Bab II TGA Asti Widi
-
Upload
muhammad-nanda-faria -
Category
Documents
-
view
27 -
download
2
description
Transcript of Bab II TGA Asti Widi
BAB 1I
PEMILIHAN DAN DESKRIPSI PROSES
Berdasarkan bahan baku yang dipergunakan untuk membuat sabun maka
sampai saat ini telah dikenal dua macam proses pembuatan sabun, yaitu proses
safonifikasi langsung trigliserida dan netralisasi asam lemak. Saponifikasi
langsung trigliserida melalui proses batch dan kontinyu. Proses netralisasi asam
lemak berasal dari trigliserida yang telah dihidrolisa dengan menggunakan suhu
dan tekanan tinggi (Othmer, 1994).
2.1 Proses Saponifikasi Trigliserida
Proses ini merupakan proses yang paling tua diantara proses – proses yang
ada, karena bahan baku untuk proses ini sangat mudah diperoleh. Dahulu
digunakan lemak hewan dan sekarang telah digunakan pada minyak nabati. Pada
saat ini, telah digunakan proses saponifikasi trigliserida sistem kontinu sebagai
pengganti proses saponifikasi trigliserida sistem batch.
Saponifikasi trigliserida secara kontinyu dikembangkan agar proses di
Industri sabun mempunyai efisiensi yang bagus dan waktu proses yang singkat.
Sistem ini mempunyai perbedaan dalam design alat proses, sedangkan untuk
memproduksi sabun sistem ini tetap menggunakan proses yang umum digunakan
Tahap pertama proses saponifikasi ini adalah mereaksikan trigliserida
dengan basa alkali, air dan garam di dalam reaktor berpengaduk. Kondisi operasi
pada reaktor yaitu pada suhu 120 0C dan tekanan 120 kPa atau pada suhu 80 - 90 0C pada tekanan 1 atm dan reaksi saponifikasi berlangsung secara cepat (<30
menit). Sistem resirkulasi diatur sedemikian rupa di dalam reaktor agar terjadi
kontak antara trigliserida dan bahan lainnya, serta proses di dalam reaktor dibantu
dengan adanya pengadukan yang bertujuan untuk mempercepat proses
homogenasi bahan di dalam reaktor, mempercepat perpindahan panas dan
perpindahan massa.
Setelah proses berakhir di reaktor berpengaduk, maka produk (sabun,
gliserin dll) yang keluar kemudian dipompakan ke cooling mixer. Di dalam
II-1
II-2
cooling mixer produk didinginkan sampai suhu dibawah 100 0C, setelah itu
produk yang telah didinginkan dipompakan ke ke static separator dimana gliserin
( 25 – 30 %) dipisahkan dari sabun. Sabun kemudian dicuci dengan air dan larutan
garam menggunakan proses counter-current. Proses ini sering terjadi di kolom
vertikal yang dilengkapi dengan pengaduk dan sekat. Sabun berada di bagian
bawah kolom dan larutan pencuci dipompa dari atas. Larutan pencuci digunakan
untuk membersihkan sabun dari kotoran. Langkah terakhir yaitu memisahkan
larutan pencuci dari sabun dengan menggunakan centrifuge.
Setelah di centrifuge, caustik yang masih ada di dalam sabun kemudian
dimasukan ke dalam tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan jacket-steam
dan ditambahkan asam lemak. Produk yang keluar dari tangki berpengaduk yang
dilengkapi dengan jacket-steam meruapakan sabun cair yang siap untuk
dipasarkan (Bailey’s, 2004).
Gambar 2.1 Diagram Proses Saponifikasi TrigliseridaSumber : Bailey’s, 2004
II-3
2.2 Proses Netralisasi Asam Lemak
Proses lain yang digunakan untuk memproduksi sabun yaitu dengan proses
netralisasi asam lemak. Proses ini menggunakan Asam lemak sebagai bahan baku
disamping basa alkali. Asam lemak yang diproduksi melalu proses hidrolisis
lemak dan minyak oleh air. Pada proses netralisasi asam lemak, ada dua tahap
yaitu tahap hidrolisis dan netralisasi.
Reaksi yang terjadi pada tahap hidrolisi berlangsung pada tekanan 580-800
psi dan suhu reaksi 240-270 0C didalam kolom stainless steel yang mempunyai
tinggi 24-31 m dan diameter 50-130 cm. ZnO terkadang ditambahkan sebagai
katalis pada proses hidrolisis. Produk yang dihasilkan yaitu asam lemak.
Selanjutnya asam lemak yang dihasilkan dilanjutkan ke tahap netralisasi.
Pada Tahap netralisasi asam lemak direaksikan dengan caustic. Pada proses
ini tidak dihasilkan gliserol tetapi dihasilkan air sebagai produk samping. Reaksi
yang terjadi adalah reaksi antara asam lemah dan basa kuat.
Gambar 2.2 Diagram Proses Netralisasi Asam LemakSumber : Bailey’s, 2004
II-4
Suhu reaksi pada proses ini berkisar antara 110 – 1200C (Bailey’s, 2004)
dan tekanan operasi 1 atm. Sodium klorida juga ditambahkan dalam reaksi dan
berguna untuk mengurangi viskositas hasil reaksi sehingga memudahkan
transportasi hasil reaksi melalui pompa. Reaksi netralisasi berlangsung dalam
reaktor sirkulasi yang terdiri dari Turbodisper dan Mixer. Turbodisper berfungsi
untuk menghomogenkan campuran reaktan sedangkan mixer berfungsi untuk
memberikat waktu tinggal yang cukup bagi reaksi reaktan untuk berekasi tuntas.
Konveri yang diperoleh dengan cara ini dapat mencapai lebih dari 99,9 %
(Bailey’s, 2004).
Stelah reaksi netralisasi selesai maka sabun yang terbentuk dapat langsung
dikeringkan dalam unit yang sama seperti pada proses saponifikasi trigliserida
tetapi biasanya zat tambahan, seperti pelembab, antioksidan, pengatur pH
ditambahkan sebelum proses pengeringan. Proses netralisasi ini pertama kali
dikembangkan oleh Mazzoni.
2.3 Pemilihan Proses
Pada prarancangan pabrik sabun mandi cair ini dipilih proses sabun secara
kontinyu melalui proses saponifikasi langsung trigliserida. Adapun alasan
pemilihan proses ini adalah Proses kontinyu dapat digunakan pada pabrik skala
besar dan kecil. Kualitas sabun yang dihasilkan lebih baik karena di dalam sabun
tidak mengandung impuritis sehingga sabun yang dihasilkan lebih murni dan
dapat dengan mudah untuk dilanjutkan ke berbagai bentuk sabun yang diinginkan.
Kebutuhan energi dan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk
sabun lebih efisien.
Tabel 2.1 Perbandingan Proses Saponifikasi Langsung Trigliserida dengan Saponifikasi Asam Lemak
No Proses Saponifikasi Langsung Trigliserida
Proses Netralisasi Asam Lemak
1 Persiapan bahan baku, hanya memerlukan pemurnian trigliserida dari air dan kotoran (impurities)
Persiapan bahan baku, memerlukan hidrolisa trigliserida menjadi asam lemak di dalam kolom splitting dengan menggunakan katalis seng oksida (ZnO) pada temperatur 240-270 oC dan tekanan 580-800 psi
II-5
No Proses Saponifikasi Langsung Trigliserida
Proses Netralisasi Asam Lemak
2 Temperatur reaksi saponifikasi 90 oC dan tekanan 1 atm
Temperatur reaksi saponifikasi 110-120 oC dan tekanan 1 atm
3 Konversi reaksi 99,5% Konversi reaksi 98%4 Kebutuhan energi rendah Kebutuhan energi tinggi5 Peralatan lebih sederhana dan
lebih murahPeralatan lebih rumit dan lebih mahal
Sumber: Bailey’s, 2004
Proses yang dipilih dalam Pra Rancangan ini adalah proses saponifikasi
trigliserida dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Suhu operasi dan tekanan relatif lebih rendah dari proses yang lain sehingga
lebih hemat dalam pemakaian energi dan desain peralatan lebih sederhana.
2. Proses lebih sederhana dibandingkan dua proses yang lain.
3. Bahan baku tersedia dari proses pengolahan turunan kelapa sawit.
4. Diharapkan konversi reaksi dapat mencapai 99,5% sehingga secara ekonomis
proses ini sangat layak didirikan dalam skala pabrik.
5. Sabun yang dihasilkan mudah dimurnikan dan memiliki kemurnian tinggi.
2.4 Deskripsi Proses
Proses saponifikasi ini dapat dibagi menjadi dua tahap proses yaitu:
1. Tahap Pemanasan Umpan.
2. Tahap Pemurnian
3. Tahap Reaksi Saponifikasi Trigliserida
4. Tahap Pemisahan
5. Tahap Pencampuran I
6. Tahap Pencampuran II
7. Tahap Pencampuran II
8. Tahap Pengemasan
2.4.1 Tahap Pemanasan Umpan
Umpan terdiri dari RBDPS (Refined Bleached Deoderized Palm Stearin).
RBDPS dimasukkan ke dalam tangki yang dilengkapi dengan pemanas (T-101),
II-6
dipanaskan terlebih dahulu menggunakan steam sampai suhu 80 oC sebelum
dipompa ke dalam oil purifier (OP-101). Pemanasan dilakukan pada suhu 80 oC
karena ditinjau dari titik leleh bahan baku yaitu 72 -75 oC (Product Chemical
Properties, 2007). Setelah RBDP-stearin mencair, selanjutnya dipompa ke oil
purifier (OP-101) untuk dimurnikan.
2.4.2 Tahap Pemurnian (OP-101)
RBDP-Stearin merupakan turunan CPO yang telah mengalami proses
rafinasi, proses rafinasi ini bertujuan untuk memucatkan warna, penghilangan bau
dan juga digunakan untuk menurunkan tingkat impuritis yang terkandung
didalamnya. Impuritis yang terkandung di dalam RBDP-Stearin berasal dari
proses pengolahan yang belum sempurna, masih ada kotoran-kotoran yang
terbawa selama proses berlangsung, sehingga keadaan ini menyebabkan RBDP-
Stearin mengalami penurunan mutu.
Impuritis yang terkandung di dalam RBDP-Stearin perlu dihilangkan
dengan cara pemurnian, Alat yang digunakan untuk memurnikan bahan baku
adalah Oil Purifier (OP-101). Oil Purifier (OP-101) berfungsi untuk memisahkan
sludge-sludge yang melayang/emulsi dalam minyak serta mengurangi kadar
impuritis yang terkandung adalam RBDP-Stearin yaitu sekitar 0,015%. Di dalam
oil purifier yang berlangsung pada temperatur 80oC dan tekanan 1 atm ini
dilakukan pemurnian berdasarkan perbedaan densitas dengan menggunakan gaya
sentrifugal, dengan kecepatan perputarannya 6000 rpm. impuritis yang memiliki
densitas besar akan berada di bagian luar (dinding bowl), sedangkan minyak yang
mempunyai densitas lebih kecil bergerak ke arah poros dan keluar melalui sudut-
sudut (paring disk) untuk dialirkan ke tangki saponifikasi. Kotoran dan air yang
melekat pada dinding bowl di blow down ke saluran pembuangan (Fifi, 2008).
2.4.3 Tahap Reaksi Saponifikasi Trigliserida (R-101)
Bahan baku yang keluar dari oil purifier (OP-101) selanjutnya di pompa ke
tangki saponifikasi (R-101) Di tangki saponifikasi ditambahkan larutan kalium
hidroksida (KOH) 25% dan dipanaskan sampai mendidih pada suhu 90 oC dan
II-7
tekanan 1 atm, kemudian diaduk selama 30 menit. Lemak berhasil disaponifikasi
sampai 99,5% pada proses ini. Proses saponifikasi ini berfungsi untuk
mereaksikan lemak dan kalium hidroksida membentuk sabun dan gliserin
(Bailey’s, 2004). Reaksi yang terjadi selama proses penyabunan adalah :
H2C-O-COR H2COH
HC-O-COR + 3 KOH 3 RCOOK + HCOH
H2C-O-COR H2COH
Trigliserida Kalium Sabun Gliserin
Hidroksida
2.4.4 Proses Pemisahan Minyak (DK-101)
Setelah proses saponifikasi selesai, minyak dari tangki saponifikasi akan
dialirkan ke dekanter sentrifugal (DK-101) untuk memisahkan minyak dan
campuran sabun. Dekanter sentrifugal ini bekerja pada tekanan 1 atm. Gaya pisah
disini jauh lebih besar dari gaya gravitasi dan bekerja pada arah menjauh dari
sumbu putaran dan bukan ke arah bawah ke permukaan bumi. Pada dekanter
sentrifugal, zat cair terpisah menjadi dua lapisan. Lapisan yang sebelah dalam,
atau minyak menumpah dari tanggul di bagian atas mangkuk dan keluar ke tutup
pembuang yang stasioner, kemudian menuju ke suatu corot. Campuran sabun
mengalir melalui sebuah tanggul lain ke tutup dan corot pembuang itu sendiri.
2.4.5 Proses Pencampuran (Mixer) I (M-101)
Proses Pencampuran I (M-101) ini berfungsi sebagai tangki untuk
mencampur sabun dengan bahan-bahan lain yang berbentuk cairan seperti CAPB
dan Gliserin serta bahan-bahan yang berasal dari tangki pelarutan (T-105) seperti
TCS, KCl dan Asam Sitrat.
Penambahan CAPB berfungsi sebagai surfaktan, dimana CAPB mampu
meningkatkan volume busa dan juga dapat melindungi kulit dari iritasi serta
memberikan efek terhadap kelembutan kulit. Air berfungsi mengurangi viskositas
sabun cair yang terbentuk sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Gliserin
II-8
berfungsi sebagai pelembab di dalam sabun mandi cair ini agar kulit tidak menjadi
kering saat memakai sabun ini.
TCS (Triclosan) berfungsi sebagai antimikrobial agent. Antimikrobial agent
dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk menghilangkan bau yang
disebabkan adanya pertumbuhan bakteri serta menjaga kulit dari kuman, sehingga
kulit tubuh bebas dari kuman. Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang
berfungsi sebagai antioksidan, pengelat (pengikat ion-ion logam pemicu oksidasi,
sehingga mampu mencegah terjadinya oksidasi pada minyak akibat pemanasan)
dan mencegah sabun menjadi tengik. Asam sitrat diperoleh melalui proses
hidrolisis pati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Asam sitrat juga dapat
dimanfaatkan sebagai pengawet dan pengatur pH. KCl berfungsi sebagai pembuat
busa dan penyeimbang bahan lain penambah sabun, sehingga pada proses
pemanasan bahan-bahan tersebut tetap pada kondisi seimbang.
Pencampuran bahan-bahan tersebut dilakukan pada suhu 83 oC dan tekanan
1 atm. Selama proses pemanasan dan pencampuran, sabun harus diaduk secara
selama 30 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencampur bahan-bahan,
baik bahan baku maupun bahan tambahan secara merata, sehingga mencegah
penggumpalan, dan menghasilkan sabun yang homogen. Pada akhir proses ini
terbentuk sabun mandi cair (liquid soap) yang merupakan sabun akhir yang belum
ditambahkan pewangi dan pewarna.
2.4.6 Proses Pencampuran (Mixer) II (M-102)
Proses Pencampuran II (M-101) ini berfungsi sebagai tangki untuk
mencampur sabun dengan ekstrak bengkuang dan pewangi. Ekstrak bengkuang
ditambahkan pada proses pembuatan sabun untuk menghasilkan produk yang
memiliki nilai tambah yaitu untuk membuat kulit sehat, sedangkan pewangi
ditambahkan untuk memberikan efek wangi pada produk sabun yang dihasilkan.
Khusus untuk ekstrak bengkuang dan pewangi, penambahan bahan-bahan
tersebut dilakukan pada suhu 30 oC dan tekanan 1 atm. Suhu yang lebih tinggi
dapat menyebabkan pewangi menguap saat dituangkan sehingga kehilangan
pewangi yang cukup besar akan terjadi. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan
II-9
kerugian yang cukup besar mengingat harga bahan pewangi sangat mahal.
Kemudian diaduk secara kontinyu selama 30 menit untuk menghasilkan sabun
yang homogen (Fifi, 2008).
2.4.7 Proses Pencampuran (Mixer) III (M-103)
Proses Pencampuran III (M-103) ini berfungsi sebagai tangki untuk
mencampur sabun dengan ekstrak teh hijau dan pewangi. Ekstrak teh hijau
ditambahkan pada proses pembuatan sabun untuk menghasilkan produk yang
memiliki nilai tambah yaitu untuk membuat kulit sehat, sedangkan pewangi
ditambahkan untuk memberikan efek wangi pada produk sabun yang dihasilkan.
Khusus untuk ekstrak bengkuang dan pewangi, penambahan bahan-bahan
tersebut dilakukan pada suhu 30 oC dan tekanan 1 atm. Suhu yang lebih tinggi
dapat menyebabkan pewangi menguap saat dituangkan sehingga kehilangan
pewangi yang cukup besar akan terjadi. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan
kerugian yang cukup besar mengingat harga bahan pewangi sangat mahal.
Kemudian diaduk secara kontinyu selama 30 menit untuk menghasilkan sabun
yang homogen (Fifi, 2008).
2.4.8 Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu proses penting untuk mencegah atau
mengurangi kerusakan serta melindungi produk dari bahaya pencemaran dan
gangguan fisik terhadap produk. Jenis kemasan yang dapat digunakan untuk
produk sabun mandi cair adalah jenis botol plastik. Kemudian dilakukan
penempelan kertas label pada botol plastik. Untuk memudahkan penyimpanan dan
pengangkutan selama transportasi produk selanjutnya dikemas dalam kemasan
sekunder. Jenis kemasan sekunder yang dapat digunakan adalah kardus.
Aksesori yang menyertai kemasan primer dan sekunder adalah label. Label
berfungsi untuk memberikan informasi kepada konsumen. Secara umum
informasi yang diberikan meliputi nama produk, gambar produk, bahan penyusun,
identitas produsen, tanggal produksi, izin Depkes, berat bersih, dan informasi
lainnya. Informasi yang disajikan dalam label dibuat ringkas dan menarik
perhatian dengan komposisi warna, jenis dan besar huruf yang menarik. Khusus
II-10
untuk kemasan sekunder dilengkapi dengan cara penanganan produk selama
pengangkutan dan penyimpanan serta nama distributor (Hambali, 2005).
Produk yang telah dikemas dalam kemasan sekunder bila tidak langsung
disalurkan sebaiknya disimpan terlebih dahulu dalam gudang. Tempat
penyimpanan sebaiknya cukup luas, tidak lembab, bersih, lantainya kering, dan
bebas dari binatang. Untuk menghindari kerusakan, penumpukan kardus tidak
boleh lebih dari delapan tumpukan. Kardus yang berada ditumpukan paling bawah
diberi palet. Palet terbuat dari papan kayu yang berfungsi untuk menghindari
kontak langsung antara produk dengan lantai sehingga kerusakan produk dapat
dihindari. Pengaturan keluar masuk produk hendaknya dilakukan dengan baik.
Produk yang lebih dahulu masuk tempat penyimpanan sebaiknya lebih dahulu
didistribusikan. Sistem tersebut dikenal dengan istilah first in first out (FIFO).
Sistem ini bertujuan untuk menghindari produk terlalu lama dalam tempat
penyimpanan.
Penyimpanan yang baik akan membantu mempertahankan kualitas produk
dan kemasan. Kemasan produk pun dapat mengalami kerusakan. Kemasan
sekunder (kardus) dapat rusak karena adanya hewan penggangu maupun lantai
basah dan tidak menggunakan palet. Meskipun kemasan sekunder tidak berkaitan
langsung dengan produk, kerusakan kemasan sekunder akan mempengaruhi
penerimaan konsumen terhadap produk (Hambali, 2005).