan tidak berdaya (Kurniawati, 2012). Faktor yang dapat menyebabkan

kecemasan misalnya masalah ekonomi, keluarga, pekerjaan, kondisi

kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Amir, 2009).

2.3.5 Upaya Mencari Pelayanan Kesehatan

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi

dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin

secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan, pelayanan juga dapat

diartikan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain (Hasyim, 2010).

Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas bukan merupakan

hal baru. Masyarakat mengharap dalam mengurus kepentingan mereka pada

unit-unit pelayanan publik terutama pelayanan kesehatan di rawat inap akan

memperoleh pelayanan yang mudah, sederhana, lancar, cepat, tidak berbelit-

belit, ramah, manusiawi, kejelasan prosedur pelayanan, biaya yang masuk

akal, kenyamanan dan keterbukaan (Rahayuningsih, 2012).

19

Berdasarkan ungkapan partisipan yang dipersepsikan dengan di

bawa ke Rumah Sakit sesuai dengan teori Anjaryani (2009) bahwa Rumah

Sakit adalah bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat

komprehensif, mencangkup aspek promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat.

Ketidakpuasan pasien diartikan sama dengan keluhan terhadap rumah sakit,

berikut pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya (dokter,

perawat, apoteker, psikolog dan lainnya) dan struktur sistem perawatan

kesehatan (biaya, sistem asuransi, kemampuan dan prasarana pusat

kesehatan dan lain-lain).

2.3.6 Keterbatasan Sarana dan Prasarana dalam Menangani Luka Bakar

Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat mencapai

maksud atau tujuan, alat dan media. Prasarana adalah segala sesuatu yang

merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha,

pembangunan, proyek, dan sebagainya) sebagai contoh jalan dan angkutan

merupakan penting bagi pembangunan suatu daerah (KBBI, 2016).

Pelayanan kesehatan yaitu sarana yang menyediakan bentuk pelayanan yang

sifatnya lebih luas daripada bidang klinik, bersifat preventif, promotif, dan

rehabilitative (KBBI, 2016). Pelayanan kesehatan masyarakat adalah

pelayanan yang bersifat publik (Public goods) dengan tujuan utama

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa

mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan

kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan,

pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,

peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa

masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes,

2015).

Minimnya sarana dan prasarana yang di ungkapkan partisipan seperti

masalah untuk mencapai pelayanan kesehatan sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Tumuwe, Tilaar dan Maramis (2014) mengatakan bahwa

20

hambatan lainnya dalam mencapai target indikator standar pelayanan

minimal puskesmas ondong adalah masalah transportasi, cuaca, dan

kurangnya prasaran seperti puskesmas keliling, serta sember daya manusia

yang berkompetensi mengemudikan puskesmas keliling dan tingkat evaluasi

di puskesmas masih rendah . Menurut Hanlon dalam (Nara, 2014)

mengatakan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh

tersedianya sumber daya, pendapatan keluarga, jarak tempat tinggal dari

pusat kesehatan, persepsi sehat dari penerima dan pemberi pelayanan. Hal

ini berarti dengan meningkatnya kunjungan puskesmas disebabkan adanya

kesadaran individu dan masyarakat itu sendiri untuk mencapai serta

mendapatkan pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan yang pemerintah

siapkan.