BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.untag-sby.ac.id/551/3/BAB II.pdf · 2.1.7 Jevri Krisanto...

39
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu menjadi salah satu referensi atau acuan bagi penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari beberapa penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun, penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian penelitian. 2.1.1 Aldio Arya Pratama Sutedjo (2017) Penelitian dengan judul “Analisa Biaya Percepatan Optimal Dengan Penjadwalan Ulang Pada Galangan Kapal”. Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat kegiatan-kegiatan kritis dalam proyek tersebut dan dapat mengefisien penggunaan waktu di setiap kegiatan atau aktivitas sehingga biaya dapat diminimalkan dari rencan semula. Percepatan total durasi dalam suatu proyek kontruksi dilakukan dengan mempercepat kegiatan-kegiatan kritis dalam proyek tersebut. Untuk mengetahui mana saja kegiatan kritis dari suatu proyek, maka digunakan teknik Critical Path Method; yaitu dengan menggambar Network Diagramdari proyek tersebut, selanjutnya menghitung Earliest Event Time (EET), Latest Event Time (LET), lalu Total Float tiap kegiatan sehingga dapat diketahui mana saja kegiatan kritis dari proyek tersebut. Analisa dimulai dengan menentukan persamaan linear, kendala linear, perhitungan batas percepatan serta perhitungan biaya percepatan yang dibutuhkan agar Solver dapat menyelesaikan kasus percepatan tersebut secara linear dengan hasil biaya percepatan yang paling minimum. Hasil dari running Solver menunjukkan bahwa PT. PAL dapat mempercepat proyek yang semula berdurasi 450 hari menjadi 350 hari dengan total biaya percepatan sebanyak Rp. 4.363.975.501,23 bila mempercepat kegiatan A selama13 hari, kegiatan C selama16 hari, kegiatan D sebanyak 1 hari, kegiatan F sebanyak 2 hari, kegiatan G sebanyak 3 hari, kegiatan K sebanyak 3 hari, kegiatan L sebanyak 1 hari, kegiatan M sebanyak 6 hari, kegiatan R sebanyak 17 hari, kegiatan W sebanyak 16 hari, kegiatan X sebanyak 16 hari, kegiatan AA sebanyak 2 hari, kegiatan AB sebanyak 16 hari, kegiatan AC selama 14 hari, dan kegiatan AD sebanyak 2 hari.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.untag-sby.ac.id/551/3/BAB II.pdf · 2.1.7 Jevri Krisanto...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu referensi atau acuan bagi penulis

dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari beberapa penelitian

terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul

penelitian penulis. Namun, penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai

referensi dalam memperkaya bahan kajian penelitian.

2.1.1 Aldio Arya Pratama Sutedjo (2017)

Penelitian dengan judul “Analisa Biaya Percepatan Optimal Dengan

Penjadwalan Ulang Pada Galangan Kapal”. Penelitian ini bertujuan untuk

mempercepat kegiatan-kegiatan kritis dalam proyek tersebut dan dapat mengefisien

penggunaan waktu di setiap kegiatan atau aktivitas sehingga biaya dapat

diminimalkan dari rencan semula. Percepatan total durasi dalam suatu proyek

kontruksi dilakukan dengan mempercepat kegiatan-kegiatan kritis dalam proyek

tersebut. Untuk mengetahui mana saja kegiatan kritis dari suatu proyek, maka

digunakan teknik Critical Path Method; yaitu dengan menggambar Network

Diagramdari proyek tersebut, selanjutnya menghitung Earliest Event Time (EET),

Latest Event Time (LET), lalu Total Float tiap kegiatan sehingga dapat diketahui

mana saja kegiatan kritis dari proyek tersebut. Analisa dimulai dengan menentukan

persamaan linear, kendala linear, perhitungan batas percepatan serta perhitungan

biaya percepatan yang dibutuhkan agar Solver dapat menyelesaikan kasus

percepatan tersebut secara linear dengan hasil biaya percepatan yang paling

minimum. Hasil dari running Solver menunjukkan bahwa PT. PAL dapat

mempercepat proyek yang semula berdurasi 450 hari menjadi 350 hari dengan total

biaya percepatan sebanyak Rp. 4.363.975.501,23 bila mempercepat kegiatan A

selama13 hari, kegiatan C selama16 hari, kegiatan D sebanyak 1 hari, kegiatan F

sebanyak 2 hari, kegiatan G sebanyak 3 hari, kegiatan K sebanyak 3 hari, kegiatan L

sebanyak 1 hari, kegiatan M sebanyak 6 hari, kegiatan R sebanyak 17 hari, kegiatan

W sebanyak 16 hari, kegiatan X sebanyak 16 hari, kegiatan AA sebanyak 2 hari,

kegiatan AB sebanyak 16 hari, kegiatan AC selama 14 hari, dan kegiatan AD

sebanyak 2 hari.

6

2.1.2 Imam Safi’i, Heribertus Budi Santoso (2017)

Penelitian dengan judul “Analisis Optimasi Pelaksanaan Proyek Revitalisasi

Integrasi Jaringan Universitas Kadiri Menggunakan Metode PERT Dan CPM”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis semua pekerjaan yang ada dalam proyek

revitalisasi INJANIK dengan metode Program Evaluation and Review Technique

(PERT) dan Critical Path Method (CPM). Pengumpulan data dilakukan secara

langsung pada pelaksanaan proyek yang meliputi aktivitas kegiatan, jadwal serta

anggaran biaya proyek. Dari hasil analisa menggunakan metode PERT dan CPM

terhadap pelaksanaan proyek Revitalisasi Integrasi Jaringan Universitas Kadiri dapat

disimpulkan bahwa durasi waktu optimal proyek adalah 142 hari dengan tingkat

peluang keberhasilan proyek sebesar 85,54% efisiensi yang didapat sebesar 3,4%

dan total biaya proyek optimal adalah sebesar Rp. 479.634.000 dengan efisiensi

sebesar 1,22%.

2.1.3 Weka Indra Dharmawan, Devi Oktarina, Tito Catur Wibowo (2017)

Penelitian dengan judul “Evaluasi Penjadwalan Proyek Pembangunan

Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan

jaringan kerja dan untuk mengetahui kegiatan kritis, peristiwa kritis, lintasan kritis

serta menganalisis waktu dan biaya optimal proyek pengembangan Rumah Sakit

Mitra Husada Pringsewu gedung VVIP dengan melakukan percepatan waktu

pelaksanaan proyek agar tidak terjadi keterlambatan. Penelitian ini menggunakan

metode CPM (Critical Path Method) dan Kurva “S” untuk memanajemen

pelaksanaan suatu proyek agar tidak terjadi keterlambatan yang dapat merugikan

baik dari segi waktu maupun biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah

dilakukan evaluasi menggunakan Kurva S, biaya pelaksanaan dapat berkurang

hingga 10% dari biaya realisasi yaitu dari Rp12.423.077.000,00 menjadi

Rp11.293.707.000,00. Sedangkan setelah dilakukan percepatan menggunakan

metode CPM, lintasan kritis berkurang dari 3 lintasan menjadi 1 lintasan, dan durasi

proyek berkurang dari 448 hari menjadi 360 hari.

2.1.4 Agung Hardianto (2015)

Penelitian dengan judul “Analisa Pengendalian Manajemen Waktu Dan

Biaya Proyek Pembangunan Hotel Dengan Network CPM (Studi Kasus Batiqa Hotel

Palembang)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perkembangan proyek dan

bagaimana melakukan pengendalian waktu dan biaya pada proyek pembangunan

hotel Batiqa hotel Palembang. Analisa perkembangan proyek dilakukan dari awal

pelaksanaan sampai dengan minggu ke-64, yang mana pada minggu ke-64 peneliti

selesai melaksanakan penelitiannya. Dikarenakan waktu rencana pelaksanaan

7

proyek adalah 86 minggu, maka mulai minggu ke-65 sampai minggu ke-86

dilakukan penjadwalan kembali dengan menggunakan metode CPM. Metode

penelitian ini memiliki beberapa tahapan. Tahap pertama adalah studi pustaka dan

survei ke lokasi. Tahap kedua adalah pengumpulan data-data. Tahap ketiga adalah

pengolahan data yang didapat. Tahap keempat adalah analisa hasil dan kesimpulan

saran. Hasil analisa perkembangan pelaksanaan proyek selama 64 minggu, proyek

mengalami keterlambatan pada minggu ke-64. Selama pelaksanaannya proyek tidak

terus menerus terlambat, pada beberapa minggu awal proyek berjalan baik, setelah

masuk minggu ke-9 proyek mulai terjadi keterlambatan. Pada pertengahan

pelaksanaannya, proyek kembali dapat mengejar progresnya pada minggu ke-36

sampai minggu ke-37. Kemudian proyek mengalami keterlambatan lagi pada

minggu ke-38 hingga minggu ke-64. Namun disamping itu proyek juga mengalami

penghematan biaya hingga Rp 5.121.238.436 pada minggu ke-64. Setelah

melakukan analisa pelaksanaan proyek selama 64 minggu, kemudian dari sisa waktu

pelaksanaan yang ada dilakukan penjadwalan kembali (rescheduling). Dari hasil

pembuatan penjadwalan kembali dengan biaya normal sisa pekerjaan sebesar Rp

12.661.955.002 selama 20 minggu waktu kerja.

2.1.5 Liston Hari Aryono (2014)

Penelitian dengan judul “Evaluasi Pengendalian Biaya Dan Waktu

Menggunakan CPM Pada Proyek Jembatan Limpas Pengkol Kecamatan Karanggede

Kabupaten Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penambahan jam

kerja dengan biaya yang terjadi dapat dilakukan dengan metode jalur kritis atau

CPM (Critical Path Method). Maksudnya adalah mempercepat waktu pelaksanaan

proyek dengan menganalisa sejauh mana waktu dapat dipersingkat dengan

menambah biaya terhadap kegiatan yang dapat dipercepat waktu pelaksanaannya.

Dipilihnya Proyek pembangunan jembatan Limpas Pengkol Kecamatan Karanggede

Kabupaten Boyolali karena adanya permintaan dari pihak kontraktor pelaksana

untuk mempercepat waktu penyelesaian proyek dari waktu rencana yang sudah

tercantum dalam kontrak karena terjadi keterlambatan dalam pekerjaannya. Dengan

keterbatasan sumber daya manusia maka percepatan proyek tersebut dilakukan

dengan kerja lembur selama 2 jam sehari. Dari hasil penelitian optimasi biaya

pekerjaan proyek untuk setiap Alternatif Pekerjaan I, Alternatif Pekerjaan II,

Alternatif Pekerjaan III. Maka Alternatif Pekerjaan I menjadi alternatif yang paling

efisien karena waktu percepatan, waktu kritis, lintasan kritis, dan biaya kritisnya

lebih efisien dan di tunjukkan pada biaya normal Rp 311.614.402,87 dan optimasi

biaya Alternatif Pekerjaan I Rp. 50.579.077,54 dengan optimasi waktu normal 49

Hari dan optimasi waktu Alternatif Pekerjaan I 42 Hari.

8

2.1.6 Grace Y. Malingkas, Tisano Tj. Arsjad, Huibert Tarore (2013)

Penelitian dengan judul “Menganalisis Sensitivitas Keterlambatan Durasi

Proyek Dengan Metode CPM (Studi Kasus Perumahan Puri Kelapa Gading)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh percepatan durasi dengan

Metode CPM pada proyek Puri Kelapa Gading dan juga untuk mengetahui pengaruh

percepatan durasi terhadap peningkatan biaya pada pelaksanaan proyek Puri Kelapa

Gading. Alternatif percepatan yang digunakan yaitu penambahan jam kerja selama 4

jam tiap harinya dengan mencari lintasan kritis menggunakan metode jalur kritis

kemudian dilakukan percepatan untuk mendapatkan pemendekan durasi kegiatan

dan slope biaya kegiatan yang berada pada lintasan kritis, selanjutnya dihitung

kenaikan biaya dan akumulatif biaya untuk setiap kegiatan. Kemudian dibuat grafik

hubungan biaya dan waktu untuk masing-masing kegiatan. Dari hasil analisis

didapat biaya optimum pada penambahan jam kerja untuk masing-masing kegiatan

dengan biaya penambahan biaya sebesar Rp. 7.540.000,00 dan waktu pemendekan

durasi pada lintasan kritis yaitu 16 hari, artinya saat durasi dipercepat akan ada biaya

akibat pemendekan durasi tersebut.

2.1.7 Jevri Krisanto Lumbanbatu, Syahrizal (2013)

Penelitian dengan judul “Analisis Percepatan Waktu Proyek Dengan

Tambahan Biaya Yang Optimum (Studi Kasus Proyek Pembangunan Gedung

Sekolah Yayasan Pelita Bangsa di Jl. Iskandar Muda Medan, Sumatera Utara)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah waktu yang dapat dipercepat dan

berapa besar biaya yang akan dikeluarkan. Pada proyek Pembangunan Gedung

Sekolah Yayasan Pelita Bangsa yang berlokasi di Jl.Iskandar Muda Medan dipilih

sebagai tempat studi penelitian karena mengalami keterlambatan pekerjaan.

Langkah-langkah yang dilakukan antara lain menyusun jaringan kerja dengan

metode Critical Path Method (CPM), mengidentifikasi jalur kritis dan jalur non

kritis dan melakukan analisa perhitungan percepatan waktu dan biaya proyek. Hasil

perhitungan menunjukkan waktu pelaksanaan normal proyek adalah 244 hari dan

biaya normal sebesar Rp. 5,927,497.357.50, dengan menambah 1 jam penambahan

jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak 16 hari dengan tambahan biaya

sebesar Rp. 41,624,455,42 dan Cost Slope sebesar Rp. 1,892,020.68 per hari, dengan

menambah 2 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak

33 hari dengan biaya tambahan sebesar Rp. 121,081,991.46 dan nilai Cost Slope

sebesar Rp. 3,363,388.64 per hari, dengan menambah 3 jam penambahan jam kerja

maka dapat mempercepat waktu sebanyak 45 hari dengan biaya tambahan sebesar

Rp. 204,767,925.40 dan nilai Cost Slope sebesar Rp. 4,550,398.34 per hari, dengan

menambah 4 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak

9

56 hari dengan biaya tambahan sebesar Rp. 297,349,168.27 dan nilai Cost Slope

sebesar Rp. 5,946,983.36 per hari.

2.1.8 Sugiyarto, Siti Qomariyah, Faizal Hamzah (2013)

Penelitian dengan judul “Analisis Network Planning Dengan CPM (Critical Path

Method) Dalam Rangka Efisiensi Waktu Dan Biaya Proyek”. Penelitian ini

bertujuan untuk menentukan waktu dan biaya proyek serta mengetahui kegiatan apa

saja yang termasuk dalam kegiatan kritis, untuk mengontrol dan mengkoordinasi

berbagai kegiatan sehingga proyek dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang

tepat dan juga dapat membantu perusahaan dalam mengadakan perencanaan dan

pengendalian proyek dengan waktu dan biaya yang lebih efisien. Penelitian ini

menggunakan metode CPM (Critical Path Method) merupakan salah satu metode

network planning yang berorientasi pada waktu yang mengarah pada penentuan

penjadwalan proyek dan estimasi waktunya bersifat diterministik/pasti. Dengan

penggunaan metode CPM ini menghasilkan satu jalur kritis dengan 18 kegiatan dan

dua kurva S yaitu untuk jadwal kegiatan paling awal dan paling lambat. Hasil

perhitungan dengan metode CPM membutuhkan waktu 135 hari dengan biaya Rp.

979.239.000,- sedangkan perhitungan yang dilakukan oleh CV. Catur Tunggal

membutuhkan wak-tu 150 hari dengan biaya Rp. 1.001.454.000,-. Berdasarkan

metode CPM menghemat waktu penyelesaian proyek 15 hari (10%) dan biaya

sebesar Rp. 22.215.000,-.

2.2 Proyek

Dalam penelitian ini proyek merupakan objek penelitian. Dibawah ini akan

dijelaskan beberapa hal mengenai proyek diantaranya sebagai berikut:

2.2.1 Pengertian Proyek

Proyek didefisinikan dalam analisis jaringan kerja adalah sebuah rangkaian

aktifitas unik yang saling terkait untuk memcapai suatu hasil tertentu dan dilakukan

dalam periode tertentu pula (Chase et al dalam Andi Hari M dkk, 2014).

Proyek adalah sebuah kumpulan aktivitas yang bersifat sementara

(temporary) yang dirancang untuk mencapai suatu hasil yang unik (tidak bersifat

operasional atau terus menerus). Karena proyek bersifat sementara, maka proyek

memiliki batasan ruang lingkup dan sumber daya. Untuk itu diperlukan suatu

pengaturan atau manajemen terhadap batasan-batasan proyek tersebut dengan tetap

berusaha mencapai tujuan proyek (Project Management Instititute dalam Nurvelly

R, 2016).

10

Menurut PMBOK Guide dalam Andi Hari M, dkk (2014) sebuah proyek

memiliki beberapa karakteristik penting yang terkandung didalamnya yaitu:

Sementara (temporary) berarti setiap proyek selalu memiliki jadwal yang jelas kapan

proyek dimulai dan kapan selasai. Sebuah proyek berakhir jika tujuanya telah

tercapai atau kebutuhan terhadap proyek itu tidak ada lagi sehingga proyek tersebut

dihentikan. Unik artinya bahwa proyek menghasilkan suatu produk, solusi, service

atau output tertentu yang berbeda-beda satu dan lainya. Karakteristik-karakteristik

tersebut di atas yang membedakan aktifitas suatu proyek terhadap aktifitas rutin

operasional. Aktifitas operasional cenderung bersifat terus-menerus dan berulang-

ulang, sementara aktifitas proyek bersifat temporer dan unik. Dari segi tujuannya,

aktifitas proyek akan berhenti ketika tujuan telah tercapai. Sementara aktifitas

operasional akan terus menyesuaikan tujuan agar pekerjaan tetap berjalan.

Proyek juga dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang

hanya terjadi sekali dimana pelaksanaannya sejak awal sampai akhir dibatasi oleh

kurun waktu tertentu (Tampubolon dalam Aldio Arya P.S, 2017). Menurut Subagya

dalam Aldio Arya P.S (2017) proyek adalah suatu pekerjaan yang memiliki tanda –

tanda khusus sebagai berikut, yaitu:

1. Waktu mulai dan selesainya sudah direncanakan

2. Merupakan suatu kesatuan pekerjaan yang dapat dipisahkan dari yang

lain.

3. Biasanya volume pekerjaan besar dan hubungan antar aktifitas kompleks.

2.2.2 Ciri-Ciri Proyek

Berdasarkan beberapa pengertian proyek di atas, ciri – ciri proyek antara

lain:

a. Memiliki tujuan tertentu berupa hasil kerja akhir.

b. Dalam proses pelaksanaannya, proyek dibatasi oleh jadwal, anggaran

biaya, dan mutu hasil akhir.

c. Keperluan sumber daya berubah baik macam jenis maupun volumenya.

2.2.3 Jenis-Jenis Proyek

Menurut Soeharto dalam Aldio Arya P.S (2017), proyek dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Proyek Engineering-Konstruksi

Terdiri dari pengkajian kelayakan, desain engineering, pengadaan, dan

konstruksi.

11

b. Proyek Engineering-Manufaktur

Dimaksudkan untuk membuat produk baru, meliputi pengembangan

produk, manufaktur, perakitan, uji coba fungsi dan operasi produk yang

dihasilkan.

c. Proyek Penelitian dan Pengembangan

Bertujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka

menghasilkan produk tertentu.

d. Proyek Pelayanan Manajemen

Proyek pelayanan manajemen tidak memberikan hasil dalam bentuk

fisik, tetapi laporan akhir, misalnya merancang sistem informasi

manajemen.

e. Proyek Kapital

Proyek kapital merupakan proyek yang berkaitan dengan penggunaan

dana kapital untuk investasi.

f. Proyek Radio-Telekomunikasi

Bertujuan untuk membangun jaringan telekomunikasi yang dapat

menjangkau area yang luas dengan biaya minimal.

g. Proyek Konservasi Bio-Diversity

Proyek konservasi bio-diversity merupakan proyek yang berkaitan

dengan usaha pelestarian lingkungan.

2.2.4 Tahap Siklus Proyek

Kegiatan-kegiatan dalam sebuah proyek berlangsung dari titik awal,

kemudian jenis dan intensitas kegiatannya meningkat hingga ke titik puncak, turun,

dan berakhir, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Kegiatan-kegiatan tersebut

memerlukan sumber daya yang berupa jam-orang (man-hour), dana, material atau

peralatan Soeharto dalam Aldio Arya P.S (2017).

12

Gambar 2.1 Hubungan Keperluan Sumber Daya Terhadap Waktu dalam Siklus

Proyek.

Sumber: (Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional dalam Aldio

Arya P.S (2017)

Menurut Soeharto dalam Aldio Arya P.S (2017), salah satu sistematika

penahapan yang disusun oleh PMI (Project Management Institute) terdiri dari tahap-

tahap konseptual, perencanaan dan pengembangan (PP/Definisi), implementasi, dan

terminasi.

a. Tahap Konseptual

Dalam tahap konseptual, dilakukan penyusunan dan perumusan gagasan,

analisis pendahuluan, dan pengkajian kelayakan. Deliverable akhir pada

tahap ini adalah dokumen hasil studi kelayakan.

b. Tahap PP/Definisi

Kegiatan utama dalam tahap PP/Definisi adalah melanjutkan evaluasi hasil

kegiatan tahap konseptual, menyiapkan perangkat (berupa data, spesifikasi

teknik, engineering, dan komersial), menyusun perencanaan dan membuat

keputusan strategis, serta memilih peserta proyek. Deliverable akhir pada

tahap ini adalah dokumen hasil analisis lanjutan kelayakan proyek, dokumen

rencana strategis dan operasional proyek, dokumen anggaran biaya, jadwal

induk, dan garis besar kriteria mutu proyek.

c. Tahap Implementasi

Pada umumnya, tahap implementasi terdiri dari kegiatan desain-engineering

yang rinci dari fasilitas yang hendak dibangun, pengadaan material dan

13

peralatan, manufaktur atau pabrikasi, dan instalasi atau konstruksi.

Deliverable akhir pada tahap ini adalah produk atau instalasi proyek yang

telah selesai.

d. Tahap Terminasi

Kegiatan pada tahap terminasi antara lain mempersiapkan instalasi atau

produk beroperasi (uji coba), penyelesaian administrasi dan keuangan

lainnya. Deliverable akhir pada tahap ini adalah instalasi atau produk yang

siap beroperasi dan dokumen pernyataan penyelesaian masalah asuransi,

klaim, dan jaminan.

e. Tahap Operasi atau Utilitas

Dalam tahap ini, kegiatan proyek berhenti dan organisasi operasi mulai

bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan instalasi atau produk hasil

proyek.

2.3 Manajemen Proyek

Banyak ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai definisi

manajemen proyek, diantaranya:

a. Stoner dan Wankel, mengemukakan bahwa manajemen adalah proses

perencanaan, pengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha-

usaha anggota organisasi serta proses penggunaan sumberdaya organisasi

untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yeng telah ditetapkan (Siregar

dan Halim dalam Irwan Raharja, 2014).

b. Harold Kenzer berpendapat manajemen klasik merupakan suatu kegiatan

yang pelaksanaannya selalu mempertimbangkan lima prinsip, yaitu

perencanaan, pengendalian, pengorganisasian, pengaturan dan pengarahan

(Iman Soeharto dalam Irwan Raharja, 2014). Dari definisi tersebut dapat

dikatakan bahwa permasalahan manajemen berkaitan dengan usaha untuk

memelihara kerjasama kelompok orang dalam kesatuan dan

memanfaatkan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Siswanto dalam Eka Dannyanti (2011), dalam manajemen proyek,

penentuan waktu penyelesaian kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan awal

yang sangat penting dalam proses perencanaan karena penentuan waktu tersebut

akan menjadi dasar bagi perencanaan yang lain, yaitu:

a. Penyusunan jadwal (scheduling), anggaran (budgeting), kebutuhan

sumber daya manusia (manpower planning), dan sumber organisasi yang

lain.

14

b. Proses pengendalian (controlling).

Manajemen Proyek meliputi tiga fase (Heizer dan Render dalam Eka

Dannyanti, 2011), yaitu:

a. Perencanaan. Fase ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan

proyek, dan organisasi tim-nya.

b. Penjadwalan. Fase ini menghubungkan orang, uang, dan bahan

untuk kegiatan khusus dan menghubungkan masing-masing

kegiatan satu dengan yang lainnya.

c. Pengendalian. Perusahaan mengawasi sumber daya, biaya,

kualitas, dan anggaran. Perusahaan juga merevisi atau mengubah

rencana dan menggeser atau mengelola kembali sumber daya agar

dapat memenuhi kebutuhan waktu dan biaya.

Handoko dalam Eka Dannyanti (2011), menyatakan tujuan manajemen

proyek adalah sebagai berikut:

a. Tepat waktu (on time) yaitu waktu atau jadwal yang merupakan

salah satu sasaran utama proyek, keterlambatan akan

mengakibatkan kerugian, seperti penambahan biaya, kehilangan

kesempatan produk memasuki pasar.

b. Tepat anggaran (on budget) yaitu biaya yang harus dikeluarkan

sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.

c. Tepat spesifikasi (on specification) dimana proyek harus sesuai

dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Manajemen proyek adalah kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,

mengarahkan dan mengendalikan sumber daya organisasi perusahaan untuk

mencapai tujuan tertentu dalam waktu tertentu dengan sumber daya tertentu. (Budi

Santoso dalam Sugiyarto dkk, 2013).

Dalam proses untuk mencapai tujuan proyek terdapat batasan yang harus

dipenuhi biaya atau anggaran, waktu atau jadwal, serta kualitas atau mutu. Tiga hal

tersebut merupakan parameter penting dalam penyelengaraan suatu proyek dan

sering disebut juga triple constrain. Triple constrain tersebut yaitu:

1. Biaya atau anggaran

Suatu proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak boleh melebihi

anggaran. Proyek berskala besar dan proses pelaksanaannya bertahun-tahun,

biayanya tidak hanya ditentukan dalam total proyek, akan tetapi terbagi atas

bagian-bagian atau periode tertentu yang jumlahnya disesuaikan dengan

keperluan. Dengan demikian penyelesaian bagian-bagian proyek harus

memenuhi sasaran anggaran perperiode.

15

2. Waktu atau jadwal

Proyek harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan

dan penyerahannya tidak boleh me-lewati batas waktu yang telah

ditentukan.

3. Kualitas atau mutu

Hasil kegiatan atau produk harus memenuhi spesifikasi dan kriteria mutu

yang telah dipersyaratkan.

Gambar 2.2 Hubungan triple constrain

Sumber: (Iman Soeharto dalam Sugiyarto dkk, 2013)

Tiga batasan tersebut diatas bersifat saling bersangkutan dan saling tarik-

menarik. Jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah ditentukan, maka secara

umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjut-nya berakibat

pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaliknya jika ingin menekan atau

memperkecil biaya, maka biasanya harus memperhatikan jadwal atau waktu dan

mutu juga.

2.4 Penjadwalan Proyek

Penjadwalan adalah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas

dengan menghentikan faktor-faktor antara lain syarat – syarat dan tugas, perkiraan

permintaan, kapasitas tersedia. Masalah penjadwalan sangat erat hubunganya

dengan penyerahan beban. Tanggal penyerahan merupakan masukan utama dalam

penjadwalan yang disusun setelah mempertimbangkan beban. Jadwal bukan sekedar

daftar operasi yang mungkin dilaksanakan secara bersamaan dan beberapa operasi

diselesaikan sebelum operasi lain dimulai (Yamit dalam Andi Hari M dkk, 2014).

Proses monitoring selalu dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan paling

realistis agar alokasi sumber daya dan penetapan durasi sesuai dengan sasaran dan

tujuana proyek secara umum penjadwalan mempunyai manfaat seperti berikut:

16

1. Memberi pedoman kepada unit pekerjaan atau kegiatan mengenai batas-

batas waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.

2. Memberi sarana bagi manajemen untuk koordinasi secara sistemastis.

3. Memberikan sarana untuk menilai suatu kemajuan pekerjaan.

4. Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan.

5. Memberikan kapasitas waktu pelaksanaan pekerjaan.

6. Merupakan sarana penting dalam pengendalian proyek.

Penjadwalan proyek merupakan perencanaan spesifik proyek yang berisi

tentang urutan dan pembagian waktu pengerjaan proyek secara keseluruhan

(Tampubolon dalam Nafisah Octa K, 2017). Pada penjadwalan proyek sering

digunakan angka estimasi atau ketidak pastian, hal ini dikarenakan pihak proyek

melihat tingkat resiko pada setiap perubahan sistem politik, cuaca, ketergantungan

buruh, kegagalan konstruksi, ketergantungan pihak lain, dan lain sebagainya.

Menurut Widiasanti & Lenggogeni dalam Agung H (2015), penjadwalan

proyek konstruksi merupakan alat untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh

suatu kegiatan dalam menyelesaikannya. Di samping itu, penjadwalan juga sebagai

alat untuk menentukan kapan mulai dan selesainya kegiatan-kegitan tersebut.

Menurut Hamilton dalam Giri Dhamma W dkk (2013), tujuan penjadwalan

proyek untuk:

1. Memprediksi waktu penyelesaian proyek serta waktu yang dibutuhkan

untuk disain dan penerapan di lapangan.

2. Memprediksi waktu untuk memulai dan menyelesaikan suatu aktivitas.

3. Merencanakan dan mengontrol sumber daya yang digunakan.

4. Mengevaluasi dampak yang terjadi apabila ada perubahan pada waktu

penyelesain proyek.

5. Mereka kemajuan atau perkembangan pelaksanaan proyek.

6. Mengetahui bila terjadi keterlambatan atau kemunduran waktu pelaksanaan.

Pada umumnya penjadwalan tebagi menjadi 2 yaitu:

1. Penjadwalan Deterministik: Tugas jaringan saling terhubung dengan

dependensi yang menggambarkan pekerjaan yang akan dilakukan, masa

kerja dan rencana penyelesaian proyek. Setiap tugas memiliki durasi yang

direncanakan. Penjadwalan deterministic dibagi menjadi 2:

a. CPM (Critical Path Method) : Arrow Diagram, Time Scale Diagram,

dan Precedence Diagram Method (PDM).

b. Non-CPM : Bar/Gantt Chart, Line Diagram.

17

2. Penjadwalan Probabilistik: Jaringan dengan semua elemen dari rencana

deterministik, tetapi jangka waktu tugas adalah variabel-variabel acak.

Contoh dari penjadwalan probabilistik adalah : PERT dan Montecarlo.

2.5 Keterlambatan Proyek

Parameter penting dalam penyelenggaraan proyek konstruksi, yang sering

dijadikan sebagai sasaran proyek adalah anggaran, jadwal, dan mutu. Keberhasilan

dalam menjalankan proyek tepat waktu, biaya, serta mutu yang telah direncanakan

adalah salah satu tujuan terpenting bagi pemilik dan kontraktor. Pelaksanaan proyek

yang tidak sesuai dengan rencana, dapat mengakibatkan keterlambatan proyek. Pada

pelaksanaan proyek konstruksi, keterlambatan proyek seringkali terjadi, yang dapat

menyebabkan berbagai bentuk kerugian bagi penyedia jasa dan pengguna jasa. Bagi

kontraktor, keterlambatan selain dapat menyebabkan pembekakan biaya

proyekakibat bertambahnya waktu pelaksanaan proyek, dapat pula mengakibatkan

menurunnya kredibilitas kontraktor untuk waktu yang akan datang. Sedangkan bagi

pemilik, keterlambatan penggunaan atau pengoperasian hasil proyek konstruksi dan

seringkali berpotensi menyebabkan timbulnya perselisihan dan klaim antara pemilik

dan kontraktor (Soeharto dalam Yunita Alfiana M, 2013).

2.5.1 Pengertian Keterlambatan Proyek

Keterlambatan proyek merupakan waktu selama suatu bagian dari proyek

konstruksi diperpanjang atau tidak diselenggarakan sesuai dengan kesepakatan yang

telah ditetapkan (Callahan al dalam Bayu Dwi A, 2016).

Menurut Levis dan altherley dalam Bayu Dwi A (2016), jika suatu

pekerjaan sudah ditargetkan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan

namun karena suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan

pekerjaan itu mengalami keterlambatan. Keterlambatan yang terjadi dalam suatu

proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya

maupun keduanya, adapun dampak keterlambatan pada clien atau owner akan

membawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian

fasilitasnya.

Terjadinya keterlambatan pada suatu proyek konstruksi dapat

diindentifikasikan, didefinisikan dan digambarkan dengan jelas melalui media

schedule. Schedule mempunyai peranan penting dalam mengambarkan

keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi. Dengan melihat schedule, maka efek

keterlambatan suatu kegiatan terhadap kegiatan lain dapat terlihat sehingga

keterlambatan ini dapat segera di antisipasi.

18

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek mengalami

keterlambatan apabila tidak dapat diserahkan oleh penyedia jasa kepada pengguna

pada tanggal serah terima pekerjaan pertama yang telah ditetapkan dikarenakan

suatu alasan tertentu. Sehingga peran aktif manajeman merupakan salah satu kunci

utama keberhasilan pengelolahan proyek. Pengkajian jadwal proyek diperlukan

untuk menentukan perubahan mendasar agar keterlambatan penyelesaian proyek

dapat dihindari atau dikurangi.

2.5.2 Jenis-Jenis Keterlambatan

Wahyudi dalam Yunita Alfiana M dkk (2013), menyatakan keterlambatan

dapat dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu:

1. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non Excusable Delays).

Non Excusable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh

tindakan, kelalaian, atau kesalahan kontraktor.

2. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delays).

Excusable Delays adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-

kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor. Pada kejadian ini,

kontraktor mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu saja.

3. Keterlambatan yang layak mendapat ganti rugi (Compensable Delays).

Compensable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan tindakan,

kelalain atau kesalahan pemilik. Pada kejadian ini, kontraktor biasanya

mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu dan tambahan biaya

operasional yang perlu selama keterlambatan pelaksanaan tersebut.

2.5.3 Faktor-Faktor Keterlambatan

Menurut Yunita Alfian Messah dkk (2013), Berdasarkan 3 jenis utama

keterlambatan, maka penyebab keterlambatan proyek dapat di kelompokan sebagai

berikut:

1. Non Excusable Delays.

Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah:

a. Identifikasi, durasi, dan rencana urutan kerja yang tidak lengkap dan

tidak tersusun dengan baik.

Identifikasi aktivitas proyek merupakan tahap awal dari penyusunan

jadwal proyek.Identifikasi yang tidak lengkap akan mempengaruhi

durasi proyek secara keseluruhan dan mengganggu urutan kerja.

b. Ketidaktepatan perencanaan tenaga kerja.

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam tiap tahapan pelaksanaan

proyek berbeda-beda,tergantung dari besar dan jenis pekerjaannya.

19

Perencanaan yang tidak sesuai kebutuhan dilapangan dapat

menimbulkan persoaalan karena tenaga kerja adalah sumber daya yang

tidak mudah didapat dan mahal sekali harganya.

c. Kualitas tenaga kerja yang buruk.

Kurangnya ketrampilan dan keahlihan pekerja dapat mengakibatkan

produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan rendah sehingga memerlukan

waktu yang lama dalam menyelesaikan proyek

d. Keterlambatan penyediaan alat/material akibat kelalaian kontraktor.

Salah satu faktor yang mendukung dalam pelaksanaan proyek secara

langsung adlah tersediannya peralatan dan material yang akan

digunakan. Keterlambatan penyedian alat dan material diproyek dapat

dikarenakan keterlambatan pengiriman supplier, kesulitan untuk

mendapatkannya, dan kekurangan material itu sendiri.Penyediaaan alat

dan material yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan waktu yang

direncanakan,akan membuat produktivitas pekerja menurun karena

banyaknya jam nganggur sehingga menghambat laju pekerjaan.

e. Jenis peralatan yang digunakan tidak sesuai dengan proyek.

Peralatan merupakan salah satu sumber daya yang digunakan secara

langsung didalam pelaksanaan proyek. Perencanaan jenis peralatan

harus disesuaikan dengan karakteristik dan besarnya proyek sehingga

tujuan dari pekerjaan proyek dapat tercapai.

f. Mobilisasi sumber daya yang lambat.

Mobilisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pergerakan supplier

kelokasi proyek, antar lokasi dalam proyek, dan dari dalam lokasi

proyek ke luar lokasi proyek.Hal ini sangat dipengaruhi oleh penyediaan

jalan proyek dan waktu pengiriman alat ataupun material.

g. Banyak hasil pekerjaan yang harus diulang/ diperbaiki karena

cacat/salah. Faktor ini lebih mengarah pada mutu atau kualitas

pelaksanaan pekerjaan, baik secara struktur atau penyelesaian akhir

yang dipengaruhi gambar proyek, penjadwalan proyek, dan kualitas

tenaga kerja.

h. Kesulitan finansial.

Perputaran arus uang baik arus masuk maupun arus keluar harus

direncanakan dengan baik penggunaannya, agar tidak menimbulkan

kesulitan untuk proyek itu sendiri.Kesulitan pembiayaan oleh kontraktor

ini, terutama yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran ke pemasok

material dan pembayaran upah tenaga kerja. Hal ini akan menyebabkan

20

tersendatnya dukungan sumber daya yang ada dan membuat

pelaksanaan pekerjaan menjadi terhambat.

i. Kurangnya pengalaman kontraktor.

Pengalaman kontraktor berpengaruh dalam penanganan masalah dalam

bekerja bisa mengakibatkan keterlambatan proyek. Kontraktor yang

sudah berpengalaman dengan mudah mengatasi permaslahan yang

timbul, lain halnya dengan kontraktor yang kurang pengalaman,akan

membutuhkan waktu yang lebih banyak.

j. Koordinasi dan komunikasi yang buruk dalam organisasi kontraktor

Komunikasi adalah kunci awal bagi keberhasilan kerja tim.Dalam

pelaksanaan proyek konstruksi, koordinasi memerlikan komunikasi

yang baik agar masing-masing kelompok tidak terjadi pekerjaan yang

tumpang tindih.

k. Metode kontruksi/teknik pelaksanaan yang tidak tepat/salah.

Kesalahan atau ketidaktepatan dalam memilih metode konstruksi,

walaupun mungkin tidak sampai menimbulkan kegagalan penyelesaian

stuktur, seringkali berdampak lebih lamanya waktu penyelesaian yang

diperlukan.

l. Kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja.

Kurangnya kontrol keselamatan kerja yang ada di dalam proyek dapat

mangakibatkan terjadinya kecelakaan kerja terhadap pekerja.Hal ini

dapat berdampak pada penderita secara fisik, hilangnya semangat kerja,

dan trauma akibat kecelakaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan

turunnya produktivitas kerja.

2. Excusable Delays

a. Terjadinya hal- hal yang tak terduga seperti banjir badai, gempa

bumi, tanah longsor, kebakaran, cuaca buruk.

Cuaca sangat mempengaruhi produktivitas pekerja. Cuaca yang

buruk menyebabkan turunnya stamina para pekerja yang berarti

menurunnya produktivitas.Produktivitas pekerja yang rendah dan

tidak sesuai yang direncanakan akan mengakibatkan mundurnya

jadwal proyek.Gempa bumi, banjir, tanah longsor, kebakaran dapat

menyebabkan proyek terhenti sementara dan membutuhkan waktu

lebih.

b. Lingkungan sosial politik yang tidak stabil.

Aspek sosial politik seperti kerusuhan, perang, keadaan sosial yang

buruk dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan proyek

karena perbaikan pekerjaan akibat kerusakan yang terjadi

21

memerlukan tambahan waktu yang akan memperpanjang jadwal

proyek secara keseluruhan.

c. Respon dari masyarakat sekitar yang tidak mendukung adanya

proyek Respon dari masyarakat sekitar proyek yang berbeda- beda,

ada yang mendukung dan ada pula yang menolak. Dengan adanya

respon negatif dari masyarakat sekitar menyebabkan adanya demo

yang berakibat pada berhentinya kegiatan proyek sesaat yang berarti

mundurnya jadwal pelaksanaan proyek.

3. Compensable Delays

Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah:

a. Penetapan pelaksanaan jadwal proyek yang amat ketat.

Jadwal proyek seringkali ditentukan oleh pemilik untuk kepentingan

pemakian yang mendesak.Kesalahan- kesalahan akan timbul karena

adanya tekanan waktu sehingga memerlukan perbaikan-

perbaikan.Akibatnya jadwal yang telah direncanakan akan berubah

dan memerlukan tambahan waktu.

b. Persetujuan ijin kerja yang lama

Persetujuan ijin kerja merupakan hal yang lazim dalam

melaksanakan suatu aktivitas pekerjaan seperti gambar dan contoh

bahan.Proses persetujuan ijin ini akan menjadi kendala yang bisa

memperlambat proses pelaksanaan pekerjaan apabila untuk

mendapatkan ijin tersebut diperlukan waktu yang cukup lama untuk

mengambil keputusan.

c. Perubahan lingkup pekerjaan/detail konstruksi.

Permintaan pemilik untuk mengganti lingkup pekerjaan pada saat

proyek sudah terlaksana akan berakibat pembongkaran ulang dan

perubahan jadwal yang telah dibuat kontraktor.Setiap

pembongkaran ulang dalam pelaksanaan proyek memerlukan

tambahan waktu penyelesaian.

d. Sering terjadi penundaan pekerjaan.

Kondisi finansial pemilik yang kurang baik dapat berakibat

penundaan atau penghentian pekerjaan proyek yang bersifat

sementara, yang secara langsung berakibat pada mundurnya jadwal

proyek.

e. Keterlambatan penyediaan meterial.

Dalam pelaksanaan proyek, sering terjadi adanya beberapa material

yang disiapkan oleh pemilik.Masalah akan terjadi apabila pemilik

terlambat menyediakan material kepada kontraktor dari waktu yang

22

telah dijadwalkan.Proyek tidak dapat dilanjutkan, produktivitas

pekerja rendah karena menganggur, yang mengakibatkan

keterlambatan proyek.

f. Dana dari pemilik yang tidak mencukupi.

Proyek dapat berhenti dan mengalami keterlambatan karena dana

dari pemilik proyek yang tidak cukup.

g. Sistim pembayaran pemilik ke kontraktor yang tidak sesuai kontrak

Pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi membutuhkan biaya

terus menerus sepanjang waktu pelaksanaannya, yang menuntut

kontraktor sanggup menyediakan dana secara konsisten agar

kelancaran pekerjaan tetap terjaga. Pembayaran termyn dari pemilik

yang tidak sesuai kontrak dapat merugikan pihak kontraktor karena

akan mengacaukan semua sistim pendanaan proyek tersebut dan

menpengaruhi kelancaran pekerjaan kontraktor.

h. Cara inspeksi/kontrol pekerjaan birokratis oleh pemilik.

Cara inspeksi dan kontrol yang terlalu birokratis dapat membuat

kebebasan kontraktor dalam bekerja menjadi lebih terbatas.

Keterbatasan inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan

pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lambat.

2.5.4 Dampak Keterlambatan Proyek

Menurut (Alifen et al dalam Ria H dkk, 2013), bahwa dampak dari

keterlambatan proyek ini menimbulkan kerugian pada pihak kontraktor, konsultan,

dan owner. Kerugian tersebut antara lain:

1. Pihak Kontraktor

Keterlambatan penyelesaian proyek berakibat naiknya overhead, karena

bertambah panjangnya waktu pelaksanaan. Biaya overhead meliputi biaya

untuk perusahaan secara keseluruhan, terlepas ada tidaknya kontrak yang

sedang ditangani.

2. Pihak Konsultan

Konsultan akan mengalami kerugian waktu, serta akan terlambat dalam

mengerjakan proyek yang lainnya, jika pelaksanan proyek mengalami

keterlambatan penyelesaian.

3. Pihak Owner

Keterlambatan proyek pada pihak pemilik/Owner, berarti kehilangan

penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah dapat digunakan atau

disewakan. Apabila pemilik adalah pemerintah, untuk fasilitas umum

misalnya rumah sakit tentunya keterlambatan akan merugikan pelayanan

23

kesehatan masyarakat, atau merugikan program pelayanan yang telah

disusun. Kerugian ini tidak dapat dinilai dengan uang tidak dapat dibayar

kembali. Sedangkan apabila pihak pemilik adalah non pemerintah, misalnya

pembangunan gedung, pertokoan atau hotel, tentu jadwal pemakaian gedung

tersebut akan mundur dari waktu yang direncanakan, sehingga ada waktu

kosong tanpa mendapatkan uang.

2.5.5 Mengatasi Keterlambatan

Menurut Istimawan Dipohusodo dalam Bayu D.A (2016), selama proses

konstruksi selalu saja muncul gejala kelangkaan periodik atas material-material yang

diperlakukan, berupa material dasar atau barang jadi baik yang lokal maupun import.

Cara penanganannya sangat bervariasi tergantung pada kondisi proyek, sejak yang

ditangani langsung oleh staf khusus dalam organisasi sampai bentuk pembagian

porsi tanggung jawab diantara pemberi tugas, kontraktor dan sub-kontraktor,

sehingga penawaran material suatu proyek dapat datang dari sub-kontraktor,

pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu

pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara

mengendalikan keterlambatan adalah :

a. Mengerahkan sumber daya tambahan.

b. Melepas rintangan-rintangan, ataupun upaya upaya lain untuk menjamin agar

pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana.

c. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi

jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan

pekerjaan pada saat berikutnya.

Menurut Agus Ahyari dalam Bayu D.A (2016), untuk mengatasi

keterlambatan bahan yang terjadi karena pemasok mengalami suatu hal, maka perlu

adanya pemasok cadangan. Dalam penyusunan daftar prioritas pemasok, tidak cukup

sekali disusun dan digunakan selanjutnya. Daftar tersebut setiap periode tertentu

harus diadakan evaluasi mengenai pemasok biasa dilakukan berdasarkan hubungan

pada waktu yang lalu. Untuk mengetahui kualitas pemasok bisa dilihat dari

karakteristik pola kebiasaan, pola pengiriman, cara penggantian atas barang yang

rusak.

Sedangkan menurut Donal S Baffie dalam Bayu D.A (2016), sekalipun

sudah dipergunakan prosedur yang terbaik, namun permasalahan akan timbul juga.

Kadang-kadang terjadi suatu perubahan rencana kontraktor itu sendiri yang

memerlukan barang kritis harus lebih dipercepat lagi penyerahannya dari tanggal

yang sudah disetujui sebelumnya. Keterlambatan lain mungkin timbul dari pihak

pemasok atau kontraktor, atau pada proses pengiriman dan lain-lain. Tugas dari

24

ekspeditur profesional yang berpengalaman adalah menentukan cara yang efektif

dalam menjaga agar pengadaan barang tetap sesuai jadwal yang telah ditetapkan

dengan pengaruh kerugian sekecil mungkin. Bila suatu material tidak dapat

diperoleh lagi atau menjadi sangat mahal, maka spesialis pengadaan harus

mengetahui tempat memperoleh material pengganti (substitusi) yang akan dapat

memenuhi atau melampaui persyaratan aslinya.

2.6 Critical Path Method (CPM)

Metode (CPM) adalah sebuah teknik pemodelan proyek yang dikembangkan

oleh Morgan R. Walker dari DuPont dan James E. Kelley dari Remington Rand di

akhir tahun 1950.

Metode ini mampu mengidentifikasi jalur kritis pada sekumpulan aktifitas

yang telah ditentukan ketergantungan antar aktifitasnya. Aktifitas adalah sebuah

tugas spesifik yang memiliki satu hasil yang dapat diukur yang memiliki durasi

pengerjaannya. Jalur kritis adalah sekumpulan aktifitas yang saling bergantung yang

harus selesai sesuai dengan waktu yang direncanakan karena jika tidak maka

keseluruhan waktu pengerjaan proyek akan terlambat. Dengan kata lain waktu yang

diperlukan oleh jalur kritis adalah waktu yang diperlukan sebuah proyek untuk

selesai. Sebuah proyek dapat memiliki lebih dari satu jalur kritis. Mengingat

pentingnya setiap aktifitas di jalur kritis untuk terlaksana tepat waktu, maka

aktifitas-aktifitas tersebut perlu dimonitor lebih khusus (Olivier de Weck dalam

Nurvelly R, 2016)

Menurut Levin dan Kirkpatrick dalam Aldio Arya P.S (2017), metode Jalur

Kritis (Critical Path Method - CPM), yakni metode untuk merencanakan dan

mengawasi proyek-proyek merupakan sistem yang paling banyak dipergunakan

diantara semua sistem lain yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan

CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu

proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber

yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. CPM

adalah model manajemen proyek yang mengutamakan biaya sebagai objek yang

dianalisis (Siswanto dalam Aldio Arya P.S, 2017). CPM merupakan analisa jaringan

kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan atau

percepatan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan.

2.6.1 Jaringan Kerja (Network Planning)

Jaringan kerja merupakan salah satu metode yang menjelaskan hubungan

antara kegiatan dan waktu yang secara grafis mencerminkan urutan rencana kegiatan

atau pekerjaan proyek. (Imam Soeharto dalam Sugiyarto dkk, 2013). Jaringan kerja

25

pada dasarnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian pekerjaan yang

digambarkan atau divisualisasikan dalam diagram network. Dengan demikian dapat

diketahui pada area mana pekerjaan yang termasuk kedalam lintasan kritis dan harus

diutamakan pelaksanaanya, pekerjaan mana yang menunggu selesainya pekerjaan

yang lain, pekerjaan mana yang tidak perlu tergesa-gesa sehingga alat dan orang

digeser ketempat lain demi efisiensi.

Simbol-simbol yang digunakan dalam menggambarkan suatu network

adalah sebagai berikut (Hayun dalam Aldio Arya P.S, 2017) :

a. (anak panah/busur), mewakili sebuah kegiatan atau aktivitas yaitu

tugas yang dibutuhkan oleh proyek. Kegiatan di sini didefinisikan sebagai

hal yang memerlukan duration (jangka waktu tertentu) dalam pemakaian

sejumlah resources (sumber tenaga, peralatan, material, biaya). Kepala anak

panah menunjukkan arah tiap kegiatan, yang menunjukkan bahwa suatu

kegiatan dimulai pada permulaan dan berjalan maju sampai akhir dengan

arah dari kiri ke kanan. Baik panjang maupun kemiringan anak panah ini

samabsekali tidak mempunyai arti. Jadi, tak perlu menggunakan skala.

b. (lingkaran kecil/simpul/node), mewakili sebuah kejadian atau peristiwa

atau event. Kejadian (event) didefinisikan sebagai ujung atau pertemuan dari

satu atau beberapa kegiatan. Sebuah kejadian mewakili satu titik dalam

waktu yang menyatakan penyelesaian beberapa kegiatan dan awal beberapa

kegiatan baru. Titik awal dan akhir dari sebuah kegiatan karena itu

dijabarkan dengan dua kejadian yang biasanya dikenal sebagai kejadian

kepala dan ekor. Kegiatan-kegiatan yang berawal dari saat kejadian tertentu

tidak dapat dimulai sampai kegiatan-kegiatan yang berakhir pada kejadian

yang sama diselesaikan. Suatu kejadian harus mendahulukan kegiatan yang

keluar dari simpul/node tersebut.

c. (anak panah terputus-putus), menyatakan kegiatan semu atau

dummy activity. Setiap anak panah memiliki peranan ganda dalam mewakili

kegiatan dan membantu untuk menunjukkan hubungan utama antara

berbagai kegiatan. Dummy di sini berguna untuk membatasi mulainya

kegiatan seperti halnya kegiatan biasa, panjang dan kemiringan dummy ini

juga tak berarti apa-apa sehingga tidak perlu berskala. Bedanya dengan

kegiatan biasa ialah bahwa kegiatan dummy tidak memakan waktu dan

sumbar daya, jadi waktu kegiatan dan biaya sama dengan nol.

d. (anak panah tebal), merupakan kegiatan pada lintasan kritis.

26

Dalam penggunaannya, simbol-simbol ini digunakan dengan mengikuti

aturan-aturan sebagai berikut (Hayun dalam Aldio Arya P.S, 2017):

a. Di antara dua kejadian (event) yang sama, hanya boleh digambarkan satu

anak panah.

b. Nama suatu aktivitas dinyatakan dengan huruf atau dengan nomor kejadian.

c. Aktivitas harus mengalir dari kejadian bernomor rendah ke kejadian

bernomor tinggi.

d. Diagram hanya memiliki sebuah saat paling cepat dimulainya kejadian

(initial event) dan sebuah saat paling cepat diselesaikannya kejadian

(terminal event).

Adapun logika ketergantungan kegiatan-kegiatan itu dapat dinyatakan

sebagai berikut :

a. Jika kegiatan A harus diselesaikan dahulu sebelum kegiatan B dapat dimulai

dan kegiatan C dimulai setelah kegiatan B selesai, maka hubungan antara

kegiatan tersebut dapat di lihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kegiatan A pendahulu kegiatan B & kegiatan B pendahulu kegiatan C.

Sumber: (Operations Management dalam Aldio Arya P.S, 2017)

b. Jika kegiatan A dan B harus selesai sebelum kegiatan C dapat dimulai, maka

dapat di lihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Kegiatan A dan B merupakan pendahulu kegiatan C.

Sumber: (Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional dalam Aldio

Arya P.S, 2017)

27

c. Jika kegiatan A dan B harus dimulai sebelum kegiatan C dan D maka dapat

di lihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Kegiatan A dan B merupakan pendahulu kegiatan C dan D.

Sumber: (Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional dalam Aldio

Arya P.S, 2017)

d. Jika kegiatan A dan B harus selesai sebelum kegiatan C dapat dimulai, tetapi

D sudah dapat dimulai bila kegiatan B sudah selesai, maka dapat dilihat

pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Kegiatan B merupakan pendahulu kegiatan C dan D.

Sumber: (Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional dalam Aldio

Arya P.S, 2017)

Fungsi dummy ( ) d atas adalah memindahkan seketika itu juga (sesuai

dengan arah panah) keterangan tentang selesainya kegiatan B.

28

e. Jika kegiatan A,B, dan C mulai dan selesai pada lingkaran kejadian yang

sama, maka kita tidak boleh menggambarkannya seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Gambar yang salah bila kegiatan A, B dan C mulai dan selesai pada

kejadian yang sama.

Sumber: (Operation Research Model-model Pengambilan Keputusan dalam Aldio

Arya P.S, 2017)

Untuk membedakan ketiga kegiatan itu, maka masing-masing harus

digambarkan dummy seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kegiatan A, B, dan C mulai dan selesai pada kejadian yang sama.

Sumber: (Operation Research Model-model Pengambilan Keputusan dalam Aldio

Arya P.S, 2017)

29

Menurut Heizer dan Render dalam Aldio Arya P.S (2017), ada dua

pendekatan untuk menggambarkan jaringan proyek, yaitu kegiatan-pada-titik

(activity–on-node- AON) dan kegiatan-pada-panah (activity-on-arrow – AOA). Pada

pendekatan AON, titik menunjukkan kegiatan, sedangkan pada AOA, panah

menunjukkan kegiatan. Gambar 2.9 mengilustrasikan kedua pendekatan tersebut.

Gambar 2.9 Perbandingan Dua Pendekatan Menggambarkan Jaringan Kerja.

Sumber: (Principles of Operations Management dalam Aldio Arya P.S, 2017)

30

Dalam CPM (Critical Path Method) dikenal beberapa istilah, yaitu EET

(Earliest Event Time) dan LET (Latest Event Time), Float, dan Critical Path. EET

adalah peristiwa paling awal atau waktu tercepat dari event. LET adalah peristiwa

paling akhir atau waktu paling lambat dari event. Berikut ini akan dijelaskan istilah-

istilah yang terdapat pada CPM, yaitu:

1. EET (Earliest Event Time), adalah peristiwa paling awal atau waktu tercepat

dari event. Untuk menghitung besarnya nilai EET, digunakan perhitungan ke

depan (forward analysis), dimulai dari kegiatan paling awal dan dilanjutkan

dengan kegiatan berikutnya (Syafridon, G. G. A, 2013).

Gambar 2.10 Diagram perhitungan maju

Sumber: (Syafridon, G. G. A, 2013)

Dimana:

EETj = EETi + durasi A .......................................................................... (2.1)

EETk = EETj + durasi B ........................................................................ (2.2)

2. LET (Latest Event Time), adalah peristiwa paling akhir atau waktu paling

lambat dari event. Untuk menghitung besarnya nilai LET, digunakan

perhitungan ke belakang (backward analysis), dimulai dari kegiatan paling

akhir dan dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya (Syafridon, G.

G. A, 2013).

Gambar 2.11 Diagram perhitungan mundur

Sumber: (Syafridon, G. G. A, 2013)

Dimana:

LETj = LETk – durasi B .......................................................................... (2.3)

LETi = LETj – durasi A .......................................................................... (2.4)

3. Float dapat didefinisikan sebagai sejumlah waktu yang tersedia dalam suatu

kegiatan sehingga memungkinkan penundaan atau perlambatan kegiatan

tersebut secara sengaja atau tidak sengaja, tetapi penundaan tersebut tidak

31

menyebabkan proyek menjadi terlambat dalam penyelesaiannya (Syafridon,

G. G. A, 2013).

4. Lintasan kritis (critical path), adalah sebuah kegiatan yang menghubungkan

antarkegiatan kritis (Syafridon, G. G. A, 2013). Aktifitas jalur terpanjang

yang dilewati antar kegiatan merupakan jalur kritis. Sebuah kegiatan

dikatakan kritis apabila penundaan saat awal akan menyebabkan penundaan

waktu penyelesaian keseluruhan proyek.

2.6.2 Lintasa Kritis

Heizer dan Render dalam Aldio Arya P.S (2017), menjelaskan bahwa dalam

dalam melakukan analisis jalur kritis, digunakan dua proses two-pass, terdiri atas

forward pass dan backward pass. ES dan EF ditentukan selama forward pass, LS dan

LF ditentukan selama backward pass. ES (earliest start) adalah waktu terdahulu

suatu kegiatan dapat dimulai, dengan asumsi semua pendahulu sudah selesai. EF

(earliest finish) merupakan waktu terdahulu suatu kegiatan dapat selesai. LS (latest

start) adalah waktu terakhir suatu kegiatan dapat dimulai sehingga tidak menunda

waktu penyelesaian keseluruhan proyek. LF (latest finish) adalah waktu terakhir

suatu kegiatan dapat selesai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian

keseluruhan proyek.

ES = Max {EF semua pendahulu langsung} .........................................................(2.5)

EF = ES + Waktu kegiatan ....................................................................................(2.6)

LF = Min {LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya} ....................(2.7)

LS = LF – Waktu kegiatan ...................................................................................(2.8)

Setelah waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegiatan dihitung,

kemudian jumlah waktu slack (slack time) dapat ditentukan. Slack adalah waktu

yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan

keterlambatan proyek keseluruhan (Heizer dan Render dalam Aldio Arya P.S, 2017).

Slack = LS – ES ................................................................................................... (2.9)

Atau

Slack = LF – EF ............................................................................................... (2.10)

32

Gambar 2.12 Notasi yang Digunakan pada Node Kegiatan.

Sumber: (Operations Management : Manajemen Operasi dalam Aldio Arya P.S,

2017)

Dalam metode CPM (Critical Path Method - Metode Jalur Kritis) dikenal

dengan adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-

komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama.

Jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan

pertama sampai pada kegiatan terakhir proyek (Soeharto dalam Aldio Arya P.S,

2017). Lintasan kritis (Critical Path) melalui aktivitas-aktivitas yang jumlah waktu

pelaksanaannya paling lama. Jadi, lintasan kritis adalah lintasan yang paling

menentukan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, digambar dengan anak

panah tebal (Badri dalam Aldio Arya P.S, 2017).

Menurut dalam Aldio Arya P.S (2017), manfaat yang didapat jika

mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut :

a. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan

proyek tertunda penyelesaiannya.

b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada

pada lintasan kritis dapat dipercepat.

c. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis

yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off (pertukaran

waktu dengan biaya yang efisien) dan crash program (diselesaikan dengan

waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau

dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.

d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak

melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk

memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di

lintasan kritis agar efektif dan efisien.

33

2.6.3 Keuntungan Penggunaan Jalur Kritis

Kegunaan Metode Jalur Kritis pada implementasi perencanaan sebuah

proyek adalah sebagai berikut (L. Baker, Samuel dalam Nurvelly R dkk, 2016):

a. Membantu memberikan informasi seberapa lama sebuah proyek

memerlukan waktu.

b. Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas mana saja yang ada pada jalur kritis dan

perlu dimonitor dengan seksama.

c. Memberikan gambaran tentang kemungkinan sebuah proyek dapat

dijalankan lebih cepat atau tidak.

2.7 Durasi Proyek

Durasi proyek adalah julah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

seluruh pekerjaan proyek (Maharany & fajarwati dalam Mukhammad Naufal, 2016).

Maharany & Fajarwati dalam Mukhammad Naufal (2016) menjelaskan

bahwa faktor yang berpengaruh dalam menentukan durasi pekerjaan adalah volume

pekerjaan, metode kerja (construction method), keadaan lapangan serta keterampilan

tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan proyek.

Pada umumnya apabila waktu pelaksanaan bertambah panjang maka biaya

pelaksaan akan bertambah besar dan demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan

oleh biaya overhead yang besarnya tergantung dari waktu pelaksanaan. Ada

beberapa faktor yang menentukan lamanya suatu kegiatan yaitu :

a. Volume Pekerjaan

Kegiatan yang volumenya lebih besar membutuhkan waktu penyelesaian

lebih lama dibandingkan dengan volume pekerjaan yang lebih kecil.

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang terampil, terdidik dan berpengalaman akan mempunyai

produktifitas yang tinggi sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan

cepat dan mutu yang baik.

c. Cuaca

Faktor cuaca memegang peran penting dalam pelaksanaan dilapangan.

Apabila cuaca buruk akan menyebabkan terganggunya pelaksanaan

pekerjaan.

d. Lokasi Proyek

e. Prosedur Perkiraan Waktu

34

Menurut Mahendra dalam Mukhammad Naufal (2016), prinsip dalam

menetukan perkiraan / taksiran waktu atau durasi dari suatu kegiatan/pekerjaan

adalah:

a. Tingkat keahlian dan pengalaman staff / orang yang membuat perkiraan

waktu terus memenuhi syarat kebutuhan.

b. Perkiraan/estimasi harus berdasarkan perhitungan produksi kerja dari tenaga

kerja atau tim kerja per hari dan produksi hasil kerja peralatan per jam

dalam rangka menyelesaikan pekerjaan/kegiatan yeng bersangkutan.

c. Telah diperhitungankan hambatan atau ganguan yang mungkin terjadi:

Kondisi medan kerja atau area kerja.

Cuaca, musim, gangguan/kejadian, gangguan banjir, gempa, dan lain-

lain.

Ketersediaan sumber daya, material, tenaga kerja, peralatan kerja,

dana/financial, dan lain – lain.

Ketergantungan degan perkejaan/proyek lain yang mendahuluinya dan

kelanjutannya.

Prosedur administrasi yang harus dilengkapi sebelum pekerjaan dimulai.

d. Asumsi apa pun yang digunakan dalam perencanaan waktu aktivitas harus

didokumentasikan.

e. Estimasi harus merupakan taksiran yang bersih dari kepentingan yang tidak

relevan dengan alasan perhitungan teknis. Atau estimasi harus jujur dan

tidak direkayasa.

f. Selama pelaksaan proyek asumsi yang diperhitungkan harus selalu ditinjau

kembali untuk mematikan bahwa tidak ada hambatan yang timbul dari

keselahan asumsi terhadap kenyataan selama aktivitas dilakukan.

g. Apabila untuk aktivitas tertentu memerlukan sponsor atau

kesanggupan/jaminan dari orang-orang atau lembaga tertentu, maka

komitmen tertulis harus dibuat

h. Pada tahap estimasi yang dilakukan oleh staff/orang yang membuta

perkiraan waktu tersebut, tidak diperbolehkan memperhitungkan adanya

kelonggaran atau kemungkinan tidak terduga yang sifatnya bukan kebiasaan

perhitungan teknis yang lazim, estimasi atau kemungkinan demikian hanya

dilakukan pada tingkat makro/global oleh tingkat manajemen tertentu.

i. Pemeriksaan yang memenuhi syarat logika dan teknis harus selalu

dilakukan.

35

2.8 Produktivitas Pekerja

Menurut Jevri Krisanto L dan Syahrizal (2013), produktivitas didefinisikan

sebagai rasio antara output dan input, atau rasio antar hasil produksi dengan total

sumber daya yang digunakan. Dalam proyek konstruksi, rasio produktivitas adalah

nilai yang diukur selama proses konstruksi, dapat dipisah menjadi biaya tenaga

kerja, material, dan uang, metode dan alat. Sukses dan tidaknya proyek konstruksi

tergantung pada efektifitas pengelolaan sumber daya. Pekerja adalah salah satu

sumber daya yang tidak mudah dikelola. Upah yang diberikan sangat bervariasi

tergantung pada kecakapan masing-masing pekerja karean tidak ada satupun pekerja

yang sama karakteristiknya.

Secara umum produktivitas adalah merupakan tingkat produksi yaitu output

dibagi input. Di bidang konstruksi output adalah hasil kerja berupa kuantitas atau

volume pekerjaan (misalnya meter kubik beton, meter persegi dinding bata, dan

sebagainya), sedangkan input adalah merupakan jumlah sumber daya (misalnya

manusia, peralatan, material) yang menghasilkan unit volume pekerjaan. Kelancaran

dan ketepatan jadwal pelaksanaan proyek sangat bergantung pada produktivitas

kerja dari masing-masing jenis pekerja yang terlibat di dalamnya, sehingga tingkat

keahlian dari pekerja menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

produktivitas (Ratna S Alifen, 2004).

Hubungan antara durasi aktivitas dan produktivitas kerja, dapat dinyatakan

dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

d =

................................................................................................................ (2.11)

dimana:

d = Durasi aktivitas (hari)

Ʃmh = Total jam-orang (manhour) untuk menyelesaikan suatu aktivitas (jam –

orang)

n = Jumlah pekerja rencana untuk menyelesaikan suatu aktivitas (orang)

H = Banyaknya jam kerja dalam satu hari (jam/hari)

Produktivitas suatu aktivitas sangat tergantung pada beberapa faktor antara

lain:

1. Komposisi kelompok kerja; pada kegiatan konstruksi seorang pengawas

lapangan (mandor) memimpin suatu kelompok kerja yang terdiri dari

bermacam-macam jenis pekerja lapangan, seperti tukang batu, tukang kayu,

tukang besi, tukang pipa, tukang pembantu dan lain-lain.

2. Kerja lembur; jam kerja tambahan yang dilakukan di luar jam kerja normal,

biasanya dilakukan untuk mengejar sasaran/keterlambatan jadwal.

3. Pekerja langsung versus sub-kontraktor; kontraktor utama dalam melaksanakan

36

pekerjaan lapangan ada dua cara yaitu dengan merekrut langsung tenaga kerja

atau menyerahkan paket kerja tertentu kepada sub-kontraktor.

4. Kepadatan tenaga kerja; dinyatakan dengan perbandingan antara skala proyek

dengan jumlah pekerja atau luas tempat kerja bagi setiap tenaga kerja. Faktor

kepadatan tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap kelancaran pekerjaan dan

produktivitas pekerja.

Percepatan durasi aktivitas dapat dilakukan dengan meningkatkan

produktivitas pekerja pada aktivitas yang bersangkutan. Berdasarkan pada

persamaan (1), langkah percepatan durasi hanya dapat dilakukan pada dua variabel

saja, yaitu jumlah pekerja dan jam kerja, sedangkan total jam-orang tidak dapat

digunakan sebagai variabel, karena bersifat konstan untuk setiap aktivitas.

Berdasarkan pada dua variabel tersebut diatas, beberapa kemungkinan

percepatan yang dapat dilakukan adalah (1) Dengan menambah jam kerja dengan

jumlah pekerja tetap, (2) Dengan menambah jumlah pekerja pada jam kerja normal,

(3) Dengan membuat kelompok kerja baru yang bekerja di luar jam kerja dengan

shift kerja pada malam/hari libur.

2.9 Proses Crashing (Percepatan)

Mempercepat pelaksanaan suatu proyek harus dirancang terlebih dahulu.

Hal ini dapat menghasilkan suatu percepatan durasi yang baik. Perlu diperhatikan

keseimbangan dalam merancang walaupun mungkin dengan konsekuensi

menambah sumber daya manusia. Tetapi selama menambah sumber daya manusia

masih lebih murah dibandingkan dengan pembayaran extra akibat keterlambatan

proyek, maka penambahan sumber daya manusia tersebut kiranya dapat

diperhitungkan.

Umumnya, bila waktu pelaksanaan suatu pekerjaan dipersingkat (crashing),

maka biaya langsung akan naik. Perencanaan atas dasar biaya langsung yang

terendah belum tentu merupakan yang terbaik, oleh karena hal ini identik dengan

waktu yang lama, padahal total biaya dari proyek termasuk juga biaya tak langsung,

juga mempengaruhi waktu pelaksanaan.

Mempercepat durasi sebuah kegiatan akan mempertinggi biaya, namun

belum tentu akan mempersingkat waktu proyek keseluruhan, kecuali jika kegiatan

tersebut merupakan kegiatan kritis. Itulah sebabnya maka diperlukan kombinasi

yang sebaik-baiknya dari kegiatan yang dipercepat durasi pelaksanaannya dalam

menghasilkan waktu proyek yang paling ekonomis, dimana tujuan kita

menyelesaikan suatu proyek yang teknis dan ekonomis diperlukan suatu

perhitungan yang teliti sampai dimanakah kita dapat mempersingkat waktu

dengan menambah biaya yang terkecil mungkin.

37

Kegiatan dalam suatu proyek dapat dipercepat dengan berbagai cara, yaitu:

1. Dengan mengadakan shift pekerjaan, berarti biaya tambahan berupa biaya untuk

penerangan, makan dan lain sebagainya.

2. Dengan memperpanjang waktu kerja (lembur).

3. Dengan menggunakan alat bantu yang lebih produktif.

4. Menambah jumlah pekerja.

5. Dengan menggunakan material yang dapat lebih cepat pemasangannya.

6. Menggunakan metode konstruksi lain yang lebih cepat.

7. Subkontraktor sebuah aktivitas.

Untuk menerapkan penggunaan beberapa shift dalam pekerjaan lebih

cocok jika durasi yang ditetapkan oleh pemilik proyek sangat singkat. Namun,

supaya durasi yang ditetapkan cukup wajar, sebaiknya hal ini dihindarkan. Sebab

jika dilakukan shift maka harus mempertimbangkan berbagai hal, misalnya

penerangan, layanan pendukung, keamanan dan produktifitasnya. Biasanya

dengan penggunaan shift, biaya yang dikeluarkan akan melampaui rencana

anggaran yang ditetapkan untuk penggunaan fasilitas guna layanan kerja serta

menurunnya produktifitas pekerja. Sehingga, dapat dikatakan bahwa penggunaan

shift dalam suatu pekerjaan akan menambah biaya yang harus dikeluarkan.

Namun, secara dramatis dapat mereduksi atau mengurangi durasi pekerjaan hingga

mencapai 50% dari durasi yang ditetapkan (Tarore dan Mandagi dalam Juan

Sebastian S dkk, 2015).

Memperpanjang waktu kerja membantu mengurangi waktu keseluruhan

dari suatu kegiatan. Pekerja dipekerjakan hingga 10-12 jam/hari, hal ini dapat

mengurangi durasi dari suatu kegiatan sampai 33%. Tambahan biaya untuk

penyediaan fasilitas layanan kerja serta menurunnya produktifitas dari pekerja

tetap terjadi.

Metode yang paling umum digunakan untuk memperpendek durasi proyek

adalah menugas- kan penambahan tenaga kerja dan peralatan pada setiap aktivitas.

Namun tetap juga memilki keuntungan dan kerugian. Kecepatan yang diperoleh,

bagaimanapun, tetap terbatas sekalipun sudah menambah pekerja melipat- duakan

ukuran kekuatan pekerja tidak akan mengurangi waktu penyelesaian proyek

sebesar setengahnya.

2.10 Analisa Durasi Biaya

Untuk menentukan durasi dan biaya dari suatu rangkaian kerja yang

optimal, harus dilakukan analisa yang cukup agar tidak terjadi kesalahan dalam

menentukan crashing dari suatu kegiatan. Konsep yang harus dipahami terlebih

dahulu adalah:

38

1. Hubungan antara sumber daya dengan biaya

Gambar 2.13 Hubungan antara Sumber daya-Biaya

Sumber: (Juan Sebastian S dkk, 2015)

Hubungan antara biaya dengan pemakaian jumlah tenaga kerja dapat

dilukiskan (asumsi) seperti pada grafik diatas. Yaitu dengan menambahkan tenaga

kerja menjadi dua kali, maka biaya yang dikeluarkan menjadi dua kalinya. Pada

garis biaya nyata menggambarkan bahwa dengan pemakaian tenaga menjadi dua

kalinya, maka biaya nyata yang dikeluarkan akan lebih besar daripada asumsi. Hal

ini dikarenakan pada kenyataan bahwa tenaga kerja bekerja secara produktif pada

awal dari suatu kegiatan dan berangsur-angsur akan menurun lama kelamaan oleh

berbagai faktor, sehingga biaya yang dikeluarkan tiap unit pekerjaan akan menjadi

lebih besar.

Dalam grafik juga dapat dilihat bahwa asumsi atau biaya rencana akan

berbeda dengan biaya nyata. Pada saat pelaksanaan proyek biasanya akan terjadi

pembengkakkan biaya yang tidak diduga sebelumya. Oleh sebab itu perlu adanya

perhitungan yang matang dalam penyusunan anggaran, agar tidak terjadi kerugian

dalam pelaksanaan proyek.

39

2. Hubungan antara durasi dengan sumber daya:

Gambar 2.14 Hubungan antara Sumber daya-Durasi

Sumber: (Juan Sebastian S dkk, 2015)

Konsep kedua yang harus dipahami seperti dilukiskan pada grafik diatas.

Anggapan yang terjadi bahwa suatu kegiatan yang dapat diselesaikan oleh 8

pekerja dalam waktu 1 hari, identik dengan digunakannya 1 pekerja dan akan

diselesaikan dalam 8 hari. Kombinasi lain yang dapat ditunjukkan di sini, suatu

pekerjaan dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari oleh 2 pekerja atau 2 hari oleh 4

pekerja. Pada kenyataannya hal tersebut tidak benar, seperti yang ditunjukkan oleh

garis aktual menggambarkan deviasi atau penyimpangan dari asumsi. Hal ini dapat

terjadi karena beberapa hal antara lain adalah kondisi ruang gerak di tempat kerja

yang mengharuskan menggunakan pekerja dalam jumlah tertentu, atau dengan

kata lain terbatasnya ruang untuk memperbanyak jumlah pekerja.

2.11 Biaya Tambahan Pekerja (Crash Cost)

Dengan adanya penambahan waktu kerja, maka biaya untuk tenaga kerja

akan bertambah dari biaya normal tenaga kerja. Berdasarkan Keputusan Mentri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.

102/MEN/VI/2004 bahwa upah penambahan kerja bervariasi, untuk penambahan

waktu kerja satu jam pertama, pekerja mendapatkan tambahan upah 1,5 kali upah

perjam waktu normal, dan untuk penambahan waktu kerja berikutnya pekerja

mendapatkan 2 kali upah perjam waktu normal.

40

Adapun perhitungan biaya tambahan pekerja dapat dirumuskan sebagai

berikut, yaitu:

1. Normal ongkos pekerja perhari

= Produktivitas Harian x Harga Satuan Upah Pekerja .......................... (2.12)

2. Normal ongkos pekerja pejam

= Produktivitas Perjam x Harga Satuan Upah Pekerja .......................... (2.13)

3. Biaya lembur pekerja

= 1,5 x upah sejam normal untuk jam kerja lembur pertama + 2 x n x upah

sejam normal untuk jam kerja lembur berikutnya ................................. (2.14)

Dimana:

n = Jumlah penambahan jam kerja

4. Crash Cost pekerja perhari

= (7 jam x normal cost pekerja) + (n x biaya lembur perjam) ............... (2.15)

5. Cost Slope (Penambahan biaya langsung untuk mempercepat suatu aktifitas

persatuan waktu)

=

.......................................................... (2.16)

2.12 Hubungan Antara Biaya dan Waktu

Biaya langsung akan meningkat bila waktu pelaksanaan proyek dipercepat

namun biaya langsung ini akan meningkat juga bila waktu pelaksanaan proyek

diperlambat. Biaya tidak langsung tidak tergantung pada kuantitas pekerjaan,

melainkan bergantung pada jangka waktu pelaksanaan proyek. Bila biaya tidak

langsung ini dianggap tetap selama umur proyek, maka biaya kumulatifnya akan

naik secara linier menurut umur proyek.

41

Bila kurva biaya langsung dan biaya tidak langsung ini digabungkan maka

akan didapat suatu kurva biaya total proyek, seperti gambar 2.15 dibawah ini.

Gambar 2.15 Hubungan Durasi-Biaya

Sumber: (Juan Sebastian S dkk, 2015)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa biaya total untuk pelaksanaan suatu

pekerjaan mempunyai bentuk lengkung berarti apabila waktu dipercepat maka

biaya total akan naik juga. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk kegiatan

pelaksanaan suatu pekerjaan terdapat suatu jumlah pengeluaran optimal atau yang

paling kecil.

2.12 Software Microsoft Project

Proyek merupakan rangkaian tugas atau aktivitas yang memiliki suat tujuan

tertentu yang harus diselesaikan sesuai dengan waktu, biaya dan spesifikasi yang

telah ditetapkan. Rangkaian tugas / aktivitas memiliki arti urutan dan relasi unik

antara tugas/aktivitas penyusun proyek. Manajemen proyek adalah pengolahan

suatu proyek yang mencakup proses pelingkupan, perencanaan, penyediaan staff,

pengorganisasian dan pengontrolan suatu proye.

Siklus manajeman proyek terdiri dari beberapa fase yang menyerupai fungsi

manajemen klasik. Fase tersebut meliputi sebagai berikut :

a. Fase Pelingkupan

Adalah fase penetuan batas sebuah proyek. Proses negosiasi lingkup proyek

mendominasi fase ini. Hasil proses negosiasi lingkup proyek ditungakan

dalam sebuah statement of work atau pernyataan kerja.

42

b. Fase Perencanaan

Adalah fase mengidentifikasikan tugas-tugas yang terlibat dalam proyek.

Merinci tugas menjadi tingkatan-tingkatan tugas (subtugas). Hasil

indentifikasi tugas adalah work breakdown structure atau struktur rincian

tugas.

c. Fase Perkiraan

Adalah fase perkiraan waktu masing-nmasing tugas.

d. Fase Penjadwalan

Adalah fase menentukan ketergantungan antar tugas yang membangun

proyek secara keseluruhan.

e. Fase Pengarahan

Adalah fase penempatan sumber daya pada masing-masing tugas dan

menyeimbangkan (leveling) sumber daya.

f. Fase Pengarahan

Dilakukan pada saat implementasi proyek. Implementasi proyek perlu

pengarahan tim akan rencana yang telah disepakati sehingga proyek dapat

diselesaikan secara optimal.

g. Faes Pengntrolan

Dalah fase memonitor dan mengontrol kemajuan proyek, menyampaikan

laporan perkembangan proyek dan perubahan proyek.

h. Fase Penutup

Adalah fase menilai hasil proyekedan masukan atau pengalaman yang

didapat yang akan berguna bagi proyek-proyek selanjutnya.

Berdasarkan survai dengan judul Tools of the Trade : A Survay of Project

Management alat bantu yang dipublikasikan Project Management Journal dalam

Mukhammad Naufal (2016), terpilih 10 top alat bantu pendukung manajemen

proyek. Pada fase pelingkup, fase pengarahan dan fase penutupan, Microsoft Project

tidak banyak berperan atau bahkan tidak berperan sama sekali. Keterkaitan fase

proyek dengan Microsoft project adalh sebgai berikut:

a. Fase Perencanaan

Pembutan outline WBS (Work Breakdown Strucutre) secara mudah dan

cepat dapat dilakukan melaui kolom Task Name dalam Table Gant Chart.

Task Name merupakan tempat untuk memerinci tugas-tugas proyek.

b. Fase Perkiraan

Penentuan durasi setiap tugas sesuai kapasitas tim proyek dapat dilakukan

dengan memasukan dursi masing-masing tugas pada kolom Duration.

43

c. Fase Penjadwalan

Penentuan hubungan antara tugas dapat dilakukan melaluai task Information

– Predecessor. Pada kotak dialog Task Informatioan – Predecessor,

ditetapkan hubungan antara Predecessor dengan Succesor. Analisa lintasan

kritis dan PERT dapat juga dilakukan. Analisa lintasan kritis secara detail

dapat dilakukan dengan membuat Network Diagram khusus untuk lintasan

kritis.

d. Fase Pengorganisasian

Pendelegasian tugas dapat dilakukan melalui fasilitas tabel Resource Sheet

dan kotak dialog Task Information – Resource. Resource Sheet menepung

kapasitas aksimal tim proyek dan biaya yang melingkupinya. Sedangkan

Task Informtian – Resource melakukan pendelegasian masing-masing

sumber daya ke tugas-tugas proyek.

e. Fase Pengontrolan

Pengontrolan proyek dapat dilakukan dengan membandingkan baseline

(rencana dasar) dengan kemajuan actual proyek. Kemajuan actual proyek

dilakukan dengan memasukkanya pada kotak dialog Update Tasks.

Perbandingan baseline dengan kemajuan actual proyek dapat dilihat pada

tampian Tracking Gantt.