BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal...

15
II - 1 BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim Perubahan iklim sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Perubahan iklim baru dapat diketahui setelah periode waktu yang panjang. Hingga saat ini penelitian-penelitian terkait perubahan iklim telah banyak dilakukan, sebagian besar mengindikasikan akan adanya kenaikan temperatur global walaupun besarnya belum dapat dipastikan. Gambar 2.1 menampilkan adanya trend kenaikan anomali temperatur global berdasarkan kondisi pada akhir abad ke-19. Gambar 2.1 Grafik anomali temperatur global (Sumber: www.metoffice.gov.uk) Sejak tahun 1950, anomali temperatur global mengalami kenaikan secara kontinu hingga mencapai 0,7 0 C pada tahun 2000. Kondisi ini mengindikasikan adanya perubahan iklim skala global. Definisi perubahan iklim adalah s emua perubahan dalam iklim dalam suatu kurun waktu, apakah karena perubahan alamiah atau sebagai akibat aktivitas manusia (UNDP Indonesia, 2007). Sedangkan berdasarkan Assessment Report (AR4) Working Group I IPCC, istilah perubahan iklim mengacu pada sebuah perubahan dari keadaan iklim (sebagai contoh dengan menggunakan uji

Transcript of BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal...

Page 1: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 1

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Perubahan Iklim

Perubahan iklim sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan

ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan

bumi. Perubahan iklim baru dapat diketahui setelah periode waktu yang panjang.

Hingga saat ini penelitian-penelitian terkait perubahan iklim telah banyak dilakukan,

sebagian besar mengindikasikan akan adanya kenaikan temperatur global walaupun

besarnya belum dapat dipastikan. Gambar 2.1 menampilkan adanya trend kenaikan

anomali temperatur global berdasarkan kondisi pada akhir abad ke-19.

Gambar 2.1 Grafik anomali temperatur global

(Sumber: www.metoffice.gov.uk)

Sejak tahun 1950, anomali temperatur global mengalami kenaikan secara kontinu

hingga mencapai 0,70C pada tahun 2000. Kondisi ini mengindikasikan adanya

perubahan iklim skala global. Definisi perubahan iklim adalah semua perubahan

dalam iklim dalam suatu kurun waktu, apakah karena perubahan alamiah atau sebagai

akibat aktivitas manusia (UNDP Indonesia, 2007). Sedangkan berdasarkan

Assessment Report (AR4) Working Group I IPCC, istilah perubahan iklim mengacu

pada sebuah perubahan dari keadaan iklim (sebagai contoh dengan menggunakan uji

Page 2: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 2

statistik) oleh perubahan pada nilai rata-ratanya dan atau variabilitasnya dan

berlangsung lama pada periode berikutnya, baik pada periode dekadal atau yang lebih

panjang (AR4 IPCC, 2007 dalam Kurniawan, 2008). Iklim memiliki kecenderungan

berubah yang dapat diakibatkan oleh dua faktor. Faktor pertama adalah akibat

aktivitas manusia seperti urbanisasi, deforestasi, dan industrialisasi. Sedangkan faktor

kedua adalah akibat aktivitas alam seperti pergeseran kontinen, letusan gunung api,

perubahan orbit bumi terhadap matahari, noda matahari, dan peristiwa El-nino

(Tjasyono, 2004). Aktivitas manusia yang tidak terkontrol semakin memicu

terjadinya penyimpangan pada sistem iklim, jika tidak dapat dikendalikan dampaknya

justru dapat mengancam kehidupan manusia.

Beberapa respon fisis yang dapat diamati akibat perubahan iklim diantaranya adalah

peningkatan temperatur rata-rata, peningkatan laju rata-rata evaporasi dan presipitasi,

peningkatan tinggi muka laut, dan beberapa perubahan yang terjadi di biosfer.

Berbagai respon tersebut selanjutnya dijadikan bahan acuan dalam membuat simulasi

dan prediksi perubahan iklim. Sebagian besar pekerjaan ini didasarkan pada

penggunaan beberapa model iklim yang berbasis model numerik dan memiliki

kemampuan dalam mensimulasikan berbagai proses fisis itu secara fundamental

(Kurniawan, 2008).

2.2 Kondisi dan Perubahan Tutupan Hutan Kalimantan

2.2.1 Kondisi Hutan di Kalimantan

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam di bumi yang sangat besar manfaatnya

bagi kehidupan manusia, baik ditinjau dari segi ekonomis maupun dari fungsinya

dalam ekosistem dan lingkungan. Namun dilihat dari kondisinya saat ini, luas hutan

di Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis dan sebagian besar kondisinya

sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya

sebesar 72 persen (World Resource Institute, 1997).

Page 3: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 3

Salah satu kawasan di Indonesia yang memiliki luas hutan tropis terluas adalah Pulau

Kalimantan. Namun pada kenyataanya, laju penurunan luas hutan di kawasan ini tiap

tahunnya sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Lahan hutan yang luas di Kalimantan

telah dieksploitasi secara buruk dan pengelolaanya pun tidak sesuai dengan aturan

yang jelas, sehingga banyak yang tinggal menyisakan bentang lahan kering dan

gersang. Kebakaran hutan pun seringkali terjadi terutama pada musim kemarau yang

berkepanjangan. Hingga saat ini belum ada upaya nyata untuk mengembalikan

kondisinya seperti semula. Gambar 2.2 menunjukan perbedaan kondisi hutan

Kalimantan pada pertengahan tahun 1980an dengan awal tahun 2000.

Gambar 2.2 Perubahan kondisi hutan antara (a) pertengahan tahun 1980 dan (b)

awal tahun 2000 (Sumber: European Communities)

2.2.2 Deforestasi dan Degradasi Hutan Di Kalimantan

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa hutan tropis Indonesia

telah mengalami deforestasi. Definisi deforestasi menurut Departemen Kehutanan

Indonesia adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan

(termasuk perubahan untuk perkebunan, pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain).

Hingga saat ini, deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia masih terus terjadi.

a b

Page 4: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 4

Gambar 2.3 Penurunan tutupan vegetasi hutan antara tahun 1985 s.d 2000

(Sumber: Departemen Kehutanan Indonesia, 2008)

Berdasarkan data dan hasil analisis Departemen Kehutanan, pada periode 1985-1997

laju deforestasi dan degradasi di Indonesia mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Pada

periode 1997-2000 terjadi peningkatan laju deforestasi yang cukup signifikan yaitu

mencapai rata-rata sebesar 2,8 juta hektar dan menurun kembali pada periode 2000-

2005 menjadi sebesar 1,08 juta hektar. Gambar 2.3 menunjukan bahwa pada periode

tahun 1985 s/d 1987, penurunan tutupan vegetasi hutan yang sangat besar terjadi di

Kalimantan dan Sumatera. Sedangkan pada periode 1997 s/d 2000 selain terjadi di

Kalimantan dan Sumatera, laju deforestasi tertinggi juga terjadi di Papua. Sedangkan

pada periode berikutnya, yaitu antara tahun 2000 s/d 2005 terjadi penurunan angka

rata-rata tutupan vegetasi hutan.

Tabel 2.1 Luas hutan di pulau Kalimantan

Propinsi

Luas

Wilayah

(Ha)

1985 1991 1997 2000

Luas

Hutan

(Ha)

% Luas

Hutan

(Ha)

% Luas

Hutan

(Ha)

% Luas

Hutan

(Ha)

%

Kalimantan Barat

14.546.318 8.700.600 59,8 8.117.960 55,8 6.717.026 46,1 6.736.261 46,3

Kalimantan Tengah

15.249.222 11.614.400 76,2 11.492.950 75,4 9.900.00 64,9 9.320.771 61,1

Kalimantan Selatan

3.703.550 1.795.900 48,5 1.749.360 47,2 999.182 27,0 648.000 17,5

Kalimantan Timur

19.504.912 19.875.100 91,6 17.584.260 90,2 13.900.00 71,3 12.477.309 64,0

Total 53.004.002 41.986.000 79,2 38.944.530 73,5 31.516.208 59,5 29.181.953 55,1

(sumber: http://www.theodora.com/maps/new/indonesia_maps.html)

Page 5: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 5

Berdasarkan grafik pada gambar 2.3 dapat dilihat bahwa laju deforestasi tertinggi di

Indonesia untuk tahun 1985 hingga tahun 2000 terjadi di Pulau Kalimantan. Tingkat

deforestasinya hingga mencapai 0,9 juta hektar tiap tahunnya. Luas tutupan hutan

sejak tahun 1985 hingga 2000 untuk 4 propinsi di Kalimantan disajikan pada tabel

2.1. Persentase total luas hutan di Kalimantan sejak tahun 1985 hingga tahun 1991

mengalami penurunan sebesar 5,7%. Laju deforestasi ini meningkat dari tahun 1991

hingga tahun 1997 sebesar 14%.

2.2.3 Pengaruh Hutan Terhadap Iklim

Hutan merupakan komponen penyeimbang berbagai siklus di alam termasuk untuk

sirkulasi iklim dan cuaca skala lokal. Peran hutan dalam mengatur temperatur bumi

dan pola cuaca adalah dengan menyimpan karbon dan air dalam jumlah besar. Secara

umum hubungan antara iklim, vegetasi, dan hutan sangat kompleks dan masih

membutuhkan penelitian lebih lanjut. Kondisi hutan yang berbeda akan memiliki

kemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya,

misalnya temperatur udara, kelembaban udara, penerimaan cahaya matahari, dan

defisit tekanan uap air.

Hutan dan iklim memiliki suatu keterkaitan, dimana kondisi hutan yang baik akan

menyeimbangkan sistem energi yang selanjutnya akan berpengaruh pada kondisi

iklim setempat maupun global. Di sisi lain, kondisi iklim pun dapat mempengaruhi

keberadaan hutan, misalnya musim kemarau yang panjang bisa memicu kebakaran

hutan. Antara tumbuhan dan iklim memang terdapat suatu interaksi, dimana pengaruh

tumbuhan pada iklim menjadi penting dengan semakin besarnya tumbuhan dan

semakin banyaknya jumlah tumbuhan (Tjasyono, H.K, 1999). Perubahan luas hutan

akibat deforestrasi dan kebakaran hutan akan mempengaruhi neraca energi yang akan

merubah kondisi iklim permukaan di kawasan tersebut.

Page 6: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 6

2.3 Keseimbangan Energi dan Kaitannya Terhadap Iklim

Istilah radiasi didefinisikan sebagai transfer energi yang terjadi tanpa membutuhkan

medium perantara untuk mentransmisikannya (Ritter, 2006). Definisi lain

menyebutkan bahwa radiasi adalah suatu bentuk energi yang dipancarkan oleh setiap

benda yang mempunyai temperatur di atas nol mutlak, dan merupakan satu-satunya

bentuk energi yang dapat menjalar di dalam vakum angkasa luar (Prawirowardoyo,

1996). Energi yang diperlukan untuk berbagai proses dalam atmosfer berasal dari

matahari. Sebagian radiasi matahari diserap langsung di dalam atmosfer, sebagian

lagi diteruskan melewati atmosfer dan diserap oleh permukaan. Penyerapan ini

memanaskan permukaan bumi, yang selanjutnya menjadi sumber radiasi gelombang

panjang yang disebut radiasi bumi. Radiasi neto (Q*) yang diterima digunakan untuk

proses-proses yang terjadi dalam sistem bumi. Kegunaan utama dari energi ini adalah

pada perubahan fasa air (Latent Heat, LE), perubahan temperatur udara (Sensible

Heat, H), dan pemanasan di bawah permukaan tanah (Ground heat, G) dengan

perumusan sebagai berikut:

Q* = H + LE + G

Gambar 2.4 Keseimbangan energi permukaan

(Sumber: http://nevada.usgs.gov/)

Page 7: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 7

Neraca energi adalah selisih antara radiasi yang diserap dan yang dipancarkan oleh

suatu benda atau permukaan. Pada siang hari umumnya terjadi surplus radiasi di

permukaan sedangkan atmosfer mengalami defisit radiasi. Untuk menyeimbangkan

neraca energi, maka kelebihan energi tersebut dikembalikan ke atmosfer dalam

bentuk panas laten dan panas sensible. Temperatur permukaan bumi merupakan

tanggapan dari semua fluks energi yang melewati permukaan tersebut. Adanya

penambahan atau kehilangan energi pada permukaan mengakibatkan perubahan

temperatur permukaan bumi.

Dalam menggambarkan transfer energi dapat menggunakan panah untuk

menggambarkan arah transfer panas tersebut. Selain itu digunakan pula tanda positif

dan negatif untuk menunjukan adanya penambahan panas atau kehilangan panas.

Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Sellers (1965) dan Oke (1987), flux non-

radiatif yang hilang secara langsung dari permukaan adalah positif. Nilai positif

tersebut mengindikasikan kehilangan panas dari permukaan sedangkan nilai negatif

menunjukan tambahan panas.

Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai dampak perubahan tutupan lahan hutan

terhadap unsur iklim diperoleh hasil bahwa penurunan luas hutan yang dibuat untuk

beberapa skenario akan menyebabkan perubahan pada karakteristik permukaan di

hutan, diantaranya albedo permukaan, leaf area index, tipe vegetasi, dan surface

roughness length. Perubahan karakteristik permukaan tersebut mempengaruhi unsur-

unsur neraca energi seperti sensible heat flux dan laten heat flux yang kemudian akan

mempengaruhi iklim lokal. Hasil yang diperoleh dari simulasi selama 1 tahun

menunjukkan bahwa penurunan luas hutan menyebabkan kenaikan suhu udara rata-

rata dari 25,3°C pada simulasi kontrol menjadi 25,4°C pada simulasi penurunan rasio

hutan 25% dan 25,5°C pada simulasi penurunan rasio hutan 50%. Selain itu,

intensitas curah hujan konvektif pun naik sebesar 5,21% pada simulasi penurunan

rasio hutan 25% dan 6,20 % pada simulasi penurunan rasio hutan 50% (Sofyan,

2005). Hasil penelitian ini akan coba dikembangkan dalam penelitian tugas akhir ini.

Page 8: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 8

2.3.1 Panas Sensible

Fluks panas sensible (sensible heat flux) merupakan transfer energi antara permukaan

bumi dengan atmosfer ketika ada perbedaan temperatur diantara keduanya. Transfer

panas sensible akan terasa seperti kenaikan atau penurunan temperatur udara. Panas

pada mulanya ditransfer ke atmosfer melalui konduksi molekul air yang bertubrukan

dengan panas di permukaan. Karena udara menghangat maka timbul sirkulasi udara

ke atas melalui konveksi. Demikian transfer panas sensible selesai dalam dua langkah

proses. Karena udara merupakan konduktor yang buruk, konveksi menjadi jalan yang

paling efisien untuk mentransfer panas sensible ke udara.

Ketika daratan lebih hangat daripada udara di atasnya, panas akan ditransfer ke

atmosfer sebagai transfer panas sensible positif. Transfer panas akan meningkatkan

temperatur udara dan akan mendinginkan daratan. Jika udara lebih hangat daripada

daratan, panas akan ditransfer dari atmosfer ke permukaan menghasilkan transfer

panas sensible negatif (Ritter, 2006).

2.3.2 Panas Laten

Panas laten adalah energi yang diperlukan dalam proses evaporasi atau transpirasi air

pada permukaan dan selanjutnya akan terjadi kondensasi di troposfer. Perubahan fasa

dari cair ke gas disebut evaporasi. Jika dilihat dalam skala molekuler, maka dapat

dilihat bahwa air terdiri atas gugusan molekul air (H2O). Gugusan tersebut terikat

bersama dengan ikatan diantara atom hidrogen dari molekul air. Panas yang

ditambahkan selama evaporasi memutuskan ikatan antara gugusan sehingga

menghasilkan molekul individu yang hilang dari permukaan sebagai gas. Panas yang

digunakan dalam perubahan fasa dari cair ke gas disebut latent heat vaporization.

Disebut laten karena panas ini disimpan dalam molekul air yang selanjutnya

dikeluarkan selama proses kondensasi. Panas laten tidak dapat dirasakan karena tidak

meningkatkan temperatur molekul air (Ritter, 2006).

Page 9: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 9

2.3.3 Curah Hujan Konvektif

Penurunan rasio vegetasi di suatu kawasan cenderung meningkatkan temperatur

permukaan, karena panas dari radiasi matahari langsung diterima oleh permukaan

tanpa adanya penghamburan dan penyerapan oleh vegetasi. Naiknya temperatur

permukaan menyebabkan udara menjadi tidak stabil dan menimbulkan gangguan.

Parsel udara yang lebih panas dari udara lingkungannya akan mempunyai gaya apung

positif sehingga parsel akan bergerak terus ke atas sampai temperatur parsel sama

dengan temperatur udara lingkungan (Tjasyono, 1994). Proses kenaikan massa udara

akibat pemanasan permukaan disebut konveksi.

Gambar 2.5 menunjukan bahwa temperatur potensial ekuivalen ( e) lebih panas

apabila ada awan konvektif dibandingkan bila tidak ada awan konvektif atau pada

waktu cuaca cerah. Dari profil vertikal tersebut dapat diketahui bahwa terbentuknya

awan konvektif dibutuhkan kondisi temperatur parsel udara yang sangat tinggi. Gerak

parsel udara ke atas biasanya terpusat dalam daerah yang relatif kecil, yaitu pada

pusat sel konvektif. Jika parsel udara naik mencapai paras kondensasi maka gerakan

ke atas selanjutnya dapat dilihat dalam bentuk awan konvektif.

Gambar 2.5 Profil vertikal temperatur potensial ekivalen rata-rata e pada musim

hujan (bulan Januari) (Sumber: Tjasyono, 1994)

Page 10: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 10

Perubahan temperatur di suatu kawasan mengakibatkan perbedaan tekanan yang

semakin besar dengan daerah di sekitarnya. Sehingga udara yang mengandung uap air

dari wilayah sekitar yang bertekanan tinggi akan bergerak ke kawasan tersebut. Ini

menyebabkan kawasan tersebut menjadi lembab sehingga tetes awan yang dihasilkan

pada proses konveksi akan mencapai jenuh dan selanjutnya menghasilkan curah

hujan konvektif. Semakin tinggi temperatur di suatu kawasan akibat perubahan

tutupan lahan, maka perbedaan temperatur dengan daerah di sekitarnya pun akan

semakin besar. Hal ini menyebabkan proses pembentukan awan konvektif meningkat,

sehingga intensitas curah hujan di suatu kawasan berpotensi meningkat.

2.4 Model Regional REMO

2.4.1 Deskripsi Model

REMO adalah model iklim atmosfer berskala regional dan berfungsi untuk

menurunkan skala output model global menuju skala regional yang resolusinya lebih

tinggi (metoda down-scalling).

Gambar 2.6 Proses downscaling model REMO

(Sumber: Holger, 2006)

REMO bekerja dengan resolusi spasial horizontal 0.5 dan 1/6 derajat dengan

sejumlah grid berukuran tertentu. Sedangkan resolusi vertikal model ini berkisar

antara 1000 mb hingga 10 mb atau sekitar 20 hingga 40 lapisan atmosfer.

Page 11: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 11

Seperti halnya model iklim lainnya, REMO pun menggunakan data input berupa data

statis dan data dinamis historis. Data statis meliputi data orografis dan tutupan lahan

yang sifatnya tetap tidak berubah terhadap waktu. Sedangkan data dinamis meliputi

data temperatur muka laut dan dinamika atmosfer yang selalu di-update setiap 6 jam

pada model ini.

Gambar 2.7 Asal mula model iklim regional REMO

(Sumber: Jacob, 2001)

REMO merupakan model jenis hidrostatik yang dapat dijalankan dengan metoda

fisika dari European Model/Deutschland Model (Jacob and Podzun, 1997) dengan

menggunakan metode parameterisasi model global ECHAM4 Max Planck Institute.

Model jenis hidrostatik baik digunakan untuk skala global dan regional dimana faktor

lokal seperti pegunungan, bukit, atau lereng terjal dapat diabaikan.

2.4.2 Karakteristik Model

Model ini menggunakan persamaan primitif hidro-termodinamik yang menampilkan

arus nonhidrostatik kompresibel dalam atmosfer. Parameterisasi fisika dari

ECHAM4, temperatur, uap air, kandungan air cair, tekanan permukaan, komponan

angin horizontal, kelembaban spesifik, hujan, dan sedimen salju merupakan variabel

prognostik (diramalkan). Persamaan dasar ditulis dalam bentuk adveksi dan

persamaan kontinuitas digantikan oleh persamaan prognostik tekanan pertubasi.

Beberapa spesifikasi model REMO diuraikan pada penjelasan berikut ini.

1. Representasi horizontal menggunakan grid sistem Arakawa-C sedangkan

koordinat vertikal menggunakan 20 level vertikal sistem hybrid p (tekanan) dan η.

Page 12: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 12

Titik tengah T merupakan suatu variabel yang dipengaruhi oleh u, v, dan w.

Variabel ini bisa temperatur, tekanan, kelembapan, liquid water content, dan

parameter lainnya.

Model Grid Arakawa C

Gambar 2.8 Model komputasi grid Arakawa C-2 dimensi (kiri) dan 3 dimensi

(kanan) (Sumber: Parodi, 2005)

2. Sistem diskretisasi vertikal mengikuti metoda Simmons dan Burridge.

Gambar 2.9 Struktur vertikal model REMO dengan 20 lapisan

(Sumber: Deutscher Wetterdienst, 1995)

Page 13: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 13

3. Diskretisasi waktu menggunakan system semi implisit leapfrog sedangkan sistem

adveksi menggunakan sistem eksplisit.

4. Interpolasi boundary lateral menggunakan metoda Davies dengan relaksasi

daerah boundary lateral menjadi 8 grid. Pada boundary bagian atas yang

merupakan kondisi radiatif berdasarkan metoda yang digunakan oleh Bougeault,

Klemp, dan Durran.

5. Parameterisasi radiasi diadopsi dari model European Centre for Medium-Range

Weather Forecast (ECMWF) dengan perubahan yang dilakukan oleh Rockener

dkk.

6. Skala grid parameter mikrofisika awan berdasarkan persamaan neraca curahan

Kesler dan skala subgrid proses presipitasi Tiedtke. Sistem konveksi sesuai

dengan yang dilakukan oleh Nordeng dan kondensasi menurut Sundqvist.

7. Batas lateral model REMO mempunyai resolusi waktu setiap 6 jam dan

diinterpolasi setiap 5 menit. Interpolasi yang digunakan adalah iterpolasi dengan

formula 16 titik dan interpolasi bilinier (Deutscher, 1995). Interpolasi batas lateral

akan dibentuk menjadi 8 grid.

8. Model ini menggunakan awan yang dibagi menjadi awan stratiform dan awan

konvektif. Kandungan air awan stratiform ditentukan oleh persamaan neraca yang

berkaitan dengan sumber, fase peluruhan, dan presipitasi. Secara empirik,

temperatur merupakan fungsi yang digunakan untuk menentukan kandungan es

awan, sehingga pengaruh-pengaruh tersebut dimasukkan dalam perhitungan.

Parameterisasi awan konvektif berdasarkan konsep fluks massa Tiedke dengan

beberapa perubahan sistem konveksi.

9. Temperatur tanah dihitung dari persamaan difusi dengan lima tutupan lapisan

tanah yang berbeda mencakup 10 meter di atas permukaan tanah. Data global

permukaan tanah dibentuk dari ekosistem yang kompleks menurut Hagemann

yang kemudian dikembangkan secara lebih sempurna.

10. Rata-rata dan variansi permukaan orografi dihitung dari data USGS GTOPO30

dengan resolusi spasial 1km x 1km. Semua parameter permukaan konstan

terhadap waktu artinya tidak bervariasi secara bulanan atau musiman. Sistem

Page 14: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 14

permukaan tanah menggunakan metoda yang digunakan oleh Dumenil dan

Todini. Hanya satu tipe permukaan yang muncul dari tiap grid sel (tanah, air, es).

2.4.3 Verifikasi Model

Model REMO telah banyak diaplikasikan untuk berbagai penelitian tentang cuaca

atau iklim. REMO dapat digunakan untuk simulasi iklim maupun prediksi cuaca dan

telah disesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia. Validasi model REMO untuk

wilayah Indonesia telah dilakukan oleh Aldrian, et.al (2004) untuk parameter curah

hujan pada penelitiannya yang berjudul Long-term simulation of Indonesian rainfall

with the MPI regional model. Pada penelitian tersebut, lima pulau besar dan tiga laut

di wilayah Indonesia menjadi studi kasus dalam penelitian tersebut. Secara umum

model REMO menghasilkan pola spasial curah hujan bulanan dan musiman dengan

baik diatas daratan namun kurang baik untuk curah hujan di lautan.

Dalam mem-validasi model ini digunakan tiga jenis data yaitu data reanalisis dari

European Centre for Medim-Range Weather Forecasts (ERA15), the National

Centers for Environmental Prediction and National Center for Atmospheric Research

(NRA) dan ECHAM4, kemudian dibandingkan dengan data stasiun. Tabel 2.3

merupakan tabel perbandingan verifikasi output model REMO dengan data curah

hujan bulanan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada 167

stasiun di seluruh Indonesia menggunakan tiga data global yang berbeda .

Tabel 2.2 Verifikasi output model REMO dengan data observasi

Pulau ERA 15 NRA ECHAM 4 Jawa 0,798 0,716 0,173 Kalimantan 0,780 0,668 0,422 Sumatra 0,708 0,682 0,637 Sulawesi 0,645 0,577 0,541 Irian 0,434 0,350 0,143

(Sumber : Aldrian, et.al., 2003)

Page 15: BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim - · PDF filekemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara ... Hutan

II - 15

Gambar 2.10 merupakan grafik perbandingan variabilitas curah hujan rata-rata (kiri)

dan rata-rata bulanan (kanan) antara hasil simulasi REMO dengan data observasi

untuk Pulau Kalimantan.

Gambar 2.10 Grafik perbandingan CH hasil simulasi dengan data stasiun

(Sumber: Aldrian, et.al., 2003)

Dari tabel 2.3 dapat dilihat bahwa input model ERA 15 untuk seluruh wilayah

memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan data observasi dibandingkan dengan data

inputan dari NRA atau ECHAM 4. Untuk wilayah Kalimantan, nilai korelasi antara

hasil simulasi (data input ERA 15) dengan data observasi memiliki korelasi yang

cukup baik, yaitu sebesar 0,780. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, maka data

ERA 15 menjadi data input model pada penelitian ini.