BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan...
-
Upload
nguyentruc -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan...
7
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu telah banyak dilakukan untuk
menguji pengaruh tax planning terhadap manajemen laba. Beberapa
diantaranya adalah (Aditama dan Purwaningsih, 2016), menggunakan
analisis regresi linier sederhana untuk menguji hubungan perencanaan
pajak terhadap manajemen laba pada nonmanufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2009-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan
pajak tidak berpengaruh positif terhadap manajamen laba pada perusahaan
nonmanufaktur yang terdaftar di BEI. Akan tetapi, hasil pada analisis
deskriptif menunjukkan bahwa 77 perusahaan yang menjadi sampel dalam
penelitian ini melakukan manajemen laba dengan cara menghindari
penurunan laba.
Ulfah (2013) menggunakan analisis regresi untuk menguji
hubungan beban pajak tangguhan dan perencanaan pajak terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2009-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan
pajak memiliki pengaruh positif, semakin tinggi perencanaan pajak maka
semakin besar peluang perusahaan melalukan manajemen laba. Salah satu
perencanaan pajak adalah dengan cara mengatur seberapa besar laba yang
dilaporkan, sehingga masuk dalam indikasi adanya praktik manajemen
laba.
8
Yusrianti et al. (2015) menggunakan analisis regresi sederhana
untuk menguji hubungan perencanaan pajak terhadap manajemen laba
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2013.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan pajak berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap tindakan manajemen laba.
Herdawati (2015) menggunakan analisis regresi logistik untuk
menguji hubungan perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2012-2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan
pajak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap manajemen
laba, semakin tinggi perencanaan pajak maka semakin besar peluang
perusahaan melalukan manajemen laba (begitupun sebaliknya) walaupun
pengaruhnya lemah, artinya masih banyak faktor lain yang menentukan
terjadinya manajemen laba.
Widiatmoko dan Mayangsari (2016) menggunakan analisis regresi
logistik untuk menguji hubungan aset pajak tangguhan, discretionary
accrual, leverage, ukuran perusahaan, dan perencanaan pajak terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
periode 2011-2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan
pajak me-miliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap praktik
manajemen laba.
9
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Keagenan
Teori yang melandasi praktik manajemen laba yang dilakukan oleh
manajemen yaitu Agency Theory (Teori Keagenan). Jensen dan Meckling
(1976) dalam (Aditama dan Purwaningsih, 2016) mendefinisikan
hubungan keagenan sebagai suatu kontrak di mana satu atau lebih
principal (pemilik) menggunakan pihak lain atau agent (manajer) untuk
menjalankan perusahaan. Dalam teori keagenan, yang dimaksud sebagai
principal adalah pemegang saham atau pemilik yang menyediakan fasilitas
dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan. Agent adalah manajemen
yang memiliki kewajiban yang mengelola perusahaan sebagaimana yang
telah diamanahkan principal kepadanya.
Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu
termotivasi untuk menyejahterakan dan kepentingan dirinya sendiri. Pihak
principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya
untuk memaksimalkan kesejahteraan dirinya dengan meningkatnya
profitabilitas perusahaan. Agent termotivasi untuk meningkatkan
kesejahteraannya melalui peningkatan kompensasi. Pihak agent (manajer)
sebagai pengelola perusahaan mempunyai banyak informasi internal
mengenai perusahaan dibandingkan pihak principal (pemilik). Sedangkan
pihak principal atau pemilik sulit untuk mengawasi perusahaannya karena
sedikitnya informasi yang dimiliki. Sehingga pihak principal mengadakan
10
kontrak untuk memberikan tugas dan tanggung jawab terhadap pihak
agent dengan kesepakatan bersama.
Adanya perbedaan dalam tujuan menyejahterakan dan kepentingan
diri sendiri antara pihak principal dengan agent membuat munculnya
konflik kepentingan. Konflik kepentingan semakin meningkat ketika
principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent
karena ketidakmampuan principal memonitor aktivitas agent dalam
perusahaan. Sedangkan agent mempunyai lebih banyak informasi
mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara
keseluruhan. Inti Agency Theory menurut (Scoot, 2000) adalah
penggunaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan perbedaan
kepentingan principal dan agent dalam hal terjadi konflik kepentingan.
Agent memiliki kewenangan untuk mengatur informasi perusahaan
sesuai dengan kontrak yang telah diberikan oleh principal. Sehingga agent
mengetahui segala informasi mengenai perusahaan. Agent menginginkan
laba perusahaan yang meningkat, oleh sebab itu agent harus menekan
kewajiban pajak dengan salah satu strategi yaitu tax planning. Strategi tax
planning digunakan karena cara tersebut masih sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Agent juga memberikan informasi strategi tersebut
kepada principal guna transparansi informasi perusahaan. Sehingga
principal akan mendapatkan informasi yang sesuai dengan kondisi
perusahaan. Dari masalah theory tersebut, tax planning diharapkan dapat
berfungsi sebagai alat untuk memberikan kepercayaan kepada para
11
investor agar tidak terjadi kecurangan yang merugikan pemegang saham,
manajer, kreditor, dan stakeholder.
2. Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan pihak
manajemen untuk melakukan intervensi dalam penyusunan laporan
keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, yaitu pihak
perusahaan yang terkait. Manajemen laba dapat dilakukan melalui praktik
(Scoot, 2000):
1. Taking a bath, yakni dilakukan manajer dengan cara menggeser biaya
akrual discretionary periode mendatang ke periode kini atau menggeser
pendapatan akrual discretionary periode kini ke periode mendatang.
Hal ini dilakukan manajer untuk memaksimumkan kompensasi atau
bonus yang akan diterimanya pada tahun berikutnya karena menghadapi
kenyataan bahwa bonus tahun ini tidak dapat diterima.
2. Income minimization (minimisasi laba), yakni dimaksudkan untuk
keperluan pertimbangan pajak dengan meminimumkan kewajiban pajak
perusahaan.
3. Income maximization (maksimisasi laba), yakni dimaksudkan untuk
memaksimumkan bonus manajer, menciptakan kinerja perusahaan yang
baik sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (pertimbangan
pasar modal), menunda pelanggaran perjanjian utang, dan manajer
dapat memperoleh kendali atas perusahaan.
12
4. Income smoothing (perataan laba), yakni tindakan dimana manajemen
memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara
memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode
yang memiliki laba rendah.
Terdapat beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan
manajemen laba yang dikemukakan oleh (Scoot, 2000) yaitu :
1. Bonus purposes, yakni manajer yang memiliki informasi atas laba
bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan
manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
2. Kontrak utang jangka panjang, yakni semakin dekat perusahaan dengan
perjanjian kredit, maka manajer akan cenderung memilih prosedur yang
dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami
kegagalan dalam pelunasan hutang.
3. Political motivations, yakni manajemen laba digunakan untuk
mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Jadi
perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya
tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan
yang lebih ketat.
4. Taxation motivations, yakni saat ini motivasi penghematan pajak
menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode
akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
13
5. Pergantian CEO, yakni CEO yang mendekati masa pensiun akan
cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka.
Apabila kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan
pendapatan agar tidak diberhentikan.
6. Initital Public Offering (IPO), yakni perusahaan yang akan go public
belum memiliki nilai pasar, sehingga mendorong manajer perusahaan
yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus
mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.
7. Pentingnya memberi informasi kepada investor, yakni Informasi
mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai
bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Indikator Manajemen Laba salah satunya yaitu Discretionary Accruals
(DA). DA merupakan akrual yang ditentukan manajemen (management
determined). Manajer dapat memilih kebijakan dalam hal metoda dan
estimasi akuntansi (Wisnumurti dan Yuyetta, 2010). Menurut Healy
(1985) dalam (Lestari, 2012) menyatakan bahwa dengan menggunakan
DA manajemen dapat mempengaruhi laba dengan mengendalikan jumlah
transaksi akuntansi. Contoh transaksi DA yaitu menaksir jumlah piutang
tidak tertagih diturunkan dari tahun sebelumnya, sehingga jumlah piutang
netto akan naik sebagai pendapatan tetap maka laba tahun ini akan relatif
tinggi.
14
Menurut (Rahmawati, 2007) model Jones modifikasian memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam mendeteksi manajemen laba. Jones
memberikan sebuah model untuk membantu mengidentifikasi perusahaan
yang melakukan manajemen laba. Tujuan model Jones adalah untuk
memisahkan akrual kelolaan dan nonkelolaan. Model modifikasi Jones
mengestimasi tingkat akrual yang diharapkan (akrual nonkelolaan) sebagai
fungsi perbedaan antara perubahan pendapatan dan perubahan dalam
piutang dagang serta aktiva tetap.
Manajemen laba diindikasikan dengan nilai akrual kelolaan yang
positif bila perusahaan melakukan upaya menaikkan laba. Begitu pula
sebaliknya bila nilai akrual kelolaan negative mengindikasikan bahwa
perusahaan melakukan upaya menurunkan laba (Rahmawati, 2007).
3. Tax planning
Secara umum tax planning didefinisikan sebagai proses
mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian
rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-
pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Tax planning sebenarnya bagian dari manajemen pajak. Tujuan
dari manajemen pajak umumnya sama dengan tujuan manajemen
keuangan yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang cukup. Manajemen
15
pajak disini didefinisikan sebagai memenuhi kewajiban pajak yang benar,
tetapi jumlah pajak dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh
laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian, dikemudian hari
tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang mengakibatkan denda
dan kewajiban-kewajiban hukum lainnya (Ulfah, 2013).
Tax planning merupakan langkah awal dari manajemen pajak yang
dilakukan untuk meminimumkan kewajiban pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar
dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.
Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara yang
sesuai ketentuan perpajakan maupun yang melanggar aturan perpajakan
(Suandy, 2011).
Motivasi yang mendasari dilakukannya perencanaan pajak bersumber dari
tiga unsur perpajakan (Suandy, 2011), yaitu:
1. Kebijakan perpajakan (tax policy), merupakan alternative dari berbagai
sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan.
2. Undang-undang perpajakan (tax law), merupakan kenyataan
menunjukkan bahwa di manapun tidak ada undang-undang yang
mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan yang lain. Tidak
jarang pula ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan
undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan
pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapai.
16
Akibatnya terbuka celah bagi wajib pajak untuk menganalisis
kesempatan tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.
3. Administrasi perpajakan (tax administration), yakni tujuannya agar
terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya
perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan wajib pajak akibat
luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan system informasi yang
masih belum efektif.
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak yaitu
untuk memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak ikut mempengaruhi
pengambilan keputusan atau suatu tindakan dalam operasi perusahaan
untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan
peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang
sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda
atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama dengan memanfaatkan:
1) Perbedaan tarif pajak
2) Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak
3) Loopholes, shelters, dan havens
Strategi perencanaan pajak menurut (Suandy, 2011) apabila dalam
tax planning telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk
melakukan penghematan pajak, maka langkah-langkah selanjutnya adalah
mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Adapun
strategi-strategi dalam melakukan perencanaan pajak yaitu :
17
1) Tax saving, yakni upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya
dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produk–produk yang
ada pajak pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam
kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya
menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak
penghasilan yang besar.
2) Tax avoidance, yakni upaya wajib pajak untuk tidak melakukan
perbuatan yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam
kerangka ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk
memperkecil jumlah pajak yang terhutang.
3) Mengindari Pelanggaran Atas Peraturan Perpajakan, yakni dengan
menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari
timbulnya sanksi perpajakan yaitu sanksi administrasi berupa denda,
bunga atau kenaikan dan sanksi denda pidana atau kurungan.
4) Menunda Pembayaran Kewajiban Pajak, yakni dengan menunda
pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan berlaku dapat
dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini
dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga
batas waktu yang diperkenankan.
5) Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.
Misalnya, PPh Pasal 22 atau pembelian solar dan impor dan fiskal luar
negeri atas perjalanan dinas pegawai.
18
Indikator Tax Planning salah satunya yaitu Tax Retention Rate
(TRR). Tax Retention Rate atau tingkat retensi pajak digunakan untuk
mendeteksi perusahaan yang mengusahakan pembayaran semaksimal
mungkin (Aditama dan Purwaningsih, 2016).
Nilai perencanaan pajak yang besar merupakan suatu tanda bahwa
pendapatan perusahaan dengan nilai yang besar pula, sehingga untuk
menurunkan nilai pembayaran pajak (semakin besar tindakan perencanaan
laba), maka nilai Discretionary Accruals akan mengalami penurunan
(terjadi penurunan nilai Discretionary Accruals berarti perusahaan telah
melakukan tindakan menurunkan laba) begitu pula sebaliknya (Yusrianti et
al., 2015)
C. Kerangka Pemikiran
D. Perumusan Hipotesis
Pengaruh Tax Planning terhadap Manajemen Laba
Perencanaan pajak (tax planning) merupakan suatu cara yang
digunakan oleh bagian manajemen perusahaan sebagai wajib pajak untuk
melakukan manajemen pajak penghasilan tetapi tidak melanggar peraturan
perpajakan yang berlaku. Pemerintah ingin perusahaan agar membayar
pajak semaksimal mungkin karena pajak merupakan sumber penerimaan
Perencanaan Pajak
(Tax Planning)
Manajemen Laba
19
bagi Negara. Bila kewajiban pajak perusahaan terlalu besar maka
memungkinkan manajemen perusahaan melakukan berbagai cara untuk
mengatur laba Anggraeni (2011) dalam (Herianti dan Marundha, 2016).
Usaha yang dilakukan pihak manajemen melakukan kecurangan
dengan memanipulasi data pada laporan keuangan untuk mendapat
keuntungan bagi pihak manajemen dan perusahaan sehingga informasi
akuntansi yang diberikan tidak menunjukkan kondisi perusahaan yang
sesungguhnya serta dapat menyesatkan pengguna informasi akuntansi
tersebut (Rahmawati, 2007). Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai
dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai
dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak,
apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau
dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak
tersebut dapat ditunda. Salah satu perencanaan pajak adalah dengan cara
mengatur seberapa besar laba yang dilaporkan, sehingga masuk dalam
indikasi adanya praktik manajemen laba (Ulfah, 2013). Berdasarkan
landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, penulis merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Ha: Perencanaan pajak berpengaruh terhadap praktik manajemen
laba.