Bab II Tinjauan Literatur - Perpustakaan Digital ITB ... adalah proses pergerakan orang dan/atau...

32
7 Bab II Tinjauan Literatur 2.1 Sistem Transportasi Transportasi adalah proses pergerakan orang dan/atau barang dari satu lokasi lain. Transportasi bukan tujuan akhir, tetapi merupakan turunan permintaan yakni pemenuhan kebutuhan pergerakan penduduk untuk tujuan tertentu, misal transportasi untuk bekerja, berbelanja, distribusi barang dan lain sebagainya termasuk untuk berwisata (Kusbiantoro, 2007). Transportasi di perkotaan berkembang dengan sangat cepat dan dinamik. Hal ini lah yang kadang menyebabkan transportasi perkotaan lebih rumit dan susah untuk diatur. Tidak heran transportasi di perkotaan lebih sering mengalami masalah seperti kemacetan. Jumlah kendaraan yang meningkat tajam yang tidak dibarengi dengan penyediaan prasarana yang memadai menjadi penyebab utama kemacetan. Selain itu masih ada faktor lain pula yang saling terkait yang pada akhirnya membentuk transportasi di perkotaan tersebut. Beragam dan saling terkaitnya faktor-faktor yang membentuk transportasi perkotaan menempatkan transportasi perkotaan sebagai sebuah sistem. Sistem ini secara keseluruhan terdiri atas (Kusbiantoro, 2007) : 1. Sistem kegiatan Sistem kegiatan adalah sumber dari bangkitan (produksi dan tarikan) pergerakan. Sistem kegiatan terdiri atas pusat-pusat kegiatan skala wilayah (misalnya kota, desa) dan pusat-pusat kegiatan skala kota (misalnya kawasan perumahan, pusat perdagangan). 2. Sistem pergerakan Sistem pergerakan adalah arus pergerakan orang/barang, seperti besaran (volume), maksud perjalanan, asal tujuan perjalanan, waktu perjalanan, moda yang digunakan dan sebagainya.

Transcript of Bab II Tinjauan Literatur - Perpustakaan Digital ITB ... adalah proses pergerakan orang dan/atau...

7

Bab II

Tinjauan Literatur

2.1 Sistem Transportasi

Transportasi adalah proses pergerakan orang dan/atau barang dari satu lokasi lain.

Transportasi bukan tujuan akhir, tetapi merupakan turunan permintaan yakni

pemenuhan kebutuhan pergerakan penduduk untuk tujuan tertentu, misal

transportasi untuk bekerja, berbelanja, distribusi barang dan lain sebagainya

termasuk untuk berwisata (Kusbiantoro, 2007).

Transportasi di perkotaan berkembang dengan sangat cepat dan dinamik. Hal ini

lah yang kadang menyebabkan transportasi perkotaan lebih rumit dan susah untuk

diatur. Tidak heran transportasi di perkotaan lebih sering mengalami masalah

seperti kemacetan. Jumlah kendaraan yang meningkat tajam yang tidak dibarengi

dengan penyediaan prasarana yang memadai menjadi penyebab utama kemacetan.

Selain itu masih ada faktor lain pula yang saling terkait yang pada akhirnya

membentuk transportasi di perkotaan tersebut.

Beragam dan saling terkaitnya faktor-faktor yang membentuk transportasi

perkotaan menempatkan transportasi perkotaan sebagai sebuah sistem. Sistem ini

secara keseluruhan terdiri atas (Kusbiantoro, 2007) :

1. Sistem kegiatan

Sistem kegiatan adalah sumber dari bangkitan (produksi dan tarikan) pergerakan.

Sistem kegiatan terdiri atas pusat-pusat kegiatan skala wilayah (misalnya kota,

desa) dan pusat-pusat kegiatan skala kota (misalnya kawasan perumahan, pusat

perdagangan).

2. Sistem pergerakan

Sistem pergerakan adalah arus pergerakan orang/barang, seperti besaran (volume),

maksud perjalanan, asal tujuan perjalanan, waktu perjalanan, moda yang

digunakan dan sebagainya.

8

3. Sistem jaringan

Sistem jaringan merupakan prasarana-sarana, fasilitas dan layanan untuk

mendukung pergerakan sistem kegiatan contohnya seperti jalan raya, moda,

terminal, stasiun, pelabuhan dan sebagainya.

Hubungan dasar antara ketiga sistem yang membentuk sistem transportasi tersebut

digambarkan dalam Gambar 2.1 Di bawah ini.

Sumber: Kusbiantoro, 2007

Gambar 2.1 Sistem Transportasi

2.2 Kemacetan Sebagai Salah Satu Permasalahan Transportasi

Kemacetan merupakan salah satu permasalahan transportasi yang sering dan

banyak terjadi di hampir semua kota besar di Indonesia. Kemacetan merupakan

gejala dari berbagai kemungkinan akar permasalahan yang lebih kompleks

(Kusbiantoro, 2007). Tamim (1991 dalam Miro, 1997) mengidentifikasi beberapa

penyebab permasalahan kemacetan lalu lintas perkotaan yang diakibatkan oleh

perbenturan kepentingan dan pandangan berbagai komponen yang terlibat dalam

transportasi kota yaitu sebagai berikut ini.

1. Tidak seimbangnya pertumbuhan kendaraan dengan pertumbuhan jalan

dan prasarananya, terutama kendaraan pribadi.

9

2. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di perkotaan akibat derasnya

arus urbanisasi.

3. Dana dan waktu yang terbatas

4. Lemahnya koordinasi antar pihak dan instansi terkait

5. Disiplin masyarakat yang rendah

6. Penegakkan hukum yang lemah

Kemacetan sebagai salah satu permasalahan terbesar transportasi berdampak pada

berbagai masalah lain seperti pemborosan energi, peningkatan polusi, peningkatan

biaya operasi kendaraan, kehilangan waktu produktif, dan banyak lagi

(Kusbiantoro, 2007).

Kemacetan, secara teknis, didefinisikan sebagai volume pergerakan kendaraan

yang melebihi kapasitas jalan; atau dengan kata lain nisbah kapasitas dan volume

(Volume Capacity Ratio, VCR) melebihi satu. Pengertian volume sendiri adalah

besaran pergerakan yang dilewatkan oleh jalan per satuan waktu. Pada intinya

transportasi adalah perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam

perpindahan tersebut digunakan moda transportasi. Karena itu permintaan jasa

transportasi dapat diukur dari jumlah orang yang dipindahkan dan atau jumlah

moda transportasi yang bergerak. Akan tetapi tiap moda transportasi yang berbeda

mempunyai kapasitas angkut yang berbeda serta menempati ruang di atas jalan

dengan besaran yang berbeda pula. Dalam konteks ini diperlukan sebuah standar

untuk mengukur jumlah total moda transportasi yang bergerak dalam satuan yang

sama yaitu satuan mobil penumpang (smp). Menurut Economic and Social

Commision for Asia and the Pacific (ESCAP) besaran konversi untuk moda

transportasi darat adalah sebagai berikut (Tabel II.1)

Tabel II.1 Faktor Konversi Satuan Mobil Penumpang

Moda smp Mobil 1 Bus Kota Besar 4 Sepeda Motor 0,5

Sumber: Nasution, 2004: 65

10

Sedangkan kapasitas jalan adalah jumlah satuan mobil penumpang (smp) yang

dapat dilewatkan oleh jalan per satuan waktu. Ada berbagai faktor yang

mempengaruhi kapasitas jalan yaitu lebar jalur atau lajur, ada tidaknya

pemisah/median jalan, hambatan bahu/kerb jalan, gradient jalan, di daerah

perkotaan atau luar kota, ukuran kota. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

memberikan rumus untuk menghitung kapasitas di wilayah perkotaan sebagai

berikut:

C = Co. FCw. FCsp. FCsf .FCcs

Keterangan

C : Kapasitas Jalan (smp/jam)

Co : Kapasitas dasar (Smp/jam)

FCw : Faktor koreksi kapasitas untuk lebar jalan

FCsp : Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah

FCsf : Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping

FCcs : Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota

Nisbah kapasitas dan volume akan menggambarkan tingkat pelayanan atau Level

of Sevice (LOS) jalan. Tingkat pelayanan jalan adalah tingkat seberapa besar

sebuah jalan dapat melayani pergerakan kendaraan di atasnya. Tingkat pelayanan

jalan ini dinyatakan dalam abjad A sampai F. Pada Tabel II.2 berikut dijelaskan

makna kualitatif tingkat pelayanan jalan (LOS).

11

Tabel II.2 Makna Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)

LOS Kondisi Arus Lalu Lintas Kecepatan A

0< VCR <0,25 Arus bergerak dengan bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi; kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan; pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan.

> 95 Km/jam

B 0,25< VCR <0,5

Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas; kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi kecepatan; pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.

80-95 Km/jam

C 0,5< VCR <0,75

Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi; kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat; pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului.

60-80 Km/jam

D 0,75< VCR <1

Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus; kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar; pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.

40-60 Km/jam

E 1< VCR <1,25

Arus tidak stabil sering terhenti, arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah; kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi; pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.

30-40 Km/jam

F VCR > 1,25

Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang; kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama; dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.

< 30 Km/jam

Sumber: Warpani, 2002

Derajat kejenuhan jalan atau tingkat pelayanan jalan mempengaruhi aksessibilitas

dalam sebuah kota. Dengan tingkat pelayanan jalan yang tinggi atau derajat

kejenuhan jalan yang rendah maka kecepatan kendaraan yang dapat dipacu pun

dapat tinggi sehingga waktu tempuh menjadi lebih cepat. Ukuran inilah yang

menjadi salah satu penilaian dalam menentukan tingkat aksessibilitas sebuah kota.

Pada dasarnya aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem

12

pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan

transportasi yang menghubungkannya (Tamin, 1997). Aksesibilitas adalah

suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna

lahan berinteraksi satu sama lain dan ‘mudah’ atau ‘susah’nya lokasi

tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Black, 1981 dalam

Mascharobiyun, 2003). Definisi mudah atau susah tersebut bersifat subyektif dan

kualitatif, sehingga diperlukan suatu ukuran untuk menyatakan aksesibilitas.

Black menyatakan aksesibilitas dengan mengukur dua hal yaitu jarak dan kondisi

prasarana. Berikut pada Tabel II.3 dijelaskan klasifikasi tingkat aksessibilitas yang

dibentuk dari kedua ukuran tersebut.

Tabel II.3 Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas

Jarak Jauh Aksesibilitas Rendah Aksesibilitas Menengah

Dekat Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi

Kondisi Prasarana Sangat buruk Sangat Baik

Sumber: Black, 1981 dalam Mascharobiyun, 2003

Ukuran jarak untuk menyatakan aksesibilitas berdasarkan pada penjelasan

paling sederhana bahwa jika suatu tempat berdekatan dengan tempat lainnya

maka dikatakan aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya,

jika kedua tempat tersebut berjauhan maka dikatakan aksesibilitasnya rendah. Jadi,

tata guna lahan yang berbeda pasti mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula

karena aktivitas tata guna lahan tersebut tersebar dalam ruang secara tidak merata

(heterogen) (Tamin, 1997:52). Dalam hubungan antar tata guna lahan,

aksesibilitas terkait dengan pelayanan transportasi dimana dari sisi jaringan

transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti berbeda-beda; sistem jaringan

transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan dengan daerah

lainnya dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas (frekuensi dan pelayanan).

Contohnya, pelayanan angkutan umum biasanya lebih baik di pusat kota daripada

di daerah pinggiran kota.

13

Akan tetapi, aksesibilitas antara dua tempat, walaupun berjauhan dapat

ditingkatkan dengan cara menyediakan sistem transportasi yang dapat dilalui

dengan kecepatan tinggi sehingga waktu tempuh menjadi pendek. Akibatnya,

penggunaan jarak sebagai ukuran aksesibilitas mulai diragukan dan dianggap

sebagai peubah yang tidak begitu cocok. Oleh karena itu, penggunaan ‘waktu

tempuh’ sebagai ukuran aksesibilitas dianggap memberikan kinerja yang lebih

baik. Waktu tempuh yang sedikit untuk mencapai suatu tempat didukung oleh

pelayanan transportasi, misalnya penyediaan moda angkutan seperti bus. Akan

tetapi, pelayanan tersebut menjadi tidak berguna untuk meningkatkan aksesibilitas

jika si pengguna pelayanan transportasi tidak memiliki biaya untuk membayar

biaya pelayanan tersebut. Sehingga pada akhirnya konsep ‘biaya perjalanan’

dinyatakan lebih baik dalam menyatakan aksesibilitas dibandingkan dengan ‘jarak’

dan ‘waktu tempuh’. Dalam hal ini maka jenis dan jumlah moda transportasi yang

tersedia menjadi hal-hal yang penting dalam menerangkan aksesibilitas. Jalan dan

moda transportasi dalam sebuah hubungan transportasi merupakan prasarana dan

sarana penunjang aksesibilitas yang ikut menentukan kondisi aksesibilitas antara

dua tempat. Jarak, waktu dan biaya, selain menjelaskan tentang aksesibilitas juga

menjelaskan hambatan perjalanan dalam hubungan transportasi di mana hubungan

transportasi dapat dinyatakan sebagai ukuran untuk memperlihatkan mudah atau

sukarnya suatu tempat untuk dicapai dan jarak, waktu serta biaya merupakan

bentuk hambatan perjalanan tersebut. Waktu tempuh merupakan ukuran yang

terbaik dan sering digunakan untuk mengukur aksesibilitas (Tamin,1997).

Waktu tempuh suatu perjalanan adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan

perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan. Ada beberapa pengertian waktu

tempuh yaitu:

1. Waktu tempuh terdiri dari waktu selama di dalam kendaraan (seperti bus,

mobil atau kereta bawah tanah), waktu menunggu, dan waktu berjalan

antara tempat asal/tujuan penumpang dengan tempat dimana dia

masuk/keluar kendaraan (Berquin, 1996 dalam Mascharobiyun, 2003).

14

2. Waktu tempuh terdiri dari komponen yang disebutkan pada nomor 1, serta

ditambah psychological time/waktu psikologi (Averous, Grunberger dan

Matalon, 1976 dalam Mascharobiyun, 2003).

3. Waktu tempuh terdiri dari beberapa komponen yaitu waktu berjalan,

waktu tunggu, waktu perpindahan dan waktu di dalam kendaraan.

(Manheirn, 1979 dalam Mascharobiyun, 2003)

2.3 Sistem Pariwisata

Kegiatan wisata merupakan kegiatan yang banyak melibatkan aktor dan juga

unsur di dalamnnya yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pariwisata

tidak lagi hanya dilihat dari beberapa unsur di dalamnya seperti hotel, restoran dan

lain sebagainya. Pariwisata harus dilihat secara keseluruhan baik antar sektor,

bagian, dan unsur yang saling berhubungan. Tingkat kompleksitas yang tinggi

dalam memahami pariwisata tersebut membuat beberapa ilmuan mencoba untuk

mendefinisikan pariwisata sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur di

dalamnya yang saling terkait. Penentuan unsur-unsur di dalamnya oleh setiap

ilmuwan berbeda-beda.

Menurut Gunn (1988) secara umum, untuk merumuskan sistem kepariwisataan

yang dapat berfungsi dengan baik, maka inti dari keseluruhan proses

pengembangan dan operasional pariwisata akan terdiri dari dua sisi utama, yaitu

sisi permintaan dan sisi penawaran (Gunn, 1988:69). Gunn mengidentifikasikan

sekumpulan orang dengan minat tertentu dan memiliki kemampuan untuk

melakukan perjalanan wisata, didefinisikan sebagai permintaan. Sedangkan sisi

sediaan terdiri dari transportasi, daya tarik, fasilitas-fasilitas dan pelayanan,

informasi dan promosi yang diberikan bagi para wisatawan (Gunn, 2002).

Keterhubungan antar komponen dan sisi sistem pariwisata tersebut dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

15

Sumber : Gunn, 2002

Gambar 2.2 Sistem Pariwisata

Murphy (1985) pun menyebutkan bahwa kegiatan kepariwisataan dapat dilihat

dari konteks sediaan dan permintaan yang merupakan komponen pasar

kepariwisataan. Permintaan adalah wisatawan dan segala sesuatu yang melekat

pada diri wisatawan seperti motivasi, persepsi, dan harapan seseorang terhadap

sesuatu yang dapat dinikmati dan dirasakan yang ditimbulkan oleh berbagai faktor

yang kemudian membentuk apa yang disebut dengan citra wisata (tourism image).

Sediaan adalah segala sesuatu yang dikonsumsi atau dinikmati oleh wisatawan

yang dibentuk oleh berbagai faktor yang kemudian hasilnya dapat dikatakan

sebagai produk wisata (tourism product). Murphy mengklasifikasikan komponen-

komponen pembentuk produk wisata atas fasilitas, aksesibilitas, dan infrastruktur.

Lain halnya dengan Gunn dan Murphy, meskipun sama-sama menganggap sistem

kepariwisataan sebagai suatu industri, Mill & Morrison (1992:2) menyatakan

bahwa produk kepariwisataan adalah suatu sistem yang terdiri dari market

(wisatawan), travel (transportasi), dan destinations (atraksi, fasilitas, dan

pelayanan), dan ketiganya saling bergantung dan mendukung. Misalnya saja

16

antara perusahaan penerbangan dengan perusahaan jasa perjalanan, resort wisata,

hotel, atau sebaliknya. French, Smith, dan Collier (1996) melihat komponen

pariwisata sebagai suatu totalitas produk yang terbagi atas atraksi, fasilitas, dan

aksesibilitas. Lea mengelompokkan komponen-komponen pariwisata dalam

komponen atraksi, transportasi, akomodasi, fasilitas, dan infrastruktur (Lea,

1995:31-32).

Dengan melihat penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa beberapa ilmuwan

mengelompokkan komponen-komponen sediaan dan permintaan secara berbeda,

namun pada hakikatnya isi komponennya adalah sama. Pariwisata dapat

dipandang sebagai pengalaman manusia, perilaku sosial, fenomena geografis,

sumberdaya, bisnis, ataupun industri. Sehingga analisis terhadap sistem pariwisata

akan dipengaruhi oleh cara pandang tersebut pula (Smith, 1989:2-7). Yang

menjadi dasar pasti dalam pengembangan pariwisata, adalah bahwa konsep

kepariwisataan sebagai suatu sistem yang terintegrasi berdasarkan pada faktor-

faktor permintaan dan sediaan merupakan dasar bagi perencanaan dan manajemen

pariwisata yang efektif (Inskeep, 1991:22).

Berikut dijelaskan lima komponen yang termasuk dalam sisi penawaran sistem

pariwisata yang dikemukakan oleh Gunn (2002) yang yaitu:

1. Transportasi

Komponen yang menghubungkan tempat dimana wisatawan berada dan tempat

tujuan wisatawan berada adalah komponen yang sangat penting. Transportasi

merupakan komponen yang dapat mengakomodasi kepentingan tersebut. Dengan

adanya transportasi maka akan dapat dimungkinkan pergerakan dari tempat

wisatawan berada menuju tempat tujuan wisata dan begitu pun sebaliknya.

2. Daya Tarik

Sebuah tarikan bagi wisatawan untuk datang ke tempat tujuan wisatawan itulah

yang disebut dengan daya tarik. Daya tarik dibentuk oleh berbagai hal tidak saja

fisik namun juga non fisik seperti legenda setempat, keramahtamahan penduduk

lokal dan lain sebagainya. Daya tarik pun dibentuk oleh faktor waktu seperti saat

matahari terbenam, saat matahari terbit dan lain sebagainya.

17

3. Pelayanan dan Fasilitas

Yang termasuk dalam pelayanan dan fasilitas adalah semua hal yang menyokong

pariwisata selain transportasi, daya tarik dan informasi serta promosi. Pada

umumnya pengeluaran wisatawan terbanyak akan dikeluarkan untuk tiga jenis

pelayanan dan fasilitas yaitu: akomodasi, pelayanan makanan dan minuman dan

produk eceran.

4. Informasi

Komponen yang kian penting dalam sistem pariwisata adalah informasi

perjalanan.Banyak pelaku usaha di bidang pariwisata masih bingung dengan

perbedaan antara informasi dan promosi. Promosi yang berbentuk iklan

dimaksudkan untuk menarik perhatian. Sedangkan informasi adalah bentuk

penjelasan atau pemberitahuan yang biasanya berbentuk peta, buku panduan,

video, artikel majalah, narasi pemandu tur, brosur, dan internet.

5. Promosi

Walaupun kegiatan promosi sangat mendominasi program-program pariwisata

dibandingkan pembangunan fisik namun promosi adalah komponen penting yang

memiliki hubungan dengan komponen lainnya. Promosi untuk pariwisata

biasanya terdiri dari empat aktivitas yaitu iklan, pengumuman, hubungan

masyarakat dan bentuk-bentuk insentif seperti hadiah dan diskon.

2.4 Transportasi dan Pariwisata

Transportasi merupakan penghubung yang sangat penting antara tempat asal

wisatawan dengan destinasi wisata yang dituju wisatawan tersebut. Transportasi

untuk pariwisata telah tumbuh sangat cepat selama empat dekade ini. Transportasi

penumpang adalah komponen penting dari sistem kepariwisataan (Gunn, 1988:

149). Collier (1994, dalam Page, 1999) menyebutkan ada tiga kebutuhan berkaitan

dengan transportasi pariwisata diantaranya adalah memindahkan wisatawan dari

tempat asal menuju daerah tujuan, pengangkutan antar destinasi tujuan dan

pengangkutan di dalam destinasi tujuan. Dua moda utama terpenting untuk

perjalanan wisata adalah angkutan udara dan kendaraan pribadi roda empat. Dari

penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa transportasi merupakan bagian dari

18

sub-sistem kepariwisataan yaitu penawaran/sediaan yang cukup penting dalam

membangun sistem kepariwisataan yang baik. Smith (1988) pun

mengklasifikasikan berbagai kebutuhan barang dan jasa yang harus disediakan

oleh suatu daerah tujuan wisata menjadi enam kelompok besar yang salah satunya

adalah transportasi yang menjadi kelompok besar pertama yang disebutkan selain

jasa perjalanan, akomodasi, jasa makanan, aktivitas dan daya tarik serta barang-

barang eceran. Penjelasan-penjelasn ini semakin memperkuat peran penting

transportasi dalam sistem kepariwisataan dan juga untuk pengembangan destinasi

wisata.

Cara pandang terhadap transportasi akhir-akhir ini berubah. Kini semakin disadari

bahwa transportasi jangan hanya dilihat sebagai bagian dari sistem pariwisata

yang berperan dalam membawa wisatawan datang ke destinasi tujuan dan

meninggalkannya ketika waktu perjalanan tersebut berakhir. Lumsdon (2004)

berpendapat bahwa sistem transportasi sebuah destinasi wisata memberi dampak

pada pengalaman pariwisata yang menjelaskan bagaimana orang melakukan

perjalanan dan kenapa mereka memilih berbagai bentuk wisata, destinasi wisata

dan transportasi. Perbaikan dalam moda transportasi dan juga menurunnya harga

tiket telah meningkatkan aksessibilitas pada wilayah-wilayah yang sebelumnya

diperkirakan tidak dapat dijamah. Akses menuju tempat wisata sangat bermacam-

macam tergantung pada keadaan alam dari tempat wisata tersebut, keadaan

prasarana dan efisiensi sistem transportasi publik.

Di sisi lain terdapat beberapa masalah dalam menyediakan transportasi yang baik

untuk kebutuhan pariwisata. Dan masalah ini akan semakin bertambah pada

beberapa sektor ekonomi nasional (Heraty, 1989) yang salah satunya adalah

kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas menyebabkan penurunan

aksessibilitas. Padahal terdapat keseimbangan yang sangat baik antara

peningkatan akses dan kenyamanan untuk wisatawan dengan tingkat daya tarik

sebuah tujuan wisata dalam jangka waktu yang lama (Lumsdon, 2004).

19

Walaupun masih sedikit dipelajari, kontribusi akssesibilitas internal yang baik

pada kualitas dan kepuasan destinasi wisata semakin disadari (Robbins, 2006).

Selain itu Robbins pun menyatakan bahwa banyak ditemui bukti bahwa

pengunjung tempat tujuan wisata bersusah payah untuk mengatasi lalu lintas yang

luar biasa besar dan kemacetan lalu lintas. Sedangkan saat ini kemacetan lalu

lintas itu sendiri adalah kunci masalah di banyak tempat tujuan wisata yang

terkenal (Wie, 1993)

Laws (1995, dalam Thompson, 2006) yang menulis mengenai tingkat daya tarik

dari sebuah destinasi wisata mengidentifikasi bahwa transportasi merupakan salah

satu bentuk tambahan dari destinasi wisata yang berkontribusi pada tingkat daya

tarik sebuah destinasi wisata. Sama halnya dengan yang dinyatakan Gunn (1988)

bahwa transportasi diidentifikasi sebagai salah satu komponen penting dari

keseluruhan produk pariwisata di sebuah destinasi.

Vetter (1985, dalam Thompson, 2006) membuat daftar kecukupan sistem

transportasi sebagai salah satu dari sepuluh aspek sebuah kota yang sangat penting

untuk wisatawan. Menegaskan pula bahwa kecukupan sistem transportasi kota

memberi kontribusi pada tingkat daya tarik dan keseluruhan kesan kota tersebut.

2.5 Angkutan Umum Pariwisata

Frekuensi dan cakupan rute sistem angkutan umum perkotaan yang ada memiliki

kemungkinan tidak akan sesuai dengan kebutuhan wisatawan (Law, 2002 dalam

Thompson, 2006). Oleh sebab itu Gronau (2007) menyatakan ada beberapa

persyaratan pada sisi penawaran yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan

dalam memberikan pelayanan angkutan umum bagi wisatawan yaitu:

1. Transparansi dan kualitas pelayanan angkutan umum.

Satu prasyarat yang sangat penting yang kadang tidak dengan baik

dipertimbangkan adalah kenyataan bahwa ada banyak sekali komponen pilihan

dalam memilih antara berbagai angkutan berbeda yang berpeluang digunakan

untuk kegiatan wisata. Salah satunya tidak hanya masalah frekuensi angkutan

20

umum tersebut namun juga masalah rute dari angkutan umum tersebut. Oleh

sebab itu dibutuhkan transparansi mengenai pelayanan dari angkutan umum yang

ada serta tingkat kualitas yang diberikan.

2. Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi

Kualitas angkutan umum bukanlah faktor yang terisolasi namun sangat

berhubungan dengan aksessibilitas destinasi dengan menggunakan kendaraan

pribadi. Oleh karena itu, merubah aksessibilitas dengan menggunakan kendaraan

pribadi mungkin bisa menjadi solusi yang memungkinkan untuk meningkatkan

peran angkutan umum. Hal ini berkaitan dengan pembatasan penggunaan

kendaraan pribadi namun tentunya harus dilihat dampak dan peluang bagi

wisatawan untuk pindah ke angkutan umum.

3. Cara baru dalam melakukan promosi

Selain mempengaruhi proses pengambilam keputusan moda angkutan yang akan

digunakan dengan cara pembatasan di atas, cara yang lebih halus pun bisa

digunakan. Selain cara promosi yang tradisonal melalui berbagai media dan

pengiriman informasi yang berbeda kepada wisatawan seperti selembaran, brosur,

poster, radio, web pages dan lain-lain ada pula sebuah cara lain yaitu kerjasama

dengan orang atau institusi yang terkait dengan pasar wisata yang mana cara ini

dapat memperkuat posisi angkutan umum dalam pasar pariwisata. Penawaran

angkutan umum dapat meningkatkan tingkat daya tarik penawaran pariwisata dan

pada akhirnya menciptakan manfaat tambahan untuk kedua bidang yaitu

transportasi dan pariwisata (Gronau, 2007).

4. Efek jangka panjang

Syarat dasar lainnya yang sering dihiraukan adalah periode waktu yang

dibutuhkan untuk sebuah pelayanan angkutan umum yang baru terbangun untuk

dapat mencapai tingkat permintaan wisatawan yang signifikan. Hal ini benar

adanya berkaitan dengan pelayanan angkutan untuk wisatawan yang mana

konsumen potensialnya bukanlah merupakan pengguna harian namun pengguna

yang mengunjungi destinasi wisata pada waktu-waktu tertentu saja. Oleh sebab itu

maka tidak heran kesuksesan angkutan umum untuk pariwisata ini tidak akan

terjadi pada periode-periode awal.

21

Thompson (2006) menambahkan pemikiran yang berasal dari kesimpulan

penelitiannya bahwa pengaruh kemudahan penggunaan angkutan umum di dalam

destinasi terhadap peningkatan kepuasan terhadap destinasi wisata lebih besar

dibandingkan pengaruh dari efisiensi dan keselamatan. Secara keseluruhan

Thompson pun menyatakan bahwa kinerja sistem angkutan umum hanya

memberikan pengaruh yang kecil terhadap kepuasan terhadap destinasi wisata.

2.6 Metodologi System Dynamics

Metodologi System Dynamics telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan

pertama kali oleh Forrester pada dekade lima puluh tahun lalu dan berpusat di

MIT Amerika Serikat. Sesuai dengan namanya, metode ini erat hubungannya

dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamik sistem-sistem

yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah lakunya dibangkitkan oleh sistem itu

dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metodologi System Dynamics lebih

ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman kita tentang bagaimana

tingkah laku muncul dari struktur kebijakan dalam sistem ini. Pemahaman ini

sangaat penting dalam pemahaman kebijakan yang efektif.

System Dynamics didasari oleh System Thinking. Tetapi meskipun demikian

terdapat perbedaan antara System Dynamics dengan System Thinking. Forrester

(1994) mengemukakan perbedaan antara System Thinking dan System Dynamics

sebagai berikut:

"System Thinking appears to be thinking about system, talking about

characteristics of system, acknowledging that systems are important, discussing

some of the insights from system archetypes, and relating the experiences people

have with systems. System thinking is lecturing about systems. Systems thinking

can be a door opener and a source of incentive to go deeper into the study of

systems. But I believe that systems thinking has almost no chance of instilling the

lessons. Systems thinking will change very few of the mental models that students

will use in their future decision making. System thinking is not more than five

percent of a systems education. On the other hand, system dynamics modeling is

learning by doing. It is learning through being surprised by the mistakes one

22

makes. System dynamics modeling is a participative activity in which one learns

by trial and error and practice. I believe that immersion in such active learning

can change mental models.”

(System Thinking hadir untuk berpikir mengenai sistem, membicarakan karakter

sistem, meyakinkan bahwa suatu sistem itu penting, mendiskusikan lebih

mendalam system archetypes, dan menghubungkan pengalaman-pengalaman yang

dimiliki masyarakat dengan sistem. System thinking adalah memberi pelajaran

mengenai sistem. System thinking dapat menjadi gerbang dan sumber yang

membantu untuk mempelajari lebih mendalam mengenai sistem. Tetapi saya

percaya bahwa System thinking hampir tidak mempunyai peluang untuk

membangkitkan pelajaran-pelajaran. System thinking akan mengubah sedikit saja

dari mental model yang digunakan untuk menentukan masa depan suatu

keputusan. System thinking hanya lima persen saja dari edukasi mengenai sistem.

Di lain pihak, permodelan menggunakan System Dynamics adalah belajar sambil

mempraktekan. Pembelajaran melalui kejutan-kejutan dari setiap kesalahan yang

dibuat. Permodelan dengan System Dynamics adalah aktivitas yang partisipatif

dalam hal mencoba dan gagal dan praktek. Saya percaya bahwa-dengan terjun

kepada pembelajaran yang aktif akan dapat mengubah mental model".

Tasrif (2006) pun mengungkapkan hal senada dalam pernyataan yang berbeda

yaitu:

"Pendekatan Struktural dari System Thinking tidak dapat dioperasionalkan

sedangkan Pendekatan Struktural dari System Dynamics dapat dioperasionalkan.

Dalam System Thinking tidak dapat dibedakan variabel yang berakumulasi dan

mengalir, padahal konsep berakumulasi dan mengalir sangat penting untuk

menggambarkan suatu dinamika. Sedangkan metodologi System Dynamics telah

menganggap krusial penetapan suatu besaran adalah termasuk Level atau Stock

(besaran yang berakumulasi) dan Flow (besaran yang mengalir)"

Dengan dasar-dasar yang kuat dari pernyataan para ahli tersebut maka dalam studi

ini tidak disajikan gambar Causal Loop (System Thinking) dari model, tapi hanya

disajikan Flow Diagram untuk System Dynamics yang dipandang lebih

23

representatif untuk menggambarkan struktur dari model yang dibangun

menggunakan metoda System Dynamics.

Asumsi pertama dalam paradigma System Dynamics adalah, bahwa struktur

fenomena proses pembuatan keputusan merupakan suatu kumpulan (assembly)

dari struktur-struktur kausal yang melingkar dan tertutup (causal loop structure).

Keberadaan struktur ini sebagai suatu konsekuensi logis dari adanya kendala-

kendala fisik dan tujuan-tujuan sosial, penghargaan (pujian) dan tekanan-tekanan

yang menyebabkan manusia bertingkah laku dan membangkitkan secara

kumulatif tendensi-tendensi dinamika yang dominan dari sistem secara

keseluruhan. Oleh karena itu model-model yang dibangun dengan metoda System

Dynamics diklasifikasikan ke dalam model matematik kausal (Tasrif, 2006).

Pengungkapan hubungan kausal model dengan menggunakan metoda System

Dynamics dalam bentuk ekspresi matematik didasari oleh dalil hubungan-

hubungan kausal (postulated causal relation) yang terdapat di dalam fenomena

yang diteliti. Ide-ide (konsep-konsep) yang menjadi dasar di dalam metodologi

System Dynamics diperoleh dari teknik pengendalian (control engineering, the

concepts of feedback and system self regulation). saibernetika (cybernetics, the

natural of information and its role in control system), dan teori organisasi

(organization theoriy, the structure of human organizational and the .forms of

human decision making) (Tasrif, 2006).

Selanjutnya dikatakan pula bahwa 'manajemen tradisional beserta pengalamannya

tentang dunia nyata merupakan sumber informasi yang mendasar untuk membuat

suatu struktur model suatu fenomena. Karena semua informasi yang terkandung di

dalam suatu model mental tidak dapat dimasukkan kedalam suatu model eksplisit,

informasi itu perlu dipilih berdasarkan tingkat kepentingannya dalam fenomena

atau gejala yang dianalisis.

Teori umpan balik beserta saibernetika (feedback theory and cybernetics)

memberikan prinsip-prinsip untuk memilih informasi yang relevan dan

24

menyingkirkan informasi yang tidak mempunyai hubungan dengan dinamika-

dinamika persoalan. Informasi-informasi yang terpilih kemudian diintegrasikan

secara bersama mengikuti suatu kumpulan aturan yang spesifik. Sekali suatu

model dapat diformulasikan, perilaku dinamisnya dapat dipelajari menggunakan

simulasi dengan komputer. Simulasi ini sangat membantu kita dalam upaya kita

untuk membandingkan struktur model beserta perilaku dengan struktur dan

perilaku sistem yang sebenarnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan

keyakinan kita terhadap kesahihan model. Bila kesahihan model telah dapat

dicapai, simulasi selanjutnya dapat digunakan untuk merancang kebijakan-

kebijakan yang efektif.

2.6.1 Pendekatan System Dynamics Dalam Membangun Model

Model adalah abstraksi dunia nyata dalam media-media yang dapat

dikomunikasikan. Model yang dapat menjawab "perilaku" seperti yang telah

diungkapkan sebelumnya adalah model dinamik (Tasrif, 2006). Prinsip-prinsip

untuk membuat suatu model dinamik sebagai berikut (Sterman, 1994):

1. Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi, harus

dibedakan dalam model.

2. Adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata, harus

direpresentasikan di dalam model.

3. Aliran-aliran yang berbeda di dalam konseptual, di dalam model harus

dibedakan.

4. Hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam

sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusan-keputusannya.

5. Struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model harus sesuai

dengan praktek-praktek manajerial.

6. Model harus kuat (robust) dalam kondisi ekstrim

Dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik dalam memodelkan suatu

perilaku maka ada dua pertanyaan yang dapat diajukan terhadap perilaku

(perubahan atau dinamika) tersebut. Pertanyaan pertama menyangkut mengapa

perilaku itu terjadi dan bagaimana mengubahnya, sedangkan yang kedua

25

berhubungan dengan kelanjutan perilaku itu pada masa yang akan datang.

Pertanyaan pertama adalah inti suatu proses analisis kebijakan (policy analysis)

dan pertanyaan kedua lebih dikenal dengan istilah prediksi (prediction) atau

prakiraan (forecasting), untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, setiap

manusia baik dalam kehidupan pribadinya maupun kelembagaan secara naluri

selalu menggunakan suatu model (Tasrif, 2006).

Metoda untuk membangun model dinamik seperti yang telah diungkapkan

sebelumnya bukanlah Metoda Black Box (metoda kotak hitam). Metoda Black Box

adalah metoda yang hanya menunjukkan hubungan antara masukan dan keluaran,

dimana terdapat sesuatu yang gelap (black) yang berada diantara masukan dan

keluaran tersebut karena tidak adanya pemahaman proses yang terjadi dalam

sistem (dalam kotak atau box) tersebut. Menurut Tasrif (2006) bahwa sebagai

alternatif lain dari pendekatan metoda kotak hitam (Black Box) adalah metoda

System Dynamics yang memodelkan struktur informasi sistem yang di dalamnya

terdapat aktor-aktor, sumber-sumber informasi dan jaringan aliran informasi yang

menghubungkan keduanya. Muhammad Tasrif melanjutkan bahwa pada dasarnya

metoda System Dynamics bertujuan untuk menambah pengertian kita atau

memecahkan masalah (persoalan) kompleks yang dimunculkan oleh saling

ketergantungan sebab-akibat (causal interdependence) antar variabel-variabel

dalam suatu sistem.

2.6.2 Prinsip Dasar Sistem Dinamik

Dasar metodologi system dynamics adalah analisis sistem. Suatu sistem diartikan

sebagai seperangkat elemen yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen

suatu sistem saling berkaitan dengan pola hubungan yang berbeda, sedangkan

antara sistem dengan lingkungannya pola hubungannya sangatlah terbatas. Suatu

sistem dapat terdiri atas beberapa sub-sistem, di mana definisi sistem juga berlaku

di dalamnva. Interaksi yang terjadi di dalamnya sepanjang waktu akan

mempengaruhi keadaan komponen-komponen sistem. Struktur sistem ditentukan

oleh hubungan antara elemen-elemennya. Batas sistem (system boundary) akan

memisahkan sistem dari lingkungannya.

26

Dalam banyak hal, perilaku suatu sistem ditentukan oleh strukturnya. Oleh sebab

itu, analisis sistem lebih banyak mempertimbangkan inter-relasi antara elemen-

elemen suatu sistem dibandingkan dengan detil input dan output data. Melalui

pemodelan interelasi. analisis sistem mencoba menjelaskan perubahan-perubahan

elemen sistem yang bergantung pada waktu. Dinamika perilaku suatu sistem

sangat ditentukan oleh struktur lingkar umpan balik (feedback loops). Pada sistem

tertutup terlihat adanya ciri-ciri sifat dinamis suatu sistem. Oleh karena itu dalam

metodologi system dynamics arah perhatian lebih ditujukan pada sistem tertutup

atau sistem umpan balik. Sistem umpan balik ini merupakan blok pembentuk

model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup. Lingkar umpan

balik tersebut menyatakan hubungan sebab akibat (causality) variabel-variabel

yang melingkar, bukan menyatakan hubungan karena adanya korelasi-korelasi

statistik.

Dalam pendekatan berfikir sistem (system thinking) dengan menggunakan

metodologi system dynamics, dikenal adanya suatu paradigma yang menyatakan

bahwa suatu perubahan (perilaku atau dinamika) dimunculkan oleh suatu struktur

(unsur-unsur pembentuk yang saling bergantung/interdependent). Dan model yang

dibangun melalui analisis struktural (berdasarkan pendekatan system thinking)

dimungkinkan untuk mempunyai titik kontak yang banyak antar unsur-unsur yang

ada. Untuk fenomena sosial strukturnya akan terdiri atas struktur fisik dan struktur

pembuatan keputusan (oleh aktor-aktor dalam sistem) yang saling berinteraksi.

Struktur fisik dibentuk oleh akumulasi (stok) dan jaringan aliran orang, barang,

energi dan bahan. Sedangkan struktur pembuatan keputusan dibentuk oleh

akumulasi dan jaringan aliran informasi yang digunakan oleh aktor-aktor

(manusia) dalam sistem yang menggambarkan kaidah-kaidah proses pembuatan

keputusannya (Tasrif, 2006). Selanjutnya, hubungan unsur-unsur yang saling

bergantung itu merupakan hubungan sebab-akibat umpan balik dan bukan

hubungan sebab-akibat searah (Senge, 1990). Lingkar umpan balik ini merupakan

blok pembangun (building block) model yang utama. Dan konsep ini telah

27

melekat dalam sebagian besar dasar-dasar ilmu sosial dan teori sistem

(Richardson, 1991).

Dalam metodologi system dynamics terdapat 2 (dua) macam hubungan kausal,

yaitu: hubungan kausal positif (positive feedback) dan hubungan kausal negatif

(negative feedback). Umpan balik negatif merupakan suatu proses untuk mencapai

tujuan (goal seeking). Umpan balik ini cenderung menjadi penyeimbang terhadap

setiap gangguan dan selalu membawa sistem ke keadaan yang stabil. Sedangkan

umpan balik positif terjadi jika perubahan dalam komponen sistem akan

menyebabkan terjadinya perubahan di dalam komponen lainnya yang akan

memperkuat proses awalnya. Umpan balik positif ini merupakan proses yang

sifatnya tumbuh (growth).

Berbeda dengan kebanyakan sistem (fenomena) fisik, sistem (fenomena) sosial

merupakan sistem yang sangat kompleks. Untuk memahami derajat

kompleksitasnya diperlukan suatu representasi sistem dengan mengurangi

kompleksitasnya. Langkah ini disebut "perancangan model". Tujuan utama

membangun model sistem adalah untuk memahami sistem nyata dengan

memfokuskan pada suatu masalah yang spesifik.

Asumsi utama dalam pendekatan system dynamics adalah bahwa tendensi-

tendensi dinamik yang bersifat persistent pada setiap sistem yang kompleks

bersumber dari struktur kausal yang membentuk sistem itu. Keberadaan struktur

itu merupakan suatu konsekuensi dari adanya interaksi antara kendala-kendala

fisik dan tujuan-tujuan sosial, penghargaan (pujian) dan tekanan yang

menyebabkan manusia bertingkah laku dan membangkitkan secara kumulatif

tendensi-tendensi dinamik yang dominan dari sistem total.

Pembuatan model system dynamics mengasumsikan bahwa perilaku sistem

terutama ditentukan oleh mekanisme feedback. Oleh sebab itu, setelah

mendefinisikan batas sistem (yang dibedakan antara variabel eksternal dan

internal), deskripsi feedback loops merupakan langkah selanjutnya dalam proses

28

pemodelan system dynamics. Ada lima elemen yang digunakan untuk

menggambarkan model system dynamics: dua elemen yang merupakan bangunan

feedback loops yaitu variabel level dan flow. Yang lainnya merupakan variabel

pelengkap berupa parameter, variabel-variabel eksogenus dan variabel antara

(intermediate variables)

2.6.3 Langkah-langkah Pemodelan Menggunakan Sistem Dinamik

Ada beberapa tahapan pemodelan dengan menggunakan system dynamics

(Roberts et.al., 1983: 8-10; Saeed, 1991: 2-7; Saeed, 1995: 235-245). Langkah-

langkah yang dilakukan dalam metodologi system dynamics tersebut adalah

sebagai berikut:

1. identifikasi dan definisi masalah;

2. konseptualisasi sistem;

3. perumusan model;

4. analisis perilaku model;

5. pengujian dan pengembangan model;

6. analisis kebijakan; dan

7. implementasi model.

2.6.3.1 Identifikasi dan Definisi Masalah

Pada fase pertama proses pembuatan model ini, terdapat beberapa aktivitas

diantaranya mengetahui dan mendefinisikan permasalahan yang akan dikaji,

sehingga akan diperoleh inti masalah yang akan menjadi bahan rujukan ketika

menguji kebijakan dalam menyelesaikan masalah. Untuk mendapatkan inti

permasalahan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diungkapkan yaitu:

a. Pola referensi (reference mode)

Dalam langkah ini diidentifikasi pola historis atau pola hipotesis yang

menggambarkan perilaku persoalan (problem behaviour). Pola referensi ini

merupakan gambaran perubahan variabel-variabel penting dan variabel lain yang

terkait, dari waktu ke waktu. Dengan pola historis variabel-variabel ini akan

dihasilkan inti masalah untuk suatu kajian system dynamics.

29

Konseptual

Evaluasi Model

Analisis Model dan Penggunaan Model

Perbaikan

Perilaku Model

Penggambaran Model

Konseptualisasi Sistem

Definisi Masalah

Teknis

Sumber: Abeto, 2008

Gambar 2.3 Langkah-langkah Pemodelan System Dynamics

b. Hipotesis Dinamik

Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan hipotesis awal tentang interaksi-

interaksi perilaku yang mendasari pola referensi. Beberapa iterasi dari formulasi,

perbandingan dengan bukti empiris dan reformulasi akan diperlukan untuk sampai

pada suatu hipotesis yang logis dan sahih secara empiris.

c. Batas Model

Batas model perlu ditentukan terlebih dahulu dengan jelas sebelum suatu model

dibentuk. Batas model ini memisahkan proses-proses yang menyebabkan adanya

kecenderungan internal yang diungkapkan dalam pola referensi dari proses-proses

sang merepresentasikan pengaruh-pengaruh eksogen, yaitu pengaruh yang berasal

dari luar sistem. Batas model ini akan menggambarkan cakupan analisis dan akan

30

berdasarkan kepada isu-isu yang ditujukan oleh analisis tersebut serta meliputi

semua interaksi sebab akibat yang berhubungan dengan isu tersebut.

d. Jangkauan Waktu

Menunjukkan periode waktu di mana aspek-aspek perubahan akan menjadi suatu

masalah. Setelah persoalan yang ada telah dapat diidentifikasi, variabel-variabel

signifikan dalam model telah ditentukan dan pola referensi telah didefinisikan,

selanjutnya tugas pemodel adalah mengembangkan hubungan diantara variabel-

variabel model yang saling berhubungan.

2.6.3.2 Konseptualisasi Sistem

Tahap kedua dalam pembangunan model adalah menyusun unsur-unsur yang

berpengaruh di dalam sistem. Pada tahap ini, tercakup langkah-langkah mengenali

sistem (system identification), antara lain: penentuan batas sistem (system

boundary), struktur umpan balik (feedback structure), struktur informasi,

rancangan untuk menguji validitas model dan rancangan untuk melakukan

eksplorasi kebijakan. Sistem bisa digambarkan dalam beberapa cara, dan yang

paling lazim adalah diagram causal loop (lingkar sebab akibat) memplot variabel

tertentu terhadap waktu dan menggambarkan diagram alir (flow diagram)

komputer.

2.6.3.3 Perumusan Model

Perumusan model merupakan proses untuk mengubah konsep sistem atau struktur

model yang telah disusun ke dalam bentuk persamaan-persamaan atau bahasa

komputer. Perumusan model merupakan transformasi dari suatu pandangan

konseptual informal ke pandangan konseptual formal, atau representasi model

secara kuantitatif. Tujuan dari usaha perumusan model adalah agar

memungkinkan model tersebut disimulasikan untuk menentukan perilaku dinamis

yang diakibatkan oleh asumsi-asumsi dari model. Struktur dasar dalam pemodelan

system dynamics yaitu:

a. Persamaan level, menyatakan akumulasi yang terdapat di dalam sistem

yang besarnya dipengaruhi oleh nilai awalnya dan perbedaan antara aliran

(flow atau rate) masuk dan aliran keluar. Level pada suatu loop hanya bisa

31

didahului oleh rate, tetapi bisa diikuti oleh auxiliary atau rate. Level tidak

bisa dipengaruhi secara langsung oleh level lainnya.

b. Persamaan rate, menyatakan formulasi aliran yang bisa mengubah level

(masuk atau keluar level) dan nilainya dipengaruhi oleh informasi-

informasi yang datang ke padanya. Persamaan auxiliary, adalah persamaan

bantu di dalam merumuskan persamaan rate, yang digunakan untuk

mendefinisikan faktor-faktor yang menentukan persamaan rate secara

terpisah. Persamaan tambahan dapat disubstitusikan satu sama lain, serta

dapat disubstitusikan pada beberapa persamaan rate yang berbeda.

c. Persamaan sisipan (supplementary), digunakan untuk mendefinsikan

variabel-variabel yang bukan merupakan bagian dari struktur model, tetapi

dibutuhkan dalam pencetakan dan pembuatan grafik dari nilai-nilai yang

menggambarkan tentang perilaku model.

d. Persamaan nilai awal (initial value), digunakan untuk mendefinisikan nilai

awal dan semua level; terkadang nilai awal rate hams telebih dahulu

ditentukan sebelum siklus pertama perhitungan persamaan model

dilakukan.

e. Persamaan eksogen, yaitu suatu metode untuk menghasilkan masukan-

masukan yang hanya merupakan fungsi terhadap waktu. Persamaan ini

bermanfaat jika dapat dilakukan aproksimasi terhadap data historis yang

ada. Biasanya dipakai sebagai masukan dalam pengujian model.

f. Aliran material, yaitu aliran dari level yang satu ke level lain yang

besarnya ditentukan oleh persamaan rate.

g. Aliran informasi, yaitu suatu struktur yang berperan dalam fungsi-fungsi

keputusan yang tidak mempengaruhi variabel secara langsung.

2.6.3.4 Analisis Perilaku Model

Analisis perilaku model merupakan usaha untuk memahami perilaku sistem yang

diakibatkan oleh asumsi-asumsi dalam model, sehingga dapat menjadi dasar untuk

menyempurnakan model. Usaha pemahaman model ini dibantu dengan simulasi

komputer yang akan memberikan gambaran bagaimana perilaku seluruh variabel

dalam model terhadap waktu. Suatu model dikatakan sahih (valid) bila di samping

32

model tersebut dapat menirukan kenyataan-kenyataan empiris, model ini

diharapkan pula dapat menghasilkan pola (fenomena) yang mungkin akan terjadi.

Hal ini dapat dicapai apabila pemodelan sistem-sistem sosial tersebut memenuhi

kaidah-kaidah ilmiah (Tasrif, 1998). Untuk mendapatkan model yang sahih, maka

pembuatan model harus sepenuhnya mengikuti suatu metode ilmiah yang

mensyaratkan bahwa suatu model harus mempunyai titik kontak yang banvak.

Perbandingan berulang-ulang dengan kenyataan tersebut melalui titik kontak

membuat model menjadi lebih komunikatif terhadap isu-isu yang dihasilkannya.

2.6.3.5 Pengujian dan Pengembangan Model

a. Pengujian Model

Setelah model eksplisit suatu persoalan telah dapat diformulasikan, pada langkah

ini sekumpulan pengujian dilakukan terhadap model untuk menegakkan

keyakinan terhadap kesahihan model sekaligus pula mendapatkan pemahaman

terhadap tendensi-tendensi internal sistem. Hal ini diperlukan dalam upaya untuk

membandingkannya dengan pola referensi dan secara terus-menerus memodifikasi

dan memperbaiki struktur model. Sensitivitas model terhadap perubahan--

perubahan nilai parameter perlu dilakukan pula dalam langkah ini. Suatu model

secara struktur dapat dikatakan valid jika model tidak hanya dapat membuat

reproduksi perilaku sistem, akan tetapi juga dapat mengungkapkan bagaimana

sistem bekerja dalam menghasilkan perilaku tersebut. Oleh karena itu model dapat

dikatakan baik jika model dapat menambah pemahaman terhadap perilaku sistem

yang dimaksud, mudah dikomunikasikan dan dapat menolong perbaikan pada

sistem tersebut. Suatu model juga dapat dikatakan baik jika masih terbuka untuk

perbaikan-perbaikan lebih lanjut.

Bila suatu korespondensi antara model mental sistem, model eksplisit, dan

pngetahuan empirik tentang sistem telah diperoleh. model yang dibuat dapat

diterima sebagai suatu representasi persoalan yang sahih dan dapat digunakan

untuk analisis kebijakan. Secara ringkas, pengujian-pengujian yang dapat

dilakukan dalam suatu proses pemodelan system dynamics, dirangkum dalam

Tabel II.4.

33

Tabel II.4 Pengujian-pengujian Model System Dynamics

Bidang Pengujian

Jenis Pengujian Pertanyaan yang Diajukan Saat Pengujian

Pengujian Struktur Model

Verifikasi Struktur Apakah struktur model konsisten dengan pengetahuan deskriptif yang relevan tentang sistem?

Verifikasi Parameter

Apakah parameter-parameter konsisten dengan pengetahuan deskriptif dan numerik mengenai sistem?

Kondisi Ekstrim Apakah masing-masing persamaan tetap masuk akal walaupun inputnya memiliki nilai-nilai ekstrim ?

Kecukupan Batas (Struktur)

Apakah konsep-konsep penting yang mengacu kepada permasalahan sudah termasuk ke dalam model ?

Konsistensi Dimensi

Apakah masing-masing persamaan konsisten secara dimensional tanpa menggunakan parameter-parameter yang tidak ada di dunia nyata?

Pengujian Perilaku Model

Reproduksi Perilaku

Apakah model secara endogenus membangkitkan gejala-gejala dari persoalan, jenis-jenis perilaku, frekuensi dan karakteristik-karakteristik lain dari perilaku sistem riil?

Kelainan perilaku Apakah model menunjukan perilaku anomali bila asumsi diubah atau dihilangkan ?

Family Member Dapatkah model mereproduksi perilaku dari contoh-contoh sistem lain dalam kelas yang sama seperti model (misalnya: dapatkah sebuah model perkotaan membangkitkan perilaku Kota New York, Dallas, Carson City, dan Calcutta bilamana diberi parameter masing-masing kota tersebut?)

Perilaku Mengejutkan

Apakah model menunjukkan adanya suatu mode perilaku yang sebelumnya tidak dikenali dalam sistem riil?

Kebijakan Ekstrim Apakah model berperilaku sebagaimana mestinya bila dihadapkan pada kebijakan-kebijakan ekstrim atau input-input pengujian?

Kecukupan Batas (Perilaku)

Apakah perilaku model sensitif terhadap penambahan atau perubahan struktur untuk mewakili teori-teori alternatif yang dapat diterima?

Sensitivitas Perilaku

Apakah perilaku model sensitif terhadap variasi-variasi yang dapat diterima dalam parameter-parameternya?

Karakter Statistika Apakah output model memiliki karakter statistik yang sama dengan “output” dari sistem dunia nyata?

Pengujian Implikasi Kebijakan

Perbaikan Sistem Apakah kinerja sistem dunia nyata meningkat melalui menggunakan model?

Prediksi Perilaku Apakah model dengan benar menjabarkan hasil-hasil dari kebijakan baru?

Kecukupan batas (Kebijakan)

Apakah rekomendasi kebijakan sensitif terhadap penambahan atau pengubahan struktur untuk merepresentasikan teori-teori alternatif yang dapat diterima?

Sensitivitas Kebijakan

Apakah rekomendasi-rekomendasi kebijakan sensitif dengan variasi-variasi yang masuk akal dalam parameter-parameternya?

Sumber: Sterman, 1984 dalam Abeto, 2008

34

b. Pengembangan Model

Dalam proses pemodelan melalui tahap-tahap konseptualisasi, perumusan,

simulasi dan evaluasi, dalam setiap tahap yang berturut-turut tersebut mungkin

saja terjadi perumusan kembali dan perbaikan model, dengan cara menghilangkan

Iaau menambah struktur. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk memperoleh

suatu model yang sesuai dengan sistem yang sebenarnya sesuai dengan

tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dan dapat dimengerti dengan baik. Terdapat

beberapa pertimbangan dalam pengembangan dan perumusan kembali model ini,

termasuk pengurangan dan pengkayaan hipotesis dinamis, penambahan struktur

feedback, mengubah konstanta menjadi variabel, menambah kriteria pengujian,

dan yang paling penting "kapan untuk berhenti".

2.6.3.6 Analisis Kebijakan dan Penggunaan Model

Pada fase terakhir dari proses pemodelan, model yang dibuat digunakan untuk

menguji berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diterapkan dalam sistem

yang tengah dikaji. Model yang memenuhi syarat dan mampu dijadikan sarana

analisis untuk merumuskan (merancang) kebijakan haruslah merupakan suatu

wahana untuk menemukan cara intervensi yang efektif dalam suatu sistem

(fenomena). Melalui cara intervensi inilah perilaku sistem yang diinginkan dapat

diperoleh (perilaku sistem yang tidak diinginkan dapat dihindari) (Tasrif, 2006).

Lebih jauh lagi, analisis dapat saja dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan

dampak dari berbagai kebijakan yang dipilih. Alternatif kebijakan dalam sistem

yang sebenarnya akan terkait dengan salah satu atau kombinasi dari dua jenis

intervensi terhadap model, yaitu: perubahan parameter (termasuk perubahan kecil

dalam fungsi tabel); dan perubahan struktural (perubahan dalam bentuk atau

jumlah persamaan).

35

a. Perubahan Parameter

Uji sensitivitas parameter dapat dilakukan dengan mengubah parameter ketika

menjalankan kembali model dan membandingkan hasil perilaku model yang telah

diubah parameternya dengan model dasar. Menguji sensitivitas model terhadap

suatu nilai parameter kebijakan merupakan uji sensitivitas sistem yang sebenarnya

dalam kaitannya dengan perubahan kebijakan. Di dalam model terdapat sejumlah

parameter yang dikategorikan sebaai parameter kebijakan (policy parameters),

yaitu sejumlah nilai yang berada di bawah kendali para aktor dalam sistem yang

sebenarnya.

Mengetahui bahwa kebijakan tertentu akan menghasilkan perilaku model tertentu,

pada dasarnya belum cukup. Karena model bukan merupakan model yang

sesungguhnya di dunia nyata, maka tidak ada orang yang akan menjalankan suatu

kebijakan hanya kerena kebijakan tersebut bisa membuat model menjadi lebih

baik. Yang dibutuhkan justru adalah pemahaman mendasar mengapa kebijakan

tertentu menghasilkan perilaku tertentu dalam model. Pemahaman inilah yang

kemudian dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahami tentang sistem

yang sebenarnya.

b. Perubahan Struktural

Struktur feedback suatu sistem, yaitu pola aliran material dan informasi terkadang

semakin lama semakin determinan perilakunya terhadap waktu. Oleh karena itu

dalam mengembangkan kebijakan pada system dynamics, dimungkinkan untuk

dibuat hubungan-hubungan feedback baru yang merupakan salah satu cara untuk

mengubah informasi yang tersedia di dalam sistem.

Perubahan struktural dapat dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut:

menambah prameter kebijakan

mengubah suatu parameter kebijakan di tengah-tengah simulasi

menambahkan suatu loop umpan balik yang merupakan kebijakan

menambahkan loop negatif.

36

c. Rekomendasi Kebijakan dan Persoalan Validitas

Tujuan akhir dari proses pemodelan adalah menerapkan pandangan yang ada pada

model terhadap persoalan di dunia nyata. Menyangkut rekomendasi, ada dua

persoalan yang perlu dipertimbangan, yaitu bagaimana validitas rekomendasi

yang diberikan dan seberapa jauh rekomendasi kebijakan tersebut bisa diterapkan

atau diimplementasikan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melihat validitas rekomendasi adalah kekuatan

dari kebijakan itu sendiri. Dalam perspektif system dynamics (Richardson dan

Pugh, 1981), rekomendasi dianggap memiliki kekuatan jika kebijakan tersebut

tetap menjadi pilihan terbaik meskipun dilakukan sejumlah perubahan dalam

parameter model, sewaktu menghadapi kondisi eksogenus yang berbeda dan

alternatif yang masuk akal dalam perumusan model. Rekomendasi kebijakan yang

sensitif terhadap hal tersebut perlu diwaspadai. Kekuatan rekomendasi kebijakan

merupakan hal vital karena sesungguhnya tidak ada satu model pun yang benar-

benar identik dengan sistem sebenarnya: all models are wrong (Sterman, 2002).

Untuk melihat kemampuan penerapan kebijakan, ada dua hal yang perlu

dipertimbangkan. Pertama, bisakah aktor yang bertanggung jawab atas kebijakan

tersebut dalam sistem sebenarnya meyakini nilai rekomendasi kebijakan yang

disusun berdasarkan suatu model? Kedua, bagaimana kemungkinan sistem

sebenarnya memberikan respon terhadap proses implementasi tersebut?

Tujuan paling mendasar dalam pemodelan system dynamics adalah pemahaman.

sedang target yang ingin dicapainya adalah meningkatkan pemahaman tentang

hubungan-hubungan yang terjadi di antara struktur umpan balik dan perilaku

dinamis dari suatu sistem, sehingga dapat dikembangkan berbagai kebijakan

dalam rangka memperbaiki perilaku permasalahan yang terjadi.

Sekali suatu model dapat diformulasikan, perilaku dinamisnya dapat diperoleh

melalui simulasi model tersebut dengan menggunakan program komputer.

Simulasi perlu dilakukan untuk membandingkan perilaku dan struktur model

37

dengan perilaku dan struktur sistem, yang pada gilirannya akan meningkatkan

keyakinan terhadap kesahihan model. Dengan demikian, simulasi selanjutnya

dapat digunakan untuk merancang kebijakan yang efektif.

2.6.4 Software Komputer untuk Simulasi Model

Banyaknya faktor yang mempengaruhi struktur dan perilaku dari suatu sistem ril

menjadikan sistem secara keseluruhan menjadi lebih kompleks. Kompleksnya

suatu sistem akan menyebabkan terlibatnya banyak sekali komponen sistem atau

variabel-variabel yang berhubungan atas mekanisme kerja sistem bersangkutan.

Pada gilirannya, penurunan formula matematis untuk setiap variabel sistem akan

membutuhkan waktu yang sangat banyak dan upaya yang berulang. Kendala ini

dapat dipecahkan secara efisien dengan memanfaatkan bahasa simulasi

(simulation language) dan program komputer. Simulation language adalah

sekumpulan kode komputer yang mampu melaksanakan perhitungan dalam

jumlah besar menuruti aturan-aturan simulasi yang telah ditentukan sebelumnya

(Kim, 1998:70 dalam Abeto, 2008).

Hampir sejalan dengan perkembangan system dynamics sejumlah perangkat lunak

yang menggunakan simulation language juga telah dikembangkan. Perangkat-

perangkat lunak semacam ini memungkinkan seorang analis untuk membangun

suatu model secara efisien dan spesifik. Beberapa dari perangkat lunak tersebut

dirangkum dalam Tabel II.5. Namun penggunaan perangkat lunak pada dasarnya

adalah sebagai alat (tool) untuk mempermudah simulasi model system dynamics.

Perlu ditegaskan bahwa menggunakan software belum tentu menggunakan

metodologi system dynamics.

38

Tabel II.5 Beberapa Perangkat Lunak untuk Pemodelan System Dynamics

Perangkat Lunak

Produsen Keterangan

DYNAMO PA Consulting One Memorial Drive Cambrige MA 0214

DYNAMO merupakan bahasa simulasi system dynamics yang pertama, dan untuk jangka waktu yang lama keduanya dianggap sinonim. Pertama-tama dikembangkan oleh Jack Pugh di MIT, bahasa ini tersedia secara komersil dari Pugh-Roberts pada awal tahun 1960-an. DYNAMO dewasa ini dapat dijalankan pada kompatibel PC di bawah sistem operasi DOS/Windows. Perangkat lunak ini menyediakan lingkungan pengembangan berbasis persamaan untuk model-model system dynamics.

Powersim Powersim Software AS Sandbrugaten 5-7 PO BOX 3961, Dreggen N-5835 Bergen, NORWAY

Pada pertengahan 1980 pemerintah Norwegia mensponsori riset yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah menengah dengan menggunakan system dynamics. Proyek ini menghasilkan pengembangan Mosaic, suatu sistem berorientasi objek yang yang terutama dimaksudkan untuk pengembangan games berbasis simulasi untuk pendidikan. Powersim kemudian dikembangkan sebagai program berbasis Windows untuk pengembangan model-model system dynamics yang juga memfasilitasi pemaketan sebagai games interaktif atau wahana pembelajaran

Vensim Ventana Systems, Inc. 60 Jacob Gates Road Harvard, MA 01451

Mula-mula dikembangkan pada permulaan 1980-an untuk digunakan pada proyek-proyek konsultan. Vensim tersedia secara komersial pada atahun 1992. Program ini merupakan wahana yang terintegrasi untuk pengembangan dan analisis model-model system dynamics. Vensim dapat dijalankan pada komputer dengan operasi Windows atau Macintosh.

IThink/ Stella

isee Systems 46 Centerra Parkway Suite 200 Lebanon NH 03766

Semula diperkenalkan untuk komputer berbasis Macintosh, perangkat lunak Stella menyediakan front end berorientasi grafis untuk pengembangan model-model system dynamics. Diagram-diagram stock dan flow yang digunakan dalam literatur system dynamics didukung secara langsung dengan serangkaian sarana yang mendukung pengembangan model. Penulisan persamaan dilakukan melalui kotak-kotak dialog yang dapat diakses dari diagram stock dan flow. IThink kini tersedia untuk komputer-komputer berbasis operasi Macintosh dan Windows.

Sumber: Avianto, 2006: 2-3

Masing-masing software di atas mempunyai versi yang beragam, sesuai dengan

perkembangannya. Dalam studi kali ini, software yang digunakan adalah

Powersim Constructor Version 2.5d (4002).