BAB II Pamsimas

18
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Program Pamsimas 2.1.1 Latar Belakang Program Pamsimas Berdasarkan laporan WHO-Unicef joint monitoring 2004 kinerja sektor Air Minum & Sanitasi di Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Diperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2015 adalah 218 Juta jiwa, dimana 103 Juta jiwa atau 47% belum memiliki akses terhadap sanitasi dan 47 Juta jiwa atau 22% belum memiliki akses terhadap air bersih. Angka yang lebih besar terlihat pada penduduk perdesaan, dimana diperkirakan 62% atau 73 Juta jiwa yang belum memiliki akses terhadap sanitasi dan 31% atau 36 Juta Jiwa yang tidak memiliki akses terhadap air bersih. Hanya 50% dari seluruh penduduk Indonesia yang mendapatkan akses air minum (Susenas, 2002). Di area perdesaan akses mendapatkan air bersih bahkan lebih rendah yaitu hanya 41%. Pada sektor sanitasi, hanya 10 kota di Indonesia yang memiliki jaringan air limbah dengan tingkat pelayanan sekitar 1,3% dari seluruh jumlah populasi. Sedangkan di daerah perdesaan dilaporkan 52% penduduk yang memiliki akses sanitasi dasar. Cakupan pelayanan air minum dan sanitasi yang rendah ini, berdampak pada kesehatan masyarakat, tingkat perekonomian dan kondisi lingkungan. Indonesia merupakan salah satu negara yang tingkat kejadian typhoid yang tinggi, untuk mengatasi keterbatasan akses terhadap air minum dan sanitasi perlu pendekatan bagi masyarakat perdesaan yaitu dengan menggunakan Demand Responsive Approach (DRA) sebagai upaya menjamin sustainabilitas program, selain harus berbasis masyarakat agar program ’Cost Effective’, maka pembangunan infrastruktur harus disertai upaya perubahan nilai dan perilaku hidup bersih masyarakat.

description

BAB II Pamsimas

Transcript of BAB II Pamsimas

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2. 1 Program Pamsimas

    2.1.1 Latar Belakang Program Pamsimas

    Berdasarkan laporan WHO-Unicef joint monitoring 2004 kinerja sektor

    Air Minum & Sanitasi di Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan

    negara lain di Asia Tenggara. Diperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2015

    adalah 218 Juta jiwa, dimana 103 Juta jiwa atau 47% belum memiliki akses

    terhadap sanitasi dan 47 Juta jiwa atau 22% belum memiliki akses terhadap air

    bersih. Angka yang lebih besar terlihat pada penduduk perdesaan, dimana

    diperkirakan 62% atau 73 Juta jiwa yang belum memiliki akses terhadap sanitasi

    dan 31% atau 36 Juta Jiwa yang tidak memiliki akses terhadap air bersih. Hanya

    50% dari seluruh penduduk Indonesia yang mendapatkan akses air minum

    (Susenas, 2002).

    Di area perdesaan akses mendapatkan air bersih bahkan lebih rendah

    yaitu hanya 41%. Pada sektor sanitasi, hanya 10 kota di Indonesia yang memiliki

    jaringan air limbah dengan tingkat pelayanan sekitar 1,3% dari seluruh jumlah

    populasi. Sedangkan di daerah perdesaan dilaporkan 52% penduduk yang

    memiliki akses sanitasi dasar.

    Cakupan pelayanan air minum dan sanitasi yang rendah ini, berdampak

    pada kesehatan masyarakat, tingkat perekonomian dan kondisi lingkungan.

    Indonesia merupakan salah satu negara yang tingkat kejadian typhoid yang tinggi,

    untuk mengatasi keterbatasan akses terhadap air minum dan sanitasi perlu

    pendekatan bagi masyarakat perdesaan yaitu dengan menggunakan Demand

    Responsive Approach (DRA) sebagai upaya menjamin sustainabilitas program,

    selain harus berbasis masyarakat agar program Cost Effective, maka

    pembangunan infrastruktur harus disertai upaya perubahan nilai dan perilaku

    hidup bersih masyarakat.

  • 8

    2.1.2 Landasan Hukum Program Pamsimas

    Landasan hukum pelaksanaan Program Nasional Pelayanan Air Minum

    dan Sanitasi yang Berbasis Masyarakat adalah sebagai berikut:

    1. UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

    2. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    3. PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

    4. PP N0. 72 dan 73 tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa dan Pemerintahan

    Kelurahan.

    5. PP No. 7 tahun 2004 tentang RPJMN Renstra 20042009 yaitu Pembangunan

    Prasarana dan Sarana Air Minum dan Sanitasi yang berkelanjutan

    6. Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, tahun 2003. Financing Agreement Financing Agreement

    Credit No 42040 IND.

    2.1.3 Tujuan Umum Program Pamsimas

    Tujuan PAMSIMAS secara umum adalah meningkatkan akses pelayanan

    air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin perdesaan dan masyarakat urban,

    serta meningkatkan nilai dan perilaku hidup sehat dengan

    membangun/menyediakan prasarana dan sarana air minum serta sanitasi berbasis

    masyarakat berkelanjutan dan mampu diadaptasi oleh masyarakat. Program ini

    akan menjadi model untuk direplikasi, diperluas (scaling up) dan

    pengarusutamaan (mainstreaming) model di daerah lain, dalam upaya mencapai

    target MDGs tahun 2015.

    2.1.4 Tahapan Kegiatan Program Pamsimas

    Untuk mencapai tujuan dan sasaran program di atas serta menjamin

    kelancaran komponen-komponen program Pamsimas, dibutuhkan langkah-

    langkah pelaksanaan program, yang mencakup:

    a. Persiapan awal program dari tingkat pusat sampai tingkat masyarakat (desa),

    b. Penentuan provinsi dan kabupaten/kota sasaran,

    c. Sosialisasi program tingkat pusat sampai tingkat desa,

  • 9

    d. Seleksi dan penentuan desa/kelurahan sasaran,

    e. Pelaksanaan program di tingkat desa, kegiatan penyiapan dan pengkondisian

    masyarakat, pendampingan masyarakat, penyusunan Rencana Kerja

    Masyarakat dan penyiapan dana masyarakat dalam DIPA,

    f. Pendampingan peningkatan kapasitas Pemerintah Provinsi dan Kabupaten

    dalam rangka pencapaian target MDGs, melalui pelaksanaan kegiatan replikasi

    dengan pendekatan PAMSIMAS,

    g. Strategi pencapaian outcome dan tujuan program pada daerah sasaran,

    h. Monitoring partisipatif dan outcome, serta studi penilaian dampak Program

    untuk mengetahui efektifitas, efisiensi serta perubahan prilaku di masyarakat.

    Berikut tahapan-tahapan dalam pelaksanaan program PAMSIMAS di

    tingkat desa pada Gambar 2.1

  • 10

    Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya, Tahun 2008

    Gambar 2-1 Tahapan Kegiatan Program Pamsimas di Tingkat Desa

    Pembangunan Sarana Sanitasi Untuk Sekolah

    Pelatihan Tentang Perilaku Perilaku Higienis Dan Implementasi Program Perilaku Higienis Di

    Masyarakat Dan Sekolah

    Pelaksanaan Pelatihan Penguatan Badan Pengelola

    Proses Penyusunan Rkm II

    Pelaksanaan Konstruksi Air Di Masyarakat Dan Sekolah, Dan Penyiapan Tkm Sebagai

    Badan Pengelola

    Pelaksanaan Pelatihan Di Tingkat Masyarakat

    Pelaksanaan Community Led Total Sanitation (CLTS)

    Proses Perencanaan Dan Penyusunan Rencana Kerja

    Masyarakat (RKM) I

    Kegiatan ini meliputi Identifikasi dan Analisis Situasi, Pertemuan Pleno Desa untuk Membahas

    Hasil Identifikasi dan Analisis Situasi dan Pembentukan Tim Kerja Masyarakat, Pemilihan Opsi untuk RKM I, Pertemuan Pembahasan Opsi RKM I, Penyusunan RKM I, Pertemuan Pembahasan RKM I,

    dan Pengajuan RKM I. RKM kemudian dievaluasi untuk disetujui.

    Kegiatan ini dilakukan untuk memicu peningkatan akses terhadap sarana sanitasi dan bebas dari buang

    air besar di sembarang tempat.

    Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas TKM dan masyarakat agar terampil dalam

    mengimplementasikan kegiatan-kegiatan dalam RKM.

    Kegiatan ini dilakukan untuk membangun sarana air di masyarakat dan sekolah , setelah itu dilakukan

    penyiapan TKM sebagai Badan Pengelola.

    Kegiatan ini meliputi Pertemuan Pemilihan Opsi untuk RKM II Penyusunan RKM II, Pertemuan Pembahasan RKM II, dan Pengajuan RKM II.

    Kegiatan pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas TKM sebagai badan pengelola agar dapat

    menjaga keberlanjutan program.

    Sebelum program peningkatan perilaku higienis dilaksanakan maka sebelumnya dilakukan pelatihan perilaku higienis untuk guru, tenaga kesehatan, dan unit kesehatan tkm/badan pengelola. pelaksanaan kegiatan perilaku higienis kemudian dilakukan di

    masyarakat dan sekolah.

    Sarana sanitasi (jamban) dibangun di sekolah yang ada dalam lingkungan desa dengan

    mempertimbangkan jenis dan jumlah desa.

    Tahap ini merupakan kegiatan-kegiatan pasca konstruksi yang dilakukan baik oleh TKM/Badan

    Pengelola bersama-sama dengan masyarakat.

    Pengelolaan Sarana Air Minum , Sanitasi, Dan

    Program Kesehatan

  • 11

    2.2 Definisi dan Persyaratan Air Bersih

    2.2.1 Definisi Air Bersih

    Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan

    menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air

    bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum.

    Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang

    meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila

    dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Peraturan Menteri Kesehatan

    Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan

    pengawasan kualitas air).

    2.2.2 Persyaratan Penyediaan Air Bersih

    2.2.2.1 Persyaratan Kualitas

    Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku air bersih.

    dinyatakan bahwa persyaratan kualitas air bersih adalah sebagai berikut:

    1. Persyaratan fisik

    Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain

    itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara atau kurang

    lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas yang diperbolehkan

    adalah 25oC 3oC.

    2. Persyaratan kimiawi

    Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah yang

    melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara lain adalah: pH, total

    solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan, kalsium (Ca), besi (Fe),

    mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), chlorida (Cl), nitrit, flourida (F),

    serta logam berat.

    3. Persyaratan bakteriologis

    Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik yang

    mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai dengan tidak

    adanya bakteri E. coli atau fecal coli dalam air.

  • 12

    4. Persyaratan radioaktifitas

    Persyaratan radioaktifitas mensyaratkan bahwa air bersih tidak boleh

    mengandung zat yang menghasilkan bahan-bahan yang mengandung

    radioaktif, seperti sinar alfa, beta dan gamma.

    Standart kualitas air minum di Indonesia harus sesuai dengan Peraturan

    Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002

    tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.

    2.2.2.2 Persyaratan Kuantitas (Debit)

    Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari

    banyaknya air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan

    untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah

    penduduk yang akan dilayani.

    Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang

    dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan air

    bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan,

    tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat tinggalnya. Besarnya konsumsi air

    berdasarkan kategori kota dapat dilihat pada Tabel 2.1

    Tabel 2.1 Konsumsi Pe ma k a i a n Air Domestik

    No. Kategori Kota Jumlah Penduduk (orang) Konsumsi Air (lt/org/hari) 1. Metropolitan > 1.000.000 190

    2. Besar 500.000 1.000.000 170

    3. Sedang 100.000 500.000 150

    4. Kecil 20.000 100.000 130

    5 Desa < 20.000 30

    Sumber: Kimpraswil, 2003

    2.2.2.3 Persyaratan Kontinuitas

    Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan

    fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim

  • 13

    hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam

    per hari atau setiap saat diperlukan kebutuhan air tersedia. Akan tetapi kondisi

    ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada setiap wilayah di Indonesia,

    sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air dapat dilakukan

    dengan cara pendekatan aktifitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air.

    Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-

    jam aktifitas kehidupan, yaitu pada pukul 06.0018.00.

    Kontinuitas aliran air sangat penting ditinjau dari dua aspek. Pertama

    adalah kebutuhan konsumen. Sebagian besar konsumen memerlukan air untuk

    kehidupan dan pekerjaannya, dalam jumlah yang tidak ditentukan. Karena itu,

    diperlukan pada waktu yang tidak ditentukan. Karena itu, diperlukan reservoir

    pelayanan dan fasilitas energi yang siap setiap saat.

    Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan

    aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,61,2 m/dt.

    Ukuran pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan

    dalam sistem harus tercukupi. Dengan analisis jaringan pipa distribusi, dapat

    ditentukan dimensi atau ukuran pipa agar kuantitas aliran terpenuhi.

    2.3 Sistem Penyediaan Air Bersih

    Dalam tinjauan aspek teknis, penyediaan air bersih di bedakan menjadi

    dua sistem (Chatib, 1996), yaitu:

    1. Sistem Penyediaan Air Bersih Individual (Individual Water Supply System).

    Sistem penyediaan air bersih individual adalah sistem penyediaan air bersih

    untuk penggunaan pribadi atau pelayanan terbatas. Sumber air yang digunakan

    dalam sistem ini umumnya berasal dari air tanah. Hal ini disebabkan air tanah

    memiliki kualitas yang lebih baik di banding sumber lainnya. Sistem penyedi

    aan ini biasnya tidak memiliki komponen transmisi yang dibangun oleh

    pengembang untuk melayani suatu lingkungan perumahan yang dibangunnya.

    Berdasarkan uraian tersebut, yang termasuk dalam sistem ini adalah smur gali,

    pompa tangan dan sumur bor (untuk pelayanan suatu lingkungan perumahan

    tertentu).

  • 14

    2. Sistem Penyediaan Air Bersih Komunitas (Community/Municipality Water

    Supply System). Sistem penyediaan air bersih komunitas atau perkotaan adalah

    suatu sistem penyediaan air bersih untuk masyarakat umum atau skala kota,

    dan untuk pelayanan yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan rumah

    tangga (domestik), sosial maupun industri. Pada umumnya sistem ini

    merupakan sistem yang lengkap dan menyeluruh bahkan kompleks, baik dilihat

    dari segi teknis maupun sifat pelayanannya. Sumber air yang di gunakan

    umumnya air sungai atau sumber mata air yang memiliki kuantitas cukup

    besar. Sistem ini juga dapat mempergunakan beberapa macam sumber

    sekaligus dalam satu sistem sesuai kebutuhannya. Sistem penyediaan air bersih

    meliputi berbagai peralatan seperti: tangki air bawah tanah, tangki air di atas

    atap, pompapompa, perpipaan dan sebagainya.

    2.4 Sistem Pelayanan dan Pengaliran Air Bersih

    Dalam pemanfaatan sumber daya air di kenal dengan system pelayanan

    umum, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dalam pelayanan umum ini dikenal

    tiga sistem penyediaan air bersih (Noerbambang dan Morimura, 1985), dapat

    dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

    Sumber: Noerbambang dan Morimura, 1985

    Gambar 2.2: Sistem Pelayanan Air Bersih

    Mata Air

    Pompa

    Sumur Bor

    a

    2

    Sungai

    a

    a

    b

    b

    b

    b

    c

    c

    c

    c Industri

    Hotel Pabrik

    NIAGA

    Kantor BUMN/BUMD Tempat USAHA

    Sosial

    1

    3

  • 15

    Keterangan:

    (a) jaringan transmisi 1 Intake

    (b) Jaringan di stribusi 2. Instalasi Pengolahan Air (IPA)

    (c) Pelanggan 3. Reservoir

    Dari gambar di atas dapat di jelaskan Sistem Pelayanan Air Bersih, sebagai

    berikut:

    1. Sistem Pengambilan Air Baku (intake). merupakan berfungsi sebagai bangunan

    pertama untuk masuknya air dari sumber air. Pada umumnya, sumber air untuk

    pengolahan air bersih, diambil dari sungai.

    2. Instalasi Pengelohan Air (IPA) merupakan instalasi pengolahan, dari air baku

    menjadi air yang siap untuk didistribusikan kepada pihak konsumen air bersih.

    3. Sistem Jaringan Transmisi, Merupakan suatu jaringan untuk mengalirkan air

    baku ketempat penampungan (reservoir). Cara pengangkutannya bisa dengan

    cara gravitasi atau dengan pemompaan.

    4. Sistem Jaringan Distribusi, adalah sistem penyaluran air bersih dari reservoir

    sampai kedaerahdaerah pelayanan dan pelanggan. Sistem distribusi jaringan

    merupakan sistem yang paling penting dalam penyediaan air bersih, hal ini

    mengingat:

    a. Baik buruknya sistem pelayanan air bersih dinilai dari baik tidaknya sistem

    distribusi, artinya masyarakat hanya mengetahui air sampai ke pelanggan

    dan masyarakat tidak melihat bagaimana prosesnya.

    b. Lebih 60% investasi untuk sistem penyediaan air bersih di pergunakan

    untuk sistem distribusi ini, bahkan jika daerah pelayanannya cukup luas

    sampai mencapai 90%.

    Dalam sistem distribusi air bersih, ada beberapa hal yang harus di perhatikan,

    yaitu:

    1. Air harus sampai pada masyarakat pengguna dengan kualitas baik tanpa ada

    kontaminasi.

    2. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setiap saat dan dalam jumlah yang

    cukup.

  • 16

    3. Sistem dirancang sedemikian rupa sehingga kebocoran pada sistem distribusi

    dapat dihindari, hal ini penting karena menyangkut efektifitas (service user)

    pelayanan dan efisiensi pengelolaan (service provider).

    4. Tekanan air dapat menjangkau daerah pelayanan, walaupun dengan kondisi air

    bersih yang cukup kritis.

    Untuk mendistribusikan air minum kepada konsumen dengan kuantitas,

    kualitas dan tekanan yang cukup memerlukan sistem perpipaan yang baik,

    reservoir, pompa dan dan peralatan yang lain. Metode dari pendistribusian air

    tergantung pada kondisi topografi dari sumber air dan posisi para konsumen

    berada. Menurut Howard S Peavy et.al (1985, Bab 6 hal. 324-326) sistem

    pengaliran yang dipakai adalah sebagai berikut;

    1. Cara Gravitasi

    Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air mempunyai

    perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan, sehingga tekanan yang

    diperlukan dapat dipertahankan. Cara ini dianggap cukup ekonomis, karena hanya

    memanfaatkan beda ketinggian lokasi.

    2. Cara Pemompaan

    Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang

    diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen.

    Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau instalasi pengolahan dan

    daerah pelayanan tidakdapat memberikan tekanan yang cukup.

    3. Cara Gabungan

    Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan tekanan

    yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada kondisi darurat,

    misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi. Selama periode

    pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan dalam reservoir distribusi.

    2.5 Pengelolaan Prasarana Air Bersih

    Konsep Pengelolaan air bersih dan sumber air bersih pada dasarnya

    mencakup upaya pengembangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya air

    berupa menyalurkan air yang tersedia dalam konteks ruang, waktu, jumlah dan

  • 17

    mutu pada suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan

    masyarakat (Kodoatie, 2002).

    Menurut Permen PU nomor: 18/PRT/M/2007, tentang Penyelenggaraan

    pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Pengelolaan Sistem

    Penyediaan Air Minum pengelolaan SPAM meliputi kegiatan perencanaan,

    pelaksanaan, pengawasan serta pengoperasian dan pemanfaatan serta administrasi

    dan kelembagaan SPAM.

    Pengelolaan SPAM bertujuan untuk menghasilkan air minum yang sesuai

    dengan standar yang berlaku dan agar prasarana dan sarana air minum terpelihara

    dengan baik sehingga dapat melayani kebutuhan air minum masyarakat secara

    berkesinambungan. Standar pelayanan minimum air minum harus memenuhi

    ketentuan sesuai peraturan yang berlaku.

    Pengelolaan SPAM dilaksanakan apabila prasarana dan sarana SPAM

    yang telah terbangun siap untuk dioperasikan dengan membentuk organisasi

    penyelenggara SPAM. Pembangunan prasarana dan sarana air minum harus

    simultan dengan pembentukan kelembagaan pengelola SPAM, sehingga ketika

    prasarana dan sarana air minum sudah siap beroperasi, telah terbentuk lembaga

    pengelola SPAM yang berbadan hukum.

    Sedangkan khusus penyelenggara dari kelompok masyarakat tidak

    diharuskan berbadan hukum. Penyelenggara SPAM dapat melibatkan peran serta

    masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber

    air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan

    SPAM. Pelibatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM dapat

    difasilitasi oleh penyelenggara SPAM, antara lain melalui pembentukan forum

    pelanggan, pembentukan unit khusus yang mudah dihubungi untuk menampung

    keluhan dan laporan masyarakat mengenai pengelolaan SPAM, dan lain-lain.

    Dalam kegiatan penyediaan air bersih, diperlukan suatu organisasi yang

    bertugas menyelenggarakan tugas manajemen/pengelolaan. Organisasi tersebut

    dapat dipandang sebagai suatu sistem apabila didalamnya terjadi kegiatan. Untuk

    menjalankan fungsinya sebagai suatu sistem, diperlukan komponen-komponen

  • 18

    untuk saling berinteraksi secara selaras. Komponen tersebut di sebut sebagai

    subsistem.

    Subsistem yang diperlukan dalam sistem penyediaan air bersih dapat

    dijabarkan sebagai berikut (Simatupang, 1995):

    1. Subsistem organisasi dan manajemen, meliputi aspek bentuk organisasi,

    struktur organisasi, personalia (kualitas dan kuantitas), tata laksana kerja dan

    pendidikan serta latihan.

    2. Subsistem teknik operasional, meliputi aspek tingkat penyediaan, lingkup

    wilayah yang terlayani, pospos penampungan air, pengaliran air beserta

    prasarana pendukungnya.

    3. Subsistem pembiayaan dan retribusi/iuran, meliputi aspek sumber pendanaan,

    struktur pembiayaan, pola dan prosedur penarikan iuran dan struktur

    penentuan tarif iuran.

    4. Subsistem pengaturan, meliputi aspek pembentukan aturanaturan

    sebagaimekanisme kontrol terhadap sistem.

    5. Subsistem Peran Serta Masyarakat, meliputi keterlibatan masyarakat dalam

    penentuan jenis sumber air dan perencanaan, penentuan biaya pengelolaan,

    pemeliharaan sarana dan prasarana, pengawasan dan sangsi terhadap

    pelanggaran.

    2.6 Prinsip Manajemen Pengelolaan Air Bersih Dalam kegiatan layanan air bersih, perlu memperhatikan prinsipprinsip

    manajemen, karena dalam menjalankan organisasi dibutuhkan manajemen

    pengelolaan. Manajemen/pengelolaan sumber daya air di definisikan sebagai

    aplikasi dari cara struktural dan non struktural untuk mengendalikan sistem

    sumber daya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/ manfaat manusia

    dan tujuantujuan lingkungan (Grigg, 1996). Jika mengacu pada teori manajemen,

    maka dalam proses pengelolaan terdapat berbagai rangkaian kegiatan yang perlu

    diperhatikan, meliputi:

    1. Penetapan tujuan (goal setting)

    2. Perencanaan (planning)

    3. Staffing

  • 19

    4. Di recting

    5. Supervising

    6. Pengendalian (controling)

    Keenam tahapan tersebut di atas dapat dijadi kan acuan dalam pengelolaan

    layanan air berbasis masyarakat. Namun pada prakteknya, tahapan itu dapat

    dipandang sebagai proses yang dinamis, mengingat karakteristik masyarakat

    sebagai subjek dan objek dipengaruhi oleh lingkungan.

    2.7 Indikator Kinerja Pengelolaan Jaringan (Performance Indicator)

    Indikator Kinerja Jaringan meliputi tingkat efisiensi dan keefektifan dari

    suatu jaringan air bersih yang diberikan kepada aspek khusus dari aktifitas

    jaringan dan tujuan sistem (konsumen) (Deb dan Cesario, 1997 dalam Larry Bab

    IX hal. 4). Efisiensi meliputi bagaimana suatu sistem penyediaan air bersih dapat

    dengan optimal memberikan pelayanan, sedangkan efektifitas meliputi bagaimana

    suatu target pelayanan dapat terpenuhi. Secara umum, indikator kinerja jaringan

    meliputi beberapa persyaratan, antara lain (Larry, 1999, Bab IX hal.5):

    1. Dapat memberikan seluruh aspek yang relevan dari seluruh aspek dalam sistem

    penyediaan air bersih, berdasarkan kebutuhan konsumen pada umumnya.

    2. Merupakan gambaran hasil dari manajemen yang baik.

    3. Terdiri hanya dari faktor-faktor indikator kinerja jaringan yang dapat dipenuhi

    oleh target pelayanan, peralatan dan harga yang mahal harus dihindari.

    4. Harus merupakan hal yang mudah untuk dipahami oleh konsumen dapat

    menjadi aplikatif untuk semua sistem dengan karakteristik yang berbeda.

    Indikator Kinerja Jaringan akan memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan

    konsumen akan air bersih, serta akan memberikan masukan yang baik bagi

    pembangunan / pengembangan suatu sistem jaringan air bersih dari suatu kota /

    kawasan (Larry, 1999, Bab IX hal.7). Sehingga dengan indikator kinerja jaringan

    yang baik, maka akan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan,

    sehingga dapat mencapai suatu tingkat kepuasan pelanggan. Indikator Kinerja

    meliputi (Larry, 1999, Bab IX hal.19):

    1. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

  • 20

    Indikator kinerja merupakan gambaran (reflection) dari harapan konsumen dan

    penilaian terhadap pelayanan penyediaan air bersih.

    2. Kualitas (Quality)

    Merupakan kualitas pelayanan dari suatu sistem penyediaan air bersih,

    sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, dan mencapai tingkat

    kepuasan pelanggan.

    3. Tingkat ketersediaan (Availability)

    Merupakan ketersediaan sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih,

    termasuk di dalamnya ketersediaan suplai air yang dapat memenuhi kebutuhan

    pelanggan.

    2.8 Tolok Ukur Penilaian Kinerja Penyediaan Air Bersih

    Ada tiga kegiatan yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian

    kinerja secara efektif, yakni relevancy, reliability, dan discrimination. Dimana

    relevancy menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dan tujuan kinerja.

    Reliability menunjukkan tingkat makna kriteria yang menghasilkan hasil yang

    konsisten.

    Sedangkan diskriminasi digunakan untuk mengukur tingkat dimana suatu

    kriteria kinerja dapat memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam kinerja.

    Dengan merujuk pada beberapa pengertian di atas, baik berkaitan dengan

    pengertian kinerja serta kriteria penilaian, maupun berbagai pengertian efektifitas

    dan efisiensi, penilaian kinerja dalam penyediaan air bersih ditentukan oleh:

    1. Kinerja penyediaan air bersih sangat terkait dengan kualitas dan kuantitas air

    yang dapat dinikmati oleh konsumen sebagai pengguna jasa pelayanan,

    termasuk tingkat kepuasan yang dapat dicapai.

    2. Kinerja penyediaan air bersih ditentukan oleh tingkat efektifitas dan efisiensi

    dalam pengadaannya.

    3. Berbagai kriteria teknis dan standar desain yang berlaku dalam perencanaan

    sisitem penyediaan air bersih, seperti kualitas air baku, sistem transmisi, sistem

    distribusi, dan proses pengolahan air serta mengacu pada standar kualitas air

    bersih yang telah ditetapkan pemerintah.

  • 21

    4. Penilaian tingkat efisiensi ditentukan atas dasar perbandingan antara jumlah

    biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan kualitas dan kuantitas air yang

    dihasilkan, serta tingkat kepuasan yang ingin dicapai.

    2.9 Tolok Ukur Kepuasan Penyediaan Air Bersih

    Hal yang paling diharapkan oleh masyarakat sebagai pengguna pelayanan

    air bersih (customers expectation) adalah tersedianya air, terutama setiap saat

    dibutuhkan, serta jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan air bersih harian,

    sehingga kuantitas dan kontinuitas aliran air bersih menjadi hal yang utama dalam

    penentuan tingkat kepuasan bagi masyarakat pengguna jasa layanan.

    Selain itu, kualitas air bersih yang didistribusikan ke pelanggan, yang

    memenuhi standar baku mutu kualitas air bersih, serta tidak menimbulkan dampak

    yang buruk bagi kesehatan manusia maupun lingkungan juga merupakan harapan

    bagi setiap pengguna jasa layanan air bersih. Dengan adanya kualitas air bersih

    yang memenuhi sntandar baku mutu, maka akan meningkatkan tingkat kepuasan

    masyarakat pengguna jasa layanan.

    Berdasarkan tolok ukur yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat

    dilihat bahwa ada suatu hubungan keterkaitan yang erat antara Kinerja

    pengelolaan penyedia layanan air bersih yang dalam hal ini adalah Badan

    Pengelola dan Tingkat Kepuasan Masyarakat (Pelanggan) yang dalam hal ini

    adalah masyarakat pengguna layanan. Jika Badan Pengelola sebagai penyedia

    layanan dapat meningkatkan kinerja sistem jaringan distribusi air minum nya,

    maka secara otomatis akan juga meningkatkan Tingkat Kepuasan masyarakat

    terhadap layanan yang diberikan.

    2.10 Penilaian Kinerja Menurut Kepmendagri No.47 Tahun 1999

    Penilaian kinerja ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

    perusahaan dalam menjalankan operasinya, sehingga dapat diketahui keberhasilan

    PDAM tersebut dalam bentuk kategori kinerja yang sangat baik, baik, cukup,

    kurang atau tidak baik.

    Penilaian kinerja PDAM menurut Kepmendagri No. 47 tahun 1999

  • 22

    meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu aspek operasional, keuangan dan administrasi.

    Ketiga aspek tersebut memiliki indikator penilaian masing-masing.

    a. Penilaian Kinerja Aspek Operasional. Ditinjau berdasarkan aspek operasional, penilaian kinerja meliputi:

    1. Cakupan pelayanan

    Cakupan pelayanan air bersih dinilai didasarkan kondisi penduduk yang

    ada pada wilayah tersebut, yaitu dengan membandingkan jumlah

    penduduk yang terlayani terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan.

    Jumlah penduduk terlayani adalah jumlah orang yang sudah mendapat

    pelayanan jaringan air bersih, sedangkan jumlah penduduk keseluruhan

    adalah jumlah penduduk dalam wilayah kerja PDAM tersebut.

    2. Kualitas air

    Kualitas air adalah merupakan mutu air yang diproduksi dan

    didistribusikan oleh PDAM untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

    Penilaian kualitas air menggunakan parameter baku mutu air bersih

    berdasarkan Kepmendagri No. 47/1999 yaitu kualitas ait yang memenuhi

    syarat air minum, memenuhi syarat air bersih dan tidak memenuhi syarat

    keduanya. .

    3. Kontinuitas air

    Penilaian kontinuitas pengaliran air bersih dilakukan dengan cara

    penilaian kualitatif. Kriteria penilaian kualitatif menurut Kepmendagri No.

    47/1999, yaitu:

    a. Pelanggan mendapatkan distribusi air selama 24 jam;

    b. Mendapatkan distribusi kurang dari 24 jam; atau

    c. Tidak mendapatkan air sama sekali

    Selain ditinjau dari segi waktu pengaliran, penilaian kontinuitas juga

    ditinjau berdasarkan besarnya tekanan air yang keluar dari kran pelanggan.

    Indikator penilaian tekanan adalah tekanan air normal sebesar 0,5 - 1,0

    meter Atm (510 mka). Jika tekanan yang dihasilkan relatif tidak normal,

    maka hal ini menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam

    menyediakan pelayanan secara penuh sesuai dengan kebutuhan.

  • 23

    4. Produktivitas

    Produktivitas pemanfaatan instalasi air bersih dapat diketahui berdasarkan

    jumlah kapasitas produksi dan kapasitas terpasang. Kapasitas produksi

    adalah kapasitas yang dihasilkan dalam menghasilkan produksi air,

    sedangkan kapasitas terpasang adalah kapasitas desain (design capacity).

    5. Kemampuan penanganan pengaduan

    Rasio kemampuan penanganan pengaduan dapat ditentukan dari berapa

    jumlah pengaduan yang telah tertangani dari jumlah seluruh pengaduan

    dalam kurun satu bulan.

    6. Kemudahan pelayanan

    Penilaian kemudahan pelayanan didasarkan pada ketersediaan sarana

    penunjang dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan, baik untuk

    melakukan pembayaran maupun pengaduan.

    b. Penilaian Kinerja Aspek Keuangan. Ditinjau berdasarkan aspek keuangan menurut Kepmendagri N0.47 Tahun

    1999, penilaian kinerja meliputi 1 (satu) dari 10 (sepuluh) indikator penilaian,

    yaitu rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi, yaitu perbandingan

    biaya operasi terhadap pendapatan operasi.

    c. Penilaian Kinerja Aspek Administrasi. Menurut Kepmendagri N0.47 Tahun 1999, ditinjau berdasarkan aspek

    administrasi penilaian kinerja meliputi 10 (sepuluh) indikator penilaian, yaitu

    sebagai berikut:

    1. Rencana Jangka Panjang (Corporate Plan) Perusahaan telah memiliki rencana jangka panjang (corporate plan).

    Rencana tersebut dituangkan dalam rencana tindakan kemantapan kinerja 10

    tahun ke depan, dan harus dipedomani sebagai tindak lanjut perusahaan.

    2. Rencana Organisasi dan Uraian Tugas

    PDAM harus memiliki rencana organisasi dan uraian tugas tingkat Kepala

    Bagian sampai tingkat Kepala Seksi secara tertulis.

    3. Prosedur Operasi Standar PDAM harus memiliki prosedur operasi standar untuk bidang operasional

  • 24

    bidang keuangan, dan bidang administrasi. Dalam pelaksanaannya harus

    mengikuti terhadap prosedur operasi standar tersebut.

    4. Gambar Nyata Laksana (As Built Drawing). Setiap pengerjaan jaringan yang ada PDAM harus membuat Gambar Nyata

    Laksana secara detail.

    5. Pedoman Penilaian Kerja Karyawan PDAM harus memiliki pedoman penilaian kerja karyawan. Pedoman ini

    digunakan untuk menilai kedisiplinan, loyalitas, profesionalisme dan

    pengembangan prestasi karyawan yang dijadikan acuan di dalam penentuan

    karir, pemberian kompensasi serta peningkatan sumber daya manusia

    melalui pelatihan/diklat di dalam maupun di luar perusahaan.

    6. Tertib Laporan Internal Laporan internal PDAM berupa laporan tahunan, laporan bulanan, laporan

    harian. Laporan-laporan yang dibuat tersebut baik laporan keuangan

    maupun operasional harus tepat waktu.

    7. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PDAM harus mempunyai rencana kinerja dan anggaran perusahaan

    (RKAP), yang dipedomani dalam melaksanakan kegiatan tahunan.