Bab II Snowball Throwing

15
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Menurut Nana Sudjana (1989), “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum. (Joyce, 1992: 4). Menurut Soekamto, (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemukakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar menhajar. Pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar adalah proses aktif siswa dalam membangun/memproduksi pengetahuan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dan yang akan dipelajari. Menurut Cory (1986) dalam Syaiful Sagala (2005:61), menyebutkan “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja di kelola untuk memungkinkan Ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.“ Menurut Royce-Joyce (1996) dalam Frederico Mayor (2006:13), mengatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu deskripsi pembelajaran yang di dalamnya mengandung sintak/langkah-langkah.

description

gyghluh

Transcript of Bab II Snowball Throwing

Page 1: Bab II Snowball Throwing

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Nana Sudjana (1989), “Belajar adalah suatu proses yang ditandai

dengan adanya perubahan tingkah pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil

dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah

pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum.

(Joyce, 1992: 4).

Menurut Soekamto, (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemukakan model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar menhajar.

Pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan

yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Belajar adalah proses aktif siswa

dalam membangun/memproduksi pengetahuan dengan cara menghubungkan

pengetahuan yang dimiliki dan yang akan dipelajari.

Menurut Cory (1986) dalam Syaiful Sagala (2005:61), menyebutkan

“Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja

di kelola untuk memungkinkan Ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam

kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu,

pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.“ Menurut Royce-Joyce

(1996) dalam Frederico Mayor (2006:13), mengatakan bahwa model

pembelajaran adalah suatu deskripsi pembelajaran yang di dalamnya mengandung

sintak/langkah-langkah.

Page 2: Bab II Snowball Throwing

7

Dalam Ngalim Purwanto. 1990, Hilgard dan Bower dalam bukunya

Theoris of Learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang

disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana

perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kencendrungan

respon pembawaan, kematangan, dan keadaan-keadaan sesaat seseorang

(misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”

Dalam Udin. S.Winaputra 2008, Fontana (1981) mengartikan bahwa

belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu

sebagai hasil dari pengalaman. Bower dan Hilgrad (1981), bahwa belajar

mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari

pengalaman dan perubahan tidak disebabkan oleh insting, kematangan, atau

kelelahan, dan kebiasaan.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, jelas

bahwa belajar harus memungkinkan perubahan tingkah laku pada diri individu,

perubahan ini menyangkut aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Perubahan ini terjadi melalui latihan atau pengalaman yang dilakukan secara

berulang-ulang oleh individu, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan

oleh pertumbuhan atau kematangan tidak sebagai hasil belajar (seperti perubahan-

perubahan yang terjadi pada seorang bayi). Perubahan yang dialami oleh individu

harus relatif tetap, harus merupakan akhir dari suatu periode yang cukup panjang,

ini berarti kita harus menngeyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang

disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan

seseorang yang biasanya hanya berlangsung sementara.

Berdasarkan beberapa pendapat Ahli mengenai model pembelajaran di

atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu

proses belajar yang tersusun secara sistematis sehingga tercipta perubahan

perilaku individu yang baik dan menciptakan pembelajaran yang aktif di dalam

kelas yaitu antara guru dan siswa terjadi umpan balik sehingga tujuan

pembelajaran tercapai. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan

yang dirancang oleh guru untuk membantu atau memfasilitasi siswa dalam

Page 3: Bab II Snowball Throwing

8

mempelajari atau mengalami suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam

suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi

dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing

Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih

tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaika pesan tersebut kepada

temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan yang menggunakan kertas

berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-

lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan

menjawab pertanyaannya.

Pembelajaran dengan metode Snowball Throwing merupakan salah satu

modifikasi dari teknik bertanya yang menitik beratkan pada kemampuan

merumuskan pertanyaan yang dikemas dalam sebuah permainan yang menarik

yaitu saling melemparkan bola salju (Snowball Throwing) yang berisi pertanyaan

kepada sesama teman. Model yang dikemas dalam sebuah permainan ini

membutuhkan kemampuan yang sangat sederhana yang bisa dilakukan oleh

hampir semua siswa dalam mengemukakan pertanyaan sesuai dengan materi yang

dipelajarinya.

Pembelajaran dengan model Snowball Throwing, menggunakan tiga

penerapan pembelajaran antara lain: pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit

yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas melalui pengalaman nyata,

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (inquiry),

pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya”

(questioning) dari bertanya siswa dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan

apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum

diketahui. Di dalam metode pembelajaran Snowball Throwing, strategi

memperoleh dan pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan

seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut.

Page 4: Bab II Snowball Throwing

9

2.1.3 Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing

1. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada

materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

2. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran

yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman

sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan,

pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam

kelompok.

3. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan

kepada teman lain maupun guru.

4. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

5. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang

dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

6. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.

7. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan

suatu masalah.

8. Siswa akan memahami makna tanggung jawab.

9. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,

budaya, bakat dan intelegensia.

10. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.

2.1.4 Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing

1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa saja.

2. tidak efektif.

(Sumber: Syaifullah, 2009).

Page 5: Bab II Snowball Throwing

10

2.1.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing

Menurut (Kisworo, dalam Mukhtari, 2010: 6) langkah-langkah model

pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan.

2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing

ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada

temannya.

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk

menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah

dijelaskan oleh ketua kelompok.

5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa

ke siswa yang lain selama ± 15 menit.

6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan

kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas

berbentuk bola tersebut secara bergantian.

7. Evaluasi.

8. Penutup.

2.1.6 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Dalyana. S, 2011), hasil belajar

merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi

guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan

mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan

pelajaran.

Menurut Sudjana (1990:22), “hasil belajar merupakan kemampuan yang

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar”. Menurut Bloom dalam

jihad (2009: 14) tiga ranah (domain) hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan

Page 6: Bab II Snowball Throwing

11

psikomotorik. Dapat kita simpulkan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk

perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Bloom

dalam Jihad (2008:14) berpendapat bahwa hasil belajar dapat dikelompokkan ke

dalam dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan.

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui

kegiatan belajar (Abdurahman dalam jihad, 2008:14). Belajar itu sendiri

merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu

bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran

atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang

berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran

atau instruksional.

Individu yang sedang belajar pada akhirnya akan memperoleh hasil dari

apa yang telah dipelajari selama proses belajar. Sebagai contoh individu yang

sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, hasil

yang diperoleh ini yang disebut hasil belajar. Hasil belajar ini digunakan oleh guru

untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal

ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh

perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Cece Rahmat, 2001) hasil

belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain adalah

sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang

kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi

dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor

Page 7: Bab II Snowball Throwing

12

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi

neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Berdasarkan pengertian hasil belajar yang dikemukakan diatas, jelas bahwa

dalam proses belajar yang dilakukan oleh individu pada akhirnya akan

mempeoleh hasil. Hasil yang diperoleh siswa berupa perubahan kearah yang lebih

baik seperti dari sebelumnya ia tidak tahu menjadi tahu setelah individu tersebut

mengalami proses belajar. Perubahan yang diperoleh individu setelah belajar

berupa perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

Bloom menjelaskan hasil belajar yang diperoleh individu meliputi aspek

koginitif, afektif, dan psikomotorik sehingga dalam merancang pembelajaran

harus mengembangkan semua aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik tidak

hanya aspek kognitif.

Menurut Nana Sudjana (1989) terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi hasi belajar yaitu :

a. Faktor Internal adalah kemampuan yang dimilikinya, motivasi dan perhatian,

usaha, kebiasaan, motivasi dan kecerdasaan.

1. Aspek Fisiologis

Meliputi kondisi fisik yang normal (panca indera, anggota tubuh) dengan

keadaan yang baik seperti ini akan memudahkan siswa dalam menerima

informasi yang diberikan.

2. Aspek Psikologis

Meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang

(kecerdasan, sikap, motivasi, minat) Kondisi mental yang dapat

menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan

stabil.

b. Faktor Eksternal, dalam proses pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan

menjadi tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan

lingkungan masyarakat.

Page 8: Bab II Snowball Throwing

13

Berdasarkan ketiga lingkungan tersebut yang paling besar pengaruhnya

terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah

lingkungan sekolah seperti guru, sarana belajar, kurikulum, teman-teman sekelas,

disiplin dan peraturan sekolah, administrasi atau manajemen, dan lain-lain. Unsur

lingkungan sekolah yang telah disebutkan pada hakikatnya berfungsi sebagai

lingkungan belajar siswa, yaitu lingkungan tempat siswa berinteraksi sehingga

menimbulkan kegiatan belajar pada dirinya.

Dalam proses belajar individu tentunya akan mnghasilkan output yang disebut

hasil belajar, dalam proses belajarnya tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar yang akan berdampak terhadap hasil belajar yang diperoleh individu.

Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua

yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor interen meliputi faktor jasmaniah

(kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat,

motif, kesiapan), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksteren meliputi faktor

lingkungan keluarga (cara mendidik orang tua, suasana keluarga, keadaan

ekonomi), faktor lingkungan sekolah (metode mengajar, kurikulum, disipllin

sekolah, alat pelajaran, metode belajar) dan faktor masyarakat (kegiatan siswa

dalam masyarakat, teman bergaul).

Berdasarkan penjelasan Nana Sudjana diatas faktor lingkungan sekolah

merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses dan hasil belajar karena

di lingkungan berfungsi sebagai lingkungan belajar siswa, yaitu lingkungan

tempat siswa berinteraksi sehingga menimbulkan kegiatan belajar pada dirinya.

Lingkungan sekolah disini seperti guru, sarana belajar, pembelajaran, teman-

teman dan lain-lain, yang paling utama adalah pembelajaran yang dilakukan

dikelas.

Apabila pembelajaran yang dilakukan tidak dapat menarik perhatian dan

motivasi untuk mempelajari materi yang disajikan maka akan berdampak buruk

pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Menurut penjelasan Slameto salah satu

faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor sekolah, didalam faktor sekolah

ada metode, kurikulum, alat pelajaran, dan lain-lain.

Page 9: Bab II Snowball Throwing

14

Menurut peneliti Pembelajaran yang memungkinkan adanya perolehan hasil

belajar yang baik yaitu dengan pembelajaran yang dirancang agar siswa dengan

sendirinya atau secara mandiri menemukan konsep dan hubungan antar konsep,

membangun konsep-konsep yang berhubungan dengan materi sehingga setelah

pembelajaran selesai siswa dengan mudah menyelesaikan masalah yang sesuai

dengan materi yang telah diajarkan.

2.1.7 Hakikat Matematika di Sekolah Dasar

James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa

matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan

konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang

banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.

Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika

adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika

itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,

jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa

simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys, dkk. (1984)

mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu

jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

Reys, dkk (1984) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika itu

adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu

seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

Kline (1973) dalam bukunya mengatakan pula, bahwa matematika itu

bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,

tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam

memahami dan mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan alam.

Fungsi dan tujuan matematika, Matematika berfungsi mengembangkan

kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus

matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan

geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika

juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan

Page 10: Bab II Snowball Throwing

15

melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan

matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan umum pendidikan matematika

ditekankan kepada siswa untuk memiliki:

1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan

dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah

yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi.

3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat

dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,

berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam

memandang dan menyelesaikan suatu masalah.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran

Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar.

Hal ini dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan

memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada

keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan

pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam

pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan

menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Menurut Badan Standart Nasional Pendidikan (2006) menyatakan bahwa

tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah untuk:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika

Page 11: Bab II Snowball Throwing

16

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, pembelajaran matematika di

sekolah dasar disusun untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan

memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada

keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Jadi pada pembelajaran matematika yang diperlukan adalah bagaimana siswa

dapat menemukan konsep, dapat menghubungkan antar konsep selanjutnya

dengan konsep ini maka siswa akan dapat memecahkan masalah yang

dihadapinya.

Perubahan program Matematika Tradisional ke Matematika Modern ialah

dengan cara mengajarkan (metodologinya) dan penambahan materi baru. Muncul

pertanyaan, “ Bukankah matematika itu tetap, mengapa program lama diubah?”

Bukankah program lama yang berdasarkan “Sistematika respon” dan penekanan

kepada keterampilan berhitung itu penting? Sekarang ini ilmu pengetahuan

berkembang dengan cepat. Matematika tidak dapat dipandang sebagai alat melulu

sehingga diperlukan program baru. Program baru ini yang disebut program

Matematika Modern.

Banyak orang mengira bahwa matematika itu tetap tidak berubah, (tidak ada

yang baru) bahwa matematika itu ditemukan beribu-ribu tahun yang lampau.

Orang yunani menemukan Ilmu Ukur 2000 tahun yang lampau, orang Arab

menemukan Aljabar 1400 tahun yang lampau. Sir Isaak Newton menemukan

Calculus 300 tahun yang lampau.

Page 12: Bab II Snowball Throwing

17

Untuk siswa yang bakal menjadi ahli matematika, pengetahuan yang baru ini

sangat penting diketahui dalam usia semuda-mudanya. Maksudnya ialah agar

siswa sejak umur kurang lebih 30 tahun sudah dapat mulai mencurahkan

pikirannya kepada penemuan-penemuan baru. Karena itu dalam program

Matematika Modern di Sekolah Dasar terdapat topik-topik untuk Sekolah

Menengah dan kadang-kadang topik-topik untuk perguruan tinggi, walaupun

diberikan secara informal. Tujuan utamanya adalah agar siswa menguasai konsep-

konsepnya, bahasa yang tepat , pengertian dan struktur.

Dengan ditekankan kepada konsep-konsep dengan menggunakan bahasa yang

lebih tepat dan ditunjang oleh pengertian, diharapkan siswa dapat melihat hakekat

matematika secara keseluruhan. Keterampilan berhitung akan lebih baik bila

didasari pengertian.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti, Dwi. 2006, Meningkatkan

Kemampuan Siswa Tentang model pembelajaran snowball throwing di SD Negeri

Koalisi Nasional Ngaliyan Kampus 01,03 dan 07 tentang pembagian pada Kelas

IV. Jurusan D-II PGKSD Universitas Negeri Semarang. proses pembelajaran di

SD Negeri Koalisi Nasional Ngaliyan Kampus 01,03 dan 07 tentang pembagian

pada kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing

sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan hasil dan kemampuan siswa semakin

meningkat dalam belajar operasi hitungan khususnya pengurangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, Nina. 2010, dengan judul

Penerapan model pembelajaran snowball throwing Materi Keliling dan Luas

Persegi Panjang dan Persegi pada Siswa Kelas III SD Negeri Kaumrejo 01

Ngantang. Skripsi, Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Malang.

Model pembelajaran snowball throwing pada materi keliling dan luas persegi

panjang dan persegi. Hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian adalah

siswa dapat menguasi materi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan siswa

semakin aktif terlibat dalam setiap tahapan pelaksanaan pembelajaran. Hasil

observasi aktivitas siswa juga menunjukkan bahwa keberhasilan aktivitas siswa

Page 13: Bab II Snowball Throwing

18

tergolong “sangat baik”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat

dikatakan berhasil.

Berdasarkan hasil penelitian diatas hasil belajar siswa meningkat karena

dalam pembelajaran yang dilakukan siswa terlibat secara langsung dalam

menemukan konsep-konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian siswa akan

menemukan konsep dengan sendirinya, disamping itu juga dengan adanya alat

peraga sangat membantu siswa dalam menghubungkan pengetahuan barunya

dengan intuisi yang telah melekat pada diri siswa. Dalam pembelajaran sangat

dianjurkan untuk meggunakan alat peraga (benda konkret atau gambar yang

menunjukkan keadaan aslinya), alat peraga ini akan diotak-atek siswa sehingga

dapat membangun konsep yang dipelajarinya. Konsep yang telah didapat oleh

siswa dengan sendirinya ini akan bertahan lama dalam ingatannya, sehingga

ketika siswa dihadapkan soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajarinya

maka siswa dengan mudah menjawab soal tersebut.

Berdakan uraian diatas menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran

snowball throwing sangat efektif untuk diterapkan di SD, sebab dari model

pembelajaran snowball throwing siswa secara mandiri akan mendapatkan konsep-

konsep yang dipelajarinya dan akan tersimpan lama dalam pikirannya yang

memudahkan siswa dalam mengerjakan soal yang berkaitan dengan yang

dipelajarinya.

2.3 Kerangka Berpikir

Model Pembelajaran Snowball Throwing ini menekankan pada keterlibatan

siswa secara aktif dalam pembelajaran, dimana siswa diharapkan mampu

menemukan konsep, hubungan antar konsep dari materi yang diajarkan,

disamping itu juga dengan adanya bantuan alat peraga dapat berguna untuk siswa,

dalam mempelajari bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam

benda yang sedang diperhatikannya. Ada beberapa model yang digunakan antara

lain dengan model pembelajran snowball throwing, guna lebih mengefektifkan

siswa yang aktif. Adapun alur kerangka pemikiran yang ditunjukan untuk

mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok

Page 14: Bab II Snowball Throwing

19

permasalahan, maka kerangka pemikiran dapat dilukiskan dalam gambar berikut

ini:

Gambar. 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir dalam penelitian

dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Pembelajaran dengan Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing

tidak efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika siswa kelas IV SD Kanisius

Cungkup semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Ha: Pembelajaran dengan Penggunaan Model Pembelajaran Snowball Throwing

lebih efektif Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD

Kanisius Cungkup semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Lebih efektif penggunaan model pembelajaran snowball throwing terhadap

hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Kanisius Cungkup Semester II

Tahun Pelajaran 2011/2012

Perbandingan nilai rata-rata pretes dan postes

Rata-rata nilai

Pembelajaran (menggunakan model

pembelajaran snowball throwing)

Pengukuran kedua

Rata-rata nilai

Pengukuran Pertama

Pembelajaran secara konvensional

Page 15: Bab II Snowball Throwing

20

Berdasarkan hipotesis penelitian, maka peneliti menyimpulkan bahwa

“Pembelajaran dengan Penggunaan Model pembelajaran snowball throwing lebih

efektif tehadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SD kanisius cungkup

semester II tahun pelajaran 2011/2012” yang ditunjukkan oleh peningkatan hasil

belajar siswa.