BAB II Prima Widya
-
Upload
sukmasariani -
Category
Documents
-
view
94 -
download
1
description
Transcript of BAB II Prima Widya
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Metode Edukasi
1. Pengertian Metode Edukasi
Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan kesehatan atau edukasi adalah
upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan
cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan
kesadaran dan sebagainya. Sementara itu menurut Achjar (2009), pendidikan
kesehatan merupakan upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
masyarakat mau melakukan tindakan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Achjar, 2010). Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya menerjemahkan yang
telah diketahui tentang kesehatan kedalam perilaku yang diinginkan dari
perseorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan.
2. Ruang Lingkup Metode Edukasi
Menurut Fitriani (2011) ruang lingkup metode edukasi dapat dilihat dari
beberapa dimensi, yaitu dimensi sasaran, tempat pelaksanaan, dan tingkat
pelayanan.
a. Dimensi Sasaran
Dimensi sasaran antara lain, metode edukasi individual dengan sasaran
individu, metode edukasi kelompok dengan sasaran kelompok, dan metode
edukasi masyarakat dengan sasaran masyarakat luas. Dimensi sasaran untuk
8
9
metode edukasi dalam penelitian ini adalah metode edukasi individual dengan
sasaran individu (pasien pra operatif katarak).
b. Dimensi Tempat Pelaksanaan
Dimensi tempat pelaksanaan antara lain, edukasi di sekolah, edukasi di
rumah sakit yang merupakan tempat untuk metode edukasi pada pasien pra
operatif katarak.
c. Dimensi Tingkat Pelayanan
Menurut Achjar (2009) dimensi tingkat edukasi dapat dilakukan
berdasarkan lima tingkat pencegahan antara lain:
1) Promosi kesehatan, pada tingkat ini edukasi diperlukan misalnya dalam
kebersihan perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan
berkala, peningkatan gizi dan kebiasaan hidup sehat.
2) Perlindungan khusus, pada tingkat ini edukasi diperlukan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat. Misalnya tentang pentingnya imunisasi sebagai cara
perlindungan terhadap penyakit pada anak maupun orang dewasa.
3) Diagnosis dini dan pengobatan segera, pada tingkat ini edukasi diperlukan
karena rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
kesehatan dan penyakit yang terjadi di masyarakat. Keadaan ini menimbulkan
kesulitan mendeteksi penyakit yang ada di masyarakat, masyarakat tidak mau
diperiksa dan diobati penyakitnya.
4) Pembatasan kecacatan, pada tingkat ini edukasi diperlukan karena masyarakat
sering tidak mau melanjutkan pengobatannya sampai tuntas atau tidak mau
10
melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara tuntas. Pengobatan yang tidak
layak dan tidak sempurna dapat mengakibatkan orang bersangkutan menjadi
cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu.
5) Rehabilitasi, pada tingkat ini edukasi diperlukan karena setelah sembuh dari
suatu penyakit tertentu, seseorang mungkin menjadi cacat. Pemulihan
kecacatannya itu diperlukan latihan-latihan.
3. Tujuan Metode Edukasi
Menurut WHO tahun 1954 dalam Fitriani (2011) tujuan dari metode
edukasi adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku
yang tidak tahu menjadi tahu serta mengubah perilaku yang ada kaitannya dengan
budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian dari budaya. Sebagai contoh seperti
pasien yang merasa cemas akan menghadapi pembedahan, padahal apabila pasien
itu mengerti bagaimana pembedahan tersebut pasti tidak akan merasa takut
ataupun tidak siap menghadapinya. Bahkan tidak perlu untuk menunda
pembedahan yang akan dilakukan tersebut. Maka disini peran atau tujuan metode
edukasi sangatlah penting agar tidak terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian
bagi pasien-pasien tersebut.
4. Sasaran Metode Edukasi
Sasaran metode edukasi di Indonesia berdasarkan pada program
pembangunan Indonesia adalah masyarakat umum, masyarakat dalam kelompok
tertentu misalnya kelompok pasien yang mengalami kecemasan pada sebelum
pembedahan atau pra operatif yang merupakan sasaran individu dengan teknik
edukasi individual (Fitriani, 2011).
11
5. Tempat Pelaksanaan Metode Edukasi
a. Di Dalam Institusi Pelayanan
Dapat dilakukan di rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin, klinik dan
sebagainya, yang dapat diberikan secara langsung kepada individu maupun
kelompok mengenai penyakit, perawatan, pencegahan penyakit dan sebagainya.
Tetapi dapat juga diberikan secara tidak langsung misalnya melalui poster,
gambar-gambar, dan sebagainya.
b. Di Masyarakat
Di masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan edukatif terhadap
keluarga dan masyarakat binaan secara menyeluruh dan terorganisasi sesuai
dengan masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Agar
dapat mencapai hasil maksimal atau yang diharapkan diperlukan perencanaan
yang matang dan terarah sesuai dengan tujuan program edukasi yang berdasarkan
kebutuhan kesehatan masyarakat setempat.
6. Macam-Macam Metode Edukasi
Pada sasaran individu dan keluarga, perawat dapat menggunakan metode
ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi. Sedangkan pada sasaran kelompok dan
masyarakat, perawat dapat juga menggunakan metode ceramah, diskusi
kelompok, demonstrasi, role play, film, dan interview.
a. Ceramah
Ceramah merupakan salah satu metode penyampaian informasi yang
disampaikan oleh perawat komunitas kepada masyarakat untuk menjelaskan ide,
12
pengertian atau pesan kesehatan disertai diskusi dan tanya jawab secara langsung.
Tujuan penyampaian ceramah untuk menyajikan satu pandangan tentang masalah
yang menarik, secara langsung dan logis, menyajikan satu masalah untuk dibahas
secara diskusi umum sehingga merangsang masyarakat untuk berfikir dan belajar
lebih lanjut tentang suatu masalah (Achjar, 2009). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode ceramah sebagai edukasi bagi pasien pra operatif sebab
metode ceramah memiliki beberapa keuntungan yaitu, dapat dipakai pada orang
dewasa dengan kelompok besar, tidak melibatkan terlalu banyak alat bantu,
mudah untuk menyelenggarakan. Namun kekurangannya, pembicara harus
menguasai pokok pembicaraan, dan harus memanfaatkan pendengarannya dengan
cara menilai reaksi masyarakat baik verbal maupun non verbal. Metode ceramah
dilakukan dengan tujuan untuk mengubah pengetahuan masyarakat dari yang
tidak tahu menjadi tahu (Achjar, 2009).
b. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok dapat dilakukan bila peserta diskusi kurang dari 15
orang. Agar semua peserta diskusi dapat berpartisipasi, diperlukan tata letak
duduk berhadapan dan saling memandang satu sama lainnya, seperti saat
melakukan kegiatan refleksi diskusi kasus (RDK). Keuntungan dari penggunaan
metode diskusi kelompok adalah dapat mendorong rasa kesatuan dan menciptakan
rasa kepemimpinan bersama dengan saling memberikan pendapat dan
memperoleh pendapat dari orang lain sedangkan kerugiannya, diskusi kelompok
tidak dapat dipakai oleh kelompok besar karena dianggap kurang efektif dan
diskusi dapat berlarut-larut terutama bila didominasi oleh orang-orang tertentu
13
saja dan pemimpin diskusi tidak dapat mengarahkan jalannya diskusi (Achjar,
2009).
c. Demonstrasi
Demonstrasi merupakan cara penyampaian ide yang dipersiapkan dengan
teliti untuk mengevaluasi adanya perubahan psikomotor dengan memperlihatkan
bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, prosedur dengan disertai alat
peraga dan tanya jawab. Keuntungan demonstrasi, lebih meyakinkan masyarakat
karena segera ditiru dan dibuktikan, tidak hanya sekedar memberikan berita yang
didengar dan dibaca saja. Sedangkan kerugiannya, memerlukan waktu dan biaya
besar dalam mempersiapkan bahan yang diperlukan, karena menggunakan benda
dan bahan sesungguhnya (Achjar, 2009).
d. Bermain peran/role play
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang
peran tertentu untuk memainkan peranan (Notoatmodjo, 2007). Melalui role play
dapat membantu anggota menambah rasa percaya diri, membantu anggota
memperoleh pengalaman yang dialami oleh orang lain serta membantu anggota
menyelami masalah dan membangkitkan semangat untuk pemecahan. Role play
dapat dipakai pada kelompok kecil, hanya saja role play memerlukan seorang
pemimpin yang terlatih (Achjar, 2009).
e. Pemutaran film
Pemutaran film merupakan penyampaian informasi kepada sasaran
melalui media film. Media pemutaran film digunakan untuk mencapai sasaran yng
14
lebih besar, lebih menarik perhatian, membantu proses pengamatan/pengenalan
dan ingatan karena bersifat visual. Kekurangan pemutaran film, memerlukan
peralatan dan teknologi tinggi, mahal, dan memerlukan ruangan khusus karena
tidak dapat dilaksanakan di sembarang tempat serta kesulitan dalam menerima
informasi tidak dapat segera diatasi (Achjar, 2009).
f. Interview/Tanya jawab
Interview merupakan tanya jawab yang diarahkan kepada pencapaian
tujuan yang telah ditentukan untuk membahas topik masalah secara mendalam.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode tanya jawab sebagai edukasi
bagi pasien pra operatif sebab metode ceramah memiliki beberapa keuntungan
yaitu, topik pembahasan sesuai dengan minat dan perhatian publik, tidak kaku
sehingga interviewer harus tahu permasalahan, tahu kehendak publik serta
mengetahui teknik wawancara (Achjar, 2009). Cara ini sebenarnya merupakan
bagian dari bimbingan dan penyuluhan (Notoatmodjo, 2007).
7. Media Metode Edukasi
Menurut Notoatmojo (2007) beberapa media edukasi dibedakan menjadi
tiga yaitu media cetak, media elektronik, dan media papan.Berikut ini adalah
penjelasan dari media edukasi tersebut.
a. Media Cetak
1) Booklet : ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dan
bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
15
2) Leaflet : ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan
melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat
maupun gambar atau kombinasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
media leaflet dikarenakan media leaflet dapat dimanfaatkan untuk
menyebarkan informasi kepada sasaran yang lebih luas seperti keluarga.
3) Flyer (selebaran) : sama seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip Chart(lembar balik) : media penyampaian pesan atau informasi-informasi
kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana
tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat
sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambr tersebut.
5) Poster : ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan informasi kesehatan yang
biasanya ditempel di tembok-tembok, dan di tempat-tempat umum.
6) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
b. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan atau
informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya, antara lain:
1) Televisi : penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media televisi
dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab
sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah) dan lain sebagainya.
2) Radio : penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio juga
dapat bermacam-macam bentuknya, anatara lain obrolan (tanya jawab),
sandiwara radio, ceramah, dan lain sebagainya.
16
3) Video : penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui
video.
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi-
informasi kesehatan.
c. Media Papan (Billboard)
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi
dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.Media papan di sini juga
mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kendaraan-kendaraan umum.
B. Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon
emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak
terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran
sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi(Kaplan & Sadock,
2002). Menurut Carpenito (2007), ansietas adalah keadaan ketika individu atau
kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem
saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian dari
kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah,
kekhawatiran atau cemas yang bersifat subyektif dan adanya aktifitas system saraf
17
otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik
yang dimanifestasikan oleh tingkah laku psikologi dan berbagai pola perilaku.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Psikoanalitik
Menurut Freud struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu Id, Ego dan
Super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan Id dan
super ego.
2) Teori Interpersonal
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga
dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan,
perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya, individu yang
mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas
yang berat (Stuart & Sundeen, 2006).
3) Teori Perilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang menggangu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku
menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan
keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia
18
yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan dewasanya
(Smeltzer & Bare, 2001).
b. Faktor Presipitasi
Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakan pada kehidupan
manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman ansietas seseorang tidak
sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ada 2 faktor yang
mempengaruhi kecemasan pasien pra operatif, yaitu :
1) Faktor eksternal :
a. Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan
yang akan dilakukan).
b. Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri,
harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan
status/peran (Stuart & Sundeen, 2006).
2) Faktor internal :
Menurut Stuart & Sundeen (2006) kemampuan individu dalam merespon
terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh :
19
a. Potensi stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa
mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare, 2001).
b. Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami
gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai daya
adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan (Hambly, 2002).
c. Pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan
menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan
seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin
tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap
informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart &
Sundeen, 2006).
d. Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan
mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan,
di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik lebih mudah mengalami
kecemasan (Oswari, 1998).
20
e. Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat
kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan
kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna,
merasa diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah
tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedangkan orang dengan kepribadian B
mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena orang
dengan tipe kepribadian B adalah orang yang penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas
(Stuart & Sundeen, 2006).
f. Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah
mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia
tempati (Hambly, 2002).
g. Umur
Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi
ada juga yang berpendapat sebaliknya (Varcoralis, 2002). Menurut Santoso
(2008), mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur
dengan tingkat kecemasan dengan X2=10,503 df=2 p=0,000. Menurut Kaplan dan
Sadock (2002), gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering
21
pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita dan sebagian besar kecemasan
terjadi pada umur 21-60 tahun.
h. Pengetahuan
Menurut Santoso (2008), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan (X2=10,503,
p=0,000). Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka mereka akan semakin
mengetahui tentang suatu hal. Misalnya saja seseorang yang akan mengalami
pembedahan, semakin seseorang tahu akan keberhasilan suatu prosedur
pembedahan dan prosesnya maka kecemasannya akan semakin berkurang.
i. Jenis Kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh
kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami wanita
daripada pria (Varcoralis, 2002).
3. Rentang respon kecemasan
Menurut Townsend (2004) konsep kecemasan ada empat poin rentang
kontinum dari kecemasan ringan sampai panik yaitu :
a. Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
22
kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu
untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi,
lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsenstrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah kecemasan, mudah tersinggung, tidak
sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c. Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ini untuk
mengurangi ketegangan. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, insomnia, sering kencing, diare,
palpitasi lahan persepsi menyempit, tidak mampu belajar secara efektif,
berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan
tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
23
d. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror.
Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,
orang yang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpangkan kehilangan
pikiran yang rasional. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah
susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphorosis, pembicaraan
inkoheren, hiperaktif, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi ( Harlod,
1998).
4. Cara pengukuran tingkat kecemasan
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut
alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala
HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya
symptom pada individu yang mengalami kecemasan.Menurut skala HARS
terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan.Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol
Present) sampai dengan 4 (severe).
Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan
oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran
24
kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah dibuktikan
memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran
kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS
akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.
Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang dikutip
Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi:
a. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri
dan takut pada binatang besar.
d. Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
pulas dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,
sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil
dan kedutan otot.
h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan
pucat serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
25
j. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik
napas panjang dan merasa napas pendek.
k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual
dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di
perut.
l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,
ereksi lemah atau impotensi.
m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma
berdiri, pusing atau sakit kepala.
n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi
atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item
1-14 dengan hasil:
a. Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
b. Skor 14-20 = kecemasan ringan.
26
c. Skur 21 – 27 = kecemasan sedang.
d. Skor 28-41 = kecemasan berat.
e. Skor 42-56 = kecemasan berat sekali.
5. Manifestasi Kecemasan
Menurut Sue, dkk dalam Trismiati, (2006) menyebutkan bahwa
manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini.
a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang,
seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan
terjadi.
b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan
tidak menentu seperti gemetar.
c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan
dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan
darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan
peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.
d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang
yang berlebihan.
6. Proses Terjadinya Kecemasan
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepine, reseptor tersebut
berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan
aktivitas neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di bagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan, yaitu hipotalamus.
27
Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor
GABA pada membrane post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor
sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan
memperlambat aktivitas sel. Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering
mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurotransmitter ini.
Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi,
menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya. Kelelahan juga
dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas (Suliswati, 2004).
7. Kecemasan Pasien Pra Operatif Katarak
Saat menghadapi pembedahan, klien akan mengalami berbagai stressor.
Pembedahan yang ditunggu pelaksanaannya akan menyebabkan rasa takut dan
ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri,
kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain dan mungkin kematian
(Potter dan Perry, 2006).
Menurut Potter dan Perry (2006), kecemasan yang sering dialami oleh pasien
yang mengalami pembedahan adalah berupa klien merasa tidak berdaya,
meningkatnya rasa ketergantungan, kehilangan fungsi fisik dan mental, rasa
khawatir kehilangan kontrol saat dilakukan anastesi. Keadaan yang dialami oleh
pasien tersebut akan digunakan sebagai indikator dalam menyusun kuesioner
penelitian ini.
28
a. Klien merasa tidak berdaya
Klien yang merasa takut biasanya sering bertanya, tampak tidak nyaman
jika ada orang asing yang memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan
dari teman dan keluarga.
b. Klien merasa meningkatnya rasa ketergantungan
Diagnosa medis dapat menimbulkan pemahaman tentang meningkatnya rasa
ketergantungan dan kehilangan fungsi fisik atau mental. Klien mungkin merasa
marah tentang perlunya menjalani pembedahan. Orang yang masih muda akan
merasa tidak adil jika mereka mengalami gangguan yang biasanya dialami orang
tua. Pembedahan dapat terjadi pada waktu yang tidak tepat atau berpotensi
menimnbulkan gangguan. Klien kadangkala dapat mengekspresikan rasa marah
dengan cara menyerang perawat secara verbal. Menjadi argumentatif atau sangat
menuntut, menolak bekerjasama dan mengkritik asuhan yang diberikan perawat
adalah manifestasi rasa marah dan cemas.
c. Klien merasa kehilangan fungsi fisik atau mental
Klien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang
dialaminya dengan tepat. Klien yang cepat mengkritik atau merendahkan karakter
dirinya mungkin mempunyai harga diri yang rendah atau mungkin mempunyai
harga diri yang rendah atau mungkin menguji pendapat perawat tentang karakter
mereka. Konsep diri yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi dengan
stress pembedahan dan memperburuk rasa bersalah atau ketidakmampuan klien.
Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung penyakit
sering mengakibatkan perubahan bentuk tubuh atau perubahan fungsi tubuh yang
29
permanen. Rasa khawatir terhadap kelainan bentuk atau kehilangan bagian tubuh
menyertai rasa takut klien.
d. Klien merasa khawatir kehilangan kontrol saat dilakukan anastesi
Klien mungkin menginginkan kehadiran orang lain saat perawat memberi
instruksi atau penjelasan.
Menurut Mansjoer (2007), disebutkan bahwa beberapa stressor yang sering
menimbulkan kecemasan pada pasien yang akan dilakukan tindakan medis operatif
antara lain:
1) Menunggu operasi dan menjelang pelaksanaan operasi
2) Rasa nyeri dan rasa tidak nyaman
3) Jauh dari keluarga dan teman
4) Pengaruh penyakit atau operasi
5) Kesembuhan pasien dan aktivitas setelah operasi
C. Pra Operatif
1. Pengertian
Fase pra operatif dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat
dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2001).
2. Klasifikasi bedah
Menurut Long (1996), tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan dalam
beberapa cara.
30
a. Menurut lokasinya tindakan pembedahan dapat dilaksanakan
eksternal/internal, selain itu juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan lokasi
system tubuh seperti bedah kardiovaskular, thorak.
b. Menurut luas jangkauannya, tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan
sebagai bedah minor (kecil) atau mayor (besar).
c. Menurut tujuannya, tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan sebagai
bedah diagnostik, kuratif, restoratif, paliatif serta kosmetik.
d. Menurut prosedur pembedahannya, kebanyakan prosedur bedah
diklasifikasikan dengan memberi kata-kata akhiran pada lokasi pembedahan
sesuai dengan tipe-tipe pembedahan antara lain : ektomi (pengangkatan
organ), rhapy (penjahitan), ostomi (membuat lubang), plastic (perbaikan
menurut bedah plastic).
3. Persiapan
Persiapan yang baik selama periode pra operatif menurunkan risiko operasi
dan meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan pra
operatif menurut Luckman and Sorensen (1993) dimaksudkan untuk kebaikan
bagi pasien dan keluarganya yang meliputi :
a. Menunjukan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan
secara verbal maupun ekspresi muka)
b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang akan dijalankan
setelah operasi (latihan nafas dan batuk)
c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
d. Tidak terjadi aspirasi karena vomitus selama pasien dalam pengaruh anastesi.
31
e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadinya infeksi setelah operasi.
f. Mendapatkan istirahat yang cukup.
g. Menjelaskan pengertian tentang prosedur operasi yang akan dijalankan
termasuk jadwal operasi dan menandatangani persetujuan operasi.
h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.
D. Konsep Katarak
1. Pengertian Katarak
Katarak adalah proses kekeruhan lensa mata karena terganggunya
metabolisme lensa. Katarak dapat menimbulkan kebutaan, tetapi kebutaan oleh
katarak dapat ditanggulangi. Prevalensi kebutaan katarak di Indonesia sebesar
1,47% pada tahun 2000, dan yang terbesar karena katarak senilis/ketuaan (Sidarta,
2002).
2. Pembagian Katarak
a. Katarak Senilis/Ketuaan, yaitu katarak yang timbul setelah umur 40 tahun,
proses pasti belum diketahui, diduga karena ketuaan/degenarasi.
b. Katarak Kongenital, yaitu katarak yang timbul sejak dalam kandungan atau
timbul setelah dilahirkan, umumnya disebabkan karena adanya infeksi, dan
kelainan metabolisme pada saat pembentukan janin. Katarak Kongenital yang
sering timbul karena infeksi saat ibu mengandung, terutama pada kehamilan
3 bulan pertama. Penyakit yang dapat menyebabkan katarak:
Toksoplasmosis, dan Rubella/German measle
32
c. Katarak Traumatika, yaitu katarak yang dapat menyerang semua umur,
biasanya karena pasca trauma baik tajam maupun tumpul pada mata terutama
mengenai lensa.
d. Katarak Komplikata, adalah katarak yang timbul pasca infeksi mata.
3. Gejala Katarak
Semua sinar yang masuk ke mata harus terlebih dahulu melewati lensa.
Karena itu setiap bagian lensa yang menghalangi, membelokkan atau
menyebarkan sinar bisa menyebabkan gangguan penglihatan. Beratnya gangguan
penglihatan tergantung kepada lokasi dan kematangan katarak. Katarak
berkembang secara perlahan dan tidak menimbulkan nyeri disertai gangguan
penglihatan yang muncul secara bertahap. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. kesulitan melihat pada malam hari
b. melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
c. penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari).
Gejala lainnya adalah:
a. sering berganti kaca mata
b. penglihatan ganda pada salah satu mata.
Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan
tekanan di dalam mata (glaukoma), yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
4. Penanganan Katarak
Kebutaan katarak dapat diatasi dengan operasi yaitu pengambilan lensa
keruh. Ada beberapa teknik operasi yang dilakukan di Rumah Sakit, yaitu:
33
Operasi dengan irisan luas dengan jahitan konvensional dan dengan irisan kecil
tanpa jahitan lensa dikeluarkan dengan alat Phaceomulsifikasi (small incision
surgery). Pemilihan teknik operasi ini tergantung keras/ lunaknya lensa. Setelah
lensa katarak diambil, penderita hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter,
kecuali penderita diganti lensanya. Penggantian lensa ada dua cara yaitu:
a. Penderita setelah dioperasi diberi kacamata atau lensa kontak positif ±10
dioptri.
b. Penderita dipasang lensa tanam bersamaan waktu dilakukan operasi,
keuntungannya adalah penderita setelah operasi penderita langsung dapat
melihat jelas, tidak perlu memakai kacamata sangat tebal, lapang pandang
penderita tetap luas dan distorsi sinar dapat dihilangkan.
5. Pencegahan Katarak
Pencegahan utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan dengan
katarak dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak.
1) Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari
bisa mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
2) Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak
6. Kecemasan Pasien Pra Operatif Katarak
Kesiapan pasien pra operatif merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang sebelum dilakukannya tindakan pembedahan yang dimulai sejak
ditentukannya persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien berada di meja
bedah yang mencakup kemampuan mengambil keputusan untuk menjalani operasi
34
dan keyakinan yang terdiri dari komitmen, dan motivasi yang dimiliki untuk
menghadapi atau menjalani suatu operasi yang direncanakan. Kemampuan untuk
mengambil keputusan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki dan
dukungan dari berbagai aspek yang salah satunya adalah dari petugas kesehatan.
Kesiapan yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan
pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang
sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa
hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah siap serta tidak
cemas lagi dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah
dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu. Oleh karena itu kesiapan
mental pasien menjadi hal penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga
atau orang terdekat pasien (Majid, 2011)
Menurut Majid (2011), untuk meningkatkan kesiapan dan mengurangi
kecemasan pasien sebelum menjalani tindakan operasi dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu sebagai berikut :
a. Pemberian Informasi
Menurut Long (1996) dalam Majid (2011), informasi merupakan fungsi
untuk mengurangi rasa cemas. Hal serupa juga diungkapkan Potter (2005), bahwa
pasien yang menerima informasi yang benar sebelum menghadapi prosedur
tindakan, tujuan operasi dan efek sampingnya lebih dapat melakukan perawatan
yang mandiri pasca operasi. Adapun informasi yang harus diterima pasien
meliputi tujuan, prosedur dan resiko yang mungkin terjadi (efek samping),
alternatif tindakan yang dapat dipilih, perubahan bentuk dan penampilan, anestesi
35
yang digunakan yang terkait dengan nyeri (kondisi pada periode pasca operasi dan
biaya operasi) serta persiapan pra operatif lain seperti pemeriksaan darah, jantung
dan pembersihan area operasi
b. Dukungan Psikologis
Dukungan psikologis merupakan ketersediaan sumber daya yang
memberikankenyamanan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa
individu tersebut dicintai, diperhatikan dan dihargai oleh orang lain. Dalam
mempersiapkan operasi dukungan dapat diberikan dari keluarga atau orang
terdekat pasien maupun dari petugas kesehatan. Dari petugas kesehatan dapat
berupa menentukan status psikologis pasien, memberikan pujian (reinforcement)
positif, kehadiran disamping pasien, mendukung setiap keputusan positif yang
dibuat oleh pasien, meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi serta
mendengarkan setiap keluhan pasien. Dukungan psikologis yang diberikan akan
membuat beban perasaan pasien berkurang sehingga pasien merasa lebih aman
dan memiliki ketenangan bathin. Dukungan psikologis akan membuat pasien
merasa lebih dihargai sebagai seorang pribadi/individu yang unik bila perawat
berusaha untuk mendukung setiap keputusan yang dibuat oleh pasien.
Menurut Potter (2006), peranan perawat dalam memberikan dukungan
psikologis pada pasien pra operatif dapat dilakukan dengan cara:
a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan
operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang
sederhana dan jelas. Misalnya, jika pasien harus puasa, perawat akan
menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa dan
36
jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari
pemeriksaan darah yang dilakukan dan lain-lain. Dengan demikian, dengan
adanya pemberian informasi yang lengkap, kecemasan pasien akan menurun
dan kesiapan mental menjadi lebih baik
b. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal
lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan ketidaksiapan
menghadapi operasi
c. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
segala prosedur yang ada. Juga memberikan kesempatan bagi pasien dan
keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien diantar ke ruang
operasi.
Program tersebut diatas (pemberian informasi dan dukungan) didasarkan
pada kebutuhan individu, direncanakan dan diimplementasikan pada waktu yang
tepat. Idealnya, instruksi dibagi dalam beberapa periode waktu untuk
memungkinkan pasien mengasimilasi informasi dan untuk mengajukan
pertanyaan. Pada kenyataannya perawat harus membuat penilaian tentang
seberapa banyak yang pasien ingin dan harus ketahui, sehingga perawat harus
menyesuaikan waktu yang tepat. Pemberian program ini sebaiknya diberikan di
sela waktu istirahat pasien dan dievaluasi berdasarkan kebutuhan (Smeltzer,
2002).
Dengan memberikan informasi dan dukungan tersebut diharapkan pasien
akan siap dan tidak cemas menjalani operasi yang mencakup:
37
a. Kemampuan
Kemampuan disini mencakup tentang pengetahuan dan kemantapan atau
keteguhan dalam memilih suatu tindakan (Martinsusilo, 2007). Pengetahuan
pasien pra operatif diharapkan meningkat setelah diberikan informasi pra operatif
yang mencakup tujuan, prosedur dan resiko yang mungkin terjadi (efek samping),
alternatif tindakan yang dapat dipilih, perubahan bentuk dan penampilan, anestesi
yang digunakan yang terkait dengan nyeri (kondisi pada periode pasca operasi)
serta persiapan pra operatif lain seperti pemeriksaan darah, jantung dan
pembersihan area operasi. Dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan pasien
mampu mengambil keputusan yang tepat (Majid, 2011)
b. Keyakinan
Keyakinan merupakan dasar seseorang mengambil suatu keputusan.
Perawat melalui pendekatan proses keperawatan dapat membantu mengarahkan
keyakinan pasien dalam memilih tindakan yang tepat. Keyakinan pasien memilih
tindakan operasi yang tepat dapat memberikan kesiapan dan ketenangan mental
seseorang dalam menghadapi operasi tersebut. Dengan keyakinan seseorang
terhadap suatu pilihan maka akan dapat mengurangi keragu-raguan dan siap
menjalani suatu hal. Keyakinan tersebut mencakup keyakinan terhadap pilihan
operasi yang akan dijalani, memiliki harapan dan komitmen terhadap operasi yang
akan dijalani, motivasi untuk kesembuhan atau kesehatan serta keyakinan
terhadap petugas yang merawat dan petugas ruang operasi (Majid, 2011).
38
E. Pengaruh Metode Edukasi terhadap Kecemasan Pasien Pra Operatif
Katarak
Menurut WHO tahun 1954 dalam Fitriani (2011) tujuan dari metode
edukasi adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku
yang tidak tahu menjadi tahu serta mengubah perilaku yang ada kaitannya dengan
budaya. Sikap dan perilaku merupakan bagian dari budaya.
Metode edukasi diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien secara
mental untuk menghadapi operasi yang akan dihadapi. Kecemasan yang berlebih
serta kesiapan yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi
yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi,
sehingga beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setelah merasa sudah
siap dan cemas berkurang. Hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya
sudah dilakukan beberapa hari atau beberapa minggu yang lalu (Majid, 2011).
Maka disini peran atau tujuan metode edukasi sangatlah penting agar tidak terjadi
hal-hal yang mengakibatkan kerugian bagi pasien-pasien tersebut.