BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf ·...

21
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan Pengobatan 2.1.1 Definisi Kepatuhan Pengobatan Menurut KBBI (2016) definisi dari kepatuhan adalah sifat patuh atau ketaatan. Berdasarkan pengertian tersebut maka, kepatuhan pengobatan adalah seberapa jauh perilaku minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan perubahan gaya hidup sesorang, sesuai dengan rekomendasi yang telah disepakati dari penyedia pelayanan kesehatan (Fincham, 2007). Kepatuhan terhadap pengobatan dapat juga didefinisikan sebagai proses ketika pasien mengambil obat mereka seperti yang telah diresepkan sesuai dengan tiga fase kuantitatif yaitu inisiasi, implementasi dan penghentian (Holmes, et al. 2014). Minum obat dengan benar juga melibatkan lebih dari sekedar membaca “petunjuk pada botol”. Kepatuhan yang tepat untuk rejimen pengobatan melibatkan 6 faktor kunci meliputi: (a) minum obat yang tepat; (b) minum dosis obat dengan tepat; (c) minum obat pada waktu yang tepat; (d) mengikuti jadwal yang tepat; (e) minum obat pada kondisi yang tepat, misalnya, obat harus diminum pada saat perut kosong; (f) minum obat dengan tindakan pencegahan yang tepat misalnya, simvastatin tidak harus diminum dengan jus jeruk (Tanna, 2016). 2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengobatan Ketidakpatuhan dalam pengobatan dapat terjadi karena ketidaksengajaan misalnya, lupa untuk mengambil dosis obat dan terkadang dapat terjadi karena

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kepatuhan Pengobatan

2.1.1 Definisi Kepatuhan Pengobatan

Menurut KBBI (2016) definisi dari kepatuhan adalah sifat patuh atau

ketaatan. Berdasarkan pengertian tersebut maka, kepatuhan pengobatan adalah

seberapa jauh perilaku minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan

perubahan gaya hidup sesorang, sesuai dengan rekomendasi yang telah disepakati dari

penyedia pelayanan kesehatan (Fincham, 2007). Kepatuhan terhadap pengobatan

dapat juga didefinisikan sebagai proses ketika pasien mengambil obat mereka seperti

yang telah diresepkan sesuai dengan tiga fase kuantitatif yaitu inisiasi, implementasi

dan penghentian (Holmes, et al. 2014).

Minum obat dengan benar juga melibatkan lebih dari sekedar membaca

“petunjuk pada botol”. Kepatuhan yang tepat untuk rejimen pengobatan melibatkan

6 faktor kunci meliputi: (a) minum obat yang tepat; (b) minum dosis obat dengan

tepat; (c) minum obat pada waktu yang tepat; (d) mengikuti jadwal yang tepat; (e)

minum obat pada kondisi yang tepat, misalnya, obat harus diminum pada saat perut

kosong; (f) minum obat dengan tindakan pencegahan yang tepat misalnya,

simvastatin tidak harus diminum dengan jus jeruk (Tanna, 2016).

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengobatan

Ketidakpatuhan dalam pengobatan dapat terjadi karena ketidaksengajaan

misalnya, lupa untuk mengambil dosis obat dan terkadang dapat terjadi karena

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

13

disengaja misalnya, sengaja melewatkan dosis karena mencoba untuk menghindari

efek samping atau karena kekhawatiran mengenai biaya obat yang harus ditebus. Hal

ini dapat didefinisikan dari beberapa pola perilaku, termasuk kegagalan untuk

mengikuti instruksi sehari-hari (contohnya, minum terlalu sedikit atau terlalu banyak

dosis, atau minum obat dengan menggunankan makanan yang tidak seharusnya

diminum bersama dengan obat) dan gagal untuk mengumpulkan resep berikutnya

seperti yang telah diarahkan petugas kesehatan (Holmes, et al. 2013).

Menurut Tanna (2016) dalam jangka waktu yang lebih luas, faktor tersebut

termasuk ke dalam kategori faktor pasien, faktor pengobatan dan faktor sistem

perawatan kesehatan, sehingga dapat menimpa aspek sosial dan administrasi farmasi

dan obat-obatan. Lebih lanjut, Tanna (2016) menguraikan faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan pengobatan, yaitu:

1. Faktor Pasien

Beberapa faktor yang berhubungan dengan pasien merupakan penentu dari

kepatuhan pengobatan. Faktor ini dapat dibagi lagi menjadi faktor demografi, sosial

budaya, dan faktor perilaku meliputi: (a) Faktor fisik termasuk tunanetra, gangguan

pendengaran, dan gangguan mobilitas; (b) Kurang pemahaman mengenai penyakit

yang diderita; (c) Kebiasaan/kondisi psikologis; (d) Budaya, agama, dan etnik; (e)

Status sosioekonomi; dan (f) Asuransi kesehatan.

2. Faktor Pengobatan

Faktor pengobatan juga berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan pasien,

diantaranya yaitu: (a) Kompleksitas rejimen pengobatan; (b) Polifarmasi; (c) Efek

samping yang dirasakan; (d) Kurangnya manfaat pengobatan; dan (e) Lamanya

pengobatan yang harus dijalani.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

14

3. Faktor Sistem Perawatan Kesehata n

Sistem perawatan kesehatan merupakan faktor penting dalam tingkat

kepatuhan pengobatan pasien. Faktor yang mempengaruhi yaitu: (a) hubungan

antara petugas kesehatan dengan pasien; (b) biaya pengobatan yang sangat mahal; (c)

akses menuju tempat kesehatan yang buruk; (d) buruknya informasi yang diberikan

oleh petugas kesehatan.

Hanya beberapa faktor yang memiliki pengaruh yang sesuai pada kepatuhan

pengobatan yaitu: orang yang tergolong etnik minoritas, pengangguran dan

kekurangan biaya untuk pengobatan. Mereka menunjukkan efek negatif terhadap

kepatuhan pengobatan, yang mengindikasikan lebih lanjut bahwa aspek-aspek sosial

dilibatkan dalam hal ini. Dilihat dari taraf kompleksitasnya, tidak mengherankan

bahwa beberapa pedoman praktik untuk meningkatkan kepatuhan telah diterbitkan

secara global (Mathes, et al. 2014).

2.1.3 Pengukuran Kepatuhan Pengobatan

Tidak ada standar terbaik untuk mengukur perilaku kepatuhan, karena tidak

ada metode tunggal, yang cukup handal dan akurat. Metode yang paling umum

digunakan adalah pengukuran subjektif tradisional (dilaporkan sendiri oleh pasien,

wawancara dengan pasien, menggunakan penyedia layanan kesehatan atau keputusan

pengasuh sebagai laporan wakil), dan pengukuran secara objektif (pengukuran fisik

misalnya penghitungan jumlah tablet pada akhir pengobatan, meninjau pola

pemenuhan/pengambilan ulang resep, pengukuran menggunakan alat elektronik,

hasil ukur klinis, dan mengukur kadar obat dalam darah dan urin (Fincham, 2007 :

28). Salah satu alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur kepatuhan yaitu

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

15

kuisioner 8 item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) yang telah divalidasi

untuk digunakan dibeberapa negara pada pasien hipertensi (Plakas, et al. 2016).

Akuransi kepatuhan dilaporkan terganggu disebabkan oleh daya ingat pasien,

dan bias presentasi diri/desirabilitas sosial. Daya ingat bias terjadi ketika responden

tidak dapat mengingat secara pasti detail dari kepatuhan ataiu ketidakakuratan daya

ingat tingkat kepatuhan mereka selama periode waktu tertentu. Bias presentasi diri

atau disiritabilitas sosial terjadi ketika pasien sengaja membesar-besarkan tingkat

kepatuhan dalam upaya untuk menghindari dipandang negatif. Perangkat tekonologi

(seperti pengobatan elektonik Medication Event Monitoring System [MEMS] dapat

digunakan untuk mencatat waktu dan tanggal ketika kotak obat dibuka) untuk

meningkatkan kepatuhan dalam membatasi penggunaan obat mereka secara luas

(Fincham, 2007 : 28).

2.2 Konsep Pengambilan Keputusan Etis

2.2.1 Definisi Pengambilan Keputusan dan etis

Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif

mengenai sesuatu cara bertindak─adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat

dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya,

petunjuk atau reputasi yang telah dibuat (Laudon, 2008 : 148).

Menurut KBBI (2016) kata etis (atau etika) berasal dari kata ethos (Bahasa

Yunani) yang berarti berhubungan (sesuai) dengan asas perilaku yang disepakati

secara umum. Etika biasanya berkaitan erat dengan kata moral yang merupakan

istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

16

adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik,

dan menghindari hal-hal atau tindakan-tindakan yang buruk.

Pengambilan keputusan etis biasanya memeriksa tiga prespektif yaitu : etika

kepatuhan; etika pelayanan; dan etika alasan. Etika kepatuhan terlihat tidak hanya

pada kode/aturan hukum, tetapi juga semangat atau nilai-nilai moral dibalik itu. Etika

pelayanan melibatkan kecerdasan emosional dan empati dalam membuat keputusan

dari prespektif orang lain, akhirnya etika alasan melibatkan otak rasional kita

(Kahneman, 2011).

2.2.2 Model Pengambilan Keputusan Etis

Menurut Kaplan (2012) beberapa model pengambilan keputusan etis yang

sering digunakan yaitu:

a. Model AAA

Model America Accounting Association menyediakan kerangka kerja

dimana keputusan etis dapat dibuat. Tujuh pertanyaan yang digunakan dalam

model ini adalah:

1. Membangun fakta-fakta dari kasus: Langkah ini berarti bahwa ketika

proses pengambilan keputusan dimulai, tidak ada ambiguitas tentang apa

yang sedang dipertimbangkan.

2. Mengidentifikasi isu-isu etis dalam kasus: Meliputi mempertimbangkan

fakta-fakta dari kasus dan bertanya apa masalah etika yang dipertaruhkan.

3. Identifikasi norma-norma, prinsip, dan nilai-nilai yang berkaitan dengan

kasus: Melibatkan penempatan keputusan sosial, etika, dan dalam beberapa

kasus, konteks perilaku profesional. Dalam konteks yang terakhir ini, kode

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

17

etik profesi atau tuntutan sosial dari profesi yang diambil menjadi norma,

prinsip, dan nilai-nilai.

4. Mengidentifikasi setiap program alternatif: Melibatkan pernyataan masing-

masing, tanpa mempertimbangkan norma-norma, prinsip, dan nilai-nilai

yang diidentifikasi pada langkah 3, dalam rangka untuk memastikan bahwa

setiap hasil dipertimbangkan, akan tetapi cocok atau tidak hasil yang

mungkin akan muncul .

5. Pencocokan norma, prinsip, dan nilai-nilai untuk pilihan: Norma-norma,

prinsip, dan nilai-nilai yang diidentifikasi dilangkah 3 secara keseluruhan

pada pilihan yang diidentifikasi pada Langkah 4. Bila ini dilakukan,

dimungkinkan untuk melihat opsi sesuai dengan norma-norma dan yang

tidak sesuai dengan norma-norma.

6. Konsekuensi dari hasil yang dipertimbangkan: Sekali lagi, tujuan dari

model ini adalah untuk membuat implikasi dari setiap hasil ambigu

sehingga keputusan akhir dibuat dalam pengetahuan penuh dan pengakuan

masing-masing.

7. Keputusan tersebut diambil.

b. Model 5 pertanyaan Tucker

Tucker menyediakan model 5 pertanyaan terhadap keputusan etis

yang dapat diuji. Oleh karena itu digunakan setelah model AAA yang

ditunjukkan di atas untuk memastikan bahwa keputusan dicapai adalah

'benar'. 5 pertanyaan tersebut yaitu, apakah keputusan: (1) Menguntungkan?;

(2) Legal?; (3) Adil?; (4) Tepat?; (5) Berkelanjutan?.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

18

2.2.3 Tahap Pengambilan Keputusan Etis

Pengambilan keputusan etis melibatkan proses empat tahapan dan

dipengaruhi oleh faktor individu dan situasional. Empat tahap pengambilan

keputusan etis dapat diringkas sebagai berikut:

..............................................................EtikaPengambilan Keputusan............................................→

Sumber : Kaplan (2012).

Gambar 2.2.3 Tahap Pengambilan Keputusan Etis

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Etis

Menurut Kaplan (2012) Keputusan etis yang sebenarnya dilakukan tergantung

pada:

a. Faktor individu: karakteristik unik dari individu membuat keputusan seperti

usia, jenis kelamin, dan pengalaman yang diperoleh selama hidup. Faktor

individu menjadi lebih penting dalam keputusan tingkat yang lebih tinggi.

Pembuat keputusan membuat keputusan etis karena mereka sendiri percaya

bahwa ini adalah tindakan yang tepat (Kaplan, 2012).

b. Faktor-faktor situasional: faktor-faktor tertentu di daerah keputusan yang

menyebabkan seorang individu untuk membuat keputusan etis atau tidak etis.

Tahap

Mengenali Masalah

Moral

Terlibat dalam

Perilaku Moral

Membentuk

Tujuan Moral

Membuat

Penilaian Moral

Membiarkan penyakit

bersarang di tubuh itu

tidak baik

Patuh

terhadap

pengobatan

Memutuskan

untuk berobat

ke rumah sakit

Sadarilah bahwa

menjaga kesehatan

adalah kewajiban

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

19

Faktor-faktor situasional tampak lebih penting pada keputusan tingkat yang

lebih rendah. Dibidang ini, pembuat keputusan muncul untuk membuat

keputusan berdasarkan apa yang diharapkan dari mereka dalam situasi itu,

bukan pada nilai-nilai dan keyakinan mereka sendiri (Kaplan, 2012).

2.2.5 Proses Pengambilan Keputusan Etis

Proses pembuatan keputusan bukan merupakan tindakan tunggal yang

terisolasi, melainkan merupakan tahapan berbentuk anyaman yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan yang lainnya (Helena, 2014). Menurut Helena (2014) proses

pengambilan keputusan meliputi tujuh langkah yaitu:

a. Menetapkan tujuan dan sasaran: Sebelum memulai proses pengambilan

keputusan, tujuan dan sasaran keputusan harus ditetapkan terlebih dahulu. Apa

hasil yang harus dicapai dan apa ukuran pencapaian hasil tersebut.

b. Identifikasi persoalan: Persoalan-persoalan diseputar pengambilan keputusan

harus diidentifikasikan dan diberi batasan agar jelas. Mengidentifikasikan dan

memberi batasan persoalan ini harus tepat pada inti persoalannya, sehingga

memerlukan upaya penggalian.

c. Mengembangkan alternatif: Tahap ini berisi pengnidentifikasian berbagai

alternatif yang memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang ada. Selama

alternatif itu ada hubungannya, walaupun sedikit, harus ditampung dalam tahap

ini.

d. Menentukan alternatif: Dalam tahap ini mulai berlangsung analisis tehadap

berbagai alternatif yang sudah dikemukakan pada tahapan sebelumnya. Pada

tahap ini juga disusun juga kriteria tentang alternatif yang sesuai dengan tujuan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

20

dan sasaran pengambilan keputusan. Hasil tahap ini mungkin masih merupakan

beberapa alternatif yang dipandang layak untuk dilaksanakan.

e. Memilih alternatif: Beberapa alternatif yang layak tersebut di atas harus dipilih

satu alternatif yang terbaik. Pemilihan alternatif harus harus mempertimbangkan

ketersediaan sumberdaya, keefektifan alternatif dalam memecahkan persoalan,

kemampuan alternatif untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan daya saing

alternatif pada masa yang akan datang.

f. Menerapkan keputusan: Keputusan yang baik harus dilaksanakan. Keputusan itu

sendiri merupakan abstraksi, sedangkan baik tidaknya baru dapat dilihat dari

pelaksanaannya.

g. Pengendalian dan evaluasi: Pelaksanaan keputusan perlu pengendalian dan

evaluasi untuk menjaga agar pelaksanaan keputusan tersebut sesuai dengan yang

sudah diputuskan (Helena, 2014).

2.2.6 Kedudukan Etika dalam Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan etis merupakan salah satu proses dari pengambilan

keputusan, yang didalamnya terdapat ilmu, kedudukan, dan etika. Proses ini

mencakup arah pemecahan masalah, situasi dari permasalahan dan/dilema yang dapat

dicapai. Jadi proses pengambilan keputusan merupakan hal yang sama dan ditemukan

diberbagai situai yang bermasalah, dengan demikian situasi sangat tergantung dari

norma yang diacu masyarakat seperti etika, interaksi sosial, dan situasional kotekstual

(Sumijatun, 2009).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

21

2.3 Konsep Hipertensi

2.3.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistolik dan diastolik dengan konsisten

diatas 140/90 mmHg, dan tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan

darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur dan

tingkat stres yang dialami (Baredero, 2008).

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, ada dua macam hipertensi, yaitu hipertensi primer

(esensial) dan sekunder. Sembilan puluh persen dari semua kasus hipertensi adalah

hipertensi primer. Sebagian besar kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya dan

disebut hipertensi primer. Apabila penyebab hipertensi dapat diketahui dengan jelas,

disebut hipertensi sekunder (Corwin, 2009 : 548).

a. Hipertensi Primer

Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi─sekitar 95%.

Penyebabnya tidak diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya

hidup seperti kurang aktifitas dan pola makan yang salah (Palmer, 2007).

b. Hipertensi Sekunder

Salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular renal, yang

terjadi akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat konginetal atau

akibat aterosklerosis. Stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjal

sehingga terjadi pengaktifan baroseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan

pembentukan angiotensin II. Angiotensi II secara langsung meningkatkan

tekanan darah dengan meningkatkan TPR, dan secara tidak langsung dengan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

22

meningkatkan sintesis aldosteron dan reabsorbsi natrium, apabila dapat dilakukan

pada perbaikan stenosis, atau apabila ginjal yang terkena diangkat, tekanan darah

akan kembali normal (Corwin, 2009 : 548).

Penyebab lain dari hipertensi sekunder adalah feokromositoma, yaitu tumor

penghasil epinefrin di kelenjar adrenal, yang menyebabkan peningkat kecepatan

denyut jantung dan volume sekuncup, dan penyakit chusing, yang menyebabkan

peningkatan volume sekuncup akibat retensi garam dan peningkatan TPR karena

hipersensitifitas sistem saraf simpatis. Aldosteronisme primer (peningkatan

aldosteron tanpa diketahui penyebabnya) dan hipertensi yang berkaitan dengan

kontrasepsi oral juga dianggap sebagai hipertensi sekunder (Corwin, 2009 : 549)

Menurut Baredero (2008) berdasarkan peningkatan tekanan darah, hipertensi

dibagi menjadi 4 yaitu:

Tabel 2.3.2 Klasifikasi Hipertensi

No Tingkat Sistolik Diastolik

1. Hipertensi tingkat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

2. Hipertensi tingkat 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg

3. Hipertensi tingkat 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg

4. Hipertensi tingkat 4 > 210 mmHg >120 mmHg Sumber : Baredero (2008).

Menuruut Bel, et al. (2015) berdasarkan populasi penderita hipertensi batasan

tekanan darah normal dibagi menjadi 4 yaitu:

Tabel 2.3.3 Batasan Tekanan Darah Normal

Populasi Batasan Tekanan Darah Normal

Usia <60 tahun <140/90 mmHg

Usia >60 tahun <150/90 mmHg

Penyakit gagal ginjal kronis <140/90 mmHg

Diabetes <140/90 mmHg Sumber: Bell, et al. (2015)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

23

2.3.3 Faktor Risiko Hipertensi

Ada berbagai faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang untuk terkena

penyakit hipertensi misalnya, kondisi kesehatan, gaya hidup dan riwayat keluarga.

Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Faktor risiko yang dapat dirubah, meliputi: obesitas, kurang berolahraga, stres,

merokok, mengkonsumsi makanan berkadar garam tinggi, kurang mengkonsumsi

buah dan sayur segar dan terlalu banyak minum alkohol.

2. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah, meliputi: usia tua (tekanan darah

cenderung meningkat seiring bertambahnya usia), riwayat tekanan darah tinggi

dalam keluarga (seseorang cenderung menyandang tekanan darah tinggi apabila

kedua orang tua menyandang hipertensi), etnis (tekanan darah tinggi lebih sering

terjadi pada orang berkulit hitam), gender (tekanan darah tinggi sedikit lebih

sering terjadi pada pria daripada wanita) (Bell, et al. 2015).

2.3.4 Penyebab Hipertensi

Karena tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup, dan TPR (Total Peripheral Resistance), peningkatan salah satu dari ketiga

variabel yang tidak dapat di kompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan

denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang

abnormal pada nodus SA. Peningkatan denyut jantung yang kronis seringkali

menyertai kondisi hipertiroidisme. Akan tetapi, peningkatan denyut jantung biasanya

dikompensasi dengan penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak

mengakibatkan hipertensi (Corwin, 2009 : 462).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

24

2.3.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Hipertensi dikenal dengan sebutan “Silent Killer” karena hipertensi tidak

menunjukkan tanda dan gejala, dan banyak orang yang tidak mengetahui bahwa

mereka menderita penyakit ini. Bahkan ketika tekanan darah yang sangat tinggi,

sebagian besar orang tidak memiliki tanda-tanda atau gejala seperti sakit kepala,

muntah, pusing dan lebih sering mimisan (Bell, et al. 2013).

Menurut Palmer (2007) bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi

sangat tinggi (keadaan ini disebut hipertensi berat atau hipertensi maligna) yang

diderita bertahun-tahun, maka mungkin akan timbul gejala seperti: (a) sakit kepala

saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan

darah intrakranium (b) penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina; (c)

cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat; (d) nokturia

yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus; (e) edema

dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.3.6 Komplikasi Hipertensi

Menurut Corwin (2009) komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit hipertensi

yaitu:

a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan darah di otak, atau akibat embolus

yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tinggi. Stroke dapat terjadi

pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi

kurang. Artero otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

25

b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang atreosklerotik tidak dapat

menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan

hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian

juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik

melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan

risiko pembentukan bekuan.

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekana tinggi pada

kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit

fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi

hipoksisk dan kematian. Dengan rusaknya membran gromelurus, protein akan

keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.

d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi

pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong

cairan keruang intersisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitar

kolaps dan terjadi koma serta kematian.

e. Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin memiliki

berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi placenta yang tidak adekuat,

kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang

selama atau sebelum proses persalinan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

26

2.3.7 Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut Palmer (2007) untuk mengobati hipertensi, dapat dilakukan dengan

menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, atau TPR. Intervensi

farmakologis dan non farmakologis dapat membantu individu mengurangi tekanan

darahnya. Lebih lanjut, Palmer (2007) menjelaskan beberapa intervensi yang dapat

digunakan untuk menangani hipertensi, yakni:

1. Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah,

kemungkinan dapet mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut

jantung dan volume sekuncup juga berkurang.

2. Olahraga, terutama bila disertai penurunan berat badan dapat menurunkan

tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan

mungkin TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi

terbentuknya aterosklerosis akibat hipertensi.

3. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara

menghambat respon stres saraf simpatis.

4. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi

karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan

dapat meningkatkan kerja jantung.

5. Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung

dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagian

diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.

6. Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri

dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi.

Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat

kalsium otot jantung. Sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

27

polos vaskular. Dengan demikian, berbagai penyakit kalsium memiliki

kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut jantung,

volume sekuncup, dan TPR.

7. Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibitor ACE berfungsi untuk

menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk

mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Kondisi ini menurunkan tekanan

darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung

menurunkan sekresi aldosteron, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran

natrium pada urin kemudian menurunkan volume plasma dan curah jantung.

Inhibitor ACE juga menurunkan tekanan darah dengan efek bradikinin yang

memanjang, yang normalnya memecah enzim. Inhibitor ACE

dikontraindikasikan untuk kehamilan.

8. Antagonis (penyekat) reseptor beta (β-blocker), terutama penyekat selektif, bekerja

pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah

jantung.

9. Antagonis reseptor alfa (α-blocker) menghambat reseptor alfa di otot polos

vaskular yang secara normal berespon terhadap rangsangan simpatis dengan

rangsangan vasokonstriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.

10. Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR.

Menurut JNC-8 (2014 dalam Bell, 2015) uji klinis membuktikan bahwa obat

antihipertensi harus diindikasikan kepada pasien yang berusia <60 tahun apabila

tekanan darah sistoliknya menunjukkan ≥140 mmHg dan tekanan diastolik

menunjukkan ≥90 mmHg meskipun menggunakan terapi non-farmakologi. Jika

pasien berumur 60 tahun atau lebih, terapi antihipertensi harus diindikasikan apabila

tekanan darah sistolik ≥150 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥90 mmHg.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

28

Semua pasien hipertensi harus diberikan pengetahuan tentang modifikasi gaya

hidup untuk menurunkan tekanan darahnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa

masyarakat yang mengkonsumsi tinggi natrium (lebih dari 2,3 gram per hari) sebagian

besar merupakan pasien yang didiagnosis hipertensi. Pengkonsumsian sodium yang

tingi dapat meningkatkan volume di aliran darah sehingga dapat meningkatkan

tekanan darah yang memompa ke seluruh tubuh. AHA (American Heart Association)

merekomendasikan untuk membatasi penggunaan sodium kurang dari 1,5 gram/hari.

2.4 Konsep Keberhasilan Terapi Pengobatan

2.4.1 Definisi Keberhasilan Terapi Pengobatan

Menurut KBBI (2016) Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan

orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan penyakit, sehingga definisi

dari keberhasilan terapi pengobatan adalah keadaan dimana seseorang telah berhasil

dalam memulihkan kesehatannya melalui serangkaian pengobatan.

2.4.2 Keberhasilan Terapi Pengobatan Menurut JNC-8

Tekanan darah tinggi atau hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang

≥140/90 mmHg. Menurut JNC-8 yang telah diperbarui tahun 2014, disebutkan

bahwa pengobatan tekanan darah tinggi dikatakan berhasil jika: (a) Pada pasien

berusia < 60 tahun, memiliki tekanan darah <140/90 mmHg; (b) Pada pasien berusia

>60 tahun, memiliki tekanan darah <150/90 mmHg; (c) Pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis, memiliki tekanan darah <140/90 mmHg; dan (d) Pada pasien

diabetes memiliki tekanan darah <140/90 mmHg. Keberhasilan terapi dalam

mengatasi hipertensi tidak hanya dengan terapi farmakologi, tetapi juga dengan terapi

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

29

nonfarmakologi salah satunya adalah membatasi penggunaan sodium sesuai dengan

rekomendasi AHA (American Heart Associatiion) yaitu kurang dari 1500 mg (1,5 gram)

per-hari, sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Terapi Pengobatan

Lynch (2012) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan dari suatu terapi, yaitu:

a. Kedekatan antara terapis dan individu

Kedekatan antara terapis dengan individu merupakan hal yang

penting untuk meraih kesuksesan di dalam terapi. Terapis harus mampu

menunjukkan beberapa karakteristik yang mampu meningkatkan raport

dalam terapi seperti tertarik pada masalah individu, tenang, hangat, dan penuh

penghargaan terhadap individu. Kedekatan antara terapis dan individu

biasanya dapat dibentuk dalam waktu yang cukup cepat yaitu 2-4 sesi atau

bahkan 10 menit saja, tergantung dari bagaimana pembawaan terapis saat

pertama kali bertemu dengan individu.

b. Motivasi subjek

Motivasi individu dalam mengikuti terapi adalah kunci utama yang

menentukan keberhasilan dari suatu terapi. Motivasi subjek dapat terlihat dari

kehadiran subjek dalam seluruh sesi terapi dan kemampuan subjek untuk

selalu bersikap kooperatif.

c. Kemampuan subjek mempelajari perilaku baru

Subjek yang berhasil meraih kesuksesan adalah subjek yang merasa

kondisinya lebih baik setelah mengikuti terapi. Hal ini ditunjukkan dengan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

30

kesediaan dan kemampuan subjek untuk mempelajari perilaku baru seperti

meningkatnya rasa percaya diri, ataupun berkurangnya gejala-gejala yang

sebelumnya dimiliki.

2.4.4 Terapi Pengobatan Untuk Hipertensi

Menurut Palmer (2007) obat antihipertensi dapat dibedakan menjadi

beberapa kategori (kelas) berdasarkan perbedaan cara kerjanya dalam tubuh. Ada

beberapa obat yang diresepkan pada keadaan-keadaan khusus, namun kategori obat

utama yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

1. Diuretik (misalnya Chlortalidobe [Hygroton®], bendroflumethiazide

[Aprinox®]), dapat menurunkan tekanan darah dengan bekerja pada ginjal.

Diuretik menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan dalam darah melalui urin.

Hal ini mengurangi volume cairan dalam sirkulasi dan kemudian menurunkan

tekanan darah.

2. Alfa-bloker (misalnya doxazosin [Candura®], terazosin [Hytrin®]), menurunkan

tekanan darah dengan memblokade reseptor pada otot yang melapisi pembuluh

darah. Jika reseptor tersebut di blokade, pembuluh darah akan melebar

(berdilatasi) sehinga darah mengalir dengan lebih lancar dan tekanan darah

menurun.

3. Beta-bloker (misalnya atenolol [Tenormin®], bisoprolol [Concor®, Emcor®]),

menurunkan tekanan darah dengan memperlambat denyut dan mengurangi

kekuatan kontraksi jantung, sehingga tekanan yang disebabkan oleh pompa

jantung juga berkurang. Beta-bloker juga memperlebar (mendilatasi) pembuluh

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

31

darah dengan mempengaruhi hormon renin yang mempengaruhi resistensi

sistemik, sehingga jantung dapat bekerja lebih ringan.

4. Inhibitor ACE (angiotensin-Converting -Enzim) (Misalnya Captopril [Capoten®],

ramipril [Triatec®], perindopril [Coversyl®]), menurunkan tekanan darah dengan

memblokade hormon angiotensin II yang menyebabkan konstriksi pembulh

darah, dengan demikian obat ini dapat memperlebar pembuluh darah dan dapat

mengurangi tekanan darah.

5. Bloker reseptor angiotensin (angiotensin reseptor blocker, ARB) (misalnya losartan

[Cozaar®], irbesartan [Aprovel®]), bekerja dengan cara yang sama seperti

inhibitor ACE yaitu dengan memblokade efek konstriksi dari angiotensin II.

berbeda dengan inhibitor ACE yang memblokade pengikatan angiotensin ke

reseptor spesifiknya, bukan mengurangi produksi angiotensin. Oleh karena

angiotensin tidak dapat mengkontriksi pembuluh darah, maka pembuluh darah

akan melebar dan tekanan darah dalam sistem sirkulasi berkurang.

2.5 Hubungan Tingkat Kepatuhan dan Pengambilan Keputusan Etis

dengan Keberhasilan Terapi Pengobatan

Pada pasien hipertensi, kepatuhan terhadap rekomendasi pengobatan

memiliki dampak yang besar pada keberhasilan terapi pengobatan. Kepatuhan yang

tinggi, berkaitan dengan terkontrolnya tekanan darah dengan baik dan mengurangi

komplikasi hipertensi. Salah satu faktor yang mendasari tingkat kepatuhan dan

pengambilan keputusan etis pasien yaitu komunikasi yang efektif antara petugas

kesehatan dengan pasien. Dengan demikian, petugas kesehatan berperan penting

dalam peningkatan kepatuhan pengobatan yaitu dengan cara mempromosikan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/42100/3/jiptummpp-gdl-ikafilanas-48957-3-babii.pdf · istilah dari bahasa latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores yang berarti juga

32

keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan medis. Oleh karena pendekatan

berpusat pada pasien, maka petugas kesehatan juga harus mempertimbangkan

keyakinan budaya dan perilaku pasien. Misalnya budaya yang umum dimiliki oleh

banyak pasien adalah lebih menyukai obat herbal, maka petugas kesehatan harus

dapat meyakinkan pasien misalnya obat untuk diabates yaitu metformin berasal dari

kata lilac Perancis sehingga pasien dapat lebih menerima pengobatan yang akan

dijalainya (Brown, 2011).