BAB II TELAAH PUSTAKA€¦ · adanya peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, Stevenson dan...

29
1 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Bimbingan dan Konseling 2.1.2 Pengertian Manajemen Bimbingan dan Konseling Suherman (2007) menjelaskan bahwa manajemen diartikan sebagai keseluruhan aktivitas berupa proses mengadakan, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya yang dianggap penting guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Sugiyo (2012) menjelaskan bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah kegiatan yang diawali dari perencanaan kegiatan bimbingan dan konseling, pengorganisasian aktivitas dan semua unsur pendukung bimbingan dan konseling mencapai tujuan serta mengevaluasi kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengetahui apakah semua kegiatan layanan sudah dilaksanakan dan mengetahui bagaimana hasilnya. Gibson dan Mitchel menyatakan bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah aktivitas-aktivitas yang memfasilitasi dan melengkapi fungsi-fungsi keseharian staf konseling meliputi aktivitas administrative seperti pelaporan dan perekaman, perenacanaan dan control anggaran, manajemen fasilitas dan pengaturan sumber daya. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen bimbingan dan konseling merupakan

Transcript of BAB II TELAAH PUSTAKA€¦ · adanya peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, Stevenson dan...

  • 1

    BAB II

    TELAAH PUSTAKA

    2.1 Manajemen Bimbingan dan Konseling

    2.1.2 Pengertian Manajemen Bimbingan dan Konseling

    Suherman (2007) menjelaskan bahwa manajemen

    diartikan sebagai keseluruhan aktivitas berupa proses

    mengadakan, mengatur, dan memanfaatkan sumber

    daya yang dianggap penting guna mencapai tujuan

    secara efektif dan efisien. Sugiyo (2012) menjelaskan

    bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah

    kegiatan yang diawali dari perencanaan kegiatan

    bimbingan dan konseling, pengorganisasian aktivitas

    dan semua unsur pendukung bimbingan dan konseling

    mencapai tujuan serta mengevaluasi kegiatan

    bimbingan dan konseling untuk mengetahui apakah

    semua kegiatan layanan sudah dilaksanakan dan

    mengetahui bagaimana hasilnya. Gibson dan Mitchel

    menyatakan bahwa manajemen bimbingan dan

    konseling adalah aktivitas-aktivitas yang memfasilitasi

    dan melengkapi fungsi-fungsi keseharian staf konseling

    meliputi aktivitas administrative seperti pelaporan dan

    perekaman, perenacanaan dan control anggaran,

    manajemen fasilitas dan pengaturan sumber daya.

    Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan

    bahwa manajemen bimbingan dan konseling merupakan

  • 2

    sebuah upaya untuk menyusun perencanaan dari

    semua kegiatan BK, dan mengatur segala sesuatu yang

    diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan BK, dan pada

    akhirnya mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan

    BK.

    2.1.3 Tujuan Manajemen Bimbingan dan Konseling

    Manajemen bimbingan dan konseling mengacu

    pada tujuan manajemen pendidikan secara umum.

    Manajemen bimbingan dan konseling bertujuan untuk

    mengembangkan diri konseli (peserta didik) secara

    efektif dan efisien. Sugiyo (2012) menjelaskan bahwa

    setiap organisasi mempunyai yang ingin dicapai, untuk

    mencapainya maka diperlukan adanya kegiatan

    manajemen sehingga tujuan dapat dicapai secara efektif

    dan efisien. Apabila tujuan manajemen dilakukan

    secara sistematis maka akan mencapai hasil yang

    produktif, berkualitas, efektif dan efisien.

    Sugiyo (2012) menjelaskan kegiatan manajemen

    bimbingan dan konseling dikatakan produktif apabila

    dapat menghasilkan keluaran baik secara kualitas dan

    kuantitas. Kualitas dari layanan bimbingan dan

    konseling dilihat dari tingkat kepuasan dari konseli yang

    mendapatkan layanan bimbingan dan konseling.

    Sedangkan kuantitas dari layanan bimbingan dan

    konseling dilihat dari jumlah konseli yang mendapat

    layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya, efektif

  • 3

    berarti kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan

    tujuan. Keefektifan layanan bimbingan dan konseling

    yaitu konseli mampu mengembangkan dirinya secara

    optimal. Sedangkan, efisien apabila kesesuaian antara

    sumber daya dengan keluaran atau penggunaan sumber

    dana yang minimal dapat dicapai tujuan yang

    diharapkan.

    2.1.4 Prinsip-Prinsip Manajemen Bimbingan dan Konseling

    Pengorganisasian manajemen terkait dengan

    melaksanakan tugas sesuai dengan keahlian dan tugas

    masing-masing personil. Sugiyo (2012) mengemukakan bahwa

    prinsip-prinsip manajemen bimbingan dan konseling sejalan

    dengan prinsip manajemen pendidikan pada umumnya.

    Sugiyo (2012) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip

    manajemen meliputi:

    a) Efisiensi adalah kegiatan yang dilakukan dengan modal

    yang minimal dapat memberikan hasil yang optimal.

    b) Efektifitas adalah apabila terdapat kesesuaian antara

    hasil yang dicapai dengan tujuan.

    c) Pengelolaan adalah dalam aktivitas manajemen seorang

    manajer harus mengelola sumber daya yang ada, baik

    sumber daya manusia maupun non manusia.

    d) Mengutamakan tugas pengelolaan, artinya seorang

    manajer harus mengutamakan tugas manajerialnya

    dibandingkan tugas yang lain.

  • 4

    e) Kerjasama, seorang manajer harus mampu menciptakan

    suasana kerjasama dengan berbagai pihak.

    f) Kepemimpinan yang efektif.

    2.1.5 Fungsi Manajemen Bimbingan dan Konseling

    Fungsi manajemen bimbingan dan konseling tidak jauh

    berbeda dengan manajemen pendidikan secara umum.

    Suherman (2007) menjelaskan fungsi manajemen bimbingan

    dan konseling sebagai berikut:

    1) Perencanaan

    Perencanaan merupakan suatu proses yang

    menyangkut upaya yang dilakukan untuk

    mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan

    datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat

    untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.

    2) Pengorganisasian

    Pengorganisasian merupakan proses yang menyangkut

    bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan

    dalam perencanaan yang sudah didesain dalam sebuah

    struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan

    lingkungan organisasi yang kondusif. Di dalam

    pengorganisasian terdapat kegiatan untuk memastikan

    bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja

    secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan

    organisasi.

  • 5

    3) Pengarahan

    Pengarahan merupakan sebuah proses implementasi

    program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak

    dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua

    pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya

    dengan penuh kesadaran dan produktivitas tinggi.

    4) Pengawasan

    Pengawasan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

    untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang

    telah direncanakan, diorganisasikan dan

    diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target

    yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi

    dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.

    2.2 Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling

    2.2.1 Peran Komunitas Guru Profesional

    Penyelenggaraan Musyawarah Guru Mata Pelajaran

    atau Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling dibuat

    berdasarkan landasan hukum seperti Undang Undang

    Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional, Undang Undang Republik Indonesia

    Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan

    Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005

    tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan

    Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007

    tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan daerah.

  • 6

    Namun juga berdasarkan teori pendukung seperti yang

    dijelaskan Coburn dan Stein (2006) dengan judul

    Communities of Practice Theory and The Role of Teacher

    Professional Community in Policy Implementation atau

    Kelompok-kelompok dalam Teori Praktek dan Peran

    Komunitas Guru Profesional dalam Pelaksanaan

    Kebijakan.

    Pengembangan profesionalitas dan kompetensi guru

    dapat dilakukan melalui kegiatan pre-service and in-service

    training secara bersama-sama dalam satu wadah atau

    organisasi profesi. Dengan kata lain bahwa wadah atau

    organisasi ini dapat dimanfaatkan oleh masing-masing

    anggotanya dalam mencapai tujuan pengembangan

    profesionalitas guru secara bersama. Rogoff (Coburn dan

    Stein, 2006) menyatakan bahwa: In contrast to conventional

    views of learning as an individual of pschychological

    process, social-cultural theorists argue that learning as

    individual participate, in the social and cultural activities of

    their communities.

    Menurut Rogoff (Coburn dan Stein, 2006), bahwa

    pembelajaran bagi seorang guru dapat dilaksanakan dalam

    komunitas kelompok atau organisasi dengan memberikan

    kesempatan kepada setiap guru untuk berpartisipasi

    dalam setiap kegiatan kelompok atau organisasi tersebut.

    Dengan adanya partisipasi dan aktivitas guru dalam

    kelompok tersebut diharapkan profesionalitas dan

    kompetensi guru dapat berkembang.

  • 7

    Pengembangan profesional juga dapat dilakukan

    melalui kerjasama pengembangan dalam kelompok seperti

    yang disampaikan Glatorn (Aberg, 2006), An encouraging

    development in instructional development is the wide spread

    interest in peer-centered options such as cooperative

    development. Lebih lanjut Glathorn ( Aberg, 2006)

    menjelaskan yang dimaksud dengan cooperative

    professional development “A process by which small team of

    theacher work together, using a variety of method and

    structures, for their own professional growth. Helsinki

    (2009) menambahkan bahwa lembaga pendidikan harus

    memiliki cara-cara dalam melengkapi diri mereka dimana

    para guru dilibatkan di dalam pembelajaran bersama

    peserta didik merupakan seseorang yang memenuhi syarat

    dan memiliki kompetensi. Salah satu cara yang bisa

    dilakukan adalah mengizinkan para guru untuk terlibat

    dalam kegiatan kelompok satu profesi.

    Berkenaan dengan dampak yang diharapkan dengan

    adanya peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru,

    Stevenson dan Stingler (Danim, 2000) menyatakan sebagai

    berikut:

    Professional have longer and more specialized training

    greater freedom to organize their time, greater personal

    responsibility for directing their own work, and respect

    that come from uniqueness and quality of their

    contribution

  • 8

    Berdasarkan pendapat Stevenson dan Stingler

    (Danim, 2000) di atas, dapat diambil suatu pemahaman

    bahwa pengembangan profesionalitas guru akan

    berkontribusi terhadap kualitas dan tanggung jawab guru

    dalam menunjang keberhasilan peningkatan mutu

    pendidikan. Hal di atas bisa saja terwujud apabila seorang

    guru mata pelajaran ataupun guru bimbingan dan

    konseling tersebut dapat mengikuti dan terlibat dalam

    kegiatan organisasi profesi seperti MGMP/MGBK.

    Katz (Stroot, 2008) mencoba mengidentifikasikan

    empat tahapan pengembangan guru. Empat tahapan

    dalam pengembangan tersebut meliputi survival,

    consolidation, renewal, dan maturity. Pada tahap survival

    guru masih membutuhkan bimbingan secara khusus

    tentang pengetahuan, konsep, dan ketrampilan mengajar.

    Guru pada tahap consolidation sudah bisa berkonsultasi

    dan bertukar pikiran dengan rekan-rekan guru lain, serta

    bisa berperan sebagai fasilitator dalam bidang keahlian

    yang sama. Dalam tahap renewal guru sudah memiliki

    kemampuan mengajar dan berusaha untuk terus

    meningkatkan kemampuan kualitas pembelajaran mereka

    dengan menambah dan mencoba metode-metode

    pembelajaran yang baru kepada siswa. Pada tahap

    maturity (kematangan) guru lebih menekankan pada

    penggalian ide-ide baru mengenai peran dan filosofi, serta

    dampak pembelajaran terhadap perubahan sekolah

    maupun masyarakat demi memperdalam dan

  • 9

    memantapkan kembali kompetensi dan keyakinannya

    sebagai guru.

    Gibson dan Mitchel (2011) menjelaskan beberapa

    tanggung jawab yang harus dimiliki oleh guru bimbingan

    dan konseling secara professional. Tanggung jawab guru

    bimbingan dan konseling menurut Gibson dan Mitchel

    (2011) meliputi hal-hal sebagai berikut:

    1. Para guru bimbingan dan konseling professional

    harus terlatih sepenuhnya dan berkualifikasi agar

    sanggup memenuhi kebutuhan populasi klien

    (peserta didik) yang mereka tangani. Pelatihan

    mensyaratkan tingkat pendidikan yang memadai

    yang akan memampukan guru bimbingan dan

    konseling memahami dan menyadari betul teori

    sistematik yang menuntun prakti profesionalnya.

    2. Para guru bimbingan dan konseling professional

    secara aktif harus mencari dan mendapatkan

    sertifikasi atau lisensi yang tepat sesuai dengan

    pelatihan, latar belakang dan lingkup praktiknya.

    3. Para guru bimbingan dan konseling professional

    perlu berkomitmen secara pribadi dan professional

    untuk terus memperbarui dan meningkatkan

    keahlian dan pengetahuan mereka sebagai

    cerminan dan representasi kemajuan terbaru di

    bidang profesi mereka.

    4. Para guru bimbingan dan konseling professional

    menyadari dan berkontribusi bagi pengembangan

  • 10

    profesi dengan melakukan dan berpartisipasinya

    dalam studi-studi riset yang dirancang untuk

    meningkatkan pengetahuan tentang profesinya.

    Sebagai tambahan, guru bimbingan dan konseling

    memastikan penyebaran tulisan professional dan

    presentasi program di pertemuan-pertemuan

    professional.

    5. Para guru bimbingan dan konseling professional

    adalah anggota-anggota yang berpartisipasi aktif di

    dalam organisasi profesi yang tepat di semua

    tingkatan (lokal, nasional, regional, dan

    internasional).

    6. Para guru bimbingan dan konseling professional

    harus sadar betul dan taat kepada rambu-rambu

    legal dan etis profesi dan praktik konseling.

    Pemaparan Gibson dan Mitchel (2011) sejalan

    dengan rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan

    konseling dalam jalur pendidikan formal (Dirjen Dikti,

    2007) yang menjelaskan bahwa kegiatan riset dan

    pengembangan aktivitas guru bimbingan dan konseling

    yang berhubungan dengan pengembangan professional

    secara berkelanjutan, meliputi: 1) merancang,

    melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam

    bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi

    kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses

    pembelajaran, serta pengembangan program bagi

    peningkatan unjuk kerja profesioanal guru bimbingan dan

  • 11

    konseling; 2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi

    aktivitas pengembangan diri guru bimbingan dan

    konseling professional sesuai dengan standar kompetensi

    guru bimbingan dan konseling; 3) mengembangkan

    kesadaran komitmen terhadap etika professional, 4)

    berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi

    bimbingan dan konseling. Dapat disimpulkan bahwa

    rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling

    sama dengan pemaparan Gibson dan Mitchel (2010) bahwa

    para guru bimbingan dan konseling professional adalah

    anggota-anggota yang berpartisipasi aktif di dalam

    organisasi profesi yang tepat di semua tingkatan (lokal,

    nasional, regional, dan internasional).

    Beberapa kebijakan yang digariskan pemerintah

    untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya

    dan meningkatkan mutu guru khususnya, antara lain

    adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14

    tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yng mengarahkan

    pada peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru.

    Hal ini mengingatkan guru yang harus memiliki

    karakteristik tertentu, yang dapat mengarahkan peserta

    didik pada empat pilar pendidikan. Dalam kaitan ini

    karakter guru (termasuk guru bimbingan dan konseling)

    yang diperlukan adalah: 1) memahami profesi guru sebagai

    panggilan hidup sejati (genuineness). 2) selama proses

    pembelajaran mengupayakan positive reward, sehingga

    siswa mampu melakukan self-reward. 3) sikap guru tidak

  • 12

    hanya simpatik, tetapi juga haru berempatik. 4) menyadari

    bahwa sebagai guru di era global hendaknya memiliki

    “ability to be a learner (long life learning)” dan bukan hanya

    berprofesi yang ambivalen (Widayati, 2002).

    2.2.2 Pengertian MGBK

    Berdasarkan pemaparan di sub bab sebelumnya,

    maka pemerintah Indonesia membentuk Kelompok Kerja

    Guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran. Musyawarah

    Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan wadah kegiatan

    professional bagi para guru mata pelajaran yang sama

    pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan

    SMK/MAK di tingkat kabupaten/kota yang terdiri dari

    sejumlah guru dari sejumlah sekolah. Permen No 35 tahun

    2010 menjelaskan bahwa Musyawarah Guru Bimbingan

    dan Konseling adalah wadah kegiatan guru kelas, guru

    mata pelajaran sejenis atau guru bimbingan dan konseling

    dalam usaha meningkatkan kemampuan professional guru

    di bawah bimbingan guru inti dan bersifat mandiri. Guru

    Bimbingan dan Konseling dalam Permen No 35 tahun

    2010 adalah guru yang mempunyai wewenang dan hak

    secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling

    terhadap sejumlah peserta didik satuan pendidikan formal

    pada jenjang pendidikan dasar (SMP/MTs/SMPLB) dan

    pendidikan menengah (SMA/MA/SMALB, SMK/MAK).

    Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang

    Guru dan Dosen, mempersyaratkan guru untuk: 1)

  • 13

    memiliki kualifikasi akademik minimum S1/D4; 2)

    memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran yaitu

    kompetesi pedagogic, kepribadian, sosial, dan professional;

    dan 3) memiliki sertifikat pendidik. Dengan berlakunya

    Undang-undang ini diharapkan memberikan suatu

    kesempatan yang tepat bagi guru untuk meningkatkan

    profesionalismenya melalui pelatihan, penulisan karya

    ilmiah, pertemuan di Kelompok Kerja Guru (KKG) dan

    pertemuan di Musyawarah Guru Mata Pelajaran atau

    Musayawarah Guru Bimbingan dan Konseling. Dengan

    demikian KKG dan MGMP/MGBK memiliki peran penting

    dalam mendukung pengembangan professional guru.

    Secara yuridis keberadaan guru BK dalam sistem

    pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu

    kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,

    dosen, pamong dan tutor.

    2.2.3 Tujuan MGBK dan Program MGBK

    Tujuan Musyawarah Guru Mata pelajaran atau

    Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling berdasarkan

    Standar Pengembangan KKG dan MGMP/MGBK (Dirjen

    Dikti, 2008) adalah sebagai berikut:

    a. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus,

    penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar memanfaatkan sumber

    belajar, dsb.

  • 14

    b. Memberi kesempatan kepada anggota MGMP/MGBK untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan

    bantuan dan umpan balik. c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta

    mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih professional bagi peserta kelompok kerja dan musyawarah kerja.

    d. Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah.

    e. Mengubah budaya kerja anggota MGMP/MGBK dan mengembangkan professionalisme guru melalui

    kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di tingkat MGMP/MGBK.

    f. Meningkatkan mutu proses pendidikan dan

    pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik.

    g. Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan di tingkat MGMP/MGBK.

    Berdasarkan standar pengembangan MGMP

    menurut Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Dikti (2008),

    dijelaskan bahwa program MGMP/MGBK adalah rencana

    kegiatan MGMP/MGBK yang mencakup jangka pendek,

    jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu

    dijelaskan juga di dalamnya berkaitan dengan standar

    Program MGMP/MGBK sebagai salah satu standar

    pengembangan MGMP/MGBK. Standar Program

    MGMP/MGBK sebagai berikut:

    1. Penyusunan program MGMP/MGBK dimulai dari menyusu Visi, Misi dan Tujuan sampai kalender kegiatan.

    2. Program MGMP/MGBK diketahui oleh Ketua KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah SD) atau Ketua

    MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan

  • 15

    disahkan oleh kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota.

    3. Program inti MGMP/MGBK terdiri dari program rutin dan program pengembangan.

    Program MGBK dalam Rambu-Rambu KKG dan

    MGMP terdiri dari 3 program, yaitu program umum,

    program inti (program rutin dan program

    pengembangan) dan program penunjang. Program

    umum adalah program yang bertujuan untuk

    memberikan wawasan kepada guru tentang kebijakan-

    kebijakan pendidikan di tingkat daerah sampai pusat,

    seperti kebijakan terkait dengan pengembangan

    profesionalisme guru. Program inti adalah program-

    program utama yang ditujukan untuk meningkatkan

    kualitas kompetensi dan profesionalisme guru. Program

    inti dapat dikelompokkan ke dalam program rutin dan

    program pengembangan.

    4. Program Rutin sekurang-kurangnya terdiri dari:

    a. Diskusi permasalahan pembelajaran. b. Penyusunan silabus, program semester, dan

    Rencana Program Pembelajaran (RPP) atau

    Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL). c. Analisis kurikulum d. Penyusunan instrument evaluasi pembelajaran

    atau layanan BK. e. Pembahasan materi dan pemantapan

    menghadapi Ujian nasional. 5. Pogram pengembangan dapat dipilih sekurang-

    kurangnya tiga dari kegiatan-kegiatan berikut:

    a. Penelitian b. Penulisan Karya Tulis Ilmiah

    c. Seminar, lokakarya, koloqium (paparan hasil penelitian), dan diskusi panel.

  • 16

    d. Pendidikan dan pelatihan berjenjang (diklat berjenjang)

    e. Penerbitan jurnal MGMP.MGBK f. Penyusunan website MGMP/MGBK

    g. Forum MGMP/MGBK Provinsi h. Kompetisi Kinerja Guru i. Peer Coaching (Pelatihan sesama guru

    menggunakan media ICT) j. Lesson Study (kerjasama antar guru untuk

    memecahkan masalah pembelajaran) k. Professional Learning Community (Komunitas

    Belajar Profesional) l. TIPD (Teachers International Professional

    Development) kerja sama MGMP/MGBK Internasional.

    m. Global Gateway (kemitraan lintas negara)

    Sedangkan program penunjang bertujuan untuk

    menambah pengetahuan dan keterampilan peserta

    MGMP/MGBK dengan materi-materi yang bersifat

    penunjang seperti bahasa asing, Teknologi Informasi dan

    Komunikas, dll. Standar yang sudah dibuat oleh

    pemerintah ini apabila dipenuhi maka diharapkan

    program MGMP/MGBK mampu menjadi upaya untuk

    meningkatkan profesionalisme dan kualitas guru mata

    pelajaran maupun guru bimbingan dan konseling.

    Penyusunan program MGMP/MGBK pada dasarnya

    merupakan kegiatan utama dalam pelaksanaan aktivitas

    MGBK. Program tersebut senantiasa merujuk pada usaha

    peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru BK.

    Sebelum menentukan program kegiatan yang akan

    dijadikan menu di dalam pelaksanaan kegiatan MGBK

    diawali dengan hal-hal berikut:

  • 17

    1. Analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru

    sebagai anggota MGMP yang meliputi kompetensi

    professional, pedagogis, kepribadian dan sosial.

    2. Hasil dari analisis kebutuhan ini disusun program

    prioritas yang dituangkan dalam jadwal kegiatan

    tahunan dan semester.

    3. Ada tida jenis program yang dapat dirancang untuk

    kegiatan ini di MGBK, yaitu program umum, program

    inti (terdiri dari program rutin dan program

    pengembangan) dan program penunjang. Program

    tersebut memuat secara rinci sejumlah kegiatan

    untuk setiap pertemuan.

    4. Program hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam

    jadwal pertemuan untuk satu tahun dan sekurang-

    kurangnya memuat 12 kegiatan yang dituangkan

    dalam 12 kali pertemuan dalam satu tahun.

    2.3 Evaluasi Program 2.3.1 Pengertian Evaluasi Program

    Evaluasi program adalah proses penetapan secara

    sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau

    kecocokan sesuatu sesuai kriteria dan tujuan yang telah

    ditetapkan sebelumnya, Arikunto dan Jabar (2014).

    Tyler (Arikunto dan Jabar, 2014) mengungkapkan

    bahwa evaluasi program adalah proses untuk

    mengetahui apakah tujuan pendidikan telah

    terealisasikan. Sedangkan Stufflebeam (Badrujaman,

  • 18

    2011) menjelaskan bahwa evaluasi program adalah

    upaya menyediakan informasi untuk disampaikan

    kepada pengambil keputusan.

    Evaluasi program dalam pendidikan dijelaskan

    oleh Fitzpatrick (Badrujaman, 2011) sebagai “ the

    process of delineating, obtaining, dan providing useful

    information for judging decision alternative.” Sejalan

    dengan definisi yang dipaparkan oleh Stufflebeam

    (Badrujaman, 2011) bahwa evaluasi dalam pendidikan

    sebagai “the process of delineating, obtaining, dan

    providing useful information for judging decision

    alternative.” Definisi ini memberikan tekanannya pada 3

    hal yaitu bahwa:

    a. Evaluasi merupakan proses sistematis yang terus

    menerus

    b. Proses ini terdiri dari 3 langkah, yaitu

    menyatakan pertanyaan yang menuntut jawaban

    dan informasi lebih spesifik untuk digali,

    membangun data yang relevan, menyediakan

    informasi akhir (kesimpulan) yang menjadi

    bahan pertimbangan mengambil keputusan.

    c. Evaluasi memberikan dukungan pada proses

    mengambil keputusan dengan memilih salah

    satu alternative pilihan dan melakukan tindak

    lanjut atas keputusan tersebut.

    Berdasarkan pengertian di atas maka dapat

    disimpulkan bahwa evaluasi program adalah proses

  • 19

    untuk mengukur dan mengetahui efektivitas sebuah

    program yang sudah dijalankan, dimana hasil evaluasi

    ini bisa menjadi bahan pertimbangan pengambilan

    sebuah keputusan. Evaluasi Program MGMP/MGBK

    merupakan proses untuk memperoleh gambaran

    tentang aktivitas dan kinerja MGMP/MGBK dalam

    manajemen dan pelaksanaan kegiatan secara konsisten

    dan berkelanjutan.

    2.3.2 Tujuan dan manfaat evaluasi Program

    Arikunto dan Jabar (2014) menjelaskan tujuan

    dari diadakannya evaluasi program adalah untuk

    mengetahui keterlaksanaan kegiaan program, karena

    evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari

    komponen dan sub komponen program yang belum

    terlaksana dan hal apa yang menjadi penyebabnya.

    Gibson dan Mitchel (2011) ingin menjelaskan bahwa

    tujuan dasar evaluasi program adalah menyediakan

    garis pedoman bagi perbaikan sebuah program. Selain

    itu, evaluasi positif bisa dipublikasikan untuk mencapai

    dan melanjutkan dukungan bagi program.

    Tujuan evaluasi program juga disampaikan oleh

    Sudjana (2006) sebagai berikut:

    a. Memberikan masukan bagi perencanaan program.

    b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan

    yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau

    penghentian program.

  • 20

    c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan

    tentang modifikasi atau perbaikan program.

    d. Memberikan masukan yang berkenan dengan factor

    pendukung dan penghambat program.

    e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan

    pembinaan (pengawasan, supervisi, dan monitoring)

    bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana

    program.

    f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi

    evaluasi program pendidikan luar sekolah.

    Berdasarkan beberapa tujuan evaluasi program di

    atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi program

    adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang

    mempengaruhi keterlaksanaan sebuah program, begitu

    juga sebaliknya untuk mengetahui hal apa yang menjadi

    kendala sebuah program tidak dapat dilaksanakan.

    Evaluasi program dapat menyajikan 5 jenis

    informasi dasar sebagai berikut:

    a. Berbagai data yang dibutuhkan untuk

    menentukan apakah pelaksanaan suatu program

    harus dilanjutkan.

    b. Indikator-indikator tentang program-program yang

    paling berhasil berdasarkan jumlah biaya yang

    digunakan.

    c. Informasi tentang unsur-unsur setiap program

    dan gabungan antar unsur program yang paling

  • 21

    efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan

    sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat

    tercapai.

    d. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran

    program-program pendidikan sehingga para

    pembuat keputusan dapat menentukan tentang

    individu, kelompok, lembaga atau komunitas

    mana yang paling menerima pengaruh dari

    pelayanan program.

    e. Informasi tentang metode-metode baru untuk

    memecahkan berbagai permasalahan yang

    berkaitan dengan evaluasi program.

    Manfaat dari evaluasi itu sendiri adalah

    mengumpulkan data yang selanjutnya dapat digunakan

    untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan

    menentukan tindak lanjut dari program yang sedang

    atau telah dilaksanakan. Informasi yang didapatkan

    dari kegiatan evaluasi sangat bermanfaat bagi

    pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari

    program, karena dari masukan hasil evaluasi program

    itulah para pengambil keputusan akan menentukan

    tindak lanjut dari program yang sedang atau telah

    dilaksanakan.

    Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat

    dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan

    sebuah keputusan menurut Arikunto dan Jabar (2014),

    yaitu:

  • 22

    1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa

    program tersebut tidak memberikan manfaat, atau

    tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

    2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang

    kurang sesuai dengan harapan.

    3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan

    program menunjukkan bahwa segala sesuatu

    sudah berjalan sesuai dengan harapan dan

    memberikan hasil yang bermanfaat.

    4. Menyebarluaskan program (melaksanakan

    program di tempat-tempat lain atau mengulangi

    lagi program di lain waktu), karena program

    tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik

    apabila dilakukan kembali di tempat dan waktu

    yang lain.

    2.3.3 Model Evaluasi Program

    Model evaluasi program memiliki variasi yang

    cukup banyak. Para ahli evaluasi mengemukakan

    berbagai macam model evaluasi. Setiap model evaluasi

    memiliki karakteristiknya masing-masing berkenaan

    dengan konsep dasar, metode, serta fokus evaluasi.

    Khusus dalam bidang bimbingan dan konseling, model-

    model evaluasi yang sering digunakan untuk

    mengevaluasi program adalah model goal attainment

    yang dikembangkan oleh oleh Tyler, model evaluasi

    Formative dan Summative yang dikembangkan oleh

    Scriven, model evaluasi responsive yang dikembangkan

  • 23

    oleh Stake, serta model evaluasi CIPP yang

    dikembangkan oleh Stufflebeam.

    2.3.4 Model Evaluasi CIPP

    Stufflebeam (Badrujaman, 2011) merupakan ahli

    evaluasi yang mengusulkan evaluasi melalui

    pendekatan yang berorientasi kepada pengambilan

    keputusan (a decision oriented evaluation approach

    structured). Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi

    yaitu: Evaluasi konteks (Context Evaluation), Evaluasi

    Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process

    Evaluation), dan Evaluasi Hasil (Product Evaluation).

    Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan

    tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain

    adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan,

    dengan kata lain model Evaluasi CIPP adalah model

    evaluasi yang memandang program yang dievaluasi

    sebagai sebuah sistem.

    1. Evaluasi Konteks

    Stufflebeam dan Shienkfield (2007) menjelaskan

    bahwa orientasi utama dari evaluasi konteks adalah

    untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan

    suatu objek, seperti institusi, program, populasi target

    atau orang dan juga untuk menyediakan arahan

    untuk menyediakan arahan untuk perbaikan.

    Evaluasi konteks bertujuan untuk melihat apakah

    tujuan yang lama dan prioritas terhadapanya telah

  • 24

    sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya dilayani.

    Di dalam evaluasi ini tidak tergantung pada objeknya,

    namun hasil dari evaluasi harus menyediakan dasar

    untuk penyesuaian (pemantapan) tujuan dan

    prioritas, serta target perubahan yang dibutuhkan.

    Dalam penelitian ini tujuan evaluasi konteks

    dilakukan untuk menyediakan alasan yang rasional

    bagi Pengurus MGBK SMP Kota Salatiga dalam

    menentukan tujuan dan kompetensi guru BK, dimana

    semua itu akan membantu membentuk program dan

    menekankan berbagai berbagai struktur sesuai

    dengan kebutuhan guru BK.

    Evaluasi konteks dapat dilakukan dengan

    mengidentifikasi berbagai kebutuhan yang tidak

    diakomodir dan menentukan alasan atau penyebab

    kebutuhan ini belum diakomodir. Evaluasi ini dicapai

    melalui seperangkat penilaian berdasarkan

    penelahaan atas kebutuhan guru BK, penentuan

    kelebihan dan kekurangan program terkini dan

    menyetujui prioritas program.

    2. Evaluasi Input

    Orientasi utama dari evaluasi imput adalah

    untuk membantu menentukan program yang

    membawa pada perubahan yang dibutuhkan.

    Evaluasi input fokus mengevaluasi strategi yang

    dipilih untuk mencapai tujuan program sudah tepat

    atau belum. Stufflebeam dan Shienkfield (2007)

  • 25

    menjelaskan bahwa evaluasi input dilakukan dengan

    menelaah dan menilai secara kritis pendekatan yang

    relevan yang dapat digunakan. Evaluasi input

    bertujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah

    kapabilitas sistem, alternative strategi program,

    desain prosedur dimana strategi akan

    diimplementasikan. Input di dalam program MGBK

    meliputi sumber daya manusia (jumlah pengurus dan

    anggota MGBK), dukungan keuangan, Sekolah Inti,

    media MGBK, dan ruangan pertemuan MGBK.

    Evaluasi input bertujuan untuk

    mengidentifikasi dan menelaah kapasitas sistem,

    alternatif strategi program, desain prosedur di mana

    strategi akan diimplementasikan. Evaluasi input

    dapat dilakukan dengan menggunakan metode

    menginventarisasi dan menganalisis sumber-sumber

    yang tersedia, seperti pengurus MGBK dan anggota

    MGBK; strategi solusi, relevanasi desain prosedur,

    kepraktisan dan biaya, kemudian dibandingkan

    dengan criteria yang ditetapkan berdasarkan telaah

    literature, atau dengan mengunjungi program yang

    telah berhasil atau berdasarkan ahli.

    3. Evaluasi Proses

    Badrujaman (2011) menjelaskan evaluasi

    proses merupakan evaluasi yang dilakukan untuk

    melihat pelaksanaan program sesuai dengan strategi

  • 26

    yang telah direncanakan. Dalam ungkapan lain

    Stufflebeam dan Shienkfield (2007)) mengatakan

    bahwa evaluasi proses merupakan pengecekan yang

    beerkelanjutan atas implementasi perencanaan.

    Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasikan

    atau memprediksi dalam proses pelaksanaan, seperti

    cacat dalam desain prosedur atau implementasinya.

    Evaluasi proses ini dapat dilakukan dengan

    memonitor kegiatan, berinteraksi terus menerus,

    serta dengan mengobservasi kegiatan, dan staf. Hal

    ini dapat melibatkan pengukuran pre-test dan post-

    test terhadap pengetahuan dan keterampilan,

    mengobservasi perilaku tertentu pada anggota MGBK,

    self study yang terus menerus, data kedisiplinan

    keikutsertaan kegiatan MGBK, kesesuaian antara

    program dengan pelaksanaan, keterlaksanaan

    program, serta hambatan-hambatan yang ditemui.

    4. Evaluasi Produk

    Stufflebeam dan Shienkfield (2007) menjelaskan

    bahwa evaluasi yang bertujuan untuk mengukur,

    menginterpretasikan dan menilai pencapaian

    program. Evaluasi produk juga bertujuan

    mengumpulkan deskripsi dan penilaian terhadap

    luaran (outcome) dan menghubungkan itu semua

    dengan objektif, konteks, input dan informasi proses,

    serta untuk menginterpretasikan kelayak dan

    keberhargaan program.

  • 27

    Evaluasi produk dapat dilakukan dengan

    membuat definisi opersasional dan mengukur kriteria

    objektif, melalui mengumpulkan penilaian dari stake-

    holder, dengan unjuk kerja (performance) baik dengan

    menggunakan analisis secara kuantitatif maupun

    kualitatif, Trotter (Badrujaman, 2011).

    2.5 Penelitian yang Relevan

    1. Penelitian Ani Uslimah (2006)

    Penelitian ini berjudul Evaluasi Program

    Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Biologi SMA.

    Penelitian evaluasi program ini menggunakan model

    evaluasi CIPP. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu 1)

    relevansi program dengan kebutuhan peserta, 2)

    karakteristik peserta, 3) materi program, 4) ketersediaan

    sarana dan pra sarana penunjang kegiatan, 5) sistem

    pengelolaan program, 6) partisipasi peserta, 7) kualitas

    pelaksanaan program, 8) manfaat program bagi peserta.

    9) keterampilan guru Biologi setelah mengikuti program,

    8) faktor penghambat dan penunjang program.

    Hasil penelitian Uslimah (2006) menunjukkan

    bahwa 1) program MGMP Biologi relevan dengan

    kebutuhan peserta, 2) 75% Guru SMA Negeri, 25% Guru

    SMA Swasta, dan 75% Guru PNS, 25% Guru

    Bantu/GTT, 3) tingkat relevansi materi program MGMP

    Biologi dalam kategori tinggi sebesar 75%, 4)

    ketersediaan sarana penunjang program MGMP Biologi

    dalam kategori baik, 5) kesiapan pengelola program

  • 28

    maupun peserta dalam kategori baik, 6) tingkat

    pasrtisipasi peserta dalam kategori baik (75%-80%), 7)

    kualitas pelaksanaan program dalam kategori baik

    sebesar 70% dan secara fungsional pelaksana program

    adalah pengurus beserta anggota MGMP Biologi SMA, 8)

    manfaat program kegiatan MGMP bagi guru Biologi

    dalam kategori baik sebesar 60%, 9) menurut persepsi

    peserta didik, secara umum keterampilan mengajar

    guru Biologi setelah mengikuti MGMP Biologi setelah

    mengikuti MGMP dalam kategori cukup baik, dan 10)

    hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan program

    yang utama adalah kurangnya sarana pendukung

    kegiatan yang tersedia di Sanggar.

    2. Penelitian Valen Octavia Pakpahan (2011)

    Penelitian Pakpahan (2011) berjudul Evaluasi

    terhadap Program MGMP Mata Pelajaran TIK Tingkat

    SMP di Kabupaten Kendal tahun pelajaran 2009/2010.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

    kesiapan dan keberhasilan guru-guru SMA dalam

    mengikuti kegiatan MGMP TIK. Metode Penelitian yang

    digunakan adalah penelitian evaluasi dengan

    menggunakan model CIPP (context, input, process,

    product). Pendekatan penelitian ini adalah deskriptig

    kuantitatif dengan desain facto ex post facto.

    Hasil penelitian ini yaitu evaluasi konteks sebesar

    69.7% dalam kategori siap, evaluasi input sebesar

    69,3% dalam kategori siap, evaluasi proses sebesar

  • 29

    66,6% dalam kategori siap, dan untuk tingkat

    keberhasilan sebesar 71, 34% dalam kategori siap atau

    tinggi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah program

    MGMP TIK tingkat SMA di kabupaten Kendal

    berdampak positif terhadap profesionalisme guru.