BAB II Prima Widya

49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Metode Edukasi 1. Pengertian Metode Edukasi Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan kesehatan atau edukasi adalah upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya. Sementara itu menurut Achjar (2009), pendidikan kesehatan merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Achjar, 2010). Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya menerjemahkan yang telah diketahui tentang kesehatan kedalam perilaku yang diinginkan dari perseorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan.

description

jbkjblkbn

Transcript of BAB II Prima Widya

Page 1: BAB II Prima Widya

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Metode Edukasi

1. Pengertian Metode Edukasi

Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan kesehatan atau edukasi adalah

upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan

cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan

kesadaran dan sebagainya. Sementara itu menurut Achjar (2009), pendidikan

kesehatan merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar

masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatannya (Achjar, 2010). Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya menerjemahkan yang

telah diketahui tentang kesehatan kedalam perilaku yang diinginkan dari

perseorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan.

2. Ruang Lingkup Metode Edukasi

Menurut Fitriani (2011) ruang lingkup metode edukasi dapat dilihat dari

beberapa dimensi, yaitu dimensi sasaran, tempat pelaksanaan, dan tingkat

pelayanan.

a. Dimensi Sasaran

Dimensi sasaran antara lain, metode edukasi individual dengan sasaran

individu, metode edukasi kelompok dengan sasaran kelompok, dan metode

edukasi masyarakat dengan sasaran masyarakat luas. Dimensi sasaran untuk

8

Page 2: BAB II Prima Widya

9

metode edukasi dalam penelitian ini adalah metode edukasi individual dengan

sasaran individu (pasien pra operatif katarak).

b. Dimensi Tempat Pelaksanaan

Dimensi tempat pelaksanaan antara lain, edukasi di sekolah, edukasi di

rumah sakit yang merupakan tempat untuk metode edukasi pada pasien pra

operatif katarak.

c. Dimensi Tingkat Pelayanan

Menurut Achjar (2009) dimensi tingkat edukasi dapat dilakukan

berdasarkan lima tingkat pencegahan antara lain:

1) Promosi kesehatan, pada tingkat ini edukasi diperlukan misalnya dalam

kebersihan perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan

berkala, peningkatan gizi dan kebiasaan hidup sehat.

2) Perlindungan khusus, pada tingkat ini edukasi diperlukan untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat. Misalnya tentang pentingnya imunisasi sebagai cara

perlindungan terhadap penyakit pada anak maupun orang dewasa.

3) Diagnosis dini dan pengobatan segera, pada tingkat ini edukasi diperlukan

karena rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan

kesehatan dan penyakit yang terjadi di masyarakat. Keadaan ini menimbulkan

kesulitan mendeteksi penyakit yang ada di masyarakat, masyarakat tidak mau

diperiksa dan diobati penyakitnya.

4) Pembatasan kecacatan, pada tingkat ini edukasi diperlukan karena masyarakat

sering tidak mau melanjutkan pengobatannya sampai tuntas atau tidak mau

Page 3: BAB II Prima Widya

10

melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara tuntas. Pengobatan yang tidak

layak dan tidak sempurna dapat mengakibatkan orang bersangkutan menjadi

cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu.

5) Rehabilitasi, pada tingkat ini edukasi diperlukan karena setelah sembuh dari

suatu penyakit tertentu, seseorang mungkin menjadi cacat. Pemulihan

kecacatannya itu diperlukan latihan-latihan.

3. Tujuan Metode Edukasi

Menurut WHO tahun 1954 dalam Fitriani (2011) tujuan dari metode

edukasi adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku

yang tidak tahu menjadi tahu serta mengubah perilaku yang ada kaitannya dengan

budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian dari budaya. Sebagai contoh seperti

pasien yang merasa cemas akan menghadapi pembedahan, padahal apabila pasien

itu mengerti bagaimana pembedahan tersebut pasti tidak akan merasa takut

ataupun tidak siap menghadapinya. Bahkan tidak perlu untuk menunda

pembedahan yang akan dilakukan tersebut. Maka disini peran atau tujuan metode

edukasi sangatlah penting agar tidak terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian

bagi pasien-pasien tersebut.

4. Sasaran Metode Edukasi

Sasaran metode edukasi di Indonesia berdasarkan pada program

pembangunan Indonesia adalah masyarakat umum, masyarakat dalam kelompok

tertentu misalnya kelompok pasien yang mengalami kecemasan pada sebelum

pembedahan atau pra operatif yang merupakan sasaran individu dengan teknik

edukasi individual (Fitriani, 2011).

Page 4: BAB II Prima Widya

11

5. Tempat Pelaksanaan Metode Edukasi

a. Di Dalam Institusi Pelayanan

Dapat dilakukan di rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin, klinik dan

sebagainya, yang dapat diberikan secara langsung kepada individu maupun

kelompok mengenai penyakit, perawatan, pencegahan penyakit dan sebagainya.

Tetapi dapat juga diberikan secara tidak langsung misalnya melalui poster,

gambar-gambar, dan sebagainya.

b. Di Masyarakat

Di masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan edukatif terhadap

keluarga dan masyarakat binaan secara menyeluruh dan terorganisasi sesuai

dengan masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Agar

dapat mencapai hasil maksimal atau yang diharapkan diperlukan perencanaan

yang matang dan terarah sesuai dengan tujuan program edukasi yang berdasarkan

kebutuhan kesehatan masyarakat setempat.

6. Macam-Macam Metode Edukasi

Pada sasaran individu dan keluarga, perawat dapat menggunakan metode

ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Sedangkan pada sasaran kelompok dan

masyarakat, perawat dapat juga menggunakan metode ceramah, diskusi

kelompok, demonstrasi, role play, film, dan interview.

a. Ceramah

Ceramah merupakan salah satu metode penyampaian informasi yang

disampaikan oleh perawat komunitas kepada masyarakat untuk menjelaskan ide,

Page 5: BAB II Prima Widya

12

pengertian atau pesan kesehatan disertai diskusi dan tanya jawab secara langsung.

Tujuan penyampaian ceramah untuk menyajikan satu pandangan tentang masalah

yang menarik, secara langsung dan logis, menyajikan satu masalah untuk dibahas

secara diskusi umum sehingga merangsang masyarakat untuk berfikir dan belajar

lebih lanjut tentang suatu masalah (Achjar, 2009). Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode ceramah sebagai edukasi bagi pasien pra operatif sebab

metode ceramah memiliki beberapa keuntungan yaitu, dapat dipakai pada orang

dewasa dengan kelompok besar, tidak melibatkan terlalu banyak alat bantu,

mudah untuk menyelenggarakan. Namun kekurangannya, pembicara harus

menguasai pokok pembicaraan, dan harus memanfaatkan pendengarannya dengan

cara menilai reaksi masyarakat baik verbal maupun non verbal. Metode ceramah

dilakukan dengan tujuan untuk mengubah pengetahuan masyarakat dari yang

tidak tahu menjadi tahu (Achjar, 2009).

b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok dapat dilakukan bila peserta diskusi kurang dari 15

orang. Agar semua peserta diskusi dapat berpartisipasi, diperlukan tata letak

duduk berhadapan dan saling memandang satu sama lainnya, seperti saat

melakukan kegiatan refleksi diskusi kasus (RDK). Keuntungan dari penggunaan

metode diskusi kelompok adalah dapat mendorong rasa kesatuan dan menciptakan

rasa kepemimpinan bersama dengan saling memberikan pendapat dan

memperoleh pendapat dari orang lain sedangkan kerugiannya, diskusi kelompok

tidak dapat dipakai oleh kelompok besar karena dianggap kurang efektif dan

diskusi dapat berlarut-larut terutama bila didominasi oleh orang-orang tertentu

Page 6: BAB II Prima Widya

13

saja dan pemimpin diskusi tidak dapat mengarahkan jalannya diskusi (Achjar,

2009).

c. Demonstrasi

Demonstrasi merupakan cara penyampaian ide yang dipersiapkan dengan

teliti untuk mengevaluasi adanya perubahan psikomotor dengan memperlihatkan

bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, prosedur dengan disertai alat

peraga dan tanya jawab. Keuntungan demonstrasi, lebih meyakinkan masyarakat

karena segera ditiru dan dibuktikan, tidak hanya sekedar memberikan berita yang

didengar dan dibaca saja. Sedangkan kerugiannya, memerlukan waktu dan biaya

besar dalam mempersiapkan bahan yang diperlukan, karena menggunakan benda

dan bahan sesungguhnya (Achjar, 2009).

d. Bermain peran/role play

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang

peran tertentu untuk memainkan peranan (Notoatmodjo, 2007). Melalui role play

dapat membantu anggota menambah rasa percaya diri, membantu anggota

memperoleh pengalaman yang dialami oleh orang lain serta membantu anggota

menyelami masalah dan membangkitkan semangat untuk pemecahan. Role play

dapat dipakai pada kelompok kecil, hanya saja role play memerlukan seorang

pemimpin yang terlatih (Achjar, 2009).

e. Pemutaran film

Pemutaran film merupakan penyampaian informasi kepada sasaran

melalui media film. Media pemutaran film digunakan untuk mencapai sasaran yng

Page 7: BAB II Prima Widya

14

lebih besar, lebih menarik perhatian, membantu proses pengamatan/pengenalan

dan ingatan karena bersifat visual. Kekurangan pemutaran film, memerlukan

peralatan dan teknologi tinggi, mahal, dan memerlukan ruangan khusus karena

tidak dapat dilaksanakan di sembarang tempat serta kesulitan dalam menerima

informasi tidak dapat segera diatasi (Achjar, 2009).

f. Interview/Tanya jawab

Interview merupakan tanya jawab yang diarahkan kepada pencapaian

tujuan yang telah ditentukan untuk membahas topik masalah secara mendalam.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode tanya jawab sebagai edukasi

bagi pasien pra operatif sebab metode ceramah memiliki beberapa keuntungan

yaitu, topik pembahasan sesuai dengan minat dan perhatian publik, tidak kaku

sehingga interviewer harus tahu permasalahan, tahu kehendak publik serta

mengetahui teknik wawancara (Achjar, 2009). Cara ini sebenarnya merupakan

bagian dari bimbingan dan penyuluhan (Notoatmodjo, 2007).

7. Media Metode Edukasi

Menurut Notoatmojo (2007) beberapa media edukasi dibedakan menjadi

tiga yaitu media cetak, media elektronik, dan media papan.Berikut ini adalah

penjelasan dari media edukasi tersebut.

a. Media Cetak

1) Booklet : ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dan

bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

Page 8: BAB II Prima Widya

15

2) Leaflet : ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan

melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat

maupun gambar atau kombinasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

media leaflet dikarenakan media leaflet dapat dimanfaatkan untuk

menyebarkan informasi kepada sasaran yang lebih luas seperti keluarga.

3) Flyer (selebaran) : sama seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.

4) Flip Chart(lembar balik) : media penyampaian pesan atau informasi-informasi

kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana

tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat

sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambr tersebut.

5) Poster : ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan informasi kesehatan yang

biasanya ditempel di tembok-tembok, dan di tempat-tempat umum.

6) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

b. Media Elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau

informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya, antara lain:

1) Televisi : penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media televisi

dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab

sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah) dan lain sebagainya.

2) Radio : penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio juga

dapat bermacam-macam bentuknya, anatara lain obrolan (tanya jawab),

sandiwara radio, ceramah, dan lain sebagainya.

Page 9: BAB II Prima Widya

16

3) Video : penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui

video.

4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi-

informasi kesehatan.

c. Media Papan (Billboard)

Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi

dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.Media papan di sini juga

mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada

kendaraan-kendaraan umum.

B. Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon

emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak

terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran

sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi(Kaplan & Sadock,

2002). Menurut Carpenito (2007), ansietas adalah keadaan ketika individu atau

kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem

saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian dari

kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah,

kekhawatiran atau cemas yang bersifat subyektif dan adanya aktifitas system saraf

Page 10: BAB II Prima Widya

17

otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik

yang dimanifestasikan oleh tingkah laku psikologi dan berbagai pola perilaku.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

a. Faktor Predisposisi

1) Teori Psikoanalitik

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu Id, Ego dan

Super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya

seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan Id dan

super ego.

2) Teori Interpersonal

Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga

dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan,

perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya, individu yang

mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas

yang berat (Stuart & Sundeen, 2006).

3) Teori Perilaku

Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang menggangu

kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku

menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan

keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia

Page 11: BAB II Prima Widya

18

yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan

menunjukan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan dewasanya

(Smeltzer & Bare, 2001).

b. Faktor Presipitasi

Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakan pada kehidupan

manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman ansietas seseorang tidak

sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ada 2 faktor yang

mempengaruhi kecemasan pasien pra operatif, yaitu :

1) Faktor eksternal :

a. Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau

gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan

yang akan dilakukan).

b. Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri,

harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan

status/peran (Stuart & Sundeen, 2006).

2) Faktor internal :

Menurut Stuart & Sundeen (2006) kemampuan individu dalam merespon

terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh :

Page 12: BAB II Prima Widya

19

a. Potensi stressor

Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa

mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare, 2001).

b. Maturitas

Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami

gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai daya

adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan (Hambly, 2002).

c. Pendidikan dan status ekonomi

Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan

menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan

seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin

tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap

informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart &

Sundeen, 2006).

d. Keadaan fisik

Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan

mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan,

di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik lebih mudah mengalami

kecemasan (Oswari, 1998).

Page 13: BAB II Prima Widya

20

e. Tipe kepribadian

Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat

kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan

kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna,

merasa diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah

tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedangkan orang dengan kepribadian B

mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena orang

dengan tipe kepribadian B adalah orang yang penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas

(Stuart & Sundeen, 2006).

f. Lingkungan dan situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah

mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia

tempati (Hambly, 2002).

g. Umur

Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah

mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi

ada juga yang berpendapat sebaliknya (Varcoralis, 2002). Menurut Santoso

(2008), mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur

dengan tingkat kecemasan dengan X2=10,503 df=2 p=0,000. Menurut Kaplan dan

Sadock (2002), gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering

Page 14: BAB II Prima Widya

21

pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita dan sebagian besar kecemasan

terjadi pada umur 21-60 tahun.

h. Pengetahuan

Menurut Santoso (2008), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa

pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan (X2=10,503,

p=0,000). Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka mereka akan semakin

mengetahui tentang suatu hal. Misalnya saja seseorang yang akan mengalami

pembedahan, semakin seseorang tahu akan keberhasilan suatu prosedur

pembedahan dan prosesnya maka kecemasannya akan semakin berkurang.

i. Jenis Kelamin

Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh

kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami wanita

daripada pria (Varcoralis, 2002).

3. Rentang respon kecemasan

Menurut Townsend (2004) konsep kecemasan ada empat poin rentang

kontinum dari kecemasan ringan sampai panik yaitu :

a. Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan

lahan persepsinya. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah

Page 15: BAB II Prima Widya

22

kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu

untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang

lebih terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan

meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi,

lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,

kemampuan konsenstrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada

rangsangan yang tidak menambah kecemasan, mudah tersinggung, tidak

sabar, mudah lupa, marah dan menangis.

c. Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik dan tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ini untuk

mengurangi ketegangan. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah

mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, insomnia, sering kencing, diare,

palpitasi lahan persepsi menyempit, tidak mampu belajar secara efektif,

berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan

tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

Page 16: BAB II Prima Widya

23

d. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.

Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,

orang yang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik

terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpangkan kehilangan

pikiran yang rasional. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah

susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphorosis, pembicaraan

inkoheren, hiperaktif, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi ( Harlod,

1998).

4. Cara pengukuran tingkat kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut

alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).  Skala

HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

symptom pada individu yang mengalami kecemasan.Menurut skala HARS

terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami

kecemasan.Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol

Present) sampai dengan 4 (severe).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan

oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran

Page 17: BAB II Prima Widya

24

kecemasan terutama pada penelitian trial clinic.  Skala HARS telah dibuktikan

memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran

kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini

menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS

akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.

Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang dikutip

Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi:

a. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri

dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,

sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil

dan kedutan otot.

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap.

Page 18: BAB II Prima Widya

25

j. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik

napas panjang dan merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual

dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di

perut.

l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi.

m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma

berdiri, pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi

atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item

1-14 dengan hasil:

a. Skor < 14 = tidak ada kecemasan.

b. Skor 14-20 = kecemasan ringan.

Page 19: BAB II Prima Widya

26

c. Skur 21 – 27 = kecemasan sedang.

d. Skor 28-41 = kecemasan berat.

e. Skor 42-56 = kecemasan berat sekali.

5. Manifestasi Kecemasan

Menurut Sue, dkk dalam Trismiati, (2006) menyebutkan bahwa

manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini.

a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang,

seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan

terjadi.

b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan

tidak menentu seperti gemetar.

c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan

dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan

darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan

peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.

d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang

yang berlebihan.

6. Proses Terjadinya Kecemasan

Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepine, reseptor tersebut

berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan

aktivitas neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol

aktivitas neuron di bagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan

kecemasan, yaitu hipotalamus.

Page 20: BAB II Prima Widya

27

Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor

GABA pada membrane post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor

sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan

memperlambat aktivitas sel. Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering

mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurotransmitter ini.

Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi,

menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya. Kelelahan juga

dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas (Suliswati, 2004).

7. Kecemasan Pasien Pra Operatif Katarak

Saat menghadapi pembedahan, klien akan mengalami berbagai stressor.

Pembedahan yang ditunggu pelaksanaannya akan menyebabkan rasa takut dan

ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri,

kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain dan mungkin kematian

(Potter dan Perry, 2006).

Menurut Potter dan Perry (2006), kecemasan yang sering dialami oleh pasien

yang mengalami pembedahan adalah berupa klien merasa tidak berdaya,

meningkatnya rasa ketergantungan, kehilangan fungsi fisik dan mental, rasa

khawatir kehilangan kontrol saat dilakukan anastesi. Keadaan yang dialami oleh

pasien tersebut akan digunakan sebagai indikator dalam menyusun kuesioner

penelitian ini.

Page 21: BAB II Prima Widya

28

a. Klien merasa tidak berdaya

Klien yang merasa takut biasanya sering bertanya, tampak tidak nyaman

jika ada orang asing yang memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan

dari teman dan keluarga.

b. Klien merasa meningkatnya rasa ketergantungan

Diagnosa medis dapat menimbulkan pemahaman tentang meningkatnya rasa

ketergantungan dan kehilangan fungsi fisik atau mental. Klien mungkin merasa

marah tentang perlunya menjalani pembedahan. Orang yang masih muda akan

merasa tidak adil jika mereka mengalami gangguan yang biasanya dialami orang

tua. Pembedahan dapat terjadi pada waktu yang tidak tepat atau berpotensi

menimnbulkan gangguan. Klien kadangkala dapat mengekspresikan rasa marah

dengan cara menyerang perawat secara verbal. Menjadi argumentatif atau sangat

menuntut, menolak bekerjasama dan mengkritik asuhan yang diberikan perawat

adalah manifestasi rasa marah dan cemas.

c. Klien merasa kehilangan fungsi fisik atau mental

Klien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang

dialaminya dengan tepat. Klien yang cepat mengkritik atau merendahkan karakter

dirinya mungkin mempunyai harga diri yang rendah atau mungkin mempunyai

harga diri yang rendah atau mungkin menguji pendapat perawat tentang karakter

mereka. Konsep diri yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi dengan

stress pembedahan dan memperburuk rasa bersalah atau ketidakmampuan klien.

Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung penyakit

sering mengakibatkan perubahan bentuk tubuh atau perubahan fungsi tubuh yang

Page 22: BAB II Prima Widya

29

permanen. Rasa khawatir terhadap kelainan bentuk atau kehilangan bagian tubuh

menyertai rasa takut klien.

d. Klien merasa khawatir kehilangan kontrol saat dilakukan anastesi

Klien mungkin menginginkan kehadiran orang lain saat perawat memberi

instruksi atau penjelasan.

Menurut Mansjoer (2007), disebutkan bahwa beberapa stressor yang sering

menimbulkan kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan medis operatif

antara lain:

1) Menunggu operasi dan menjelang pelaksanaan operasi

2) Rasa nyeri dan rasa tidak nyaman

3) Jauh dari keluarga dan teman

4) Pengaruh penyakit atau operasi

5) Kesembuhan pasien dan aktivitas setelah operasi

C. Pra Operatif

1. Pengertian

Fase pra operatif dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat

dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2001).

2. Klasifikasi bedah

Menurut Long (1996), tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan dalam

beberapa cara.

Page 23: BAB II Prima Widya

30

a. Menurut lokasinya tindakan pembedahan dapat dilaksanakan

eksternal/internal, selain itu juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi

system tubuh seperti bedah kardiovaskular, thorak.

b. Menurut luas jangkauannya, tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan

sebagai bedah minor (kecil) atau mayor (besar).

c. Menurut tujuannya, tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan sebagai

bedah diagnostik, kuratif, restoratif, paliatif serta kosmetik.

d. Menurut prosedur pembedahannya, kebanyakan prosedur bedah

diklasifikasikan dengan memberi kata-kata akhiran pada lokasi pembedahan

sesuai dengan tipe-tipe pembedahan antara lain : ektomi (pengangkatan

organ), rhapy (penjahitan), ostomi (membuat lubang), plastic (perbaikan

menurut bedah plastic).

3. Persiapan

Persiapan yang baik selama periode pra operatif menurunkan risiko operasi

dan meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan pra

operatif menurut Luckman and Sorensen (1993) dimaksudkan untuk kebaikan

bagi pasien dan keluarganya yang meliputi :

a. Menunjukan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan

secara verbal maupun ekspresi muka)

b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang akan dijalankan

setelah operasi (latihan nafas dan batuk)

c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.

d. Tidak terjadi aspirasi karena vomitus selama pasien dalam pengaruh anastesi.

Page 24: BAB II Prima Widya

31

e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadinya infeksi setelah operasi.

f. Mendapatkan istirahat yang cukup.

g. Menjelaskan pengertian tentang prosedur operasi yang akan dijalankan

termasuk jadwal operasi dan menandatangani persetujuan operasi.

h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.

D. Konsep Katarak

1. Pengertian Katarak

Katarak adalah proses kekeruhan lensa mata karena terganggunya

metabolisme lensa. Katarak dapat menimbulkan kebutaan, tetapi kebutaan oleh

katarak dapat ditanggulangi. Prevalensi kebutaan katarak di Indonesia sebesar

1,47% pada tahun 2000, dan yang terbesar karena katarak senilis/ketuaan (Sidarta,

2002).

2. Pembagian Katarak

a. Katarak Senilis/Ketuaan, yaitu katarak yang timbul setelah umur 40 tahun,

proses pasti belum diketahui, diduga karena ketuaan/degenarasi.

b. Katarak Kongenital, yaitu katarak yang timbul sejak dalam kandungan atau

timbul setelah dilahirkan, umumnya disebabkan karena adanya infeksi, dan

kelainan metabolisme pada saat pembentukan janin. Katarak Kongenital yang

sering timbul karena infeksi saat ibu mengandung, terutama pada kehamilan

3 bulan pertama. Penyakit yang dapat menyebabkan katarak:

Toksoplasmosis, dan Rubella/German measle

Page 25: BAB II Prima Widya

32

c. Katarak Traumatika, yaitu katarak yang dapat menyerang semua umur,

biasanya karena pasca trauma baik tajam maupun tumpul pada mata terutama

mengenai lensa.

d. Katarak Komplikata, adalah katarak yang timbul pasca infeksi mata.

3. Gejala Katarak

Semua sinar yang masuk ke mata harus terlebih dahulu melewati lensa.

Karena itu setiap bagian lensa yang menghalangi, membelokkan atau

menyebarkan sinar bisa menyebabkan gangguan penglihatan. Beratnya gangguan

penglihatan tergantung kepada lokasi dan kematangan katarak. Katarak

berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan

penglihatan yang muncul secara bertahap. Gangguan penglihatan bisa berupa:

a. kesulitan melihat pada malam hari

b. melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata

c. penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari).

Gejala lainnya adalah:

a. sering berganti kaca mata

b. penglihatan ganda pada salah satu mata.

Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan

tekanan di dalam mata (glaukoma), yang bisa menimbulkan rasa nyeri.

4. Penanganan Katarak

Kebutaan katarak dapat diatasi dengan operasi yaitu pengambilan lensa

keruh. Ada beberapa teknik operasi yang dilakukan di Rumah Sakit, yaitu:

Page 26: BAB II Prima Widya

33

Operasi dengan irisan luas dengan jahitan konvensional dan dengan irisan kecil

tanpa jahitan lensa dikeluarkan dengan alat Phaceomulsifikasi (small incision

surgery). Pemilihan teknik operasi ini tergantung keras/ lunaknya lensa. Setelah

lensa katarak diambil, penderita hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter,

kecuali penderita diganti lensanya. Penggantian lensa ada dua cara yaitu:

a. Penderita setelah dioperasi diberi kacamata atau lensa kontak positif ±10

dioptri.

b. Penderita dipasang lensa tanam bersamaan waktu dilakukan operasi,

keuntungannya adalah penderita setelah operasi penderita langsung dapat

melihat jelas, tidak perlu memakai kacamata sangat tebal, lapang pandang

penderita tetap luas dan distorsi sinar dapat dihilangkan.

5. Pencegahan Katarak

Pencegahan utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan dengan

katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak.

1) Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari

bisa mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.

2) Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak

6. Kecemasan Pasien Pra Operatif Katarak

Kesiapan pasien pra operatif merupakan kemampuan yang dimiliki

seseorang sebelum dilakukannya tindakan pembedahan yang dimulai sejak

ditentukannya persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien berada di meja

bedah yang mencakup kemampuan mengambil keputusan untuk menjalani operasi

Page 27: BAB II Prima Widya

34

dan keyakinan yang terdiri dari komitmen, dan motivasi yang dimiliki untuk

menghadapi atau menjalani suatu operasi yang direncanakan. Kemampuan untuk

mengambil keputusan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki dan

dukungan dari berbagai aspek yang salah satunya adalah dari petugas kesehatan.

Kesiapan yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan

pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang

sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa

hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah siap serta tidak

cemas lagi dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah

dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu. Oleh karena itu kesiapan

mental pasien menjadi hal penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga

atau orang terdekat pasien (Majid, 2011)

Menurut Majid (2011), untuk meningkatkan kesiapan dan mengurangi

kecemasan pasien sebelum menjalani tindakan operasi dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu sebagai berikut :

a. Pemberian Informasi

Menurut Long (1996) dalam Majid (2011), informasi merupakan fungsi

untuk mengurangi rasa cemas. Hal serupa juga diungkapkan Potter (2005), bahwa

pasien yang menerima informasi yang benar sebelum menghadapi prosedur

tindakan, tujuan operasi dan efek sampingnya lebih dapat melakukan perawatan

yang mandiri pasca operasi. Adapun informasi yang harus diterima pasien

meliputi tujuan, prosedur dan resiko yang mungkin terjadi (efek samping),

alternatif tindakan yang dapat dipilih, perubahan bentuk dan penampilan, anestesi

Page 28: BAB II Prima Widya

35

yang digunakan yang terkait dengan nyeri (kondisi pada periode pasca operasi dan

biaya operasi) serta persiapan pra operatif lain seperti pemeriksaan darah, jantung

dan pembersihan area operasi

b. Dukungan Psikologis

Dukungan psikologis merupakan ketersediaan sumber daya yang

memberikankenyamanan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa

individu tersebut dicintai, diperhatikan dan dihargai oleh orang lain. Dalam

mempersiapkan operasi dukungan dapat diberikan dari keluarga atau orang

terdekat pasien maupun dari petugas kesehatan. Dari petugas kesehatan dapat

berupa menentukan status psikologis pasien, memberikan pujian (reinforcement)

positif, kehadiran disamping pasien, mendukung setiap keputusan positif yang

dibuat oleh pasien, meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi serta

mendengarkan setiap keluhan pasien. Dukungan psikologis yang diberikan akan

membuat beban perasaan pasien berkurang sehingga pasien merasa lebih aman

dan memiliki ketenangan bathin. Dukungan psikologis akan membuat pasien

merasa lebih dihargai sebagai seorang pribadi/individu yang unik bila perawat

berusaha untuk mendukung setiap keputusan yang dibuat oleh pasien.

Menurut Potter (2006), peranan perawat dalam memberikan dukungan

psikologis pada pasien pra operatif dapat dilakukan dengan cara:

a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan

operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang

sederhana dan jelas. Misalnya, jika pasien harus puasa, perawat akan

menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa dan

Page 29: BAB II Prima Widya

36

jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari

pemeriksaan darah yang dilakukan dan lain-lain. Dengan demikian, dengan

adanya pemberian informasi yang lengkap, kecemasan pasien akan menurun

dan kesiapan mental menjadi lebih baik

b. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal

lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan ketidaksiapan

menghadapi operasi

c. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan

segala prosedur yang ada. Juga memberikan kesempatan bagi pasien dan

keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien diantar ke ruang

operasi.

Program tersebut diatas (pemberian informasi dan dukungan) didasarkan

pada kebutuhan individu, direncanakan dan diimplementasikan pada waktu yang

tepat. Idealnya, instruksi dibagi dalam beberapa periode waktu untuk

memungkinkan pasien mengasimilasi informasi dan untuk mengajukan

pertanyaan. Pada kenyataannya perawat harus membuat penilaian tentang

seberapa banyak yang pasien ingin dan harus ketahui, sehingga perawat harus

menyesuaikan waktu yang tepat. Pemberian program ini sebaiknya diberikan di

sela waktu istirahat pasien dan dievaluasi berdasarkan kebutuhan (Smeltzer,

2002).

Dengan memberikan informasi dan dukungan tersebut diharapkan pasien

akan siap dan tidak cemas menjalani operasi yang mencakup:

Page 30: BAB II Prima Widya

37

a. Kemampuan

Kemampuan disini mencakup tentang pengetahuan dan kemantapan atau

keteguhan dalam memilih suatu tindakan (Martinsusilo, 2007). Pengetahuan

pasien pra operatif diharapkan meningkat setelah diberikan informasi pra operatif

yang mencakup tujuan, prosedur dan resiko yang mungkin terjadi (efek samping),

alternatif tindakan yang dapat dipilih, perubahan bentuk dan penampilan, anestesi

yang digunakan yang terkait dengan nyeri (kondisi pada periode pasca operasi)

serta persiapan pra operatif lain seperti pemeriksaan darah, jantung dan

pembersihan area operasi. Dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan pasien

mampu mengambil keputusan yang tepat (Majid, 2011)

b. Keyakinan

Keyakinan merupakan dasar seseorang mengambil suatu keputusan.

Perawat melalui pendekatan proses keperawatan dapat membantu mengarahkan

keyakinan pasien dalam memilih tindakan yang tepat. Keyakinan pasien memilih

tindakan operasi yang tepat dapat memberikan kesiapan dan ketenangan mental

seseorang dalam menghadapi operasi tersebut. Dengan keyakinan seseorang

terhadap suatu pilihan maka akan dapat mengurangi keragu-raguan dan siap

menjalani suatu hal. Keyakinan tersebut mencakup keyakinan terhadap pilihan

operasi yang akan dijalani, memiliki harapan dan komitmen terhadap operasi yang

akan dijalani, motivasi untuk kesembuhan atau kesehatan serta keyakinan

terhadap petugas yang merawat dan petugas ruang operasi (Majid, 2011).

Page 31: BAB II Prima Widya

38

E. Pengaruh Metode Edukasi terhadap Kecemasan Pasien Pra Operatif

Katarak

Menurut WHO tahun 1954 dalam Fitriani (2011) tujuan dari metode

edukasi adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku

yang tidak tahu menjadi tahu serta mengubah perilaku yang ada kaitannya dengan

budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian dari budaya.

Metode edukasi diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien secara

mental untuk menghadapi operasi yang akan dihadapi. Kecemasan yang berlebih

serta kesiapan yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan

keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi

yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi,

sehingga beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah

siap dan cemas berkurang. Hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya

sudah dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu (Majid, 2011).

Maka disini peran atau tujuan metode edukasi sangatlah penting agar tidak terjadi

hal-hal yang mengakibatkan kerugian bagi pasien-pasien tersebut.