BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat...

24
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis Kerentanan Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Tetapi di sisi lain Negara kita juga dikenal dengan istilah supermarket bencana. Hal ini dikarenakan banyaknya potensi bencana yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang RI no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manuasia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, daPn dampak psikologis. Sedangkan resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Salah satu upaya untuk meminimalisasi resiko terjadinya suatu bencana adalah dengan melakukan suatu kajian resiko bencana yang dapat dilakukan berdasarkan rumus di bawah ini ( ) ln ( ) ( ) ( ) Hazard H xVu erability V R Risk Capacity C = 2.1.1 Bahaya (Hazard) Bahaya (Hazard) didefinisikan sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan. Dengan kata lain suatu potensi bencana (bahaya) belum

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Analisis Kerentanan Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan memiliki kekayaan alam yang

berlimpah. Tetapi di sisi lain Negara kita juga dikenal dengan istilah supermarket

bencana. Hal ini dikarenakan banyaknya potensi bencana yang terjadi di Indonesia.

Berdasarkan Undang-undang RI no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manuasia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, daPn dampak psikologis. Sedangkan resiko bencana adalah

potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun

waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya

rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan

masyarakat.

Salah satu upaya untuk meminimalisasi resiko terjadinya suatu bencana adalah

dengan melakukan suatu kajian resiko bencana yang dapat dilakukan berdasarkan

rumus di bawah ini

( ) ln ( )( )( )

Hazard H xVu erability VR RiskCapacity C

=

2.1.1 Bahaya (Hazard)

Bahaya (Hazard) didefinisikan sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang

mempunyai potensi untuk menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau

kerusakan lingkungan. Dengan kata lain suatu potensi bencana (bahaya) belum

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

10

menjadi bencana bila tidak mendatangkan dampak negatif kepada masyarakat secara

luas.

Menurut Rustiady (2005), Penilaian bahaya (hazard assessment) diperlukan untuk

mengenali dan memahami bahaya. Cara efekif penilaian bahaya adalah dengan

melakukan pemetaan bahaya yang ditujukan untuk mengetahui jenis, sifat, keluasan

daerah pengaruh, waktu dan durasi dampak yang ditimbulkan, menghasilkan zona-

zona bahaya yang merupakan dasar bagi kegiatan mitigasi bencana.

2.1.2 Kerentanan (Vulnerability)

Kerentanan (vulnerability) merupakan kondisi atau karakteristik geologis, biologis,

geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk

jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai

kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu

(UU no 24 tahun 2007).

Guna mengetahui kondisi kerentanan maka diperlukan penilaian kerentanan

(vulnerability assessment) terhadap jenis dan tingkat kerentanan berbagai aspek,

yang akan memberikan informasi mengenai aspek mana yang paling rentan apabila

suatu ancaman bahaya alam terjadi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

menjabarkan bahwa kerentanan terhadap bencana dapat ditijau dari berbagai aspek

yang meliputi:

1. Letak wilayah,

2. Kepadatan penduduk di daerah potensi bencana,

3. Jalur evakuasi, dan

4. Jumlah fasilitas kritis

2.1.3 Ketahanan (Capacity)

Ketahanan atau kemampuan dalam menghadapi bencana (capacity) merupakan

gabungan semua sumberdaya, cara dan kekuatan yang tersedia di masyarakat

sehingga masyarakat memiliki daya tangkal dan daya tahan untuk mengurangi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

11

tingkat dampak atau akibat dari bencana. Dengan kata lain, kerentanan adalah

kebalikan dari kapasitas. Jika masyarakat memiliki banyak kapasitas dalam

menanggulangi bencana, maka dampak bencana bisa dikurangi atau dihilangkan.

Demikian pula sebaliknya, jika kerentanan yang lebih banyak, maka resiko jatuhnya

korban atau kerusakan akan semakin besar. Kapasitas masyarakat dapat dilihat dari:

1. Tingkat kesadaran masyarakat tentang potensi bencana di daerahnya,

2. Kemampuan masyarakat meminimaisir kemungkinan timbulnya bencana,

dan

3. Ketahanan masyarakat baik secara moril dan meteril setelah terjadi

bencana (LIPI, 2007).

Saefudin Amsya (2009), menjelaskan bahwa kerentanan dan kapasitas terhadap

bencana dapat dilihat dari enam faktor utama yakni:

1. Sumber daya manusia. Ini meliputi sikap, motivasi, kebiasaan, kepandaian,

jenis kelamin, usia, kelengkapan anggota badan dan fungsi indra. Beberapa

masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda

datangnya ancaman,

2. Alam dan lingkungan. Akses dan kontrol terhadap bentang alam, tanah,

tumbuhan, binatang, air sebagai modal penghidupan. Suatu komunitas yang

terganggu sistem kehidupannya akibat bencana bisa bertahan jika ketahanan

pangan mereka baik, misalnya memiliki persediaan pangan yang cukup

sampai bantuan datang,

3. Fisik. Akses dan kontrol yang dimiliki suatu komunitas terhadap infrastruktur

(gedung, jalan, fasilitas umum dan jembatan). Terkadang ancaman atau

bencana yang dialami masyarakat tidak begitu besar, namun tidak

tersedianya infrastruktur yang memadai bisa menimbulkan dampak yang

lebih buruk,

4. Sosial. Akses dan kontrol masyarakat terhadap sistem sosial yang terjaga

dengan baik, meliputi sistem keluarga, organisasi, kelembagaan, jaringan

sosial. Jika bencana terjadi, sistem sosial yang baik bisa membantu

komunitas untuk segera bangkit dan memulai kembali kehidupannya,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

12

5. Finansial. Akses dan kontrol komunitas terhadap keuangan, akses pinjaman

dan pekerjaan. Suatu komunitas yang terganggu sistem kehidupannya akibat

bencana masih bisa bertahan jika akses finansial terjaga dengan baik. Begitu

pula sebaliknya, dan

6. Po

Dalam

konflik kekerasan atau kerusuhan, penyebabnya adalah tidak meratanya atau

terbatasnya akses sebagian anggota masyarakat dalam menyalurkan aspirasi

politiknya. Demikian juga dalam masa paska bencana alam, partisipasi dan

keterlibatan aktif masyarakat bisa mempercepat proses pemulihan

2.2 Manajemen Bencana (Disaster Management)

2.2.1 Pengertian Manajemen Bencana

Secara umum, upaya penanggulangan bencana meliputi 2 hal yaitu pre-disaster dan

post-disaster. Seperti yang kita ketahui, upaya penanggulangan post disaster akan

membutuhkan alokasi dana dan sumber daya yang sangat besar. Upaya

penanggulangan ini akan semakin besar jika masyarakat dan negara tidak memiliki

manajemen pre-disaster yang baik (Wawan,2008). Salah satu contoh kejadian

bencana yang terjadi di Indonesia yang menimbulkan korban dan membutuhkan

alokasi dana dan sumberdaya yang besar adalah kejadian tsunami pada tahun 2004.

Agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang maka

dibutuhkan suatu manajemen bencana yang baik dalam upaya meminimalisasi resiko

yang mungkin terjadi.

Manajemen bencana (Disaster Management) merupakan seluruh kegiatan yang

meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan

sesudah terjadi bencana yang dilakukan melalui tahapan koordinasi Pra Bencana;

koordinasi pada saat terjadi bencana (tanggap darurat) dan koordinasi paska bencana

(Handayani, 2004). Secara keseluruhan, kegiatan manajemen bencana dapat dilihat

pada gambar 2.1 di bawah ini.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

13

Tanggap Darurat

Rehabilitasi

Rekonstruksi

Pembangunan

Pencegahan

Mitigasi

Kesiapsiagaan

Kejadian Bencana

Manajemen

Resiko

Manajemen

Krisis

Gambar 2.1. Siklus Manajemen Bencana [KHAN, 2008]

Kondisi ideal dari manajemen bencana adalah dengan tidak memisahkan masing-

masing tahapan dari konsep pembangunan sebagaimana konsep manajemen bencana

yang dikenalkan oleh JICA (Japan International Cooperation Agency). Hal ini

dilakukan untuk mencapai pembangunan yang berorientasi pada mitigasi bencana.

2.2.2 Mitigasi Bencana

Proses mitigasi bencana merupakan tindakan-tindakan yang seharusnya diambil

sebelum terjadinya suatu bencana yang terkait dengan tindakan secara struktural dan

nonstruktural yang terintegrasi dengan menggunakan pengembangan yang

berkelanjutan (sustainable development) (Haifani, 2008).

Mitigasi bencana terbagi atas dua yaitu mitigasi fisik dan non fisik. Upaya mitigasi

fisik dapat dilakukan melalui upaya teknis baik alamiah maupun buatan. Untuk

bencana tsunami, mitigasi fisik ini dapat berupa penanaman vegetasi pantai,

pembuatan bukit buatan (artificial heel), tembok laut (sea wall), penguatan struktur

bangunan ataupun pembuatan bangunan evakuasi (tsunami evacuation building).

Contoh-contoh dari upaya mitigasi fisik dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

14

Gambar 2.2 Contoh upaya mitigasi fisik di Jepang [NDA, 2007]

Gambar 2.3 Contoh Rencana Pembangunan Kota Hilo, Hawaii [National Tsunami Hazard

Mitigation Program, 2001]

Sedangkan mitigasi non fisik menyangkut masalah penyesuaian dan pengaturan

tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi fisik

maupun upaya lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan,

penyadaran masyarakat serta peraturan perundangan. Upaya mitigasi yang

dilakukan, baik fisik dan non fisik, dapat dilakukan secara berbeda untuk masing-

masing daerah sesuai dengan karakter fisik, sosial dan budaya setempat.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 33 tahun 2006 tentang Pedoman Umum

Mitigasi Bencana disebutkan bahwa ada empat hal penting dalam mitigasi bencana

yaitu:

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

15

1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis

bencana;

2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat

dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana;

3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui

cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan

4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi

ancaman bencana.

2.2.3 Strategi Mitigasi Bencana

Sedangkan strategi mitigasi bencana sebagaimana diuraikan dalam peraturan

tersebut meliputi kegiatan-kegiatan:

1. Pemetaan.

Langkah pertama dalam strategi mitigasi bencana ialah melakukan pemetaan

daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan

peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut sangat berguna bagi

pengambil keputusan terutama dalam antisipasi kejadian bencana alam.

Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan peta ini belum dioptimalkan.

Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah :

1. Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan,

2. Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik,

3. Peta bencana belum terintegrasi, dan

4. Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda

sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

16

2. Pemantauan.

Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan

antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah

melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis secara

jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan rawan bencana.

3. Penyebaran informasi

Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara memberikan poster

dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi seluruh

Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan

penanganan bencana. Memberikan informasi ke media cetak dan etektronik

tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi dengan

tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di suatu

kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah dalam hal penyebaran

informasi diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.

4. Sosialisasi dan Penyuluhan

Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada

SATKOR-LAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan meningkatkan

kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana jika sewaktu-waktu terjadi.

Hal penting yang perlu diketahui masyarakat dan Pemerintah Daerah ialah

mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu

dilakukan dan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan mengetahui cara

menyelamatkan diri jika terjadi bencana.

5. Pelatihan/Pendidikan

Pelatihan difokuskan kepada tata cara penyelamatan dan pengungsian jika

terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dan

petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB dan

masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

17

bencana. Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi

bencana akan terbentuk.

2.2.4 Rencana Mitigasi Bencana pada Masa yang Akan Datang

Beberapa hal untuk rencana mitigasi (mitigation plan) pada masa depan dapat

dilakukan sebagai berikut (Ilyas, 2006):

1. Perencanaan lokasi (land management) dan pengaturan penempatan

penduduk,

2. Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta memperbaiki peraturan (code)

disain yang sesuai,

3. Melakukan usaha preventif dengan merelokasi aktivitas yang tinggi ke

daerah yang lebih aman dengan mengembangkan mikrozonasi,

4. Melindungi dari kerusakan dengan melakukan upaya perbaikan lingkungan

dengan maksud menyerap energi dari gelombang tsunami (misalnya dengan

melakukan penanaman mangrove sepanjang pantai),

5. Mensosialisasikan dan melakukan training yang intensif bagi penduduk di

daerah area yang rawan tsunami, dan

6. Membuat early warning sistem sepanjang daerah pantai/perkotaan yang

rawan tsunami.

2.2.5 Elemen-Elemen Mitigasi Bencana

Haifani (2008) menguraikan bahwa upaya mitigasi bencana meliputi beberapa

elemen yang meliputi:

1. Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi resiko bencana

tersebut,

2. Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh

pemegang kebijakan,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

18

3. Seperangkat peraturaan, perundang-udangan dan regulasi yang menyediakan

kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi

dan insitusi yang berbeda,

4. Mekanisme koordinasi institusi yang kuat,

5. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code dan

standar untuk konstruksi bangunan yang aman,

6. Perencanaan tataguna lahan dan permukiman yang menggabungkan

kepedulian akan bencana dan pengurangan resiko,

7. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan resiko akibat bencana

yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana,

pendidikan, pelatuhan dan penelitian,

8. Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pada pemahaman

resiko, dan

9. Kerjasama dan koordinasi antar kota dalam satu program mega city.

2.3 Tsunami

2.3.1 Pengertian Tsunami

Secara harfiah istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang. “Tsu” mempunyai makna

pelabuhan dan “nami” berarti gelombang. Jadi secara umum tsunami dapat diartikan

sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan (Subandono dkk, dalam Yusyahnonta,

2006). Sedangkan Latief (dalam Yusyahnonta, 2006), mengemukakan bahwa

tsunami merupakan gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar

laut atau perubahan badan air yang terjadi secara tiba-tiba dan impulsif, karena

terjadinya gempabumi, erupsi vulkanik, longsoran bawah laut, atau runtuhan gunung

es bahkan akibat terjangan benda-benda angkasa ke permukaan laut.

2.3.2 Karakteristik Tsunami

Menurut Prof. Yoshiaki Kawata (dalam Yusyahnonta, 2006), Kepala Pusat

Penelitian Bencana Besar, Institut Penelitian Pencegahan Bencana, Universitas

Kyoto, terjadinya tsunami disebabkan oleh pergerakan air dalam volume besar

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

19

secara vertikal. Jika dilihat dari kondisi geografis Sumatera Barat, pergerakan

tersebut disebabkan oleh dua hal yakni:

1. Gempa dengan patahan vertikal, baik patahan naik maupun patahan turun

(lihat gambar 2.4) lebih dari beberapa meter secara mendadak yang

terjadi di laut dengan kedalaman mencapai ribuan meter. Dimana secara

empirik, jika gempanya memiliki kekuatan lebih dari 6,5 SR, dan

gempanya merupakan gempa dangkal dengan kedalaman kurang dari 60

km dari dasar laut, maka tsunami akan terjadi, dan

Gambar 2.4. Bidang patahan (Kogami, 2006)

2. Longsor besar yang diakibatkan oleh adanya gempabumi, aktivitas

gunung berapi, atau longsor di dasar laut.

Tetapi selain dari penyebab di atas, letusan gunung berapi di dasar laut juga dapat

memicu terjadinya tsunami.

Setelah terjadinya bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004, istilah tsunami

menjadi sangat familiar dan begitu menakutkan bagi masyarakat karena

gelombangnya yang sangat besar. Padahal tsunami juga terjadi tidak selalu

menimbulkan gelombang yang besar di daerah pantai. Pada lokasi pembentukan

tsunami, tinggi gelombang yang terbentuk diperkirakan tidak lebih dari 60 cm

dengan panjang gelombang yang lebih dari 100 km serta kecepatan bisa mencapai

lebih dari 900 km/jam (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Selama

penjalaran dari tengah laut menuju pantai, cepat rambat gelombang berkurang akibat

adanya gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal. Tetapi hal ini akan

Patahan Turun Patahan

Naik

Patahan Geser

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

20

mengakibatkan tinggi gelombang yang semakin tinggi karena terjadinya

penumpukan masa air laut. Ketika mencapai pantai, gelombang naik (run up) ke

daratan dengan kecepatan yang terus berkurang menjadi sekitar 25 – 100 km/jam.

Mekanisme ini dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5. Perbandingan antara kedalaman, kecepatan dan panjang gelombang tsunami (vsi.esdm, 2007)

2.3.3 Sejarah Tsunami di Indonesia

Menurut Latief (2000) selama kurun waktu 1600 – 1999, Indonesia mengalami

tsunami sebanyak 105 kali dengan presentasi kejadian 90 % dipicu oleh gempabumi

dasar laut. Secara lebih lengkap presentasi ketiga penyebab tsunami di atas dapat

dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Sejarah tsunami di Indonesia [Latief, et al, 2000] Tsunami Sources Number of Tsunami Percentage of Occurrence

Tsunamigenic Earthquake 95 90%

Tsunamigenic Volcanoes 9 8%

Tsunamigenic Lanslide 1 1%

Total 105 100%

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

21

2.3.4 Potensi tsunami di Sumatera Barat

Keadan geografis kota Padang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia

di sebelah Barat yang terdapat zona subduksi antara lempeng Eurasia dan lempeng

Indoaustralia yang bergerak aktif sebesar 70 mm pertahun. Kondisi ini akan memicu

terjadinya gempabumi yang berpotensi tsunami. Selama kurun waktu tahun 1600 –

1900, di Indonesia terjadi sekitar 105 kejadian tsunami dan tsunami yang terjadi di

zona A (pulau Sumatera dan Andaman) sebanyak 17 kejadian dan 8 kejadian di

antaranya terjadi dipesisir Sumatera Barat serta ditambah satu kejadian tsunami

Aceh pada tahun 2004. Sejarah kejadian tsunami tersebut terdapat pada tabel 2.2 di

bawah ini.

Tabel 2.2 Sejarah tsunami di pesisir barat Sumatera [Latief, et al, 2000] Year M D Lat Lon Mag/dept

(km)Dead / Injured Observed Area , Province : Location

1797 02 10 0,58 100,2 West Sumatera: Padang, Sipora, Pagai1799 Sumatera1818 13 18 -3,5 100,5 Bengkulu1833 01 29 West Sumatera: Padang, Pariaman, Sipora, Pagai1833 11 24 Bengkulu1843 01 5 - 6 2,08 98,23 North Sumatera: Barus Is, Gunung Sitoli-Nias1861 02 16 8,5 50 North Sumatera: Batu Is, Nias Is1861 09 25 -2,04 100,6 Sumatera: Padang, Indrapura1864 West Sumatera: Padang, Batu1883 08 26 -5,8 106,3 Volc 36000 Sumatera: Sunda st, Java1904 07 04 West Sumatera, Siri-siri1907 Sumatera: Western Coast1908 02 06 -2 100 West Sumatera1909 06 03 -2,5 101,5 7,3 200 Sumatera: Kerinci- Jambi1928 03 26 -5,8 106,3 Volc South Sumatera: Lampung, Sunda St1964 04 02 5,8 95,6 7 110/479 Sumatera1967 04 12 5,3 96,5 6,5 North Sumatera: Sigli2004 12 26 9 300000 Aceh, Andaman, Nicobar

Kejadian tsunami di pesisir barat pulau Sumatera sebagaimana terdapat pada tabel

2.2 di atas dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

22

Gambar 2.6 Kejadian Tsunami di Pesisir Barat Sumatera

(diadopsi dari Latief, 2000)

Dari kejadian-kejadian tersebut, kejadian tsunami besar yang menghantam kota

Padang terjadi pada tahun 1797 dengan ketinggian tsunami diperkirakan sekitar 9 m

dan tahun 1833 dengan ketinggian tsunami berkisar 3 – 4 m (Yusyahnonta, 2006).

Sejarah terjadinya perulangan gempa besar pada zona subduksi diawali oleh kejadian

gempabumi pada tahun 2000 terjadi gempa dengan magnitude 8,0 SR yang terjadi di

daerah Bengkulu, kemudian diikuti oleh gempabumi pada segmen Sumatera –

Andaman yang terjadi pada tahun 2004 dengan magnitude 9,2 SR, gempabumi

dengan M = 8,4 SR melanda pulau Nias pada tahun 2005 yang menghancurkan

sebagian besar pulau tersebut. Pada tanggal 12 September 2007 terjadi gempabumi

dengan M=8,4 SR yang terjadi di antara pulau Pagai dan Pulau Enggano setelah itu

terjadi lagi gempabumi besar pada Februari 2008 dengan M= 7,4 SR yang terjadi di

pulau Simeuleu yang terjadi pada bidang antara gempabumi tahun 2004 dan 2005.

Dari rangkaian gempabumi ini terlihat adanya seismic gap pada daerah Mentawai,

hal ini dikhawatirkan akan memicu terjadinya gempabumi besar yang berpotensi

tsunami mengingat gempabumi besar pernah terjadi di daerah ini pada tahun 1907

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

23

dengan magnitude lebih dari 8,5 SR (www.gsi.go.jp). Rangkaian sejarah gempabumi

besar tersebut dapat dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini

Gambar 2.7. Sejarah gempabumi di pesisir barat pulau Sumatera (GSI, 2008)

Pusat Penelitian Kelautan ITB telah melakukan simulasi tsunami dari dua kejadian

tsunami pada tahun 1797 dan 1883 serta dari beberapa skenario yang disusun

berdasarkan tektonik setingnya. Untuk kecamatan Koto Tangah di bagian utara

sampai kecamatan Padang Barat di daerah selatan diperoleh ketinggian tsunami di

daerah pantai setinggi 5,06 meter dengan jarak maksimum rendaman tsunami

mencapai 2.316 meter dan jarak rata-rata tsunami ke darat sekitar 1.995 meter serta

travel time tsunami adalah 37 menit. (Yusyanonta, 2006). Hasil dari simulasi

tersebut dapat dilihat pada gambar 2.8

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

24

Gambar 2.8. Simulasi Elevasi dan Travel Time Tsunami yang terjadi tahun 1797 dan 1833 di Kecamatan Padang Barat

[Latief dalam Yusyahnonta, 2006]

Borero dan Sieh, 2006 telah membuat simulasi inundasi tsunami di pesisir barat

Sumatera. Simulasi ini dibuat dengan menggunakan 4 skenario besar dengan

memakai variasi slip, sifat dan episentrum gempa yang berbeda.

1. Skenario 1: mengalami slip 10 m dan rupture yang terjadi “extend to the

trench” seperti layaknya rupture pada gempabumi Aceh-Andaman

2. Skenario 2: mengalami slip 10 m dan rupture yang terjadi “not extend to the

trench” seperti layaknya rupture pada gempabumi Nias

3. Skenario 3: mengalami slip 20 m dan rupture yang terjadi “extend to the

trench” seperti layaknya rupture pada gempabumi Aceh-Andaman

4. Skenario 4: mengalami slip 20 m dan rupture yang terjadi “not extend to the

trench” seperti layaknya rupture pada gempabumi Nias

Keempat skenario ini mengalami gepabumi dengan Mw yang lebih besar dari

gempabumi yang terjadi pada tahun 1797 dan 1833. Skenario paling ekstrim adalah

skenario 3 dimana Mw = 9,3 SR.

Dari hasil simulasi diperoleh inundasi yang berbeda di daerah Padang dan Bengkulu.

Untuk skenario paling ekstrim, Kota Padang dilanda gelombang tsunami setinggi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

25

5 m dengan jangkauan inundasi antara 1 – 2 km. Sedangkan di kota Bengkulu,

gelombang yang terjadi sekitar 8 m dan inundasi yang terjadi menjagkau 0,6 – 6 km.

Dari hasil simulasi Pusat Penelitian Kelautan, Yushaynonta 2006 mengklasifikasikan

tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap tsunami berdasarkan topografi atau

ketinggian elevasinya. Klasifikasi kelas ketinggian wilayah disusun menurut kriteria:

1. Elevasi yang dianggap sangat berbahaya adalah sampai ketinggian 2,5 m

dimana dengan ketinggian tsunami tertinggi yang lebih dari 5 meter titik ini

masih akan terendam sedalam 2,5 m.

2. Untuk kelas berbahaya antara 2,5 m – 5 m dianggap masih potensial untuk

terkena tsunami.

3. Kelas berikutnya adalah 5 – 9 m. Asumsi 9 m diambil dari sejarah terjadinya

tsunami pada tahun 1797 yang mencapai ketinggian 9 m.

4. Serta 9 – 25 m dianggap kurang berbahaya.

Berdasarkan kriteria di atas, maka kelas ketinggian tempat atau elevasi disusun

seperti tabel di bawah ini:

Tabel 2.3 kelas ketinggian wilayah [Yusyahnonta, 2006]

No Klasifikasi Bahaya Kelas ketinggian tempat 1. Sangat Berbahaya E < 2,5 m 2. Berbahaya 2,5 m ≤ E < 5 m 3. Cukup berbahaya 5 m ≤ E < 9 m 4. Kurang Berbahaya 9 m ≤ E < 25 m 5. Tidak Berbaaya E ≥ 25 m

2.4 Dampak Tsunami

Tinggi dan kecepatan tsunami yang besar menyebabkan gelombang ini mampu

menghantam daerah pesisir pantai yang diterjang menjadi luluh lantak. Salah satu

contohnya adalah kejadian tsunami Aceh yang merupakan gelombang tsunami yang

paling besar sepanjang sejarah. Gelombang tsunami tersebut mengakibatkan lebih

dari 200.000 orang tewas. Selain menelan korban jiwa, kerasnya hantaman tsunami

juga mampu merusak infrastuktur seperti jalan, jembatan, rumah/gedung dan

tambak. Total keseluruhan nilai kehancuran tersebut diperkirakan mencapai US$ 2,9

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

26

miliar. Hal ini tentu saja mengakibatkan matinya perekonomian, sosial dan

kehidupan di kota Banda Aceh. Selain itu juga tsunami dapat megakibatkan

terjadinya bencana lanjutan (collateral hazard) yang meliputi rendaman (run up),

angkutan sedimen, floating material dan kebakaran.

(a) (b)

(c)

Gambar 2.9 Akibat Tsunami di Thailand (a), Aceh (b) dan Pulau Okusiri (c) (Kogami, 2006

dan Takashi, 2005)

Sepanjang sejarah kejadian tsunami di dunia, kejadian bencana tersebut telah

melanda berbagai negara. Dari catatan yang diperoleh dari berbagai sumber,

dampak yang tercatat sebagian besar berupa jumlah korban jiwa dan ketinggian

tsunami saja. Rekaman kejadian tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

27

Tabel 2.4 kejadian tsunami di dunia serta akibat yang ditimbulkannya

(dari bebagai sumber) No. Tahun Tempat Daerah terkena dampak Dampak

Lebih dari 200.000 orang meninggal duniaKetinggian gelombang tertinggi mencapai 35 meter3000 orang meninggal duniaketinggian tsunami mencapai 12 meter

3 1983 Jepang Jepang 104 orang meninggal dunia4 1976 Philiphine Philiphine 5000 orang meninggal dunia

122 orang meninggalketinggian tsunami lebih dari 6 meterKetinggian tsunami tertinggi 25 meterdiperkirakan sekitar 490 - 2.290 orang meninggal

7 1946 Pulau Aleutian Hawai dan Alaska 159 orang meninggal dunia8 1946 Tsunami Pasifik Hawai dan Alaska 165 orang meninggal

26000 orang meninggal duniaketinggian tsunami lebih dari 20 meterketinggian tsunami lebih dari 40 meter36000 orang meninggal dunia

11 1755 Lisbon-Portugal Lisbon-Portugal Lebih dari 91.600 orang tewas

Afrika, Bangladesh, India, Srilanka, Maldives,

Chili, Samudera Pasifik, Jepang

Pasifik, Pantai Barat Amerika, dan Amerika Utara

Nanggroe Aceh Darussalam

1 2004

Papua New Guinea2 Desa Arop dan Warapu1998

5 Alaska, Kolumbia, California1964 Alaska

6 Chili1960

9 1896 Jepang Jepang

Krakatau - Indonesia183310

2.5 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai untuk

kondisi evaluasi atribut-atribut kualitatif. Atribut-atribut tersebut secara matematik

dikuantitatif dalam satu set perbandingan berpasangan. Kelebihan AHP

dibandingkan dengan yang lainnya karena adanya struktur yang berhirarki, sebagai

konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling

mendetail. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi

berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan (Saaty

dalam Sudarsono, 2004).

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak

terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam

suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik

secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan

dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan

sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk

mempengaruhi hasil pada sistem tersebut

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

28

Secara garis besar, ada tiga tahapan AHP dalam penyusunan prioritas, yaitu :

1. Dekomposisi dari masalah

2. Penilaian untuk membandingkan elemen-elemen hasil dekomposisi

3. Sintesis dari prioritas

Jika diuraikan dalam bentuk langkah-langkah maka pada dasarnya langkah-langkah

dalam metode AHP meliputi :

1. Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi.

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu

kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki seperti

Gambar 2.10 di bawah ini :

Gambar 2.10 Struktur Hierarki AHP [Susila dan Munadi, 2007]

2. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut

Saaty (dalam Sudarsono, 2004), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9

adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi

pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.5

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

29

Tabel 2.5. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

[Saaty dalam Sudarsono, 2004]

Intensitas Kepentingan

Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada

elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada

elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan

Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan

menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya Proses

perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan

untuk memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan

dibandingkan, misal A1, A2, dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang

dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada gambar matriks 2.6 di bawah

ini :

Tabel 2.6. Contoh matriks perbandingan berpasangan

A1 A2 A3 A1 1 A2 1 A3 1

Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala

bilangan dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 2.5., Penilaian ini dilakukan oleh

seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang

dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

30

Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1.

Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka

elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.

Dalam AHP ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode langsung

(direct), yaitu metode yang digunakan untuk memasukkan data kuantitatif.

Biasanya nilai-nilai ini berasal dari sebuah analisis sebelumnya atau dari

pengalaman dan pengertian yang detail dari masalah keputusan tersebut. Jika si

pengambil keputusan memiliki pengalaman atau pemahaman yang besar

mengenai masalah keputusan yang dihadapi, maka dia dapat langsung

memasukkan pembobotan dari setiap alternatif.

3. Penentuan prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan

(pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk

menentukan peringkat alternatif dari seluruh alternatif.

Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai

dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan proritas.

Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui

penyelesaian persamaan matematik.

Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk

memperoleh keseluruhan prioritas melalui tahapan-tahapan berikut:

1. Kuadratkan matriks hasil perbandingan berpasangan.

2. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi

matriks.

4. Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsisten

sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

31

Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan

tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal. Hubungan tersebut

dapat ditunjukkan sebagai berikut (Suryadi & Ramdhani, 1998):

Hubungan kardinal : aij . ajk = aik

Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > A

1. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak

empat kali dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka

anggur lebih enak delapan kali dari pisang.

k

Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut :

2. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari

mangga dan mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari

pisang.

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan

tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi

karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.

Penghitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Mengalikan matriks dengan proritas bersesuaian.

2. Menjumlahkan hasil perkalian per baris.

3. Hasil penjumlahan tiap baris dibagi prioritas bersangkutan dan hasilnya

dijumlahkan.

4. Hasil c dibagi jumlah elemen, akan didapat λmaks.

5. Indeks Konsistensi (CI) = (λmaks-n) / (n-1)

6. Rasio Konsistensi = CI/ RI, di mana RI adalah indeks random

konsistensi. Jika rasio konsistensi ≤ 0.1, hasil perhitungan data dapat

dibenarkan. Daftar RI dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis · PDF filezona bahaya yang merupakan dasar ... masyarakat memiliki kekayaan budaya lokal dalam memahami tanda-tanda ... dan leaflet kepada Pemerintah

32

Tabel 2.7. Nilai Indeks Random [Saaty dalam Supriyono, et al, 2007]

Ukuran Matriks Nilai RI 1,2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59