BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah...

23
11 BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI Bab ini merupakan landasan teori yang mendasari penulisan tesis ini dalam rangka memberikan alternatif pemikiran untuk menjembatani ketimpangan pemahaman tentang ritual nugal yang ada di ditengah-tengah jemaat GPIB Pos Pelkes Galilea Berungkat. Oleh karena itu, dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan teori-teori mengenai ritual secara umum, ritual korban dalam praktik keagamaan, pemahaman ritual dalam Kekristenan, identitas sosial serta bagaimana hubungan antara gereja dan budaya dalam upaya berteologi konstruktif kontekstual. Dengan demikian, akan nampak bagaimana relasi atau dialog antara ritual nugal masyarakat Dayak Sisakng dalam perjumpaan dengan iman Kristen. 2.1. Ritual Ritual merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan manusia. Ritual hidup seiring dengan kehidupan manusia dan kehidupan manusia ikut berpengaruh memberikan isi bagi ritual di tengah-tengah kehidupan lingkungan sosial masyarakat. Dalam bukunya Ritual Theory, Ritual Practice, Catherine Bell menjelaskan ritual sebagai praktik yang mengacu kepada sebuah strategi atau cara bertindak yang dibedakan dari cara bertindak lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Ritual digambarkan sebagai tindakan yang dilakukan berulang-ulang, kebiasaan dan merupakan ekspresi dari ide-ide yang dituangkan dalam tindakan. 1 Strategi atau cara bertindak tersebut tidak muncul dengan sendirinya, namun 1 Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice (New York: Oxford University Press, 2009), 19.

Transcript of BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah...

Page 1: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

11

BAB II

RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI

Bab ini merupakan landasan teori yang mendasari penulisan tesis ini dalam rangka

memberikan alternatif pemikiran untuk menjembatani ketimpangan pemahaman tentang

ritual nugal yang ada di ditengah-tengah jemaat GPIB Pos Pelkes Galilea Berungkat. Oleh

karena itu, dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan teori-teori mengenai ritual secara

umum, ritual korban dalam praktik keagamaan, pemahaman ritual dalam Kekristenan,

identitas sosial serta bagaimana hubungan antara gereja dan budaya dalam upaya

berteologi konstruktif kontekstual. Dengan demikian, akan nampak bagaimana relasi atau

dialog antara ritual nugal masyarakat Dayak Sisakng dalam perjumpaan dengan iman

Kristen.

2.1. Ritual

Ritual merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan manusia. Ritual hidup

seiring dengan kehidupan manusia dan kehidupan manusia ikut berpengaruh memberikan

isi bagi ritual di tengah-tengah kehidupan lingkungan sosial masyarakat. Dalam bukunya

Ritual Theory, Ritual Practice, Catherine Bell menjelaskan ritual sebagai praktik yang

mengacu kepada sebuah strategi atau cara bertindak yang dibedakan dari cara bertindak

lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Ritual digambarkan sebagai tindakan yang dilakukan

berulang-ulang, kebiasaan dan merupakan ekspresi dari ide-ide yang dituangkan dalam

tindakan.1 Strategi atau cara bertindak tersebut tidak muncul dengan sendirinya, namun

1 Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice (New York: Oxford University Press, 2009), 19.

Page 2: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

12

merupakan konstruksi manusia ketika berhadapan dengan berbagai situasi. Oleh karena

itu, ritual terlihat sebagai sebuah aktivitas yang unik dan berbeda dari aktivitas lainnya.

Ritual merupakan sebuah strategi mengenai cara bertindak dalam situasi sosial

khusus yang disebut dengan istilah ritualisasi.2 Ritualisasi merupakan strategi atau praktik

yang berbeda dengan praktik-praktik lainnya dalam setiap tindakan budaya. Selain itu,

ritualisasi juga dapat membedakan kegiatan-kegiatan yang bersifat sakral dan profan

dengan tindakan-tindakan lainnya dalam kehidupan masyarakat.3 Bell menggambarkan

bahwa strategi ritualisasi berakar pada bangunan sosial yaitu konteks atau lingkungannya.

Konteks atau lingkungan merupakan bangunan kehidupan ritual. Menurutnya, bangunan

sosial yaitu konteks atau lingkungan berkaitan erat dengan pengalaman kosmologi

masyarakat, sehingga ritual memiliki peran dan fungsi dalam membangun tubuh atau

bangunan sosial masyarakat.4

Konteks ritual bervariasi, misalnya konteks adat atau tradisi, konteks sosial,

konteks historis dan konteks ruang dan waktu. Bangunan ritual bersifat dinamis, karena

mengalami perubahan seiring dengan perubahan konteks. Hal ini berarti, ritual bersifat

dinamis dari waktu ke waktu dan mengalami perubahan jika konteksnya berubah. Ritual

berfungsi sebagai alat yang efektif untuk menjembatani tradisi dan perubahan, yaitu

sebagai media untuk mendukung perubahan yang terjadi dalam masyarakat, melestarikan

tradisi atau budaya, memperkuat keutuhan komunitas dan membangun identitas suatu

komunitas atau masyarakat.5

2 Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 90.

3 Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 90-91.

4 Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 98.

5 Catherine Bell, Ritual – Perspectives and Dimensions (New York: Oxford University Press,

2009), 251.

Page 3: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

13

Senada dengan Bell, Roy Rappaport dalam bukunya Ecology, Meaning and

Religion menjelaskan bahwa ritual berperan mengatur hubungan masyarakat dengan

lingkungan. Ritual yang dilakukan oleh manusia merupakan cara untuk mempertahankan

keseimbangan masyarakat dengan lingkungan, beradaptasi dengan lingkungan dan juga

mengatur hubungan sosial politik dalam masyarakat.6 Ritual mengacu pada tindakan yang

dilakukan oleh manusia yang meliputi perilaku keagamaan dan juga berbagai kegiatan

sosial, politik yang terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini menandakan bahwa tindakan

ritual tidak hanya bersifat religius namun juga bersifat sosial yang meliputi seluruh aspek

kehidupan manusia.7 Menurut Rappaport, ritual merupakan media yang digunakan untuk

mengungkapkan dan mengekspresikan berbagai macam hal, namun memiliki makna

dalam tindakan ritual yang dilakukan tersebut. Selain itu, tindakan ritual dapat berfungsi

sebagai media untuk melestarikan kehidupan sosial budaya manusia.8

Menurut Bell, ritual sebagai praktik yang mengacu pada cara atau strategi

bertindak berkaitan juga dengan dimensi-dimensi sosial dan sejarah. Hal ini mengacu pada

tradisi-tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun dari generasi sebelumnya.

Tradisi-tradisi ritual dalam suatu masyarakat berbeda satu sama lain dan menjadi ciri khas.

Ritual dapat berfungsi untuk mengintegrasikan tradisi-tradisi di dalam masyarakat. Ritual

merupakan salah satu cara yang efektif untuk bertindak di dalam kebudayaan tertentu.9

Ritual sebagai praktik yang dikonstruksi secara sosial oleh masyarakat memiliki fungsi

sebagai mekanisme kontrol sosial di tengah perubahan konteks atau lingkungan. Oleh

6 Roy A. Rappaport, Ecology, Meaning and Religion (California: North Atlantic Books, 1979), 41.

7 Roy A. Rappaport, Ritual and Religion in the Making of Humanity (United Kingdom: Cambridge

University Press, 1999), 24.

8 Rappaport, Ritual and Religion…., 30-31.

9 Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 118-119.

Page 4: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

14

karena itu, ritual merupakan wahana untuk membangun identitas dalam menghadapi

konteks dan perubahan sosial dalam masyarakat.10

Aktivitas dalam ritual memiliki karakteristik yang membuatnya berbeda dengan

aktivitas-aktivitas lainnya, yakni:11

pertama, aktivitas ritual bersifat formal. Hal ini terlihat

dalam ekspresi, bahasa, gerak, perilaku yang terkait dengan hirarki sosial. Selain itu, ciri

ritual yang bersifat formal dapat memperkuat status quo dan identitas sosial masyarakat.

Kedua, ritual bersifat tradisional. Hal ini berkaitan dengan memori kolektif, yakni tradisi

atau budaya yang telah diwariskan turun temurun dan dilakukan berulang-ulang. Bentuk

tradisional terlihat dalam penggunaan kostum, bahasa yang berfungsi mempertahankan

identitas dan otoritas masyarakat tradisional. Ketiga, kualitas dari ritual tersebut bervariasi.

Keempat, ritual sangat menekankan aturan, tradisi dan hal yang bersifat tabu, termasuk

juga cara berpakaian, bahasa dan gerak. Hal ini nampak ketika terjadi kekacauan atau

penyimpangan terhadap aturan. Kelima, ritual menekankan simbol-simbol sakral. Hal ini

nampak dalam simbol yang berkaitan dengan aspek kolektif dan identitas masyarakat,

misalnya mengekspresikan nilai dan sikap terhadap benda yang dianggap sakral. Simbol-

simbol tersebut dapat mengacu pada tempat, bangunan dan manusia. Keenam, pertunjukan

atau performance, yang bersifat dramatis dan merupakan tindakan simbolis yang

dilakukan secara sadar di depan umum. Hal ini dilakukan untuk mengkomunikasikan

pesan berupa gambar visual, suara, gerak untuk meyakinkan orang lain, sehingga mereka

dapat menerima kebenaran aktivitas tersebut melalui simbol-simbol sakral.

Ada berbagai cara bertindak dan berbagai situasi yang mendorong manusia

melakukan ritual. Selain itu, budaya yang berbeda-beda berdampak juga pada cara setiap

orang melakukan ritual. Menurut Bell, ritual berkaitan dengan konsensus bersama dan

10

Bell, Ritual Theory, Ritual Practice…., 221-222.

11 Bell, Ritual – Perspectives and Dimensions…., 138-139.

Page 5: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

15

merupakan respon manusia dalam menafsir dunianya, sehingga ritual melampaui waktu,

pengaruh dan makna. Ritual merupakan gerak sosial yang paling mendasar dalam

mengkonstruksi realitas.12

Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga

universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi yang nampak dalam

berbagai budaya dan masyarakat.13

Dengan demikian tindakan ritual yang dilakukan oleh

suatu komunitas memiliki makna tersendiri dan berkaitan dengan persoalan identitas.

2.2. Ritus dan Fungsinya dalam Kehidupan Manusia

Ritus merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya

dalam tata upacara atau perayaan keagamaan. Dalam pandangan Emile Durkheim, ritus

merupakan aturan tentang perilaku yang menentukan bagaimana manusia harus mengatur

hubungan dirinya dengan yang sakral. Menurutnya, istilah Sakral (The Sacred) merupakan

pengalaman kemasyarakatan yang menjadi lambang kebersatuan transenden yang

dimanifestasikan dalam simbol-simbol masyarakat. Sakral berarti sesuatu yang tinggi,

agung, berkuasa, dihormati dan dalam kondisi profan ia tidak tersentuh atau terjamah.

Istilah Sakral berasal dari ritual-ritual keagamaan yang mengubah nilai-nilai moral

menjadi simbol-simbol religius yang dimanifestasikan menjadi sesuatu yang nyata.14

Yang

sakral diciptakan melalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat ke

dalam simbol-simbol agamis yang mengikat para individu dan kelompok. Simbol

merupakan sesuatu atau tanda yang diakui berdasarkan persetujuan bersama yang dinilai

12

Bell, Ritual – Perspectives and Dimensions…., 169.

13 Bell, Ritual – Perspectives and Dimensions…., 254.

14 George Ritzer, Teori Sosiologi (Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir

Postmodern), diterjemahkan oleh: Saut Pasaribu, Rh. Widada, Eka Adinugraha (university of Maryland),

168.

Page 6: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

16

memiliki makna terhadap yang disimbolkan. Oleh karena itu, ritus merupakan sarana yang

digunakan oleh manusia dalam membangun relasi dengan hakekat tertinggi.15

Dalam kehidupan manusia, ritus dapat mempengaruhi dan membentuk perilaku

manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, ritus menurut Victor Turner

dalam bukunya The Ritual Process, Structure and Antistructure berkaitan erat dengan

kehidupan masyarakat dalam rangka membangun tatanan sosial. Ada beberapa peranan

ritus dalam kehidupan masyarakat, yakni: dapat digunakan untuk menghilangkan konflik,

menyelesaikan perpecahan, membangun keutuhan dalam masyarakat, menyatukan prinsip

yang berbeda-beda dan menjadi sumber motivasi dan kekuatan baru dalam kehidupan

masyarakat.16

Dengan demikian, ritus dapat menjadi sarana pemersatu dalam menguatkan

ikatan kekerabatan dan kebersamaan dalam suatu masyarakat.

Berdasarkan gambaran di atas, ada beberapa kategori ritus yang dilakukan oleh

manusia, yaitu:17

Pertama, ritus peralihan atau disebut juga siklus hidup. Ritual ini

nampak dalam upacara kelahiran, kematian, pernikahan dan juga upacara yang menandai

masa transisi memasuki tahap kehidupan yang baru. Kedua, ritus kalendrikal dan

peringatan. Hal ini nampak dalam ritual yang dilakukan setiap tahun, misalnya ritual

dalam hal bercocok tanam, yaitu: saat menanam padi yang ditandai dengan memberikan

persembahan kepada leluhur, perayaan panen, peristiwa-peristiwa sejarah, ritual makan

bersama dan lain-lain. Ketiga, ritus pertukaran dan kerukunan. Salah satu contoh ritual ini

nampak dalam kegiatan keagamaan, misalnya berkumpul bersama untuk memberikan

korban persembahan kepada Allah dengan harapan akan memperoleh berkat. Keempat,

ritus yang berhubungan dengan kesusahan atau penderitaan. Hal ini nampak dalam ritual

15

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 176.

16 Victor Turner, The Ritual Process, Structure and Antistructure (New York: Cornell University

Press, 1969), 92-93

17 Bell, Ritual – Perspectives and Dimensions…., 94.

Page 7: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

17

permohonan untuk memperoleh kesehatan, keselamatan, perlindungan dan memperbaiki

kesalahan. Kelima, ritus perayaan. Hal ini nampak dalam berbagai perayaan-perayaan,

festival-festival dan juga puasa. Keenam, ritus politis. Hal ini nampak dalam ritual untuk

membangun dan mempromosikan kekuatan politik, misalnya raja, negara, sesepuh desa

atau untuk kepentingan politik.

2.3. Ritual Korban

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korban berarti pemberian untuk

menyatakan kebaktian, kesetiaan atau memberikan sesuatu sebagai korban.18

Pemberian

korban biasanya dilakukan oleh manusia kepada kuasa yang dianggap memiliki kekuatan

yang lebih tinggi, yaitu kepada Tuhan dan juga kepada dewa-dewa maupun roh-roh

leluhur. Melalui korban persembahan tersebut, manusia berupaya untuk membangun

komunikasi dengan kekuatan di luar dirinya untuk memperoleh pertolongan. Ritual korban

dilakukan oleh masyarakat primitif hingga saat ini.

Kepercayaan terhadap roh-roh leluhur diyakini oleh masyarakat primitif bahkan

hingga saat ini walaupun sudah menganut agama yang diakui oleh pemerintah.

Masyarakat memahami bahwa leluhur memiliki kuasa yang mampu untuk mempengaruhi

kehidupan manusia, misalnya menjaga dan memelihara kehidupan mereka. Oleh karena

itu terdapat berbagai bentuk ritual yang dinaikkan kepada leluhur dengan cara memberikan

persembahan atau korban sesajian.

Kepercayaan terhadap roh-roh leluhur dapat dipahami sebagai sikap, kepercayaan

dan praktik yang berhubungan dengan pendewaan orang-orang yang sudah meninggal

dalam suatu komunitas, khususnya dalam hubungan kekeluargaan. Selain itu, kepercayaan

terhadap roh-roh leluhur mengandaikan bahwa leluhur yang telah meninggal sebenarnya

18

“Kamus Besar Bahasa Indonesia”, https://kbbi.web.id/korban, (diakses tanggal 25 Oktober 2017).

Page 8: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

18

masih hidup dalam wujud yang efektif dan dianggap masih dapat berhubungan dengan

kehidupan manusia dan diyakini memiliki kuasa yang dapat menolong.19

Ada tiga motif di balik praktik pemujaan leluhur, yaitu:20

pertama, adanya

keyakinan dari pemberi korban bahwa kuasa roh-roh leluhur turut mempengaruhi

kehidupan manusia, sehingga praktik pemujaan terhadap leluhur merupakan wujud

penghormatan dan respon terhadap leluhur atas semua yang telah diterima, misalnya

perlindungan, kesuburan tanaman dan lain-lain. Kedua, adanya pemahaman bahwa roh-

roh leluhur akan marah jika tidak diperhatikan, sehingga pemujaan terhadap leluhur

menggambarkan rasa takut. Ketiga, adanya keyakinan bahwa roh-roh leluhur memiliki

kuasa yang dapat menolong kehidupan manusia, sehingga pemujaan yang dilakukan

merupakan bentuk permohonan untuk memperoleh berkat dan perlindungan.

Persembahan korban yang diberikan dapat berupa makanan, minuman, daging dan

darah hewan sebagai konsumsi bagi roh-roh leluhur. Ada beberapa motif di balik ritual

korban, yaitu: untuk menyatakan syukur, bentuk penghormatan, permohonan, sebagai

bentuk balas jasa dan juga sebagai upaya untuk membangun relasi dengan roh-roh

leluhur.21

Berbagai korban persembahan yang dipersembahkan memiliki makna bagi sang

pemberi korban, misalnya darah hewan melambangkan kehidupan. Ada dua segi dalam

ritual korban darah, yaitu: pertama, darah hewan yang dipersembahkan dapat menciptakan

suatu hubungan baru di antara para peserta ritual tersebut. Kedua, darah yang

dipersembahkan dipercaya dapat menghidupkan kembali objek yang dituju dan juga

diyakini dapat memulihkan hubungan akibat pelanggaran yang dilakukan.22

19

Dhavamony, Fenomenologi Agama…., 32.

20 J. Verkuyl, Etika Kristen Kapita Selekta (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1961), 27-33.

21 E.E. Evans Pritchard, Theories of Primitive Religion (Oxford: Claredon Press, 1972), 53.

22 Dhavamony, Fenomenologi Agama…., 217.

Page 9: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

19

Ritual korban seringkali dikaitkan dengan upacara keagamaan, misalnya: pertama,

ritual korban dalam masyarakat primitif. Dalam kehidupan masyarakat primitif, upacara

korban biasanya dilakukan untuk menaikkan berbagai permohonan kepada roh-roh leluhur

dengan cara menyembelih hewan. Berbagai permohonan yang dinaikkan di dalam ritual

tersebut, misalnya: permohonan hujan, berkat, kesehatan, perdamaian antar individu atau

kelompok, kelahiran, kematian dan juga dalam masa bercocok tanam hingga panen.

Mereka meyakini bahwa roh-roh leluhur memiliki kuasa yang sanggup untuk menolong.23

Kedua, ritual korban dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama digambarkan

bahwa persembahan korban diberikan kepada Allah sebagai bentuk persembahan untuk

membangun hubungan dengan Allah. Korban yang dipersembahkan kepada Allah

merupakan bentuk ungkapan syukur, permohonan, pertobatan, pemulihan hubungan

dengan Allah atau penebusan dosa.24

Darah hewan yang dipersembahkan kepada Allah

berfungsi sebagai pemurnian atau pembersihan atas dosa-dosa (Imamat 17:10-16).

Beberapa aturan yang harus dilakukan saat mempersembahkan korban, yaitu: korban harus

dipersembahkan oleh imam, hewan korban haruslah yang tidak bercela, darah korban

dipersembahkan kepada Allah, daging hewan harus dibakar, dan setelah ritual selesai

maka orang yang membakar harus segera pulang untuk mencuci pakaiannya dan

membersihkan diri (Imamat 16:27).

Ketiga, ritual korban dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, korban hewan

yang biasa dipersembahkan umat kepada Allah seperti yang digambarkan dalam

Perjanjian Lama tidak lagi dilakukan. Peristiwa kematian Yesus merupakan penggenapan

ibadah korban dalam Perjanjian Lama. Yesus adalah Anak Domba Allah yang menjadi

korban pendamaian untuk menghapus dosa dunia. Yesus memberikan diri-Nya sebagai

23

Dhavamony, Fenomenologi Agama…., 204-205.

24 H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 97.

Page 10: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

20

korban merupakan tanda bahwa Allah telah mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan

kekal manusia. Pengorbanan Yesus mencakup tiga aspek, yaitu: pertama, pembenaran

manusia (justification). Manusia yang berdosa dibenarkan oleh Yesus, sehingga

memperoleh pengampunan dosa dan menjadi manusia baru. Kedua, pengudusan manusia

(sanctification). Manusia dimurnikan dan dibersihkan dari dosa-dosanya. Ketiga,

penugasan manusia (vocation). Allah menugaskan manusia yang sudah dibenarkan dan

dikuduskan untuk menjadi saksi dalam dunia.25

Ada lima teori yang dapat dipakai untuk dapat memahami ibadah korban yang

dilakukan oleh umat Israel, yaitu:26

pertama, teori pemberian (the Gift Theory). Ritual

korban merupakan pemberian kepada Allah dalam rangka memelihara hubungan yang

baik dan untuk memperoleh pertolongan atau perlindungan. Kedua, teori persekutuan

sakramen (the Sacramental-Communion Theory). Pada saat melakukan ritual korban,

komunitas berkumpul bersama untuk memakan korban persembahan sebagai tanda

persekutuan mereka dengan yang disembah sekaligus untuk menerima khasiat dari

persembahan yang dikorbankan tersebut. Ketiga, teori penghormatan (the Homage

Theory). Ritual korban merupakan bentuk penghormatan dan ketergantungan kepada

Allah. Keempat, teori simbol (the Symbol Theory). Ritual korban dipahami sebagai simbol

untuk perdamaian dan pemulihan relasi antara manusia dengan Allah. Darah hewan

merupakan simbol untuk membersihkan atau memurnikan manusia dari dosa. Kelima,

teori penebusan (the Piacular Theory). Ritual korban dipahami sebagai alat untuk

menebus dosa dari pemberi korban. Dosa-dosa si pemberi korban dialihkan ke hewan

korban tersebut.

25

Ebenhaizer I. Nuban Timo, Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri: Suatu Upaya

Berdogmatika Kontekstual di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 310.

26 Nuban Timo, Allah Menahan Diri…., 296-297.

Page 11: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

21

2.4. Ritual dalam Kekristenan

Bernard Cooke dan Gary Macy dalam bukunya Christian Symbol and Ritual: An

Introduction, menggambarkan bahwa ritual merupakan bagian yang sangat penting atau

sentral di dalam kehidupan manusia. Istilah ritual mengacu pada kebiasaan atau tindakan

yang dilakukan berulang-ulang, bersifat simbolis, dan dilakukan dalam komunitas. Ritual

mempunyai fungsi khusus dalam kehidupan bersama sebuah komunitas, contohnya

komunitas Kristiani. Ritual bersifat pragmatis, praktis dan fungsional dalam kehidupan

manusia, serta dapat memperkaya hidup manusia dan membentuk identitas. Menurut

Cooke dan Macy, ritual tidak hanya berkaitan dengan upacara-upacara keagamaan atau

berkaitan dengan penggunaan simbol benda-benda dalam upacara tertentu, tetapi juga

ritual merupakan tindakan atau praktik hidup sehari-hari yang dilakukan oleh manusia.

Seluruh aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh manusia merupakan ritual yang

membuat kehidupan manusia menjadi lebih bermakna.27

Setiap manusia hidup dalam budaya tertentu dan memiliki ritual di dalam

komunitas di mana ia berada. Menurut Cooke dan Macy, setiap individu atau komunitas

memiliki cara pandang dan penghayatan tersendiri terhadap sifat dan fungsi ritual yang

diyakini dan dilakukan.28

Ritual yang dilakukan di dalam suatu komunitas atau budaya

tidak hanya sekedar merayakan nilai dan makna dari budaya tersebut, tetapi ritual

bertujuan untuk melestarikan, menciptakan dan melegitimasikan budaya tersebut. Dalam

proses legitimasi kekuasaan dalam komunitas atau masyarakat diperlukan adanya

27

Bernard Cooke & Gary Macy, Christian Symbol and Ritual: An Introduction (New York: Oxford

University Press, 2005), 3-5.

28 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 20.

Page 12: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

22

negosiasi dalam masyarakat, sehingga ritual berfungsi untuk memperkuat atau

mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat.29

Ada beberapa contoh ritual yang digambarkan oleh Cooke dan Macy yang

merupakan bagian yang sangat esensial di dalam kehidupan manusia, yakni:30

pertama,

ritual kelahiran. Setiap komunitas atau masyarakat memiliki ritual kelahiran misalnya,

upacara-upacara untuk penyambutan kelahiran bayi ke dalam masyarakat, inisiasi peran

baru orang tua di dalam masyarakat dan juga untuk menandai transisi dari masa kanak-

kanak hingga dewasa. Ritual yang dilakukan tersebut merupakan wahana masyarakat

untuk memaknai kehidupan mereka.

Kedua, ritual untuk struktur kekuasaan.31

Dalam kehidupan bermasyarakat, daya

atau kekuatan dari simbol dan ritual sangat berperan penting dalam memelihara dan

mempertahankan struktur kekuasaan atau kepemimpinan yang ada dalam suatu

masyarakat. Simbol-simbol dan upacara ritual menjadi bagian yang sangat esensial dalam

memperkuat atau memelihara struktur kekuasaan dari suatu masyarakat. Hal ini pun

terjadi di dalam kehidupan bergereja, yang terlihat dari berbagai simbol dan upacara ritual

yang dimiliki gereja yang berfungsi untuk melestarikan atau mempertahankan struktur

kekuasaan dalam kepemimpinan gereja. Salah satu contoh ialah, upacara-upacara ritual

peneguhan bagi para pemimpin gereja untuk mengesahkan kuasa kepemimpinan mereka

di dalam gereja yang diterima oleh umat. Ritual tersebut menjadi tanda bahwa para

pemimpin gereja tersebut masuk ke dalam sebuah peran baru yakni tanggung jawab

kepemimpinan untuk melayani.

29

Cooke & Macy, Christian Symbol…., 21-22.

30 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 28.

31 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 30.

Page 13: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

23

Ketiga, ritual persahabatan dan perkawinan.32

Dalam ritual ini, manusia merayakan

hubungan baru antar individu yakni, terjadinya penggabungan dua keluarga yang

dinegosiasikan, disaksikan dan diterima oleh komunitas besar yaitu masyarakat. Dalam

ritual ini, dua individu berkomitmen untuk hidup bertanggung jawab dalam iman.

Keempat, ritual perjamuan. Ritual ini berfungsi untuk memperkuat dan melestarikan

struktur yang ada dalam suatu komunitas atau masyarakat dengan cara menikmati

hidangan bersama-sama. Sebagian masyarakat mengadakan perjamuan bersama

komunitasnya untuk mengenang orang-orang yang sudah meninggal.

Kelima, ritual dalam keadaan kritis dan kematian.33

Dalam ritual ini, doa-doa

dinaikkan untuk keselamatan mereka yang dalam kondisi kritis atau menjelang ajal dan

tetap setia kepada Allah walaupun berada dalam penderitaan dan ketakutan. Ritual

kematian menggambarkan dukungan dari masyarakat untuk menghibur keluarga yang

berduka dan mengenang keberadaan mereka yang sudah meninggal. Ritual dan simbol

seputar kematian menggambarkan bahwa kematian memiliki makna dalam kehidupan

manusia. Keenam, ritual penyembuhan.34

Ritual ini merupakan bentuk dukungan bagi

orang-orang yang sakit bahwa mereka masih menjadi bagian anggota masyarakat dan

dapat mengandalkan dukungan dari masyarakat untuk menolong mereka menghadapi

situasi yang dialami. Dalam kehidupan masyarakat, ritual penyembuhan tidak hanya

berkaitan dengan orang yang sakit secara fisik tetapi juga berkaitan dengan hubungan

dalam masyarakat itu sendiri. Misalnya, ritual perdamaian bagi orang yang melakukan

pelanggaran, anggota masyarakat yang bermusuhan dan pemulihan hubungan antar suku

atau komunitas jika terjadi pertikaian.

32

Cooke & Macy, Christian Symbol…., 28-29.

33 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 31.

34 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 32-33.

Page 14: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

24

Umat Kristiani juga mengalami hal yang sama seperti gambaran ritual di atas.

Semua momen-momen besar dan upacara-upacara ritual tersebut juga dirayakan oleh umat

Kristiani. Namun, dalam Kekristenan ritual tidak hanya mengacu pada praktik-praktik

upacara keagamaan, tetapi juga mengacu pada seluruh aktivitas umat. Penggunaan simbol

dan ritual dalam praktik atau upacara keagamaan nampak dalam sakramen, ritual

penahbisan, ritual peneguhan, ibadah-ibadah dan lain-lain. Dalam praktik kehidupan

sehari-hari, umat diarahkan untuk hidup dalam penghayatan akan pengorbanan Yesus

Kristus. Pengorbanan Yesus membuat umat bertumbuh dalam iman serta dimampukan

untuk menjadi komunitas yang menghadirkan keadilan dan perdamaian. Oleh karena itu,

ritual dalam Kekristenan tidak hanya sekedar mengenang peristiwa kematian dan

kebangkitan Yesus melalui upacara-upacara keagamaan, melainkan nilai-nilai

pengorbanan Kristus harus terwujud dalam tingkah laku sehari-hari untuk mewartakan

karya Yesus di dalam dunia.35

Komunitas Kristiani berfungsi sebagai tubuh Kristus yang ditugaskan untuk

menjadi saksi dan menghadirkan kasih Yesus melalui praktik hidup sehari-hari.36

Cooke

dan Macy, menggambarkan lima unsur ritual, yakni:37

pertama, hermeneutik atas

pengalaman. Ritual mengarahkan umat untuk memahami berbagai pengalaman hidup.

Kedua, kematangan. Ritual Kristen membantu umat untuk mengalami pertumbuhan

rohani. Ketiga, kehadiran. Umat Kristiani meyakini bahwa Kristus yang bangkit tetap

menyertai umat untuk mewartakan kabar keselamatan. Keempat, pelayanan. Keselamatan

yang sudah diperoleh melalui pengorbanan Kristus mengarahkan umat untuk melayani

35

Cooke & Macy, Christian Symbol…., 41-43.

36 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 45.

37 Cooke & Macy, Christian Symbol…., 52-53.

Page 15: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

25

satu sama lain. Kelima, persahabatan atau persaudaraan. Semua ritual Kristen membawa

umat untuk hidup bersama satu sama lain sebagai saudara dan saling melengkapi.

Kelima unsur tersebut memiliki beberapa fungsi, yaitu: menghadirkan rahmat

Allah, menjadi sarana bagi umat Kristiani menghayati kehidupannya agar dapat

menafsirkan pengalaman hidup sebagai umat Kristiani, proses pertumbuhan rohani,

mengalami kehadiran Kristus, dan mengarahkan orang Kristen untuk hidup melayani dan

membangun persekutuan. Oleh karena itu, Cooke dan Macy menggambarkan bahwa

kehidupan umat Kristiani merupakan sebuah ritual. Dalam hal ini, ritual yang dilakukan

tidak sekedar rutinitas dan upacara keagamaan yang sekedar dilakukan berulang-ulang,

tetapi merupakan bagian hidup yang sangat penting dari komunitas Kristiani maupun

komunitas lainnya agar kehidupan menjadi lebih bermakna.38

2.5. Ritual sebagai Panggung Identitas Sosial

Istilah identitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti ciri-ciri atau

keadaan yang ada pada seseorang atau dapat berarti jati diri.39

Istilah identitas mengacu

pada cici-ciri atau karakter khusus yang melekat dan terlihat pada seseorang atau individu

dan merupakan jati diri yang dapat membedakannya dengan individu lainnya. Identitas

juga berhubungan dengan apa yang dimiliki oleh seseorang atau individu, kebiasaan-

kebiasaan yang dilakukan, hal-hal yang membedakan seseorang atau individu dengan

individu yang lainnya, bahkan nampak juga dalam kebudayaan misalnya perbedaan antara

satu suku dengan suku yang lainnya.40

Identitas pada setiap individu tidak hanya berasal

38

Cooke & Macy, Christian Symbol…., 53.

39 “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, https://kbbi.web.id/identitas, (diakses tanggal 17 Oktober

2017).

40 Chris Weedon, Identity and Culture: Narratives of Difference and Belonging (UK: Open

University Press, 2004), 65.

Page 16: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

26

dari dalam diri individu tersebut melainkan juga dapat diperoleh melalui pemberian orang

lain atau merupakan hasil konstruksi sosial. Hal ini menandakan bahwa identitas bersifat

sosial karena terjadi melalui proses interaksi antar individu dalam suatu masyarakat.41

Richard Jenkins dalam bukunya Social Identity mengatakan bahwa identitas

merupakan pemahaman mengenai siapa diri kita, siapa orang lain dan juga berhubungan

dengan pemahaman orang lain mengenai siapa dirinya. Menurut Jenkins, proses

mengidentifikasi diri sendiri atau orang lain adalah persoalan makna. Proses tersebut

melibatkan interaksi yang meliputi persetujuan atau ketidaksetujuan, perjanjian, inovasi,

komunikasi dan negosiasi. Oleh karena itu, identitas tidak bersifat personal melainkan

bersifat sosial, karena selalu berkaitan dengan keberadaan orang lain.42

Selain itu, identitas

dapat dimaknai juga sebagai proses refleksi atas kehidupan pribadi seseorang. Identitas

merupakan sebuah konstruksi tentang diri yang bersifat dinamis, terus mengalami

pencarian, beradaptasi dan fleksibel terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.43

Hal ini

menunjukan bahwa identitas merupakan keahlian seseorang atau individu yang berupaya

untuk mengkonstruksi identitas dirinya berdasarkan pengalaman-pengalaman masa

lampau menuju masa depan.44

Menurut Jenkins, identitas muncul ketika masyarakat melihat kesamaan-kesamaan

di dalam diri masyarakat. Identitas tersebut dibentuk melalui interaksi antar individu dan

lingkungannya. Identitas sosial merupakan ciri-ciri khusus yang dimiliki suatu masyarakat

dan menjadi salah satu cara untuk membedakan individu atau masyarakat dengan

41

Pasi Falk, The Consuming Body (London: Sage Publication Inc, 1994), 12.

42 Richard Jenkins, Social Identity: Third Edition (New York: Routledge, 2008), 17.

43 Anthony Giddens, Modernity and Self-Identity: Self and Society in the Late Modern Age

(Cambridge: Polity Press, 1991), 53.

44 Giddens, Modernity and Self-Identity…., 75.

Page 17: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

27

kolektivitas lainnya.45

Identitas sosial pada dasarnya merupakan pemahaman seseorang

bahwa ia merupakan bagian dari sebuah kelompok sosial. Kelompok sosial merupakan

sejumlah individu yang berpegang pada identifikasi sosial yang sama atau yang

memandang diri mereka sebagai bagian dari sebuah kelompok sosial.46

Selain itu, menurut

Jenkins identitas yang dimiliki oleh seseorang baik itu secara personal maupun kolektif

dapat menyebabkan tindakan.47

Hal ini menandakan bahwa seseorang akan berperilaku

sesuai dengan identitas yang melekat padanya. Ada peran yang dimainkan ketika

berinteraksi dengan individu lain di dalam kehidupan sehari-hari.

Manuel Castells dalam bukunya The Power of Identity mengatakan bahwa identitas

merupakan sumber makna dan pengalaman individu. Castells memahami identitas sebagai

proses konstruksi makna yang berbasis pada atribut kultural. Identitas merupakan simbol

identifikasi yang dilakukan oleh aktor sosial dari tindakan sosial. Konstruksi identitas

terbentuk dari nilai dan pengetahuan. Konstruksi identitas merupakan bangunan dari

sejarah, biologi, dari lembaga-lembaga produktif dan reproduktif, fantasi-fantasi personal,

letak geografis, agama, kekuasaan dan memori kolektif yang semuanya diolah kembali

dan diatur ulang maknanya. Mengidentifikasi diri sendiri atau orang lain merupakan

persoalan makna yang melibatkan interaksi.48

Jan Assman dalam bukunya Collective Memory and Cultural Identity mengatakan

bahwa sebuah masyarakat dapat bertahan dan menciptakan ikatan yang kuat karena

adanya memori yang akhirnya menjadi identitas kultural. Memori merupakan kesadaran

akan pengalaman masa lampau yang hidup kembali dan terus dipelihara melalui relasi

45

Jenkins, Social Identity…., 18.

46 Peter Burke & Jan E. Stets, Identity Theory and Social Identity (New York: Oxford University

Press, 2009), 8-9.

47 Jenkins, Social Identity…., 5.

48 Manuel Castells, The Power of Identity (London: Blackwell Publishing, 2010), 6-7.

Page 18: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

28

yang dibangun di dalam masyarakat. Memori tersebut dalam masyarakat diwariskan dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Memori berasal dari komunikasi atau interaksi yang

terjadi antar individu dalam masyarakat. Pengalaman masa lampau yang terus dihidupkan

di dalam masyarakat dituangkan melalui simbol-simbol kebudayaan, diantaranya dapat

berupa manuskrip, monumen, observasi, praktik, ritus-ritus, dan lain-lain.49

Identitas

menghubungkan individu dan struktur sosial yang membangun simbol-simbol dari

interaksi sosial.

Memori kolektif atau kesadaran masa lampau memiliki dampak positif bagi

kehidupan masyarakat, yakni: pertama, menjadi penentu identitas. Kedua, dapat

memperbaharui kehidupan masyarakat. Ketiga, menjadi sebuah warisan yang sangat

berharga. Keempat, menjadi bahan rujukan bagi masyarakat dalam mengambil sikap.

Kelima, menjadi rambu bagi masyarakat dalam mengambil sikap. Keenam, sebagai bahan

refleksi. Oleh karena itu, memori kolektif tidak hanya bersifat masa lampau namun sangat

membantu untuk membangun kehidupan masa depan yang lebih baik serta dapat menjadi

sumber daya dalam mempererat dan mengokohkan keutuhan masyarakat.50

Berdasarkan pemaparan di atas, jelas bahwa identitas merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap orang pasti memiliki ciri khas yang menjadi

identitas yang membedakannya dengan individu lainnya. Begitu pula ketika berbicara

mengenai identitas sosial, maka setiap suku atau masyarakat pasti memiliki identitas yang

membedakannya dengan suku lainnya. Dengan demikian, ritual merupakan memori

kolektif atau pengalaman masa lampau yang terus dihidupkan dan menjadi salah satu

wahana untuk membentuk identitas suatu masyarakat.

49

Jan Assman & John Czaplicka, Collective Memory and Cultural Identity, New German Critique,

No. 65, Cultural History / Cultural Studies (Spring-Summer, 1995), 125-129.

50 Assman & Czaplicka, Collective Memory…., 130-132.

Page 19: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

29

2.6. Teologi Konstruktif Kontekstual

Teologi merupkan aktivitas intelektual-spiritual yang melaluinya gereja

dimampukan untuk hidup secara kreatif dan dapat menampakan terang Injil melalui

kehadirannya. Teologi yang konstruktif akan nampak bila didalamnya terdapat pengenalan

akan pengalaman-pengalaman kemanusiaan secara bersama, penafsiran atas simbol agama

dan penghayatan ke dalam realitas. Oleh karena itu, berteologi secara konstruktif

kontekstual berarti berupaya untuk memahami kebudayaan dan mempertemukannya

dengan teks iman Kristen sehingga kehadiran gereja dapat bermakna dan dapat berteologi

sesuai dengan konteks di mana gereja hadir dan berkarya.

Pada dasarnya kehadiran gereja di mana ia berkarya akan bertemu dengan konteks

budaya setempat yang kemudian akan mempengaruhi proses berteologi. Kehadiran gereja

hanya akan bermakna jika dapat berteologi sesuai dengan konteks. Menurut Bevans, ada

tiga sumber untuk dapat berteologi sesuai dengan konteks, yaitu: Kitab Suci, tradisi dan

pengalaman manusia saat ini atau konteks.51

Dalam hal ini Injil menjadi sumber utama

dalam kehidupan berteologi, sedangkan tradisi gereja dan konteks kebudayaan

mempengaruhi proses berteologi. Dengan demikian akan terjadi interaksi dan dialog

antara Injil dan nilai-nilai budaya dalam upaya berteologi sesuai dengan konteks. Hal ini

menandakan bahwa agama dan kebudayaan memiliki keterkaitan.52

Budaya merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia dalam suatu masyarakat

untuk merumuskan makna hidupnya. Budaya merupakan suatu totalitas yang terdiri dari

nilai dan aturan yang mengatur tingkah laku dan pandangan hidup masyarakat, serta

51

Stephen B. Bevans, An Introduction to Theology in Global Perspective (New York: Orbis Books,

2012), 165.

52 J. Verkuyl, Etika Kristen dan Kebudayaan (Jakarta : Badan Penerbit Kristen, 1966), 17.

Page 20: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

30

memberi arah kepada masyarakat dalam mengekspresikan dirinya.53

Cara pandang

seseorang terhadap dunia sangat dipengaruhi dan dibentuk oleh budaya. Hal ini karena

budaya mempengaruhi individu atau masyarakat dalam mengungkapkan atau menyatakan

ide-ide, bertindak, menyelesaikan masalah bahkan berkaitan juga dengan keyakinan.

Budaya yang telah membentuk kehidupan individu atau masyarakat tersebut kemudian

diwariskan turun temurun bagi generasi berikutnya.54

Salah satu contoh ialah dalam tradisi

atau bentuk-bentuk ritual yang dilakukan oleh masyarakat yang menjadi wahana untuk

membangun identitas yang terus dilestarikan dan diwariskan turun temurun. Oleh karena

itu, keberadaan gereja akan bermakna bila berteologi sesuai dengan konteks dan proses

berteologi dimulai dengan membuka budaya, yakni mendengarkan nilai-nilai, simbol-

simbol, kebutuhan di dalam budaya namun tetap bersikap kritis.55

Dalam hubungannya dengan budaya, ada enam cara pendekatan kontemporer yang

dilakukan Kekristenan terhadap kebudayaan yaitu:56

pertama, cultural indifference,

merupakan sikap yang tidak menghiraukan kebudayaan khususnya berkaitan dengan iman.

Dalam hal ini gereja tetap bersentuhan dengan kebudayaan, namun tidak memberi

perspektif iman Kristen terhadap kebudayaan. Kedua, cultural aversion, merupakan sikap

yang menilai kebudayaan dapat merusak iman Kristen sehingga berupaya untuk

menjauhinya agar iman Kristen tidak terpengaruh oleh kebudayaan. Ketiga, cultural

trivialization, merupakan sikap yang membedakan kebudayaan Kristen secara khas

dengan bentuk-bentuk budaya populer yang ada. Oleh karena itu, budaya yang diterima

adalah budaya yang dinilai sesuai dengan Alkitab dan simbol-simbol Kristen. Keempat,

53 Ebenhaizer I. Nuban Timo, Meng-Hari-Ini-Kan Injil di Bumi Pancasila: Eklesiologi Dengan Cita

– Rasa Indonesia (Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, 2009), 171.

54 T.M. Moore, Culture Matters: a Call for Consensus on Christian Cultural Engagement

(Michigan: Brazos Press, 2007), 11.

55 Robert J. Schreiter, Constructing Local Theologies (New York: Orbis Books, 1986), 28.

56 Moore, Culture Matters…., 12-15

Page 21: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

31

cultural accommodation, merupakan sikap yang berupaya mengakomodasi semua bentuk-

bentuk budaya karena dinilai sebagai sesuatu yang netral. Kelima, cultural separation,

merupakan sikap yang memiliki pandangan luas terhadap budaya, namun berupaya untuk

memisahkan budaya Kristen dengan budaya yang ada dan membangun alternatif budaya

Kristen terhadap budaya yang sudah ada. Keenam, cultural triumphalism, merupakan

sikap yang menaruh harapan pada kebudayaan yang ada.

Berdasarkan gambaran di atas, ada dua hal yang harus diperhatikan gereja agar

kehadirannya sesuai dengan konteks, yaitu: pertama, Injil yang diintegrasikan ke dalam

suatu budaya harus mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai yang ada dalam budaya.

Kedua, Injil yang diintegrasikan ke dalam suatu budaya harus mampu menjaga fungsi

kritis dari Injil terhadap budaya guna mentransformasi budaya. Dengan demikian, untuk

dapat berteologi sesuai dengan konteks, maka gereja harus mampu melestarikan budaya

dan mengkritisinya.57

Selain itu, menurut Schreiter, ada tiga karakteristik yang dapat

dilakukan dalam menganalisa budaya untuk berteologi lokal. Pertama, pendekatan

terhadap suatu budaya haruslah holistik. Kedua, pendekatan terhadap budaya harus

mampu berbicara pada kekuatan-kekuatan yang membentuk jati diri dalam suatu budaya.

Ketiga, pendekatan terhadap budaya harus mampu berbicara kepada masalah perubahan

sosial.58

Ketiga hal tersebut sangat penting bagi usaha untuk berteologi lokal dalam hal

integrasi, usaha mempertahankan stabilitas dan transformasi.

Bevans menggambarkan enam model dalam berteologi sesuai dengan konteks,

yaitu:59

Pertama, model terjemahan. Model ini memusatkan perhatiannya pada jati diri

Kristen dalam sebuah konteks dan berupaya untuk menjaga kesinambungan dengan tradisi

57

Nuban Timo, Meng-Hari-Ini-Kan Injil…., 168-169.

58 Schreiter, Constructing Local Theologies…., 43-44.

59 Bevans, An Introduction to Theology…., 169-171.

Page 22: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

32

yang lebih tua dan lebih luas. Penekanan model ini pada pewartaan Injil sebagai sebuah

pewartaan yang tidak berubah. Kedua, model antropologis. Model ini memusatkan

perhatiannya pada jati diri orang-orang Kristen di dalam sebuah konteks tertentu dan

berupaya untuk mengembangkan cara mereka yang unik dalam merumuskan iman. Model

ini menggunakan wawasan-wawasan ilmu sosial, terutama Antropologi untuk berupaya

memahami relasi manusia dengan nilai-nilai yang membentuk kebudayaan manusia dan

didalamnya Allah hadir menawarkan kehidupan dan keutuhan. Ketiga, model praksis.

Model ini memusatkan perhatiannya pada jati diri orang-orang Kristen di dalam sebuah

konteks, khususnya sejauh konteks itu dipahami sebagai perubahan sosial. Keempat,

model sintesis. Model ini merupakan model jalan tengah yang berupaya menghasilkan

suatu sintesis dari ketiga model sebelumnya. Model ini dibangun dari sudut pandang

budaya sendiri dan sudut pandang budaya lain demi keutuhannya. Kelima, model

transendental. Model ini memusatkan perhatiannya bukan pada isi yang hendak

dirumuskan melainkan pada subjek yang merumuskan. Hal ini karena model ini

memusatkan perhatiannya pada subjek yang berteologi daripada terhadap kandungan

teologi. Keenam, budaya tandingan. Perhatian utama model ini ialah menantang konteks

dengan isi Kitab Suci dan tradisi.

Kehadiran gereja tidak terlepas dari konteks kebudayaan di mana gereja hadir dan

berkarya. Oleh karena itu, berteologi sesuai dengan konteks memiliki empat manfaat,

yaitu:60

Pertama, gereja memiliki pemahaman yang tepat terhadap isu-isu yang konkret

yang terjadi saat ini. Kedua, gereja tidak menolak atau menerima warisan masa lampau

begitu saja. Ketiga, gereja dapat mengembangkan sikap kritis terhadap kebudayaan.

Keempat, Alkitab digunakan sebagai dokumen terbuka di tengah pengalaman konkret

manusia untuk menghasilkan dialog yang dinamis dan konstruktif.

60

Nuban Timo, Meng-Hari-Ini-Kan Injil…., 150.

Page 23: BAB II RITUS BUDAYA DAN KONTEKSTUALISASI...mengkonstruksi realitas.12 Ritual merupakan sebuah fenomena yang unik dan juga universal karena memiliki keragaman perspektif dan dimensi

33

Salah satu upaya dalam berteologi sesuai dengan konteks ialah melakukan

transformasi timbal balik antara Injil dan budaya. Transformasi merupakan suatu proses

untuk melakukan perubahan baik itu bentuk, sifat maupun pesan dari suatu kenyataan

menjadi lebih baik dan bermakna. Dalam hal ini, Injil mentransformasi budaya sehingga

nilai-nilai di dalam budaya yang bersifat tertutup (etnosentrisme) menjadi nilai yang

universal. Selain itu, budaya juga mentransformasi Injil sehingga Injil dapat menyatu

dengan budaya dan menjadi kekuatan pembaharu yang dapat dimaknai oleh masyarakat.

Melalui transformasi timbal balik tersebut terciptalah manusia yang hidup sebagai orang

beriman di dalam budayanya dan budaya yang telah ditransformasi oleh Injil dapat

menunjukkan nilai-nilai Injili dan menjadi kekuatan pembaharu di dalam masyarakat.61

Oleh karena itu, gereja tidak serta merta langsung menerima atau menolak kebudayaan,

namun harus bersikap kritis terhadap budaya dan menguji apakah budaya tersebut

memuliakan Allah sebagai Sang Pencipta.62

61

Nuban Timo, Meng-Hari-Ini-Kan Injil…., 173-174.

62 Moore, Culture Matters…., 104.