BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab...

23
12 BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA 2.1 Teori-Teori Pemidanaan Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk 1 : 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut; 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan; 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Hukum pidana ialah suatu kekhususan hukum yang mana hubungan hukum ini adalah perseorangan dengan negara. Jadi biasanya jika ada pelaku kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi hukuman penjara yang mana hukuman tersebut berdasarkan Undang-undang yang berlaku di negara tersebut. Seperti halnya hukum pidana, hukum pidana dapat timbul jika terjadi pelanggaran ataupun kejahatan yang melanggar atau melawan Undang-Undang yang berlaku 1 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, 2009, h. 1 ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Transcript of BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab...

Page 1: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

12

BAB II

PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA

PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

2.1 Teori-Teori Pemidanaan

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di

suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk1 :

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,

yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa

pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut;

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan;

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut.

Hukum pidana ialah suatu kekhususan hukum yang mana hubungan

hukum ini adalah perseorangan dengan negara. Jadi biasanya jika ada pelaku

kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi hukuman penjara yang mana

hukuman tersebut berdasarkan Undang-undang yang berlaku di negara tersebut.

Seperti halnya hukum pidana, hukum pidana dapat timbul jika terjadi pelanggaran

ataupun kejahatan yang melanggar atau melawan Undang-Undang yang berlaku

1 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, 2009, h. 1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 2: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

13

dalam suatu negara. Sehingga dalam ilmu hukum pidana harus diterapkan asas

legalitas yang biasa disebut dengan asas “Nullum delictum nulla poena sine lege”,

yang menunjukan bahwa keseluruhan hukum pidana harus ditegaskan dengan

suatu Undang-Undang2.

Dalam sistem pemidanaan hukum di Indonesia, dikenal dengan sistem

double track, yaitu suatu sistem pemidanaan yang terdiri dari sanksi pidana (straf)

dan sanksi tindakan (maatregel). Perbedaan dari kedua sistem pemidanaan ini

adalah, kalau sanksi pidana ditujukan pada perbuatan salah yang telah dilakukan

seseorang melalui pengenaan agar pelakunya menjadi jera, sedangkan sanksi

tindakan lebih kepada upaya pemberian pertolongan kepada pelaku agar dapat

berubah. Sering dikatakan juga, sanksi tindakan berbeda dengan sanksi pidana,

sanksi tindakan bertujuan untuk melindungi masyarakat3. Sehingga sanksi pidana

lebih kepada unsur pembalasan, sedangkan sanksi tindakan lebih kepada

perlindungan masyarakat dan pembinaan ataupun perawatan bagi pelakunya4.

Bisa dikatakan, double track system tadi sangat berkaitan dengan Tindak

Pidana Narkotika. Karena dalam Tindak Pidana Narkotika, terdapat suatu

tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika, yang mana menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang tersebut diselenggarakan

2 Roeslan Saleh, Beberapa Asas-Asas Hukum Pidana Perspektif, Aksara Baru, 1981, h.

28

3 Siswanto, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (Undang-Undang No. 35

Tahun 2009), Rineka Cipta, 2012, h. 238

4 Abdul Affandi, “Double Track System Pada Sistem Sanksi Hukum Pidana”,

https://abdulaffandi.wordpress.com/2012/09/12/double-track-system-pada-sistem-sanksi-hukum-

pidana/, dikunjungi pada 16 Desember 2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 3: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

14

berasaskan keadilan, pengayoman, kemanuasiaan, ketertiban, perlindungan,

keamanan, nilai-nilai ilmiah, dan kepastian hukum5, artinya sebuah pertolongan

tehadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, yaitu

rehabilitasi. Serta ada juga penjatuhan pidana penjara kepada Pecandu Narkotika

dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tertangkap tangan oleh pihak yang

berwajib kedapatan sedang melakukan penyalahgunaan Narkotika.

Jika dikaitkan dengan hukum pidana sendiri, dalam hukum pidana, tentu

saja mempunyai tujuan dalam hal pemidanaan itu sendiri. Terdapat berbagai teori

yang membahas alasan-alasan yang membenarkan (justification) penjatuhan

hukuman (sanksi). Diantaranya teori absolut, relatif, dan gabungan6.

Teori absolut (Vergeldingstheori) merupakan teori yang mana hukuman

tersebut dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap para pelaku karena telah

melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau

anggota masyarakat7. Dalam teori ini, dapat dilihat bahwa suatu kejahatan atau

tindak pidana harus dikenakan sanksi yang setimpal, artinya suatu pembalasan

terhadap tersangka berupa pidana, sebagai cermin pertanggungjawaban tersangka

tersebut karena telah melawan hukum pidana yang berlaku, karena telah

melakukan hal yang berakibat buruk atau pun sampai merugikan orang lain.

Dalam teori absolut ini, jika dikaitkan dengan pidana penjara, maka pidana

penjara tersebut dapat dijadikan suatu pembalasan yang setimpal terhadap

5 Bambang Waluyo, Viktimologi : Perlindungan Korban Dan Saksi, Sinar Grafika, 2012,

h. 126

6 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, 2005, h. 4

7 Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 4: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

15

tersangka. Bisa dikatakan suatu sanksi yang telah diatur oleh Undang-Undang

yang berlaku dalam masyarakat, dan jika dilawan maka akan dikenakan sanksi

yang telah diatur pula dalam pasal demi pasal yang ada pada Undang-Undang

yang berlaku tersebut.

Selain teori absolut, dikenal juga yang namanya Teori Relatif

(Doeltheori). Teori ini dilandasi oleh tujuan dari hukum itu sendiri dibuat, yaitu

dengan adanya tindakan menjerakan, memperbaiki pribadi terpidana, serta

membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya8.

Dalam teori relatif, menjerakan disini merupakan suatu tindakan yang

bertujuan agar terpidana memdapatkan efek jera dari perbuatan yang telah

dilakukannya dengan pemidanaan, sehingga tidak melakukan perbuatannya lagi,

serta diketahui oleh masyarakat, agar masyarakatnya juga tahu bahwa perbuatan

yang dilakukan oleh terpidana tersebut adalah salah dan dapat dikenai sanksi

pidana.

Selain itu, dalam teori relatif juga dikenal yang namanya memperbaiki

pribadi dari terpidananya itu sendiri. Artinya dalam proses dilakukannya hukuman

terhadap terpidana, selain mendapatkan efek jera terhadap perbuatan yang telah

dilakukannya, terpidana tersebut juga mendapatkan suatu penyuluhan dan

pendidikan, sehingga terpidana tersebut menjadi tahu akan kesalahannya dan

menyesali perbuatannya, dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik

dan berguna.

8 Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 5: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

16

Lalu ada yang namanya membinasakan atau membuat terpidana tidak

berdaya dalam teori relatif. Membinasakan disini adalah suatu hukuman mati

yang dijatuhkan kepada terpidana karena memang perbuatan yang dilakukan

terpidana tersebut layak untuk dihukum mati. Sementara membuat terpidana tidak

berdaya adalah hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepada terpidana,

sehingga terpidana tersebut sudah tidak berdaya lagi, dan menghabiskan sisa

hidupnya didalam penjara.

Sementara teori gabungan adalah penggabungan antara teori absolut dan

teori relatif itu tadi. Yang mana teori gabungan merupakan suatu teori yang mana

menjatuhkan suatu tindak pidana atau pembalasan dengan memasukan teori relatif

itu tadi, yaitu contohnya dengan memberikan suatu penyuluhan dan pendidikan

sambil menjalani pidana yang dijatuhkan.

Terkait dengan hukum pidana, ancaman pidana dan pemidanaan bisa

dikatakan suatu norma dalam hukum pidana. Bisa dibilang, sanksi adalah suatu

norma yang ada dalam hukum pidana. Hukum pidana disini mempertegas suatu

norma yang sudah ada, yaitu dengan adanya ancaman pidana dan pemidanaan itu

sendiri9.

Melihat teori-teori diatas, keterkaitan teori-teori diatas dengan tindak

pidana Narkotika merupakan sebuah pemberian hukuman atau sanksi terhadap

pelaku tindak pidana, tetapi juga memberikan suatu tindakan, yang mana disini

adalah rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika.

9 Moeljatno, Loc.Cit, h. 9

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 6: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

17

Jika berbicara hukum pidana, biasanya hukum pidana dilakukan oleh

pelaku dan merugikan orang lain, dimana orang tersebut telah diambil atau

dirampas kebebasan untuk hidup dan perbuatan pelaku tersebut melanggar atau

melawan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Sama dengan Tindak Pidana

Narkotika, yang disini lebih kepadan Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika, juga dapat merembet kepada kerugian yang

ditimbulkan oleh Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tadi.

Sebagai contohnya, jika Pecandu Narkotika dan korban Penyalahgunaan narkotika

tersebut sedang membutuhkan uang untuk membeli zat terlarang tersebut, maka

sangat besar kemungkinan ia melakukan tindak pidana lain, seperti pencurian

yang dapat menimbulkan kepada pihak lain yang menjadi korban pencurian yang

dilakukan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut.

Menimbulkan kerugian diatas bisa dikatakan dampak yang timbul

dariPecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, dari

ketergantungannya tadi akan zat terlarang tersebut yang harus dihilangkan dan

diberi pertolongan akan ketergantungan dengan rehabilitasi ini, baik rehabilitasi

medis maupun rehabilitasi sosial, meskipun jika menyalahgunakan Narkotika

merupakan suatu tindak pidana.

Tindak Pidana Narkotika merupakan suatu perbuatan pidana. Perbuatan ini

ada yang menimbulkan kerugian secara langsung karena perbuatannya yang

dilarang, serta ada yang tidak langsung, seperti halnya Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika tadi yang sampai melakukan pencurian karena

ketergantungan akan zat terlarang tersebut. Sebagai contohnya perbuatan yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 7: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

18

dilarang sehingga menimbulkan kerugian langsung adalah Pengedar, Bandar

Narkoba, Kurir, dan lain-lain yang berkaitan dengan Pengedaran dan Penggelapan

Narkotika yang secara ilegal mengedarkan Narkoba dengan bebas, sampai

dijadikan suatu mata pencaharian, yang sasarannya adalah Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika.

Selain Narkotika itu sendiri dalam Tindak Pidana Narkotika, juga dikenal

yang namanya Prekursor. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor

44 Tahun 2010 tentang Prekursor dijelaskan bahwa, Prekursor adalah zat atau

bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan

Narkotika dan Psikotropika. Jadi, disini bisa dikatakan, Narkotika sebelum jadi

zat Narkotika tersebut juga sudah diatur, dan tidak hanya Narkotika saja yang

dapat dikatakan legal, yang mana harus tetap diawasi segala kegiatan yang

berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan Prekursor. Karena Prekursor

merupakan bahan dari Narkotika itu sendiri, dan tidak boleh disalahgunakan oleh

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ialah Pengguna

Narkotika yang menggunakan Narkotika tersebut dengan tidak legal. Dalam

halnya Narkotika tidak lagi masuk dalam dimensi hukum, tetapi dimensi

kesehatan, yang mana setiap orang mempunyai hak untuk hidup sehat dan

menjunjung tinggi nilai kesehatan bagi kehidupannya. Jadi bisa dikatakan

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika disini adalah orang

sakit, yang harus disembuhkan.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 8: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

19

Penggunaan putusan rehabilitasi merupakan sebuah upaya

penanggulangan penggunaan Narkotika itu sendiri. Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan yang sedang dalam proses rehabilitasi tidak hanya

mendapatkan suatu rehabilitasi secara medis, tetapi secara sosial juga. Secara

sosial disini adalah suatu upaya proses pemulihan secara terpadu, baik fisik,

mental maupun sosial, agar bekas Pecandu Narkotika dapat kembali

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Bisa dikatakan,

dalam proses rehabilitasi tersebut bukan hanya suatu pengobatan saja, tetapi sama

seperti didalam penjara10

, tetapi hanya bahasanya saja diperhalus, karena memang

proses rehabilitasi lebih kepada perlindungan kepada penyalahguna Narkotika

dengan melindungi sumber daya manusia.

Terkait masalah rehabilitasi, terdapat 2 (dua) bentuk penangan

pengobatan, tergantung keputusan dari lembaga atau hakim yang berwenang

memutuskan, yaitu rehabilitasi inap dan rehabilitasi jalan, seperti penanganan

pengobatan pada umumnya pelayanan rumah sakit untuk masyarakat11

.

Pengguna Narkotika sampai tahun 2014 ini sudah sekitar delapan belas

ribu jiwa, serta Prevalensi dari tahun ke tahun cenderung meningkat12

. Maka

harus dipulihkankan dan diberantas. Dengan proses rehabilitasi inilah, maka

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika bisa dipulihkan dan

diberantas.

10

Wawancara dengan Bapak Yogi, staf Direktorat Hukum Badan Narkotika Nasional, di

Jakarta, 23 Juli 2014

11

Wawancara dengan dr. Beny, salah satu dokter di Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika

Nasional, di Jakarta, 15 Agustus 2014

12

Anang Iskandar, Loc. Cit.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 9: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

20

Terkait dalam hal rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika, dikenal yang namanya kerangka kerja dekriminalisasi

dan depenalsasi, yang akan dibahas pada sub Bab 2.3. Kedua kerangka kerja

tersebut bisa dikatakan suatu sanksi secara rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika

dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang bedanya adalah bagaimana Pecandu

Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut bisa menjalani proses

rehabilitasi tersebut.

2.2 Putusan Rehabilitasi Dalam Undang-Undang Narkotika Sebagai Bentuk

Pemidanaan

2.2.1 Manfaat Putusan Rehabilitasi Dalam Tindak Pidana Narkotika

Rehabilitasi adalah suatu upaya berupa tindakan dalam hal memberikan

pertolongan untuk melindungi sumber daya manusia agar dapat berubah dan

pulih. Dalam rehabilitasi, terbagi kedalam 2 (dua) bentuk, rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses pengobatan secara

terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Sedangkan

rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik

fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu dapat kembali melaksanakan

fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat13

. Bisa dikatakan rehabilitasi medis

merupakan suatu pengobatan medis dan rehabilitasi sosial merupakan suatu

pemulihan secara fisik, mental, dan sosial.

13

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 143), Pasal 1 angka 16 dan 17

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 10: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

21

Dalam Tindak Pidana Narkotika dikenal dengan suatu proses yang

bernama rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan upaya dalam menanggulangi dan

memberantas penyalahgunaan Narkotika. Sehingga bisa dijadikan suatu upaya

yang sangat tepat untuk menanggulangi dan memberantas penyalahgunaan

Narkotika itu tadi. Serta para Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika juga wajib menjalani rehabilitasi, seperti dalam Undang-Undang yang

mengatur tentang Narkotika tadi juga dijelaskan, bahwa Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial14

.

Jika melihat mengenai ketentuan tentang rehabilitasi, maka jelas bahwa

seorang Pecandu Narkotika ataupun seorang Korban Penyalahgunaan Narkotika

harus sama-sama menjalani rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial itu tadi

yang dilaksanakan oleh pihak yang berwenang disini, yaitu Badan Narkotika

Nasional dan dari pihak lembaga rehabilitasi, yang mempunyai wewenang juga

dalam hal memutuskan tentang apa saja yang diperlukan dan bagaimana

penanganan rehabilitasi yang tepat untuk Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika tersebut, serta lamanya proses rehabilitasi.

Putusan Rehabilitasi merupakan suatu putusan dimana selain Pecandu

Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika mendapatkan efek jera,

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika juga mendapatkan

penyuluhan serta pendidikan akan bahaya dari Narkotika itu sendiri, sehingga

14

Ibid, Pasal 54

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 11: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

22

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut dapat kembali

kekehidupan normal dimasyarakat.

Adapun beberapa kategori ketika Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika tersebut dapat dikatakan pulih, sekaligus manfaat dan

tujuan dari pelaksanaan rehabilitasi tersebut. Kategori sekaligus manfaat tersebut

yaitu tidak menggunakan Narkotika (Drugs Free), artinya tidak lagi menggunakan

zat Narkotika lagi, lalu tidak melakukan tindakan kriminal (Criminalize Free),

artinya tidak melakukan tindakan kriminal yang dilarang Undang-Undang, lalu

hidup sehat (Healty Life Style), artinya menerapkan gaya hidup yang sehat, dan

yang terakhir lebih produktif (Productivity), artinya dapat menjalankan hidup

yang lebih produktif lagi dan bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan

masyarakat sekitar15

. Jika keempat kategori tersebut sudah bisa dilaksanakan oleh

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, maka baru bisa

dikatakan pulih dan dapat kembali kemasyarakat.

Melihat keempat kategori tersebut, bisa dikatakan proses rehabilitasi

merupakan sebagai proses untuk mencapai beberapa manfaat bagi Pecandu

Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika agar memenuhi keempat

kategori di atas, sehingga dapat kembali dapat hidup normal dalam masyarakat.

2.2.2 Perbandingan Putusan Rehabilitasi dengan Putusan Pidana Penjara

Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

dijelaskan bahwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika

15

Wawancara dengan dr. Amrita, salah satu dokter di Deputi Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional, di Jakarta, 18 Agustus 2012

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 12: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

23

wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal tersebut jelas

menerangkan, pelaku tindak pidana Narkotika yang terindikasi Pecandu Narkotika

dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi. Tetapi

rehabilitasi disini juga dilakukan tidak hanya yang melaporkan diri atau

dilaporkan oleh orang tua/wali secara sukarela, tetapi juga yang sudah tertangkap

tangan, yang mendapatkan putusan pidana penjara seperta halnya Pasal 127

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, juga wajib

direhabilitasi seperti halnya yang melaporkan diri atau dilaporkan oleh orang

tua/wali secara sukarela.

Putusan Rehabilitasi dan Putusan Pidana Penjara adalah dua bentuk

penegakan hukum yang ada dalam Tindak Pidana Narkotika. Jika dikaitkan

dengan suatu penegakan hukum, rehabilitasi bisa dikatakan merupakan suatu

upaya dalam hal penanggulangan Tindak Pidana Narkotika selain sanksi pidana.

Perbedaannya jelas, rehabilitasi kepada Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika yang melaporkan diri atas kesadaran sendiri atau

dilaporkan oleh orang tua/wali16

, sementara untuk sanksi pidana penjara, kepada

yang tertangkap tangan oleh Badan Narkotika Nasional/POLRI. Melaporkan atas

dasar kesadaran diri sendiri dan tertangkap tangan sama-sama dapat direhabilitasi,

tetapi perbedaannya dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu untuk yang melapor atas

kesadaran sendiri disebut Voluntary dan yang tertangkap tangan terlebih dahulu

baru direhabilitasi ketika sudah tertangkap tangan disebut Compulsary17

.

16

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, (Lembaran Negara RI Tahun

2009 Nomor 143), Pasal 55

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 13: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

24

Dalam hal kategori rehabilitasi, baik Voluntary maupun Compulsary,

mempunyai perbedaan dalam hal pemberian keputusan mengenai lamanya masa

rehabilitasi yang dijatuhkan kepada Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika. Untuk kategori Voluntary, keputusan mengenai

lamanya masa rehabilitasi ditentukan oleh pihak Badan Narkotika Nasional,

sementara untuk kategori Compulsary, ditentukan atau dijatuhkan dengan putusan

hakim yang berwenang. Sehingga bisa dikatakan, untuk kategori Voluntary,

adalah hubungan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika

dengan lembaga, dimana lembaga yang berwenang memutuskan lamanya masa

rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika,

karena dalam kategori Voluntary ini bersifat dengan sukarela agar diberikan

pertolongan kepada Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika

agar direhabilitasi, sementara untuk kategori Compulsary adalah hubungan

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dengan hakim, dimana

hakim yang memutuskan lamanya Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika direhabilitasi, yang tecantum dalam Pasal 103

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, karena kategori ini

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika statusnya sudah

tertangkap tangan.

Dalam proses atau kegiatan rehabilitasi, baik Voluntary maupun

Compulsary, harus tetap menggunakan proses asesmen untuk mengukur sejauh

mana kriteria tingkat kecanduan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

17

Wawancara dengan Ibu Rini, staf Direktorat Hukum Badan Narkotika Nasional, di

Jakarta, 23 Juli 2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 14: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

25

Narkotika. Asesmen disini tetap sama-sama menggunakan Tim Dokter dan Tim

Hukum yang ditetapkan oleh Pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan Surat

Keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional

Provinsi, dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

Dari situlah, mengapa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika lebih baik direhabilitasi dari pada dipenjara, karena Pecandu Narkotika

sudah bisa dikatakan masuk keranah kesehatan yang harus dipulihkan, dan

pemulihan tersebut, selain memberikan efek jera terhadap Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut harus direhabilitasi, serta karena

prevalensi Pecandu di Indonesia ini cenderung meningkat dari tahun ketahunnya,

karena memang ada beberapa Pecandu yang setelah dipenjara pun bukan malah

dia mendapatkan efek jera, tetapi malah lebih lagi menggunakan zat tersebut,

karena kurangnya penyuluhan, pendidikan, dan sosialisasi terhadap bahaya

Narkotika tersebut bagi kehidupan, yang mana jika Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut hanya dipenjara, tidak direhabilitasi.

Sehingga maka dari itulah Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika wajib untuk direhabilitasi, dengan rehabilitasi medis sebagai

pengobatan, serta rehabilitasi sosial, sebagai pemulihan fisik, mental, maupun

sosial Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika.

Adapun perbandingan putusan rehabilitasi dengan putusan pidana penjara

pada bagan dibawah ini.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 15: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

26

Tabel 2.2.1. Perbandingan Putusan Rehabilitasi Dengan Putusan Pidana Penjara

Putusan Rehabilitasi Putusan Pidana Penjara

1. Diputus oleh lembaga rehabilitasi

2. Yang terindikasi Pecandu Narkotika

dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika yang sedang mengalami

ketergantungan Narkotika dan harus

dipulihkan

3. Lebih kepada pemberian

pertolongan kepada Pecandu

Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika

4. Melalui proses asesmen

5. Terdapat proses dimana dilakukan

tindakan pengobatan secara medis

dan pemulihan secara fisik, mental,

maupun sosial kepada Pecandu

Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika

6. Tidak ada remisi atau potongan

masa tahanan

1. Diputus oleh Hakim

2. Yang terindikasi

kurir/bandar/pengedar Narkotika

yang melakukan peredaran gelap

Narkotika

3. Lebih kepada pemberian efek jera

berupa sanksi pidana penjara kepada

Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika

4. Tidak melalui proses asesmen

5. Tidak ada proses pengobatan dan

pemulihan kepada Pecandu

Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika

6. Ada remisi atau potongan masa

tahanan

Sumber : Diolah dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan

Wajib Lapor Pecandu; Surat Edaran Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 16: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

27

Penyalahgunaan Narkotika Di Dalam Lembaga Rehabilitasi;

Wawancara dengan Bapak Rachman, Staf Direktorat Hukum Badan

Narkotika Nasional; dan Wawancara dengan dr. Beny, Salah Satu

Dokter Di Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional.

2.3 Rehabilitasi Sebagai Bentuk Dekriminalisasi atau Depenalisasi

2.3.1 Dekriminalisasi

Proses dekriminalisasi adalah suatu proses dimana suatu perbuatan yang

bisa dikatakan suatu perbuatan jahat karena dilarang dalam peraturan perundang-

undangan pidana, kemudian pasal tersebut dihapus dari perundang-undangan dan

dengan demikian perbuatan itu tidak lagi merupakan suatu kejahatan yang dapat

dipidana.

Dekriminalisasi dilaksanakan terhadap Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika, apabila perbuatan yang semula merupakan tindak

pidana kemudian karena perkembangan masyarakat dikeluarkan dari hukum

pidana artinya perbuatan tersebut tidak dianggap jahat lagi18

.

Dalam dekriminalisasi juga disebutkan bahwa dekriminalisasi ini

merupakan seleksi peraturan hukum pidana yang sudah ada. Bisa dikatakan,

seleksi ini adalah penyesuaian terhadap kejahatan-kejahatan yang pasalnya

dicabut dan tidak lagi merupakan suatu perbuatan jahat, yang mana apabila

peraturan yang sudah ada itu tidak dapat dijalankan lagi, bertentangan dengan

kedudukan RI, ataupun tidak mempunyai arti lagi19

.

18

Sarwirini, “Dekriminalisasi Penyalahgunaan Narkotika (Reorientasi Kebijakan

Pemidanaan Bagi Penyalahguna Narkotika), Makalah disampaikan pada Seminar tanggal 24

September 2014, di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya

19

Barda Nawawi Arif, Kebijakan Hukum Pidana : Pengembangan Penyusunan Konsep

KUHP Baru, Kharisma Putra Utama, Jakarta, 2014, h. 233

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 17: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

28

Penerapan dekriminalisasi dan depenalisasi adalah sebuah penerapan

untuk proses pemulihan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika dari proses rehabilitasi tersebut. Perbedaannya, dekriminalisasi adalah

proses rehabilitasi yang mana dilaksanakan untuk Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika ketika sudah tertangkap tangan dan dilakukan disela-

sela sanksi pidana itu dilakukan, jadi bisa dikatakan, dalam proses pidana penjara

juga ada proses rehabilitasi didalamnya20

. Dalam dekriminalisasi ini proses

penjatuhan lamanya rehabilitasi dijatuhi oleh Hakim pengadilan yang berwenang

menangani kasus tersebut.

Dekriminalisasi merupakan sebuah rehabilitasi, bukan bagian dari sanksi.

Rehabilitasi sebagai implikasi kegagalan sanksi pidana mencegah meningkatnya

Pengguna Narkotika21

. Bisa dikatakan, rehabilitasi dari kerangka kerja

dekriminalisasi ini adalah sebagai upaya pemulihan Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika dengan menggunakan rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

Dalam hal dekriminalisasi merupakan suatu upaya, yang dituangkan dalam

proses rehabilitasi itu sendiri dengan tidak hanya memberikan efek jera terhadap

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang telah tertangkap

tangan, tetapi juga memberikan penyuluhan, pendidikan, dan sosialisasi kepada

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika itu tadi, yang mana

diadakan khusus bagi terpidana Narkotika, agar bisa lebih mengerti lagi bahaya

20

Wawancara dengan Bapak Rachman, staf Direktorat Hukum Badan Narkotika

Nasional, di Jakarta, 22 Juli 2014

21

Sarwirini, Loc. Cit., dikutip dari Herbert L. Packer, 1968

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 18: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

29

dari Narkotika itu sendiri bagi kehidupan, yang bahkan dapat menyebabkan

kematian.

Selain dekriminalisasi, ada satu lagi kerangka kerja dalam hal rehabilitasi,

yaitu depenalisasi. Depenalisasi dilaksanakan terhadap Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika, apabila perbuatan yang dulunya diancam

pidana, karena perkembangan masyarakat, ia dianggap bukan perbuatan yang

diancam pidana lagi, tetapi sifat perbuatan yang diancam pidana lagi, tetapi sifat

perbuatan masih dianggap jahat22

.

2.3.2 Depenalisasi

Proses depenalisasi adalah sebagai suatu perbuatan yang semula diancam

pidana, tetapi ancaman pidananya disini dihilangkan, tetapi dapat dituntut dengan

sanksi yang lainnya. Dalam hal ini, hanya pidananya yang dihilangkan, tetapi sifat

melawan atau melanggar hukumnya tetap dipertahankan. Bisa dikatakan,

depenalisasi ini merupakan penghilangan pidana terhadap pelaku, tetapi tetap

perbuatannya dianggap melawan atau melanggar hukum.

Depenalisasi bisa dikatakan sebuah proses rehabilitasi yang dilaksanakan

apabila Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika atau

keluarga/wali tersebut melapor kepada pihak yang berwenang dan meminta

sendiri untuk direhabilitasi (voluntair), yang melapor secara sukarela. Dalam

proses depenalisasi ini, adalah sebuah pelayanan kepada masyarakat untuk

menerapkan proses rehabilitasi oleh pihak yang berwenang disini adalah Badan

22

Sarwirini, Loc. Cit.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 19: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

30

Narkotika Nasional kepada masyarakat yang ingin pulih dari ketergantungan

terhadap zat Narkotika itu sendiri.

Untuk melaksanakan proses ini, perlu adanya suatu tolak ukur terhadap

sudah sejauh mana Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika

yang secara sukarela tadi melapor kepada Badan Narkotika Nasional, Pecandu

tersebut harus melakukan proses asesmen yang dilaksanakan oleh Badan

Narkotika Nasionaltadi, sebelum akhirnya lamanya proses rehabilitasi ditentukan

oleh lembaga yang berwenang, yaitu lembaga rehabilitasi yang dimiliki oleh

Badan Narkotika Nasional.

Tim Asesmen terdiri dari Tim Medis dan Tim Hukum yang ditetapkan

oleh pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan surat keputusan Kepala Badan

Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Provinsi, dan Badan Narkotika

Nasional Kabupaten/Kota, yang mana kedua tim tersebut bersatu dan bernama

Tim Asesmen Terpadu23

.

Adapun mekanisme pelaporan yang ada dalam kerangka kerja depenalisasi

ini bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ini yang

melapor secara sukarela kepada Badan Narkotika Nasional untuk direhabilitasi.

Mekanisme pelaporan tersebut dibagi menjadi 2 (dua) cara, yaitu24

:

23

Peraturan Bersama Ketua Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia,

Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik

Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional Republik IndonesiaTahun 2014 tentang Penanganan

Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi

(Berita Negara RI Nomor 465 Tahun 2014)

24

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu

Narkotika, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 20: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

31

1. Pecandu melaporkan dirinya secara sukarela kepada Institusi Penerima

Wajib Lapor (IPWL), akan menjalani proses kondisi pecandu

Narkotika, yang meliputi aspek medis dan sosial. Asesmen dilakukan

dengan cara wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis

terhadap pecandu Narkotika. Wawancara tersebut meliputi riwayat

kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan dan

perawatan, riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat

psikiatris, serta riwayat keluarga dan sosial pecandu Narkotika. Setelah

persyaratan administrasi lengkap, pecandu akan langsung ditempatkan

ke pusat terapi dan rehabilitasi yang telah disepakati oleh pecandu

Narkotika, orang tua/wali, atau keluarga pecandu Narkotika dan

pimpinan IPWL tanpa melalui proses hukum.

2. Bagi pecandu yang sudah ditangani oleh penyidik, juga, akan

menjalani proses asesmen terlebih dahulu. Selanjutnya hasil asesmen

tersebut dikaji oleh Deputi Pemberantasan dan Direktorat Hukum

Badan Narkotika Nasional, apakah pelapor tersebut berhubungan

dengan jaringan Narkoba atau pengguna Narkoba murni. Jika dia

dinyatakan memiliki jaringan Narkoba, maka selanjutnya akan

ditangani oleh hakim yang menangani kasus tersebut melalui proses

peradilan.

Melihat dari mekanisme diatas, depenalisasi merupakan sebuah penerapan

rehabilitasi medis maupus sosial yang mana bersifat voluntair yang diberikan oleh

Badan Narkotika Nasional kepada Pecandu Narkotika dan Korban

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 21: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

32

Penyalahgunaan Narkotika yang ingin pulih agar bisa kembali pulih. Seperti

tujuan rehabilitasi juga yaitu sebagai suatu upaya dalam penanggulangan Tindak

Pidana Narkotika, yang mana rehabilitasi merupakan suatu kegiatan pengobatan

dan kegiatan pemulihan kepada Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika agar dapat mengerti tentang bahaya Narkotika itu sendiri dengan

mendapatkan penyuluhan dan pendidikan serta efek jera dari perbuatannya,

sehingga dapat pulih dan tidak mengulangi perbuatannya lagi untuk hidup yang

lebih baik lagi.

Melihat kedua kerangka kerja dekriminalisasi dan depenalisasi, ada suatu

kesamaan dari kedua kerangka kerja tersebut. Yaitu kedua kerangka kerja diatas

merupakan sebuah upaya untuk pemulihan terhadap Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika yang mana sama-sama melaksanakan

penerapan pengobatan serta pemulihan dengan cara rehabilitasi. Cuma hanya

bedanya dekriminalisasi diputus oleh hakim terhadap Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika, dimana suatu kejahatan karena dilarang oleh

Undang-Undang pidana, tetapi pasal yang mengatur dicabut, dan bukan lagi

dianggap suatu perbuatan pidana, sementara depenalisasi adalah Pecandu yang

melaporkan diri secara sukarela atau dilaporkan oleh orang tua/wali untuk

dilakukan rehabilitasi kepada Pecandu tersebut, yang mana disini pidananya

dihilangkan, dan diganti proses rehabilitasi dalam hal penanganan terhadap

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, tetapi perbuatan

melawan hukum atau melanggar hukumnya tetap ada.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 22: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

33

Rehabilitasi disini bukan merupakan suatu sanksi, rehabilitasi adalah

bentuk pemulihan terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika baik secara medis maupun secara sosial. Karena sesungguhnya,

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika bukan pelaku

kejahatan, melainkan orang yang sakit dan bisa dikatakan korban dari Narkotika

itu sendiri. Lain halnya dengan bandar, kurir, atau pengedar Narkoba itu sendiri,

mereka yang harus diberantas, karena merekalah pelaku kejahatan dari Tindak

Pidana Narkotika yang sesungguhnya. Sehingga Pengguna Narkoba lebih baik

direhabilitasi daripada dipenjara.

Dalam proses rehabilitasi ada beberapa penerapan proses rehabilitasi yang

akaan dijelaskan lebih rinci dalam Bab 3. Tetapi ada beberapa tahapan yang harus

diketahui sebelum berlanjut masuk Bab 3. Tahapan rehabilitasi yaitu berawal dari

proses asesmen yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu, yaitu Tim Medis dan

Tim Hukum, setelah melaksanakan proses asesmen tersebut, Pecandu Narkotika

telah mendapatkan tolak ukur, sejauh mana Pecandu Narkotika dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika tersebut mengetahui dan mengonsumsi Narkotika.

Lalu, setelah proses asesmen tersebut, masuklah kedalam proses rehabilitasinya

itu sendiri, sesuai kebijakan lembaga rehabilitasi. Dalam proses rehabilitasi ini,

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika proses dan lamanya

rehabilitasi sesuai hasil asesmen yang dikeluarkan oleh Tim Asesmen Terpadu

beserta pihak lembaga rehabilitasi yang berwenang. Setelah itu, ada masanya

suatu percobaan kepada Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika dikembalikan kemasyarakat, artinya suatu percobaan untuk

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI

Page 23: BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN …repository.unair.ac.id/13772/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Teori-Teori Pemidanaan . ... kejahatan yang melakukan tindak pidana dijatuhi

34

bersosialisasi kembali ke masyarakat luar. Dan sampai akhirnya Pecandu

Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut dikatakan pulih dan

bisa kembali kekehidupan normal lagi25

.

Jadi, rehabilitasi disini, jika merujuk kepada tujuan dari hukum pidana itu

sendiri untuk melindungi masyarakat26

, yang mana disini yang dilindungi adalah

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika dengan cara

rehabilitasi yang merupakan suatu upaya, selain memberikan efek jera terhadap

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, dalam proses

rehabilitasi ini juga diberikan penyuluhan, pendidikan, dan sosialisasi kepada

pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika terhadap bahaya

Narkotika bagi kehidupan yang bahkan dapat menyebabkan kematian terhadap

yang menyalahgunakannya, serta pemulihan disini bertujuan agar Pecandu

Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika itu sendiri dapat kembali

kekehidupan normal seperti biasanya yang sehat dan terbebas dari Narkotika itu

sendiri. Yang mana, disini dalam penerapannya, depenalisasilah yang menjadi

suatu proses yang akan dibahas dalam rehabilitasi ini, karena merupakan suatu

rehabilitasi yang bersifat penal dan voluntair, artinya Pecandu Narkotika dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika secara sukarela memohonkan agar dapat

direhabilitasi sehingga dapat pulih dan mengerti akan bahaya Narkotika yang

nantinya tidak menjadi Pecandu Narkotika lagi.

25

Wawancara dengan dr. Amrita, salah satu dokter di Deputi Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional, di Jakarta, Tgl 18 Agustus 2014

26

Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, 1994, h. 23-24

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi IMPLEMENTASI PELAKSANAAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MUHAMMAD MANFALUTHFI RIYADI