Bab II Tinjauan Pustaka 1

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Susu Formula 2.1.1 Pengertian Susu adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar (mammae) baik dari binatang maupun seorang ibu. Menurut Roesli (2004), susu formula adalah cairan yang berisi zat yang mati didalamnya,tidak ada sel yang hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, antibodi, serta tidak mengandung enzim maupun hormon yang mengandung faktor pertumbuhan. Raspy (2007) juga berpendapat bahwa susu formula adalah cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang diberikan pada bayi dan anak-anak yang berfungsi sebagai pengganti ASI. 2.1.2 Jenis-jenis susu formula Di Indonesia telah beredar berbagai macam susu formula dengan berbagai merk dagang. Kurniasih (2008) membagi susu formula menjadi dua, yaitu : 1. Susu formula menurut bahan dasar Susu formula ini dapat dibedakan menjadi : a. Susu formula berbahan dasar sapi Umumnya susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran berasal dari susu sapi. Susu sapi adalah salah satu susu pilihan untuk bayi yang tidak memiliki riwayat alergi dalam keluarga. b. Susu formula berbahan dasar soya atau kedelai 5

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka 1

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Susu Formula

2.1.1 Pengertian

Susu adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar (mammae) baik dari

binatang maupun seorang ibu. Menurut Roesli (2004), susu formula adalah cairan

yang berisi zat yang mati didalamnya,tidak ada sel yang hidup seperti sel darah

putih, zat pembunuh bakteri, antibodi, serta tidak mengandung enzim maupun

hormon yang mengandung faktor pertumbuhan. Raspy (2007) juga berpendapat

bahwa susu formula adalah cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang

diberikan pada bayi dan anak-anak yang berfungsi sebagai pengganti ASI.

2.1.2 Jenis-jenis susu formula

Di Indonesia telah beredar berbagai macam susu formula dengan berbagai

merk dagang. Kurniasih (2008) membagi susu formula menjadi dua, yaitu :

1. Susu formula menurut bahan dasar

Susu formula ini dapat dibedakan menjadi :

a. Susu formula berbahan dasar sapi

Umumnya susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran berasal dari

susu sapi. Susu sapi adalah salah satu susu pilihan untuk bayi yang tidak

memiliki riwayat alergi dalam keluarga.

b. Susu formula berbahan dasar soya atau kedelai

Susu yang berasal dari sari kedelai ini diperuntukkan bagi bayi yang

memiliki alergi terhadap protein susu sapi tetapi tidak alergi terhadap

protein soya. Fungsinya sama dengan susu sapi yang protein susunya telah

terhidrolisis dengan sempurna sehingga dapat digunakan sebagai

pencegahan alergi tersier.

c. Susu formula hidrolisa atau elemental

Susu formula jenis ini kandungan lemaknya sudah diperkecil. Selain itu

kandungan protein kaseinnya sudah dipecah menjadi asam amino.

Biasanya pada kemasan tertuliskan HA atau hipoalergenic.

5

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka 1

6

d. Susu formula khusus

Susu formula khusus ini disediaka bagi bayi yang memiliki problem

dengan saluran pencernaannya. Pemberian susu formula khusus ini

biasanya atas pengawasan dan petunjuk dokter.

e. Susu formula rendah laktosa

Susu formula rendah laktosa adalah susu sapi yang bebas dari kandungan

laktosa (low lactose atau free lactose). Sebagai penggantinya, susu formula

jenis ini akan menambahkan kandungan gula jagung. Susu ini cocok

untuk bayi yang tidak mampu mencerna laktosa (intoleransi laktosa)

karena gula darahnya tidak memilii enzim untuk mengolah laktosa.

2. Susu formula menurut usia bayi

Menurut Kurniasih (2008), susu formula ini dibagi sebagai berikut:

a. Susu formula adaptasi

Susu formula ini khusus untuk bayi usia dibawah 6 bulan dan disarankan

mempunyai kandungan sebagai berikut:

1. Lemak, kadar lemak yang terkandung antara 2,7-41g setiap 100ml

atau, dari jumlah ini 3-6% kandungan energinya harus terdiri dari

asam linoleik.

2. Protein, kadarnya berkisar antara 1,2-1,9g/100ml dan komposisi asam

aminonya harus identik dengan protein dalam ASI.

3. Karbohidrat, kandungannya antara 5,4-8,2g/100ml dan dianjurkan

terdiri atas laktosa dan glukosa.

4. Mineral, terdiri dari Na, K, Ca, P, Mg, dan Cl dengan komposisi

sekitar 0,25-0,34g/100ml.

5. Vitamin, harus ditambahkan pada pembuatan susu formula.

6. Energi, harus disesuaikan dengan ASI yang jumlahnya sekitar 72 Kkal

b. Susu formula awal lengkap

Susu ini memiliki susunan gizi yang lengkap untuk BBL sampai usia 6

bulan. Walaupun demikian, susu ini sedikit berbeda dengan dari formula

adptasi. Susu formula ini mempunyai kadar protein tinggi, tidak

disesuaikan dengan kandungan dalam ASI dan juga kandungan mineralnya

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka 1

7

lebih tinggi. Keuntungan susu formula ini adalah harganya yang jauh

lebih murah daripada susu formula adaptasi.

c. Formula lanjutan

Susu formula ini khusus untuk bayi usia 6 bulan lebih karena mengandung

protein yang lebih tinggi dari susu adaptasi maupun awal lengkap. Kadar

mineral, karbohidrat, lemak dan energinya juga lebih tinggi karena untuk

mengimbangi kebutuhan tumbuh kembang anak.

Berikut ini adalah tabel ringkasan perbedaan antara ASI, susu sapi dan

susu formula:

Tabel 2.1 Ringkasan Perbedaan antara ASI, susu sapi dan susu formula

Porperti ASI Susu Sapi Susu formula

Kontaminasi bakteri

Tidak ada Mungkin ada Mungkin ada bila dicampurkan

Faktor anti infeksi Ada Tidak ada Tidak adaFaktor pertumbuhan

Ada Tidak ada Tidak ada

Protein Jumlah sesuai dan mudah dicerna Kasein : Whey (40:60)Whey: alfa

Terlalu banyak dan sukar dicerna Kasein : Whey (80:20) Whey: Betalaktoglobulin

Sebagian diperbaiki. Disesuaikan dengan ASI

Lemak Cukup mengandung asam lemak esensial (ALE), DHA dan AAMengandung Lipase

Kurang ALE

Tidak ada Lipase

Kurang ALE Tidak ada DHA dan AA

Tidak ada Lipase

Zat Besi Jumlah kecil tapi mudah dicerna

Jumlah lebih banyak tapi tidak diserap dengan baik

Ditambahkan ekstra tidak diserap dengan baik

Vitamin Cukup Tidak cukup Vit A dan Vit C

Vitamin ditambahkan

Air Cukup Perlu tambahan Mungkin perlu tambahan

(sumber: Suradi, R, dan H.K.P. 2007. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi, Jakarta: Perinasia).

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka 1

8

Keterangan :

Susu formula yang dimaksud dalam tabel adalah susu formula selain yang

berbahan dasar susu sapi, terdiri dari susu formula berbahan dasar kedelai dan

susu formula hidrolisa.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula

Menurut Roesli (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu

formula yaitu:

1. ASI tidak cukup

Alasan ini merupakan alasan utama bagi ibu tidak memberikan ASI

secara eksklusif. Walaupun banyak ibu yang merasa ASInya

kurang,tetapi hanya sedikit (2-5%) yang secara biologis memang

kurang produksi ASInya. Selebihnya ibu dapat menghasilkan ASI

yang cukup untuk bayinya.

2. Ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan

Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI, karena waktu ibu

bekerja, bayi dapat diberi ASI perah yang diperoleh sehari

sebelumnya.

3. Takut ditinggal suami

Alasan ini karena mitos yang salah, yaitu menyusui akan mengubah

bentuk payudara menjadi jelek. Sebenarnya yang mengubah bentuk

payudara adalah waktu kehamilan bukan menyusui.

4. Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja.

Pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak karena terlalu sering

didekap dan dibelai adalah tidak benar. Justru anak akan tumbuh

menjadi kurang mandiri, manja, dan agresif karena kurang

diperhatikan oleh orang tua dan keluarga.

5. Susu formula lebih praktis

Pendapat ini tidak benar, karena untuk membuat susu formula

diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus

steril, dan waktu untuk mendinginkan susu formula. Sementara ASI

siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat serta tidak memerlukan

api, listrik, dan perlengkapan yang harus steril.

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka 1

9

6. Takut badan gemuk

Pendapat bahwa ibu menyusui akan sulit menurunkan berat badan

adalah tidak benar. Didapatkan bukti bahwa menyusui akan

menurunkan berat badan lebih cepat daripada ibu yang tidak

menyusui. Timbunan lemak yang terjadi sewaktu hamil akan

dipergunakan untuk proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak

menyusui akan lebih sulit untuk menghilangkan timbunan lemak

tersebut.

Kurniasih (2008) menambahkan bahwa alasan ibu memberikan susu

formula yaitu:

a. Stress sehingga menghambat produksi ASI

b. Puting susu ibu masuk kedalam sehingga bayi kesulitan untuk menghisap

ASI

c. Ibu menderita sakit tertentu semisal kanker atau jantung sehingga harus

mengkonsumsi obat-obatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu

pertumbuhan sel-sel bayi

d. Kurang percaya diri

e. Ibu kecanduan narkotika dan zat adiktif lainya (NAPZA)

2.1.4 Dampak pemberian susu formula

Berbagai dampak negatif yang terjadi pada bayi akibat dari pemberian

susu formula, antara lain:

1. Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)

Judarwanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang sering mendapatkan

susu formula lebih sering muntah/gumoh, kembung, “cegukan”, sering

buang angin, sering rewel, gelisah terutama malam hari. Sering buang air

besar (>3 kali perhari), tidak BAB setiap hari, feses berwarna hijau, hitam,

berbau, sangat keras, cair atau berdarah, hernia umbilikalis (pusar

menonjol), inguinalis (benjolan diselakangan, daerah buah zakar atau

pusar) karena sering ngeden sehingga tekanan dalam perut meningkat.

Gangguan ini merupakan biasanya reaksi bayi pada saat saluran

pencernaan beradaptasi terhadap susu formula (Raizah, 2008)

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka 1

10

2. Infeksi saluran pernafasan

Bila gangguan saluran pencernaan terjadi dalam jangka panjang dapat

mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang

infeksi terutama ISPA (batuk, pilek, panas, tonsillitis/amandel) berulang

dan kadang setiap bulan atau lebih (Judarwanto, 2007).

3. Meningkatkan resiko serangan asma

Para peneliti telah mengevaluasi terhadap efek perlindungan dari

pemberian ASI, bahwa pemberian ASI melindungi terhadap asma dan

penyakit alergi lain. Sebaliknya, pemberian susu formula dapat

meningkatkan resiko tersebut (Oddy dkk (2003) dalam Roesli, 2008).

4. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif

Menurut penelitian Smith dkk (2003) dalam Roesli (2008),bayi yang tidak

diberi ASI ternyata mempunyai skor lebih rendah dalam semua fungsi

intelektual, kemampuan verbal, dan kemampuan visual motorik

dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI.

5. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amstrong dkk (2002) dalam

Roesli (2008) membuktikan bahwa kegemukan jauh lebih tinggi pada

anak-anak yang diberi susu formula. Kries (1999) dalam Roesli (2008)

menambahkan bahwa kejadian obesitas mencapai 4,5%-40% lebih tinggi

pada anak yang tidak pernah diberikan ASI.

6. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah

Anak yang mendapat susu formula tekanan darahnya lebih tinggi daripada

anak yang mendapat ASI. Para peneliti menyimpulkan bahwa pemberian

ASI pada anak yang lahir prematur dapat menurunkan darah pada tahun

berikutnya (Singhal dkk (2001) dalam Roesli, 2008).

7. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar

Dari kasus merebaknya wabah Enterobacteri zakazakii di Amerika

Serikat, dilaporkan kematian bayi berusia 20 hari yang mengalami demam,

takikardia, menurunnya aliran darah, dan kejang pada usia 11 hari. Kuman

ditemukan pada susu formula tercemar yang dipakai unit perawatan

intensif neonatal tersebut (Weir (2002) dalam Roesli, 2008).

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka 1

11

8. Meningkatkan kurang gizi

Pemberian susu formula yang encer untuk menghemat pengeluaran dapat

mengakibatkan kekurangan gizi karena asupan kurang pada bayi. Secara

tidak langsung, kurang gizi juga akan terjadi jika anak sering sakit,

terutama diare, dan radang pernafasan (Roesli, 2008).

9. Meningkatkan resiko kematian

Menurut Chen dkk (2004) dalam Roesli (2008), bayi yang tidak pernah

mendapat ASI berisiko meninggal 25% lebih tinggi dalam periode sesudah

kelahiran daripada bayi yang mendapat ASI. Pemberian ASI yang lebih

lama akan menurunkan resiko mortalitas bayi.

10. Meningkatkan kejadian karies gigi susu

Sukrosa merupakan sejenis karbohidrat dalam susu yang dapat

mamberikan rasa manis dan sumber energi cepat untuk tubuh (dapat

meningkatkan gula darahdalam waktu singkat). Konsumsi sukrosa dalam

jumlah berlebihan dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan karies

gigi.

Kebiasaan anak minum susu formula dengan menggunakan botol saat

menjelang tidur dapat menyebabkan karies gigi. Laktosa dan sukrosa

dalam sisa susu yang tergenang dalam mulut sepanjang malam akan

mengalami proses hidrolisa oleh bakteri plak menjadi asam (Retno, 2001).

Jika makanan yang dimakan mengandung gula, pH mulut akan turun

dalam waktu 2,5 menit dan tetap rendah selama 1 jam. Bila gula yang

mengandung sukrosa dikonsumsi 3 kali sehari, artinya pH mulut selama 3

jam akan berada dibawah 5,5. Demineralisasi ini tidak terjadi di

permukaan, melainkan subsurface/lapisan di bawah permukaan gigi.

Proses demineralisasi yang terjadi selama periode waktu ini sudah cukup

untuk mengikis lapisan email (Nita,2007).

2.2 Konsep Karies Gigi

2.2.1 Pengertian

Karies berasal dari kata “ker” yang dalam bahasa Yunani artinya

kematian,sedangkan dalam bahasa Latin artinya kehancuran. Karies gigi

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka 1

12

merupakan pembentukan lubang pada permukaan gigi yang disebabkan oleh

kuman (Srigupta, 2004). Sedangkan menurut Koswara (2006) karies gigi adalah

penyakit keropos yang dimulai pada lokasi tertentu pada bagian gigi, dan diikuti

proses kerusakan atau pembusukan gigi secara cepat. Karies gigi dimulai dengan

terjadinya pengikisan mineral-mineral dari permukaan atau enamel gigi oleh asam

organik hasil fermentasi karbohidrat makanan terutama gula pasir dan pati-patian

yang tertinggal melekat pada bagian-bagian dan sela-sela gigi oleh bakteri asam

laktat.

2.2.2 Pertumbuhan gigi

Benih gigi susu sebenarnya sudah terbentuk sejak bayi masih dalam

kandungan, yaitu sejak janin berusia 4 minggu. Bahkan, gigi permanen yang akan

menggantikan gigi susu juga telah terbentuk. Gigi tumbuh dari epitel tulang

rahang. Mula-mula yang tumbuh adalah mahkota gigi berwarna putih dengan

lapisan luar emailnya, lalu berlanjut ke bawah berupa dentin, diteruskan dengan

pulpa gigi yang menjadi tempat syaraf dan pembuluh darah, yang paling akhir

adalah akar gigi (Rosseno, 2008).

Erupsi atau keluarnya akar gigi pertama biasanya terjadi pada usia 6-8

bulan setelah kelahiran. Namun ada kalanya erupsi gigi terjadi saat anak berusia 9

bulan (Machfoedz, 2006). Erupsi ini tidak terjadi sekaligus, akan tetapi satu

persatu atau sepasang. Ketika berusia 1 tahun, biasanya anak punya 6-8 gigi susu.

Pertumbuhan gigi susu ini akan berhenti pada usia 2-3 tahun dengan jumlah gigi

20 buah. Kemudian satu persatu akan tanggal dan digantikan oleh gigi permanen

saat anak menginjak usia 5-6 tahun (Rosseno, 2008).

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka 1

13

Urutan pertumbuhan gigi susu yaitu:

Tabel 2.2 Urutan Pertumbuhan Gigi SusuNo Jenis Gigi Susu Tumbuh Umur1

2

Gigi rahang atas: a. Gigi seri pertama b. Gigi seri keduac. Gigi taring d. Gigi geraham pertamae. Gigi geraham keduaGigi rahang bawah: a. Gigi seri pertama b. Gigi seri kedua c. Gigi taring d. Gigi geraham pertama e. Gigi geraham kedua

7-8 bulan8-9 bulan

16-18 bulan12-14 bulan20-30 bulan

6-7 bulan8-9 bulan

14-16 bulan 12-14 bulan20-30 bulan

(sumber: Machfoedz, I. 2006. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-Anak dan Ibu hamil. Yogyakarta: Fitramaya).

2.2.3 Manifestasi klinis

Tanda awal dari lesi karies adalah sebuah daerah yang tampak berkapur di

permukaan gigi yang menandakan adanya demineralisasi. Daerah ini dapat

menjadi tampak coklat dan membentuk lubang. Proses sebelum ini dapat kembali

ke asal (reversible),namun ketika lubang sudah terbentuk maka struktur yang

rusak tidak dapat diregenerasi. Sebuah lesi tampak coklat dan mengkilat dapat

menandakan karies. Daerah coklat pucat menandakan adanya karies yang aktif.

Bila email dan dentin sudah mulai rusak, maka lubang akan semakin tampak.

Daerah yang terkena akan berubah warna dan menjadi lunak ketika disentuh

(Kuntari, 2008).

2.2.4 Karies botol susu

Karies susu botol yang sering disebut Nursing Bottle Caries, Nursing

Bottle Mounth, Baby Bottle Caries, dan Early Childhood Caries (ECC) adalah

karies dengan pola yang khas dan sering terlihat pada anak usia kurang atau sama

dengan 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum ASI, susu botol atau cairan

yang manis sampai tertidur dan dihisap terus menerus sepanjang hari, atau yang

berlangsung 2-4 kali selama beberapa jam sampai tertidur dan kadang-kadang

sepanjang malam (Wei (1988) dalam Chemiawan dkk, 2004). Keadaan karies

susu botol ini mempunyai pola yang khas yaitu gigi pertama yang terkena adalah

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka 1

14

gigi insitif lateral atas, permukaan labial, lingual, mesial dan distal. Kemudian

permukaan oklusal gigi molar satu atas dan satu bawah, serta gigi kanan bawah.

Bila kebiasaan pemberian makanan anak sampai tertidur berlangsung dalam

jangka waktu yang lama, maka akan terjadi keadaan lebih lanjut yaitu karies akan

tampak pada permukaan oklusal molar dua atas serta bawah, dan yang terakhir

adalah gigi insitif bawah (Susilowati, 2008).

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi karies gigi

Menurut Ruslawati (2001), penyebab karies gigi meliputi faktor internal

dan eksternal, yaitu:

1) Faktor internal

Merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan karies gigi, yaitu:

a. Host, meliputi gigi dan saliva

Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di

bawah email. Struktur email gigi sangat menentukan proses terjadinya karies.

Gigi selalu dibasahi saliva secara normal. Pada proses pencernaan di

dalam mulut terjadi kontak antara makanan, saliva dan gigi. Fungsi saliva adalah

sebagai pelicin, pelindung, buffer, pembersih, dan anti bakteri. Jumlah dan isi

saliva, derajat keasaman, kekentalan, dan kemampuan buffer berpengaruh pada

karies. Saliva mampu meremineralisasi karies dini karena mengandung ion Ca,

dan P. Saliva juga mempengaruhi pH dan komposisi mikroorganisme dalam plak

(Mansjoer, 2001).

b. Agent (Bakteri/Mikroorganisme)

Mansjoer (2001) mengatakan ada 3 bakteri yang sering mengakibatkan

karies yaitu:

1) Lactobacillus, bakteri ini populasinya dipengaruhi oleh kebiasaan

makan. Bakteri ini hanya dianggap faktor pembantu karies.

2) Streptococcus, bakteri kokus gram positif ini jumlahnya terbanyak

dalam mulut dan merupakan penyebab utama karie gigi karena

bakteri ini mampu memproduksi senyawa glukan (mutan) dalam

jumlah yang besar dari sukrosa dengan pertolongan enzim, salah

satu spesiesnya yaitu Streptococcus mutans.

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka 1

15

3) Actinomyces, semua spesies ini memfermentasikan glukosa,

terutama membentuk asam laktat, asetat, dan asam format.

c. Environment (substrat)

Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan

sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini dapat berasal dari jus,

susu formula, larutan, dan makanan manis lainnya.

d. Time/waktu

Bakteri dan substrat membutuhkan waktu lama untuk demineralisasi dan

progesi karies. Waktu merupakan kecepatan terbentuknya karies serta lama dan

frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. Adanya kemampuan saliva untuk

meremineralisasi selama proses karies, menandakan bahwa proses tersebut terdiri

atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Sehingga bila saliva

berada dalam lingkungan gigi, maka karies tidak akan menghancurkan gigi dalam

hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.

2) Faktor eksternal

Selain faktor internal (faktor langsung) yang berhubungan dengan

karies gigi, terdapat faktor-faktor eksternal (faktor tidak langsung) yang disebut

faktor resiko luar, yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat

terjadinya karies. Faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Usia

Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies akan

bertambah. Hal ini karena faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama

berpengaruh terhadap gigi.

b. Jenis kelamin

Prevalensi karies gigi tetap pada wanita lebih tinggi dibanding pria. Hal ini

karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki,

sehingga gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor

resiko terjadinya karies.

c. Suku bangsa

Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat tentang

hubungan suu bangsa dengan prevalensi karies gigi. Hal ini karena

perbedaan keadaan social ekonomi, pendidikan, makanan, cara

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka 1

16

pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berada

disetiap suku tersebut.

d. Letak geografis

Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini kemungkinan karena

perbedaan lama dan intensitas cahaya matahari, suhu, cuaca, air, keadaan

tanah dan jarak dari laut. Telah dibuktikan bahwa kandungan fluor sekitar

1 ppm air akan berpengaruh terhadap penurunan karies.

e. Kultur sosial penduduk

Faktor yang dapat mempengaruhi adalah pendidikan dan penghasilan yang

berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.

f. Kesadaran, sikap, dan perilaku individu terhadap pemeliharaan kesehatan

gigi.

2.2.6 Dampak karies gigi

Jika gigi yang mengalami karies dibiarkan tidak dirawat, maka dapat

menimbulkan rasa sakit/nyeri pada kavitas, demam, proses mengunyah makanan

akan terganggu sehingga anak menjadi kehilangan selera makan dan akhirnya

menjadi kurus. Kehilangan gigi yang terlalu dini, kemungkinan besar ke depannya

anak akan membutuhkan perawatan orthodonsia (braket). Gigi susu yang

berlubang dapat menyebabkan gigi tersebut goyang dan tanggal premature atau

terpaksa dicabut sebelum waktunya. Jika terjadi abses atau infeksi di sekitar gigi

yang mengalami karies, maka dapat berpengaruh terhadap proses tumbuh

kembang gigi permanennya (Susanto, 2007).

Menurut Paramitha (2000), kelainan dan gangguan pertumbuhan gigi akan

mengakibatkan terjadinya gangguan pada fungsi estetika mulut. Penampilan

wajah anak akan terganggu sehingga mengurangi daya tarik. Bila kelainan gigi ini

dibiarkan terus, maka secara tidak langsung akan mengakibatkan kegunaan

fungsional terganggu.

2.2.7 Pencegahan

Pencegahan terhadap karies gigi harus dilakukan secepatnya. Menurut

Kuntari (2008) cara yang dapat dilakukan untuk mencegah karies gigi yaitu:

1. Setelah diberi makan, bersihkan gusi anak dengan kain/lap bersih.

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka 1

17

2. Jangan biarkan anak tertidur sambil minum melalui botol yang berisi susu

formula, jus buah atau larutan manis lainnya, berikan botol hanya ketika

makan saja.

3. Jika anak membutuhkan botol untuk pemberian makanan yang regular

pada malam hari atau hingga tidur,beri anak botol bersih yang

direkomendasikan oleh dokter gigi.

4. Hindari mengisi botol minum anak dengan larutan manis seperti air gula

dan soft drink.

5. Ajari anak minum susu dangan gelas/cangkir.

6. Jika air yang akan diberikan kepada anak tidak mengandung fluor,

tanyakan pada dokter gigi apa yang sebaiknya diberikan pada anak.

7. Ketika anak menginjak usia 2 tahun,ajari anak menyikat gigi 1-2 kali

sehari setelah sarapan dan sebelum tidur.

8. Mulailah berkunjung ke dokter gigi sejak tahun pertama kelahiran.

2.3 Konsep Anak Prasekolah

2.3.1 Pengertian

Anak prasekolah adalah anak-anak yang berusia berkisar 4-6 tahun.

(Soetjiningsih, 1995).

Dimana pada usia tersebut anak mengalami proses tumbuh kembang, baik

dari fisik, mental dan sosial. Proses tumbuh kembang sangat terkait dengan faktor

kesehatan, dengan kata lain hanya pada anak yang sehat dapat diharapkan terjadi

proses tumbuh kembang yang optimal (Kurnia, 2008).

2.3.2 Arti penting masa kanak-kanak (usia prasekolah)

Perkembangan manusia pada masa ini berlangsung secara

berkesinambungan. Pematangan fisiknya mengikuti proses perkembangan yang

berurutan. Masa-masa usia emas ini adalah masa penting dalam rentang

perkembangan hidup manusia karena sebagian besar corak kepribadian seseorang

ditentukan pada masa kanak-kanak. Bagaimana orang dewasa berpikir, melihat

masalah, mengalami konflik, dan menyelesaikan konflik memiliki hubungan erat

dengan perkembangan kepribadiannya di masa kanak-kanak (Kurnia, 2008).

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka 1

18

2.3.3 Tumbung kembang anak prasekolah

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya

berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam

besar,jumlah, atau ukuran, yang bisa diukur dengan ukuran berat dan ukuran

panjang, sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dari seluruh

bagian tubuh sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.Termasuk juga

perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil berinteraksi

dengan lingkungannya. Apabila anak usia prasekolah tidak mendapatkan asupan

gizi yang memadai, maka ketika anak beranjak dewasa, perkembangan otak dan

fisiknya akan mengalami hambatan. Berbagai gangguan dan hambatan dalam

tumbuh kembang anak, yaitu kurang tidur, lingkungan yang tidak sehat, kurang

perhatian dan kasih sayang orang tua (Kurnia, 2008).

Gizi adalah faktor yang ikut menentukan pertumbuhan anak. Semakin

beragam menu harian yang diterima anak usia prasekolah, semakin terpenuhi pada

kecukupan seluruh zat gizi yang dibutuhkan tubuh anak. Peran susu pertumbuhan

dibutuhkan untuk membantu memenuhi kecukupan protein, mineral, dan elemen

khususnya kalsium. Memilih susu pertumbuhan yang memenuhi syarat akan

menunjang tumbuh kembang optimal anak (Juwardanto, 2007).

2.4 Hubungan Lama Pemberian Susu Formula dengan Karies Gigi

Anak usia prasekolah umumnya masih banyak yang mengkonsumsi susu

formula, khususnya menggunakan botol. Pemberian susu ini cenderung dibiarkan

sampai anak tertidur dalam keadaan menghisap botol yang berisi susu atau kadang

air gula sehingga susu atau cairan manis tersebut menggenang di sekitar maksila

bagian depan. Kebiasaan minum ini bisa mengakibatkan karies gigi pada anak

yang sering disebut dengan Nursing Bottle Caries, Nursing Bottle Mounth, Baby

Bottle Caries, dan Early Childhood Caries (ECC) (Susilowati, 2008).

Lubang gigi ini disebabkan oleh beberapa tipe dari bakteri penghasil asam

yang dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat termasuk sukrosa,

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka 1

19

fruktosa, dan glukosa. Laktosa dan sukrosa dalam sisa susu yang tergenang di

mulut sepanjang malam, akan mengalami proses hidrolisa oleh bakteri plak

menjadi asam (Retno, 2001). Gula pasir/sukrosa merupakan makanan penyebab

utama karies dentin. Sedangkan gula laktosa dalam ASI tidak semanis gula pada

sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Tingkat kemanisan laktosa hanya seperenam

kemanisan glukosa, itulah sebabnya bayi yang diberi ASI tidak mengalami karies

gigi (Marimbi, 2010).

Bakteri yang sering muncul dalam plak adalah Streptococcus, dengan

salah satu spesiesnya yaitu Streptococcus mutans. Bakteri Streptococcus berada

dalam mulut secara anaerobic melalui enzim yang diproduksi mampu mencerna

atau menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Dari hasil metabolisme

jenis gula tersebut, terbentuklah polimer rantai panjang dari glukosa dan fruktosa.

Dari situlah kemudian berkembang menjadi noda pada permukan gigi. Noda-noda

tersebut bersifat gel yang lengket sekali (Koswara, 2006). Streptococcus mutans

berkembang dengan subur jika ada kombinasi gula, sedikit air ludah dan tingkat

keasaman (pH rendah) dalam air ludah. Sebagian dari populasi ini sekitar 20%

diperkirakan semakin bertambah banyak dalam suasana sangat asam yang

dihasilkan bakteri (Nita, 2007).

Proses pengeroposan gigi sendiri disebabkan oleh pengaruh asam laktat,

yaitu produksi hasil sampingan dari metabolisir fruktosa. Bayi dan anak kecil

yang dibiasakan minum susu formula/cairan manis dalam botol sambil tidur lebih

memungkinkan terjadi laju penyedotan isi botol lebih cepat dari laju penelanan,

sehingga sering susu berada di dalam mulut terlalu lama (Koswara, 2006). Asam

yang diproduksi tersebut mempengaruhi mineral gigi sehingga menjadi sensitive

pada pH rendah. Ketika itu, proses demineralisasi menjadi lebih cepat karena

menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang luluh dan membuat lubang pada

gigi (Kuntari, 2008). Permukaan gigi tampak utuh, tetapi sebenarnya lapisan di

bawahnya telah larut. Demineralisasi awal tampak seperti bercak putih di gigi dan

lama-lama menjadi kecoklatan (Nita, 2007).

Aliran saliva di dalam rongga mulut sebenarnya dapat membantu

membersihkan asam yang menempel pada permukaan gigi. Namun ketika anak

tertidur, aliran saliva secara signifikan akan berkurang dan kondisi ini akan diikuti

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka 1

20

oleh tergenangnya asam yang dihasilkan oleh fermentasi gula yang terdapat pada

susu formula/larutan manis yang mengandung gula di dalam rongga mulut

sehingga akan mempercepat terbentuknya karies gigi. Dan jika gigi dibiarkan

tidak dirawat, maka lubang akan berkembang (Kuntari, 2008).

Hasil penelitian Drg. Yuke Yulianingsih Heriandi, MS, Universitas

Trisakti tahun 2005 menunjukkan terdapat pertumbuhan karies gigi yang lebih

tinggi yaitu rata-rata 39,622% pada anak balita yang mengkonsumsi makanan

kariogenik, karena makanan kariogenik mengandung sukrosa 4,4 kali lebih

banyak daripada makanan non-kariogenik. Dari hasil penelitian yang terdahulu

yang berjudul hubungan lama pemberian susu botol dengan kejadian karies gigi

pada anak TK Arafat, Semanggi, Surakarta yang dilakukan oleh Ida Ayu Komang

Ari Purnamaastuti tahun 2006 menunjukkan bahwa pemberian susu formula lebih

dini akan mengakibatkan angka kejadian keparahan karies gigi yang lebih tinggi

juga.

Salah satu keburukan mengkonsumsi susu formula terutama bila anak

sudah balita dan pemberian susu telah dilakukan lebih dari 1 tahun adalah

kemungkinan terjadinya karies susu botol. Memperpanjang waktu susu formula

yang melebihi masa peralihan pemberian makanan cair ke makanan padat, akan

menyebabkan karies lebih dini. Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya

dimulai saat bayi berusia 6 bulan yang berupa makanan padat/semi padat.

Kepadatan makanan yang diberikan pada bayi meningkat secara bertahap sampai

mendekati usia 1 tahun (Kuntari, 2008).