BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37703/4/Chapter...

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dihindari. Sehingga dapat dikatakan bahwa sanitasi adalah suatu usaha pengendalian faktor-faktor lingkungan untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan penularannya yang disebabkan oleh faktor lingkungan tersebut, sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat optimal (Depkes RI, 2002). 2.2. Sanitasi Tempat-Tempat Umum Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan atau pemeriksaan sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-tempat umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya (Chandra, 2007). Sanitasi tempat-tempat umum, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Oleh sebab itu tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Mukono, 2005). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37703/4/Chapter...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada

pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga

munculnya penyakit dapat dihindari. Sehingga dapat dikatakan bahwa sanitasi adalah

suatu usaha pengendalian faktor-faktor lingkungan untuk mencegah timbulnya suatu

penyakit dan penularannya yang disebabkan oleh faktor lingkungan tersebut,

sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat optimal (Depkes RI, 2002).

2.2. Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan

penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan

atau pemeriksaan sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk

mewujudkan lingkungan tempat-tempat umum yang bersih guna melindungi

kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan

lainnya (Chandra, 2007).

Sanitasi tempat-tempat umum, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam

masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Oleh sebab itu

tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang

medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi tempat-tempat

umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Mukono, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi

lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial,

tempat yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum

yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu

meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar tradisional atau swalayan pertokoan,

bioskop, salon kecantikan atau tempat pangkas rambut, panti pijat, taman hiburan,

gedung pertemuan, pondok pesantren, tempat ibadah, objek wisata, dan lain-lain

(Chandra, 2007).

2.3. Terminal

Terdapat beberapa terminologi tentang terminal. Berdasarkan Undang-

Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terminal

merupakan prasarana transportasi jalan untuk barang serta mengatur kedatangan dan

pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan

transportasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang

angkutan jalan umum, terminal adalah sarana transportasi untuk keperluan memuat

dan menurunkan orang atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan

kendaraan umum yang merupakan satu simpul jaringan transportasi. Berdasarakan

kedua terminologi diatas, terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk

keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan

dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul

jaringan transportasi (Kepmenhub 35/2003). Keberadaan terminal merupakan salah

satu prasarana utama dalam pelayanan angkutan umum. Keberadaan terminal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

berperan dalam menentukan tingkat kinerja dari pelayanan angkutan umum dalam

suatu wilayah (Menteri Pekerjaan Umum, 2010).

2.3.1. Kategori Terminal

Terminal adalah bagian dari infrastruktur transportasi yang merupakan titik

lokasi perpindahan penumpang ataupun barang. Pada lokasi itu terjadi konektivitas

antar lokasi tujuan, antar modal, dan antar berbagai kepentingan dalam sistem

transportasi dan infrastruktur. Pengelolaan pada berbagai hal tersebut perlu

diperhatikan dan dikembangkan untuk pengembangan manajemen terminal. Kegiatan

pengelolaan, regulasi (peraturan) dan norma-norma yang disepakati akan menentukan

perkembangan terminal secara terarah (coach terminal).

Terminal dibagi beberapa kategori yang meliputi (Menteri Pekerjaan Umum, 2010):

1. Terminal Penumpang adalah Prasarana Transportasi jalan untuk keperluan

menurunkan dan menaikan penumpang, perpindahan intra/atau moda transportasi

serta mengatur kedatangan pemberangkatan kendaraan angkutan penumpang

umum. Terminal penumpang dapat dikelompokan atas dasar tingkat penggunaan

terminal kedalam tiga tipe sebagai berikut :

a. Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara,

angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

b. Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan

pedesaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

c. Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan pedesaan.

Unsur penting bagi eksistensi sebuah terminal penumpang adalah adanya

angkutan umum dan penumpang, tanpa keduanya terminal tidak bermakna

apapun hanya sebatas sebuah bangunan. Angkutan umum merupakan salah satu

media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan

membayar tarif. Angkutan umum yang biasa beroperasi dalam terminal meliputi :

angkot, bis, ojek, bajaj, taksi dan metromini. Penumpang adalah masyarakat yang

menaiki atau menggunakan jasa angkutan (bus). Jadi ruang transit penumpang

adalah bangunan peneduh terbuka besar yang berfungsi sebagai tempat istirahat

sementara atau duduk-duduk, menunggu bus, menunggu teman, membaca koran

serta mengobrol santai yang berada dalam terminal.

2. Terminal Barang adalah Prasarana Transportasi jalan untuk keperluan

membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra/atau moda transportasi

angkutan barang.

3. Terminal Peti Kemas adalah terminal dimana dilakukan pengumpulan peti kemas

dari pelabuhan lainnya untuk selanjutnya diangkut ke tempat tujuan ataupun

terminal peti kemas yang lebih besar lagi. Terminal peti kemas yang berkembang

dengan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini adalah Terminal peti kemas

JICT, KOJA di Jakarta, TPS di Surabaya, TPK Semarang, TPK Belawan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3.2. Fasilitas Sanitasi Terminal

Fasilitas sanitasi terminal dapat dikelompokkan atas fasilitas utama dan

fasilitas pendukung, semakin besar suatu terminal semakin banyak fasilitas yang bisa

disediakan. Fasilitas-faslitas tersebut antara lain (Menteri Pekerjaan Umum, 2010):

1. Tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di

dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum.

2. Bangunan kantor terminal.

3. Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar.

4. Menara pengawas.

5. Pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.

6. Kamar kecil/toilet.

2.3.3. Lokasi dan Pembangunan Terminal

Penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan

rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan

transportasi jalan (Menteri Pekerjaan Umum, 2010).

1. Lokasi terminal penumpang Tipe A , B, dan C ditetapkan dengan

memperhatikan:

a. Rencana Umum Tata Ruang;

b. Kepadatan lalu lintasdan kapasitasjalan sekitar Terminal;

c. Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda;

d. Kondis topografi lokasi Terminal;

e. Kelestarian lingkungan .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Penetapan lokasi terminal penumpang tipe A selain harus memperhatikan

ketentuan sebagaimana tersebut diatas, harus memenuhi persyaratan :

a. Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi, antar kota dalam

propinsi;

b. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III A;

c. Luas lahan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) ha;

d. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan

jarak sekurang-kurangnya 200 (duaratus) M.

3. Penetapan lokasi Terminal Penumpang Tipe B selain harus memperhatikan

ketentuan sebagaimana yang tersebut diatas, harus memenuhi persyaratan :

a. Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi;

b. Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurangkurangnya

kelas III B;

c. Luas jalan sekurang-kurangnya 3 (tiga) ha;

d. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan

jarak sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) meter.

4. Penetapan lokasi terminal penumpang Tipe C selain harus memperhatikan

ketentuan sebagaimana yang tersebut diatas, harus memenuhi persyaratan :

a. Terletak di dalam kota dan dalam jaringan trayek perkotaan ;

b. Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas III

A;

c. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan ;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

d. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal sesuai

dengan kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.

2.4. Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal

Secara garis besar persyaratan sanitasi terminal dikelompokkan menjadi 2

bagian besar, yaitu bagian luar terdiri dari tempat parkir, pembuangan sampah, dan

penerangan; dan bagian dalam terdiri dari gedung perkantoran, ruang tunggu, jamban

dan urinoir, tempat cuci tangan, pembuangan air hujan dan air kotor, pemadam

kebakaran, dan kotak P3K yang dikelompokkan menjadi kelompok kecil, antara lain

(Chandra, 2007):

2.4.1. Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal Bagian Luar

2.4.1.1. Tempat Parkir

Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian

yang bersifat tidak sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu.

Tujuan fasilitas parkir adalah memberikan tempat istirahat kendaraan (Direktorat

Perhubungan Darat, 1998).

Jenis fasilitas parkir menurut penempatannya dibagi 2 macam, yaitu

(Warpani, 2002):

1. Parkir di badan jalan (On Street Parking).

Parkir di jalan sudah pasti mengurangi kapasitas ruas jalan yang bersangkutan,

dan karena itu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Di beberapa negara diberlakukan

beberapa ketentuan, diantaranya: parkir di jalan dikenai tarif dan denda sangat

tinggi sehingga pengemudi memarkir kendaraan seperlunya saja, sebelum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dikenai denda karena melewati batas waktu, atau parkir di bangunan parkir

meskipun tarifnya agak mahal.

Pada ruas-ruas jalan tertentu perlu diterapkan kebijakan ’bebas parkir’, artinya

pada ruas-ruas jalan tersebut dilarang memarkir kendaraan, sedangkan pada ruas-

ruas jalan lain yang tidak terlalu mengganggu sirkulasi lalu lintas dapat

diterapkan kebijakan ’parkir bebas’, dalam pengertian tetap ada batasan waktu

dan bisa diterapkan pembebanan biaya parkir.

2. Parkir di luar badan jalan (Off Street Parking)

Perparkiran yang ideal adalah parkir di luar jalan berupa fasilitas pelataran

(taman) parkir atau bangunan (gedung) parkir. Di pusat kegiatan kota yang sulit

memperoleh lahan yang cukup luas, fasilitas yang sesuai adalah gedung parkir

yang dibangun bertingkat sesuai dengan kebutuhan.

Yang dimaksud dengan di luar jalan antara lain pada kawasan-kawasan tertentu

seperti pusat-pusat perbelanjaan, bisnis, maupun perkantoran yang menyediakan

fasilitas parkir untuk umum.

Adanya tempat parkir di halaman terminal merupakan suatu keharusan.

Dengan adanya pemisahan tempat parkir kendaraan roda empat dan kendaraan roda

dua, dan halaman parkir yang terpelihara dengan baik, maka di samping kecelakaan

dapat dihindari juga akan memberikan suasana yang rapi dan enak dipandang

(Mukono, 2005).

Persyaratan tempat parkir pada terminal (Chandra, 2007):

a. Terdapat tempat parkir kendaraan umum yang bersih.

b. Tidak terdapat sampah berserakan, genangan air, dan lain-lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4.1.2. Pembuangan Sampah

Menurut definisi WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan

manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

2.4.1.2.1. Pembagian Sampah

Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut

(Chandra, 2007):

1. Berdasarkan zat kmia yang terkandung di dalamnya.

a. Organik, misalnya, sisa makanan, daun, sayur, dan buah.

b. Anorganik, misalnya, logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain.

2. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar.

a. Mudah terbakar, misalnya, kertas plastik, daun kering, kayu.

b. Tidak mudah terbakar, misalnya, kaleng, besi, gelas, dan lain-lain.

3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk.

a. Mudah membusuk, misalnya, sisa makanan, potongan daging, dan

sebagainya.

b. Sulit membusuk, misalnya, plastik, karet, kaleng, dan sebagainya.

4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah.

a. Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan

cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses pembusukkan sering kali

menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini dapat ditemukan di tempat

pemukiman, rumah makan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

b. Rubbish, terbagi menjadi dua:

1) rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya, kertas, kayu,

karet, daun kering, dan sebagainya.

2) rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas za-zat anorganik, misalnya, kaca,

kaleng, dan sebagainya.

c. Ashes, semua sisa pembakaran dan industri.

d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin atau

manusia.

e. Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan sebagainya) yang

mati akibat kecelakaan atau secara alami.

f. House hold refuse, atau sampah campuran (misalnya, garbage, ashes,

rubbish) yang berasal dari perumahan.

g. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.

h. Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung.

i. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.

j. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa

zat organik.

k. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus seperti

kaleng dan zat radioaktif.

2.4.1.2.2. Pengelolaan Sampah

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik,

diantaranya, tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber; dan tahap

pengangkutan (Chandra, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber.

Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel, terminal dan

sebagainya) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat

sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat

yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya.

Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan harus

memenuhi persyaratan berikut ini:

a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.

b. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan.

c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkat oleh satu orang.

Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke

dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk

menampung sampah rumah tangga. Pengelolaannya dapat diserahkan pada pihak

pemerintah.

Untuk membangun sebuah dipo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,

diantaranya:

a. Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi

kendaraan pengangkut sampah.

b. Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah.

c. Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat dan

binatang lain masuk ke dalam dipo.

d. Ada kran air untuk membersihkan.

e. Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat dan tikus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

f. Mudah dijangkau masyarakat.

2. Tahap Pengangkutan

Dari dipo, sampah diangkut ke pembuangan akhir atau pemusnahan sampah

dengan mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas

Kebersihan Kota.

2.4.1.2.3. Hubungan Sampah dan Kesehatan Lingkungan

Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh negatif terhadap masyarakat

dan lingkungan yang tampak pada 4 aspek (Mukono, 2005):

a. Aspek kesehatan.

1) Sampah dapat memberikan tempat tinggal bagi vektor penyakit seperti:

serangga, tikus, cacing, dan jamur.

2) Dari vektor yang tersebut di atas dapat menimbulkan penyakit antara lain:

a) Diare, kholera, typus, DHF (Dengue Haemorrhagic Fever).

b) Pes, murine typus.

c) Penyakit kulit dan candidiasis.

d) Taenia.

b. Aspek lingkungan.

1) Estetika lingkungan.

2) Penurunan kualitas udara.

3) Pembuangan sampah ke badan air akan menyebabkan pencemaran air.

c. Aspek sosial masyarakat.

1) Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat mencerminkan status keadaan

sosial masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2) Keadaan lingkungan yang kurang saniter dan estetika akan menurunkan

hasrat turis untuk berkunjung.

Persyaratan pembuangan sampah pada terminal (Chandra, 2007):

1. Tersedianya tempat pengumpulan sampah sementara sebelum dibuang.

2. Tempat pengumpulan sampah harus tertutup dan kedap air.

2.4.1.3. Penerangan (Pencahayaan)

Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan

lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.

Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang

dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi

menjadi pencahayaan alami yang sumbernya berasal dari sinar matahari, dan

pencahayaan buatan yang sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh

pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi (Prabu,2009).

Intensitas cahaya di ruang kerja perkantoran minimal 1000 Lux dalam rata-

rata pengukuran 8 jam, sedangkan untuk perindustrian, intensitas cahaya minimal di

ruang kerja sebagai berikut (Menteri Kesehatan, 1998):

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 2.1. Intensitas Cahaya Ruang Kerja Perindustrian

Jenis kegiatan Tingkat pencahayaan minimal (lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak terus-menerus

100 Ruang penyimpanan dan ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinu.

Pekerjaan kasar dan terus-menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar.

Pekerjaan rutin 300 Pekerjaan kantor/administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun.

Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan/warna, pemrosesan, tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus.

Pekerjaan amat halus 1500 Tidak menimbulkan bayangan

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus.

Pekerjaan detail 3000 Tidak menimbulkan bayangan

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus

Sumber: KepMenKes No. 261/MENKES/SK/II/1998

Bus datang dan berangkat dari terminal tidak hanya siang hari saja tetapi juga malam

hari. Dengan demikian di terminal perlu diberi penerangan yang cukup dan tidak

menyilaukan (Chandra, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4.2. Persyaratan Minimum Sanitasi Terminal Bagian Dalam

2.4.2.1. Gedung Perkantoran

Kantor adalah tempat dimana dilakukan berbagai macam kegiatan pelaksanaan

organisasi dalam rangka mencapai tujuannya, tempat yang digunakan untuk perniagaan

atau perusahaan yang dijalankan secara rutin. Kantor bisa hanya berupa suatu kamar

atau ruangan kecil maupun bangunan bertingkat tinggi. Kantor sering dibagi kepada

dua jenis, yaitu kantor yang terbesar dan terpenting biasanya dijadikan kantor pusat,

sedangkan kantor-kantor lainnya dinamakan kantor cabang (Kurniady, 2011).

Syarat dari gedung perkantoran ini antara lain (Mukono, 2005):

1. Lantai dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat dan tidak meresap air.

2. Dinding dibuat dari bahan yang kuat dan tidak meresap air serta tidak mudah

terbakar.

3. Pintu dan jendela yang kuat, bagian luar diberi kawat kassa (kecuali jika ada

AC).

4. Penerangan harus cukup dan tidak silau.

5. Ventilasi harus cukup dan memenuhi persyaratan minimal (20% dari luas

lantai).

6. Disediakan telepon untuk komunikasi.

2.4.2.2. Ruang Tunggu

Bagi para calon penumpang bus, selama menungggu keberangkatan,

keberadaan ruang tunggu yang nyaman dengan berbagai ruang penunjang yang

informatif sangatlah didambakan. Dengan ruang tunggu yang terpadu dengan ruang-

ruang penunjang lainnya tentu menyebabkan para calon penumpang lebih bisa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menikmati suasana terminal dengan nyaman dan beraktivitas dengan lebih efisien.

Oleh sebab itu penciptaann ruang tunggu terminal yang bisa menjawab pemikiran-

pemikiran di atas adalah dengan menampilkan sebuah ruang tunggu yang

meningkatkan pelayanan publik dan dapat mengikis image ruang tunggu terminal

yang terkesan kurang aman, sumpek, gerah dan kumuh. Penciptaan ini bertujuan

untuk menciptakan/mendesain suatu interior ruang tunggu terminal yang

memanfaatkan penerapan warna dan bentuk-bentuk fasilitas yang mengesankan suatu

interior ruang tunggu terminal yang modern namun masih mengangkat krakter lokal

daerah (Padmanaba dkk

Persyaratan ruang tunggu terminal (Chandra, 2007):

,2010).

1. Ruangan bersih.

2. Tempat duduk bersih dan bebas dari kutu busuk.

3. Penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.

4. Tersedia tempat sampah dan terbuat dari benda yang kedap air.

5. Lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mudah dibersihkan.

2.4.2.3. Jamban dan Urinoir (Pengelolaan Kotoran Manusia)

Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang

lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan

buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab

timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Suparmin, 2002).

Mengingat kuantitas dan karakteristik tinja yang dihasilkan manusia, maka

diperlukan teknik pembuangan yang memadai agar tinja tidak menimbulkan masalah

kenyamanan ataupun kesehatan bagi manusia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada awalnya, teknik pembuangan tinja hanya diupayakan agar dilakukan di

tempat yang agak tersembunyi dari pandangan orang lain. Namun, dewasa ini, teknik

pembuangan tinja sudah berkembang sangat pesat, sudah mempertimbangkan serta

mengarah pada pemenuhan berbagai keinginan berikut (Suparmin, 2002):

1. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang dengan tenang, tanpa

mengganggu privasinya.

2. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang dengan nyaman dalam

posisi dan suasana yang disukainya.

3. Sedapat mungkin pembuangan tinja dapat dilakukan oleh orang yang sedang

menderita penyakit saluran pencernaan dengan tidak menimbulkan resiko bahaya

penularan bagi orang lain.

4. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang dengan semaksimal

mungkin memperoleh manfaat dari tinja yang dibuang, yang dapat diproses

menjadi kompos atau gas bio.

5. Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang di berbagai daerah dengan

teknik yang sesuai dengan kondisi setempat.

2.4.2.3.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan

mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran

tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman

(Depkes RI, 1995).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik

dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu:

a. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,

b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman,

c. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,

d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara

pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut:

a. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering,

b. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air,

c. Tidak ada sampah berserakan,

d. Rumah jamban dalam keadaan baik,

e. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat,

f. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

g. Tersedia alat pembersih,

h. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan :

1. Air selalu tersedia di dalam bak atau ember,

2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak

bau dan mengundang lalat,

3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak

membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja.

Jamban yang sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk

memutus mata rantai penularan penyakit (Depkes, 2008)

Persyaratan jamban dan urinoir terminal (Chandra, 2007):

1. Digunakan jamban tipe leher angsa.

2. Jamban untuk pria harus terpisah dengan jamban untuk wanita.

3. Urinoir bersih, tidak berbau, dan memiliki air pembersih yang memadai.

4. Terminal dengan kapasitas minimal 250 pengunjung harus memiliki 1 urinoir.

5. Jika pengunjung meningkat menjadi 500 orang , ditambah 1 urinoir.

2.4.2.4. Pembuangan Air Hujan dan Air Kotor (Air Limbah)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001,

air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air

limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry).

2.4.2.4.1. Sumber Air Limbah

Air limbah bersumber dari aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas

alam (natural sources) (Suparmin, 2002).

1. Aktivitas Manusia

Aktivitas manusia yang menghasilkan air limbah sangat beragam, sesuai dengan

jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis aktivitas

yang menghasilkan air limbah di antaranya adalah aktivitas dalam bidang rumah

tangga, perkantoran, perdagangan, perindustrian, pertanian, dan pelayanan jasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Aktivitas Alam

Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan air limbah yang disebut air

larian (storm water runoff). Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan merembes ke

tanah dan sebagian besar lainnya akan mengalir di permukaan tanah menuju sungai,

telaga, atau tempat lain yang lebih rendah. Air hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah akan menjadi air permukaan (surface water) yang dapat masuk ke

saluran limbah cair rumah tangga (sanitary sewer) yang retak atau sambungannya

kurang sempurna, sebagai air luapan (inflow). Air larian yang jumlahnya berlebihan

sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan saluran air hujan (storm sewer) teraliri dalam jumlah yang

melebihi kapasitas, dan dapat menyebabkan terjadinya banjir.

2.4.2.4.2. Pengolahan Air Limbah

Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi

persyaratan berikut (Chandra, 2007):

1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.

2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air dalam

penggunaannya sehari-hari.

4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit.

5. Tidak terbuka dan harus tertutup.

6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4.2.4.3. Dampak Buruk Air Limbah

Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap

lingkungan dan kesehatan masyarakat, yaitu (Mukono, 2005):

1. Terhadap lingkungan

Air buangan antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi, bakteriologis yang dapat

menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat

menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah, atau lingkungan hidup

lainnya. Disamping itu kadang-kadang dapat menimbulkan bau yang tidak enak

serta pemandangan yang tidak menyenangkan.

2. Terhadap kesehatan masyarakat

Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan

gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media

tempat berkembang biaknya mikroorganisme pathogen, terutama penyakit-

penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar.

Persyaratan pembuangan air hujan dan air kotor terminal (Chandra, 2007):

1. Memiliki sistem pembuangan yang baik

2. Terhubung dengan saluran umum atau dengan septic tank sendiri (untuk

pembuangan air kotor).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.4.2.5. Lain –Lain

Yang termasuk pada bagian ini adalah tempat cuci tangan, alat pemadam

kebakaran, dan kotak P3K (Chandra, 2007).

1. Tempat cuci tangan

Tersedia minimal 1 buah tempat cuci tangan untuk umum yang dilengkapi

dengan sabun dan serbet.

2. Pemadam kebakaran

Tersedia alat pemadam kebakaran yang dapat dilihat dan dicapai dengan mudah

oleh umum. Pada alat ini harus terdapat cara penggunaannya.

3. Kotak P3K

Tersedia kotak P3K minimal 1 buah yang berisi obat-obatan lengkap untuk P3K.

2.5. Bidang Pengawasan Sanitasi Terminal

Upaya kegiatan serta bidang pengawasan sanitasi terminal menyangkut

berbagai aspek, yaitu (Mukono, 2005):

1. Aspek Sosial

Pendekatan pada aspek sosial merupakan pendekatan edukatif yang ditujukan

kepada pengelola dan karyawan terminal. Partisipasi dari pengelola dan

karyawan sangat diperlukan, sebab berhasil tidaknya program kegiatan higiene

dan sanitasi terminal tergantung atas kesadaran pengelola dan karyawan terminal.

Diharapkan mereka mengerti dan secara sadar mengetahui bahwa terminal yang

tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi akan dapat menimbulkan penyakit

bagi masyarakat luas. Partisipasi aktif terutama diharapkan dari pihak pengelola

sebagai unsur penentu dan pengawas langsung. Usaha peningkatan pengertian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dan kesadaran tentang pentingnya higiene dan sanitasi di terminal akan

meningkatkan pula kualitas kesehatan karyawan, pengunjung dan anggota

masyarakat lainnya.

2. Aspek Teknis

Pada dasarnya usaha higiene sanitasi pada terminal adalah usaha yang dilakukan

untuk kepentingan bersama, baik untuk masyarakat umum maupun pengelolanya

sendiri. Dengan demikian perlu adanya suatu peraturan/persyaratan yang relevan

untuk menjaga agar usaha higiene dan sanitasi tidak merugikan masyarakat luas.

Dalam pelaksanannya penerapan peraturan sering terjadi hambatan dikarenakan

faktor-faktor berikut:

a. Kurang ada pengertian serta kesadaran dari karyawan terminal mengenai

peraturan yang menyangkut upaya higiene sanitasi khususnya dalam rangka

pemeliharaan kesehatan.

b. Adanya sikap apatis dari sebagian masyarakat tentang adanya peraturan dari

higiene sqanitasi terminal.

3. Aspek Administrasi dan Manajemen

Agar dapat berhasil dengan baik maka usaha higiene sanitasi diperlukan

perencanaan program yang baik pula. Perlu diingat bahwa program ini akan

melibatkan berbagai instansi lain (lintas sektoral), petugas kesehatan, petugas

lalu lintas, petugas keamanan, petugas kebersihan, dan petugas lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Beberapa manfaat penting dari pengawasan sanitasi terminal (Mukono, 2005):

a. Menjamin kebersihan terminal.

b. Melindungi para pengunjung dari faktor lingkungan yang dapat merugikan

kesehatan.

c. Mencegah timbulnya berbagai macam penyakit menular dan penyakit akibat

kerja.

d. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas.

2.6. Manajemen

Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan

bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan

organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan,

pelaksanaannya adalah managing, sedang pelaksananya disebut manager atau

pengelola. Manajemen mempunyai tujuan tertentu dan tidak dapat diraba. Manajemen

dapat digambarkan sebagai tidak nyata, karena tidak dapat dilihat, tetapi terbukti oleh

hasil-hasil yang ditimbulkannya atau hasil kerja yang memadai, kepuasan manusiawi

dan hasil-hasil produksi serta jasa yang lebih baik (Terry, 1992).

Seorang manajer harus memiliki salah satu dari tiga kemahiran yang ada,

yaitu technical skill, manajerial skill, atau human skill bila menekankan pada aspek

hubungan antar manusia (Rais, 1994).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Keberhasilan manajemen organisasi terminal tergantung pada aspek-aspek

(Kementerian Pekerjaan Umum, 2010):

1. Lokasi

2. Dukungan pemerintah sebagai otoritas, eksekutif yang mengatur semua

kepentingan stakeholder dan keperluan pembangunan wilayah.

3. Infrastruktur pelayanan logistik, termasuk dalam hal ini anggaran dana

operasional (dalam konteks Negara antara lain APBN/APBD).

4. Kerjasama antara otoritas dengan berbagai pihak, dalam hal ini kerjasama antara

pihak terminal dengan perusahaan bis, penyewa lokasi dan reklame serta pihak

lain.

5. Kualitas sumber daya manusia (SDM) terminal.

6. Perkembangan sistem informasi manajemen, mekanisme pelaporan, perencanaan,

dan pertanggungjawaban (akuntabilitas dan disclosure).

2.6.1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan suatu proses yang tidak mempunyai penyelesaian

karena harus selalu diadakan perubahan-perubahan baik mengenai sistemnya maupun

materinya (Rais, 1994).

Perencanaan efektif haruslah didasarkan atas fakta-fakta dan informasi dan

tidak atas emosi dan keinginan. Fakta-fakta yang bersangkutan langsung dengan

situasi yang dalam pembahasan, dikaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan

manajer itu. Cara berfikir reflektif diperlukan: imajinasi dan pandangan ke depan

sangat membantu. Dalam perencanaan, para manajer mencoba memandang ke depan,

menduga-duga kemungkinan-kemungkinan, bersedia siap untuk hal tak terduga,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

memetakan kegiatan-kegiatan, dan mengadakan urutan-urutan yang teratur untuk

mencapai tujuan-tujuan (Terry, 1992).

Sebelum menyusun langkah-langkah perencanaan perlu disadari akan adanya

tantangan sebagai titik tolak kegiatan tersebut dan kangkah-langkah tersebut adalah

sebagai berikut (Rais,1994):

1. Menenukan terlebih dahulu tujuan dan sasaran dari organisasi secara

keseluruhan, kemudian ditentukan sasaran yang ada pada setiap unit yang ada,

sehingga akan terjadi suatu kebulatan perencanaan dalam seluruh organisasi.

2. Menentukan premis-premis (ramalan) yang berhubungan bila terjadi masalah-

masalah yang kritis yang mungkin terjadi di kemudian hari.

2.6.2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk

mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer.

Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber

yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat

dilaksanakan dengan berhasil. Seorang manajer harus mengetahui kegiatan-kegiatan

apa yang akan diurus, siapa yang membantu dan siapa yang dibantu, saluran-saluran

komunikasi, pengelompokan pekerjaan yang diikuti, hubungan-hubungan antara

kelompok-kelompok kerja yang berbeda-beda susunan umum dari kelompok kerja itu

(Terry, 1992).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pengorganisasian yang dilaksanakan oleh manajer sebagai proses kegiatan

secara keseluruhan akan mendatangkan banyak keuntungan, antara lain (Rais, 1994):

1. Setiap anggota yang ada di dalam suatu struktur organisasi akan mengetahui apa

saja yang menjadi tugasnya dan kegiatan apa yang harus dilaksanakan.

2. Hubungan kerja, tanggung jawab dan kewenangan diantara para anggota

ditentukan secara jelas, sehingga tidak akan terjadi kegiatan yang tumpang

tindih.

3. Kegiatan para anggota berdasarkan struktur yang ada dikoordinasikan sehingga

akan terdapat kesatuan bertindak secara bersama-sama dalam rangka mencapai

tujuan yang efisien dan efektif atau berhasil guna dan berdaya guna.

4. Pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dapat dilaksanakan secara jelas dan

tepat berdasarkan struktur organisasi yang telah disusun, sehingga anggota

organisasi dijabat oleh orang yang tepat berdasarkan kemampuannya sehingga

kegiatannya tidak tergantung semata-mata dari niat baik tetapi berdasarkan

kesediaan dan kemampuan yang ada.

5. Para pekerja dan alat perlengkapan yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-

baiknya, dan pemborosan dapat diperkecil.

2.6.3. Penggerakan (Actuating)

Penggerakan ialah pendorong semangat kerja dan menggiatkan bawahan agar

bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang tertentu sesuai dengan fungsi

merencanakan oleh seorang manajer. George Terry menyatakan bahwa actuating

adalah tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok suka berusaha

untuk mencapai sasaran-sasaran. Actuating banyak berhubungan dengan faktor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

manusia, dimana “Human Relations” peranannya amat menonjol dan segi seni dari

manajemen sangat memegang peranan yang penting (Rais, 1994).

Penggerakan sangat erat hubungannya dengan motivasi. Motivasi dapat

didefinisikan sebagai membuat seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan semangat,

karena orang itu ingin melakukannya. Tugas manajer adalah menciptakan kondisi-

kondisi kerja yang akan membangkitkan dan memelihara keinginan yang

bersemangat. Seorang manajer yang tidak bermotivasi untuk kemajuan dan berhasil,

akan mendapatkan hal yang sangat sulit untuk memotivasi orang-orang lain (Terry,

1992)

2.6.4. Pengawasan (Controlling)

Seorang manajer mengelola agar tercapai hasil-hasil yang diingini atau

direncanakan. Keberhasilan atau kegagalan yang disajikan hasil-hasil ini

dipertimbangkan dari segi tujuan yang sudah ditentukan. Hal ini mencakup

pengawasan, yaitu mengevaluasikan pelaksanaan kerja dan, jika perlu, memperbaiki

apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-hasil menurut rencana.

Pengawasan adalah dalam bentuk pemeriksaan untuk memastikan, bahwa apa yang

sudah dikerjakan adalah juga dimaksudkan untuk membuat sang manajer waspada

terhadap suatu persoalan potensial sebelum persoalan itu menjadi serius (Terry,

1992).

2.7. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan sangat cepat dan

kadang tidak kita sadari, di mana kita dapat mengenali stimulus yang kita terima.

Persepsi yang kita miliki ini dapat mempengaruhi tindakan kita. Robbin dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Notoadmodjo (2005), mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseorang

mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan

untuk memberi makna terhadap lingkungannya (Notoadmodjo, 2005).

Untuk mempelajari persepsi, kita dapat membaginya menjadi dua bagian

besar, yaitu proses sensasi atau merasakan (sensation) yang menyangkut proses

sensoris dan proses persepsi yang menyangkut interpretasi kita terhadap objek yang

kita lihat atau kita dengar atau kita rasakan (Notoadmodjo, 2005):

1. Sensasi

Sebuah objek berupa stimulus fisik diterima oleh pancaindra kita melalui elemen

sensitif yang disebut reseptor. Reseptor ini berhubungan dengan saraf otak.

Ketika indra kita dirangsang oleh suatu objek fisik, maka akan terjadi sensasi

sesuai dengan indra yang dirangsang. Energi fisik yang kita peroleh dari luar

harus diubah menjadi aktivitas pada sistem saraf kita.

2. Persepsi

Setelah stimulus diterima oleh sistem saraf, proses selanjutnya adalah

menginterpretasikan stimulus yang tersebut. Interpretasi adalah apa yang keluar

dari kepala kita, sedangkan sensasi adalah apa yang kita terima dari luar dan

masuk ke kepala kita.

Proses pertama yang harus kita lalui dalam mempersepsikan suatu objek adalah

perhatian. Tanpa memusatkan perhatian pada suatu objek, maka kita tidak dapat

memersepsikannya. Pemusatan perhatian adalah suatu usaha dari manusia untuk

menyeleksi atau membatasi segala stimulus yang ada untuk masuk dalam

pengalaman kesadaran kita dalam rentang waktu tertentu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.8. Peran Serta (Perilaku)

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-

masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah

tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang

sangat luas. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.9. Kerangka Konsep

Sanitasi Terminal 1. Bagian luar bangunan terminal

a. Tempat parkir

b. Pembuangan sampah

c. Penerangan

2. Bagian dalam bangunan terminal

a. Gedung perkantoran

b. Ruang tunggu

c. Jamban dan urinoir

d. Pembuangan air hujan dan air kotor

e. Tempat cuci tangan

f. Pemadam kebakaran

g. Kotak P3K

Terminal memenuhi syarat berdasarkan UU No. 11 Tahun 1962

Terminal tidak memenuhi syarat berdasarkan UU No. 11 Tahun 1962

1. Persepsi pekerja tentang sanitasi terminal

2. Peran serta pekerja dalam upaya pemeliharaan sarana sanitasi terminal

Manajemen sanitasi terminal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA