Widya Proposal Keperawatan

99
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di masyarakat semakin luas dan kompleks, saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan ilmu kedokteran jiwa yang berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa digolongkan menjadi: masalah kualitas hidup, masalah gangguan jiwa, serta masalah psikososial (Kuntjoro, 2002). Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai sumber daya pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat disediakan pelayanan

Transcript of Widya Proposal Keperawatan

Page 1: Widya Proposal Keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah kesehatan jiwa di masyarakat semakin luas dan kompleks,

saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada

UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan ilmu kedokteran jiwa yang

berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa

digolongkan menjadi: masalah kualitas hidup, masalah gangguan jiwa, serta

masalah psikososial (Kuntjoro, 2002).

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan

nasional diarahkan dalam rangka tercapainya kesadaran, kemauan, dan

kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan

upaya pengelolaan berbagai sumber daya pemerintah maupun masyarakat

sehingga dapat disediakan pelayanan kesehatan yang efisien, bermutu, dan

terjangkau. Hal ini perlu dukungan dnegan komitmen yang tinggi terhadap

kemauan, etika, dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan yang

tinggi, dengan prioritas kepada upaya kesehatan dan pengendalian penyakit di

samping penyembuhan dan pemulihan (Febri, 2006).

Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan

anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan

peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru

Page 2: Widya Proposal Keperawatan

2

berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk pada

tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang

atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta

jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan

pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari

waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data

biro pusat statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980: 55,30

tahun, pada tahun 1985: 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 16,12 tahun, dan

tahun 1995: 60,05 tahun serta tahun 2000: 64,05 tahu (Biro Pusat Statistik,

2000).

Propinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Propinsi besar dengan jumlah

penduduk lanjut usia pada tahun 2000 mencapai 9,6 persen. Angka tersebut

jauh di atas jumlah lansia Nasional yang hanya 7,6 persen pada tahun 2000.

Usia harapan hidup mencapai 64,9 tahun, dimana penduduk lansia wanita rata-

rata 67,2 tahun dan pria 63,8 tahun. Secara kuantitatif kedua parameter

tersebut berdampak pada berbagai persoalan yang akan dihadapi seperti

masalah sandang, pangan, papan, kesehatan, ekonomi dan lainnya (Depkes,

2002).

Meningkatnya jumlah lanjut usia maka membutuhkan penanganan

yang serius karena secara alamiah lanjut usia itu mengalami penurunan baik

dari segi fisik, biologi, maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas dari

masalah ekonomi, sosial, dan budaya sehingga perlu adanya peran serta

Page 3: Widya Proposal Keperawatan

3

keluarga dan adanya peran sosial dalam penanganannya. Menurunnya fungsi

berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau

kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit metabolik,

gangguan psikososial, dan penyakit infeksi meningkat (Nugroho, 2004).

Kelompok rentan yang mempunyai kemungkinan terbesar untuk

menjadi korban peruabahan sosial adalah kelompok usia lanjut. Mereka yang

memiliki konsep hidup tradisional, seperti harapan akan dihormati dan dirawat

di masa tua, atau hubungan erat dengan anak yang telah dewasa. Pada

kenyataannya harus hidup dalam sistem nilai yang berbeda dengan yang

dianut misalnya kurang perasaan dihormati, karena anak tidak lagi tergantung

secara ekonomi pada orang tua, serata kurangnya waktu bagi menantu

perempuan untuk menjaga orang tua, karena bekerja. Keadaan ini dapat

mempengaruhi psikologis dan kesejahteraan lanjut usia (Isfandari, 1999).

Pada umumnya masalah kesepian adalah masalah psikologis yang

paling banyak dialami lanjut usia. Beberapa penyebab kesepian antara lain (1)

Longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah

dewasa dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang

terlampau rumit (2) Berkurangnya teman atau relasi akibat kurangnya aktivitas

sehingga waktu yang bertambah banyak (3) Meninggalnya pasangan hidup (4)

Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempu pendidikan yang lebih

tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja, (5) Anak-anak

telah dewasa dan membentuk rumah tangga sendiri. Beberapa masalah

tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi orang lanjut usia.

Page 4: Widya Proposal Keperawatan

4

Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis yang banyak

mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia

kurang mandiri (Suhartini, 2004).

Pada orang lanjut usia sering mengalami depresi pada orang berumur

60-an, mereka mengatakan kekhawatiran tentang rasa takutnya terhadap

kematian, kehilangan keluarga atau teman karib, kedudukan sosial, pekerjaan,

uang, atau mungkin rumah tinggi, semua ini dapat menimbulkan reaksi yang

merugikan. Bagi kebanyakan orang lanjut usia, kehilangan sumber daya

ditambahkan pada sumber daya yang memang sudah terbatas. Yang menarik

perhatian ialah kekurangan kemampuan adaptasi berdasarkan hambatan

psikologik, yaitu rasa khawatir dan takut yang diperoleh dari rasa lebih muda

dan yang dimodifikasi, diperkuat dan diuraikan sepanjang masa hidup

individu (Maramis, 2004).

Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta merupakan salah satua tempat

untuk merawat lansia di Karisidenan Surakarta, dengan jumlah tempat hunian

85 tempat tidur. Rata-rata Panti Wredha Dharma Bhakti merawat dan

menampung sekitar 89 lansia. Kegiatan-kegiatan setiap harinya untuk lansia

diatur sesuai jadwal kegiatan dan dilakukan secara rutinitas setiap harinya.

Hasil survey pendahuluan yang peneliti laksanakan di panti Sosial

Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta, kepala panti menjelaskan jumlah

lansia terdiri dari laki-laki 33 orang dan perempuan 56 orang yang tinggal di

panti tersebut, beberapa disebabkan karena tidak mempunyai keluarga atau

sengaja dititipkan oleh anggota keluarganya, namun demikian perhatian

Page 5: Widya Proposal Keperawatan

5

keluarga dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat diketahui bahwa minimal

setiap minggu sekali keluarganya mengunjungi mereka, namun ada beberapa

minggu baru dikunjungi oleh keluarga mereka.

Hasil wawancara dengan beberapa lansia mengatakan bahwa mereka

sebenarnya lebih senang bersama-sama dengan anggota keluarga, tapi kaerna

tidak ingin membebani anggota keluarganya mereka akhirnya bersedia tinggal

di panti tersebut. Walaupun setiap harinya mereka berada di panti dan dapat

mengikuti setiap kegiatan yang dijadwalkan tapi mereka masih selalu

memikirkan anak cucu mereka yang berada di rumah. Sehingga membuat

mereka merasa cemas, kurang tidur, dan kadang bermimpi buruk tentang

keadaan keluarga yang dirumah. Hal-hal tersebut merupakan beberapa gejala

awal kecemasan lansia.

Menurut Stuart and Sundeen (1998) kecemasan adalah suatu keadaan

perasaan kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan

atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal. Faktor

yang mempengaruhi kecemasan antara lain frustasi, konflik, ancaman, harga

diri, lingkungan yang berupa dukungan sosial, lingkungan, pendidikan, usia

dan jenis kelamin. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiatmoko

(2001), tentang dukungan sosial dengan derajat depresi pada lansia di

poliklinik Geriatri RSUD Dr. Sarjito Yogyakarta, hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan

kesehatan termasuk cukup baik (51,5%), dukungan sosial berupa dukungan

emosional (64,10%) dan dukungan keluarga sangat baik (68,50%), dan

Page 6: Widya Proposal Keperawatan

6

ternyata dengan dukungan sosial merupakan derajat depresi pada pasien

lansia.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada

lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan

suatu masalah sebagai berikut:

”Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada

lanjut usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya

kecemasan pada usia lanjut (lansia) di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota

Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan motivasi dengan terjadinya kecemasan pada

lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

b. Mengetahui hubungan dukungan sosial dengan terjadinya kecemasan

pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

Page 7: Widya Proposal Keperawatan

7

c. Mengetahui hubungan umur dengan terjadinya kecemasan pada lansia

di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

d. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan terjadinya kecemasan

pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktik dan teoritis

sebagai berikut:

1. Manfaat Istalasi Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta

Untuk sebagai bahan masukan bagi Panti Wredha Dharma Bhakti

Surakarta untuk dapat memberikan pelayanan yang tepat pada lanjut usia.

2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Untuk penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk

penelitian lebih lanjut, khususnya dalam penatalaksanaan lanjut usia.

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan

pada lansia, sehingga membantu dalam pembelajaran terhadap kecemasan

lansia.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Untuk menambah pemahaman dan pendalaman peneliti tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada lanjut

usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

Page 8: Widya Proposal Keperawatan

8

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Berlina H (1998), memilih tentang

kecemasan pada usia lanjut pensiunan pegawai Departemen P dan K di

Kabupaten Wonogiri. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah subjek

penelitian yang berbeda, rancangan penelitian terutama pendekatannya

berbeda, dan lokasi yang berbeda. Penelitian penulis dilakukan di Panti

Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

2. Penelitian lain yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Suhartini (2004)

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut usia di

Kelurahan Jambangan. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pokok

permasalahannya, dalam hal ini peneliti mengangkat masalah faktor-faktor

yang berhubungan dengan terjadinya kecemasan pada lansia. Perbedaan

lainnya adalah tempat peneliti yang dilakukan di panti.

3. Penelitian lain oleh Muhammad NK (2008) tentang Faktor-faktor yang

Berhubungan Dengan Terjadinya Stres pada Lansia di panti Wredha

Dharma Bhakti Surakarta. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah

subjek penelitian, jumlah lanjut usia yang berbeda sehingga masalah yang

akan diteliti dalam penelitian ini bersifat kebaruan.

4. Kemudian penelitian oleh Widiatmoko (2001) tentang Korelasi Dukungan

Sosial dengan Derajat Depresi Pada Lansia di Poliklinik Geriatri RSUP

Dr. Sarjito Yogyakarta. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada

pokok permasalahannya, dalam hal ini peneliti meneliti tentang faktor

yang berhubungan dengan kecemasan. Perbedaan lain adalah tempat

Page 9: Widya Proposal Keperawatan

9

penelitian yaitu penulis melakukan penelitian di Panti Wredha Dharma

Bhakti Surakarta.

5. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Mulyani (2004) tentang

tingkat kecemasan usia lanjut di Panti Tresna Wreda Unit Budhi Luhur

Yogyakarta. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah subjek penelitian,

lokasi penelitian serta jumlah lanjut usia yang berbeda sehingga masalah

yang akan diteliti dalam penelitian ini bersifat kebaruan.

Page 10: Widya Proposal Keperawatan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Lanjut Usia

a. Definisi lanjut usia

Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari

fase prasenium yaitu lanjut usia yang berusia antara 55-65 tahun, dan

fase senium yaitu lanjut usia yang berusia lebih dari 65 tahun

(Nugroho, 2000).

Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat berlahan

terhadap infeksi dan kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).

b. Batasan-batasan lanjut usia

Menurut Nugroho (2000) mengenai kapankah orang tersebut

disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan. Batasan usia

lanjut usia yang tercantum dalam Undang-undang No. 13/1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

tahun ke atas pembagian lanjut usia adalah Usia prasenius atau

vinilitas yaitu seseorang berusia antara 45-49 tahun.

Usia lanjut yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,

usia lanjut resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau

Page 11: Widya Proposal Keperawatan

11

lebih. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan lansia

menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly) 60-74 t ahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, usia sangat tua

(very old) di atas 90 tahun.

Birren dan Jenner mengusulkan untuk membedakan antara usia

biologis, usia psikologis dan usia sosial meliputi (1) Usia biologis yaitu

yang menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya

berada dalam keadaan hidup tidak mati. (2) Usia psikologis yaitu yang

menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya dan (3)

Usia sosial yaitu yang menunjukkan kepada pesan-pesan yang

diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan

dengan usianya. Ketiga jenis usia yang dibedakan oleh Birren dan

Jenner itu saling mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan

(Nugroho, 2000).

c. Perubahan-perubahan pada lanjut usia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia adalah

faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikososial lanjut

usia. Faktor keadaan fisik meliputi kondisi fisik lanjut usia, faktor

kesehatan psikososial meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut

usia.

Page 12: Widya Proposal Keperawatan

12

1) Kesehatan fisik

Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis

lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan

manusia. Menurut Nugroho (2000) perubahan secara fisik meliputi

sistem pernapasan, sistem pendengaran, sistem pengeliatan, sistem

kardiovaskuler, dan sistem integumentar mulai menurun pada

tahap-tahap tertentu. Dengan demikian orang lanjut usia harus

menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya.

2) Kesehatan psikososial

Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang

lanjut usia secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan

psikis. Salah satu penyebab menurunnya pendengaran, dengan

menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut

usia banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi

pembicaraan orang lain sehingga mudah menimbulkan perasaan

tersinggung, tidak dihargai dan kurang percaya diri. Menurunnya

kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif.

Nugroho (2000), menurunnya kondisi psikososial ditandai sebagai

berikut: (1) merasakan atau sadar akan kematian (sense of

awareness of mortality) (2) perubahan dalam cara hidup yaitu

memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit (3) penyakit

kronis dan ketidakmampuan (4) hilangnya kekuatan dan

ketegangan fisik yaitu perubahan terhadap gambaran diri,

Page 13: Widya Proposal Keperawatan

13

perubahan konsep diri. Rangkaian dari kehilangan, yaitu

kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga dan (5)

gangguan sosial panca indra yaitu timbul kebutuhan dan ketulian.

d. Kebutuhan hidup orang lanjut usia

Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga

memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera.

Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan

makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,

perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman,

kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang

dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang

dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan

pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan

oleh lanjut usia agar dapat mandiri (Suhartini, 2004).

Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Moslow dalam

Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi

(1) Kebutuahan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau

biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. (2)

Kebutuhan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti

kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan

sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan

untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui

paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hoby dan

Page 14: Widya Proposal Keperawatan

14

sebagainya (4) Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan

akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan (5) kebutuhan

aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk

mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar

pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan

berperan dalam kehidupan (Suhartini, 2004).

Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang

memiliki kebutuhan psikologi dasar (Setiati, 2000). Kebutuhan

tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi

dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada.

Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang

lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan-kebutuhan

tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam

kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya.

e. Kemandirian

Ketergantungan lanjut usia terjadi ketika mereka mengalami

menurunnya fungsi luhur (pikun) atau mengidap berbagai penyakit.

Ketergantungan lanjut usia yang tinggal di perkotaan akan dibebankan

kepada anak, terutama anak wanita (Herwanto, 2002).

Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai

dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lanjut usia yang

memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat

kemandirian mereka diantaranya karena orang lanjut usia telah terbiasa

Page 15: Widya Proposal Keperawatan

15

menyelesaikan pekerjaan di rumah tangga yang berkaitan dengan

pemenuhan hayat hidupnya (Suhartini, 2008).

Kemandirian orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas

kesehatan mental. Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat

dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO pada tahun 1959 yang

menyatakan bahwa mental yang sehat atau mental health mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut: (1) Dapat menyesuaikan diri dengan secara

konstruktif dengan kenyataan atau realitas, walau realitas tadi buruk

(2) Memperoleh kepuasan dari perjuangannya (3) Merasa lebih puas

untuk memberi dari pada penerima (4) Secara relatif bebas dari rasa

tegang dan cemas (5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong

menolong dan saling memuaskan (6) Menerima kekecewaan untuk

dipakai sebagai pelajaran untuk hari depan (7) Menjuruskan rasa

permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif dan (8)

Mempunyai daya kasih sayang yang besar. Selain itu kemandirian bagi

orang lanjut usia dapat dilihat dari kualitas hidup (Hardywinoto, 1999).

Poerwadi (2001) mengartikan mandiri adalah dimana seseorang

dapat mengurusi dirinya sendiri. Ini berarti bahwa jika seseorang sudah

menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit

mungkin minta pertolongan atau tergantung kepada orang lain.

Mandiri bagi orang lanjut usia berarti jika mereka menyatakan

hidupnya nyaman-nyaman saja walaupun jauh dari anak cucu.

Page 16: Widya Proposal Keperawatan

16

2. Kecemasan

a. Definisi kecemasan

Kecemasan adalah ketegangan rasa tidak aman dan khawatir

yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan

tetapi sumber sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam

(Depkes RI, 2002).

Kecemasan dapat didefinisikan suatu keadaan perasaan,

kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan

atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal

(Stuart dan Sundeen, 1998). Kecemasan adalah suatu keadaan yang

ditandai dengan perasaan ketakutan disertai dengan tanda somantik

yang menyatakan terjadinya hiperaktivitas sistem syaraf otonom.

Kiecemasan adalah gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan

dan sering kali suatu emosi yang normal. Menurut Yustinus (2006),

istilah stress dan depresi sering kali tidak dapat dipisahkan satu dengan

yang lainnya. Oleh karena dalam diri manusia itu antara fisik dan

psikis (kejiwaan) itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Mana istilah stress dan depresi ini dianggap sebagai satu kesatuan

reaksi kejiwaan lainnya yang erat hubungannya dengan stress adalah

kecemasan. Kecemasan dan depresi merupakan dua jenis gangguan

kejiwaan satu dengan lainnya saling berkaitan. Seseorang yang

mengalami depresi sering kali ada komponen antesiosnya

(kecemasan), demikian pula sebaliknya. Manifestasinya depresi tidak

Page 17: Widya Proposal Keperawatan

17

selalu dalam bentuk keluhan-keluhan kejiwaan, tetapi juga bisa dalam

bentuk keluhan-keluhan fisik.

Menurut Stuart (2007), kecemasan adalah kekhawatiran yang

tidak jelas dan menyebar, yang tidak memiliki objek yang spesifik.

Kecemasan itu sendiri merupakan respons emosional terhadap

penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk

bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan

dengan kehidupan.

b. Faktor presdiposisi kecemasan

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui

timbulnya gejala atau mekanisme koping yang dikembangkan untuk

menjelaskan asal kecemasan menurut Stuart dan Sundeen (1998),

yaitu:

1) Faktor psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu Id dan Super Ego. Ego

atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua element yang

bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa

ada bahaya.

2) Faktor interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal

ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma,

perpisahan, kehilangan dan hal-hal menimbulkan kelemahan fisik.

Page 18: Widya Proposal Keperawatan

18

3) Faktor pandangan perialaku, kecemasan merupakan produk frustasi

yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

4) Faktor keluarga, keluarga menunjukkan bahwa gangguan

kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu

keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dengan

depresi.

5) Faktor biologis, biologis menunjukkan bahwa otak mengganggu

reseptor khusus untuk Benzodiazepines. Reseptor ini mungkin

memantau mengatur anxietas. Penghambat asam Amino Butric

Gamma Neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran

utama dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan

anxietas.

Pendapat lain menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah: 1) Faktor individu, adnaya rasa kurang percaya diri

pada individu, masa depan tanpa tujuan dan adanya perasaan

ketidakmampuan bekerja. 2) Faktor lingkungan, hubungan individu

dengan orang lain. Perasaan cemas muncul karena individu merasa

tidak dicintai orang lain, tidak memiliki kasih sayang, tidak memiliki

dukungan dan motivasi, jauh dengan orang yang paling dekat (Stuart,

2006).

Page 19: Widya Proposal Keperawatan

19

c. Faktor pencetus kecemasan

Stresor pencetus ansietas mungkin berasal dari sumber internal

maupun eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua

kategori, menurut Stuart, Gail W (2006), yaitu:

1) Integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan

datang dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas

ancaman terhadap hidup sehari-hari. Ancaman ini sangat mungkin

atau dapat terjadi pada lansia.

2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terinterograsi dalam diri

seseorang.

d. Tanda dan gejala kecemasan

Kecemasan ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak

menyenangkan dan samar-samar. Seringkali disertai oleh gejala

otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada

dada, hipertensi, gelisah, tremor, gangguan lambung, diare, tremoe,

dan frekuensi urin. Seseorang yang cemas mungkin juga merasa

gelisah seperti yang dinyatakan oleh ketidakmampuan untuk duduk

atau berdiri lama. Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama

kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke orang (Kaplan dan

Sadock, 1997).

Page 20: Widya Proposal Keperawatan

20

Analisis kognitif munculnya kecemasan disebabkan oleh

bagaimana individu memikirkan situasi dan kemungkinan-

kemungkinan bahaya yang mungkin dapat muncul. Setiap orang

mempunyai reaksi yang berbeda terhadap stress tergantung pada

kondisi masing-masing, gejala umum pada kecemasan secara umum

adalah (1) Berdebar diiringi dengan detak jantung yang cepat,

kecemasan memicu otak untuk memproduksi adrenalin secara

berlebihan pada pembuluh darah yang menyebabkan detak jantung

semakin cepat dan memunculkan rasa berdebar (2) Rasa sakit atau

nyeri pada dada, kecemasan meningkatkan tekanan otot pada rongga

dada (3) Rasa sesak napas, ketika rasa cemas muncul syaraf-syaraf

impuls bereaksi berlebihan yang menimbulkan sensasi dan sesak

pernafasan (4) Berkeringat secara berlebihan selama kecemasan

muncul terjadi kenaikan suhu tubuh yang tinggi (5) Kehilangan gairah

seksual (6) Tubuh gemetar (7) Tangan atau anggota tubuh menjadi

dingin (8) Kecemasan depresi memunculkan ide dan keinginan untuk

bunuh diri (9) Gangguan kesehatan seperti sering merasa sakit kepala

atau migrain (10) Gangguan tidur (Nugroho, 1995).

e. Tingkat kecemasan

Berdasarkan definisi menurut Sundeen (1998) yang

mengatakan kecemasan dapat diartikan suatu keadaan perasaan,

kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan

Page 21: Widya Proposal Keperawatan

21

atau presepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau

dikenal. Dengan pengertian di atas Stuart dapat menggolongkan

kecemasan menjadi 4 kecemasan yaitu: (1) Kecemasan ringan,

berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,

kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan

meningkatkan lapang persepsinya (2) Kecemasan sedang, berfokus

pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan

ini mempersempit lapang presepsi individu (3) Kecemasan berat,

sangat mengurangi lapang persepsi individu, cenderung ebrfokus pada

suatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang ahal lain.

Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan dan (4)

Tingkat panik dari kecemasan, berhubungan dengan terperangah,

ketakutan, dan teror. Individu yang mengalami panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.

f. Pengukuran kecemasan

Untuk mengetahui tingkat kecemasan dapat digunakan

Hamilton Anxiety Scala (HAS), yaitu nilai skala yang dikembangkan

untuk mengukur kerasnya dari kegelisahan symptomatology, sering

digunakan dalam evaluasi obat psikotropika. Terdiri dari 14 item,

masing-masing ditetapkan oleh sejumlah gejala. Setiap item adalah

nilai pada skala 5-titik, mulai dari 0 (tidak ada) sampai 4 (parah)

(Nitafitria, 2009).

Page 22: Widya Proposal Keperawatan

22

3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada Lansia

a. Faktor internal

Menurut Noorkasiani (2009) pada setiap stresor, seseorang

akan mengalami kecemasan, baik kecemasan ringan, sedang, maupun

berat. Usia lanjut dalam pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh

masalah psikologi berupa kehilangan dan kecemasan. Adapun

mekanisme koping pada usia lanjut dipengaruhi faktor-faktor usia,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, motivasi, kondisi fisik, diuraikan

berikut ini.

1) Umur

Semakin bertambah usia atau umur seseorang semakin siap

pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivita

yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan

individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia

pertengahan menuju usia tua. Teori ini menekankan bahwa

kesetabilan sistem kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah

usia tua oleh sebab itu tidak dibutuhkan suatu kompensasi terhadap

kehilangan. Seperti pensiun dan peran sosial karena menua.

Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan juga membawa dampak

yang berarti.

Page 23: Widya Proposal Keperawatan

23

Menurut organisasi kesehatan dunia,lanjut usia dibagi

menjadi empat kelompok yaitu:

a. Untuk pertengahan (Middle age) yakni kelompok usia 45-59

tahun.

b. Lansia (Elderly) yakni kelompok 60-70 tahun.

c. Lansia tua (old) yakni kelompok 71-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) yakni kelompok 90 tahun ke atas.

Mereka yang berusia 40-45 tahun (menjelang usia lanjut)

mulai melaksanakan kecemasan menghadapi masa tua, sehingga

lanjut usia berfikirnya akan menurun pula pendapatan secara

materi. Sehingga mereka merasakan kegelisahan dalam

menghadapi masa tua dan dapat memicu terjadinya kecemasan

yang lebih berat dan berkepanjangan (Nugroho, 2000).

2) Jenis kelamin

Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak

pada bentuk adaptasi yang digunakan. Menurut Salim cit.

Handywinoto (2005), jumlah penduduk lansia wanita berstatus

menikah hanya 25% di bandingkan dengan penduduk lansia pria

yang besarnya 84%.

3) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam

menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang,

Page 24: Widya Proposal Keperawatan

24

semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan

lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya,

lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat

produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya sebagai

pengisi waktu luang dengan menulis buku-buku ilmiah maupun

biografinya sendiri.

4) Motivasi

Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam

menghadapi dan menyelesaikan masalah. Individu yang tidak

mempunyai motivasi untuk menghadapi dan menyelesaikan

masalah akan membentuk koping yang destruktif. Menurut

Noorkasiani (2009), jika tiap-tiap kebutuhan dapat dicapai. Maka

individu termotivasi untuk mencari kebutuhan pada tahap yang

lebih tinggi berikutnya. Sehingga individu akan mempunyai

kemampuan dalam meremehkan masalah.

5) Kondisi fisik

Menurut Kuntjoro (2002), setelah orang memasuki masa

lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang

bersikap patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga

berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,

tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang

ayang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara

berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau

Page 25: Widya Proposal Keperawatan

25

kelainan fungsi atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun

sosial, yang selanjutnaya dapat menyebabkan suatu keadaan

ketergantungan kepada orang lain.

Menurut Nugroho (2000), di kemukakan adanya empat

proses penyakit yang sangat erat hubungannaya dengan proses

menua, yakni:

a. Gangguan sirkulasi darah. Seperti: hipertensi, kelainan

pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner),

dan ginjal.

b. Gangguan metabolik hormonal seperti: diabetes, minitus,

klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.

c. Gangguan pada persendian, seperti osteoporosis, goutartritis,

ataupun penyakit kolagen lainnya.

d. Berbagai neoplasma.

6) Faktor eksternal

1) Dukungan sosial

Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama

lansia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial

tersebut sebagai penyekong atau penopang kehidupannya.

Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak,

semua lansia mampu memahami adanya dukungan sosial dari

orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan

sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan,

Page 26: Widya Proposal Keperawatan

26

yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan

sebagainya.

Weiss (Cutrona dkk, 1994) dalam Kuntjoro (2002)

mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dapat berdiri

sendiri-sendiri, namun satu sama lain sering berhubungan

yaitu:

a) Kerekatan emosional

Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan

seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional

sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima.

Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa

tenteram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap

tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini

yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari

pasangan hidup, atau anggota keluarga atau teman dekat

atau sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan

yang harmonis.

b) Integrasi sosial

Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan

lansia untuk memperoleh perasaan memiliki suatu

kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat,

perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif

secara bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini

Page 27: Widya Proposal Keperawatan

27

memungkinkan lansia mendapatkan rasa aman, nyaman

serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok.

Adanya kepedulian oleh masyarakat untuk

mengorganisasikan lansia dan melakukan kegiatan bersama

tanpa ada pamrih akan banyak memberikan dukungan

sosial.

c) Pengakuan

Pada dukungan sosial ini lansia mendapat

pengakuan atas kemampuan dan keahlian serta mendapat

penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber

dukungan sosial ini dapat berasal dari keluarga atau

lembaga / instansi atau perusahaan / organisasi dimana sang

lansia pernah beklerja. Karena jasa, kemampuan dan

keahliannya maka ia tetap mendapat perhatian dan santunan

dalam berbagai bentuk penghargaan.

d) Ketergantungan yang dapat diandalkan

Dalam dukungan sosial ini, lansia mendapat

dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang

dapat diandalkan bantuannya ketiaka lansia membutuhkan

bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umum

berasal dari keluarga. Untuk lansia yang tinggal di lembaga,

misalnya pada sasana wredha dan petugas yang selalu siap

untuk membantu para lansia yang tinggal di lembaga

Page 28: Widya Proposal Keperawatan

28

tersebut, sehingga para lansia mendapat pelayanan yang

memuaskan.

e) Bimbingan

Dukungan ini adalah berupa adalah hubungan kerja

ataupun hubungan sosial yang memungkinkan lansia

mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang dihadapi.

Jenis dukungan sosial jenis ini bersumber dari guru, alim

ulama, pamong, dalam masyarakat, figur yang dituakan dan

juga orang tua.

f) Kesempatan untuk mengasuh

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal

akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan

sosial ini memungkinkan lansia untuk memperoleh

perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk

memperoleh kesejahteraan. Menurut Kuntjoro (2002),

sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anak)

dan pasangan hidup. Itulah sebabnya sangat banyak lansia

yang merasakan sedih dan kurang bahagia jika berada jauh

dari cucu-cucu pun anak-anak.

Dengana memahami pentingnya dukungan sosial bagi

lansia, kita semua diharapkan mampu untuk memberikan

partisipasi dalam pemberian dukungan sosial sesuai dengan

kebutuhan lansia. Dengan pemberian dukungan yang bermakna

Page 29: Widya Proposal Keperawatan

29

maka para lansia akan dapat menikmati hari tua. Mereka

dengan tenteram dan damai yang pada akhirnya tentu akan

memberikan banyak manfaat bagi semua anggota keluarga

yang lain (Kuntjoro, 2002).

2) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga menurut Departemen Kesehatan RI

cit Amalia (2005) adalah unit terkecil dari masyarakat ayang

terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang

berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap

dalam keadaan saling ketergantungan. Sedang menurut

Khairudin (2002) keluarga merupakan kesatuan dari orang-

orang yang berinteraksia dan berkomunikasi yang menciptakan

peran-peran sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan

putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan.

Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga berfungsi

sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Smet

(1994) Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki

beberapa fungsi dukungan, yaitu:

a) Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai pemberi informasi

tentang pengetahuan proses belajar, diantaranya mengenai

Page 30: Widya Proposal Keperawatan

30

cara belajar yang efektif, motivasi belajar, pelajaran

sekolah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menahan

munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan

dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada

individu. Aspek-aspek dukungan ini berupa nasehat, usulan

saran, petunjuk dan pemberi informasi.

b) Dukungan penilaian

Dapat berwujud pemberian penghargaan atau

pemberian penilaian yang mendukung perilaku atau

gagasan individu dalam bekerja maupun peran sosial yang

meliputi pemberian umpan balik, informasi atau penguatan.

c) Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis

dan kongkrit, diantaranya dapat berwujud barang,

pelayanan dukungan, keuangan dan menyediakan peralatan

yang dibutuhkan. Memberi bantuan dan melaksanakan

aktivitas, memberi peluang waktu, serta modifikasi

lingkungan.

d) Dukungan emosional

Merupakan dukungan yang diwujudkan dalam

bentuk kelekatan, kepedulian, dan ungkapan simpati

sehingga timbul keyakinan bahwa individu yang

bersangkutan diperhatikan.

Page 31: Widya Proposal Keperawatan

31

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

aspek dukungan keluarga terdiri dari dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental

dan dukungan emosional.

B. Kerangka Teori

Gambar 1: Kerangka Teori Sumber: Nugroho (2000); Friedman (1998); Kaplan and Sadock (1997);

Stuart and Sudeen (1998); Kuntjoro (2002)

Faktor InternalUsia atau Umur Jenis KelaminTingkat Pendidikan Motivasi Kondisi Fisik

B. Faktor EksternalDukungan Sosial

Kecepatan emosional Integrasi socialPengakuan Ketergantungan yang dapat diandalkan Bimbingan Kesempatan untuk mengasuh

Dukungan Keluarga Informasional Penilaian Instrumental Emosional

Kecemasan Pada Lanjut Usia

Tanda dan gejala kecemasan sesuai dengan tingkat kecemasan menurut Sudeen (1998):

Ringan SedangBeratPanik

Page 32: Widya Proposal Keperawatan

32

C. Kerangka Konsep

Keterangan: Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini ada faktor yang mempengaruhi kecemasan

pada lanjut usia di Panti Sosial Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta.

Faktor-faktor kecemasan:Dukungan social Motivasi Dukungan keluargaJenis kelamin Usia atau umur

Kecemasan Pada Lanjut Usia

Variable independen

Kecemasan Pada Lansia

Variable dependen

Kecemasan Pada Lansia

Kondisi fisik Pendidikan Dukungan Keluarga

Page 33: Widya Proposal Keperawatan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rencana Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif analitik

dengan apendekatan ”Cross sectional adalah suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor resiko dengan efek,

dengan cara pendekatan apengamatan data sekaligus pada saat, auntuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinaya kecemasan

pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta (Arikunto, 2002).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota

Surakarta dan akan dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai bulan

Maret 2010.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti. Sedangkan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ini disebut sampel

penelitian. Dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau

Page 34: Widya Proposal Keperawatan

34

teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin

mewakili populasinaya (Notoatmodjo, 2005).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lanjut usia yang tinggal

di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta yang berjumlah 89 orang

lansia.

2. Sampel dan kriteria

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap amewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002).

Teknik pengambil sampel adalah menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu lansia yang memenuhi kriteria untuk dijadikan responden

penelitian kriteira inklusi:

a. Lansia laki-laki atau perempuan yang tinggal di panti Wredha Dharma

Bhakti.

b. Dapat berkomunikasi dengan abaik.

c. Bersedia dan mau dijadikan sampel penelitian atau responden.

d. Masih ada komunikasi dengan keluarga dalam 1 tahun terakhir.

Kriteria eksklusi

a. Lansia yang sudah berusia di atas 90 tahun.

b. Tidak bersedia menjadi responden.

c. Lansia yang sedang menderita sakit yang harus opname atau tirah

baring.

Page 35: Widya Proposal Keperawatan

35

3. Teknik sampling

Teknik sampling adalah dalam mengambil sampel penelitian ini

digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sample tersebut

sedapat mungkin mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2005). Teknik yag

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu

pengambilan data secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan

tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan diri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

4. Penentuan jumlah sampel

Jumlah sampel suatu penelitian tergantung kepada dua hal yaitu

pertama, adanya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menentukan

batas maksimal dari besarnya sampel. Kedua, kebutuhan dari rencana

analisis yang menentukan batas minimal dari besarnya sampel. Jumlah

sampel ditentukan dengan menggunakan formula dalam penentuan besar

sampel menggunakan rumus:

n =

n =

n =

n =

n =

Page 36: Widya Proposal Keperawatan

36

n =

n = 72,77

n = 72

Keterangan:

N = besarnya populasi

n = besar sampel

d = tingkat signifikan (p f (d = 0,05)

Jadi jumlah sampel yang akurat lebih kurang 72 orang lansia dari

89 daftar nama penghuni Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta dan

memenuhi kriteira untuk menjadi responden penelitian. (Notoatmodjo,

2005)

D. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah variabel dependen

(variabel terikat) dan variabel independent (variabel bebas atau bergantung).

1. Variabel independen adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang

berhubungan dengan variabel terikat (Arikunto, 2006).

Variabel independennya adalah: usia lansia, jenis kelamin lansia, motivasi,

dan dukungan sosial.

2. Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

(Arikunto, 2006)

Variabel dependennya adalah kecemasan lansia.

Page 37: Widya Proposal Keperawatan

37

E. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1

Rangkuman Variabel Operasional

No. Variabel Pengertian Alat Ukur Skala Skoring1. Usia lansia Usia lanjut usia

sampel dengan

dilakukan

penelitian

Kuesioner Interval 45-89 tahun

60-70 tahun

71-90 tahun

> 90 tahun

2. Jenis

kelamin

Perbedaan gender

juga dapat menjadi

faktor yang

mempengaruhi

psikologis lansia,

ganda lansia saat

dilakukan

penelitian

Kuesioner Ordinal Laki-laki

Perempuan

3. Dukungan

keluarga

Bantuan yang

berupa perhatian,

emosi, informasi,

nasehat, materi

maupun penilaian

yang diberikan oleh

sekelompok

anggota keluarga

Kuesioner Ordinal 40-53 = buruk

54-67 = sedang

68-80 = baik

Page 38: Widya Proposal Keperawatan

38

4. Dukungan

sosial

Merupakan

dukungan dan

semangat yang

diaberikan oleh

orang lain dalam

kehidupan

seseorang

Kuesioner Ordinal 7–14=Buruk

15-27=Sedang

>27=Baik

5. Kecemasan

lansia

Penderita yang

normal dan suatu

perasaan,

ketidaktentuan, rasa

gelisah, takut dari

kenyataan atau

persepsi ancaman

sumber yang tidak

diketahui

Kuesioner

HRS – A

Ordinal < 17 = ringan

18-24 = sedang

25-30 = berat

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dari varaibel independen berbentuk angket atau kuesioner

tertutup artinya jawabannya atau isialn telah dibatasi atau ditentuakan

sehingga responden tidak memberikan respon menurut kebebasan seluas-

luasnya. Subjek hanya memberi tanda () pada kolom jawbaan yang telah

ditentukan sesuai yang dirasakan responden.

Page 39: Widya Proposal Keperawatan

39

Untuk mengetahui penilaian pada kecemasan dilakukan dengan

menggunakan alat ukur HAS (Hamilton Anxiety Scala), yaitu nilai skala yang

dikembangkan untuk mengukur kerasnya dari kegelisahan symptomatology,

sering digunakan dalam evaluasi obat psikotropika. Terdiri dari 14 item,

masing-masing ditetapkan oleh sejumlah gejala. Setiap item adalah nilai pada

skala 5 titik, mulai dari 0 (tidak ada) sampai 4 (parah). (Nitafitria, 2009)

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji validitas instrumen

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2005).

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih

mudah diolah (Arikunto, 2006). Teknik korelasi yang digunakan untuk

mencari hubungan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data

kedua variabel berbentuk interval atau radio dan sumber data dari dua

variabel atau lebih tersebut adalah sama. (Sugiyono, 2007)

Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik product moment yang

rumusnya sebagai berikut:

rxy =

Page 40: Widya Proposal Keperawatan

40

Keterangan:

rxy = koefisien validitas

N = jumlah responden

x = skor pernyataan tiap nomor

y = skor total

xy = jumlah hasil dari x dan y

(Arikunto, 2006)

2. Uji reliabilitas instrumen

Reliabilitas adalah suatu instrumen yang cukup dapat dipercaya

untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

sudah aik. Uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha yang dapat

digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya 1 dan nol

(nol). Jika dihubungkan dengan pengertian variabel, hanya untuk skor

dengan variabel diskrit. Rumus Alpha digunakan untuk mencari

reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0. Misalnya angket atau

soal berbentuk uraian (Arikunto, 2006). Rumus Alpha:

r11 =

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau abanyaknya soal

Page 41: Widya Proposal Keperawatan

41

b2 = jumlah varians

12 = varians total

H. Analisis Data dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan data

Data yang telah terkumpul dari hasil pengumpulan data segera

dialakukan pengolahan data dengan tahap sebagai berikut (Notoadmodjo,

2005):

a. Editing

Dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah diperoleh

sehingga dapat dilakukan perbaikan data yang kurang.

b. Coding

Pemberian kode dimaksudkan untuk mempermudah dalam

pengelolaan data dan proses selanjutnya melalui tindakan

pengklarifikasian data.

c. Tabulating

Data distribusi data yang telah diberikan skor kemudian

disusun dan dibagikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya pengolahan

data atau analisis.

d. Entry Data

Memasukkan data ke komputer dengan menggunakan aplikasi

program SPSS 10.

Page 42: Widya Proposal Keperawatan

42

2. Analisis data

Menurut Notoadmodjo (2005) analisis data dibedakan menjadi tiga

macam yaitu: (1) analisis univariate, dilakukan terhadap tiap variabel dari

hasil penelitian; (2) Analisis bevariate, dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam analisis ini dapat

dilakukan pengujian statistik dengan Chai Square (x), t test, z test, dsb; (3)

Analisis ultivariate, dilakukan terhadap lebih dari dua variabel. Biasnaya

hubungan antara satu variabel terikat (dependent variabel) dengan

beberapa variabel bebas (independent variabel), uji statistik yang

digunakan biasanya regresi berganda (multiple regression).

Dalam penelitian ini menggunakan analisis ultivariate dengan

menggunakan uji statistik regresi berganda (multiple regression). Sebagai

variabel terikat atau dependent adalah kecemasan lansia. Sedangkan

sebagai variabel bebas atau independent adalah suai lansia, jenis kelamin,

dukungan keluarga, dan dukungan sosial. Sehingga model persamaan

regresi berganda sebagai berikut:

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e

Keterangan:

Y = kecemasan pada lansia

a = konstanta

b = koefisien variabel

Page 43: Widya Proposal Keperawatan

43

x = usia lansia (x1), jenis kelamin (x2), dukungan keluarga (x3),

dukungan sosial (x4)

e = standard error

Pada analisa yang memakai regresi berganda untuk mendapatkan

hasil yang baik diperlukan pengujian koefisien determinasi (R2) dilakukan

untuk mendeteksi ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi. Uji

ini dengan membandingkan besarnya nilai koefisien determinen R2 jika

nilai R2 semakin besar atau mendekati 1 (satu) maka modal semakin tepat.

I. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian keperawatan meruapakan masalah yang sangat

penting karena keperawatan akan berhubungan dengan manusia dan manusia

mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian. Etika dalam penelitian dapat

meliputi:

1. Informed consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria inklusi disertai judul dan manfaat

penelitian, bila subjek menolak maka penelitian tidak memaksa dan tetap

menghormati hak-hak subjek.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan penelitian tidak akan mencantumkan

nama responden, tetapi lembar tersebut di beri kode.

Page 44: Widya Proposal Keperawatan

44

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

J. Rencana Penulisan

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini penelitian melakukan penelusuran pustaka dan

penyusunan proposal penelitian. Selain itu dilanjutkan dengan seminar

proposal dan revisi proposal.

2. Tahap pelaksanaan

Sebelum dilakukan wawancara peneliti terlebih dahulu melakukan

pengecekan ciri-ciri responden, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian

serta meminta kesediaan responden untuk menjadi subyek penelitian.

Selanjutnya dilakukan wawancara dengan responden yang tidak bisa tulis

baca dibantu oleh penerjemah bahasa bagi responden yang tidak mengerti

bahasa Indonesia, bagi responden yang bisa tulis baca langsung dijawab

oleh responden yang sebelumnya diberi penjelasan tetnang bagaimana

pengisian kuesioner yang seharusnya. Setelah data terkumpul maka

dilakukan tabulasi data dan pengolahan data.

Pelaksanaan penelitian akan dimulai dengan uji validitas dan

reliabilitas yang dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada lansia yang

sesuai dengan kriteria inklusi pada sampel penelitian. Setelah instrumen

Page 45: Widya Proposal Keperawatan

45

dinyatakan valid dan reliable. Maka langkah selanjutnya peneliti akan

mulai melakukan pengumpulan data. Penelitian akan dilakukan di panti

Wredha Dharma Bhakti dengan sampel sesuai kriteria inklusi. Sebelum

responden mengisi kuesioner, peneliti akan memberikan penjelasan

tentang tujuan dari penelitian, cara mengisi kuesioner dan diminta untuk

menandatangani lembar informed consent. Lansia yang selalu setuju

kemudian diberi lebih kuesioner oleh peneliti.

3. Tahap pelaporan

Tahap pelaporan meliputi:

a. Penyusunan laporan hasil penelitian

b. Seminar laporan hasil penelitian

c. Revisi laporan hasil penelitian

K. Anggaran Penelitian

Anggaran disusun berdasarkan perkiraan kebutuhan pada masing-

masing kegiatan dan item alat bahan dan bahan yang diperlukan, pada tabel di

bawah ini:

Page 46: Widya Proposal Keperawatan

46

Tabel 2

Anggaran Penelitian

No. Rincian Jumlah1. Penelusuran literature Rp. 150.0002. Pembelian peralatan tulis Rp. 100.0003. Transportasi Rp. 250.0004. Biaya ujian proposal Rp. 750.0005. Pembuatan, pengetikan Rp. 250.0006. Penyajian proposal Rp. 100.0007. Revisi proposal Rp. 100.0008. Pelaksanaan penelitian Rp. 300.0009. Pengolahan dan pengetikan laporan Rp. 250.00010. Ujian skripsi, revisi dan penggandaan Rp. 300.00011. Biaya tak terduga Rp. 150.000

Total Rp. 2.700.000

L. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 3.6 Jadwal Kegiatan

No. KeteranganWaktu Penelitian

Agust 2009

Sept 2009

Okt 2009

Nop 2009

Des 2009

Jan 2010

Feb 2010

Mart 2010

1. Penyusunan proposal

2. Ujian proposal 3. Perbaikan proposal 4. Ujian reliabilitas

validitas 5. Pengumpulan data 6. Pengolahan analisa

data7. Pembahasan8. Ujian skripsi 9. Perbaikan

Page 47: Widya Proposal Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Amalia,P.H. 2005. Peran Dukungan Keluarga Dalam Meningkatkan Motivasi Menjalani Pengobatan dan Mempertahankan Prestasi Belajar Anak Penderita ISPA di RS. Tri Harsi Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan) Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Peneltian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Badan Pusat Statistik. 2000. Karakteristik Penduduk Jawa Timur BPS Prop. Jatim. Mitra Guna Bahagia.

Berlina, H.P, 1998. Kecemasan Pada Usia Lanjut Periunan Pegawai Departemen P Dan K di Kabupaten Jogjakarta

Budi Nugroho, SKM. 2000. Buku Keperawatan Gerantik Edisi 2 Jakarta: Egc.

Departemen Kesehatan. 2002. Standar Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Pelayanan Keperawatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan.

Febri. 2006. Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis Untuk Perawat dan Bidan di RS dan Puskesmas Indonesia. http://www.kinerjaklinik-perawatbidan.net diakses 09 feb 2009.

Freidmajn, M.M. 1998. Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik Edisi 36 Jakarta: Egc.

Hardywinoto. 1999. Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Herwanto. 2002. Problematika Kehidupan Lanjut Usia Pada Masyarakat Perkotaan. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Tahun XV, Nomor 1, Januari 2002, 7-20.

Matthew N and David L. 1959. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM - A). http://www.neurotransmitter.net/anxietyscales.html, diaskes 09 juli 2009.

Isfandari S. 1999. Gejala Psikologis pada Lansia di Depok dan Senin. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 26 No. 1.

Kaplan, A Sodack. 1998. Ilmu Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Page 48: Widya Proposal Keperawatan

48

Kaplan K.I & Sodock, B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri Edisi 7, Jilid II, Alih Bahasa Widya Kusuma. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Kartinah. 2007. konstribusi Dukungan Sosisal Terhadap Tingkat Depresi Pada Pensiunan PNS Dikecamatan Sukoharjo. Skripsi (tidak diterbitkan) Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammdiyah Surakarta.

Khairudin. 2002. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: liberty

Koswara, 1991, Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.

Kuntjoro S Z. 2002. Kesehatan Jiwa dan Permasalahannaya. http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutusia.asp.diakses29Maret2009.

Kuntjoro S Z. 2002. Dukungan Sosial Pada Lansia. http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel di Akses 29 Maret 2009.

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Air Langga University Press.

Matthew N and David L. 1959. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM - A). http://www.neurotransmitter.net/anxietyscales.html, diaskes 09 juli 2009.

Muhammad N. K. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Stress pada Lanjut Usia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.skripsi (tidak diterbitkan Surakarta). FIK Unervesitas Muhammadiyah Surakarta

Nitafitria. 2009. Penelitian psikospiritual sebuah hasil penelitian. Http://Nitafitria.wordpress.com/2009/02/09/terapi-psikospiritual-sebuah-hasil-penelitian diakses 9-02-2009.

Noorkasiani, Tamher S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmmodjo. 2005. Metadologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, W. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Edisi 3. Jakarta: Egc.

Poewardi S H. 2001. Kita Sukses Dalam Pergaulan. Jakarta: UPN Veteran.

Page 49: Widya Proposal Keperawatan

49

Sahara. 2009. Anxietas Disorder (Gangguan Kecemasan). Http://Pembaharuankeluaga.wordpress.com/2009/03/28/anxiety-disorsder-gangguan-kecemasan, diaskes 12 april 2009.

Setiati S. 2000. Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan Untuk Mengasuh Orang Usia Lanjut. Jakarta: PKUI.

Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: egc.

Stuart, G.W dan Sundeen, S.J. 1998. Buku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: egc.

Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian Jakarta : Alfabeta.

Suhartini. Bab 1 Pdf. Dasar Teori Kecemasan Pada Lansia, http://www.domandiri.or.id/file/ratnasuhartiniurair diakses 18 Februari 2008.

Suhartini. Bab 2 Pdf. Dasar Teori Kecemasan Pada Lansia, Http://www.domandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair diakses 04 Maret 2008.

Widiatmoko. 2001. Korelasi Dukungan Sosial dengan Derajat Depresi Pada Lansia Di Poliklinik Geriatri Rumah Sakit Umum Daerak Dr. Sarjito Yogjakarta.

Page 50: Widya Proposal Keperawatan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TERJADINYA KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI

WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Disusun oleh :

NURI WIDIYANINGSIH J 210 050 021

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009

Page 51: Widya Proposal Keperawatan
Page 52: Widya Proposal Keperawatan

Lampiran 1

Kepada Yth:

Calon responden penelitian

Di tempat

Dengan Hormat,

Saya yng bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nuri Widiyaningsih

NIM : J210050021

Adalah mahasiswa S- 1 Fakultas Ilmu Kesehatan Unifersitas Muhammadiyah

Surakarta Yang akan melakukan penelitian dengan judul ”Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Terjadinya Kecemasan Pada Lanjut Usia di Panti Wredha

Dharma Bhakti Kota Surakarta Tahun 2009”. Penelitian ini tidak akan

memberikan pengaruh dan dampak apapun terhadap responden, namun demikian

saya sebagai peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban bapak atau ibu

yang bapak atau ibu berikan dalam pertanyaan peneliti kepada bapak atau ibu

sebagai responden, atas kesediaannya peneliti ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Peneliti

Page 53: Widya Proposal Keperawatan

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

NAMA :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Alamat :

Dengan ini menyatakan sesungguhnya bahwa saya telah mandapat

penjelasan mengenai maksud pengumpulan data untuk penelitian ”Faktor-

Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Kecemasan Pada Lanjut Usia

di Panti Wredha Dharma Bhakti Kota Surakarta”. Untuk itu secara sukarela

saya menyatakan bersedia menjadi responden atau subyek penelitian tersebut.

Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dengan penuh

kesadaran tanpa pksaan.

Surakarta,... ... ... ... ... 2009

Responden

( … … … … … … …)

Page 54: Widya Proposal Keperawatan

Lampiran 3

KUESIONER 1

LEMBAR DATA DEMOGRAFI

Hari / Tanggal :

Isilah kolom di bawah ini No. Urut :

Nama :

Umur : 45-89 tahun

60-70 tahun

71-90 tahu

> 90 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Perempuan

Tingkat Pendidikan : SD

SMP

SMA

Diploma

Sarjana

Petunjuk:

Bapak atau ibu adiminta uantuk menjawab dengan jujur pada setiap nomor di

bawah ini dengan memberi tanda check list () yang dianggap BENAR.

Page 55: Widya Proposal Keperawatan

Lampiran 4

KUESIONER 2DUKUNGAN SOSIAL

Nama Klien :Jenis Kelamin :Umur :

A. Penilaian 5 : Sangat Setuju 4 : Setuju 3 : Ragu-ragu 2 : Tidak Setuju 1 : Sangat Tidak Setuju

B. Penilaian Dukungan Sosial7 – 14 : Buruk 15 – 27 : Sedang > 27 : Baik

No. Pertanyaan/ Pernyataan SSS SS R TS STS

1 Kondisi panti ini menyenangakan, terutama

pengaturan ruang dan lokasinya

2 Sebagain besar perawat/ pengasuh memahami

kondisi lansia yang tinggal disini

3 Pengajaran keterampilan yang diberikan telah

sesuai dengan minat dan ketertarikan saya

4 Selain keterampilan kebersamaan dengan

sesama penghui snagat membantu

5 Keluarga dekat sangat menghargai semua

keterampilan yang saya peroleh selama di

panti

6 Keluarga dekat terutama istri/ suami

merupakan teman terbaik dalam berbagai

7 Hingga saat ini suami/ istri masih memberikan

perhatian sama seperti beberapa tahun yang

Page 56: Widya Proposal Keperawatan

lalu

8 Selain suami/ istri, keluarga juga memberikan

perhatian yang sama besar seperti yang

dirasakan beberaka tahun lalu

9 Hingga saat ini komunikasi dengan anggota

keluarga lain baik langsung/ tidak langsung

masih terjalin dengan baik

10 Keluarga terdekat masih sering berkunjung/

memberi barang-barang kebutuhan pribadi

11 Pada usia ini yang keluarga adalah kekayaan

yang tak ternilai

12 Kedatangan anak-anak dan cucu merupakan

hal yang paling saya tunggu

13

14

15 Hubungan dengan teman-teman lama baik

yang satu pekerjaan atau tidak tetap terjalin

16 Saya merasa cemas karena tidak memiliki

penghasilan tetap seperti dulu

17 Kecemasan saya terutama karena perasaan

sepi dan ditinggal sendiri

18 Rasa pusing, marah sering saya rasakan jika

saya sendiri

19 Kecemasan terbesar yang saya rasakan adalah

berpisah dengan keluarga dan teman lam

20 Selain rasa cemas dan takut tersebut diatas

banyak hal lain yang menyenagkan pada usia

saya saat ini

Berilah tanda () pada yang menurut bapak atau ibu benar atau sesuai dengan keadaan sekarang.1. Apakah bapak aau ibu mempunyai suami atau istri?

Page 57: Widya Proposal Keperawatan

Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat Tidak Setuju

2. Apakah Bapak atau ibu tinggal bersama pasangan? Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

3. Apakah dalam seminggu ini bapak atau ibu menelpon kerabat atau teman? Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

4. Apakah bapak atau ibu senang dikunjungi kerabat atau teman? Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

5. Apakah bapak atau ibu menginginkan bergabung dengan kelompok lansia atau dalam kegiatan? Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

6. Apakah ada yang bersedia merawat bapak atau ibu bila sakit? Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

7. Apakah ada yang dapat dihubungi jika bapak atau ibu mengalami keadaan emergensi? Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

Jumlah Score: Kesimpulan : Dukungan sosial buruk

Page 58: Widya Proposal Keperawatan

Dukungan sosial sedang Dukungan sosial baik

(Noorkasiani, 2009)

Page 59: Widya Proposal Keperawatan

Lampiran 5

KUESIONER 3DUKUNGAN KELUARGA

Nama Klien :Jenis Kelamin :Umur :

A. Penilaian 4 : Sangat Sering 3 : Sering 2 : Kadang-kadang 1 : Tidak Pernah

B. Penilaian Dukungan Keluarga40 – 53 : Rendah 54 – 60 : Sedang 60 – 80 : Tinggi

Berilah tanda () pada yang menurut bapak atau ibu benar atau sesuai dengan keadaan sekarang.1. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan berbagai informasi

tentang keterampilan baru yang dapat bapak / ibu di kerjakan di Panti Wredha? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

2. Apakah keluarga bapak /ibu pernah mengerti tentang keadaan bapak atau ibu? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

3. Apakah keluarga bapak / ibu sering memberikan bantuan berupa kebutuhan sehari-hari selama bapak atau ibu di Panti Wredha? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

Page 60: Widya Proposal Keperawatan

4. Apakah bapak / ibu tidak pernah mendapatkan kiriman uang dari keluarga untuk kebutuhan sehari-hari bapak / ibu selama di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

5. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan bantuan berupa kebutuhan sehari-hari bapak / ibu selama di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

6. Apakah keluarga bapak / ibu selalu mendorong untuk selalu aktif dalam berbagai kegiatan yang ada di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

7. Apakah bapak / ibu sering mendapat kiriman uang dari keluarga untuk memenuhi kebutuahan bapak / ibu selama di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

8. Apakah keluarga bapak / ibu sering memberi dukungan terhadap segala kegiatan yang diikuti bapak / ibu selama di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

9. Apakah keluarga bapak / ibu tidak mau peduli dengan berbagai kegiatan yang bapak / ibu lakukan di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

10. Apakah keluarga bapak / ibu sering memberikan pakaian selama bapak atau ibu di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

11. Apakah bapak / ibu merasa telah ditinggalkan oleh keluarga bapak / ibu? Sangat Sering Sering Kadang-kadang

Page 61: Widya Proposal Keperawatan

Tidak Pernah 12. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan dukungan kepada

bapak atau ibu untuk selalu berbuat baik selama di panti? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

13. Apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah memberikan semangat ketiaka bapak / ibu mengalami kesulitan? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

14. Apakah keluarga bapak / ibu sangat memahami keadaan bapak / ibu saat ini? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

15. Walaupun bapak / ibu di panti, apakah bapak / ibu merasa tetap dekat dengan keluarga? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

16. Apakah setiap keluarga bapak / ibu berkunjung, mereka selalu menanyakan jika bapak / ibu terlihat berbeda? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

17. Walau bapak / ibu sedang mengalami masalah di panti, apakah keluarga bapak / ibu tidak pernah mau memahami? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

18. Apakah selama bapak / ibu di panti, keluarga bapak / ibu jarang memberi bapak / ibu nasehat? Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

19. Apakah bapak / ibu tidak pernah tahu atau mengetahui berbagai kejadian yang terjadi dalam keluarga bapak / ibu selama bapak / ibu di panti? Sangat Sering Sering

Page 62: Widya Proposal Keperawatan

Kadang-kadang Tidak Pernah

20. Apakah bapak / ibu pernah merasa apapun yang bapak / ibu hasilkan dari kegiatan di lingkungan panti tidak mendapat tanggapan dari keluarga Sangat Sering Sering Kadang-kadang Tidak Pernah

Jumlah Score: Kesimpulan : Dukungan keluarga rendah

Dukungan keluarga sedang Dukungan keluarga tinggi

Page 63: Widya Proposal Keperawatan

Lampiran 6

KUESIONER 4HAMILTON SKALA PENELITIAN KECAMASAN (HAM-A)

Nama Pasien : Umur :Ruang :

DxPerlakuan : sebelum / sesudah perlakuan

A. Penilaian 0 : tidak ada tidak ada gejala sama sekali 1 : ringan satu gejala dari pilihan yang ada2 : sedang separuh dari gejala yang ada3 : berat lebih dari separuh gejala yang ada 4 : sangat berat semua gejala ada

B. Penilaian Derajat Kecemasan < 17 kecemasan ringan 18 – 24 kecemasan sedang 25 – 30 kecemasan berat

Berilah tanda () jika terdapat gejala yang terjadi selama 1. Perasaan cemas

Merasa cemas Firasat buruk Takut akan pikiran sendiri Mudah tersinggung

2. Ketegangan Merasa tegang Lesu Mudah terkejut Tidak dapat istirahat dengan nyenyak Mudah menangis Gemetar Gelisah

3. Ketakutan Pada gelap Ditinggal sendiri Pada orang asing Pada kerumunan banyak orang

Page 64: Widya Proposal Keperawatan

4. Gangguan tidur Sukar memulai tidur Terbangun tengah malam Tidak pulas Mimpi buruk Mimpi yang menakutkan

5. Gangguan kecerdasan Daya ingat buruk Sulit konsentrasi Sering bingung

6. Perasaan depresi Kehilangan mainat Sedih Bangun dini hari Perasaan berubah-ubah sepanjang hari

7. Gejala somatic (otot-otot0 Nyeri otot Kaku Kedutan otot Gigi gemeretak Suara tak stabil

8. Gejala sensori Telinga berdengung Penglihatan kabur Muka merah dan pucat Merasa lemah Perasaan ditusuk-tusuk

9. Gejala kardofaskuler Denyut nadi cepat Berdebar-debar Nyeri dada Denyut nadi mengeras Rasa lemah seperti mau pingsan Detak jantung hilang sekejap

10. Gejala pernafasan Rasa sesak di dada Perasaan tercekik Merasa nafas pendek atau sesak Sering menarik napas panjang

11. Gejala gastrointerstinal Sulit menelan Mual muntah Berat badan menurun Kontipasi Perut melilit Gangguan pencernaan

Page 65: Widya Proposal Keperawatan

Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan Rasa panas di perut Perut terasa penuh

12. Gejala urogenital Sering kencing Tidak dapat menahan kencing Mens tidak teratur Frigitditas

13. Gejala vegetatif Mulut kering Muka kering Mudah berkeringat Pusing atau sakit kelapa Bulu roma berdiri

14. Apakah merasa Gelisah Tidak tenang Mengerutkan dahi muka tegang Tonus atau ketegangan otot meningkat Napas pendek atau cepat Muka merah

Jumlah Score: Kesimpulan : Kecemasan rendah

Kecemasan sedang Kecemasan berat

(Metthew, 2009)