BAB II PEMIKIRAN NASIONALISME ARAB MUAMMAR QADHAFI A ... · menyerbu Mesir. Masa-masa ini kesadaran...

53
21 BAB II PEMIKIRAN NASIONALISME ARAB MUAMMAR QADHAFI A. Sejarah Nasionalisme Arab Menurut Sati‟ al-Husri dalam beberapa karyanya mengenai nasionalisme Arab, dasar dari persatuan politik bangsa Arab adalah karena bangsa Arab terbentuk dari aspirasi rakyat Arab. Ia juga menjelaskan bahwa bangsa Arab merupakan bangsa yang memiliki satu hati dan satu jiwa 1 . Adapun secara definitif, nasionalisme Arab tidak hanya berkaitan dengan politik, melainkan juga sosial budaya masyarakatnya. Seperti yang disebutkan oleh Lucian W dan Sidney Verba bahwasanya keyakinan, adat, pengaruh sosial, dan karakter yang mendasari suatu budaya sosial harus mampu mempengaruhi proses politik suatu lembaga 2 . Nasionalisme Arab sebagai slogan kebangkitan bangsa Arab merupakan sebuah proses sosio-politik yang di dalamnya terintegrasi nilai kebudayaan dan politik bangsa Arab, termasuk karakter pemilik pemikiran tersebut. Begitu juga dengan pemikiran nasionalisme Arab yang dikumandangkan oleh mantan Presiden Libya, Muammar Qadhafi. Pemikiran tersebut di dalamnya memuat dialog antara nilai-nilai budaya dan politik yang ia miliki. Penjelasan mengenai pemikiran nasionalisme Arab Qadhafi tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 1 Abu Khaldun Sati‟ al-Husri, 1964, Ma Hiya al-Qawmiya?: Abhath wa Dirasat „ala Dhaw‟i al- Ahdath wa al-Nadhariyat dalam Adeed Dawisha, op. cit, halaman 2. 2 Pye Lucian W dan Sidney Verba, 1965, Political Culture and Political Development dalam Michael C Hudson, 1977, Arab Politics: The Search for Legitimacy, United States of America: Yale University Press, halaman 33.

Transcript of BAB II PEMIKIRAN NASIONALISME ARAB MUAMMAR QADHAFI A ... · menyerbu Mesir. Masa-masa ini kesadaran...

21

BAB II

PEMIKIRAN NASIONALISME ARAB

MUAMMAR QADHAFI

A. Sejarah Nasionalisme Arab

Menurut Sati‟ al-Husri dalam beberapa karyanya mengenai nasionalisme

Arab, dasar dari persatuan politik bangsa Arab adalah karena bangsa Arab

terbentuk dari aspirasi rakyat Arab. Ia juga menjelaskan bahwa bangsa Arab

merupakan bangsa yang memiliki satu hati dan satu jiwa1. Adapun secara

definitif, nasionalisme Arab tidak hanya berkaitan dengan politik, melainkan juga

sosial budaya masyarakatnya. Seperti yang disebutkan oleh Lucian W dan Sidney

Verba bahwasanya keyakinan, adat, pengaruh sosial, dan karakter yang mendasari

suatu budaya sosial harus mampu mempengaruhi proses politik suatu lembaga2.

Nasionalisme Arab sebagai slogan kebangkitan bangsa Arab merupakan

sebuah proses sosio-politik yang di dalamnya terintegrasi nilai kebudayaan dan

politik bangsa Arab, termasuk karakter pemilik pemikiran tersebut. Begitu juga

dengan pemikiran nasionalisme Arab yang dikumandangkan oleh mantan

Presiden Libya, Muammar Qadhafi. Pemikiran tersebut di dalamnya memuat

dialog antara nilai-nilai budaya dan politik yang ia miliki. Penjelasan mengenai

pemikiran nasionalisme Arab Qadhafi tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

1 Abu Khaldun Sati‟ al-Husri, 1964, Ma Hiya al-Qawmiya?: Abhath wa Dirasat „ala Dhaw‟i al-

Ahdath wa al-Nadhariyat dalam Adeed Dawisha, op. cit, halaman 2. 2 Pye Lucian W dan Sidney Verba, 1965, Political Culture and Political Development dalam

Michael C Hudson, 1977, Arab Politics: The Search for Legitimacy, United States of America:

Yale University Press, halaman 33.

22

1. Pengertian Nasionalisme Arab

Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nasionalisme

dijelaskan sebagai (1) paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat

kenasionalan, (2) kesadaran anggota dalam suatu bangsa yang secara potensial

bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas,

integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan3. Bangsa

yang dimaksud di atas, disesuaikan dengan konteks permasalahan yaitu bangsa

Arab meskipun penyebutan “Arab” hingga kini masih menjadi polemik di antara

para ahli.

Renan menjelaskan bangsa adalah sekumpulan individu atau kelompok

yang tinggal di suatu tempat dan hidup bersama sebagai suatu komunitas4.

Pandangan Anderson mengenai bangsa merupakan yang paling sering digunakan.

Ia menyebut bangsa dengan „imagined coommunities‟ atau secara harfiah

diartikan dengan „komunitas imajiner‟. Mengapa disebut masyarakat imajiner

karena setiap anggota masyarakat tidak akan kenal keseluruhan anggota mereka,

tetapi mereka memiliki hubungan yang erat5. Penjelasan lebih rinci dipaparkan

oleh Lewis, bahwa bangsa merupakan sekelompok orang yang disatukan oleh

bahasa dan berakar dari keturunan yang sama karena mereka percaya memiliki

sejarah dan takdir bersama6.

Jika dianalisa, apa yang dimaksud bangsa oleh para ahli di atas dibangun

oleh beberapa instrumen, yaitu berupa sekelompok orang, menempati suatu

3 Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa,

halaman 997. 4 Michael C Hudson, op.cit, halaman 34, dikutip dari Verba Sidney, 1965, “Conclusion:

Comparative Political Culture”. 5 Ibid, halaman 5 sebagaimana dikutip dari Benedict Anderson, Imagined Communities:

Reflections on the Origins and Spread of Nationalism. 6 Ibid, halaman 6.

23

wilayah, memiliki beberapa kesamaan dalam bahasa maupun budaya, dan juga

mereka memiliki hubungan erat satu sama lain. Instrumen tersebut merupakan

wujud sebuah identitas. Identitas ini yang kemudian menjadi indikator simbolik

sebuah nasionalisme. Persepsi para ahli terbagi menjadi dua, apakah nasionalisme

dibangun oleh faktor politik atau budaya. Anderson menyebut nasionalisme

didasari oleh jenis kebudayaan tertentu7. Pernyataan tersebut didukung oleh

Gershoni dan Jankowski yang mengatakan bahwa nasionalisme dibentuk oleh

adat tanpa ada kepentingan lainnya8.

Akan tetapi, Smith bertolak belakang dengan Anderson dan menyebut

nasionalisme merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh politik9.

Adrian Hastings juga berpendapat demikian. Ia menyebutkan alasan budaya

dalam nasionalisme akan membentuk sekumpulan manusia menjadi kelompok

etnis, tetapi untuk berkembang menjadi sebuah negara, kelompok etnis tersebut

harus memiliki keinginan politik untuk mencapai tujuan bersama10

.

Konsep nasionalisme secara singkat, terlepas dari pertentangan yang ada

merupakan bentuk kesatuan budaya yang ditambahkan pengakuan politik.

Nasionalisme di Timur Tengah sering digambarkan dengan “Arab Nationalism”,

“Arabism”, dan “Pan-Arabism”. Ketiganya memiliki makna dan bentuk yang

sama yaitu nasionalisme Arab. Tujuan utamanya adalah untuk persatuan Arab.

Muhammad Noer mendefinisikan nasionalisme Arab ke dalam dua bentuk,

yaitu Qawmiya (dalam arti luas) dan Wathaniya (dalam arti sempit). Definisi

secara Qawmiya, nasionalisme Arab bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh

7 Adeed Dawisha, loc, cit.

8 Ibid.

9 Adeed Dawisha, loc. cit.

10 Ibid, dikutip dari Adrian Hastings, The Construction of Nationhood: Ethnicity, Religion, and

Nationalism, halaman 7.

24

kekuasaan yang ada di dunia Arab (ekonomi, militer, politik, dsb) untuk menjadi

suatu kekuatan politik dan juga menginginkan agar kepentingan nasional masing-

masing negara Arab dilebur untuk mencapai kepentingan Arab secara luas. Salah

satu usaha nyata tahap ini adalah terbentuknya Liga Arab11

. Adapun secara

Wathaniya, nasionalisme Arab bertujuan untuk mengutamakan kepentingan

nasional masing-masing negara Arab12

.

Istilah terkait Pan-Arab atau nasionalisme Arab sendiri jarang muncul

dalam teks-teks Arab. Istilah populer yang setara dengan terminologi

nasionalisme Arab tersebut yaitu: al-qawmiya al-„Arabiya (Arab nationalism), al-

„Uruba (Arabism), al-Wahda al-„Arabiya (Arab unity), al-Ittihad al-„Arabi (Arab

union), al-Iqlimiya (regionalism), dan al-Wataniya (state patriotism). Sebutan-

sebutan tersebut merupakan yang paling sering muncul dalam pidato para

pemimpin Arab, radio, editorial surat kabar, buku politik, dan pamflet13

.

Menurut Dawisha, definisi nasionalisme Arab merupakan bentuk

solidaritas kemanusiaan yang mengikat bangsa Arab sebagai usaha mereka

membentuk suatu kebudayaan utuh serta keinginan kuat untuk memisahkan

politik dan kekuasaan. Mereka memiliki ikatan emosional yang mengikat orang

Arab karena memiliki bahasa, agama, dan sejarah yang sama14

. Pengertian

11

Liga Arab (Arab League/ Jamiah al-Duwal al-Arabiyah yang kini beranggotakan 21 negara

adalah organisasi yang sejak semula didasarkan atas perpecahan negara-negara Arab. Pasal

pertama Piagam Liga Arab yang menjadi dasar konstitusional pendiriannya secara tegas

menyatakan “penghormatan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan masing-masing negara”.

Artinya, mereka menerima realitas Arab yang sudah terpecah dalam berbagai nasionalisme sempit

(wathaniya) dan meolak persatuan Arab dalam arti sesungguhnya (al-Qawmiyah al-Arabiyah).

Ibnu Burdah, 2008, Konflik Timur Tengah: Aktor, Isu, dan Dimensi Politik, Yogyakarta: Tiara

Wacana, halaman 36. 12

Jurnal ini ditulis oleh A. A. Padi, 1996, dalam buku Nasionalisme di Berbagai Negara,

Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma halaman 112-113. 13

Adeed Dawisha, op. cit, halaman 11. 14

Ibid, halaman 13.

25

mengenai nasionalisme Arab oleh para ahli di atas adalah asas dasar penulis

dalam menganalisis pemikiran yang dicanangkan oleh Qadhafi.

2. Sejarah Nasionalisme Arab

Sebelum memasuki zaman modern, nasionalisme sebenarnya sudah

tumbuh subur di tanah Arab. Indikasi ini mengacu pada besarnya peradaban

Islam. Sebab, gerakan Islam untuk pertama kalinya dapat mempersatukan bangsa

Arab sehingga nasionalisme Arab berhutang budi kepada Islam15

. Selama Islam

terbatas pada jazirah Arab, istilah persatuan Arab dan persatuan Islam menjadi

sama artinya. Setelah itu, Islam memasuki masa-masa sulit ketika

perkembangannya mengalami stagnasi di pelbagai bidang kehidupan.

Tahun 1798 dianggap sebagai permulaan zaman baru semenjak Napoleon

menyerbu Mesir. Masa-masa ini kesadaran nasional Arab tidak langsung tumbuh

dan berkembang, melainkan melalui sebuah proses pembaratan (westernization).

Proses pembaratan tersebut membawa dunia Arab seolah berpola Barat dan

menimbulkan serentetan dan gagasan yang membangkitkan jiwa nasionalisme

bangsa Arab secara modern16

.

Salah satu dampak positif dari penyerbuan itu adalah dimulainya

pencetakan buku-buku yang memberikan dorongan kepada timbulnya perhatian

terhadap karya-karya klasik dan kebudayaan Arab. Selain itu, bangsa Arab mulai

mengenal gagasan-gagasan Eropa mengenai paham kebangsaan, di samping

perasaan tak senang terhadap kekuasaan Turki. Sebelum Prancis menduduki

Mesir, bangsa Arab berada di bawah kekuasaan Ottoman yang berkuasa kurang

15

Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 18. 16

Ibid, halaman 31.

26

lebih lima abad. Tahun-tahun ini bangsa Arab mengalami kemunduran dan

kebekuan hingga hilangnya kekuasaan.

Sebagian rakyat Arab memandang Imperium Ottoman merupakan

pengganti dari khalifah masa lampau, Ummayah, dan Abbasiyah. Konsep ini yang

kemudian diteruskan oleh Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) dengan

membentuk Pan-Islam dan mendapatkan perhatian besar bangsa Arab. Tujuan

gerakan Pan-Islam Afghani ialah persatuan dan kebangkitan kembali semua

rakyat-rakyat Islam di bawah seorang khalifah tertinggi untuk mengenyahkan

agresi Eropa, khususnya yang terjadi di Mesir tahun 1881 ketika Inggris mulai

menduduki Mesir17

. Kesetiakawanan atas dasar agama masih menjadi gerakan

utama untuk melawan agresi Eropa pada masa ini.

Bersama Muhammad „Abdu (1849-1905), keduanya berjuang untuk

memperbaharui masyarakat Muslim yang mengalami kebekuan, dan memberikan

edukasi agar masyarakat Muslim bisa beradaptasi terhadap dunia modern18

.

Perjuangan dua nasionalis Arab ini diteruskan lagi oleh Rashid Rida

(1865-1935), dengan menentang paham nasionalisme yang dibawa oleh Barat

karena dianggapnya merusak solidaritas umat Islam. Ia melakukan reformasi

Islam dalam bidang pendidikan yang mengedepankan moral, tata krama, spirit

persatuan, dan menjauhkan dari nasionalisme dan politik rasial. Menurutnya,

nasionalisme harus membawa tujuan luas terhadap solidaritas Islam global19

.

Reformasi Islam yang berkembang diperbaharui lagi oleh „Abd al-Rahman

al-Kawakibi (1849-1903), murid dari Afghani yang berasal dari Syria. Ia

mendefinisikan ulang konsep gerakan bangsa Arab dan gerakan umum Pan-Islam

17

Ibid, halaman 39. 18

Adeed Dawisha, op. cit, halaman 19. 19

Ibid, halaman 22-23.

27

untuk memisahkan apa yang dilakukan bangsa Arab dalam memajukan Islam dan

kelebihan bangsa Arab dalam agama Islam. Kawakibi juga menyerukan

perpindahan kekhalifan kepada orang Arab dari suku Quraisy karena

pemerintahan Ottoman dianggap gagal dalam mengenyahkan Eropa dari daerah-

daerah Arab20

.

Memasuki periode tahun 1920, kredo nasionalisme Arab merupakan

bahasan utama para nasionalis Arab di tiga negara, yaitu Iraq, Syria, dan Mesir.

Akan tetapi, terminologi yang setara dengan tumbuhnya paham kebangsaan di

ketiga negara tadi yaitu al-Wataniya (state patriotism) bukan al-qawmiya al-

„Arabiya (Arab nationalism) ataupun al-„Uruba (Arabism). Nasionalisme Arab di

Iraq menjadi pembahasan para Nasionalis Arab dan tokoh intelektual mereka Sati‟

al-Husri. Mereka berencana menjadikan Iraq sebagai pusat nasionalisme Arab dan

memfokuskan diri dalam bidang pendidikan. Sekolah-sekolah didirikan dengan

doktrin persatuan bangsa Arab dan Arabisme Iraq. Ideologi nasionalisme Arab

tidak hanya berhenti pada elite politik, tetapi juga mayoritas penduduk yang

beraliran Sunni21

.

Ide persatuan Arab juga muncul di Mesir pada periode yang sama, tetapi

kelahiran ide tersebut untuk melawan kekuatan penuh orang-orang Mesir dan

identitas Islam. Salah satu intelektual muslim yang tidak setuju dengan ide ini

adalah Hassan al-Banna. Ia menegaskan persatuan Arab harus membentuk

persatuan Islam dan bertentangan dengan kosep nasionalisme Arab yang dianggap

sekuler22

.

20

Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 41-42. 21

Adeed Dawisha, op. cit, halaman 76-78. 22

Ibid, halaman 82.

28

Tahun 1920 hingga 1930 awal menunjukkan langkah yang mengesankan

dari perkembangan kredo nasionalisme Arab. Sayangnya, ide persatuan Arab ini

melambat jauh oleh kemunculan dominasi nasionalime lain, seperti: kesukuan,

sektarian, regionalisme atau paham kedaerahan, dan nasionalisme bangsa atau

wathaniya.

Nasionalisme Arab kembali menghangat di kalangan para nasionalis ketika

isu imigrasi bangsa Yahudi ke Palestina berkembang di kalangan masyarakat

Arab. Akibatnya, pecahlah demonstrasi hingga munculnya gerakan revolusi

menentang kehadiran bangsa Yahudi di tanah Palestina tersebut. Revolusi tahun

1936-1939 dianggap sebagai pemberontakan terbesar dalam tiga tahun karena

melibatkan kurang lebih 3000 masyarakat Arab, 2000 masyarakat Yahudi, dan

600 masyarakat Inggris. Konflik ini membawa kesadaran solidaritas bangsa Arab

dan Muslim, meskipun pada akhirnya bangsa Arab mengalami kekalahan

memalukan dengan kelahiran Israel. Setelah tahun-tahun berikutnya, Israel

sebagai bangsa Yahudi tersebut menjadi musuh besar negara-negara Arab.

Hilangnya Palestina dari tanah Arab, di sisi lain membuka kedok

kebangkrutan rezim-rezim negara Arab. Liga Arab yang saat itu sudah terbentuk

pun menjadi sasaran berbagai kritik dan kecaman. Kebutuhan yang dirasakan

bergeser hanya untuk mengingatkan bangsa Arab akan kenyataan sederhana

bahwa pemerintah-pemerintah dan bukan Liga yang menguburkan tanggung

jawab utama bagi kegagalan di Palestina23

.

Kelahiran gerakan baru di Mesir dipelopori oleh sosok pemimpin muda

kharismatik, Kolonel Jamal Abdul Naseer. Dia melakukan kudeta terhadap rezim

23

Walid Kazziha, loc. cit.

29

monarki Mesir yang dipenuhi korupsi. Setelah menjadi presiden, kemudian

Naseer mengangkat isu nasionalisme Arab sebagai ideologi yang dominan di

Mesir dan kawasan Timur Tengah.

Gerakan solidaritas bangsa Arab di Syria dan Iraq dipelopori oleh Partai

Ba‟ats (Partai Kebangkitan). Pendirinya adalah Michel Afflaq, seorang politikus

yang beragama Kristen. Oleh sebab itu, partai Ba‟ats dianggap sekuler oleh para

nasionalis. Akan tetapi, hal ini sebenarnya dapat terbantahkan oleh prinsip dasar

yang Afflaq letakkan ke dalam partai. Ia mengambil sumber dari legitimasi dunia

Arab, yaitu: kekeluargaan, keagamaan, sejarah, nasionalisme, dan modernisme24

.

Partai Ba‟ats memiliki tujuan ujuan untuk menegakkan sosialisme Islam

karena menurut Afflaq budaya bangsa Arab itu adalah Islam, apa pun agama

mereka. Partai Ba‟ats dalam perkembangannya menggabungkan diri dengan

Partai Sosialis pimpinan Akran Hourani dan berubah nama menjadi Partai

Sosisalis Arab Baas yang kini berkuasa di Syria dan Iraq.

Puncak dari nasionalisme Arab modern terjadi pada 1 Februari 1958. Hal

ini ditandai dengan terbentuknya United Arab Republic (UAR) gabungan dari

negara Mesir dan Syria. Awalnya calon Perdana Menteri Syria, Khalid al-„Azm

meminta kepada presiden Naseer untuk mempersatukan kedua lembaga dalam

bidang pertahanan, ekonomi, dan urusan luar negeri. Akan tetapi, Naseer

berpandangan persatuan bangsa Arab akan mendapat tentangan keras dari Inggris,

Amerika, dan Uni Soviet25

. Ide persatuan bangsa Arab ini kemudian mengalami

penolakan keras oleh negara-negara monarki seperti Arab Saudi, Jordania,

Libanon, dan Iraq yang notabene sangat dekat dengan Barat (Amerika).

24

Michael C Hudson, op.cit, 262. 25

Adeed Dawisha, op.cit, halaman 186-187.

30

Ketika Syria mengalami krisis dan kelumpuhan politik pada tahun 1957,

Naseer berusaha membantu dengan mengirim kontingen militer dan ini

mencitrakan Naseer sebagai sosok yang teguh melindungi nasionalisme Arab. Ia

kemudian meleburkan institusi politik dan sosial Syria dan Mesir. Hal ini berarti

seluruh partai politik harus bersatu termasuk di dalamnya Partai Ba‟ats dan

tentara Syria harus menarik diri dari dunia politik, dua ekonomi harus disatukan,

kontrol kekuasaan dan reformasi agrikultural diperluas hingga Syria. Setelah

Revolusi, pemimpin baru Iraq, „Abd al-Karim Qasim dan Kolonel „Abd al-Salam

„Aref mendeklarasikan diri menjadi bagian dari UAR. Persatuan ketiga negara

tersebut akan menjadi pemicu gelombang besar nasionalisme Arab.

Tidak sampai satu dekade gelombang nasionalisme Arab mulai

menampakkan kemunduran. Awalnya ditandai dengan konflik yang ada di tubuh

Iraq dan Syria dalam mendukung Naseer. Sebaliknya, Naseer juga dihinggapi

mosi tidak percaya dengan kabinet yang diisi oleh orang-orang Iraq maupun Syria

dalam kabinet UAR. Dampaknya begitu signifikan, serangan udara Israel dalam

Perang Enam Hari Juni 1967 secara cepat berhasil menghancurkan kekuatan

Mesir, Syria, dan Jordania. Tahun-tahun kelam berikutnya ditandai dengan

kematian Naseer dan kelahiran nilai-nilai Arabisme yang baru. Salah satu nilai-

nilai nasionalisme Arab yang baru itu dibawa oleh Muammar Qadhafi.

3. Faktor-faktor Nasionalisme Arab

Rumusan unsur-unsur pokok nasionalisme Arab, oleh para penulis dan

nasionalis Arab diambil dari dua sumber utama. Pertama, warisan masa lampau

dan kedua adalah pengaruh kebudayaan Barat. Bentuk warisan masa lampau dari

bangsa Arab berupa kesamaan bahasa, tradisi, serta pengalaman kesejarahan.

31

Adapun pengaruh kebudayaan Barat secara sadar atau tidak, merasuk melalui

rumusan gagasan-gagasan para nasionalis Arab yang berpendidikan dan

berpandangan secara Barat26

.

Sati‟ al-Husri menyebut faktor utama yang mendapatkan persetujuan

secara umum mengenai nasionalisme Arab ialah bahasa27

. Ia menegaskan bahasa

sebagai “jiwa dan hati bangsa”, sedangkan sejarah merupakan “ingatan dan

perasaan”. Konsekuensinya, orang-orang yang menggunakan bahasa yang sama

harus memiliki hati dan jiwa yang sama pula dan mereka juga harus membentuk

satu bangsa dan satu negara28

. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai alat

komunikasi atau alat penyampaian gagasan dan perasaan belaka: bahasa

merupakan pengejawantahan seluruh kultur dan serangkaian ikatan dalam ruang

dan waktu29

.

Catatan perjalanan yang ditulis Agustinus Wibowo menjabarkan secara

rinci bagaimana bahasa dan budaya menggambarkan identitas sebuah bangsa30

.

Bahasa yang merupakan alat komunikasi antarmanusia adalah senjata paling

ampuh untuk mempersatukan atau memecah belah sebuah bangsa. Komunitas

imajinasi dapat diciptakan dengan bahasa, ketika setiap warga bangsa

26

Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 61. 27

Ibid, halaman 63. 28

Halim Barakat, op.cit, halaman 46. 29

Ibid. 30

Agustinus Wibowo adalah seorang penulis dan fotografer perjalanan Indonesia. Pada tahun

2005, ia memulai petualangan perjalanan darat keliling Asia, berangkat dari China melintasi

negara-negara Asia Selatan dan Asia Tengah, hingga menetap sebagai jurnalis foto di Afghanistan

selama tiga tahun. Diunduh dari http://agustinuswibowo.com/profile/ pada 1 Februari 2016, pukul

23:15 WIB.

32

dipersatukan dengan warga bangsa lainnya yang berbeda kultur dan etnik, dan

bahkan sama sekali tidak pernah mereka temui, kenal, atau bayangkan31

.

Walid Kazziha juga mengatakan bahwa bahasa adalah faktor penting

karena bahasa merupakan media (alat) yang digunakan rakyat untuk menyatakan

pikiran dan perasaan. Pertumbuhan bahasa tak dipisahkan dari kemakmuran dan

pertumbuhan mereka yang mempergunakannya32

. Maka dari itu, wajar adanya

bahasa Arab memiliki persebaran yang luas karena kegemilangan bangsa Arab

pada masa lampau.

Apa yang terjadi pada masa lampau merupakan faktor penting kedua

setelah bahasa. Husri menggambarkannya sebagai ingatan hidup sebuah bangsa.

Kesatuan sejarah Arab ini menimbulkan simpati dan kecenderungan yang

seragam; hal ini membuat mereka bersama-sama bangga akan kegemilangan masa

lampau dan oleh karena itu menciptakan persamaan aspirasi bagi masa depan33

.

Zurayq mengatakan bahwa kesadaran nasional yang mendapatkan

inspirasi dari masa lampau menyaratkan agar bangsa Arab merasakan semangat

sejarah dan memahami unsur-unsur dalam pembuatan sejarah itu. Menurutnya,

memahami faktor-faktor asasi yang menyebabkan kebesaran masa lampau

maupun kemacetan merupakan hal yang sangat penting. Ia juga menjelaskan

bahwa banyaknya bangsa yang telah runtuh pada hakikatnya disebabkan oleh

keterpecah-belahan mereka sebelum datangnya serangan dari luar34

.

31

Agustinus Wibowo, 2010, Selimut Debu, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, halaman 222. 32

Walid Kazziha, op.cit, halaman 64-66. 33

Ibid, halaman 70. 34

Ibid, halaman 71.

33

Kazziha menegaskan dari banyaknya pendapat para ahli bahwa tradisi-

tradisi dalam sejarah merupakan senjata bermata dua. Satu sisi dapat

membangkitkan rasa solidaritas dengan melukiskan kembali kegemilangan suatu

bangsa, tapi di sisi lain dapat memecah belah dengan menggambarkan peristiwa

keruntuhan dan kehancuran yang banyak terjadi dalam sejarah.

Faktor lain yang mempengaruhi nasionalisme Arab adalah persamaan

kepentingan. Alayali mengatakan kepentingan bersama hadir dalam bagian dunia

Arab yang luas. Pada masa Arab Islam, maka agama menjadi salah satu

kepentingan untuk menjaga bidang moral dan etika35

.

Bentuk persamaan kepentingan tersebut menurut Kazziha dapat berupa

hasrat akan keamanan, kemerdekaan, persamaan, persaudaraan, sebagaimana

dirumuskan oleh bangsa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, kepentingan nasional

akan ditunjang oleh apa saja yang berguna untuk mencapai tujuan tersebut.

Apabila tujuan itu berupa peperangan atau ideologi, maka ini merupakan

kepentingan nasional. Maksud kepentingan nasional di atas berrarti diakui oleh

sebagian besar rakyat36

.

Persamaan kepentingan salah satunya dalam bidang ekonomi, tetapi

ditentang oleh Sati‟ al-Husri. Ia mengasumsikan persatuan nasional harus

didasarkan atas kemiripan bukan hubungan saling bergantung atau

komplementaritas tenaga kerja. Pengklasifikasian berbagai negara menjadi

agraris, industri, perdagangan, dan pariwisata akan memisahkan negara-negara

35

Walid Kazziha, op.cit, halaman 76. 36

Ibid, halaman 78.

34

tersebut37

. Husri menentang pemikiran-pemikiran yang hendak menjadikan

kepentingan ekonomi sebagai elemen dasar pembentukan nasionalisme.

Akan tetapi, di sisi lain Samir Amin menegaskan makna historis relasi

merkantil perdagangan jarak jauh dalam pembentukan negara Arab. Para

pedagang ini kemudian membentuk kesatuan ekonomi dan politik, bahkan ia

menyebut kemunduran sektor perdagangan menyebabkan dunia Arab kehilangan

kesatuannya yang dulu38

. Para analis kebudayaan dan ekonomi sepakat bahwa

kondisi perekonomian bangsa-bangsa Arab menyebabkan terjadinya fragmentasi

sosial dan politik sehingga terjadi disparitas antara negara Arab kaya dan miskin.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi nasionalisme Arab adalah jenis

bangsa. Tidak semua para ahli berpendapat kesamaan jenis bangsa merupakan

faktor nasionalisme. Menurut Alayili, kesamaan bangsa Arab terletak pada unsur

yang terkandung dalam kepribadian bangsa, ciri-ciri, adat kebiasaan, cara

berpikir, dan bahasanya. Semua hal itu mencerminkan kesamaan jenis bangsa

Arab39

.

Faktor lainnya yaitu agama. Tak dipungkiri agama Islam merupakan fakta

terbesar dalam perkembangan sejarah nasional Arab. Zurayq dalam pendapatnya

menyebutkan bahwa nasionalisme sejati tidak bertentangan dengan agama karena

pada hakikatnya nasionalisme adalah gerakan rohani yang bertujuan

membangkitkan kembali tenaga-tenaga rohani suatu bangsa dan penjelmaan dari

kemampuan-kemampuan mental dan rohaninya. Nasionalisme sebagai suatu

gerakan rohani, harus sejalan dengan agama dan mengambil kekuatan untuk hidup

37

Lihat pendapat Sati‟ al-Husri dalam Halim Barakat, op. cit, halaman 60. 38

Ibid. 39

Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit, halaman 81.

35

dari hal tersebut. Menurut Zurayq nasionalisme dalam arti yang sebenarnya

adalah tak melawan dan tak bertentangan dengan agama manapun, melainkan

menerima semua40

.

Pertumbuhan kredo nasionalisme Arab hingga terbentuknya sebuah wadah

organisasi Liga Arab merupakan manfiestasi dari faktor-faktor kebangsaan yang

telah dijelaskan di atas. Bermula dari bahasa, tradisi dan sejarah, kepentingan atau

tujuan, hingga faktor terkecil seperti jenis bangsa, agama, serta letak geografis,

memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah paham kebangsaan Arab. Paham ini

ditujukan agar terbentuk pertalian yang erat antara negara dan bangsa.

B. Biografi Qadhafi

1. Karakter Masyarakat Badui

Beberapa teori yang dikemukakan para ahli mengungkapkan bahwa

kepribadian seseorang merupakan representasi dari kondisi sosio-kultur

lingkungannya. Teori ini dijelaskan oleh Allport dengan mengecualikan beberapa

sifat kepribadian yang dibatasi sebagai cara bereaksi yang khas dari seorang

individu terhadap perangsang sosial dan kualitas penyesuaian diri yang

dilakukannya terhadap segi sosial dari lingkungannya41

. Artinya, pemikiran yang

berkembang menjelaskan kualitas individu tersebut terhadap kondisi sekitarnya.

Hal ini juga yang tergambar pada Muammar al-Qadhafi.

Qadhafi lahir pada 7 Juni 1942 di daerah Surt, Tripolitania, tepatnya di

tengah tenda pengembaraan keluarganya. Ia berasal dari keluarga suku Badui

40

Ibid, halaman 83. 41

Jalalluddin, 2005, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, halaman 174.

36

yang miskin dan hidup dengan cara nomaden di gurun pasir Sirte. Selayaknya

suku-suku yang hidup secara nomaden, suku Badui juga berpindah dari satu gurun

ke gurun gurun lain untuk menggembalakan hewan ternak mereka42

.

Suku badui mempunyai tradisi berpindah-pindah dan tidak pernah

memiliki tempat tinggal permanen. Kesehariannya mereka selalu membawa

senjata dan mengawasi ke seluruh pelosok penjuru jalan karena mereka merasa

bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tidak memercayakan hal itu pada

orang lain. Keteguhan jiwa dan keberanian telah mendarah daging menjadi sifat

dan tabiat mereka. Suku badui mempergunakan keteguhan jiwa dan keberanian itu

apabila mendengar panggilan atau harus lari oleh teriakan.43

Karakter anggota suku ini tebentuk oleh padang pasir, alam kebersahajaan

yang lahir dari kehidupan yang tidak menentu; oleh keramahan yang

mengharuskan mereka untuk selalu berbagi kesenangan dan kebahagiaan; dan

oleh jiwa perang untuk memndapatkan harta rampasan sebagai implikasi dari

kehidupan yang dipenuhi oleh rasa lapar dan haus. Padang pasir juga telah

membentuk karakter yang keras, bebas, dan tidak kenal kompromi, baik di

kalangan laki-laki maupun perempuan44

.

Sejarawan dan sosiolog Arab, Ibnu Khaldun mengklasifikasikan

masyarakat Arab ke dalam kerangka badu-hadar (badui-menetap). Khaldun

mengkarakterisasikan relasi badu-hadar sebagi relasi konfrontatif yang

disebabkan oleh konflik kepentingan intrinsik mereka. Dua kelompok masyarakat

42

Agung D H, 2011, Khadafi: Anjing Gila dari Sahara, Yogyakarta: Penerbit Narasi, halaman 8. 43

Lihat pendapat Ibnu Khaldun dalam Endang Mintarja, op.cit, halaman 106. 44

Ibid, hlm 107.

37

ini memberi pengaruh besar terhadap upaya-upaya integrasi dalam bidang sosial-

politik di dunia Arab45

.

Gaya hidup suku badui yang nomaden dapat dicermati melalui pola

organisasi sosialnya. Secara deskriptif pola hidup yang khas mereka lakukan

adalah hasil dari proses adaptasi panjang tehadap lingkungan keras mereka di

gurun.

Namun demikian, kehidupan keras di lingkungan tak ramah inilah yang

mengharuskan organisasi kesukuan diatur berdasarkan norma-norma solidaritas,

kesetaraan, dan keperwiraan. Analisis semacam ini diterangkan oleh Ibnu

Khaldun ketika mendefinisikan orang-orang badui dalam bentuk kelompok yang

bekerja sama dalam mengamankan kebutuhan hidup yang terbatas dengan cara

membangun pola kehidupan padang rumput yang sederhana, berperang, dan

peladangan berpindah46

.

Suku badui paling nomaden adalah mereka yang bermata pencaharian

sebagai penggembala unta dan hidup jauh di pelosok gurun. Tipe suku badui lain

adalah mereka yang menggembala ternak dan domba: kelompok ini tidak terlalu

sering berpindah dan hidup tidak di pelosok gurun. Ada juga kelompok nomaden

yang mata pencahariannya adalah gabungan dari beternak dan berladang serta

kelompok lain yang cenderung menetap47

.

Salah satu pola paling khas dari organisasi sosial suku badui adalah

solidaritas yang berbasis hubungan darah dan ikatan simbolik. William Lancaster

45

Halim Barakat, op.cit, halaman 64. 46

Ibid, halaman 66-67. 47

Ibid.

38

menyebutnya sebagai dasar-dasar kesetaraan, otonomi, dan pengakuan pada

reputasi. Unit dasar dalam organisasi sosial badui dapat dilihat sebagai

serangkaian lingkaran konsentris yang meliputi (dilihat dari lingkaran terluar)

qabilla (suku), atau „asyira (klan), hamula, fakhdh, batn, atau far‟ (sub suku); dan

keluarga yang meliputi beit, ahl, atau „aila (keluarga besar), serta usra (keluarga

inti). Lingkaran selanjutnya diisi oleh sub suku yang berdasar pada garis

keturunan patrilinieal dengan jumlah lima generasi atau lebih48

.

Pola organisasi sosial suku badui di sisi lain dinilai berbeda dengan

struktur masyarakat Arab pada umumnya oleh Halim Barakat, karena jarang

terjadi perbandingan kelas di antara mereka. Perbedaan sosial ekonomi

terminimalisasi oleh ikatan darah dan ikatan simbiotik serta konsep kepemilikan

komunal meski para syekh, amir, dan keluarga tertentu memiliki kepopuleran dan

kesejahteraan.

Suku-suku badui memaksa suku-suku yang lebih lemah untuk membayar

khuwwa (uang perlindungan) merupakan hal umum dalam bidang perekonomian.

Salah satu ciri lain adalah jarang terjadi perkawinan antarsuku yang memiliki

perbedaan derajat kehormatan. Maka dari itu, watak suku ini dapat dikatakan tak

jauh dari hierarki status dan kekuasaan yang melekat dalam diri mereka.

Terdapat lima orientasi nilai yang melekat kepada orang-orang badui,

yaitu: solidaritas kesukuan, keperwiraan, keramahan, individualitas, dan

kebersahajaan. Nilai kesukuan atau („asyabiyah) terbentuk sebagai strategi

mereka bertahan hidup secara berkelompok di alam gurun yang keras.

48

Ibid, sebagaimana dikutip dari William Lancaster halaman 68.

39

Keperwiraan (furusiyya) mencerminkan keberanian suku ini dalam mewujudkan

semangat heroisme dan keberanian bekerja keras dalam situasi apa pun.

Keramahan (dhiafa, karam) suku badui tergambar salah satunya dari kesediaan

mereka memberikan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan

pertolongan. Individualitas mereka terintegrasi dalam sifatnya yang egaliter dan

cenderung mengekspresikan diri secara merdeka dan menepati janji yang mereka

ucapkan. Daya tahan mereka terhadap kehausan dan kelaparan dianggap sinonim

dengan sifat kebersahajaan49

.

Namun, masa depan gaya hidup badui di zaman modern ini menimbulkan

banyak polemik, apakah cara hidup mereka relevan untuk menghadapi tantangan

zaman. Banyaknya tekanan dan bujukan datang dari negara-negara modern dan

gerakan politik. Mereka menghimbau agar suku badui bersedia hidup menetap

dan meninggalkan gaya hidup primitif mereka.

Kamal Abu Jaber dalam studi mengenai gaya hidup badui menyimpulkan

bahwa betapapun gigihnya orang-orang badui mempertahankan gaya hidupnya,

cepat atau lambat budaya itu akan menghilang karena unta-unta tidak akan bisa

menyaingi pesawat terbang dan mobil Landrover50

.

Masyarakat Libya secara struktural terdiri dari ikatan-ikatan keluarga,

kelompok dan kesukuan. Struktur ini sebenarnya menyerupai dengan struktur

organisasi masyarakat badui. Ikatan sosial masyarakatnya didasarkan atas nilai-

nilai keagamaan dan adat. Nilai-nilai keagamaan dan masyarakat Libya secara

positif dapat menata pola hubungan sosial, pembinaan moral mayarakat, dan

49

Ibid, disarikan dari halaman 70-72. 50

Ibid.

40

terjadinya kerja sama antara mereka. Akan tetapi, pandangan kegamaan mereka

dapat dikatakan sangat konservatif dan sempit sehingga sulit bagi mereka

bertransformasi.

Tak jauh berbeda dengan beberapa negara khas gurun lain di Arab, Libya

juga dihuni oleh masyarakat pengembara dan kota. Pada kisaran tahun 1986,

bangsa nomaden dan seminomaden menguasai 1-6 persen dari total populasi

Libya dan lebih dari 85.000 orang tinggal di Tripoli51

. Qadhafi berasal dari salah

satu kabilah semi nomaden tersebut, yaitu suku kecil Qadhaafa bagian dari

keturunan bangsa barbar Arab.

Suku barbar merupakan cikal bakal kelahiran suku badui di negara Libya.

Suku ini dianggap sebagai suku bangsa Libya asli yang bertahan hidup dengan

cara nomaden. Mereka merupakan salah satu penghuni di negara yang sekitar 93

persen luas wilayahnya adalah gurun itu. Kepercayaan Islam suku barbar didapat

dari kemenangan Arab abad ke-752

. Namun demikian, pemerintah berusaha

menghapus ikatan suku ini dan memberikan kemenangan bagi suku pengembara

yang berkontribusi lebih dalam penghapusan suku barbar karena kebiasaan

mereka yang oleh para bangsawan dianggap rendah.

2. Masa Kecil Qadhafi

Sejak kecil Qadhafi banyak menghabiskan waktu untuk menyendiri. Dia

yang lahir dengan nama lengkap Muammar Abu Minyar al-Qadhafi menggembala

dan berkumpul bersama keluarganya di oase Hun. Perndidikan pertama ia tempuh

di Sekolah Dasar Koranic, tetapi karena kedua orang tuanya (Abu Minyar dan

51

Ibid, halaman 30. 52

Lillian Craig Harris, op.cit, halaman 27.

41

Aisha al-Qadhafi) mengalami kesulitan finansial ia dipindah ke sekolah dasar

muslim di daerah Sirte, sekitar 30 kilometer dari rumahnya. Qadhafi rela tidur di

mesjid pada malam hari dalam masa pendidikannya itu. Ia bahkan pulang dengan

berjalan kaki menuju rumah pada akhir pekan untuk berkumpul bersama

keluarga53

.

Bianco menggambarkan Qadhafi sebagai orang yang terlihat berbeda dari

anak-anak pada umumnya. Dia cenderung terlihat sebagai orang serius, agak

pendiam dengan roman muka yang keras; hanya menampilkan sedikit senyum

saja. Qadhafi juga jarang bermain dengan sepupu-sepupunya dan lebih asik

sendiri memikirkan satu atau berbagai hal54

.

Ayah Qadhafi yang buta huruf menginginkan anaknya mendapat

pendidikan khusus, mungkin karena ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Ia

memiliki dua saudara perempuan dan tumbuh di lingkungan keluarga yang pada

umumnya perempuan. Oleh karena itu, ayahnya sengaja mendatangkan guru

agama dari kota untuk mengajar membaca al-Qur‟an kepada Qadhafi yang baru

berumur tujuh tahun. Dia memanfaatkan kesempatan itu dengan memperlihatkan

minat yang tinggi dalam belajar. Qadhafi kecil sudah menunjukkan kecerdasannya

dengan menamatkan sekolah dasar selama empat tahun dari enam tahun

biasanya55

.

Qadhafi lahir pada masa kekuasaan Raja Idris. Libya pada masa ini belum

menyadari kekayaan negaranya dan masyarakatnya hidup dalam bayang-bayang

53

Ibid, halaman 45. 54

Lihat tulisan Mirella Bianco, Gadafi: Voice from the Desert dalam Endang Mintarja, op. cit,

halaman 107-108. 55

Ibid, halaman 108-109.

42

kemiskinan. Rezim Raja Idris yang berkuasa selama 17 tahun dihiasi oleh

instabilitas sosial, konflik kesukuan dan persaingan politik. Selain itu, Libya juga

masih dianggap sebagai lumbung harta bagi negara asing yang berkuasa atas

mereka.

Ketika Qadhafi berumur 14 tahun, ia dan keluarganya pindah ke Sabha,

sebuah kota di provinsi Fezzan. Tujuan perpindahan ini untuk memberikan

kesempatan kepada Qadhafi dalam melanjutkan sekolah menengah. Ia banyak

dikagumi oleh kawan-kawannya dalam masa sekolah, karena Qadhafi muda

merupakan sosok yang mahir berpidato dan pandai berbicara masalah politik. Dia

selalu menggunakan isu-isu aktual untuk menggerakkan sebuah demonstrasi

sehingga pada tahun ketiga di Sabha ia diusir dari sekolah karena dianggap orang

berbahaya dan menjadi agitator politik.

Ia sering mendengarkan cerita perjuangan bangsa Libya dalam berusaha

melawan kolonial Italia dari ayahnya. Cerita ini menggiring Qadhafi ke dalam

pemahaman bahwa sebab kesengsaraan rakyat Libya adalah akibat dari

penjajahan dan dominasi bangsa asing. Muammar muda sangat terkesan oleh

keberhasilan revolusi di Mesir tahun 1952 dan perjuangan bangsa Aljazair

melawan penjajahan Perancis. Lahirlah ide-ide politik dan perjuangannya yang

kemudian mengalami penajaman56

. Dia juga mengklaim bahwa telah

merencanakan penggulingan Raja Idris sejak sekolah dasar. Hal ini disebabkan

karena di bawah pemerintahan Raja Idris, masyarakat Libya tidak mendapatkan

keadilan dan terlalu lunak pada kekuatan asing.

56

Ibid.

43

Ketika bersekolah di Sabha, Qadhafi sempat membentuk sebuah kelompok

diskusi kecil sebagai tempat ia mengutarakan pemikiran politik terhadap teman-

temannya. Salah satu di antara mereka yang paling terkenal adalah Abd al-Salam

al-Jalloud, kawan setia yang menjadi orang kedua di bawah Qadhafi setelah masa

revolusi57

.

Tahun 1961 Qadhafi pindah ke Misrata untuk meneruskan jenjang

pendidikannya yang sempat terhenti dan menamatkan sekolah menengah setahun

setelahnya. Ia kemudian membentuk gerakan politik rakyat yang efektif menuju

revolusi. Gerakan tersebut terdiri dari para pekerja, pembantu rumah tangga,

akademisi, dan berbagai macam kelompok. Qadhafi mulai menampakkan jiwa

revolusioner pada masa ini. Dia berani menginisiasi gerakan revolusi dalam

menggusur rezim Raja Idris hingga membuatnya ditampar di depan publik oleh

gurunya. Insiden tersebut memberikan dampak keteguhan diri karena

menunjukkan tidak ada orang yang dapat ditekan dalam melawan keinginannya

untuk belajar apapun.

Setelah lulus sekolah menengah atas, Qadhafi sempat melanjutkan jenjang

pedidikannya dalam bidang sejarah di Universitas Libya. Akan tetapi, dia gagal

menamatkan pendidikannya dan dikeluarkan oleh universitas. Tahun 1963

Qadhafi masuk Akademi Militer di Benghazi. Akademi militer ini sangat

dipengaruhi dogma militer Mesir. Ketika awal berdirinya pemerintahan, Libya

banyak mendatangkan instruktur militer dari Mesir yang membuat pengaruh

Mesir pada diri Qadhafi sangat kuat58

. Ketika memasuki dunia militer, Qadhafi

57

Lillian Craig Harris, op.cit, halaman 46. 58

Agung D H, op.cit, halaman 13-14.

44

tidak sendirian dan mengajak rekan-rekan dekatnya yang terpelajar agar

memasuki dunia militer. Tujuannya adalah untuk membentuk sebuah kelompok

kecil dari sekelompok perwira yang memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam

melakukan revolusi menggulingkan Raja Idris.

Sebelum Qadhafi lulus Akademi Militer Libya pada tahun 1965, ia pernah

menerima pelatihan militer di Turki. Setelah lulus, ia sempat dikirim ke Inggris

untuk mendapatkan pelatihan komunikasi. Qadhafi yang telah menjabat sebagai

letnan belajar banyak teknik sinyal korps Inggris. Hal tersebut bermanfaat untuk

rencana kudeta yang telah disusun bersama para perwira lainnya.

Kudeta tersebut dimulai dari “Unionist Free Officer (UFO)”, sebuah

kelompok perwira yang dipimpin oleh Qadhafi untuk melawan monarki selama

hampir sepuluh tahun. Qadhafi muda saat itu baru berumur 27 tahun59

. Kredo

yang dibawa para anggota UFO ialah persatuan Arab dan pembebasan Libya dan

seluruh bangsa Arab, terutama penjajahan dan penindasan oleh negara asing.

3. Revolusi Al-Fâtih

Tahapan pertama Qadhafi melakukan revolusi adalah dengan membangun

pondasi kesadaran politik, disiplin, dan dedikasi kepada kawan-kawan yang

diperlukan untuk menyukseskan revolusi. Setidak-tidaknya, ada tiga kelompok

yang ingin menggulingkan pemerintahan, yaitu: anggota militer senior, pebisnis

dan orang profesional, dan bagian dari kerajaan termasuk di dalamnya anggota

konselor kerajaan60

. Kesuksesan Qadhafi dalam melakukan revolusi

59

Lillian Craig Harris, op.cit, halaman 13. 60

Ibid.

45

mengantarkannya sebagai orang yang dipercaya rakyat sebagai pemimpin muda

yang jujur. Revolusi ini disebut dengan Revolusi Al-Fâtih.

Qadhafi dalam Sijjil al-Qaumi membedakan antara revolusi dan kudeta

secara tegas (acoupd‟etat). Menurutnya, revolusi adalah sebuah usaha untuk

mereorganisasi sosial menuju rencana baru dan tujuan ideal, sedangkan kudeta

hanyalah sebuah aksi politik yang terjadi dari rezim satu ke rezim lainnya61

.

Sebuah revolusi bagi Qadhafi haruslah dikembalikan kepada

terminologinya, yaitu usaha memulai sejarah baru bagi suatu bangsa. Revolusi ini

merupakan yang terbesar sepanjang sejarah Libya, gabungan tradisi dan ide baru

melakukan reformasi. Selain itu, Revolusi Al-Fâtih juga dapat dikatakan sebagai

aksi nasional sekaligus internasional karena cita-cita yang diembannya tidak

hanya tentang kebebasan negara Libya, melainkan juga persatuan bangsa Arab.

Al-Fâtih secara etimologi berarti pemenang atau penakluk. Menurut

pandangan sang kolonel dan para pengikutnya, Revolusi Al-Fâtih diartikan juga

sebagai implementasi penaklukan terhadap keterbelakangan, kerendahdirian,

kelemahan, dan kemiskinan bangsa62

.

Revolusi ini pada awalnya akan dilangsungkan tanggal 12 Maret 1969.

Akan tetapi, rencana ini gagal karena penyanyi popular dari Mesir sedang

melakukan konser di Benghazi63

. Malam itu pejabat pemerintah sedang berada di

kerumunan penonton dan Qadhafi khawatir akan jatuhnya korban di kalangan

masyarakat sipil. Akhirnya rencana itu ditunda dan kembali gagal pada tanggal 24

61

Endang Mintarja, op.cit, halaman 114. 62

Ibid, halaman 115. 63

Lillian Craig Harris, loc. cit.

46

Maret karena Raja Idris dan keluarganya pindah ke Istana yang menjadi benteng

pertahanan mereka di Tubruq.

Revolusi Al-Fâtih dilaksanakan pada 1 September 1969. Revolusi ini

menandai sejarah baru negara dan bangsa Libya. Hanya dalam beberapa jam,

anggota UFO yang bekerja dalam kelompok kecil telah manguasai kunci instalasi

pemerintahan termasuk stasiun radio, bandara, dan pos polisi di kota utama

Tripoli, Benghazi, dan al-Bayda. Keberhasilan revolusi dibuktikan dengan

gulingnya kekuasaan tanpa pertumpahan darah. Pejuang-pejuang revolusioner

mendapat antusiasme yang menyebar di antara rakyat Libya karena jengah

terhadap kekuasaan monarki yang terlalu berkuasa dan maraknya praktek

korupsi64

.

Ketika revolusi berlangsung, Raja Idris tengah berada di Turki untuk

perawatan medis. Menghadapi situasi kemelut seperti itu kemudian dia melarikan

diri ke Yunani lalu ke Mesir setelah mendapat suaka politik. Ketika menjalani

masa pengasingan tersebut, ia diadili secara in absentia atas tuduhan korupsi dan

dinyatakan bersalah.

Pengaruh asing di tubuh Libya sangat kronis bagi Muammar Qadhafi,

apalagi dengan kehadiran tentara Amerika di pinggiran Tripoli, Wheel Air Bus,

sebagai base camp terbesar di luar Amerika dan pasukan Inggris yang sebagian

besar ditempatkan di daerah Tubruq sebelum revolusi.

Sosok Qadhafi yang religius tampak dalam perilakunya ketika melakukan

revolusi. Menjelang pukul 24.00, Mustafa al-Khairubi menyebut mereka berdua

64

Ibid, halaman 14.

47

mengambil air wudhu kemudian shalat dua rakaat. Qadhafi berkomentar bahwa

hari itu sangat istimewa bagi karir politik dan sejarah bangsanya65

.

Ekspresi rakyat Libya selama revolusi tertuang dalam kredo “Al-Fâtih

abadan” (Al-Fâtih untuk selamanya). Mereka sudah mendambakan revolusi sejak

lama dan menjadi mimpi yang panjang sejak dimulainya hingga menjadi

kebangkitan yang istimewa (great awakening). Rakyat Libya yang sudah lama

berada dalam penindasan berharap setelah revolusi akan hadir keadilaan dan

persamaan. Qadhafi menjelaskan dalam pidatonya dua jam sebelum revolusi

bahwa Libya akan membentuk pemerintahannya sendiri di bawah lindungan

Tuhan. Ia berjanji akan membawa Libya bangkit menuju puncak kejayaan melalui

kebebasan, persatuan, dan keadilan sosial. Kemakmuran dan persamaan

merupakan dua misi besar yang ia cita-citakan sejak lama.

Qadhafi menggerakkan revolusi dengan tiga prinsip fundamental, yaitu:

kebebasan (liberty), persatuan (unity), dan sosialisme (socialism). Kebebasan

yang dimaksud adalah kebebasan dari kemiskinan, penjajahan dan dominasi asing

di dalam negeri baik secara militer ataupun lainnya. Persatuan adalah persatuan

rakyat Arab dengan membentuk satu pemerintahan Arab atau federasi dari

berbagai pemerintahan kecil yang disesuaikan dengan keadaan. Adapun

sosialisme yang dimaksud merupakan sosialisme Islam66

. Revolusi yang

digerakkan oleh Qadhafi merupakan kepanjangan gerakan Pan-Arabisme rintisan

Jamal Abdul Naseer. Pemimpin Mesir itu dianggapnya telah berhasil mewujudkan

aspirasi semua bangsa Arab ke dalam wadah Republik Persatuan Arab. Cita-cita

65

Dijelaskan oleh Qadhafi dalam tulisannya al-Sijjil al-Qaumi dalam Endang Mintarja, op. cit,

halaman 119. 66

Ibid, halaman 122.

48

itu kemudian membangkitkan semangat Qadhafi dan menjadi model pemikiran

politiknya.

Fakta menarik di balik Revolusi Al-Fâtih adalah masyarakat Libya

menemukan kembali identitas dirinya serta mengangkat martabat sebagai bangsa

yang berdaulat. Melalui prinsip sosialisme Islam yang dibangun Qadhafi, secara

ekonomi kemakmuran rakyat libya meningkat dan kebutuhan mereka akan

sandang, pangan, papan menjadi terjamin. Lebih jauh lagi, peranan agama sebagai

pembentuk dan pembimbing watak masyarakat betul-betul berakar dari al-Qur‟an

dan dikembalikan kepada syariat Islam dalam undang-undangnya.

Revolusi Al-Fâtih sendiri dibagi ke dalam tiga fase. Pertama, fase awal

dan perkembangan, yakni mulai 1 September 1969 hingga 1 April 1973, fase ini

merupakan usaha usaha menuju cita-cita revolusi dengan mengukuhkan

konsolidasi kekuasaan dan merekonstruksi situasi ke arah yang lebih kondusif.

Kedua, terhitung sejak lahirnya Al-Kitâb Al-Akhdar (The Green Book) 15 April

1973 hingga 2 Maret 1977. Ketiga, masa setelah penyusunan buku tersebut, ketika

masa-masa perkembangan dan sejarah baru benar-benar dimulai67

.

C. Pemikiran Nasionalisme Arab Muammar Qadhafi

Dilihat secara umum, pemikiran nasionalisme Arab Muammar Qadhafi

dapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan, yakni: tahap awal membangun

paradigma nasionalisme Arab, tahap mendirikan sebuah bangsa yang mandiri dan

67

Ibid, dijelaskan oleh Ahmad Abdul Hamid Al-Khalidi, Usus Al-Tanzim Al-Siyasi fi Al-

Nazhariyah Al-„Alamiyah Al-Tsalitsah sebagaimana dikutip oleh Endang Mintarja, halaman 159.

49

kuat, serta tahapan implementasi untuk membangun sebuah negara kesatuan

dalam melawan tekanan dari luar.

Awalnya, ia mengganti semua nama tempat, jalan, kantor, hotel, dengan

bahasa Arab. Selain itu, bahasa Arab juga dijadikan pengantar dalam sistem

pendidikan dan sistem komunikasi sosial rakyat Libya. Reformasi ini

diberlakukan tidak hanya bagi warga Libya, melainkan juga warga asing. Setiap

warga negara yang mengajukan permohonan pembuatan visa kunjungan ke Libya

wajib menggunakan bahasa dan tulisan Arab pada halaman kosong paspor

mereka68

. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kembali semangat

nasionalisme Arab dari hal yang paling dasar, yaitu bahasa. Sebab, bahasa

merupakan faktor utama yang mengikat masyarakat pengguna bahasa Arab.

Paradigma lain yang dibawanya selalu berpijak pada nilai-nilai islam

universal. Ia berkeinginan kuat untuk melindungi dan memperkokoh persatuan

Arab tanpa menghiraukan keragaman agama dan perbedaan antara Islam dan

Kristen. Qadhafi merefleksikan antusiasmenya yang begitu tinggi terhadap Islam

dan persatuan Arab. Contohnya dalam menafsirkan surat Al-Ma‟ârij ayat ke 24-

25, ia menjelaskan bahwa negara berhak menyalurkan harta kepada rakyat miskin

dan yang membutuhkan, tak peduli ia beragama apa. Tafsir tersebut

mengindikasikan kepeduliannya terhadap kesetaraan dan rasa persaudaraan yang

erat.

Kita adalah bangsa (Arab) yang mulia dengan memikul misi yang abadi,

sebuah bangsa yang mengajarkan kemanusiaan yang belum dikenal

sebelumnya. Ayat tersebut berarti bahwa negara yang memegang

otoritas hukum dapat mengambil dari hasil pemerasan kaum kapitalis

dan memberikannya kepada rakyat miskin dan membutuhkan. Ayat

68

Agung D H, op.cit, halaman 25.

50

tersebut memberikan legitimasi terhadap pemerintah untuk membuat

serangkaian aturan atau undang-undang yang dianggap penting utuk

membatasi atau mengawasi kekayaan rakyat dari berbagai bentuk

eksploitasi. Semua kekayaan itu adalah milik Tuhan, dan manusia di

muka bumi ini merupakan representasi-Nya (Qadhafi, tt: 11).

Eksploitasi kekayaan oleh kaum kapitalis menginisiasi Qadhafi

menegakkan prinsip sosialisme Islam sebagai usaha memberikan hak yang layak

kepada setiap warga negara. Sosialisme bagi Qadhafi merupakan dasar dari

kemerdekaan sosial dan politik. Sosialisme dalam konsep Arab dan Islam

mengakui adanya kepemilikan pribadi (private ownership) dan menganggapya

sebagai suatu hal yang sakral (dilindungi). Ide ini sebelumnya pernah diterapkan

oleh Jamal Abdul Naseer berlandaskan pada nasionalisme Arab69

. Ia meyakini

prinsip-prinsip fundamental dari sosialisme sejati akan ditemukan dalam al-

Qur‟an.

Sosialisme kita berpijak pada Arab dan Islam. Kita berada di tengah-

tengah antara sosialisme dan komunisme, atau sosialisme dan

kapitalisme. Sosialisme kita secara langsung bersumber dari kebutuhan

dan kehendak dunia Arab, warisan dan kebutuhan masyarakatnya. Ia

terdiri dari suatu keadilan sosial dengan arti kecukupan (keadilan)

dalam produksi dan distribusi. Prinsip-prinsip tersebut dapat ditemukan

dalam agama Islam, khususnya pada hukum zakat (Qadhafi, 1969-1983:

110).

Tahapan yang paling krusial selain membangun paradigma dilakukan

Qadhafi dengan membangun sebuah bangsa yang mandiri dan kuat. Sistem

pemerintahan monarki dan ketergantungan pada bangsa asing menurutnya

merupakan sumber penyakit. Maka dari itu, cita-cita Revolusi Al-Fâtih salah

satunya adalah untuk membebaskan Libya dari pengaruh asing. Implementasi

ideologi Muammar Qadhafi secara holistik ia tuangkan ke dalam Al-Kitâb Al-

Akhdar (The Green Book).

69

Lihat tulisan Muammar Qadhafi, Al-Sijjil Al-Qaumi vol 3, halaman 23 sebagaimana dikutip

Endang Mintarja, op. cit, halaman 154.

51

Al-Kitâb Al-Akhdar merupakan kumpulan regulasi yang ditetapkan

pemerintah sebagai panduan bagi pejabat dan rakyat Libya. Buku tersebut banyak

disebut mirip seperti apa yang ditulis oleh Mao Zedong (Red Book) di China pada

tahun 1960-an. Al-Kitâb Al-Akhdar pada dasarnya menjabarkan tiga paham dasar,

yaitu: demokrasi berdasarkan kekuasaan rakyat, ekonomi sosialisme, dan teori

universal dunia ketiga70

.

Ketiga paham dasar ini merupakan usahanya dalam mencari solusi

permasalahan negara dengan tujuan membentuk sebuah sistem ketatanegaraan

yang mandiri dan kuat berlandasakan nilai keislaman. Bagian pertama

menjabarkan model penegakkan demokrasi secara utuh yang memberikan

kebebasan politik kepada rakyat. Bagian kedua buku ini menggambarkan

pembangunan ekonomi yang berpijak pada sistem sosialisme Islam. Bagian

terakhir menggambarkan faktor sosial sebagai bentuk ketahanan sebuah negara

dimulai dari sistem sosial terkecil, keluarga hingga negara. Pemikiran mengenai

sistem ketatanegaraan dalam The Green Book akan dijabarkan sebagai berikut.

1. Bidang Politik

Sebagai seorang pemikir dan juga seorang revolusioner, Qadhafi selalu

berusaha untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi bangsanya.

Ia selalu mengikatkan diri dalam koridor revolusi untuk senantiasa berpegang

teguh pada karakter rakyat Libya secara khusus dan apa yang menjadi warisan

Arab Islam. Problem politik utama yang harus dihadapi oleh masyarakat adalah

instrumen pemerintahan.

70

Agastya ABM, 2013, Arab Spring: Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh Darah

Jogjakarta: IRCiSoD, halaman 99.

52

Ia menilai sistem politik di dunia modern adalah hasil perjuangan yang

sering dipenuhi oleh konflik antarkelas, antarkelompok, antarsuku, antarpartai,

dan antarindividu. Menurut Qadhafi, rakyat pada zaman modern belum dapat

mengatasi permasalahan instrumen pemerintahan secara tuntas.71

a. Parlemen

Tidak ada perwakilan apapun kecuali rakyat.72

Prinsip perwakilan dianggap sebagai salah satu bentuk solusi

demokrasi ideal dalam sistem demokrasi yang dianut negara-negara Barat

dan negara-negara demokrasi lainnya. Lembaga perwakilan merupakan

wadah untuk menampung kekuasaan fungsional dengan harapan tidak ada

penyelewengan kekuasaan oleh raja-raja yang memerintah secara

ototriter73

.

Namun demikian, Muammar Qadhafi beranggapan bahwa sistem

parlemen merupakan misrepresentasi dari rakyat dan pemerintahan

parlemen merupakan solusi yang salah atas problem demokrasi. Ia

menyebutkan parlemen yang lahir dari partai pemenang pemilihan umum

adalah parlemen partai dan bukan parlemen rakyat sehingga kekuasannya

bukan kekuasaan rakyat.

71

Zakiyuddin Baidhawy, 2000, Menapak Jalan Revolusi, Yogyakarta: Insist Press, halaman 3-4.

Terjemahan karya Muammar Qathafi, The Green Book. 72

Diambil dari “The Green Book” part one, two, three, The Solution of the Problem of

Democracy, halaman 2.

Diunduh melalui situs http://www.mathaba.net/gci/theory/gb1.htm pada 6 November 2015, pukul

01:55 WIB. 73

Miriam Budiarjo, 1996, Dasar-dasar Ilmu Politik Jakarta: Gramedia Pustaka, halaman 151.

53

Sistem seperti ini didasarkan atas propaganda untuk memenangkan

suara dalam pengertian sebenarnya sehingga suara dapat dibeli dan

dipalsukan. Dengan demikian, menurutnya sistem perwakilan adalah

penipuan karena selalu orang kaya yang duduk sebagai penguasa dan

rakyat harus berjuang untuk memperoleh aspirasi. Ia kemudian

menawarkan bentuk partisipasi langsung dari rakyat dan bukan melalui

wakil-wakilnya di parlemen74

.

Pemikiran tersebut merupakan pemikiran orisinal Qadhafi.

Sebelumnya, tidak ada satu pun pemikir politik atau tata negara Islam dan

pemikir sosialis yang mengusulkan bentuk pemerintahan seperti ini75

. Jauh

sebelum Qadhafi, Edmund Burke sebenarnya telah menyatakan bahwa

pandangan para perwakilan dalam sistem parlemen bukanlah utusan

pandangan-pandangan pendukungnya, melainkan pribadi mereka sendiri76

.

Apa yang dikemukakan keduanya ditemui kesamaan anggapan bahwa

parlemen merupakan bentuk kediktatoran paling tiran di dunia.

b. Partai

Partai hanya bagian dari rakyat dan kedaulatan rakyat tidak dapat

dibagi77

.

Menurut Qadhafi, partai adalah bentuk kediktatoran modern karena

mempraktekkan demokrasi semu melalui pendirian parlemen dan komite

74

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 8-9. 75

Endang Mintarja, op.cit, halaman 164. 76

Edmund Burke (1729-1797) adalah seorang filsuf, ahli polemik, dan politikus kelahiran Irlandia

yang terkenal di Inggris pada akhir abad ke-18. Lihat Ravitch Diane, Thernstroom Abigail yang

diterjemahkan oleh Hermoyo dan disunting Mochtar Lubis dengan judul Demokrasi Klasik dan

Modern, 1994, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, halaman 111-112. 77

Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 3

54

serta melalui propaganda para anggotanya. Secara fundamental partai

didasarkan atas teori otoritarian yang mendominasi anggota-anggota partai

atas seluruh rakyat. Ini merupakan salah satu tujuan partai untuk mencapai

program-program dengan dalih pelaksanaan program-program rakyat,

padahal tujuan mereka adalah untuk mencapai akses kepada kekuasaan

untuk meraih tujuan-tujuan pribadi mereka78

.

Sistem partai dianggapnya sebagai sistem sektarian dan kesukuan

modern. Perbedaan antara ikatan kesukuan dengan kepartaian hanyalah

ikatan darah. Apabila suku diikat dengan kesamaan darah (keturunan),

maka partai merupakan kesamaan kepentingan. Pola seperti itu yang

dianggap Qadhafi sebagai kegagalan demokrasi.

Tidak diakuinya partai dalam negara merupakan hal biasa di

negara-negara monarki. Akan tetapi, dalam negara bersistem demokrasi,

hanya Negara Libya yang menolak adanya sistem kepartaian79

.

c. Kelas

Jika kelas, partai, suku, atau kelompok mendominasi masyarakat,

maka keseluruhan sistem menjadi diktator80

.

Apa yang dimaksud kelas oleh Qadhafi adalah sekelompok rakyat

yang menopang kepentingan umum berdasarkan ikatan darah (suku),

kepercayaan, budaya, lokalitas, atau status ekonomi, dan mereka

mendominasi atas kelompok lain dalam satu atau beberapa hal. Menurut

sistem demokrasi sejati yang diimplementasikannya, tidak ada kesempatan

bagi suatu kelompok untuk menekan kelompok lain demi kepentingannya

78

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 11-13. 79

Endang Mintarja, op.cit, halaman 166. 80

Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 5.

55

sendiri. Membiarkan sistem berjalan seperti itu berarti mengangkangi

logika demokrasi dan memperkosa logika kekuasaan81

.

Ia juga menyebutkan bahwa setiap kelompok sosial yang berbeda-

beda dan mendorong adanya perjuangan untuk memperoleh kekuasaan

pada mulanya merupakan orang-orang dari satu kelas, usaha untuk

memisahkan dari satu kelas terlahir dari hukum evolusi yang tidak dapat

dihindari. Perjuangan kelas sering kali hanya mengarah pada terciptanya

kesatuan kelas baru karena setiap kelas yang membentuk suatu masyarakat

secara otomatis mewariskan karakteristiknya82

.

Jadi, apabila sebuah kelas menghancurkan kelas lain, maka baik

bentuk sosial dan wataknya akan terbentuk pada kelas-kelas lainnya.

Upaya mengulangi usaha tersebut hanya akan buang-buang waktu saja dan

merupakan suatu pelecehan dan penghinaan terhadap rakyat.

d. Plebisit

Pilihan hanya dengan mengatakan “Ya atau tidak” merupakan

sisem demokrasi yang paling menindas dan tiran83

.

Apabila suatu negara mengalamai kebuntuan dalam mengambil

keputusan secara musyawarah mufakat, maka dilakukan pemungutan suara

(ya atau tidak) untuk mendapatkan keputusan. Muammar Qadhafi menolak

sistem seperti ini karena menurutnya setiap orang harus memperjelas apa

yang menjadi alasan ia menjawab “Ya atau Tidak”.

Problematika paling rumit yang dihadapi sistem demokrasi ialah

pembentukan instrumen yang mampu menekan konflik kelas, partai, dan

81

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 18-20. 82

Ibid, halaman 22. 83

Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 6.

56

individu. Menurut Qadhafi gagasan seperti itu adalah gagasan bodoh

karena sama saja dengan membuat solusi yang tunduk pada konflik. Ia

menawarkan solusi dengan membentuk suatu pemerintahan yang

didasarkan atas kedaulatan rakyat, tanpa perwakilan atau utusan84

.

e. Kongres Rakyat dan Komite Rakyat

Definisi demokrasi yang benar adalah kekuasan rakyat oleh

rakyat, bukan kekuasaan pemerintah oleh rakyat85

.

Jawaban dalam menegakkan demokrasi sejati yang diterangkan

dalam The Green Book adalah membentuk Kongres Rakyat dan Komite

Rakyat. Tidak ada demokrasi tanpa Kongres Rakyat dan Komite Rakyat di

manapun, bahkan Qadhafi menyebut sistem pemerintahan manapun yang

berbeda dengan Kongres Rakyat adalah tidak demokratis86

.

Muammar Qadhafi mengatakan bahwa “Teori Universal Ketiga”

merupakan eksperimen realistis dalam demokrasi langsung yang

bersandar pada kedaulatan rakyat. Menurutnya, demokrasi langsung

merupakan metode ideal yang jika direalisasikan dalam praktek tidak akan

diperdebatkan dan tidak kontroversial karena bentuk demokrasi palsu

–dari parlemen hingga kelompok, kelas, dan partai- dapat diatasi secara

tuntas. Apabila semua bentuk sistem demokrasi menggunakan Kongres

Rakyat seperti ini, maka bentuk pemerintahan diktator di seluruh dunia

akan tenggelam dengan sendirinya.

84

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 25-26. 85

Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 6 86

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 27-29.

57

f. Hukum Rakyat

Adalah sebuah kebatilan dan tidak demokratis apabila komite atau

suatu parlemen membuat suatu draft hukum untuk menggantikan hukum

yang berlaku di masyarakat87

.

Pola penerapan hukum di Libya merujuk pada sumber hukum adat

dan atau agama. Adat atau agama adalah sumber utama hukum masyarakat

yang menjadi konsep demokrasi sejati. Oleh sebab itu, perumusan hukum

instrumen pemerintahan di luar keduanya merupakan penghianatan

terhadap demokrasi. Menurutnya, metode pemerintahan yang layak harus

sesuai dengan hukum masyarakat. Hukum yang dimaksud merupakan

faktor pembeda antara benar dan salah, baik dan buruk, hak dan kewajiban

individu, serta bersandar kepada hukum suci (agama) yang tidak dapat

diganti oleh instrumen pemerintahan. Sebab, hukum yang dibuat oleh

instrumen pemerintahan didasarkan atas selera dan kepentingan politik

tertentu dan karenanya berisfat temporer88

.

Qadhafi menganggap hukum yang dibuat oleh konstitusi buatan

manusia penuh dengan hukuman-hukuman material bagi manusia,

sedangkan hukuman tradisional masyarakat menekankan hukuman moral

yang sarat dengan martabat manusia.

Hubungan antara adat dan agama merupakan dua hal yang saling

melengkapi. Menurut Qadhafi, agama mengakomodir adat dan adat

merupakan ekspresi dari kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian,

87

Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 8. 88

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 33-36.

58

setiap aturan yang dibuat tidak berpegang pada agama dan adat adalah

pembangkangan manusia terhadap nilai-nilai kemanusiaan89

.

Adapun pengawasan terhadap pelaksanaan dan penyelewengan

hukum masyarakat merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri.

Qadhafi mengatakan bahwa masyarakat adalah pengawas bagi dirinya

sendiri. Akan tetapi, apabila penyelewangan dilakukan oleh suatu

masyarakat dalam level negara, maka revolusi dianggap bisa menjadi jalan

keluarnya. Dengan demikian, maka akan ada anggapan bahwa revolusi

tidak demokratis, tapi dalam keadaan tidak demokratis adalah salah satu

pilihan terbaik.

g. Pers

Pers adalah sarana ekspresi masyarakat dan bukan sarana

ekspresi individu tertentu90

.

Sebagaimana diatur dalam The Green Book, Libya memberikan

batasan pada kebebasan pers sebagai ekspresi individu atau suatu

kelompok. Cara seperti ini tidak jauh berebeda dengan negara-negara

sosialis lainnya yang menganggap ekspresi seperti itu tidak mewakili

rakyat secara keseluruhan. Qadhafi mempertimbangkan moral dan

stabilitas negara sebagai hal yang sangat dominan91

.

Muammar Qadhafi menyatakan bahwa kepemilikan individu atas

sarana publikasi atau informasi tidaklah demokratis. Namun, ia tetap

memiliki hak untuk berekspresi. Dengan demikian, pers harus berada

89

Endang Mintarja, op.cit, halaman 176. 90

Lihat “The Green Book” part one, The Solution of the Problem of Democracy, halaman 11. 91

Endang Mintarja, op.cit, halaman 177.

59

dalam pengawasan rakyat, dalam hal ini adalah komite rakyat sebagai

representasi dari rakyat secara keseluruhan.

Secara teoritis, menurut Qadhafi konsepsi seperti inilah demokrasi

sejati. Namun, pada realitanya yang kuat selalu memerintah, yakni mereka

yang lebih kuat dalam masyarakat. Maka dari itu, kebebasan berekspresi

merupakan salah satu problem demokrasi dan menjadi tugas Rakyat untuk

tetap mengawasinya.

2. Bidang Ekonomi

Tercatat hanya ada dua sistem ekonomi yang paling berpengaruh di dunia

dalam sejarahnya, yaitu sosialisme dan kapitalisme. Semua sistem ekonomi,

termasuk sistem ekonomi Islam hanyalah derivasi dari sosialisme atau

kapitalisme92

. Akan tetapi, Qadhafi beranggapan bahwa kedua sistem ekonomi itu

telah gagal menata dunia menjadi lebih baik, bahkan keduanya hanya

menciptakan masalah yang lebih berbahaya. Kedua sistem tersebut sama-sama

mengekploitasi rakyat.

Eksploitasi rakyat dan konsep kepemilikan oleh beberapa individu atas

kekayaan yang melebihi kebutuhan merupakan awal mula terciptanya sebuah

kesenjangan. Dalam hal ini, eksploitasi rakyat yang dimaksud Qadhafi adalah para

buruh atau pekerja upahan. Mereka selalu menjadi pihak yang dirugikan.

Muammar Qadhafi berusaha memberikan solusi terhadap masalah ini. Terutama

ketika para pekerja produksi tidak dapat menikmati hasil kerjanya tersebut.

92

Ibid, sebagaimana dijelaskan oleh Leonard Binder.

60

Ia menyatakan bahwa “Karakter penting sistem ekonomi dunia saat ini

adalah sistem upah yang menindas pekerja atas hak-haknya dalam produksi,

apakah produksi untuk masyarakat atau untuk perusahaan swasta”93

. Sistem

seperti itu dianggapnya sebagai bentuk perbudakan modern. Adapun solusi yang

ia tawarkan dalam The Green Book dikonsepsikan sebagai berikut.

a. Kebutuhan

“Kebebasan manusia menjadi berkurang jika dikendalikan oleh

orang lain”94

.

Kebutuhan dasar manusia mencakup makanan, air, pakaian, tempat

tinggal, kesehatan, pendidikan, dan eksistensi. Semua kebutuhan dasar

tersebut harus dapat terpenuhi karena kalau tidak maka nilai kebebasan

manusia menjadi tidak sempurna dan akan timbul ketimpangan95

. Dalam

hal ini, Qadhafi memfokuskan pada kebutuhan dasar fisik sebagai standar

pemenuhan kesejahteraan.

Menurut Muammar Qadhafi, kebutuhan manusia akan suatu hal

menyebabkan lahirnya eksploitasi di antara manusia itu sendiri.

Kebutuhan yang sangat mendasar ini dimulai dari rumah. Oleh karena itu,

Qadhafi terkenal dengan slogan bahwa “Rumah adalah milik orang yang

menempatinya (Al-Bait Li Sâkinihi). Dengan demikian, tidak ada seorang

pun yang memiliki hak untuk membangun rumah untuk dirinya sendiri

93

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 60. 94

Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 14. 95

Endang Mintarja, op.cit, halaman 183.

61

maupun pewarisnya, atau dengan tujuan menyewakannya. Menurutnya,

hal tersebut merupakan upaya mengontrol kebutuhan manusia96

.

Masyarakat sosialis yang dibangun Qadhafi tidak memberikan

seseorang memiliki kontrol atas kebutuhan hidup manusia termasuk dalam

hal pendapatan. Masyarakat tidak boleh memiliki pendapatan yang berasal

dari kebaikan atau upah orang lain terhadap dirinya. Kebutuhan akan

transportasi pun demikian. Ia melarang kepemilikan kendaraan untuk bisa

dimiliki orang lain atau menyewakannya.

b. Tanah

Tidak seorang pun berhak memiliki tanah. Akan tetapi, setiap

orang punya hak untuk mempergunakannya, mengambil untung darinya

dengan bekerja, bertani, dan beternak97

.

Muammar Qadhafi menjelaskan bahwa hak pengelolaan atas tanah

tetap berlaku selama pengelola itu dan ahli warisnya masih hidup dan terus

mengelola tanah tersebut sebagai sumber kebutuhan hidup mereka. Upaya

pengelolaan tanah tersebut didapatkannya melalui usaha sendiri tanpa

memanfaatkan orang lain untuk memuaskan kebutuhan diri sendiri98

.

Tujuan masyarakat sosialis baru adalah menciptakan masyarakat

bebas yang diraih melalui pemuasan kebutuhan materi dan spiritual

manusia. Qadhafi menekankan bahwa pentingnya memenuhi kebutuhan

tanpa harus mengekploitasi atau memperbudak orang lain. Ia menyatakan

dalam The Green Book bahwa “dari setiap orang sesuai kemampuannya,

96

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 63-64. 97

Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 15. 98

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 66.

62

dan untuk semua orang sesuai usahanya”99

. Oleh karena itu, ia melarang

hak individu dalam menjalankan aktivitas ekonomi demi memperoleh

kekayaan yang melebihi keharusan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sebagaimana para filsof beraliran sosialis, Qadhafi mengharapkan

teorinya dapat mengantarkan manusia ke sifat lahiriahnya. Maka dari itu,

ia menekankan bahwa keuntungan pribadi dan uang bukanlah tujuan hidup

sebenarnya, melainkan kemanusiaan dan kesejahteraan bersama100

.

c. Upah

Dalam masyarakat sosialis tidak ada pekerja upahan, yang ada

hanyalah partner101

.

Upah adalah harga yang harus dibayar untuk para pekerja sesuai

dengan dilakukannya. Qadhafi menjelaskan bahwa dalam tatanan

msayarakat sosialis upah dibayarkan sesuai dengan apa yang

dikerjakannya dan tidak melebihi kebutuhan hidupnya. Jadi, semua yang

melampaui batas pemenuhan kebutuhan harus dikembalikan sisa

kekayaannya kepada anggota masyarakat.

Tahapan terakhir menuju masyarakat sosialis baru, dapat terjadi

apabila masyarakat telah menjangkau keadaan ketika keuntungan dan uang

tidak ada. Caranya dilakukan dengan mentransformasi masyarakat ke arah

produksi secara penuh sehingga kebutuhan materi masyarakat terpenuhi.

Solusi terakhir dijelaskan Qadhafi dengan menghapus sistem keuntungan

99

Ibid. 100

Endang Mintarja, op.cit, halaman 186 101

Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 17.

63

karena upaya meningkatkan keuntungan akan membawa masyarakat

kepada kehancuran102

.

d. Pembantu Rumah Tangga

Pembantu rumah tangga merupakan bentuk perbudakan

modern103

.

Pembantu rumah tangga (PRT) yang dibayar ataupun tidak, adalah

bentuk perbudakan. Mereka merupakan budak di zaman modern yang

diabaikan hak-haknya. Nasib mereka bahkan jauh lebih tertindas jika

dibandingkan dengan buruh perusahaan. Fenomena sosial ini bagi Qadhafi

harus segera dihapuskan. Ia menganjurkan kepada setiap pemilik rumah

untuk mengurus rumahnya sendiri daripada harus mengekploitasi

manusia104

.

Qadhafi mengakui bahwa pada masa modern, keberadaan

pembantu rumah tangga menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Namun, ia

menganjurkan untuk pemenuhan hak-hak para pembantu rumah tangga

sebagaimana para pegawai di perusahaan. Kehidupan mereka harus tetap

terjamin dan memungkinkan untuk mengembangkan potensi.

Teori Universal Ketiga disebutkan oleh Qadhafi sebagai seruan

melawan ketidakadilan, despotisme, eksploitasi, dan hegemoni ekonomi

dan politik. Teori-teori yang ia tawarkan mungkin hanya sebatas angan

belaka. Akan tetapi, ia memulai hal ini dari negaranya sendiri dan untuk

kepentingan luhur bangsanya dengan harapan semua orang dapat

102

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 82. 103

Lihat “The Green Book” part two, The Solution of the Economic Problem, halaman 19. 104

Zakiyuddin Baidhawy, op. cit, halaman 83-84

64

mempraktikkan ajaran The Green Book. Tujuannya agar tercipta

kesetaraan dan kebebasan dalam hal kedaulatan, kekayaan, dan kekuasaan.

3. Bidang Sosial

Teori mengenai basis masyarakat sosialis merupakan teori terpenting dari

ketiga teori yang dituliskan Qadhafi dalam The Green Book. Gerak sejarah umat

manusia ditentukan oleh faktor sosial dan etnisitas. Ikatan sosial ini mengikat

kelompok manusia dari keluarga, suku, hingga bangsa sebagai basis gerak

sejarah105

.

Para pahlawan dalam sejarah adalah mereka yang rela berkorban apa pun

untuk mencapai tujuan tertentu yang berhubungan dengan kelompok masyarakat.

Mereka memiliki hubungan sosial yang dibangun di atas rasa nasionalisme.

Menurut Qadhafi, apa yang terjadi dalam setiap periode revolusi sejarah

merupakan perjuangan yang bersifat kebangsaan sekaligus mendorong

tercapainya suatu nasionalisme. Pencapaian tersebut didorong faktor sosial, yaitu

kesatuan dalam sebuah kelompok. Apabila demikian, maka suatu bangsa akan

memiliki ketahanan yang kuat karena faktor nasionalismenya.

Qadhafi mengatakan apabila bangsa mengabaikan nasionalisme, maka

bangsa tersebut akan mengalami kehancuran karena tidak memiliki ketahanan

sosial. Tidak ada tandingan bagi faktor sosial dalam mempengaruhi kesatuan

suatu kelompok kecuali faktor agama yang memisahkan kelompok nasional atau

unit-unit kelompok dari nasionalisme yang berbeda-beda. Bagaimanapun juga

faktor sosial akhirnya memperoleh kekuatan. Kasus-kasus semacam ini terjadi

105

Ibid, halaman 89.

65

sepanjang masa. Awalnya, setiap negara memiliki agama dan tercipta harmoni di

antara agama dan bangsa. Setelah itu perbedaan-perbedaan muncul yang

menyebabkan konflik dan ketidakstabilan dalam masyarakat.

Dalam hal ini, Muammar Qadhafi menekankan pentingnya sebuah bangsa

memiliki suatu agama. Menurutnya, bangsa yang tak memiliki agama adalah

bangsa abnormal. Ketika faktor sosial sejalan dengan faktor agama, maka harmoni

akan tercapai dan kehidupan kelompok menjadi stabil dan kuat serta dapat

berkembang baik.

Adapun lingkaran kuat lainnya dalam masyarakat adalah perkawinan.

Laki-laki dan perempuan bebas dalam memilih pasangannya; hal itu merupakan

kebebasan manusia yang paling mendasar. Perkawinan dalam suatu agama dan

etnis yang sama, menurut Qadafi memperkuat persatuan bagi perkembangan

masyarakat106

.

a. Keluarga

Bagi seorang individu, keluarga lebih penting daripada negara

karena keluarga merupakan akar dan tempat seseorang untuk berlindung.

Qadhafi menganalogikan keluarga dengan sebuah pohon, negara atau etnis

dengan kebun yang menghidupi pohon tersebut. Basis dan elemen alamiah

adalah tumbuhan, sedangkan kebun merupakan bentuk artifisial.

Analogi tersebut menyimpulkan bahwa masyarakat yang maju

adalah ketika individu tumbuh secara alami di dalam keluarga dan

keluarga tumbuh subur dalam masyarakat. Apabila individu tersebut

106

Ibid, halaman 95.

66

terpisah dari keluarga atau tanpa keluarga, maka ia tidak memiliki nilai

dan kehidupan sosial. Hal itu seperti seperti tumbuhan buatan tanpa

akar107

.

b. Suku (Qabilah)

Elemen penting masyarakat selanjutnya adalah suku. Qadhafi

menyebut suku sebagai keluarga besar, meskipun pada masyarakat modern

ini kesukuan sudah tidak dianggap begitu penting. Suku merupakan

kelanjutan perkembangan dari keluarga sebagai hasil perkembangannya.

Begitu juga bangsa sebagai perkembangan dari suku. Ikatan ini oleh

Qadhafi dijelaskan sebagai bentuk kemanusiaan dalam mengaktualisasikan

sebuah identitas etis maupun kebangsaan. Hubungan di antara ikatan

tersebut semakin lemah dengan bertambahnya jumlah108

.

Ikatan sosial, kohesivitas, kesatuan, keakraban, dan cinta lebih kuat

pada tingkat keluarga, daripada tingkat suku, bangsa, dan dunia. Hal ini

semestinya dilestarikan jika manusia ingin mencapai kesejahteraan di

dunia. Muammar Qadhafi juga menyebutkan jasa suku sebagai media

pendidikan sosial, yaitu ketika anggotanya dididik sejak kecil untuk

menyerap nilai-nilai ideal dalam masyarakat. Selain itu, suku juga

berfungsi sebagai tempat berlindung alami bagi keamanan sosial.

Faktor utama pembentuk suku adalah darah, selain afiliasi

pembentukan suku. Namun demikian, seiring berjalannya waktu faktor

darah dan afiliasi menjadi sirna dan tersisa suku sebagai unit sosial dan

fisik.

107

Ibid, halaman 96-98. 108

Ibid, halaman 99.

67

c. Bangsa

Bangsa adalah payung politik nasional bagi individu dan ia lebih

luas dari payung sosial yang diberikan suku kepada anggotanya. Jadi,

apabila kesetiaan kesukuan pada suatu bangsa melemah, maka eksistensi

bangsa bangsa akan terancam. Akan tetapi, fanatisme kebangsaan yang

berlebihan juga mengancam kemanusiaan. Qadhafi mengatakan bahwa

fanatisme kebangsaan jika digunakan utuk menyerang bangsa lain yang

lebih lemah atau kemajuan yang dihasilkan dari penjarahan atas bangsa

lain, maka hal tersebut merupakan suatu kejahatan dan berbahaya bagi

kemanusaiaan109

.

The Green Book juga memberikan penjelasan mengenai teori

kebangkitan suatu bangsa. Ini bermula dari pemahaman bahwa perjalanan

sejarah akan membentuk suatu bangsa baru dari bebeberapa keluarga dan

suku dan akan menggantikan generasi terdahulu. Proses terbentuknya

suatu bangsa merupakan akumulasi sejarah dan kondisi sosial sesorang

yang membuat setiap kelompok mampu berbagi warisan tradisi, dan nasib

yang sama.

Faktor penting terbentuknya sebuah bangsa adalah agama, selain

faktor ekonomi dan militer. Peran agama bangkit kembali ketika semangat

keagamaan muncul lebih kuat dari semangat nasionalisme. Faktor peranan

agama ini menjadi penentu apabila dapat mengakomodir kepentingan atau

identitas etnis-etnis yang ada. Akan tetapi, hal ini dapat menjadi kondisi

berkebalikan jika yang terjadi pada struktur politik atau ideologi

109

Ibid, halaman 106.

68

bertentangan dengan kepentingan identitas kesukuan suatu masyarakat,

maka dampaknya negara tersbut akan dikoyak oleh konflik nasional.

Oleh karena itu, Qadhafi menegaskan bahwa basis kehidupan

individu adalah keluarga, suku, kemudian bangsa, pada akhirnya meluas

hingga seluruh manusia. Faktor utama dari terbentuknya sebuah negara

adalah faktor sosial, yakni nasionalisme yang bersandar pada prinsip-

prinsip ikatan nasional tersebut.

d. Perempuan

Muammar Qadhafi menunjukkan tingkat kepedulian tingggi

terhadap peranan perempuan. Ia mengambil bagian dalam sistem sosial

terkecil, yakni persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan

perempuan. Menurutnya, kedudukan antara laki-laki dan perempuan

adalah sama sebagai manusia. Bentuk diskriminasi apa pun yang terjadi

antara keduanya merupakan penindasan yang sangat jelas tanpa

pembenaran apa pun110

.

Definisi ini diajukan Qadhafi untuk melawan pendapat para

fundamentalis agama yang memandang kedudukan kaum perempuan

selalu di bawah lelaki. Pemahaman ini menggiring mereka untuk

membatasi peran perempuan dalam bidang sosial dan politik. Lebih jauh

lagi, ia menentang peranan perempuan di negeri Timur yang dijadikan

sebagai komoditi perdagangan, sedangkan di Barat peran perempuan

mengalami dekadensi nilai feminitasnya. Qadhafi meletakkan perempuan

sesuai dengan nilai-nilai kemanusaiaan, persamaan, dan keadilan tanpa

110

Ibid, halaman 114.

69

melupakan hal-hal yang istimewa pada dirinya sebagai seorang

perempuan.

Qadhafi dengan tegas mengakui perbedaan biologis antara laki-laki

dan perempuan terutama dari aspek biologis bahwa perempuan mengalami

menstruasi, hamil, menyusui, dan menjadi seorang ibu. Dalam hal ini,

Qadhafi mengharapkan peran serta perempuan untuk mengembalikan

nilai-nilai lahiriah seorang perempuan, terutama ibu. Misalnya ketika

mendidik anak-anak. Ia menekankan peranan seorang ibu yang

memberikan faktor penting terhadap kejiwaan dan karakter sang anak dan

yang menolaknya merupakan penyimpangan moral serta norma-norma.

Namun, di sisi lain ia juga menentang apabila wanita bekerja kasar

seperti yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Ia menganggap hal ini sebagai

bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan. Kondisi masyarakat

industri modern membuat wanita terpaksa beradaptasi dengan pekerjaan

laki-laki dan mengorbankan sisi feminitasnya. Qadhafi menegaskan bahwa

tidak ada perbedaan hak-hak asasi manusia antara laki-laki dan

perempuan, tapi mencampuradukkan peranan di antara keduanya

merupakan sikap tak berperadaban dan penyebab ketimpangan sosial.

e. Kaum Minoritas

Ketidakadilan yang sering dirasakan kaum minoritas menjadi

perhatian Qadhafi untuk dibela hak-haknya. Ia menyebutkan hanya ada

dua macam kaum minoritas, yang pertama sebagai entitas suatu bangsa

dan kedua adalah mereka yang tidak memiliki basis kebangsaan111

.

111

Ibid, halaman 131.

70

Kedua kaum ini meskipun menjadi minoritas, tetapi mereka tetap

memiliki hak-hak yang harus dipenuhi. Apabila hak-hak mereka

diabaikan, maka ini merupakan sikap penguasa yang tidak adil dan

diktator. Maka dari itu, peran para pemegang kekuasaan, kekayaan, dan

kekuatan untuk memenuhi hak-hak kaum minoritas dalam bidang politik

dan ekonomi.

Ekspresi pembelaan terhadap kaum minoritas ini ia tuangkan ke

dalam slogan “sekarang giliran orang-orang kulit hitam (Negro) yang

menjadi pemenang”112

. Saat ini memang orang-orang kulit hitam masih

mengalami keterbelakangan dibanding orang-orang ras kulit putih. Akan

tetapi, Qadhafi optimis bahwa keterbelakangan itu akan teratasi dengan

pertambahan populasi orang kulit hitam yang tinggi. Tidak seperti orang-

orang ras kulit putih yang mengenal alat-alat reproduksi dan batasan

pernikahan. Suatu saat, ketika orang-orang kulit hitam telah sampai pada

tingkat intelektualitas yang tinggi dan kemoderenan seperti bangsa lain,

maka saat itu orang-orang kulit hitam menguasai dunia dan tidak lagi

menjadi kaum minoritas.

f. Pendidikan

Menurut Qadhafi, pendidikan tidak mengharuskan siswanya belajar

dari kurikulum tersistematis dan klasifikasi materi pada buku teks saja113

.

Apabila demikian yang terjadi, maka jenis pendidikan semacam ini

bertentangan dengan nilai kebebasan manusia karena pengetahuan adalah

hak alami setiap manusia dan tidak seorang pun berhak mencabutnya.

112

Ibid, hlm 134 113

Ibid, halaman 135.

71

Memaksa dan menekan manusia mempelajari sesuai dengan kurikulum

dan materi tertentu adalah tindakan diktator.

Kritik terhadap kebebasan pendidikan merupakan reaksinya atas

sistem pendidikan nasional Libya pada kekuasaan Monarki Raja Idris.

Sejak kemerdekaan, sistem pendidikan nasional Libya hanya mengajarkan

pendidikan agama. Sistem pendidikan umum jumlahnya sedikit dan

biasanya berasal dari lembaga pendidikan asing114

.

Ia mencoba memberikan solusi atas permasalahan ini, yaitu

membuka ketersediaan seluruh jenis pendidikan dan memberi rakyatnya

kebebasan untuk memilih materi yang ingin dipelajari. Menurut Qadhafi,

kebodohan akan berakhir apabila segala hal disampaikan secara alami dan

setiap orang dapat mencicipi pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya.

g. Kebudayaan (Seni dan Olah Raga)

Setiap suku atau kelompok memiliki warisan kebudayaan baik

berupa seni maupun olahraga yang sesuai dengan warisan dari leluhurnya

masing-masing. Oleh karena itu, tidak dibenarkan satu kelompok

memaksa kelompok lain untuk melakukan dan mengembangkan

kebudayaannya sendiri dengan menindas kebudayaan kelompok lain115

.

Seni menurut Qadhafi adalah alat untuk mengungkapkan aspirasi

yang tak mungkin, ekspresi kesenangan dan penderitaan, baik dan buruk,

cantik dan jelek, bahagia dan sengsara, kematian dan keabadian, cinta dan

benci, gambaran warna kulit, sentimen cita rasa dan keinginan. Kesemua

114

Endang Mintarja, op.cit, halaman 205. 115

Ibid, halaman 206.

72

hal tersebut hanya dapat diungkapkan oleh bahasa yang tercipta dalam

pikiran si pembicara116

.

Akan tetapi, cita rasa yang diungkapkan sebuah bahasa menjadi

masalah karena perbedaan bahasa dan warisan dari budaya orang lain.

Akibatnya, menurut Qadhafi masyarakat hanya harmoni dengan seni dan

warisannya sendiri dan tidak harmoni dengan seni lainnya. Masalah

tersebut dapat diatasi apabila umat manusia berbicara dengan satu bahasa

yang sama sebagai produk dari kebudayaan bersama. Qadhafi meyakini

manusia menuju ke arah kesatuan budaya dan bahasa.

Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan berbagai

sarana seperti gedung kesenian dan lapangan olahraga sebagai upaya

pengembangan potensi budaya. Tidak boleh ada individu atau kelompok

yang memiliki hak memonopoli sarana-sarana olahraga sementara orang

lain mengeluarkan biaya atas monopoli tersebut untuk sekedar menjadi

penonton117

.

Qadhafi membagi olahraga menjadi dua jenis, pertama berkaitan

dengan individu dan kedua berhubungan dengan orang banyak. Olahraga

berkaitan dengan invidu merupakan sesuatu yang bersifat pribadi seperti

ibadah yang dilakukan sendiri di kamar. Akan tetapi, olahraga juga bisa

dipraktekkan secara kolektif di tempat-tempat terbuka. Olahraga seperti

ini merupakan hak seluruh rakyat demi kesehatan dan rekreasi.

Pemikiran yang dibawa Qadhafi dalam Al-Kitâb Al-Akhdar pada intinya

bertujuan untuk menjaga kebenaran moral dan untuk memberi izin melawan

116

Zakiyuddin, op. cit, halaman 139. 117

Ibid, hlm 144.

73

kebijakan asing yang bersifat agresif. Apabila ada yang melanggar dan

menjadikan kondisi negara tidak stabil, maka ia berhak menentukan kehidupan

sosial masyarakatnya berdasarkan Teori Universal Dunia Ketiga. Qadhafi

menganggap tercapainya persatuan bangsa Arab sudah menjadi tugas dan

kewajibannya. Muammar Qadhafi memandang akhir sebuah keadilan sebagai hal

yang penting118

.

118

Lillian Craig Harris, op. cit, halaman 61.