BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi ...eprints.umm.ac.id/53438/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi ...eprints.umm.ac.id/53438/3/BAB II.pdf ·...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas angka normal yang mengakibatkan terjadinya peningkatan morbiditas
dan mortalitas. Tekanan darah menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan kekuatan
dorongan darah pada permukaan pembuluh darah arteri ketika jantung memompa darah
ke seluruh tubuh. Tekanan darah ditunjukkan dengan angka, misalnya 140/90 mmHg yang
dimana ada dua fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 yang menunjukkan
fase darah sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).
Pembuluh darah arteri mengalami tekanan yangdisebabkan oleh jantung yang
memompa dan mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Tubuh membutuhkan oksigen dan
nutrisi yang cukup yang disalurkan oleh darah melalui jaringan pembuluh darah yang
kemudian memasuki sel-sel tubuh. Jantung tidak hanya dapat memompa darah secara
terus-menerus, tetapi juga dapat mengumpulkan darah yang sudah terpakai kembali dari
seluruh bagian tubuh. Darah yang segar kemudian dialirkan ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah yang bernama arteries, sedangkan yang membawa darah yang telah
terpakai kejantung kembali dinamakan veins. Sistem sirkulasi darah merupakan keseluruhan
sistem pada jantung, pembuluh darah, dan darah. Untuk menahan tekanan
10
darah yang dipompa ke dalam sistem tersebut terdapat arteri yang bersifat kuat dan elastis
yang dapat menahannya. Arteri berperan sangat penting dalam mengatur tekanan darah
terutama pada arteri yang bercabang sampai pembuluh yang sangat halus dan memiliki
dinding yang kuat (Widjadja, 2009).
2.2.1. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan penyebab dan derajatnya.
1. Menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2006, menyebutkan
bahwa ada 2 jenis hipertensi berdasarkan penyebabnya, yaitu :
a) Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer merupakan suatu peningkatan tekanan yang terjadi pada
arteri yang menyebabkan ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik
normal. Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi primer
dan sampai saat ini penyebab dari hipertensi ini belum diketahui. Faktor yang
paling mungkin berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi primer yaitu faktor
genetik, karena hipertensi sering disebabkan karena adanya turun temurun dalam
suatu keluarga.
b) Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan hipertensi sekunder
yang disebabkan oleh penyakit komorbid ataupun obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Penyebab sekunder yang paling sering adalah
disfungsi renal mengakibatkan terjadinya penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskuler. Mengkonsumsi obat-obat tertentu baik secara langsung maupun
11
tidak juga dapat menyebabkan hipertensi atau semakin memperberat hipertensi
dengan terjadinya peningkatan tekanan darah. Penyebab sekunder dapat
diidentifikasi dengan berhenti mengkonsumsi obat-obatan tersebut atau
mengobati kondisi komorbid yang menyertainya adalah tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder.
2. Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee (2004), hipertensi berdasarkan
derajatnya terdiri dari :
Tabel 2. 1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC7
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Optimal 115 atau
kurang
75 atau kurang
Normal Kurang dari
120
Kurang dari 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
tahap 1
140-159 90-99
Hipertensi
tahap 2
Lebih dari 160 Lebih dari 100
12
Berdasarkan tabel diatas, klasifikasi hipertensi dikategorikan berdasarkan
derajatnya. Tekanan darah dikatakan optimal jika tekanan darah sistolik 115 mmHg atau
kurang dan tekanan darah diastolik 75 mmHg atau kurang. Normal jika tekanan darah
sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg. Prehipertensi jika tekanan
darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-89 mmHg. Hipertensi tahap
1 jika tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg.
Hipertensi tahap 2 jika tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik
>100.
2.3.1. Manifestasi Klinik
Hipertensi pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang terlalu terlihat. Gejala
hipertensi dapat dilihat ketika sudah menahun seperti nyeri kepala, kadang disertai mual
dan muntah, kaburnya penglihatan akibat kerusakan retina, kerusakan susunan saraf yang
menyebabkan ketidakseimbangan dalam berjalan, peningkatan aliran darah ginjal
menyebabkan nokturia dan terjadinya tekanan kapiler yang menyebabkan filtrasi
glomerulus dan edema. Selain itu, gejala hipertensi juga dapat berupa sakit kepala, telinga
berdengung, tengkuk terasa berat, sulit tidur, mata berkunang-kunang, pusing, dan
keluarnya darah dari hidung (mimisan). Peningkatan tekanan darah juga dapat
menyebabkan komplikasi pada organ yaitu ginjal, mata, otak, atau jantung (Anbarasan,
2015).
2.4.1. Patofisiologi
Berbagai faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
yang berhubungan dengan tekanan darah. Sistem renin-angiotensin –aldosteron dan
13
vasopressin dan zat lainnya seperti epinefrin memiliki peran dalam mengatur mekanisme
tekanan darah yang merupakan sebuah neurotransmitter simpatik yang dilepaskan dari
kelenjar adrenal yang memilki efek langsung dalam menghasilkan peningkatan denyut
jantung, kontraktilitas jantung, dan tonus pembuluh darah. Konteks adrenal akan
mengekskresi epinefrin ketika seseorang dalam keadaan emosi yang menyebabkan
terjadinya vasokontriksi. Kemudian vasokonstriksi akan mengakibatkan penurunan aliran
darah ke ginjal dan menyebabkan pelepasan renin dimana renin bertindak enzimatis untuk
mengkonversi aktif plasma protein yang disebut angiotensinogen menjadi angiotensin I.
Setelah itu angiotensin I kemudian diubah oleh enzim ACE (Angiotensin Converting
Enzyme) menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat yang dapat
merangsang sekresi alodesteron oleh korteks adrenal dimana enzim tersebut terdapat
dalam endothelium pembuluh paru-paru. Hal ini menyebabkan terjadinya retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan volume intravaskuler dan
kemudian mengakibatkan meningkatnya tekanan darah (Porth, 2011).
Ginjal merupakan salah satu yang memiliki sebagian besar peran dalam mengatur
tekanan darah yaitu dalam regulasi volume cairan ekstraseluler. Ketika tubuh mengandung
cairan ekstraseluler terlalu banyak, maka tekanan arteri akan naik dan terjadi peningkatan
air dan natrium yang diekskresikan oeh ginjal sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan darah. Ada dua mekanisme peningkatan volume cairan yang dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan darah salah satunya adalah melalui efek langsung
pada cardiac output dan yang lainnya secara tidak langsung sehingga aliran darah
menghasilkan autoregulasi dan berefek pada resistensi pembuluh darah perifer.
Mekanisme autoregulasi memiliki fungsi dalam mendistribusikan aliran darah ke berbagai
14
jaringan tubuh sesuai dengan kebutuhan metabolisme. Ketika darah mengalir ke jaringan
yang spesifik berlebihan ,maka pembuluh darah local akan menyempit dan ketika aliran
darah menurun maka pembuluh local akan melebar. Saat terjadi peningkatan volume
cairan ekstraseluler dan peningkatan curah jantung maka semua jaringan tubuh yang
terpapar pada peningkatan aliran yang sama. Hal ini menghasilkan penyempitan umum
arteriol dan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer sehingga menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah(Porth, 2011).
2.5.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan karena interaksi
berbagai faktor risiko. Risiko hipertensi tergantung pada jumlah dan tingkat keparahan dari
faktor risiko yang dapat dikontrol seperti stress, obesitas, nutrisi dan gaya hidup, serta
faktor yang tidak dapat dikontrol seperti usia, jenis kelamin, genetik, dan etnis (Pramana,
2016).
1. Usia
Hipertensi merupakan penyakit multifaktor yang disebabkan oleh interaksi berbagai
faktor risiko yang dialami oleh seseorang. Seiring dengan bertambahnya usia terjadi
perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot sehingga pembuluh darah akan mengalami
penyempitan dan menjadi kaku dimulai pada saat usia 45 tahun. Selain itu, juga terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik, serta kurangnya sensitivitas
baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran darah dan laju filtrasi
glomerulus menurun (Pramana, 2016).
15
Menurut penelitian dari Wahyuningsih & Astuti (2013)menunjukkan bahwa ada
hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi. Hal ini disebabkan karena tekanan
arterial yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan adanya proses degenerative
yang lebih sering pada usia tua.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas)Kementerian Kesehatan RI
(2018)menunjukkan bahwa prevalensi kejadian hipertensi menurut hasil pengukuran pada
penduduk umur >18 tahun mengalami peningkatan yang sebelumnya pada Riskesdas
2013 25,8% bertambah menjadi 34,1%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian hipertensi
semakin bertambah di Indonesia terutama pada penduduk yang berumur >18 tahun.
2. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun, wanita
terlindungi dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Seorang wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Pramana, 2016).
3. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluargadapatmenyebabkan risiko untuk menderita
penyakit hipertensi. Hal ini terjadi karena adanya hubungan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium. Individu dengan
orang tua menderita hipertensi memiliki risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
16
Selain itu juga didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi
keluarga (Pramana, 2016).
Menurut penelitian Raihan et al. (2009)menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi. Jika seseorang dengan orang
tua menderita hipertensi maka sepanjang hidup orang tersebut memiliki kemungkinan
25% untuk menderita hipertensi juga.
4. Etnis
Hipertensi lebih banyak pada orang yang berkulit hitam daripada yang berkulit putih.
Namun sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Tetapi pada orang kulit
hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih
besar (Pramana, 2016).
5. Aktivitas fisik
Hipertensi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor salah satunya adalah aktivitas
fisik. Orang dengan aktivitas fisik yang kurang dan nafsu makan tidak terkontrol akan
menyebabkan terjadinya konsumsi energi yang berlebihan dan mengakibatkan nafsu
makan semakin bertambah dan pada akhirnya menyebabkan berat badan menjadi naik
sehingga terjadi obesitas. Jika berat badan seseorang bertambah maka volume darah akan
bertambah pula, sehingga beban jantung semakin bertambah untuk memompa darah.
Semakin besar beban jantung maka semakin berat kerja jantung dalam memompa darah
ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan terjadinya tekanan perifer dan peningkatan curah
jantung yangkemudian terjadi hipertensi (Pramana, 2016).
17
Menurut penelitian Wahyuningsih & Astuti (2013)menunjukkan bahwa ada hubungan
antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi. Orang yang cenderung kurang aktif
berolahraga memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung
harus bekerja lebih keras pada saat kontraksi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)Kementerian Kesehatan RI (2018)
menunjukkan bahwa prevalensi aktivitas fisik berdasarkan data penduduk yang berumur
>10 tahun semakin bertambah yang sebelumnya pada tahun 2013 26,1% meningkat
menjadi 33,5%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik pada masyarakat Indonesia
semakin berkurang sehingga menyebabkan risio kejadian hipertensi semakin bertambah
pula.
6. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang berlebihan
sebesar 20% dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai hubungan yang kuat dengan
kejadian hipertensi. Jika obesitas terjadi pada anak-anak remaja maka anak tersebut
cenderung mengalami hipertensi. Terjadinya peningkatan berat badan yang tidak ideal
menyebabkan adanya dugaan bahwa jika berat badan lebih besar 10% maka akan
meningkatkan tekanan darah sebesar 7 mmHg.(Pramana, 2016).
Berdasarkan epidemiologi pada hipertensi, obesitas merupakan salah satu ciri
khasnya.Pada pasien dengan obesitas curah jantung dan volume darah menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien lainnya yang memiliki berat badan normal dengan tekanan
darah yang sama. Obesitas dapat mengakibatkan pasien cenderung menderita penyakit
kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes mellitus (Pramana, 2016).
18
Menurut penelitian Wahyuningsih & Astuti (2013)menunjukkan bahwa ada hubungan
antara obesitas dengan kejadian hipertensi. Orang dengan berat badan yang berlebihan
(IMT >25) beresiko menderita hipertensi sebesar 6,47 kali dibandingkan dengan orang
yang memiliki berat badan normal.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI,
(2018)menunjukkan prevalensi obesitas sentral pada dewasa umur >15 tahun mengalami
kenaikan dari sebelumnya pada tahun 2013 yaitu 26,6% menjadi 31%. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor risiko hipertensi di Indonesia semakin bertambah akibat
bertambahnya obesitas pada dewasa umur >15 tahun.
7. Konsumsi lemak
Terjadinya peningkatan berat badan sangat erat kaitannya dengan konsumsi lemak
jenuh yang menyebabkan resiko terjadinya hipertensi. Dengan mengkonsumsi lemak
jenuh dapat meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis yang juga berkaitan dengan
tekanan darah. Tetapi jika seseorang dapat menurunkan konsumsi lemak jenuh terutama
lemak yang terdapat dalam makanan yang bersumber dari hewan dan kemudian
meningkatkan konsumsi lemak tidak jenuh yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian
dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah
(Pramana, 2016).
8. Konsumsi natrium
Garam merupakan faktor penting dalam pathogenesis hipertensi. Hipertensi hampir
tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang rendah. Apabila
19
asupan garam 5-15 g/hr prevalensi hipertensi akan meningkat menjadi 15-20% (Pramana,
2016).
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan tekanan
darah, curah jantung, dan volume plasma. Konsumsi garam yang dianjurkan adalah tidak
lebih dari 6g/hr yang setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 g/hr. Asupan natrium
yang tinggi dapat menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga dapat meningkatkan
volume darah (Pramana, 2016).
Menurut penelitian Raihan et al. (2009)menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi. Pola asupan garam yang
tinggi dapat meningkatkan kejadian hipertensi karena mengkonsumsi garam yang berlebih
dapat menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar sehinggan volume cairan ekstraseluler
meningkat. Terjadinya peningkatan volume cairan ekstraseluler tersebut mengakibatkan
meningkatnya volume darah.
9. Merokok
Hubungan antara merokok dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Lamanya merokok dapat menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi. Selain itu yang lebih berisiko akibat merokok adalah jumlah
rokok yang di hisap setiap harinya.Seseorang yang merokok lebih dari 1 pak atau 15 batang
per hari memiliki risiko 2 kali lebih rentan untuk menderita hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler daripada orang yang tidak merokok (Pramana, 2016).
20
Menurut penelitian Raihan et al. (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi. Hal ini dikarenakan asap
rokok mengandung karbon monoksida dan nikotin serta berbagai bahan toksik lainnya.
Zat yang terdapat dalam rokok dapat merusak lapisan dinding arteri yaitu berupa plak.
Hal ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang dapat meningkatkan
tekanan darah.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI
(2018)menunjukkan prevalensi merokok pada penduduk umur 10-18 tahun mengalami
kenaikan dari sebelumnya pada tahun 2013 yaitu 7,2% menjadi 9,1%. Sedangkan
berdasarkan proporsi konsumsi tembakau hisap dan kunyah pada penduduk usia >15
tahun mengalami penurunan dari sebelumnya pada tahun 2013 66% menjadi 62,9%.
Tetapi dalam hal ini merokok masih dalam kategori yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan faktor risiko hipertensi di Indonesia semakin bertambah
10. Konsumsi alkohol dan kafein
Konsumsi alkohol dan kafein secara berlebihan yang biasanya terdapat pada kopi dan
cola dapat meningkatkan aktifitas syaraf simpatis karena dapat merangsang sekresi
Corticotropine Releasing Hormone (CRH) yang berujung terjadinya peningkatan tekanan
darah. Sementara kafein dapat menyebabkan stimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat
sehingga menyebabkan lebih banyak cairan yang mengalir setiap detiknya (Pramana,
2016).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)Kementerian Kesehatan RI (2018)
menunjukkan prevalensi konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan menurut
21
provinsi pada penduduk umur >10 tahun adalah tertinggi di NTT sebesar 3,2% dan
terendah di Aceh 0,1. Jika berdasarkan total keseluruhan provinsi di Indonesia sebesar
0,8%. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi alkohol di Indonesia masih tergolong
rendah.
11. Stress
Stress diyakini memiliki hubungan yang erat dengan hipertensi. Hal ini diduga melalui
aktivitas syaraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secar intermiten. Selain
itu, stress juga dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin yang
dapat memacu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Jika stress berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.
Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit magh. Stress dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stress sudah hilang maka
tekanan darah dapat normal kembali (Pramana, 2016).
Menurut penelitian Raihan et al. (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara stress dengan kejadian hipertensi. Stress dapat meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan menstimulasi aktivitas system saraf simpatis. Apabila stress
terjadi maka hormone epinefrin dan adrenalin akan terlepas. Aktivitas hormon ini
meningkatkan tekanan darah secara berkala. Jika stress berkepanjangan maka peningkatan
tekanan darah menjadi permanen.
22
2.6.1. Komplikasi Hipertensi
Dalam jangka waktu yang lama hipertensi dapat menyebabkan
kerusakan endhotel arteri dan mempercepat terjadinya atherosklerosis. Komplikasi dari
hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, otak, ginjal, mata, dan
pembuluh darah besar. Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit
serebrovaskuler seperti stroke, transient, dan ischemic attack, penyakit arteri koroner
seperti infark miokard dan angina, gagal ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi. Bila pasien
hipertensi memiliki faktor resiko kardiovaskuler yang lain, maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskuler tersebut. Menurut studi
Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang tinggi untuk
terkena penyakit koroner, stroke, penyakit perifer, dan gagal jantung(Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).
2.7.1. Penatalaksanaan Hipertensi
1) Terapi farmakologi
Terapi farmakologis dilakukan dengan pemberian obat-obatan seperti,
dibawah ini :
a. Golongan diuretik
Dalam mengobati hipertensi obat pertama yang biasanya diberikan adalah
diuretik thiazide. Obat ini dapat membantu ginjal membuang garam dan air
sehingga ginjal dapat mengurangi volume cairan yang berada di dalam tubuh agar
dapat membantu menurunkan tekanan darah. Selain itu, obat ini juga dapat
23
menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh darah dan hilangnya kalium
melalui air kemih, sehingga kadang diberikan juga tambahan kalium atau obat
penahan kalium. Diuretik sangat efekif digunakan pada orang kulit hitam, lanjut
usia, obesitas, penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun.
b. Penghambat Adrenergik
Sistem saraf simpatis mengalami penghambatan karena pada penghambat
adrenergikterdapat sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan
alfa-beta-blocker labetalol, yang dapat menghambat efek sistem saraf simpatis.
Sistem saraf simpatis merupakan sistem saraf yang dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah dengan cara memberikan respon terhadap
stress. Obat yang paling sering digunakan adalah beta blocker, karena obat ini
efektif jika diberikan kepada pasien yang berusia muda, pasien yang pernah
mengalami serangan jantung, pasien dengan denyut jantung yang cepat, angina
pektoris (nyeri dada), sakit kepala (migren).
c. ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzim inhibitor (ACE-inhibitor) bekerja
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara yaitu melebarkan arteri.
Obat ini efektif diberikan kepada pasien dengan kulit putih, berusia muda, laki-
laki yang mengalami impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain, pasien
gagal jantung, dan pasien yang terdapat protein dalam air kemihnya yang
disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik.
24
d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan
suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
e. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang berbeda. Obat ini sangat efektif diberikan pada pasien dengan
kulit hitam, lanjut usia, pasien yang mengalami angina pectoris (nyeri dada),
denyut jantung yang cepat, dan sakit kepala migren.
f. Vasodilator
Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari
golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-
hipertensi lainnya (Wahdah, 2011).
2) Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa cara
yaitu :
1. Pola Makan yang Baik
Pola makan yang baik adalah dengan mengurangi asupan garam dan
makanan yang tinggi lemak serta menigkatkan konsumsi sayur dan buah.
Biasanya pada orang yang terbiasa makan makanan yang berlemak sepertinya
akan sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengubah kebiasaan
25
tersebut menjadi makan makanan yang termasuk vegetarian. Untuk mengatasi
hal ini perlu bantuan berupa dukungan keluarga. Selain itu juga dapat dilakukan
pendidikan kesehatan seperti promosi kesehatan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan pemerintan untuk memotivasi masyarakat dalam merubah pola
makan ini (Wahdah, 2011).
Kebiasaan makan pada pasien hipertensi juga perlu mendapatkan perhatian
dengan mengurangi konsumsi garam. Pasien hipertensi sangat penting untuk
memodifikasi diet dengan tujuan untuk mengatur kontrol tekanan darah dan
mengurangi penyakit kardiovaskuler dengan cara mengkonsumsi makanan yang
lebih sehat. Untuk mengontrol tekanan darah terdapat empat macam diet yang
dianjurkan untuk pasien hipertensi yaitu diet rendah garam, diet rendah
kolesterol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori jika mengalami
obesitas (Wahdah, 2011).
Pemberian diet rendah garam pada pasien hipertensi bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah. Diet rendah garam dilakukan dengann cara
membatasi konsumsi garam dapur dan mengkonsumsi makanan rendah sodium
atau natrium (Na). Pada diet rendah garam sangat penting untuk memperhatikan
komposisi makanan yang dikonsumsi berupa makanan yang mengandung cukup
zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan
natrium (Wahdah, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan Mahmudah, Maryusman, Arini, &
Malkan (2015) tentang hubungan pola makan dengan kejadian hipertensi
26
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan pola makan dengan hipertensi.
Dimana dijelaskan bahwa pola makan yang salah dapat meningkatkan tekanan
darah seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlemak terutama pada
asupan lemak jenuh dan kolesterol. Selain itu, konsumsi natrium yang berlebih
juga dapat meningkatkan tekanan darah karena konsumsi natrium yang berlebih
akan meningkatkan cairan ekstraseluler dan untuk menormalkannya kembali
dengan cara menarik cairan intraseluler keluar sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat dan mengakibatkan peningkatan volume darah yang
berdampak timbulnya hipertensi.
2. Perubahan Gaya Hidup
a. Olahraga Teratur
Meningkatkan aktivitas fisik seperti olahraga yang teratur dapat membantu
menurunkan tekanan darah seperi olahraga aerobik. Olahragaaerobik yang
dilakukan secara terus-menerus dapat membantu tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigennya. Terdapat beberapa olahraga aerobik yang dapat
dilakukan seperti senam, jogging, renang dan bersepeda. Aktivitas fisik
merupakan setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran energi dan
tenaga berupa pembakaran kalori. Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal
30 menit per hari dengan baik dan benar. Aktivitas fisik memiliki manfaat yang
sangat banyak salah satunya adalah untuk menjaga tekanan darah tetap stabil
dalam batas normal (Wahdah, 2011).
27
Aktivitas fisik dapat menjaga kestabilan tekanan darah secara sederhana
seperti turun dari bus lebih awal menuju tempat kerja yang sekiranya
membutuhkan waktu 20 menit jika berjalan kaki dan ketika pulang berhenti di
halte yang memerlukan waktu kira-kira 10 menit menuju rumah dengan berjalan
kaki. Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara membersihkan rumah dua kali
sehari selama 10 menit kemudian ditambah dengan bersepeda selam 10 menit
dan lain sebagainya. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekana n darah
sistolik 4-8 mmHg (Wahdah, 2011).
Latihan fisik yang harus dihindari pasien hipertensi adalah latihan fisik
isometrik yaitu mengangkat besi yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
lansia, fungsi jantung dan pembuluh darah akan menurun dan juga keelastisan
dan kekuatannya akan menurun. Namun, sistem kardiovaskuler akan berfungsi
secara maksimal dan tetap terpelihara jika berolahraga secara teratur (Wahdah,
2011).
Pada pasien hipertensi olahraga seperti senam aerobik maupun jalan kaki
selama 30-45 menit selama 3-4 kali seminggu harus rutin dilakukan. Olahraga
selalu dihubungkan dengan pengobatan hipertensi dikarenakan olahraga seperti
senam, jogging, maupun jalan kaki secaar teratur dapat memperlancar peredaran
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, olahrga juga memiliki
manfaat untuk mengurangi obesitas dan juga mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh karena pada tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam
melalui kulit. Pasien hipertensi dianjurkan untuk melakukan olahraga secara
28
teratur seperti senam aerobik atau sekedar berjalan kaki selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu (Wahdah, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tular, Gloria J, Ratag, Budi T,
Kandou (2017) tentang hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik
dengan hipertensi dimana responden yang mengalami kejadian hipertensi karena
kurang aktif melakukan aktivitas fisik sebanyak 64 responden atau 80%. Hal ini
menunjukkan bahwa hampir secara keseluruhan total responden mengalami
hipertensi akibat kurangnya aktivitas fisik.
b. Menghentikan rokok
Bahan dasar rokok yaitu tembakau memiliki kandungan nikotin yang
mengakibatkan kerja jantung menjadi lebih kuat dan arteri kecil menjadi menciut
sehingga sirkulasi darah berkurang dan terjadi peningkatan tekanan darah. Untuk
mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan cara mengubah gaya hidup
dengan berhenti mengkosumsi rokok. Namun, pada kenyataannya
menghentikan kebiasaan merokok pada kebanyakan orang merupakan hal yang
sangat sulit. Karena hal ini pabrik rokok semakin banyak bermunculan di
berbagai belahan dunia (Wahdah, 2011).
Peningkatan risiko hipertensi dapat terjadi akibat kebiasaan seperti merokok
dan mengkonsumsi alcohol meskipun mekanismenya belum diketahui secara
pasti. Oleh karena itu pasien hipertensi harus memperbaiki gaya hidup mereka
menjadi lebih sehat. Meningkatnya tekanan darah terjadi akibat merokok, hal ini
29
disebabkan karena kandungan yang terdapat dalam rokok yaitu nikotin dapat
memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat.
Nikotin diserap oleh pembuluh darah yang berada di dalam paru-paru kemudian
diedarkan ke seluruh aliran darah lainnya sehingga menyebabkan terjadinya
penyempitan pembuluh darah. Hal ini juga dapat menyebabkan kerja jantung
semakin meningkat untuk memompa darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah yang sempit (Wahdah, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jannah, Nurhasanah, M, & Sartika
(2016) tentang faktor penyebab terjadinya hipertensi didapatkan hasil bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi adalah merokok.
Responden yang merokok dan mengalami hipertensi sebanyak 23 orang
dibandingkan dengan yang tidak adalah 11 orang. Hal ini menunjukkan bahwa
merokok memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya hipertensi. Pada
orang yang merokok terjadi cedera pada dinding pembuluh darah dan
mempercepat terjadinya pembentukan aterosklerosis yaitu pengerasan pada
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan jantung bekerja lebih keras akibat
penyempitan pembuluh darah untuk sementara dan mengakibatkan peningkatan
frekuensi denyut jantung serta tekanan darah.
c. Membatasi Konsumsi Alkohol
Pola makan yang sehat dan bervariasi tidak merusak kesehatan salah satunya
adalah mengkonsumsi alkohol dalam jumlah sedang. Namun, jika alkohol
dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan akan mengakibatkan terjadinya
30
peningkatan tekanan darah. Apalagi jika melakukan pesta minuman keras hal itu
sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat mengakibatkan stroke. Pada laki-
laki sebaiknya mengkonsumsi alkohol tidak lebih dari 21 unit per minggu
sedangkan pada wanita sebaiknya tidak lebih dari 14 unit per minggu.
Menghindari konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sebesar 2-4
mmHg (Wahdah, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Modok, Ratag, & Malonda (2016)
tentang hubungan konsumsi minuman beralkohol dengan kejadian hipertensi
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi
alkohol dengan hipertensi. Hal ini dikarenakan alkohol memiliki efek yang
hampir sama dengan karbon monoksida yaitu dapat meningkatkan keasaman
darah. Sehingga darah menjadi kental dan jantung akan dipaksa bekerja lebih
kuat agar darah dapat dialirkan ke seluruh tubuh. Semakin banyak alkohol yang
diminum maka tekanan darah akan semakin tinggi.
3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu yang paling erat kaitannya dengan
hipertensi. Pada orang yang memiliki berat badan lebih risiko mengalami
hipertensi lebih besar dibandingkan dengan orang yang kurus. Pada pasien
hipertensi untuk menurunkan berat badan dapat dilakukan dengan cara
mengubah pola makan yang lebih baik serta olahraga secara teratur. Tekanan
darah dapat turun 5-10 mmHg per 10 kg penuunan berat badan (Wahdah, 2011).
31
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ponto, Kandou, & Mayulu (2016)
tentang hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi didapatkan hasil yang
signifikan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan hipertensi. Obesitas
terjadi akibat ketidakseimbangan jumlah kalori yang masuk dengan yang
dikeluarkan untuk tumbuh kembang, metabolisme maupun beraktifitas. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya yaitu faktor perilaku. Obesitas
dikaitkan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak sehingga
dapat meningkatkan risiko hipertensi akibat faktor lainnya.
2.2. Prolanis
2.1.1. Definisi Prolanis
Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) adalah suatu sistem pelayanan
kesehatan dan pendekatan proaktif yang diselenggarakan oleh BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) dan dilaksanakan dengan melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS
Kesehatan. Program ini dilaksanakan dalam rangka untuk pemeliharaan kesehatan bagi
peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup
yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Program tersebut
memadukan sistem pelayanan kesehatan dan komunikasi kepada populasi yang memiliki
kondisi dimana kemandirian diri merupakan hal utama(BPJS Kesehatan, 2014).
Berdasarkan peraturan BPJS Kesehatan nomor 2 tahun 2015, PROLANIS adalah
suatu sistem yang memadukan antara penatalaksanaan pelayanan kesehatan dan
komunikasi bagi sekelompok peserta dengan kondisi penyakit tertentu melalui upaya
penanganan penyakit secara mandiri. Program tersebut merupakan salah satu program
32
promotif preventif yang dijalankan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di antara program lain seperti penyuluhan kesehatan,
imunisasi, Keluarga Berencana, dan skrining kesehatan(Peraturan BPJS Kesehatan No.2,
2015).
2.2.1. Tujuan Prolanis
Tujuan utama dari program ini adalah untuk memberikan dorongan kepada pasien
dengan penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan indikator 75%
peserta yang terdaftar berkunjung ke fasilitas kesehatan tingkat pertama memiliki hasil yang
baik pada pemeriksaan spesifik terhadap hipertensi sesuai dengan panduan klinis terkait
sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi yang semakin parah. Selain itu, tujuan
dibuatnya PROLANIS adalah untuk mendorong kemandirian peserta, meningkatkan
kepuasan peserta, meningkatkan kualitas kesehatan peserta, dan mengendalikan biaya
pelayanan kesehatan dalam jangka panjang (BPJS Kesehatan, 2014).
2.3.1. Sasaran Prolanis
Adapun sasaran dalam program PROLANIS ini adalah seluruh peserta BPJS
Kesehatan yang menderita penyakit kronis khususnya hipertensi yang menjadi fokus dalam
penelitian ini.
33
2.4.1. Bentuk Pelayanan Prolanis
Bentuk pelayanan yang dijalankan pada PROLANIS yaitu, antara lain :
a. Konsultasi medis atau edukasi yang dimana untuk konsultasi medis peserta
PROLANIS maka jadwal konsultasi disepakati bersama antara peserta dengan
pengelola Faskes dan untuk edukasi kelompok peserta PROLANIS adalah
kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya untuk
memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta
meningkatkan status kesehatan bagi peserta PROLANIS.
b. Aktifitas klub merupakan kegiatan latihan jasmani seperti senam.
c. Home visit yang merupakan kunjungan ke setiap rumah pasien untuk
memberikan edukasi dan informasi tentang kesehatan diri dan lingkungan bagi
peserta PROLANIS dan keluarga.
d. Reminder SMS gateaway adalah kegiatan untuk memotivasi pasien dalam
melakukan kunjungan rutin ke fasilitas kesehatan melalui pengingatan jadwal
konsultasi ke faskes pengelola.
e. Pelayanan obat dan pemantauan kesehatan(BPJS Kesehatan, 2014).
2.5.1. Konsep Senam Prolanis
1. Definisi Senam
Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana
yang dilakukan secara individu maupun kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut. Istilah
exercise atau aerobik merupakan suatu aktivitas fisik yang dapat memacu jantung
34
dan peredaran darah serta pernafasan yang dilakukan dalam jangka waktu yang
cukup lama sehingga dapat menghasilkan manfaat pada tubuh (Lestari, 2016).
Senam merupakan sebuah bentuk latihan tubuh dan anggota tubuh yang
bertujuan untuk mendapatkan kekuatan otot, kelenturan persendian, kelincahan
gerak, keseimbangan gerak, daya tahan, stamina dan kesehatan jasmani. Pada saat
latihan senam semua anggota tubuh bergerak sehingga otot-otot yang ada di dalam
tubuh melakukan pergerakan baik gerakan ringan maupun berat (Lestari, 2016).
2. Definisi Senam Prolanis
Senam PROLANIS merupakan salah satu aktivitas klub PROLANIS dalam
bentuk kegiatan jasmani yaitu senam sehat pada kelompok yang mengikuti
PROLANIS khususnya pada pasien hipertensi yang menjadi fokus penelitian
dalam penelitian ini. Senam yang diberikan pada kegiatan ini pada pasien
hipertensi adalah senam lansia (Lestari, 2016). Menurut Wungouw (2016) salah
satu jenis senam prolanis yaitu senam aerobic yang dapat membantu memperbaiki
profil lemak darah, menurunkan kolesterol, dan lain-lain.Berdasarkan hasil studi
pendahuluan terdapat tiga jenis senam yang dilaksanakan pada PROLANIS yaitu
senam jantung sehat, senam aerobik, dan senam lansia.
a. Senam Jantung Sehat
Senam jantung sehat merupakan sebuah olahraga yang bertujuan untuk
mengutamakan kemampuan pada jantung, gerakan otot besar, dan kelenturan pada
sendi. Selain itu juga bertujuan untuk memasukkan oksigen sebanyak mungkin,
35
meningkatkan perasaan sehat dan memiliki kemampuan untuk mengatasi stress.
Latihan aerobik jika dilakukan secara teratur memiliki keuntungan yang banyak
seperti meningkatkan kadar HDL-C, menurunkan kadar LDL-C, menurunkan
tekanan darah, mengurangi obesitas, mengurangi frekuensi denyut jantung saat
beristirahat, dan konsumsi oksigen miokardium (MVO2), dan menurunkan
resistensi insulin (Syahfitri, Safri, & Jumaini, 2015).
b. Senam Aerobik
Senam aerobik dibagi menjadi dua yaitu high impact dan low impact. Jenis
senam yang cocok digunakan untuk pasien hipertensi adalah senam aerobic low
impact karena merupakan senam yang memiliki gerakan yang ringan dan dapat
dilakukan oleh siapa saja baik anak-anak, dewasa, maupun lansia. Senam aerobic
low impact merupakan aktivitas fisik yang memiliki banyak manfaat terutama
untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung,
paru, otot, sendi dan peredaran darah. Frekuensi latihan yang dapat dilakukan
dalam senam ini yaitu 3-5 kali dalam satu minggu selama 20-60 menit dalam satu
kali latihan. Senam ini juga dapat menyebabkan penurunan denyut jantung
sehingga dapat menurunkan cardiac output dan pada akhirnya tekanan darah akan
menurun. Terjadinya penurunan tekanan sistolik menunjukkan peningkatan
efisiensi jantung kerja jantung sedangkan penurunan tekanan diastolik
menunjukkan penurunan tahanan perifer (Fetriwahyuni, Rahmalia, & Herlina,
2015).
36
c. Senam Lansia
Senam lansia merupakan serangkaian gerak nada yang teratur, terarah serta
terencana dalam bentuk latihan fisik yang memiliki pengaruh terhadap latihan fisik
lansia. Senam lansia jika dilakukan secara teratur memiliki dampak positif yaitu
dapat meningkatkan fungsi organ tubuh yang berpengaruh terhadap peningkatan
imunitas dalam tubuh. Selain itu, senam lansia juga dapat meningkatkan kelenturan
dan kebugaran fisik pada lansia sehingga lansia dapat melakukan aktivitas fisik dan
kinerja sehari-hari. Manfaat lainnya juga dapat meningkatkan kekuatan otot yang
dapat membuat lansia semakin kuat dalam menopang tubuhnya (Ichsanna, 2017).
2.3. Keaktifan
2.1.1. Definisi Keaktifan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia , aktivitas diartikan sebagai keaktifan,
kegiatan, kesibukan. Kata aktivitas berasal dari bahasa inggris, dari kata activity yang artinya
kegiatan. Keaktifan mempunyai arti yang sama dengan aktivitas yaitu banyak sedikitnya
orang yang menyatakan diri mewujudkan perasaan dan pikirannya dalam tindakan yang
spontan. Keaktifan merupakan kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat
dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Ginting, 2018).
Senam PROLANIS dilakukan setiap minggunya sehingga dalam sebulan ada 4 kali
pertemuan. Untuk mengukur tingkat keaktifan dihitungdengan kehadiran dalam 3 bulan
terakhir, sehingga ada 12 kali kehadiran dalam 12 pertemuan (Peraturan BPJS Kesehatan
No.2, 2015).
37
Untuk melihat tingkat keaktifan peserta ada 2 kategori, yaitu :
a. Aktif, jika kehadiran peserta ≥ 75% dari total 12 kali kegiatan dalam tiga bulan
terakhir
b. Tidak aktif, jika kehadiran peserta < 75% dari total 12 kali kegiatan dalam kali dalam
tiga bulan terakhir (Wahono, 2010).
2.2.1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keaktifan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan dalam mengikuti senam adalah :
a. Motivasi
Keaktifan dipengaruhi salah satunya motivasi klien terhadap kesembuhan
penyakitnya. Motivasi adalah sesuatu yang membuat seseorang bertindak,
motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang
dihadapinya. Motivasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu motivasi intrinsik yaitu
motivasi yang berasal dari dalam diri manusia meliputi kebutuhan akan senam,
keinginan untuk mengikuti kegiatan senam, harapan dari kegiatan senam, dan
kepuasan pada kegiatan senam. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal
dari luar merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan misalnya
dukungan keluarga, teman, kader kesehatan, tokoh masyarakat, dan petugas
kesehatan (Ayuningtyas, 2016).
b. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau
kesediaan peserta dalam mengikuti sebuah kegiatan misalnya senam. Keluarga
bisa menjadi motivator kuat bagi peserta agar dapat menyempatkan diri untuk
38
sekedar mendampingi atau mengantar peserta, mengingatkan jika lupa jadwal
senam, dan berusaha mengatasi segala permasalahan bersama-sama. Efek dari
dukungan keluarga yang adekuat terhadap kesehatan dan kesejahteraan dapat
menurunkan mortalitas, mempercepat penyembuhan penyakit, meningkatkan
kesehatan kognitif, fisik dan emosi (Setiadi, 2008).
c. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dimana hal tersebut dapat terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan yang salah tentang manfaat dan tujuan senam dapat
menimbulkan salah persepsi dan akhirnya mempengaruhi terhadap kekatifan
dalam mengikuti senam (Jamila, 2013).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Prasetyo H(2018) tentang
hubungan dukungan keluarga dan motivasi terhadap keaktifan peserta mengikuti senam
PROLANIS didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dan motivasi dengan keaktifan lansia dalam mengikuti senam PROLANIS.
Dalam penelitian ini responden yang aktif dan mendapat dukungan dari keluarga sebanyak
11 responden dan 6 responden yang aktif dan kurang mendapat dukungan dari keluarga.
Hal ini disebabkan karena keluarga kurang memberikan dukungan, perhatian, tidak
mampu memfasilitasi dan kurangnya pemahaman tentang efek dari senam PROLANIS
terhadap kesehatan lansia. Selain itu, motivasi juga mempengaruhi keaktifan lansia
mengikuti PROLANIS, hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu
didapatkan hasil berdasarkan dari keaktifan lanisa yaitu ada 1 responden yang kurang aktif
dan termotivasi sedangkan 15 responden kurang termotivasi. Lansia yang aktif dan
39
termotivasi ada 9 responden sedangkan yang kurang termotivasi 8 responden. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara keaktifan mengikuti senam PROLANIS dengan
motivasi lansia, dimana semakin tinggi motivasi lansia maka kehadiran lansia untuk
mengikuti senam PROLANIS semakin baik dan sebaliknya jika semakin rendah motivasi
lansia maka kehadiran lanisa untuk mengikuti senam menjadi kurang.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mustaqim (2018) tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan keaktifan lansia dalam mengikuti senam lansia di Posyandu
didapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan peran
keluarga. Dalam penelitian ini didapatkan hasil dari 51 responden yang memilki
pengetahuan dalam kategori sedang sebagian besar responden tergolong aktif mengikuti
senam lansia sebanyak 33 responden. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dan keaktifan lansia mengikuti senam. Pada peran keluarga
didapatkan hasil 27 orang responden memiliki peran keluarga sedang sebagian besar
responden aktif mengikuti senam sebanyak 37 responden. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara peran keluarga dengan keaktifan lansia
mengikuti senam.
40