BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.untag-sby.ac.id/551/3/BAB II.pdf · 2.1.7 Jevri Krisanto...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.untag-sby.ac.id/551/3/BAB II.pdf · 2.1.7 Jevri Krisanto...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu menjadi salah satu referensi atau acuan bagi penulis
dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang
digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari beberapa penelitian
terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul
penelitian penulis. Namun, penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai
referensi dalam memperkaya bahan kajian penelitian.
2.1.1 Aldio Arya Pratama Sutedjo (2017)
Penelitian dengan judul “Analisa Biaya Percepatan Optimal Dengan
Penjadwalan Ulang Pada Galangan Kapal”. Penelitian ini bertujuan untuk
mempercepat kegiatan-kegiatan kritis dalam proyek tersebut dan dapat mengefisien
penggunaan waktu di setiap kegiatan atau aktivitas sehingga biaya dapat
diminimalkan dari rencan semula. Percepatan total durasi dalam suatu proyek
kontruksi dilakukan dengan mempercepat kegiatan-kegiatan kritis dalam proyek
tersebut. Untuk mengetahui mana saja kegiatan kritis dari suatu proyek, maka
digunakan teknik Critical Path Method; yaitu dengan menggambar Network
Diagramdari proyek tersebut, selanjutnya menghitung Earliest Event Time (EET),
Latest Event Time (LET), lalu Total Float tiap kegiatan sehingga dapat diketahui
mana saja kegiatan kritis dari proyek tersebut. Analisa dimulai dengan menentukan
persamaan linear, kendala linear, perhitungan batas percepatan serta perhitungan
biaya percepatan yang dibutuhkan agar Solver dapat menyelesaikan kasus
percepatan tersebut secara linear dengan hasil biaya percepatan yang paling
minimum. Hasil dari running Solver menunjukkan bahwa PT. PAL dapat
mempercepat proyek yang semula berdurasi 450 hari menjadi 350 hari dengan total
biaya percepatan sebanyak Rp. 4.363.975.501,23 bila mempercepat kegiatan A
selama13 hari, kegiatan C selama16 hari, kegiatan D sebanyak 1 hari, kegiatan F
sebanyak 2 hari, kegiatan G sebanyak 3 hari, kegiatan K sebanyak 3 hari, kegiatan L
sebanyak 1 hari, kegiatan M sebanyak 6 hari, kegiatan R sebanyak 17 hari, kegiatan
W sebanyak 16 hari, kegiatan X sebanyak 16 hari, kegiatan AA sebanyak 2 hari,
kegiatan AB sebanyak 16 hari, kegiatan AC selama 14 hari, dan kegiatan AD
sebanyak 2 hari.
6
2.1.2 Imam Safi’i, Heribertus Budi Santoso (2017)
Penelitian dengan judul “Analisis Optimasi Pelaksanaan Proyek Revitalisasi
Integrasi Jaringan Universitas Kadiri Menggunakan Metode PERT Dan CPM”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis semua pekerjaan yang ada dalam proyek
revitalisasi INJANIK dengan metode Program Evaluation and Review Technique
(PERT) dan Critical Path Method (CPM). Pengumpulan data dilakukan secara
langsung pada pelaksanaan proyek yang meliputi aktivitas kegiatan, jadwal serta
anggaran biaya proyek. Dari hasil analisa menggunakan metode PERT dan CPM
terhadap pelaksanaan proyek Revitalisasi Integrasi Jaringan Universitas Kadiri dapat
disimpulkan bahwa durasi waktu optimal proyek adalah 142 hari dengan tingkat
peluang keberhasilan proyek sebesar 85,54% efisiensi yang didapat sebesar 3,4%
dan total biaya proyek optimal adalah sebesar Rp. 479.634.000 dengan efisiensi
sebesar 1,22%.
2.1.3 Weka Indra Dharmawan, Devi Oktarina, Tito Catur Wibowo (2017)
Penelitian dengan judul “Evaluasi Penjadwalan Proyek Pembangunan
Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
jaringan kerja dan untuk mengetahui kegiatan kritis, peristiwa kritis, lintasan kritis
serta menganalisis waktu dan biaya optimal proyek pengembangan Rumah Sakit
Mitra Husada Pringsewu gedung VVIP dengan melakukan percepatan waktu
pelaksanaan proyek agar tidak terjadi keterlambatan. Penelitian ini menggunakan
metode CPM (Critical Path Method) dan Kurva “S” untuk memanajemen
pelaksanaan suatu proyek agar tidak terjadi keterlambatan yang dapat merugikan
baik dari segi waktu maupun biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah
dilakukan evaluasi menggunakan Kurva S, biaya pelaksanaan dapat berkurang
hingga 10% dari biaya realisasi yaitu dari Rp12.423.077.000,00 menjadi
Rp11.293.707.000,00. Sedangkan setelah dilakukan percepatan menggunakan
metode CPM, lintasan kritis berkurang dari 3 lintasan menjadi 1 lintasan, dan durasi
proyek berkurang dari 448 hari menjadi 360 hari.
2.1.4 Agung Hardianto (2015)
Penelitian dengan judul “Analisa Pengendalian Manajemen Waktu Dan
Biaya Proyek Pembangunan Hotel Dengan Network CPM (Studi Kasus Batiqa Hotel
Palembang)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perkembangan proyek dan
bagaimana melakukan pengendalian waktu dan biaya pada proyek pembangunan
hotel Batiqa hotel Palembang. Analisa perkembangan proyek dilakukan dari awal
pelaksanaan sampai dengan minggu ke-64, yang mana pada minggu ke-64 peneliti
selesai melaksanakan penelitiannya. Dikarenakan waktu rencana pelaksanaan
7
proyek adalah 86 minggu, maka mulai minggu ke-65 sampai minggu ke-86
dilakukan penjadwalan kembali dengan menggunakan metode CPM. Metode
penelitian ini memiliki beberapa tahapan. Tahap pertama adalah studi pustaka dan
survei ke lokasi. Tahap kedua adalah pengumpulan data-data. Tahap ketiga adalah
pengolahan data yang didapat. Tahap keempat adalah analisa hasil dan kesimpulan
saran. Hasil analisa perkembangan pelaksanaan proyek selama 64 minggu, proyek
mengalami keterlambatan pada minggu ke-64. Selama pelaksanaannya proyek tidak
terus menerus terlambat, pada beberapa minggu awal proyek berjalan baik, setelah
masuk minggu ke-9 proyek mulai terjadi keterlambatan. Pada pertengahan
pelaksanaannya, proyek kembali dapat mengejar progresnya pada minggu ke-36
sampai minggu ke-37. Kemudian proyek mengalami keterlambatan lagi pada
minggu ke-38 hingga minggu ke-64. Namun disamping itu proyek juga mengalami
penghematan biaya hingga Rp 5.121.238.436 pada minggu ke-64. Setelah
melakukan analisa pelaksanaan proyek selama 64 minggu, kemudian dari sisa waktu
pelaksanaan yang ada dilakukan penjadwalan kembali (rescheduling). Dari hasil
pembuatan penjadwalan kembali dengan biaya normal sisa pekerjaan sebesar Rp
12.661.955.002 selama 20 minggu waktu kerja.
2.1.5 Liston Hari Aryono (2014)
Penelitian dengan judul “Evaluasi Pengendalian Biaya Dan Waktu
Menggunakan CPM Pada Proyek Jembatan Limpas Pengkol Kecamatan Karanggede
Kabupaten Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penambahan jam
kerja dengan biaya yang terjadi dapat dilakukan dengan metode jalur kritis atau
CPM (Critical Path Method). Maksudnya adalah mempercepat waktu pelaksanaan
proyek dengan menganalisa sejauh mana waktu dapat dipersingkat dengan
menambah biaya terhadap kegiatan yang dapat dipercepat waktu pelaksanaannya.
Dipilihnya Proyek pembangunan jembatan Limpas Pengkol Kecamatan Karanggede
Kabupaten Boyolali karena adanya permintaan dari pihak kontraktor pelaksana
untuk mempercepat waktu penyelesaian proyek dari waktu rencana yang sudah
tercantum dalam kontrak karena terjadi keterlambatan dalam pekerjaannya. Dengan
keterbatasan sumber daya manusia maka percepatan proyek tersebut dilakukan
dengan kerja lembur selama 2 jam sehari. Dari hasil penelitian optimasi biaya
pekerjaan proyek untuk setiap Alternatif Pekerjaan I, Alternatif Pekerjaan II,
Alternatif Pekerjaan III. Maka Alternatif Pekerjaan I menjadi alternatif yang paling
efisien karena waktu percepatan, waktu kritis, lintasan kritis, dan biaya kritisnya
lebih efisien dan di tunjukkan pada biaya normal Rp 311.614.402,87 dan optimasi
biaya Alternatif Pekerjaan I Rp. 50.579.077,54 dengan optimasi waktu normal 49
Hari dan optimasi waktu Alternatif Pekerjaan I 42 Hari.
8
2.1.6 Grace Y. Malingkas, Tisano Tj. Arsjad, Huibert Tarore (2013)
Penelitian dengan judul “Menganalisis Sensitivitas Keterlambatan Durasi
Proyek Dengan Metode CPM (Studi Kasus Perumahan Puri Kelapa Gading)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh percepatan durasi dengan
Metode CPM pada proyek Puri Kelapa Gading dan juga untuk mengetahui pengaruh
percepatan durasi terhadap peningkatan biaya pada pelaksanaan proyek Puri Kelapa
Gading. Alternatif percepatan yang digunakan yaitu penambahan jam kerja selama 4
jam tiap harinya dengan mencari lintasan kritis menggunakan metode jalur kritis
kemudian dilakukan percepatan untuk mendapatkan pemendekan durasi kegiatan
dan slope biaya kegiatan yang berada pada lintasan kritis, selanjutnya dihitung
kenaikan biaya dan akumulatif biaya untuk setiap kegiatan. Kemudian dibuat grafik
hubungan biaya dan waktu untuk masing-masing kegiatan. Dari hasil analisis
didapat biaya optimum pada penambahan jam kerja untuk masing-masing kegiatan
dengan biaya penambahan biaya sebesar Rp. 7.540.000,00 dan waktu pemendekan
durasi pada lintasan kritis yaitu 16 hari, artinya saat durasi dipercepat akan ada biaya
akibat pemendekan durasi tersebut.
2.1.7 Jevri Krisanto Lumbanbatu, Syahrizal (2013)
Penelitian dengan judul “Analisis Percepatan Waktu Proyek Dengan
Tambahan Biaya Yang Optimum (Studi Kasus Proyek Pembangunan Gedung
Sekolah Yayasan Pelita Bangsa di Jl. Iskandar Muda Medan, Sumatera Utara)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah waktu yang dapat dipercepat dan
berapa besar biaya yang akan dikeluarkan. Pada proyek Pembangunan Gedung
Sekolah Yayasan Pelita Bangsa yang berlokasi di Jl.Iskandar Muda Medan dipilih
sebagai tempat studi penelitian karena mengalami keterlambatan pekerjaan.
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain menyusun jaringan kerja dengan
metode Critical Path Method (CPM), mengidentifikasi jalur kritis dan jalur non
kritis dan melakukan analisa perhitungan percepatan waktu dan biaya proyek. Hasil
perhitungan menunjukkan waktu pelaksanaan normal proyek adalah 244 hari dan
biaya normal sebesar Rp. 5,927,497.357.50, dengan menambah 1 jam penambahan
jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak 16 hari dengan tambahan biaya
sebesar Rp. 41,624,455,42 dan Cost Slope sebesar Rp. 1,892,020.68 per hari, dengan
menambah 2 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak
33 hari dengan biaya tambahan sebesar Rp. 121,081,991.46 dan nilai Cost Slope
sebesar Rp. 3,363,388.64 per hari, dengan menambah 3 jam penambahan jam kerja
maka dapat mempercepat waktu sebanyak 45 hari dengan biaya tambahan sebesar
Rp. 204,767,925.40 dan nilai Cost Slope sebesar Rp. 4,550,398.34 per hari, dengan
menambah 4 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak
9
56 hari dengan biaya tambahan sebesar Rp. 297,349,168.27 dan nilai Cost Slope
sebesar Rp. 5,946,983.36 per hari.
2.1.8 Sugiyarto, Siti Qomariyah, Faizal Hamzah (2013)
Penelitian dengan judul “Analisis Network Planning Dengan CPM (Critical Path
Method) Dalam Rangka Efisiensi Waktu Dan Biaya Proyek”. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan waktu dan biaya proyek serta mengetahui kegiatan apa
saja yang termasuk dalam kegiatan kritis, untuk mengontrol dan mengkoordinasi
berbagai kegiatan sehingga proyek dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang
tepat dan juga dapat membantu perusahaan dalam mengadakan perencanaan dan
pengendalian proyek dengan waktu dan biaya yang lebih efisien. Penelitian ini
menggunakan metode CPM (Critical Path Method) merupakan salah satu metode
network planning yang berorientasi pada waktu yang mengarah pada penentuan
penjadwalan proyek dan estimasi waktunya bersifat diterministik/pasti. Dengan
penggunaan metode CPM ini menghasilkan satu jalur kritis dengan 18 kegiatan dan
dua kurva S yaitu untuk jadwal kegiatan paling awal dan paling lambat. Hasil
perhitungan dengan metode CPM membutuhkan waktu 135 hari dengan biaya Rp.
979.239.000,- sedangkan perhitungan yang dilakukan oleh CV. Catur Tunggal
membutuhkan wak-tu 150 hari dengan biaya Rp. 1.001.454.000,-. Berdasarkan
metode CPM menghemat waktu penyelesaian proyek 15 hari (10%) dan biaya
sebesar Rp. 22.215.000,-.
2.2 Proyek
Dalam penelitian ini proyek merupakan objek penelitian. Dibawah ini akan
dijelaskan beberapa hal mengenai proyek diantaranya sebagai berikut:
2.2.1 Pengertian Proyek
Proyek didefisinikan dalam analisis jaringan kerja adalah sebuah rangkaian
aktifitas unik yang saling terkait untuk memcapai suatu hasil tertentu dan dilakukan
dalam periode tertentu pula (Chase et al dalam Andi Hari M dkk, 2014).
Proyek adalah sebuah kumpulan aktivitas yang bersifat sementara
(temporary) yang dirancang untuk mencapai suatu hasil yang unik (tidak bersifat
operasional atau terus menerus). Karena proyek bersifat sementara, maka proyek
memiliki batasan ruang lingkup dan sumber daya. Untuk itu diperlukan suatu
pengaturan atau manajemen terhadap batasan-batasan proyek tersebut dengan tetap
berusaha mencapai tujuan proyek (Project Management Instititute dalam Nurvelly
R, 2016).
10
Menurut PMBOK Guide dalam Andi Hari M, dkk (2014) sebuah proyek
memiliki beberapa karakteristik penting yang terkandung didalamnya yaitu:
Sementara (temporary) berarti setiap proyek selalu memiliki jadwal yang jelas kapan
proyek dimulai dan kapan selasai. Sebuah proyek berakhir jika tujuanya telah
tercapai atau kebutuhan terhadap proyek itu tidak ada lagi sehingga proyek tersebut
dihentikan. Unik artinya bahwa proyek menghasilkan suatu produk, solusi, service
atau output tertentu yang berbeda-beda satu dan lainya. Karakteristik-karakteristik
tersebut di atas yang membedakan aktifitas suatu proyek terhadap aktifitas rutin
operasional. Aktifitas operasional cenderung bersifat terus-menerus dan berulang-
ulang, sementara aktifitas proyek bersifat temporer dan unik. Dari segi tujuannya,
aktifitas proyek akan berhenti ketika tujuan telah tercapai. Sementara aktifitas
operasional akan terus menyesuaikan tujuan agar pekerjaan tetap berjalan.
Proyek juga dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang
hanya terjadi sekali dimana pelaksanaannya sejak awal sampai akhir dibatasi oleh
kurun waktu tertentu (Tampubolon dalam Aldio Arya P.S, 2017). Menurut Subagya
dalam Aldio Arya P.S (2017) proyek adalah suatu pekerjaan yang memiliki tanda –
tanda khusus sebagai berikut, yaitu:
1. Waktu mulai dan selesainya sudah direncanakan
2. Merupakan suatu kesatuan pekerjaan yang dapat dipisahkan dari yang
lain.
3. Biasanya volume pekerjaan besar dan hubungan antar aktifitas kompleks.
2.2.2 Ciri-Ciri Proyek
Berdasarkan beberapa pengertian proyek di atas, ciri – ciri proyek antara
lain:
a. Memiliki tujuan tertentu berupa hasil kerja akhir.
b. Dalam proses pelaksanaannya, proyek dibatasi oleh jadwal, anggaran
biaya, dan mutu hasil akhir.
c. Keperluan sumber daya berubah baik macam jenis maupun volumenya.
2.2.3 Jenis-Jenis Proyek
Menurut Soeharto dalam Aldio Arya P.S (2017), proyek dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Proyek Engineering-Konstruksi
Terdiri dari pengkajian kelayakan, desain engineering, pengadaan, dan
konstruksi.
11
b. Proyek Engineering-Manufaktur
Dimaksudkan untuk membuat produk baru, meliputi pengembangan
produk, manufaktur, perakitan, uji coba fungsi dan operasi produk yang
dihasilkan.
c. Proyek Penelitian dan Pengembangan
Bertujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka
menghasilkan produk tertentu.
d. Proyek Pelayanan Manajemen
Proyek pelayanan manajemen tidak memberikan hasil dalam bentuk
fisik, tetapi laporan akhir, misalnya merancang sistem informasi
manajemen.
e. Proyek Kapital
Proyek kapital merupakan proyek yang berkaitan dengan penggunaan
dana kapital untuk investasi.
f. Proyek Radio-Telekomunikasi
Bertujuan untuk membangun jaringan telekomunikasi yang dapat
menjangkau area yang luas dengan biaya minimal.
g. Proyek Konservasi Bio-Diversity
Proyek konservasi bio-diversity merupakan proyek yang berkaitan
dengan usaha pelestarian lingkungan.
2.2.4 Tahap Siklus Proyek
Kegiatan-kegiatan dalam sebuah proyek berlangsung dari titik awal,
kemudian jenis dan intensitas kegiatannya meningkat hingga ke titik puncak, turun,
dan berakhir, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Kegiatan-kegiatan tersebut
memerlukan sumber daya yang berupa jam-orang (man-hour), dana, material atau
peralatan Soeharto dalam Aldio Arya P.S (2017).
12
Gambar 2.1 Hubungan Keperluan Sumber Daya Terhadap Waktu dalam Siklus
Proyek.
Sumber: (Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional dalam Aldio
Arya P.S (2017)
Menurut Soeharto dalam Aldio Arya P.S (2017), salah satu sistematika
penahapan yang disusun oleh PMI (Project Management Institute) terdiri dari tahap-
tahap konseptual, perencanaan dan pengembangan (PP/Definisi), implementasi, dan
terminasi.
a. Tahap Konseptual
Dalam tahap konseptual, dilakukan penyusunan dan perumusan gagasan,
analisis pendahuluan, dan pengkajian kelayakan. Deliverable akhir pada
tahap ini adalah dokumen hasil studi kelayakan.
b. Tahap PP/Definisi
Kegiatan utama dalam tahap PP/Definisi adalah melanjutkan evaluasi hasil
kegiatan tahap konseptual, menyiapkan perangkat (berupa data, spesifikasi
teknik, engineering, dan komersial), menyusun perencanaan dan membuat
keputusan strategis, serta memilih peserta proyek. Deliverable akhir pada
tahap ini adalah dokumen hasil analisis lanjutan kelayakan proyek, dokumen
rencana strategis dan operasional proyek, dokumen anggaran biaya, jadwal
induk, dan garis besar kriteria mutu proyek.
c. Tahap Implementasi
Pada umumnya, tahap implementasi terdiri dari kegiatan desain-engineering
yang rinci dari fasilitas yang hendak dibangun, pengadaan material dan
13
peralatan, manufaktur atau pabrikasi, dan instalasi atau konstruksi.
Deliverable akhir pada tahap ini adalah produk atau instalasi proyek yang
telah selesai.
d. Tahap Terminasi
Kegiatan pada tahap terminasi antara lain mempersiapkan instalasi atau
produk beroperasi (uji coba), penyelesaian administrasi dan keuangan
lainnya. Deliverable akhir pada tahap ini adalah instalasi atau produk yang
siap beroperasi dan dokumen pernyataan penyelesaian masalah asuransi,
klaim, dan jaminan.
e. Tahap Operasi atau Utilitas
Dalam tahap ini, kegiatan proyek berhenti dan organisasi operasi mulai
bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan instalasi atau produk hasil
proyek.
2.3 Manajemen Proyek
Banyak ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai definisi
manajemen proyek, diantaranya:
a. Stoner dan Wankel, mengemukakan bahwa manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha-
usaha anggota organisasi serta proses penggunaan sumberdaya organisasi
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yeng telah ditetapkan (Siregar
dan Halim dalam Irwan Raharja, 2014).
b. Harold Kenzer berpendapat manajemen klasik merupakan suatu kegiatan
yang pelaksanaannya selalu mempertimbangkan lima prinsip, yaitu
perencanaan, pengendalian, pengorganisasian, pengaturan dan pengarahan
(Iman Soeharto dalam Irwan Raharja, 2014). Dari definisi tersebut dapat
dikatakan bahwa permasalahan manajemen berkaitan dengan usaha untuk
memelihara kerjasama kelompok orang dalam kesatuan dan
memanfaatkan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Siswanto dalam Eka Dannyanti (2011), dalam manajemen proyek,
penentuan waktu penyelesaian kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan awal
yang sangat penting dalam proses perencanaan karena penentuan waktu tersebut
akan menjadi dasar bagi perencanaan yang lain, yaitu:
a. Penyusunan jadwal (scheduling), anggaran (budgeting), kebutuhan
sumber daya manusia (manpower planning), dan sumber organisasi yang
lain.
14
b. Proses pengendalian (controlling).
Manajemen Proyek meliputi tiga fase (Heizer dan Render dalam Eka
Dannyanti, 2011), yaitu:
a. Perencanaan. Fase ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan
proyek, dan organisasi tim-nya.
b. Penjadwalan. Fase ini menghubungkan orang, uang, dan bahan
untuk kegiatan khusus dan menghubungkan masing-masing
kegiatan satu dengan yang lainnya.
c. Pengendalian. Perusahaan mengawasi sumber daya, biaya,
kualitas, dan anggaran. Perusahaan juga merevisi atau mengubah
rencana dan menggeser atau mengelola kembali sumber daya agar
dapat memenuhi kebutuhan waktu dan biaya.
Handoko dalam Eka Dannyanti (2011), menyatakan tujuan manajemen
proyek adalah sebagai berikut:
a. Tepat waktu (on time) yaitu waktu atau jadwal yang merupakan
salah satu sasaran utama proyek, keterlambatan akan
mengakibatkan kerugian, seperti penambahan biaya, kehilangan
kesempatan produk memasuki pasar.
b. Tepat anggaran (on budget) yaitu biaya yang harus dikeluarkan
sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.
c. Tepat spesifikasi (on specification) dimana proyek harus sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Manajemen proyek adalah kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan dan mengendalikan sumber daya organisasi perusahaan untuk
mencapai tujuan tertentu dalam waktu tertentu dengan sumber daya tertentu. (Budi
Santoso dalam Sugiyarto dkk, 2013).
Dalam proses untuk mencapai tujuan proyek terdapat batasan yang harus
dipenuhi biaya atau anggaran, waktu atau jadwal, serta kualitas atau mutu. Tiga hal
tersebut merupakan parameter penting dalam penyelengaraan suatu proyek dan
sering disebut juga triple constrain. Triple constrain tersebut yaitu:
1. Biaya atau anggaran
Suatu proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak boleh melebihi
anggaran. Proyek berskala besar dan proses pelaksanaannya bertahun-tahun,
biayanya tidak hanya ditentukan dalam total proyek, akan tetapi terbagi atas
bagian-bagian atau periode tertentu yang jumlahnya disesuaikan dengan
keperluan. Dengan demikian penyelesaian bagian-bagian proyek harus
memenuhi sasaran anggaran perperiode.
15
2. Waktu atau jadwal
Proyek harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan
dan penyerahannya tidak boleh me-lewati batas waktu yang telah
ditentukan.
3. Kualitas atau mutu
Hasil kegiatan atau produk harus memenuhi spesifikasi dan kriteria mutu
yang telah dipersyaratkan.
Gambar 2.2 Hubungan triple constrain
Sumber: (Iman Soeharto dalam Sugiyarto dkk, 2013)
Tiga batasan tersebut diatas bersifat saling bersangkutan dan saling tarik-
menarik. Jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah ditentukan, maka secara
umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjut-nya berakibat
pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaliknya jika ingin menekan atau
memperkecil biaya, maka biasanya harus memperhatikan jadwal atau waktu dan
mutu juga.
2.4 Penjadwalan Proyek
Penjadwalan adalah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
dengan menghentikan faktor-faktor antara lain syarat – syarat dan tugas, perkiraan
permintaan, kapasitas tersedia. Masalah penjadwalan sangat erat hubunganya
dengan penyerahan beban. Tanggal penyerahan merupakan masukan utama dalam
penjadwalan yang disusun setelah mempertimbangkan beban. Jadwal bukan sekedar
daftar operasi yang mungkin dilaksanakan secara bersamaan dan beberapa operasi
diselesaikan sebelum operasi lain dimulai (Yamit dalam Andi Hari M dkk, 2014).
Proses monitoring selalu dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan paling
realistis agar alokasi sumber daya dan penetapan durasi sesuai dengan sasaran dan
tujuana proyek secara umum penjadwalan mempunyai manfaat seperti berikut:
16
1. Memberi pedoman kepada unit pekerjaan atau kegiatan mengenai batas-
batas waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.
2. Memberi sarana bagi manajemen untuk koordinasi secara sistemastis.
3. Memberikan sarana untuk menilai suatu kemajuan pekerjaan.
4. Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan.
5. Memberikan kapasitas waktu pelaksanaan pekerjaan.
6. Merupakan sarana penting dalam pengendalian proyek.
Penjadwalan proyek merupakan perencanaan spesifik proyek yang berisi
tentang urutan dan pembagian waktu pengerjaan proyek secara keseluruhan
(Tampubolon dalam Nafisah Octa K, 2017). Pada penjadwalan proyek sering
digunakan angka estimasi atau ketidak pastian, hal ini dikarenakan pihak proyek
melihat tingkat resiko pada setiap perubahan sistem politik, cuaca, ketergantungan
buruh, kegagalan konstruksi, ketergantungan pihak lain, dan lain sebagainya.
Menurut Widiasanti & Lenggogeni dalam Agung H (2015), penjadwalan
proyek konstruksi merupakan alat untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh
suatu kegiatan dalam menyelesaikannya. Di samping itu, penjadwalan juga sebagai
alat untuk menentukan kapan mulai dan selesainya kegiatan-kegitan tersebut.
Menurut Hamilton dalam Giri Dhamma W dkk (2013), tujuan penjadwalan
proyek untuk:
1. Memprediksi waktu penyelesaian proyek serta waktu yang dibutuhkan
untuk disain dan penerapan di lapangan.
2. Memprediksi waktu untuk memulai dan menyelesaikan suatu aktivitas.
3. Merencanakan dan mengontrol sumber daya yang digunakan.
4. Mengevaluasi dampak yang terjadi apabila ada perubahan pada waktu
penyelesain proyek.
5. Mereka kemajuan atau perkembangan pelaksanaan proyek.
6. Mengetahui bila terjadi keterlambatan atau kemunduran waktu pelaksanaan.
Pada umumnya penjadwalan tebagi menjadi 2 yaitu:
1. Penjadwalan Deterministik: Tugas jaringan saling terhubung dengan
dependensi yang menggambarkan pekerjaan yang akan dilakukan, masa
kerja dan rencana penyelesaian proyek. Setiap tugas memiliki durasi yang
direncanakan. Penjadwalan deterministic dibagi menjadi 2:
a. CPM (Critical Path Method) : Arrow Diagram, Time Scale Diagram,
dan Precedence Diagram Method (PDM).
b. Non-CPM : Bar/Gantt Chart, Line Diagram.
17
2. Penjadwalan Probabilistik: Jaringan dengan semua elemen dari rencana
deterministik, tetapi jangka waktu tugas adalah variabel-variabel acak.
Contoh dari penjadwalan probabilistik adalah : PERT dan Montecarlo.
2.5 Keterlambatan Proyek
Parameter penting dalam penyelenggaraan proyek konstruksi, yang sering
dijadikan sebagai sasaran proyek adalah anggaran, jadwal, dan mutu. Keberhasilan
dalam menjalankan proyek tepat waktu, biaya, serta mutu yang telah direncanakan
adalah salah satu tujuan terpenting bagi pemilik dan kontraktor. Pelaksanaan proyek
yang tidak sesuai dengan rencana, dapat mengakibatkan keterlambatan proyek. Pada
pelaksanaan proyek konstruksi, keterlambatan proyek seringkali terjadi, yang dapat
menyebabkan berbagai bentuk kerugian bagi penyedia jasa dan pengguna jasa. Bagi
kontraktor, keterlambatan selain dapat menyebabkan pembekakan biaya
proyekakibat bertambahnya waktu pelaksanaan proyek, dapat pula mengakibatkan
menurunnya kredibilitas kontraktor untuk waktu yang akan datang. Sedangkan bagi
pemilik, keterlambatan penggunaan atau pengoperasian hasil proyek konstruksi dan
seringkali berpotensi menyebabkan timbulnya perselisihan dan klaim antara pemilik
dan kontraktor (Soeharto dalam Yunita Alfiana M, 2013).
2.5.1 Pengertian Keterlambatan Proyek
Keterlambatan proyek merupakan waktu selama suatu bagian dari proyek
konstruksi diperpanjang atau tidak diselenggarakan sesuai dengan kesepakatan yang
telah ditetapkan (Callahan al dalam Bayu Dwi A, 2016).
Menurut Levis dan altherley dalam Bayu Dwi A (2016), jika suatu
pekerjaan sudah ditargetkan harus sudah selesai pada waktu yang telah ditetapkan
namun karena suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan
pekerjaan itu mengalami keterlambatan. Keterlambatan yang terjadi dalam suatu
proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya
maupun keduanya, adapun dampak keterlambatan pada clien atau owner akan
membawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian
fasilitasnya.
Terjadinya keterlambatan pada suatu proyek konstruksi dapat
diindentifikasikan, didefinisikan dan digambarkan dengan jelas melalui media
schedule. Schedule mempunyai peranan penting dalam mengambarkan
keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi. Dengan melihat schedule, maka efek
keterlambatan suatu kegiatan terhadap kegiatan lain dapat terlihat sehingga
keterlambatan ini dapat segera di antisipasi.
18
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek mengalami
keterlambatan apabila tidak dapat diserahkan oleh penyedia jasa kepada pengguna
pada tanggal serah terima pekerjaan pertama yang telah ditetapkan dikarenakan
suatu alasan tertentu. Sehingga peran aktif manajeman merupakan salah satu kunci
utama keberhasilan pengelolahan proyek. Pengkajian jadwal proyek diperlukan
untuk menentukan perubahan mendasar agar keterlambatan penyelesaian proyek
dapat dihindari atau dikurangi.
2.5.2 Jenis-Jenis Keterlambatan
Wahyudi dalam Yunita Alfiana M dkk (2013), menyatakan keterlambatan
dapat dibagi menjadi 3 jenis utama, yaitu:
1. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non Excusable Delays).
Non Excusable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh
tindakan, kelalaian, atau kesalahan kontraktor.
2. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delays).
Excusable Delays adalah keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-
kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor. Pada kejadian ini,
kontraktor mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu saja.
3. Keterlambatan yang layak mendapat ganti rugi (Compensable Delays).
Compensable Delays adalah keterlambatan yang diakibatkan tindakan,
kelalain atau kesalahan pemilik. Pada kejadian ini, kontraktor biasanya
mendapatkan kompensasi berupa perpanjangan waktu dan tambahan biaya
operasional yang perlu selama keterlambatan pelaksanaan tersebut.
2.5.3 Faktor-Faktor Keterlambatan
Menurut Yunita Alfian Messah dkk (2013), Berdasarkan 3 jenis utama
keterlambatan, maka penyebab keterlambatan proyek dapat di kelompokan sebagai
berikut:
1. Non Excusable Delays.
Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah:
a. Identifikasi, durasi, dan rencana urutan kerja yang tidak lengkap dan
tidak tersusun dengan baik.
Identifikasi aktivitas proyek merupakan tahap awal dari penyusunan
jadwal proyek.Identifikasi yang tidak lengkap akan mempengaruhi
durasi proyek secara keseluruhan dan mengganggu urutan kerja.
b. Ketidaktepatan perencanaan tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam tiap tahapan pelaksanaan
proyek berbeda-beda,tergantung dari besar dan jenis pekerjaannya.
19
Perencanaan yang tidak sesuai kebutuhan dilapangan dapat
menimbulkan persoaalan karena tenaga kerja adalah sumber daya yang
tidak mudah didapat dan mahal sekali harganya.
c. Kualitas tenaga kerja yang buruk.
Kurangnya ketrampilan dan keahlihan pekerja dapat mengakibatkan
produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan rendah sehingga memerlukan
waktu yang lama dalam menyelesaikan proyek
d. Keterlambatan penyediaan alat/material akibat kelalaian kontraktor.
Salah satu faktor yang mendukung dalam pelaksanaan proyek secara
langsung adlah tersediannya peralatan dan material yang akan
digunakan. Keterlambatan penyedian alat dan material diproyek dapat
dikarenakan keterlambatan pengiriman supplier, kesulitan untuk
mendapatkannya, dan kekurangan material itu sendiri.Penyediaaan alat
dan material yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan waktu yang
direncanakan,akan membuat produktivitas pekerja menurun karena
banyaknya jam nganggur sehingga menghambat laju pekerjaan.
e. Jenis peralatan yang digunakan tidak sesuai dengan proyek.
Peralatan merupakan salah satu sumber daya yang digunakan secara
langsung didalam pelaksanaan proyek. Perencanaan jenis peralatan
harus disesuaikan dengan karakteristik dan besarnya proyek sehingga
tujuan dari pekerjaan proyek dapat tercapai.
f. Mobilisasi sumber daya yang lambat.
Mobilisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pergerakan supplier
kelokasi proyek, antar lokasi dalam proyek, dan dari dalam lokasi
proyek ke luar lokasi proyek.Hal ini sangat dipengaruhi oleh penyediaan
jalan proyek dan waktu pengiriman alat ataupun material.
g. Banyak hasil pekerjaan yang harus diulang/ diperbaiki karena
cacat/salah. Faktor ini lebih mengarah pada mutu atau kualitas
pelaksanaan pekerjaan, baik secara struktur atau penyelesaian akhir
yang dipengaruhi gambar proyek, penjadwalan proyek, dan kualitas
tenaga kerja.
h. Kesulitan finansial.
Perputaran arus uang baik arus masuk maupun arus keluar harus
direncanakan dengan baik penggunaannya, agar tidak menimbulkan
kesulitan untuk proyek itu sendiri.Kesulitan pembiayaan oleh kontraktor
ini, terutama yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran ke pemasok
material dan pembayaran upah tenaga kerja. Hal ini akan menyebabkan
20
tersendatnya dukungan sumber daya yang ada dan membuat
pelaksanaan pekerjaan menjadi terhambat.
i. Kurangnya pengalaman kontraktor.
Pengalaman kontraktor berpengaruh dalam penanganan masalah dalam
bekerja bisa mengakibatkan keterlambatan proyek. Kontraktor yang
sudah berpengalaman dengan mudah mengatasi permaslahan yang
timbul, lain halnya dengan kontraktor yang kurang pengalaman,akan
membutuhkan waktu yang lebih banyak.
j. Koordinasi dan komunikasi yang buruk dalam organisasi kontraktor
Komunikasi adalah kunci awal bagi keberhasilan kerja tim.Dalam
pelaksanaan proyek konstruksi, koordinasi memerlikan komunikasi
yang baik agar masing-masing kelompok tidak terjadi pekerjaan yang
tumpang tindih.
k. Metode kontruksi/teknik pelaksanaan yang tidak tepat/salah.
Kesalahan atau ketidaktepatan dalam memilih metode konstruksi,
walaupun mungkin tidak sampai menimbulkan kegagalan penyelesaian
stuktur, seringkali berdampak lebih lamanya waktu penyelesaian yang
diperlukan.
l. Kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja.
Kurangnya kontrol keselamatan kerja yang ada di dalam proyek dapat
mangakibatkan terjadinya kecelakaan kerja terhadap pekerja.Hal ini
dapat berdampak pada penderita secara fisik, hilangnya semangat kerja,
dan trauma akibat kecelakaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
turunnya produktivitas kerja.
2. Excusable Delays
a. Terjadinya hal- hal yang tak terduga seperti banjir badai, gempa
bumi, tanah longsor, kebakaran, cuaca buruk.
Cuaca sangat mempengaruhi produktivitas pekerja. Cuaca yang
buruk menyebabkan turunnya stamina para pekerja yang berarti
menurunnya produktivitas.Produktivitas pekerja yang rendah dan
tidak sesuai yang direncanakan akan mengakibatkan mundurnya
jadwal proyek.Gempa bumi, banjir, tanah longsor, kebakaran dapat
menyebabkan proyek terhenti sementara dan membutuhkan waktu
lebih.
b. Lingkungan sosial politik yang tidak stabil.
Aspek sosial politik seperti kerusuhan, perang, keadaan sosial yang
buruk dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan proyek
karena perbaikan pekerjaan akibat kerusakan yang terjadi
21
memerlukan tambahan waktu yang akan memperpanjang jadwal
proyek secara keseluruhan.
c. Respon dari masyarakat sekitar yang tidak mendukung adanya
proyek Respon dari masyarakat sekitar proyek yang berbeda- beda,
ada yang mendukung dan ada pula yang menolak. Dengan adanya
respon negatif dari masyarakat sekitar menyebabkan adanya demo
yang berakibat pada berhentinya kegiatan proyek sesaat yang berarti
mundurnya jadwal pelaksanaan proyek.
3. Compensable Delays
Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah:
a. Penetapan pelaksanaan jadwal proyek yang amat ketat.
Jadwal proyek seringkali ditentukan oleh pemilik untuk kepentingan
pemakian yang mendesak.Kesalahan- kesalahan akan timbul karena
adanya tekanan waktu sehingga memerlukan perbaikan-
perbaikan.Akibatnya jadwal yang telah direncanakan akan berubah
dan memerlukan tambahan waktu.
b. Persetujuan ijin kerja yang lama
Persetujuan ijin kerja merupakan hal yang lazim dalam
melaksanakan suatu aktivitas pekerjaan seperti gambar dan contoh
bahan.Proses persetujuan ijin ini akan menjadi kendala yang bisa
memperlambat proses pelaksanaan pekerjaan apabila untuk
mendapatkan ijin tersebut diperlukan waktu yang cukup lama untuk
mengambil keputusan.
c. Perubahan lingkup pekerjaan/detail konstruksi.
Permintaan pemilik untuk mengganti lingkup pekerjaan pada saat
proyek sudah terlaksana akan berakibat pembongkaran ulang dan
perubahan jadwal yang telah dibuat kontraktor.Setiap
pembongkaran ulang dalam pelaksanaan proyek memerlukan
tambahan waktu penyelesaian.
d. Sering terjadi penundaan pekerjaan.
Kondisi finansial pemilik yang kurang baik dapat berakibat
penundaan atau penghentian pekerjaan proyek yang bersifat
sementara, yang secara langsung berakibat pada mundurnya jadwal
proyek.
e. Keterlambatan penyediaan meterial.
Dalam pelaksanaan proyek, sering terjadi adanya beberapa material
yang disiapkan oleh pemilik.Masalah akan terjadi apabila pemilik
terlambat menyediakan material kepada kontraktor dari waktu yang
22
telah dijadwalkan.Proyek tidak dapat dilanjutkan, produktivitas
pekerja rendah karena menganggur, yang mengakibatkan
keterlambatan proyek.
f. Dana dari pemilik yang tidak mencukupi.
Proyek dapat berhenti dan mengalami keterlambatan karena dana
dari pemilik proyek yang tidak cukup.
g. Sistim pembayaran pemilik ke kontraktor yang tidak sesuai kontrak
Pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi membutuhkan biaya
terus menerus sepanjang waktu pelaksanaannya, yang menuntut
kontraktor sanggup menyediakan dana secara konsisten agar
kelancaran pekerjaan tetap terjaga. Pembayaran termyn dari pemilik
yang tidak sesuai kontrak dapat merugikan pihak kontraktor karena
akan mengacaukan semua sistim pendanaan proyek tersebut dan
menpengaruhi kelancaran pekerjaan kontraktor.
h. Cara inspeksi/kontrol pekerjaan birokratis oleh pemilik.
Cara inspeksi dan kontrol yang terlalu birokratis dapat membuat
kebebasan kontraktor dalam bekerja menjadi lebih terbatas.
Keterbatasan inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan
pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lambat.
2.5.4 Dampak Keterlambatan Proyek
Menurut (Alifen et al dalam Ria H dkk, 2013), bahwa dampak dari
keterlambatan proyek ini menimbulkan kerugian pada pihak kontraktor, konsultan,
dan owner. Kerugian tersebut antara lain:
1. Pihak Kontraktor
Keterlambatan penyelesaian proyek berakibat naiknya overhead, karena
bertambah panjangnya waktu pelaksanaan. Biaya overhead meliputi biaya
untuk perusahaan secara keseluruhan, terlepas ada tidaknya kontrak yang
sedang ditangani.
2. Pihak Konsultan
Konsultan akan mengalami kerugian waktu, serta akan terlambat dalam
mengerjakan proyek yang lainnya, jika pelaksanan proyek mengalami
keterlambatan penyelesaian.
3. Pihak Owner
Keterlambatan proyek pada pihak pemilik/Owner, berarti kehilangan
penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah dapat digunakan atau
disewakan. Apabila pemilik adalah pemerintah, untuk fasilitas umum
misalnya rumah sakit tentunya keterlambatan akan merugikan pelayanan
23
kesehatan masyarakat, atau merugikan program pelayanan yang telah
disusun. Kerugian ini tidak dapat dinilai dengan uang tidak dapat dibayar
kembali. Sedangkan apabila pihak pemilik adalah non pemerintah, misalnya
pembangunan gedung, pertokoan atau hotel, tentu jadwal pemakaian gedung
tersebut akan mundur dari waktu yang direncanakan, sehingga ada waktu
kosong tanpa mendapatkan uang.
2.5.5 Mengatasi Keterlambatan
Menurut Istimawan Dipohusodo dalam Bayu D.A (2016), selama proses
konstruksi selalu saja muncul gejala kelangkaan periodik atas material-material yang
diperlakukan, berupa material dasar atau barang jadi baik yang lokal maupun import.
Cara penanganannya sangat bervariasi tergantung pada kondisi proyek, sejak yang
ditangani langsung oleh staf khusus dalam organisasi sampai bentuk pembagian
porsi tanggung jawab diantara pemberi tugas, kontraktor dan sub-kontraktor,
sehingga penawaran material suatu proyek dapat datang dari sub-kontraktor,
pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu
pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara
mengendalikan keterlambatan adalah :
a. Mengerahkan sumber daya tambahan.
b. Melepas rintangan-rintangan, ataupun upaya upaya lain untuk menjamin agar
pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana.
c. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi
jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan
pekerjaan pada saat berikutnya.
Menurut Agus Ahyari dalam Bayu D.A (2016), untuk mengatasi
keterlambatan bahan yang terjadi karena pemasok mengalami suatu hal, maka perlu
adanya pemasok cadangan. Dalam penyusunan daftar prioritas pemasok, tidak cukup
sekali disusun dan digunakan selanjutnya. Daftar tersebut setiap periode tertentu
harus diadakan evaluasi mengenai pemasok biasa dilakukan berdasarkan hubungan
pada waktu yang lalu. Untuk mengetahui kualitas pemasok bisa dilihat dari
karakteristik pola kebiasaan, pola pengiriman, cara penggantian atas barang yang
rusak.
Sedangkan menurut Donal S Baffie dalam Bayu D.A (2016), sekalipun
sudah dipergunakan prosedur yang terbaik, namun permasalahan akan timbul juga.
Kadang-kadang terjadi suatu perubahan rencana kontraktor itu sendiri yang
memerlukan barang kritis harus lebih dipercepat lagi penyerahannya dari tanggal
yang sudah disetujui sebelumnya. Keterlambatan lain mungkin timbul dari pihak
pemasok atau kontraktor, atau pada proses pengiriman dan lain-lain. Tugas dari
24
ekspeditur profesional yang berpengalaman adalah menentukan cara yang efektif
dalam menjaga agar pengadaan barang tetap sesuai jadwal yang telah ditetapkan
dengan pengaruh kerugian sekecil mungkin. Bila suatu material tidak dapat
diperoleh lagi atau menjadi sangat mahal, maka spesialis pengadaan harus
mengetahui tempat memperoleh material pengganti (substitusi) yang akan dapat
memenuhi atau melampaui persyaratan aslinya.
2.6 Critical Path Method (CPM)
Metode (CPM) adalah sebuah teknik pemodelan proyek yang dikembangkan
oleh Morgan R. Walker dari DuPont dan James E. Kelley dari Remington Rand di
akhir tahun 1950.
Metode ini mampu mengidentifikasi jalur kritis pada sekumpulan aktifitas
yang telah ditentukan ketergantungan antar aktifitasnya. Aktifitas adalah sebuah
tugas spesifik yang memiliki satu hasil yang dapat diukur yang memiliki durasi
pengerjaannya. Jalur kritis adalah sekumpulan aktifitas yang saling bergantung yang
harus selesai sesuai dengan waktu yang direncanakan karena jika tidak maka
keseluruhan waktu pengerjaan proyek akan terlambat. Dengan kata lain waktu yang
diperlukan oleh jalur kritis adalah waktu yang diperlukan sebuah proyek untuk
selesai. Sebuah proyek dapat memiliki lebih dari satu jalur kritis. Mengingat
pentingnya setiap aktifitas di jalur kritis untuk terlaksana tepat waktu, maka
aktifitas-aktifitas tersebut perlu dimonitor lebih khusus (Olivier de Weck dalam
Nurvelly R, 2016)
Menurut Levin dan Kirkpatrick dalam Aldio Arya P.S (2017), metode Jalur
Kritis (Critical Path Method - CPM), yakni metode untuk merencanakan dan
mengawasi proyek-proyek merupakan sistem yang paling banyak dipergunakan
diantara semua sistem lain yang memakai prinsip pembentukan jaringan. Dengan
CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai tahap suatu
proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula hubungan antara sumber
yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek. CPM
adalah model manajemen proyek yang mengutamakan biaya sebagai objek yang
dianalisis (Siswanto dalam Aldio Arya P.S, 2017). CPM merupakan analisa jaringan
kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya total proyek melalui pengurangan atau
percepatan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan.
2.6.1 Jaringan Kerja (Network Planning)
Jaringan kerja merupakan salah satu metode yang menjelaskan hubungan
antara kegiatan dan waktu yang secara grafis mencerminkan urutan rencana kegiatan
atau pekerjaan proyek. (Imam Soeharto dalam Sugiyarto dkk, 2013). Jaringan kerja
25
pada dasarnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian pekerjaan yang
digambarkan atau divisualisasikan dalam diagram network. Dengan demikian dapat
diketahui pada area mana pekerjaan yang termasuk kedalam lintasan kritis dan harus
diutamakan pelaksanaanya, pekerjaan mana yang menunggu selesainya pekerjaan
yang lain, pekerjaan mana yang tidak perlu tergesa-gesa sehingga alat dan orang
digeser ketempat lain demi efisiensi.
Simbol-simbol yang digunakan dalam menggambarkan suatu network
adalah sebagai berikut (Hayun dalam Aldio Arya P.S, 2017) :
a. (anak panah/busur), mewakili sebuah kegiatan atau aktivitas yaitu
tugas yang dibutuhkan oleh proyek. Kegiatan di sini didefinisikan sebagai
hal yang memerlukan duration (jangka waktu tertentu) dalam pemakaian
sejumlah resources (sumber tenaga, peralatan, material, biaya). Kepala anak
panah menunjukkan arah tiap kegiatan, yang menunjukkan bahwa suatu
kegiatan dimulai pada permulaan dan berjalan maju sampai akhir dengan
arah dari kiri ke kanan. Baik panjang maupun kemiringan anak panah ini
samabsekali tidak mempunyai arti. Jadi, tak perlu menggunakan skala.
b. (lingkaran kecil/simpul/node), mewakili sebuah kejadian atau peristiwa
atau event. Kejadian (event) didefinisikan sebagai ujung atau pertemuan dari
satu atau beberapa kegiatan. Sebuah kejadian mewakili satu titik dalam
waktu yang menyatakan penyelesaian beberapa kegiatan dan awal beberapa
kegiatan baru. Titik awal dan akhir dari sebuah kegiatan karena itu
dijabarkan dengan dua kejadian yang biasanya dikenal sebagai kejadian
kepala dan ekor. Kegiatan-kegiatan yang berawal dari saat kejadian tertentu
tidak dapat dimulai sampai kegiatan-kegiatan yang berakhir pada kejadian
yang sama diselesaikan. Suatu kejadian harus mendahulukan kegiatan yang
keluar dari simpul/node tersebut.
c. (anak panah terputus-putus), menyatakan kegiatan semu atau
dummy activity. Setiap anak panah memiliki peranan ganda dalam mewakili
kegiatan dan membantu untuk menunjukkan hubungan utama antara
berbagai kegiatan. Dummy di sini berguna untuk membatasi mulainya
kegiatan seperti halnya kegiatan biasa, panjang dan kemiringan dummy ini
juga tak berarti apa-apa sehingga tidak perlu berskala. Bedanya dengan
kegiatan biasa ialah bahwa kegiatan dummy tidak memakan waktu dan
sumbar daya, jadi waktu kegiatan dan biaya sama dengan nol.
d. (anak panah tebal), merupakan kegiatan pada lintasan kritis.
26
Dalam penggunaannya, simbol-simbol ini digunakan dengan mengikuti
aturan-aturan sebagai berikut (Hayun dalam Aldio Arya P.S, 2017):
a. Di antara dua kejadian (event) yang sama, hanya boleh digambarkan satu
anak panah.
b. Nama suatu aktivitas dinyatakan dengan huruf atau dengan nomor kejadian.
c. Aktivitas harus mengalir dari kejadian bernomor rendah ke kejadian
bernomor tinggi.
d. Diagram hanya memiliki sebuah saat paling cepat dimulainya kejadian
(initial event) dan sebuah saat paling cepat diselesaikannya kejadian
(terminal event).
Adapun logika ketergantungan kegiatan-kegiatan itu dapat dinyatakan
sebagai berikut :
a. Jika kegiatan A harus diselesaikan dahulu sebelum kegiatan B dapat dimulai
dan kegiatan C dimulai setelah kegiatan B selesai, maka hubungan antara
kegiatan tersebut dapat di lihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kegiatan A pendahulu kegiatan B & kegiatan B pendahulu kegiatan C.
Sumber: (Operations Management dalam Aldio Arya P.S, 2017)
b. Jika kegiatan A dan B harus selesai sebelum kegiatan C dapat dimulai, maka
dapat di lihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Kegiatan A dan B merupakan pendahulu kegiatan C.
Sumber: (Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional dalam Aldio
Arya P.S, 2017)
27
c. Jika kegiatan A dan B harus dimulai sebelum kegiatan C dan D maka dapat
di lihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Kegiatan A dan B merupakan pendahulu kegiatan C dan D.
Sumber: (Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional dalam Aldio
Arya P.S, 2017)
d. Jika kegiatan A dan B harus selesai sebelum kegiatan C dapat dimulai, tetapi
D sudah dapat dimulai bila kegiatan B sudah selesai, maka dapat dilihat
pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kegiatan B merupakan pendahulu kegiatan C dan D.
Sumber: (Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional dalam Aldio
Arya P.S, 2017)
Fungsi dummy ( ) d atas adalah memindahkan seketika itu juga (sesuai
dengan arah panah) keterangan tentang selesainya kegiatan B.
28
e. Jika kegiatan A,B, dan C mulai dan selesai pada lingkaran kejadian yang
sama, maka kita tidak boleh menggambarkannya seperti pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Gambar yang salah bila kegiatan A, B dan C mulai dan selesai pada
kejadian yang sama.
Sumber: (Operation Research Model-model Pengambilan Keputusan dalam Aldio
Arya P.S, 2017)
Untuk membedakan ketiga kegiatan itu, maka masing-masing harus
digambarkan dummy seperti pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Kegiatan A, B, dan C mulai dan selesai pada kejadian yang sama.
Sumber: (Operation Research Model-model Pengambilan Keputusan dalam Aldio
Arya P.S, 2017)
29
Menurut Heizer dan Render dalam Aldio Arya P.S (2017), ada dua
pendekatan untuk menggambarkan jaringan proyek, yaitu kegiatan-pada-titik
(activity–on-node- AON) dan kegiatan-pada-panah (activity-on-arrow – AOA). Pada
pendekatan AON, titik menunjukkan kegiatan, sedangkan pada AOA, panah
menunjukkan kegiatan. Gambar 2.9 mengilustrasikan kedua pendekatan tersebut.
Gambar 2.9 Perbandingan Dua Pendekatan Menggambarkan Jaringan Kerja.
Sumber: (Principles of Operations Management dalam Aldio Arya P.S, 2017)
30
Dalam CPM (Critical Path Method) dikenal beberapa istilah, yaitu EET
(Earliest Event Time) dan LET (Latest Event Time), Float, dan Critical Path. EET
adalah peristiwa paling awal atau waktu tercepat dari event. LET adalah peristiwa
paling akhir atau waktu paling lambat dari event. Berikut ini akan dijelaskan istilah-
istilah yang terdapat pada CPM, yaitu:
1. EET (Earliest Event Time), adalah peristiwa paling awal atau waktu tercepat
dari event. Untuk menghitung besarnya nilai EET, digunakan perhitungan ke
depan (forward analysis), dimulai dari kegiatan paling awal dan dilanjutkan
dengan kegiatan berikutnya (Syafridon, G. G. A, 2013).
Gambar 2.10 Diagram perhitungan maju
Sumber: (Syafridon, G. G. A, 2013)
Dimana:
EETj = EETi + durasi A .......................................................................... (2.1)
EETk = EETj + durasi B ........................................................................ (2.2)
2. LET (Latest Event Time), adalah peristiwa paling akhir atau waktu paling
lambat dari event. Untuk menghitung besarnya nilai LET, digunakan
perhitungan ke belakang (backward analysis), dimulai dari kegiatan paling
akhir dan dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan sebelumnya (Syafridon, G.
G. A, 2013).
Gambar 2.11 Diagram perhitungan mundur
Sumber: (Syafridon, G. G. A, 2013)
Dimana:
LETj = LETk – durasi B .......................................................................... (2.3)
LETi = LETj – durasi A .......................................................................... (2.4)
3. Float dapat didefinisikan sebagai sejumlah waktu yang tersedia dalam suatu
kegiatan sehingga memungkinkan penundaan atau perlambatan kegiatan
tersebut secara sengaja atau tidak sengaja, tetapi penundaan tersebut tidak
31
menyebabkan proyek menjadi terlambat dalam penyelesaiannya (Syafridon,
G. G. A, 2013).
4. Lintasan kritis (critical path), adalah sebuah kegiatan yang menghubungkan
antarkegiatan kritis (Syafridon, G. G. A, 2013). Aktifitas jalur terpanjang
yang dilewati antar kegiatan merupakan jalur kritis. Sebuah kegiatan
dikatakan kritis apabila penundaan saat awal akan menyebabkan penundaan
waktu penyelesaian keseluruhan proyek.
2.6.2 Lintasa Kritis
Heizer dan Render dalam Aldio Arya P.S (2017), menjelaskan bahwa dalam
dalam melakukan analisis jalur kritis, digunakan dua proses two-pass, terdiri atas
forward pass dan backward pass. ES dan EF ditentukan selama forward pass, LS dan
LF ditentukan selama backward pass. ES (earliest start) adalah waktu terdahulu
suatu kegiatan dapat dimulai, dengan asumsi semua pendahulu sudah selesai. EF
(earliest finish) merupakan waktu terdahulu suatu kegiatan dapat selesai. LS (latest
start) adalah waktu terakhir suatu kegiatan dapat dimulai sehingga tidak menunda
waktu penyelesaian keseluruhan proyek. LF (latest finish) adalah waktu terakhir
suatu kegiatan dapat selesai sehingga tidak menunda waktu penyelesaian
keseluruhan proyek.
ES = Max {EF semua pendahulu langsung} .........................................................(2.5)
EF = ES + Waktu kegiatan ....................................................................................(2.6)
LF = Min {LS dari seluruh kegiatan yang langsung mengikutinya} ....................(2.7)
LS = LF – Waktu kegiatan ...................................................................................(2.8)
Setelah waktu terdahulu dan waktu terakhir dari semua kegiatan dihitung,
kemudian jumlah waktu slack (slack time) dapat ditentukan. Slack adalah waktu
yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan
keterlambatan proyek keseluruhan (Heizer dan Render dalam Aldio Arya P.S, 2017).
Slack = LS – ES ................................................................................................... (2.9)
Atau
Slack = LF – EF ............................................................................................... (2.10)
32
Gambar 2.12 Notasi yang Digunakan pada Node Kegiatan.
Sumber: (Operations Management : Manajemen Operasi dalam Aldio Arya P.S,
2017)
Dalam metode CPM (Critical Path Method - Metode Jalur Kritis) dikenal
dengan adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-
komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama.
Jalur kritis terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan
pertama sampai pada kegiatan terakhir proyek (Soeharto dalam Aldio Arya P.S,
2017). Lintasan kritis (Critical Path) melalui aktivitas-aktivitas yang jumlah waktu
pelaksanaannya paling lama. Jadi, lintasan kritis adalah lintasan yang paling
menentukan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan, digambar dengan anak
panah tebal (Badri dalam Aldio Arya P.S, 2017).
Menurut dalam Aldio Arya P.S (2017), manfaat yang didapat jika
mengetahui lintasan kritis adalah sebagai berikut :
a. Penundaan pekerjaan pada lintasan kritis menyebabkan seluruh pekerjaan
proyek tertunda penyelesaiannya.
b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada
pada lintasan kritis dapat dipercepat.
c. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis
yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off (pertukaran
waktu dengan biaya yang efisien) dan crash program (diselesaikan dengan
waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau
dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.
d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak
melalui lintasan kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk
memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di
lintasan kritis agar efektif dan efisien.
33
2.6.3 Keuntungan Penggunaan Jalur Kritis
Kegunaan Metode Jalur Kritis pada implementasi perencanaan sebuah
proyek adalah sebagai berikut (L. Baker, Samuel dalam Nurvelly R dkk, 2016):
a. Membantu memberikan informasi seberapa lama sebuah proyek
memerlukan waktu.
b. Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas mana saja yang ada pada jalur kritis dan
perlu dimonitor dengan seksama.
c. Memberikan gambaran tentang kemungkinan sebuah proyek dapat
dijalankan lebih cepat atau tidak.
2.7 Durasi Proyek
Durasi proyek adalah julah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
seluruh pekerjaan proyek (Maharany & fajarwati dalam Mukhammad Naufal, 2016).
Maharany & Fajarwati dalam Mukhammad Naufal (2016) menjelaskan
bahwa faktor yang berpengaruh dalam menentukan durasi pekerjaan adalah volume
pekerjaan, metode kerja (construction method), keadaan lapangan serta keterampilan
tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan proyek.
Pada umumnya apabila waktu pelaksanaan bertambah panjang maka biaya
pelaksaan akan bertambah besar dan demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan
oleh biaya overhead yang besarnya tergantung dari waktu pelaksanaan. Ada
beberapa faktor yang menentukan lamanya suatu kegiatan yaitu :
a. Volume Pekerjaan
Kegiatan yang volumenya lebih besar membutuhkan waktu penyelesaian
lebih lama dibandingkan dengan volume pekerjaan yang lebih kecil.
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terampil, terdidik dan berpengalaman akan mempunyai
produktifitas yang tinggi sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
cepat dan mutu yang baik.
c. Cuaca
Faktor cuaca memegang peran penting dalam pelaksanaan dilapangan.
Apabila cuaca buruk akan menyebabkan terganggunya pelaksanaan
pekerjaan.
d. Lokasi Proyek
e. Prosedur Perkiraan Waktu
34
Menurut Mahendra dalam Mukhammad Naufal (2016), prinsip dalam
menetukan perkiraan / taksiran waktu atau durasi dari suatu kegiatan/pekerjaan
adalah:
a. Tingkat keahlian dan pengalaman staff / orang yang membuat perkiraan
waktu terus memenuhi syarat kebutuhan.
b. Perkiraan/estimasi harus berdasarkan perhitungan produksi kerja dari tenaga
kerja atau tim kerja per hari dan produksi hasil kerja peralatan per jam
dalam rangka menyelesaikan pekerjaan/kegiatan yeng bersangkutan.
c. Telah diperhitungankan hambatan atau ganguan yang mungkin terjadi:
Kondisi medan kerja atau area kerja.
Cuaca, musim, gangguan/kejadian, gangguan banjir, gempa, dan lain-
lain.
Ketersediaan sumber daya, material, tenaga kerja, peralatan kerja,
dana/financial, dan lain – lain.
Ketergantungan degan perkejaan/proyek lain yang mendahuluinya dan
kelanjutannya.
Prosedur administrasi yang harus dilengkapi sebelum pekerjaan dimulai.
d. Asumsi apa pun yang digunakan dalam perencanaan waktu aktivitas harus
didokumentasikan.
e. Estimasi harus merupakan taksiran yang bersih dari kepentingan yang tidak
relevan dengan alasan perhitungan teknis. Atau estimasi harus jujur dan
tidak direkayasa.
f. Selama pelaksaan proyek asumsi yang diperhitungkan harus selalu ditinjau
kembali untuk mematikan bahwa tidak ada hambatan yang timbul dari
keselahan asumsi terhadap kenyataan selama aktivitas dilakukan.
g. Apabila untuk aktivitas tertentu memerlukan sponsor atau
kesanggupan/jaminan dari orang-orang atau lembaga tertentu, maka
komitmen tertulis harus dibuat
h. Pada tahap estimasi yang dilakukan oleh staff/orang yang membuta
perkiraan waktu tersebut, tidak diperbolehkan memperhitungkan adanya
kelonggaran atau kemungkinan tidak terduga yang sifatnya bukan kebiasaan
perhitungan teknis yang lazim, estimasi atau kemungkinan demikian hanya
dilakukan pada tingkat makro/global oleh tingkat manajemen tertentu.
i. Pemeriksaan yang memenuhi syarat logika dan teknis harus selalu
dilakukan.
35
2.8 Produktivitas Pekerja
Menurut Jevri Krisanto L dan Syahrizal (2013), produktivitas didefinisikan
sebagai rasio antara output dan input, atau rasio antar hasil produksi dengan total
sumber daya yang digunakan. Dalam proyek konstruksi, rasio produktivitas adalah
nilai yang diukur selama proses konstruksi, dapat dipisah menjadi biaya tenaga
kerja, material, dan uang, metode dan alat. Sukses dan tidaknya proyek konstruksi
tergantung pada efektifitas pengelolaan sumber daya. Pekerja adalah salah satu
sumber daya yang tidak mudah dikelola. Upah yang diberikan sangat bervariasi
tergantung pada kecakapan masing-masing pekerja karean tidak ada satupun pekerja
yang sama karakteristiknya.
Secara umum produktivitas adalah merupakan tingkat produksi yaitu output
dibagi input. Di bidang konstruksi output adalah hasil kerja berupa kuantitas atau
volume pekerjaan (misalnya meter kubik beton, meter persegi dinding bata, dan
sebagainya), sedangkan input adalah merupakan jumlah sumber daya (misalnya
manusia, peralatan, material) yang menghasilkan unit volume pekerjaan. Kelancaran
dan ketepatan jadwal pelaksanaan proyek sangat bergantung pada produktivitas
kerja dari masing-masing jenis pekerja yang terlibat di dalamnya, sehingga tingkat
keahlian dari pekerja menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
produktivitas (Ratna S Alifen, 2004).
Hubungan antara durasi aktivitas dan produktivitas kerja, dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
d =
................................................................................................................ (2.11)
dimana:
d = Durasi aktivitas (hari)
Ʃmh = Total jam-orang (manhour) untuk menyelesaikan suatu aktivitas (jam –
orang)
n = Jumlah pekerja rencana untuk menyelesaikan suatu aktivitas (orang)
H = Banyaknya jam kerja dalam satu hari (jam/hari)
Produktivitas suatu aktivitas sangat tergantung pada beberapa faktor antara
lain:
1. Komposisi kelompok kerja; pada kegiatan konstruksi seorang pengawas
lapangan (mandor) memimpin suatu kelompok kerja yang terdiri dari
bermacam-macam jenis pekerja lapangan, seperti tukang batu, tukang kayu,
tukang besi, tukang pipa, tukang pembantu dan lain-lain.
2. Kerja lembur; jam kerja tambahan yang dilakukan di luar jam kerja normal,
biasanya dilakukan untuk mengejar sasaran/keterlambatan jadwal.
3. Pekerja langsung versus sub-kontraktor; kontraktor utama dalam melaksanakan
36
pekerjaan lapangan ada dua cara yaitu dengan merekrut langsung tenaga kerja
atau menyerahkan paket kerja tertentu kepada sub-kontraktor.
4. Kepadatan tenaga kerja; dinyatakan dengan perbandingan antara skala proyek
dengan jumlah pekerja atau luas tempat kerja bagi setiap tenaga kerja. Faktor
kepadatan tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap kelancaran pekerjaan dan
produktivitas pekerja.
Percepatan durasi aktivitas dapat dilakukan dengan meningkatkan
produktivitas pekerja pada aktivitas yang bersangkutan. Berdasarkan pada
persamaan (1), langkah percepatan durasi hanya dapat dilakukan pada dua variabel
saja, yaitu jumlah pekerja dan jam kerja, sedangkan total jam-orang tidak dapat
digunakan sebagai variabel, karena bersifat konstan untuk setiap aktivitas.
Berdasarkan pada dua variabel tersebut diatas, beberapa kemungkinan
percepatan yang dapat dilakukan adalah (1) Dengan menambah jam kerja dengan
jumlah pekerja tetap, (2) Dengan menambah jumlah pekerja pada jam kerja normal,
(3) Dengan membuat kelompok kerja baru yang bekerja di luar jam kerja dengan
shift kerja pada malam/hari libur.
2.9 Proses Crashing (Percepatan)
Mempercepat pelaksanaan suatu proyek harus dirancang terlebih dahulu.
Hal ini dapat menghasilkan suatu percepatan durasi yang baik. Perlu diperhatikan
keseimbangan dalam merancang walaupun mungkin dengan konsekuensi
menambah sumber daya manusia. Tetapi selama menambah sumber daya manusia
masih lebih murah dibandingkan dengan pembayaran extra akibat keterlambatan
proyek, maka penambahan sumber daya manusia tersebut kiranya dapat
diperhitungkan.
Umumnya, bila waktu pelaksanaan suatu pekerjaan dipersingkat (crashing),
maka biaya langsung akan naik. Perencanaan atas dasar biaya langsung yang
terendah belum tentu merupakan yang terbaik, oleh karena hal ini identik dengan
waktu yang lama, padahal total biaya dari proyek termasuk juga biaya tak langsung,
juga mempengaruhi waktu pelaksanaan.
Mempercepat durasi sebuah kegiatan akan mempertinggi biaya, namun
belum tentu akan mempersingkat waktu proyek keseluruhan, kecuali jika kegiatan
tersebut merupakan kegiatan kritis. Itulah sebabnya maka diperlukan kombinasi
yang sebaik-baiknya dari kegiatan yang dipercepat durasi pelaksanaannya dalam
menghasilkan waktu proyek yang paling ekonomis, dimana tujuan kita
menyelesaikan suatu proyek yang teknis dan ekonomis diperlukan suatu
perhitungan yang teliti sampai dimanakah kita dapat mempersingkat waktu
dengan menambah biaya yang terkecil mungkin.
37
Kegiatan dalam suatu proyek dapat dipercepat dengan berbagai cara, yaitu:
1. Dengan mengadakan shift pekerjaan, berarti biaya tambahan berupa biaya untuk
penerangan, makan dan lain sebagainya.
2. Dengan memperpanjang waktu kerja (lembur).
3. Dengan menggunakan alat bantu yang lebih produktif.
4. Menambah jumlah pekerja.
5. Dengan menggunakan material yang dapat lebih cepat pemasangannya.
6. Menggunakan metode konstruksi lain yang lebih cepat.
7. Subkontraktor sebuah aktivitas.
Untuk menerapkan penggunaan beberapa shift dalam pekerjaan lebih
cocok jika durasi yang ditetapkan oleh pemilik proyek sangat singkat. Namun,
supaya durasi yang ditetapkan cukup wajar, sebaiknya hal ini dihindarkan. Sebab
jika dilakukan shift maka harus mempertimbangkan berbagai hal, misalnya
penerangan, layanan pendukung, keamanan dan produktifitasnya. Biasanya
dengan penggunaan shift, biaya yang dikeluarkan akan melampaui rencana
anggaran yang ditetapkan untuk penggunaan fasilitas guna layanan kerja serta
menurunnya produktifitas pekerja. Sehingga, dapat dikatakan bahwa penggunaan
shift dalam suatu pekerjaan akan menambah biaya yang harus dikeluarkan.
Namun, secara dramatis dapat mereduksi atau mengurangi durasi pekerjaan hingga
mencapai 50% dari durasi yang ditetapkan (Tarore dan Mandagi dalam Juan
Sebastian S dkk, 2015).
Memperpanjang waktu kerja membantu mengurangi waktu keseluruhan
dari suatu kegiatan. Pekerja dipekerjakan hingga 10-12 jam/hari, hal ini dapat
mengurangi durasi dari suatu kegiatan sampai 33%. Tambahan biaya untuk
penyediaan fasilitas layanan kerja serta menurunnya produktifitas dari pekerja
tetap terjadi.
Metode yang paling umum digunakan untuk memperpendek durasi proyek
adalah menugas- kan penambahan tenaga kerja dan peralatan pada setiap aktivitas.
Namun tetap juga memilki keuntungan dan kerugian. Kecepatan yang diperoleh,
bagaimanapun, tetap terbatas sekalipun sudah menambah pekerja melipat- duakan
ukuran kekuatan pekerja tidak akan mengurangi waktu penyelesaian proyek
sebesar setengahnya.
2.10 Analisa Durasi Biaya
Untuk menentukan durasi dan biaya dari suatu rangkaian kerja yang
optimal, harus dilakukan analisa yang cukup agar tidak terjadi kesalahan dalam
menentukan crashing dari suatu kegiatan. Konsep yang harus dipahami terlebih
dahulu adalah:
38
1. Hubungan antara sumber daya dengan biaya
Gambar 2.13 Hubungan antara Sumber daya-Biaya
Sumber: (Juan Sebastian S dkk, 2015)
Hubungan antara biaya dengan pemakaian jumlah tenaga kerja dapat
dilukiskan (asumsi) seperti pada grafik diatas. Yaitu dengan menambahkan tenaga
kerja menjadi dua kali, maka biaya yang dikeluarkan menjadi dua kalinya. Pada
garis biaya nyata menggambarkan bahwa dengan pemakaian tenaga menjadi dua
kalinya, maka biaya nyata yang dikeluarkan akan lebih besar daripada asumsi. Hal
ini dikarenakan pada kenyataan bahwa tenaga kerja bekerja secara produktif pada
awal dari suatu kegiatan dan berangsur-angsur akan menurun lama kelamaan oleh
berbagai faktor, sehingga biaya yang dikeluarkan tiap unit pekerjaan akan menjadi
lebih besar.
Dalam grafik juga dapat dilihat bahwa asumsi atau biaya rencana akan
berbeda dengan biaya nyata. Pada saat pelaksanaan proyek biasanya akan terjadi
pembengkakkan biaya yang tidak diduga sebelumya. Oleh sebab itu perlu adanya
perhitungan yang matang dalam penyusunan anggaran, agar tidak terjadi kerugian
dalam pelaksanaan proyek.
39
2. Hubungan antara durasi dengan sumber daya:
Gambar 2.14 Hubungan antara Sumber daya-Durasi
Sumber: (Juan Sebastian S dkk, 2015)
Konsep kedua yang harus dipahami seperti dilukiskan pada grafik diatas.
Anggapan yang terjadi bahwa suatu kegiatan yang dapat diselesaikan oleh 8
pekerja dalam waktu 1 hari, identik dengan digunakannya 1 pekerja dan akan
diselesaikan dalam 8 hari. Kombinasi lain yang dapat ditunjukkan di sini, suatu
pekerjaan dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari oleh 2 pekerja atau 2 hari oleh 4
pekerja. Pada kenyataannya hal tersebut tidak benar, seperti yang ditunjukkan oleh
garis aktual menggambarkan deviasi atau penyimpangan dari asumsi. Hal ini dapat
terjadi karena beberapa hal antara lain adalah kondisi ruang gerak di tempat kerja
yang mengharuskan menggunakan pekerja dalam jumlah tertentu, atau dengan
kata lain terbatasnya ruang untuk memperbanyak jumlah pekerja.
2.11 Biaya Tambahan Pekerja (Crash Cost)
Dengan adanya penambahan waktu kerja, maka biaya untuk tenaga kerja
akan bertambah dari biaya normal tenaga kerja. Berdasarkan Keputusan Mentri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP.
102/MEN/VI/2004 bahwa upah penambahan kerja bervariasi, untuk penambahan
waktu kerja satu jam pertama, pekerja mendapatkan tambahan upah 1,5 kali upah
perjam waktu normal, dan untuk penambahan waktu kerja berikutnya pekerja
mendapatkan 2 kali upah perjam waktu normal.
40
Adapun perhitungan biaya tambahan pekerja dapat dirumuskan sebagai
berikut, yaitu:
1. Normal ongkos pekerja perhari
= Produktivitas Harian x Harga Satuan Upah Pekerja .......................... (2.12)
2. Normal ongkos pekerja pejam
= Produktivitas Perjam x Harga Satuan Upah Pekerja .......................... (2.13)
3. Biaya lembur pekerja
= 1,5 x upah sejam normal untuk jam kerja lembur pertama + 2 x n x upah
sejam normal untuk jam kerja lembur berikutnya ................................. (2.14)
Dimana:
n = Jumlah penambahan jam kerja
4. Crash Cost pekerja perhari
= (7 jam x normal cost pekerja) + (n x biaya lembur perjam) ............... (2.15)
5. Cost Slope (Penambahan biaya langsung untuk mempercepat suatu aktifitas
persatuan waktu)
=
.......................................................... (2.16)
2.12 Hubungan Antara Biaya dan Waktu
Biaya langsung akan meningkat bila waktu pelaksanaan proyek dipercepat
namun biaya langsung ini akan meningkat juga bila waktu pelaksanaan proyek
diperlambat. Biaya tidak langsung tidak tergantung pada kuantitas pekerjaan,
melainkan bergantung pada jangka waktu pelaksanaan proyek. Bila biaya tidak
langsung ini dianggap tetap selama umur proyek, maka biaya kumulatifnya akan
naik secara linier menurut umur proyek.
41
Bila kurva biaya langsung dan biaya tidak langsung ini digabungkan maka
akan didapat suatu kurva biaya total proyek, seperti gambar 2.15 dibawah ini.
Gambar 2.15 Hubungan Durasi-Biaya
Sumber: (Juan Sebastian S dkk, 2015)
Dari gambar tersebut terlihat bahwa biaya total untuk pelaksanaan suatu
pekerjaan mempunyai bentuk lengkung berarti apabila waktu dipercepat maka
biaya total akan naik juga. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk kegiatan
pelaksanaan suatu pekerjaan terdapat suatu jumlah pengeluaran optimal atau yang
paling kecil.
2.12 Software Microsoft Project
Proyek merupakan rangkaian tugas atau aktivitas yang memiliki suat tujuan
tertentu yang harus diselesaikan sesuai dengan waktu, biaya dan spesifikasi yang
telah ditetapkan. Rangkaian tugas / aktivitas memiliki arti urutan dan relasi unik
antara tugas/aktivitas penyusun proyek. Manajemen proyek adalah pengolahan
suatu proyek yang mencakup proses pelingkupan, perencanaan, penyediaan staff,
pengorganisasian dan pengontrolan suatu proye.
Siklus manajeman proyek terdiri dari beberapa fase yang menyerupai fungsi
manajemen klasik. Fase tersebut meliputi sebagai berikut :
a. Fase Pelingkupan
Adalah fase penetuan batas sebuah proyek. Proses negosiasi lingkup proyek
mendominasi fase ini. Hasil proses negosiasi lingkup proyek ditungakan
dalam sebuah statement of work atau pernyataan kerja.
42
b. Fase Perencanaan
Adalah fase mengidentifikasikan tugas-tugas yang terlibat dalam proyek.
Merinci tugas menjadi tingkatan-tingkatan tugas (subtugas). Hasil
indentifikasi tugas adalah work breakdown structure atau struktur rincian
tugas.
c. Fase Perkiraan
Adalah fase perkiraan waktu masing-nmasing tugas.
d. Fase Penjadwalan
Adalah fase menentukan ketergantungan antar tugas yang membangun
proyek secara keseluruhan.
e. Fase Pengarahan
Adalah fase penempatan sumber daya pada masing-masing tugas dan
menyeimbangkan (leveling) sumber daya.
f. Fase Pengarahan
Dilakukan pada saat implementasi proyek. Implementasi proyek perlu
pengarahan tim akan rencana yang telah disepakati sehingga proyek dapat
diselesaikan secara optimal.
g. Faes Pengntrolan
Dalah fase memonitor dan mengontrol kemajuan proyek, menyampaikan
laporan perkembangan proyek dan perubahan proyek.
h. Fase Penutup
Adalah fase menilai hasil proyekedan masukan atau pengalaman yang
didapat yang akan berguna bagi proyek-proyek selanjutnya.
Berdasarkan survai dengan judul Tools of the Trade : A Survay of Project
Management alat bantu yang dipublikasikan Project Management Journal dalam
Mukhammad Naufal (2016), terpilih 10 top alat bantu pendukung manajemen
proyek. Pada fase pelingkup, fase pengarahan dan fase penutupan, Microsoft Project
tidak banyak berperan atau bahkan tidak berperan sama sekali. Keterkaitan fase
proyek dengan Microsoft project adalh sebgai berikut:
a. Fase Perencanaan
Pembutan outline WBS (Work Breakdown Strucutre) secara mudah dan
cepat dapat dilakukan melaui kolom Task Name dalam Table Gant Chart.
Task Name merupakan tempat untuk memerinci tugas-tugas proyek.
b. Fase Perkiraan
Penentuan durasi setiap tugas sesuai kapasitas tim proyek dapat dilakukan
dengan memasukan dursi masing-masing tugas pada kolom Duration.
43
c. Fase Penjadwalan
Penentuan hubungan antara tugas dapat dilakukan melaluai task Information
– Predecessor. Pada kotak dialog Task Informatioan – Predecessor,
ditetapkan hubungan antara Predecessor dengan Succesor. Analisa lintasan
kritis dan PERT dapat juga dilakukan. Analisa lintasan kritis secara detail
dapat dilakukan dengan membuat Network Diagram khusus untuk lintasan
kritis.
d. Fase Pengorganisasian
Pendelegasian tugas dapat dilakukan melalui fasilitas tabel Resource Sheet
dan kotak dialog Task Information – Resource. Resource Sheet menepung
kapasitas aksimal tim proyek dan biaya yang melingkupinya. Sedangkan
Task Informtian – Resource melakukan pendelegasian masing-masing
sumber daya ke tugas-tugas proyek.
e. Fase Pengontrolan
Pengontrolan proyek dapat dilakukan dengan membandingkan baseline
(rencana dasar) dengan kemajuan actual proyek. Kemajuan actual proyek
dilakukan dengan memasukkanya pada kotak dialog Update Tasks.
Perbandingan baseline dengan kemajuan actual proyek dapat dilihat pada
tampian Tracking Gantt.