BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kerangka Teori a. … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kerangka Teori a. … fileperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
a. Tinjauan tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa Pengertian
Sengketa
Pada hakikatnya sengketa berawal dari suatu keadaan
dimana salah satu pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain.
Sengketa dapat diartikan sebagai pertentangan dalam interaksi
diantara para pihak. Perasaan tidak puas akan muncul ke
permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa
dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak
kedua. Apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan
pihak pertama, selesailah konflik tersebut. Sebaliknya, jika reaksi
dari pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki
nilai-nilai yang berbeda, terjadi yang dinamakan dengan sengketa
(Suyud Margono, 2004:34).
Sengketa timbul akibat konsekuensi dari tidak ada titik
temu kepentingan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.
Menurut Schuyt konflik adalah suatu siutasi yang didalamnya
terdapat dua pihak atau lebih yang mengejar tujuan-tujuan, yang
satu dengan yang lain tidak dapat diserasikan dan mereka dengan
daya upaya mencoba dengan sadar menentang tujuan-tujuan pihak
lain (Jimmy Joses Sembiring, 2011:4). Demikian pula Bilder
berpendapat, a dispute as a disagreement on a point of law or fact
a conflict of legal views or interests between two persons (Ricard B
Bilder, 1986:3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dunia perbankan tidak jarang ditemukan konflik diantara
nasabah dan bank. Pengertian sengketa perbankan dalam PBI No.
10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No.8/5/PBI/2006
tentang Mediasi Perbankan adalah permasalahan yang diajukan
oleh nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara
mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan
oleh bank. Di dalam persengketaan, perbedaan pendapat yang
berkepanjangan biasanya menyebabkan kegagalan proses mencapai
kesepakatan. Oleh karena itu konflik merupakan sebuah proses
yang dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak
lain telah mempengaruhi secara negatife sesuatu yang menjadi
kepedulian atau kepentingan pihak pertama (Edwin B Flippo,
1994:208).
1) Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian sengketa sering kali disebut
Alternatif Dispute Resolution (ADR), Alternatif Dispute
Resolution (ADR) sering diartikan sebagai alternatife to
litigation dan alternatife to adjudication. Pemilihan
terhadap salah satu daru dua pengertian tersebut
menimbulkan implikasi yang berbeda. Alternatife to
litigation berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa
di luar pengadilan. Sehingga dalam hal ini, arbitrase
termasu bagian dari Alternatif Dispute Resolution (ADR).
Sedangkan Alternatife to adjudication berarti mekanisme
penyelesaian sengketa bersifat consensus atau kooperatif,
tidak melalui prosesdu pengajuan gugatan kepada pihak ke
tiga yang berwenang mengambil keputusan. Termasuk
bagian Alternatif Dispute Resolution (ADR) adalah
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pendapat ahli,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sedangkan arbitrase bukan termasuk Alternatif Dispute
Resolution (ADR) (Bambang Sutiyoso, 2008: 21).
Berdasarkan Pasal 1 angka (10) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaia Sengketa, Alternatif Dispute Resolution (ADR)
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosesdur yang disepakati oleh para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsolidasi dan penilaian ahli. Oleh
karena itu Alternatif Dispute Resolution (ADR) merupakan
kehendak sukarela antar pihak yang berkepentingan untuk
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan.
2) Model Alternatif Penyelesaian Sengketa
Model alternatif penyelesaian sengketa telah diatur
didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Dalam Pasal 1 angka (10)
disebutkan bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli. Pada umumnya terdapat
beberapa cara penyelesaian sengketa. Cara-cara tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Negosiasi, yaitu cara untuk mencari penyelesaian
masalah melalui diskusi (musyawarah) secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
langsung antara pihak-pihak yang bersengketa yang
hasilnya diterima oleh para pihak tersebut;
b) Mediasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa dengan
melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral sebagai
mediator, yang tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan, yang hanya berwenang
membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
penyelesaian (solusi/kesepakatan) yang diterima
oleh kedua belah pihak.
c) Pengadilan, adalah lembaga resmi kenegaraan yang
diberi kewenangan untuk mengadili, yaitu
menerima, memeriksa, dan memutus perkara
berdasarkan hukum acara dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.;
d) Arbitrase, merupakan cara penyelesaian sengketa di
luar pengadilan, berdasarkan perjanjian arbitrase
yang dibuat oleh para pihak, dan dilakukan oleh
arbiter yang dipilih dan diberi kewenangan untuk
mengambil keputusan (Gatot Soemartono, 2006:1).
b. Tinjauan tentang Mediasi
1) Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif
penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, terdapat beberapa
pengertian mengenai mediasi sendiri dan banyak para ahli
memberikan pengertian mengenai pengertian mediasi. Kata
yang
artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga
sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara
menengahi, yang menengahi dinamakan mediator atau
orang yang menjadi penengah (Rachmadi Usman, 2003:3).
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perantaraan pihak ketiga, yakni pihak yang memberi
masukan-masukan kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa. Berbeda dengan arbitrase, keputusan arbiter atau
majelis arbitrase harus ditaati oleh para pihak, layaknya
keputusan pengadilan. Sedangkan mediasi, tidak terdapat
kewajiban dari masing-masing pihak untuk menaati apa
yang disarankan oleh mediator (Jimmy Joses Sembiring,
2011:28). Pengertian Mediasi menurut beberapa pendapat
para ahli, antara lain:
a)
masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak
memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak
yang besengketa, membantu mereka (yang
bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil
negosiasi yang memuaskan (Rachmadi Usman,
2003:79-80)
b) Pengertian mediasi berdasarkan Pasal 1 angka (5)
PBI No.10/1/PBI/2008 perubahan atas PBI
No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan,
yang melibatkan mediator untuk membantu para
pihak yang bersengketa guna mencapai
penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela
terhadap sebagian atau seluruh permasalahan yang
disengketakan.
Berdasarkan rumusan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian tentang mediasi mengandung
unsur-unsur sebagai berikut (Suyud Margono. 2004:59),
pertama mediasi adalah sebuah proses penyelesaian
sengketa berdasarkan perundingan, kedua ediator terlibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan, ketiga mediator bertugas membantu para
pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian,
keempat mediator tidak mempunyai kewenangan membuat
keputusan selama perundingan berlangsung dan kelima
tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan
kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang
bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Berdasarkan perundang-undangan Indonesia
ditegaskan ruang lingkup penyelesaian sengketa dapat
dijalankan melalui mediasi. Pengaturan mengenai mediasi
dapat dilihat dalam Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis
para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan
melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun
disebutkan bahwa,
The mediator is protector of the process. A
mediation conducted skillfully will enable the
parties to share emotions, exchange information
and perspectives, explore and assess options,
and potentially reach resolution. Mediator
berperan sebagai pelindung.Sebuah mediasi
yang dilakukan terampil akan memungkinkan
para pihak untuk berbagi emosi, pertukaran
informasi dan perspektif, mengeksplorasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menilai pilihan, dan berpotensi mencapai
resolusi (Petrilla, 2010:18).
Oleh karena itu keberhasilan penggunaan sarana
mediasi untuk menyelesaikan sengketa sangat bergantung
pada kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman mediator
menangani berbagai jenis sengketa. Mediator sendiri dapat
terbagi beberapa tipologi, tipologi mediator dapat dilihat
sebagai berikut, (Wirawan, 2010:41)
Tabel 1.1 Tipologi Mediator
NOMEDIATOR HUBUNGAN
SOSIAL
MEDIATOR OTORITATIF
MEDIATOR MANDIRIMediator
Benevolent
Mediator Admistratif/Manajerial
Mediator Vested Interest
1 2 3 4 5 6Hubungan masa lalu dan masa depan yang diharapkan di antara pihak yang menyatu ke dalam hubungan social
Dapat memiliki atau tidak memiliki hubungan dengan para pihak
Memiliki hubungan otoritatif dengan padapihak sebelum dan sesudah sengketa berakhir
Memiliki hubungan dengan para pihak atau diharapkan memiliki hubungan masa depan dengan para pihak
Netral, tidak memihak mengenai hubungan dan hasil
Tidak harus tak berpihak, tetapi dipandang berlaku adil
Mencari penyelesaian terbaik bagi para pihak
Mencari penyelesaian yang diupayakan bersama-sama dengan para dengan para pihak dalam lingkup ukuran mandat atau kewenangannya
Mimiliki kepentingan yang kuat terhadap hasil akhir
Melayani para pihak
Lebih peduli pada upaya hubungan
Tidak berpihak dalam hal hasil substantif
Berwenang untuk memberi nasihat, saran
Mencari penyelesaian yang dapat
Dapat, tetapi tidak selalu mediator professional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
jangka panjang diantara para pihak dan para pengikut, serta seringkali terlibat dalam implementasi kesepakatan
dan jika pada pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, ia juga berwenang memutuskan
memenuhi kepentingan mediator atau kepentingan pihak yang disukai
Umumnya memiliki hubungan dengan pada pihak
Mungkin memiliki sumberdaya untuk membantu pemantauan dan implentasi kesepakatan
Mungkin memiliki sumberdaya untuk membantu pemantauan dan implentasi kesepakatan
Mungkin memiliki sumberdaya untuk membantu pemantauan dan implentasi kesepakatan
Mencari penyelesaian tidak bersifat paksaan tetapi berdasarkan sukarela dan yang dapat diterima oleh para pihak
Dapat menggunakan pengarauh, wibawanya guna menakan pada pihak untuk mendorong para pihak agar menghasilkan kesepakatan
Memiliki kewenangan untuk membuat keputusan
Dapat atau mungkin menggunakan tekanan agar para pihak mencapai kesepakatan
Mungkin dilibatkan dalam pemantauan dan implementasi kesepakatan
Sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk memaksakan sebuah kesepakatan
2) Ruang Lingkup Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi
Perbankan
Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang
Mediasi Perbankan menyebutkan persyaratan pengajuan
penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan yaitu,
sengketa yang diajukan merupakan sengketa
keperdataan.Berikutnya dalam Pasal 6 Peraturan Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008
tentang Mediasi Perbankan menentukan bahwa:
a) Mediasi perbankan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dilaksanakan untuk setiap Sengketa yang
memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
b) Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial
yang diakibatkan oleh kerugian immaterial.
Dengan demikian ruang lingkup penyelesaian
sengketa yang dapat diajukan dan diselesaikan melalui
mediasi perbankan sesuai dengan kriteria dapat dapat
dirangkum, sebagai (Takdir Rahmadi, 2010:65):
a) Sengketa yang dapat dimediasi adalah sengketa
keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan;
b) Sengekta yang timbul dari hasil penyelesaian
pengaduan nasabah oleh bank;
c) Nilai tuntutan finansial maksimal Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
d) Batas waktu pengajuan paling lambat 60 (enam
puluh) hari kerja sejak tanggal penyelesaian oleh
bank; dan
e) Nasabah mengajukan permohonan penyelesaian
secara tertulis kepada lembaga mediasi perbankan.
Oleh karena itu mediasi merupakan salah satu
penyelesaian sengketa yang lebih mengutamakan
pendekatan konsensus dan berusaha mempertemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kepentingan pihak-pihak yang bersengketa serta bertujuan
untuk mendapatkan hasil penyelesaian sengketa ke arah
win-win solution (Adi Sulistiyono,2006:5).
3) Proses Beracara Mediasi Perbankan
Dalam mengajukan suatu sengketa ke lembaga
mediasi perbankan, sebelumnya terdapat syarat-syarat
tertentu agar suatu sengketa dapat diselesaikan melalui
mediasi perbankan. Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/1/PBI/2008, menyatakan bahwa syarat-syarat
pengajuan penyelesaian sengketa melalui mediasi
perbankan adalah:
a) Diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen
pendukung yang memadai;
b) Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh
Nasabah kepada Bank;
c) Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses
atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase
atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan
yang difasilitasi oleh lembaga Mediasi lainnya;
d) Sengketa yang diajukan merupakan sengketa
keperdataan;
e) Sengketa yang diajukan belum pernah diproses
dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh
Bank Indonesia; dan
f) Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60
(enam puluh) hari kerja sejak tanngal surat hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank
kepada nasabah.
Berdasarkan syarat-syarat pengajuan penyelesaian
sengketa diatas, maka sesuai dengan Surat Edaran Bank
Indonesia No.8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan setiap
sengketa yang hendak diajukan dan diselesaikan melalui
mediasi perbankan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a) Pengajuan penyelesaian sengketa kepada pelaksana
fungsi mediasi perbankan hanya dapat dilakukan
oleh nasabah atau perwakilan nasabah, termasuk
lembaga, badan hukum dan atau bank lain yang
menjadi nasabah bank tersebut;
b) Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya
kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan adalah
sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi
keuangan;
c) Nilai tuntutan finansial dalam mediasi perbankan
diajukan dalam mata uang Rupiah dengan batas
paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah);
d) Jumlah maksimum nilai tuntutan finansial
sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat berupa
nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah
terjadi pada nasaba, potensi kerugian karena
penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya
transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dam
atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah
untuk mendapatkan penyelesaian sengketa;
e) Pengajuan penyelesaian sengketa dilakukan secara
tertulis dengan format sebagaimana tercantum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dalam Lampiran 1 dengan menyertakan dokumen
berupa:
(1) Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan
yang diberikan bank kepada nasabah; dan
(2) Fotokopi bukti identitas nasabag yang masih
berlaku;
f) Surat pernyataan yang ditandatangani diatas meterai
yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak
sedang dalam proses atau telah mendapatkan
keputusan dari lemaga arbitrase, peradilan, atau
lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses
dalam mediasi perbanan yang difasilitasi oleh Bank
Indonesia;
(1) Fotokopi dokumen pendukung yang terkait
dengan sengketa yang diajukan; dan
(2) Fotokopi surat kuasa, dalam hal pengajuan
penyelesaian sengketa dikuasakan.
g) Pengajuan penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lama 60
(enam puluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal
surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari
bank sampai dengan tanggal diterimanya pengajuan
penyelesaian. Sengketa oleh pelaksana fungsi
mediasi perbankan secara langsung dari nasabah
atau tanggal stempel pos apabila disampaikan
melalui pos;
h) Sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian
pengaduan nasabah yang telah dilakukan oleh bank
sesuai ketentuan penyelesaian pengaduan nasabah
sebelum tanggal 1 Januari 2006 dapat diajukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan paling
lambat tanggal 30 Juni 2006;
i) Pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah
ditujukan kepada Direktorat dan Mediasi
Perbankan, Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro
lantai 19, Jalan M.H.Thamrin No. 2, Jakarta 10110
dengan tembusan disampaikan kepada bank yang
bersangkutan; dan
j) Pelaksana fungsi mediasi perbankan dapat menolak
pengajuan penyelesaian sengketa yang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 sampai dnegan angka 7 diatas.
Persyaratan diatas adalah syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu kasus dapat diajukan ke lembaga
mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh bank Indonesia.
Setelah memenuhi syarat-syarat untuk menempuh
penyelesaian melalui mediasi perbankan maka akan
dimulailah tahapan-tahapan pelaksanaan mediasi perbankan
yang terdiri dari:
a) Verifikasi
Verifikasi bertujuan untuk memastikan
kasus memenuhi persyaratan. Verifikasi tersebut
dilakukan dengan cara menelaah secara mendalam
sengketa tersebut, memeriksa kelengkapan
dokumen, melakukan check list inti dari
permasalahan yang dialami.
b) Klarifikasi
Klarifikasi dilakukan untuk mendapatkan
gambaran sengketa secara komprehensif,
mengetahui harapan bank dan nasabah, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mengidentifikasi kesepakatan dan/atau
ketidaksepahaman. Klarifikasi tersebut dilakukan
dengan cara wawancara dengan nasabah,
wawancara dengan bank, meminta kelengkapan
dokumen kepda bank dan/atau nasabah dan
meminta informasi dari narasumber terkait.
c) Perjanjian Mediasi
Perjanjian mediasi bertujuan untuk
memperoleh kesepakatan bersama dalam mediasi
yang dilakukan. Perjanjian mediasi dilakukan
dengan cara menjelaskan proses mediasi,
menjelaskan hak dan kewajiban bank dan nasabah,
penandatanganan perjanjian mediasi, dan penetapan
waktu dan tempat proses mediasi.
d) Proses Mediasi
Proses mediasi bertujuan untuk
mengupayakan fasilitas penyelesaian sengketa
secara win-win solution. Proses mediasi dilakukan
dengan cara mempertemukan para pihak, Joint
Meeting dan Separate Meeting, permintaan
keterangan dari narasumber dan penandatanganan
akta kesepakatan (sepakat penuh/sepakat
sebagian/sepakat untuk tidak sepakat). Teknik
proses mediasi terdapat empat teknik yaitu, empati,
kalimat positif, memvotivasi para pihak, menjaga
emosi, dan reframing.
e) Monitoring
Monitoring bertujuan untuk memastikan
pelaksanaan akta kesepakatan dengan cara meminta
laporan pelaksanaan kesepakatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Tinjauan tentang Perlindungan Nasabah Bank
1) Hubungan Bank dengan Nasabah
a) Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim
antara bank dan nasabah adalah hubungan
kontraktual. Hukum kontrak menjadi dasar terhadap
hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari
ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak
(buku ketiga). Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah
berkekuatan sama dengan undang-undang bagi
kedua belah pihak. Terdapat 3 (tiga) tingkatan dari
pemberlakuan hubungan kontraktual pada hubungan
antara nasabah pentimpanan dana dan pihak bank,
yaitu sebagai berikut:
(1) Sebagai hubungan debitur (bank) dan
kreditur (nasabah);
(2) Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang
lebih luas dari hanya sekedar hubungan
debitur-kreditur; dan
(3) Sebagai hubungan implied contract, yaitu
hubungan kontrak yang tersirat (Munir
Fuady, 2003:100-101).
b) Hubungan non-kontraktual
Terdapat 6 (enam) jenis hubungan hukum
antara bank dan nasabah selaind ari hubungan
kontraktual sebagaimana disebutkan di atas yaitu
hubungan fidusia, hubungan konfidensial, hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
bailor-bailee, hubungan principal-agent, hubungan
mortgagor-mortgagee, dan hubungan trustee-
beneficiary.Hukum di Indonesia tidak dengan tegas
mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka
hubungan-hubungan tersebut, baru dapat
dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam
kontrak untuk hal tersebut atau setidak-tidaknya ada
kebiasaan dalam praktek perbankan untuk mengakui
eksistensi kedua hubungan tersebut. Misalnya,
dalam hubungan dengan lembaga yang
merupakan salah satu kegiatan perbankan, maka
disamping keharusan penerapan kebijaksanaan bank
yang bersangkutan dengan lembaga
tersebut, juga dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-
kontrak trust seperti yang diinginkan oleh kedua
belah pihak (Munir Fuady, 2003:102-103).
2) Mekanisme Perlindungan Nasabah
Keberadaan hukum dalam masyarakat guna
mengoordinasikan kepentingan-kepentingan yang
bertentangan satu sama lain. Sehingga terdapat mekanisme
perlindungan nasabah guna menjaga kepentingan antar
pihak dapat berupa,
a) Pembuatan Peraturan Baru
Pembuatan peraturan baru di bidang
perbankan atau merevisi peraturan yang sudah ada
merupakan salah satu cara untuk memberikan
perlindungan kepada nasabah suatu bank.
b) Pelaksanaan Peraturan yang ada
Pelaksanaan peraturan yang ada di bidang
perbankan secara lebih ketat oleh pihak otoritas
moneter, khususnya peraturan yang bertujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
melindungi nasabah sehingga dapat menjamin
penegakan hukum (law enforcement).
c) Perlindungan Nasabah Deposaan Lewat Lembaga
Asuransi Deposito
Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan
melalui lembaga asuransi deposito yang adil dan
predictable ternyata dapat juga membawa hasil
yang positif.
d) Memperketat Perizinan Bank
Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian
bank baru adalah satu cara agar bank tersebut kuat
dan qualified sehingga dapat memberikan keamanan
bagi nasabahnya.
1) Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank
Ketentuan-ketentuan yang menyangkut kegiatan
bank banyak juga secara langsung atau tidak
langsung bertujuan untuk melindungi pihak
nasabah.
2) Memperketat Pengawasan Bank
Guna meminimalkan resiko yang ada dalam bisnins
bank, maka pihak otoritas harus melakukan
tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap
bank-bank yang ada, baik terhadap bank pemerintah
maupun bankn swasta. (Munir Fuady, 2003:104-
107).
d. Tinjauan tentang Perbankan
1) Pengertian Bank dan Perbankan
Pengertian bank sendiri diatur didalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Nomor 10 Tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan
pengertian perbankan terdapat didalam Pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Pengertian bank menurut beberapa ahli seperti:
a) Adrian Sutedi
Bank merupakan bagian dari sistem
keuangan dan sistem pembayaran suatu negara,
bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga
telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan
sistem pembayaran dunia.Pada saat suatu bank telah
memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas
moneter negara yang bersangkutan, bank tersebut
menjadi milik masyarakat.Eksistensinya bukan saja
harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri,
tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global
(Adrian Sutedi, 2007:1).
b) Malayu S.P. Hasibuan:
Bank adalah lembaga keuangan, berarti bank
adalah badan usaha yang kekayaannya terutama
dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta
bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya
mencari keuntungan saja. Bank adalah pencipta
uang, dimaksudkan bahwa bank menciptakan uang
giral dan mengedarkan uang kartal. Pencipta dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pengedar uang kartal (uang kertas dan uang logam)
merupakan otoritas tunggal bank sentral (Bank
Indonesia) sedangkan uang giral dapat diciptakan
bank umum. Bank adalah tulang punggung
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu,
pengawasan dan pembinaan terhadap bank oleh
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral sangat
menentukan (Abdulkadir Muhammad dan Rilda
Murniati, 2000:34).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya, Bank adalah suatu badan
usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa
keuangan. Bank sebagai Badan Hukum berarti secara
yuridis adalah merupakan subyek hukum yang berarti dapat
mengingatkan diri dengan pihak ketiga, sedangkan hukum
perbankan pada dasarnya adalah serangkaian kaidah-kaidah
yang mengatur tentang badan usaha perbankan. Kaidah-
kaidah yang dimaksudkan disini adalah baik yang terdapat
dalam hukum positif maupun dalam praktik perbankan
(Sentosa Sembiring, 2000:3).
2) Fungsi dan Tujuan Perbankan
Fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
un
tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang
memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-
pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of
funds). Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
financial intermediary dengan kegiatan usaha pokok
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dari unit
surplus kepada unit defisit atau pemindahan uang dari
penabung kepada peminjam (Djoni S. Gazali dan Rachmadi
Usman, 2012:141).
Perbankan Indonesia disamping memiliki fungsi
juga mempunyai tujuan, berdasarkan Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, tujuan perbankan ialah menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional
(Hermansyah, 2005:45).
e. Tinjauan tentang Independensi
Independen secara umum didefinisikan sebagai kebebasan
dari pengaruh, instruksi/pengarahan, atau kontrol dari pihak-pihak
lain. Menurut Meyer (2000) dalam ceramahnya yang berjudul The
Politics of Monetary Policy: Balancing Independence and
Accountability, independensi adalah kebebasan dari pengaruh,
instruksi/pengarahan, atau kontrol, baik dari badan eksekutif
maupun dari badan legislatif. Sebuah lembaga independen
diciptakan agar lembaga ini memiliki kedudukan yang berada di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
luar lembaga pemerintah dan bebas dari campur tangan pemerintah
dan atau pihak lain (http:// www.federalreserve.gov /boarddocs/
speeches/ 2000/ 20001024.htm, diakses pada tanggal 8 Desember
2013, pada pukul 17.00 WIB).
Perumusan format Lembaga Mediasi Perbankan
Independen yang tepat sangat diperlukan untuk dapat menjadikan
lembaga ini independen dan bertahan lama. Independensi di sini
sangatlah penting karena bagaimanapun dalam proses mediasi para
pihak tidak boleh merasa tertekan baik secara langsung maupun
tidak langsung, sehingga kesepakatan yang dicapai adalah
kesepakatan murni karena dimasa mendatang seharusnya mediasi
perbankan akan menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang
handal bagi nasabah maupun bank sehingga harus benar-benar
memikirkan kepentingan para pihak adalah setara, melindungi hak
dan kepentingan nasabah sekaligus melindungi kepentingan bank
sebagai pelaku usaha perbankan yang harus menjunjung nilai-nilai
perbankan yang sehat.
f. Tinjauan tentang Otoritas Jasa Keuangan
1) Latar Belakanag dan Masa Transisi Otoritas Jasa Keuangan
Amanat pembentukan OJK (Otoritas Jasa
Keuangan) sudah cukup lama menempel dalam rahim
Undang-Undang Bank Indonesia. Dalam Pasal 34 Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
disebutkan bahwa tugas Bank Indonesia (BI) sebagai
pengawas perbankan hanya sampai pada tahun 2002, yang
kemudian tugas mengawasi bank akan dilakukan LPJK
(Lembaga Pengawas Jasa Keuangan) yang independen dan
dibentuk undang-undang, Transisi OJK ialah (Adi
Sulistiyono, 2012:1) :
a) 22 November 2011 UU OJK disahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b) 31 Desember 2012 Pengaturan dan pengawasan
Pasar Modal dan IKNB beralih ke OJK. 31
Desember 2013 Pengaturan dan Pengawasan
Perbankan beralih ke OJK
c) OJK beroperasi penuh Transisi dari BI dan
Bapepam-LK ke OJK meliputi transisi kewenangan,
SDM, dokumen dan penggunaan kekayaan. Selama
masa transisi BI dan Bapepam LK tetap
melaksanakan kewenangannya. Dapat dilihat tahap-
tahap masa transisi wewenang dari Bank Indonesia
ke Otoritas Jasa Keuangan sebagai berikut,
Gambar 1.1 Masa Transisi Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan
Catatan:
2015 Pengaturan dan Pengawasan LKM
31 Des 2013Pengaturan dan Pengawasan Perbankan beralih ke OJK
31 Des 2012 Pengaturan dan Pengawasan Pasar Modal & IKNB beralih ke OJK
22 Nov 2011UU OJK disahkan (Masa Transisi)
Pengawasan Perbankan Masih di Bank Indonesia
Pengawasan Pasar Modal dan IKNB masih berada di
Bapepam-LK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Transisi dari Bank Indonesia dan Bapepam-LK ke OJK meliputi
transisi Kewenangan, SDM, dokumen, dan penggunaan kekayaan
Selama masa transisi, Bank Indonesia dan Bapepam-LK tetap
melaksanakan kewenangannya
Gambar 1.2 Masa Transisi Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan gambar diatas semakin mempertegas
tugas dalam pelaksanaan mediasi perbankan melalui
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan daripada
Lembaga Mediasi Perbankan Independen yang didirikan
oleh asosiasi perbankan.
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
2018-2020
2015-2017
2012-2014
Tahap Ketiga
-Leading integrated regulator
- Peran strategis di level regionaldaninternasional
Tahap Kedua
- Transformasi organisasi
-Integrasi regulasi dan pengawasan LK
- LK yang lebih tangguh dan kontributif
Tahap Awal
-Mengelola masa transisi secara efektif
-Meletakkan fondasi organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-
undang menyatakan:
f) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang independen, dan dibentuk dengan
Undang-undang.
g) Pembentukan lembaga pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31
Desember 2010.
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-
Undang diatas, merupakan dasar pembentukan lembaga
pengawas sektor jasa keuangan yang independen dengan
nama Otoritas Jasa Keuangan yang selambat-lambatnya
dibentuk akhir tahun 2010. Lembaga ini bertugas
mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun,
pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan,
serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan
dana masyarakat (Sulistyandari, 2012:171).
2) Tujuan Otoritas Jasa Keuangan
Tujuan Otoritas Jasa Keuangan dapat dilihat
didalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a) terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel;
b) mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutandan stabil; dan
c) mampu melindungi kepentingan Konsumen dan
masyarakat.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
bahwa Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap:
a) kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b) kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c) kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya.
3) Sistem Pengawasan Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keungan melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian,
dana pension, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa
keuangan lainnya, antara lain melakukan pengawasan,
pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan
tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada
Lembaga Jasa Keuangan (Zaidatul Amina, 2012:8).
Dalam Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
disebutkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pemeriksaan langsung terhadap bank dengan
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih
dahulu kepada Otoritas Jasa Keuangan, tetapi dalam
pemeriksaan tersebut Bank Indonesia tidak dapat
memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.
Laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan oleh Bank
Indonesia tersebut disampaikan kepada OJK, kemudian
OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang
dalam upaya penyehatan oleh OJK.Apabila bank tersebut
mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi
kesehatannya semakin memburuk, OJK segera
menginformasikan ke BI untuk melakukan langkah-langkah
sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia (Zaidatul
Amina, 2012:9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
UU No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia Menjadi UU
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006
tentang Mediasi Perbankan
Fungsi Mediasi Perbankan
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP)
Bank Indonesia untuk sementara waktu
Lembaga Mediasi Perbankan Independen
Mengalami beberapa kendala
dalam pembentukan
Otoritas Jasa Keuangan
Optimalisasi Fungsi Medaisi Perbankan
Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum bagi
Konsumen/ Nasabah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan:
Alur kerangka pemikiran diatas menjadi pegangan bagi Penulis guna
menjawab perumusan masalah yang telah dipaparkan dimuka. Pembahasan akan
dimulai dari pentingnya peran Bank Indonesia yang secara normatif dapat dikaji
pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu Nomor 2
Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 25
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun
2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, dalam rangka melaksanakan
tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-
ketentuan perbankan yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang
Mediasi Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/1/PBI/2008 berusaha mewujudkan pembentukan lembaga mediasi
perbankan yang independen guna melaksanakan fungsi mediasi perbankan.
Namun pada kenyataannya, lembaga mediasi perbankan independen yang
seharusnya selesai dibentuk pada 31 Desember 2007 tidak kunjung terwujud
karena beberapa kendala.Berbagai kendala dan persoalan tersebut menjadi alasan
kuat sehingga pelaksanaan mediasi perbankan masih dijalankan oleh Direktorat
Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) yang merupakan satu unit kerja
didalam Bank Indonesia untuk sementara waktu.
Pelaksanaan fungsi mediasi perbankan yang dijalankan oleh Direktorat
Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) yang merupakan satu unit kerja
didalam Bank Indonesia untuk sementara waktu dinilai sangat tepat karena
melihat aspek efisiensi, enforcement dan kredibilitas. Sejak disahkannya Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, setelah
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan maka per 1 Januari 2014 maka setidaknya 8
(delapan) satuan kerja Bank Indonesia yang menangani pengawasan bank akan
dipindahkan ke Otortas Jasa Keuangan. Sehingga pelaksanaan mediasi perbankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
melalui Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan bukan lagi satu unit kerja
didalam Bank Indonesia tetapi merupakan satu unit kerja didalam Otoritas Jasa
Keuangan. Merujuk pada hal demikian, jika dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi
mediasi perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan berlaku efektif
mulai 2014, maka pelaksanaan fungsi mediasi selama ini dapat dijadikan sebuah
perbandingan dan masukan positif jelang pengefektifan Otoritas Jasa Keuangan
terlebih tugas dan fungsi pengatur dan pengawas kinerja perbankan menuntut
Otoritas Jasa Keuangan menjadi lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan lembaga lain, namun perlu diingat pelaksanaan fungsi mediasi perbankan
dilaksanakan sepanjang lembaga mediasi perbankan independen belum terbentuk.
Dari situlah muncul pertanyaan mengenai bagaima konstruksi hukum
penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan setelah berlakunya Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan apakah
pembentukan lembaga mediasi perbankan independen berdasarkan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan masih diperlukan.
Dan dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai sejauh mana
optimalisasi pelaksanaan fungsi mediasi perbankan selama ini agar terwujudnya
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi konsumen atau nasabah bank.