BAB II nya mike utk kompre.doc
-
Upload
cecilia-mike-openg -
Category
Documents
-
view
949 -
download
4
Transcript of BAB II nya mike utk kompre.doc
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masa Kehamilan
2.1.1 Definisi
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa
dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat
fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu
40 minggu. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo Sarwono, 2010 : 213)
Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, di mana trimester kesatu berlangsung
dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan
trimester ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40). (Ilmu kebidanan,
Prawirohardjo Sarwono, 2010 : 213)
Menurut Manuaba masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya
janin. Kehamilan normal adalah masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin, lama kehamilan berlangsung sampai persalinan aterm adalah
sekitar 280 hari sampai 300 hari. (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Manuaba
; 2010 , 106).
Jadi, kehamilan adalah mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya
280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu) dihitung dari hari
pertama haid terakhir.
2.1.2 Pembagian Trimester Dalam Kehamilan
Kehamilan terbagi dalam 3 trimester yaitu :
1. Trimester pertama (antara 0 sampai 12 minggu)
2. Trimester kedua (antara 13 sampai 27 minggu)
3. Trimester ketiga (antara 28 sampai 40 minggu) (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo
Sarwono, 2010 : 213)
Kehamilan terbagi dalam 3 trimester yaitu :
1. Trimester pertama (antara 0 sampai 13 minggu)
2. Trimester kedua (antara 14 sampai 27 minggu)
3. Trimester ketiga (antara 28 sampai 40 minggu) (Askeb Pada Masa
Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 : 4)
2.1.3 Tanda Kehamilan
2.1.3.1 Tanda dugaan hamil
Tanda kehamilan yaitu :
1. Amenore atau tidak mengalami menstruasi sesuai siklus (terlambat haid)
2. Nausea (mual), anoreksia, emesis (muntah), dan hipersalivasi.
3. Pusing.
4. Miksing atau sering buang air kecil.
5. Konstipasi
6. Hiperpigmentasi pada striae, cloasma dan linea nigra.
7. Varises.
8. Payudara menegang.
9. Perubahan perasaan.
10. Berat badan bertambah. (Askeb Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 : 85)
2.1.3.2 Tanda tidak pasti kehamilan
Tanda tidak pasti kehamilan yaitu :
a. Rahim membesar
b. Tanda hegar
Uterus segmen bawah lebih lunak dari pada bagian yang lain.
c. Tanda chadwick
Perubahan warna pada serviks dan vagina menjadi kebiru-biruan.
d. Tanda piskacek
Uterus membesar ke salah satu arah hingga menonjol jelas ke pembesaran
perut.
e. Tanda braxton-hicks
Uterus mudah berkontraksi jika dirangsang.
f. Basal Metabolism Rate (BMR) meningkat.
g. Ballottement positif
Jika dilakukan pemeriksaan palpasi di perut ibu dengan cara menggoyang-
goyangkan di salah satu sisi, maka akan terasa “pantulan” di sisi yang lain.
h. Tes Urine kehamilan (tes HCG) positif.
Tes urin dilaksanakan minimal satu minggu setelah terjadi pembuahan. Tujuan
dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kadar hormon gonadotropin
dalam urin. Kadar yang melebihi ambang normal, mengindikasikan bahwa
wanita mengalami kehamilan. (Askeb Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 :
83-85)
2.1.3.3 Tanda Pasti Kehamilan
Tanda pasti kehamilan yaitu :
1. Terdengar denyut jantung janin (DJJ).
2. Terasa gerakan janin.
3. Pada pemeriksaan USG terlihat adanya kantong kehamilan, ada gambar
embrio.
4. Pada pemeriksaan rontgen terlihat adanya rangka janin (>16 minggu). (Askeb
Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 : 83)
2.1.4 Tanda Bahaya Kehamilan
Tanda bahaya kehamilan yaitu :
1. Masalah penglihatan
2. Sakit kepala hebat
3. Bengkak pada muka atau tangan
4. Nyeri abdomen yang hebat
5. Bayi kurang bergerak seperti biasa
6. Perdarahan per vaginam (Askeb Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 : 128)
2.1.5 Perubahan Anatomik dan Fisiologik pada Wanita Hamil
Perubahan Anatomik dan Fisiologik pada wanita hamil, yaitu :
2.1.5.1 Sistem reproduksi
1. Uterus
a. Ukuran
Pada kehamilan cukup bulan, ukuran uterus adalah 30x25x20cm dengan
kapasitas 4.000cc. Hal ini memungkinkan bagi adekuatnya akomodasi
pertumbuhan janin. Pada saat ini rahim membesar akibat hipertropi dan hiperplasi
otot polos rahim, serabut-serabut kolagennya menjadi higroskopik dan
endometrium menjadi desidua.
b. Berat
Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir
bulan.
c. Posisi Rahim dalam kehamilan
1) Pada permulaan kehamilan, dalam posisi antefleksi atau retrofleksi.
2) Pada 4 bulan kehamilan, rahim tetap berada dalam rongga pelvis.
3) Setelah itu, mulai memasuki rongga perut yang dalam pembesarannya dapat
mencapai batas hati.
4) Pada ibu hamil, rahim biasanya fleksibel, lebih mengisi rongga abdomen
kanan atau kiri.
d. Vaskularisasi
Arteri uterine dan ovarika bertambah dalam diameter, panjang, dan anak-anak
cabangnya, pembuluh darah vena mengembang dan bertambah.
e. Serviks uteri
Bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak, kondisi ini yang disebut tanda
Goodell. Kelenjar endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan
mukus. Oleh karena pertambahan dan pelebaran pembuluh darah, warnanya
menjadi livide, dan ini disebut dengan tanda Chadwick.
2. Ovarium
Terjadinya kehamilan indung telur yang mengandung korpus luteum
gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang
sempurna pada usia 16 minggu.
3. Vagina dan vulva
Organ vagina dan vulva mengalami peningkatan sirkulasi darah karena
pengaruh estrogen, sehingga tampak makin merah dan kebiru-biruan (tanda
Chadwiks) (Askeb Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 : 58-66)
2.1.5.2 Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan jumlah darah yang di pompa oleh jantung setiap menitnya
curah jantung (cardiac output) meningkat 30-50% yang terjadi pada usia
kehamilan 6 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 16-28
minggu. Karena itu denyut jantung pada saat istirahat juga meningkat (dalam
keadaan normal 70x/menit menjadi 80-90x/menit). Setelah usia 30 minggu curah
jantung agak menurun karena pembesaran rahim yang menekan vena yang
membawah darah dari tungkai ke jantung.
2.1.5.3 Sistem Urinaria
Selama kehamilan, ginjal bekerja lebih berat. Ginjal menyaring darah yang
volumenya meningkat (sampai 30-50% atau lebih), yang puncaknya terjadi pada
usia kehamilan 16-24 minggu sampai saat sebelum persalinan (pada saat ini aliran
darah keginjal berkurang akibat penekanan rahim yang membesar).
2.1.5.4 Sistem Gastronintestinal
Rahim yang membesar akan menekan rectum dan usus bagian bawah,
sehingga terjadi sembelit atau konstipasi. Wanita hamil sering mengalami rasa
panas di dada (heartburn) dan sendawa yang mungkin terjadi karena makanan
lebih lama berada dalam lambung dan karena relaksasi sfingter di kerongkongan
bagian bawah yang memungkinkan isi lambung mengalir kembali ke
tenggorokan.
2.1.5.5 Sistem Metabolisme
1. Zat besi
Kebutuhan zat besi wanita hamil kurang lebih 1.000 mg, 500 mg dibutuhkan
untuk meningkatkan massa sel darah merah dan 300 mg untuk transportasi ke
fetus ketika kehamilan memasuki usia 12 minggu, 200 mg untuk menghentikan
cairan yang keluar dari tubuh. Wanita hamil membutuhkan rata-rata 3,5 mg /hari.
2. Lemak
Pada metabolisme lemak terjadi peningkatan kadar kolesterol sampai 350 mg
atau lebih per 100cc. Hormon somatotropin mempunyai peranan dalam
pembentukan lemak pada payudara. Deposit lemak lainnya tersimpan di badan,
perut, paha dan lengan.
3. Mineral
Pada metabolisme mineral yang terjadi adalah pada kalsium, di butuhkan rata-
rata 1,5 gram sehari, sedangkan untuk pembentukan tulang terutama di trimester
akhir dibutuhkan 30-40 gram. Fosfor dibutuhkan rata-rata 2 gram per hari. Air
pada wanita hamil cenderung mengalami retensi air.
2.1.5.6 Sistem Muskuloskeletal
1. Kulit
Cloasma Gravidarum adalah bintik-bintik pigmen kecoklatan yang tampak di
kulit kening dan pipi. Peningkatan pigmentasi juga terjadi di sekeliling puting
susu, sedangkan di perut bawah bagian tengah biasanya akan tampak garis gelap,
yaitu spider angioma (pembuluh darah kecil yang memberi gambaran seperti
laba-laba) bisa muncul di kulit atau di atas pinggang. Pelebaran pembuluh darah
kecil yang berdinding tipis sering kali tampak di tungkai bawah.
2. Payudara
Perubahan yang terjadi pada payudara yang dapat diamati adalah sebagai
berikut :
a. Selama kehamilan payudara bertambah besar, tegang dan berat.
b. Dapat teraba nodul-nodul, akibat hipertropi kelenjar alveoli.
c. Bayangan vena-vena lebih membiru.
d. Hiperpigmentasi pada areola dan puting susu.
e. Kalau diperas akan keluar air susu jolong (kolustrum) berwarna
kuning.
2.1.5.7 Sistem Endrokrin
Progesteron dan estrogen merangsang proliferasi dari desidua (lapisan dalam
uterus) dalam upaya mempersiapkan implantasi jika kehamilan terjadi. Plasenta
yang terbentuk secara sempurna dan berfungsi 10 minggu setelah pembuahan
terjadi, akan mengambil alih tugas korpus luteum untuk memproduksi estrogen
dan progesterone.
2.1.6 Perubahan Psikologis
2.1.6.1 Pada Trimester I
Perubahan psikologis yang dialami pada trimester I adalah:
1. Ibu merasa tidak sehat dan kadang benci terhadap kehamilannya.
2. Kadang muncul penolakan, kekecewaan, kecemasan dan kesedihan, bahkan ibu
berharap agar dirinya tidak hamil saja.
3. Ibu mencari tanda-tanda untuk meyakinkan bahwa ibu benar hamil.
4. Setiap perubahan yang terjadi pada dirinya akan mendapat perhatian secara
seksama. Karena perut ibu masih kecil kemungkinan kehamilan akan
dirahasiakan.
5. Penurunan hasrat hubungan seks. (Askeb Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari,
2009 : 76)
2.1.6.2 Pada Trimester II
Perubahan psikologis yang dialami pada trimester II adalah :
1. Ibu merasa sehat, tubuh ibu sudah biasa dengan kadar hormon yang tinggi.
2. Ibu sudah bisa menerima kehamilannya.
3. Merasakan gerakan anak.
4. Merasa terlepas dari ketidaknyamanan dan kekhawatiran.
5. Libido meningkat.
6. Menuntut perhatian dan cinta.
7. Merasa bahwa bayinya sebagai individu yang merupakan bagian dari dirinya.
8. Hubungan sosial meningkat dengan wanita hamil lainnya atau pada
orang lain yang baru menjadi ibu.
9. Ketertarikan dan aktivitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran dan
persiapan untuk peran baru. (Askeb Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 :
76-77)
2.1.6.3 Pada Trimester III
Perubahan psikologis yang dialami pada trimester III adalah:
1. Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh dan tidak
menarik.
2. Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat waktu.
3. Takut rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat melahirkan, khawatir
akan keselamatannya.
4. Merasa sedih karena akan berpisah dengan bayinya
5. Merasa kehilangan perhatian
6. Perasaan mudah terluka (sensitif)
7. Libido menurun
8. Khawatir bayi akan dilahirkan dalam keadaan tidak normal, bermimpi yang
mencerminkan perhatian dan kekhawatirannya. (Askeb Pada Masa Kehamilan,
Sulistyawati Ari, 2009 : 77)
2.1.7 Kebutuhan ibu hamil
Kebutuhan pada ibu hamil yaitu :
2.1.7.1 Kebutuhan Fisik
Kebutuhan makanan pada ibu hamil mutlak harus dipenuhi. Kekurangan
nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, IUGR, inersia uteri, pendarahan
pasca persalinan, sepsis puerperalis. Sedangkan kelebihan konsumsi makanan
pada ibu hamil akan berakibat kegemukan, preeklampsi dan janin terlalu besar.
Hal penting yang harus di perhatikan adalah cara mengatur menu dan pengolahan
menu tersebut dengan berpedoman pada Pedoman Umum Gizi Seimbang. (Askeb
Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 : 107-122).
2.1.7.2 Kebutuhan Energi
Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional menganjurkan pada ibu hamil untuk
meningkatkan asupan energinya sebesar 285 kkal per hari, yang terdiri atas :
1. Protein
Ibu hamil mengalami peningkatan kebutuhan protein sebanyak 68 % selama
kehamilan, atau 12% atau 75-100 gram per hari.
2. Zat Besi
Diberikan pada usia kehamilan 12 minggu sebesar 30-60 gram setiap hari
selama kehamilan dan enam minggu setelah kelahiran untuk mencegah anemia
postpartum.
3. Asam Folat
Kebutuhan Asam folat selama trimester I sebesar 280 mikrogram, trimester II
sebesar 660 mikrogram, dan trimester III sebesar 470 mikrogram. Asam folat
sebaiknya diberikan pada 28 hari setelah ovulasi atau 28 hari setelah kehamilan
karena sumsum tulang belakang dan otak dibentuk pada minggu pertama
kehamilan.
4. Kalsium
Kadar kalsium pada ibu hamil mengalami penuranan sebesar 5 %, karena itu,
asupan yang optimal perlu dipertimbangkan. Sumber utama kalsium adalah
susu, dan hasil olahannya udang, sarang burung, sarden dalam kaleng, dan
beberapa bahan makanan nabati, seperti sayuran warna hijau.
2.1.7.3 Obat-obatan
Sebenarnya jika kondisi ibu hamil tidak dalam keadaan yang benar-benar
berindikasi untuk diberikan obat-obatan, sebaiknya pemberian obat dihindari.
Penatalaksanaan keluhan dan ketidaknyamanan yang dialami lebih dianjurkan
kepada pencegahan dan perawatan saja.
2.1.7.4 Lingkungan yang Bersih
Salah satu pendukung untuk keberhasilan yang sehat dan aman adalah adanya
lingkungan yang bersih, karena kemungkinan terpapar kuman dan zat toksik yang
berbahaya bagi ibu dan janin akan terminimalisasi. Lingkugan bersih disini adalah
temasuk bebas dari populasi udara seperti asap rokok.
2.1.7.5 Senam Hamil
Senam hamil berfungsi melancarkan sirkulasi darah, nafsu makan bertambah,
pencernaan menjadi lebih baik, dan tidur menjadi lebih nyenyak.
2.2.7.6 Pakaian
Meskipun pakaian bukan merupakan hal yang berakibat langsung terhadap
kesejahteraan ibu dan janin, namun perlu kiranya jika tetap mempertimbangkan
beberapa aspek kenyamanan dalam berpakaian. Pemakaian pakaian dan
kelengkapannya yang kurang tepat akan mengakibatkan beberapa
ketidaknyamanan yang akan mengganggu fisik dan psikologis ibu.
2.1.7.7 Istirahat dan Rekreasi
Adanya perubahan fisik pada ibu hamil, salah satunya beban berat pada perut
sehingga terjadi perubahan sikap tubuh, tidak jarang ibu akan mengalami
kelelahan, oleh karena itu istirahat dan tidur sangat penting untuk ibu hamil. Pada
trimester akhir kehamilan sering diiringi dengan bertambahnya ukuran janin,
sehingga terkadang ibu kesulitan untuk menentukan posisi yang paling baik dan
nyaman untuk tidur. Posisi tidur yang dianjurkan pada ibu hamil adalah miring ke
kiri, kaki kiri lurus, kaki kanan sedikit menekuk dan diganjal dengan bantal, dan
untuk mengurangi rasa nyeri pada perut, ganjal dengan bantal pada perut bawah
sebelah kiri. Meskipun dalam keadaan hamil, ibu masih membutuhkan rekreasi
untuk menyegarkan pikiran dan perasaan, misalnya dengan mengunjungi objek
wisata atau pergi keluar kota.
2.1.7.8 Kebersihan Tubuh
Perubahan sistem metabolisme mengakibatkan peningkatan pengeluaran
keringat. Keringat yang menempel di kulit meningkatkan kelembapan kulit dan
memungkinkan menjadi tempat berkembangnya mikroorganisme. Jika tidak
dibersihkan (dengan mandi), maka ibu hamil akan sangat mudah untuk terkena
penyakit kulit. yang menyebabkan ibu akan lebih terkena penyakit. Selain itu
kebersihan daerah vital harus diperhatikan, karena saat hamil terjadi pengeluaran
secret vagina yang berlebihan, karena itulah ibu mandi dan menganti pakaian
dalam secara rutin.
2.1.7.9 Perawatan Payudara
Hal-hal yang harus di perhatikan dalam perawata payudara :
1. Hindari pemakaian bra yang terlalu ketat.
2. Gunakan bra dengan bentuk penyanggah payudara.
3. Hindari membersihkan puting susu dengan sabun mandi. Bersihkan puting susu
ibu dengan minyak kelapa lalu bilas dengan air hangat.
4. Jika di temukan pengluaran cairan yang berwarna kekuningan dari payudara,
berarti produksi ASI telah dimulai.
2.1.7.10 Eliminasi
Keluhan yang sering muncul pada kehamilan berkaitan dengan eliminasi
adalah konstipasi dan sering berkemih. Konstipasi terjadi karena adanya pengaruh
hormon progesteron yang mempunyai efek rileks terhadap otot-otot polos, salah
satunya otot usus. Selain itu, desakan usus oleh pembesaran janin juga
menyebabkan bertambahanya konstipasi. Tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan mengkonsumsi makanan tinggi serat dan banyak minum
air putih hangat ketika perut dalam keadaan kosong. Minum air putih hangat
ketika perut dalam keadaan kosong dapat merangsang gerakan peristaltik usus.
Jika ibu sudah mengalami dorongan , maka segeralah untuk buang air besar agar
tidak terjadi konstipasi.
Sering buang air kecil merupakan keluhan yang umum dirasakan oleh ibu
hamil, terutama pada trimester I dan III. Hal tersebut adalah kondisi yang
fisiologis. Ini terjadi karena pada awal kehamilan terjadi pembesaran uterus yang
mendesak kantong kemih sehingga kapasitasnya berkurang. Sedangkan pada
trimester III terjadi pembesaran janin yang juga menyebabkan desakan pada
kantung kemih. Tindakan mengurangi asupan cairan untuk mengurangi keluhan
ini sangat tidak dianjurkan, karena akan menyebabkan dehidrasi.
2.1.7.11 Kebutuhan Seksual
Hubungan seksual selama kehamilan tidak dilarang selama tidak ada riwayat
penyakit seperti :
1. Abortus dan kelahiran premature
2. Pendarahan pervaginam
3. Koitus harus dilakukan dengan hati-hati terutama pada minggu terakhir
kehamilan.
4. Bila ketuban sudah pecah, koitus dilarang karena dapat menyebabkan
infeksi janin intrauteri.
2.1.7.12 Sikap Tubuh yang Baik (Body Mechanic)
Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, tubuh akan mengadakan
penyesuaian fisik dengan bertambah ukuran janin. Perubahan tubuh yang paling
jelas tulang punggung bertambah lordosis karena tumpukan tubuh bergeser lebih
kebelakang dibandingkan sikap tubuh ketika tidak hamil. Keluhan yang sering
muncul dari perubahan ini adalah rasa pegal di punggung dan kram kaki ketika
tidur malam hari. Untuk mencegah dan menguranggi keluhan ini perlu adanya
sikap tubuh yang baik.
2.1.7.13 Imunisasi
Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakakan untuk mencegah
penyakityang dapat menyebabkan kematian ibu dan janin. Jenis imunisasi yang di
berikan adalah Tetanus Tixoid (TT) yang dapat mencegah penyakit tetanus.
Imunisasi TT pada ibu hamil harus terlebih dulu ditentukan status
kekebalan/imunitasnya. Selama kehamilan bila ibu hamil statusnya T0 maka
hendaknya mendapatkan minimal 2 dosis (TT1 dan TT2 dengan interval 4 minggu
dan bila memungkinkan untuk mendapatkan TT3 sesudah 6 bulan berikutnya).
Tabel 2.1
Pemberian Suntikan TT
Status Jenis Suntikan Interval Lama Persentase TT Waktu Perlindungan Perlindungan T0 Belum pernah
mendapat suntikkan TT
T1 TT1 80T2 TT2 4 minggu 3 tahun 95
dari TT1T3 TT3 6 bukan
dari TT2 5 tahun 99T4 TT4 Minimal 10 tahun 99
1 tahun dari TT3
T5 TT5 3 tahun 10 tahun 99dari TT4
(Sumber: Sulistyawati A, 2009 : 121)
2.1.7.14 Persiapan Persalinan
Meskipun perkiraan persalinan masih lama tidak ada salahnya jika ibu dan
keluarga mempersiapkan persalinan sejak jauh hari sebelumnya. Ini dimasukkan
agar terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan atau persalinan maju dari perkirann,
semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah siap.
2.1.7.15 Tanda Bahaya Kehamilan
Tanda bahaya dalam kehamilan:
1. Perdarahan per vagina.
2. Sakit kepala hebat.
3. Masalah penglihatan.
4. Bengkak pada muka atau tangan.
5. Nyeri abdomen yang hebat.
6. Bayi kurang bergerak seperti biasa.
2.1.8 Asuhan Kehamilan (Ante Natal Care)
2.1.8.1 Definisi
Asuhan ante natal adalah upaya preventer program pelayanan kesehatan
obsetri untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian
kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo Sarwono,
2010 : 278).
2.1.8.2 Tujuan Ante Natal Care (ANC)
Tujuan ANC adalah :
a. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental
ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran
bayi.
b. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis,
bedah atau obsetri selama kehamilan.
c. Mengembangkan persiapan persalinana serta kesiapan
menghadapi komplikasi.
d. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan
sukses, menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis
dan sosial. (Perawatan Ibu Hamil, Kusmiyati Yuni dkk, 2009 : 4).
2.1.8.3 Pemeriksaan Diagnostik Kebidanan
Pemeriksaan obstetrik pada ibu hamil menggunakan cara Leopold yaitu :
1. Tes urin kehamilan (Tes HCG)
a. Dilaksanakan seawal mungkin begitu diketahui ada amenore (satu minggu
setelah koitus).
b. Upayakan urin yang digunakan adalah urin pagi hari.
2. Palpasi abdomen
Menggunakan cara leopold dengan langkah sebagai berikut.
a. Leopold I
Bertujuan untuk mengetahui TFU dan bagian janin yang ada di fundus. Cara
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a) Pemeriksa mengahadap pasien, pasien tidur terlentang dengan kaki
ditekuk dan pastikan posisi ibu nyaman.
b) Kedua tangan meraba bagian fundus dan mengukur berapa tinggi fundus
uteri.
c) Meraba bagian yang ada di fundus. Jika teraba benda bulat, melenting,
mudah digerakkan, maka itu adalah kepala. Namun jika teraba benda
bulat, besar, lunak, tidak melenting, dan susah digerakkan maka itu
adalah bokong janin.
b. Leopold II
1) Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada di sebelah kanan
atau kiri ibu.
2) Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a) Kedua tangan pemeriksa berada di sebelah kanan dan kiri perut ibu.
b) Ketika memeriksa sebelah kanan, maka tangan kanan menahan perut
sebelah kiri ke arah kanan.
c) Raba perut sebelah kanan menggunakan tangan kiri, dan rasakan
bagian apa yang ada di sebelah kanan (jika teraba benda yang rata,
tidak teraba bagian kecil, terasa ada tahanan, maka itu adalah
punggung bayi, namun jika teraba bagian-bagian yang kecil dan
menonjol, maka itu adalah bagian kecil janin).
c. Leopold III
1) Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada di bawah uterus.
2) Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a) Tangan kiri menahan fundus uteri.
b) Tangan kanan meraba bagian yang ada di bagian bawah uterus. Jika
teraba bagian yang bulat, melenting, keras, dan dapat digoyangkan,
maka itu adalah kepala. Namun jika teraba bagian yang bulat, besar,
lunak, dan sulit digerakkan, maka itu adalah bokong. Jika di bagian
bawah tidak ditemukan kedua bagian seperti diatas, maka
pertimbangkan apakah janin berada dalam letak melintang.
d. Leopold IV
1) Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada di bawah dan untuk
mengetahui apakah kepala sudah masuk panggul atau belum.
2) Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a) Pemeriksa menghadap kaki pasien (kaki pasien pastikan dalam
posisi lurus)
b) Kedua tangan meraba bagian janin yang ada di bawah.
c) Jika teraba kepala, tempatkan kedua tangan di dua belah pihak yang
berlawanan di bagian bawah.
d) Jika kedua tangan konvergen (tidak saling bertemu) berarti kepala
belum masuk panggul.
e) Jika kedua tangan divergen (saling bertemu) berarti kepala sudah
masuk panggul. (Askeb Pada Masa Kehamilan, Sulistyawati Ari, 2009 : 89-93).
2.1.8.4 Menghitung taksiran persalinan
Untuk menghitung taksiran persalinan digunakan rumus Neagle, yaitu sebagai
berikut :
1. Rumus Neagle dapat dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir
2. Jika HPHT – nya bulan januari – maret maka rumusnya adalah Hari + 7,
Bulan + 9, Tahun menyesuaikan.
3. Jika HPHT – nya bulan april – desember, maka rumusnya adalah Hari + 7,
Bulan – 3, Tahun menyesuaikan.
Namun, rumus ini tidak bisa digunakan pada :
a. Ibu dengan riwayat haid yang tidak teratur
b. Ibu hamil saat masih menyusui dan belum haid sesudah melahirkan
c. Ibu hamil karena berhenti mengkonsumsi pil KB dan belum haid. (Ummi Hani,
dkk, 2010 : 79-80)
2.1.8.5 Menentukan Taksiran Berat Janin
Cara untuk menentukan taksiran berat janin menurut Mc. Donald, yaitu (
Tinggi Findus dalam cm-n) x 155 = Berat (gram). Bila kepala di atas atau pada
spina iskiadika maka n =12. Apabila kepala di bawah spina iskiadika maka n =11.
Taksiran ini hanya berlaku untuk janin dengan presentasi kepala. (Perawatan Ibu
Hamil, Kusmiyati Yuni, dkk, 2009 : 5)
2.1.8.6 Standar Asuhan Kehamilan
Ada 14 prinsip Ante Natal Care yaitu :
1. Tanyakan dan sapa ibu dengan ramah
2. Ukur tinggi dan timbang berat badan ibu
3. Temukan kelainan atau periksa daerah muka atau leher (gondok, vena
jugularis eksterna), oedem pada jari dan tungkai, lingkaran lengan atas,
panggul (perkusi ginjal) dan refleks lutut.
4. Ukur tekanan darah
5. Tekan atau palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, senam payudara,
tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI
6. Ukur tinggi fundus uteri
Tabel 2.1TFU menurut penambahan per tiga jari
Usia Kehamilan (minggu) Tinggi Fundus uteri (TFU)12 3 jari diatas simfisis16 Pertengahan pusat-simfisis20 3 jari dibawah simfisis24 Setinggi pusat28 3 jari diatas pusat32 Pertengahan pusat-prosesus xiphoideus(px)
36 3 jari dibawah prosesus xiphoideus (px)
40 Pertengan pusat-prosesus xiphoideus (px)
(Sumber: Sulistyawati A, 2009 : 60)
7. Tentukan posisi janin (Leopold I-IV)
8. Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limfa
9. Tentukan kadar Hb dan periksa lab (protein dan glukosa urin), sediaan vagina
dan VDRL (PMS) sesuai indikasi
10. Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) dan penyakit lainnya sesuai indikasi
(gondok, malaria dll)
11. Imunisasi TT (Tetanus Toxoid)
Tujuan pemberian TT untuk melindungi ibu dan bayi dari penyakit tetanus.
Imunisasi TT diberikan 2 kali, yaitu pada kunjungan pertama kemudian
interval 4 minggu untuk TT yang kedua.
Tabel 2.2Imunisasi TT
Antigen Interval Lama Perlindungan
% Perlindungan
TT 1 - - -
TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun 80
TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun 95
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 tahun 99
(Sumber: Sulistyawati, 2009 : 121)
12. Tingkatkan kesegaran jasmani (accu pressure) dan senam hamil
13. Lakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang
makan bergizi, tanda bahaya kehamilan dan petunjuk agar tidak terjadi
bahaya pada kehamilan dan persalinan.
14. Temu wicara konseling. (Litbangkes, Depkes RI )
2.2 Masa Persalinan
2.2.1 Definisi
1. Persalinan adalah Proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dati
uterus ibu. (Asuhan Persalinan Normal (APN) (2008 : 39))
2. Persalinan suatu proses yang dimulainya dengan adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi dan
kelahiran plasenta, proses ini merupakan proses alamiah. (Asuhan Kebidanan pada
Masa Persalinan, Rohani dkk, 2011 : 3)
2.2.2 Tujuan Asuhan Persalinan Normal :
Tujuan Asuhan Persalian Normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai
upaya yang terintregrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi seminimal yang
mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat
yang diinginkan (optimal). ( Asuhan Persalinan Normal (APN) (2008 : 3))
2.2.3 Lima Benang Merah dalam melakukan Asuhan Persalinan dan
Kelahiran Bayi
Ada lima aspek dasar atau lima benang merah, yang penting dan saling terkait
dalam asuhan persalinan, baik normal maupun patologis. Lima Benang Merah
tersebut adalah :
2.2.3.1 Membuat keputusan klinik
Membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan untuk
menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien.
Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan
keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan.
1. Pengumpulan data
Data subjektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang
dirasakannya, apa yang sedang dialaminya dan apa yang telah dialaminya. Data
subjektif juga meliputi informasi tambahan yang diceritakan oleh anggota
keluarga tentang status ibu, terutama jika ibu sangat merasa nyeri atau sangat
sakit. Data objektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan
pemeriksaan atau pengamatan terhadap ibu atau bayi baru lahir.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara :
a. Anamnesa dan observasi langsung : Berbicara dengan ibu, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi dan mencatat riwayat kesehatan
ibu. Termasuk juga mengamati prilaku ibu apakah ibu terluhat sehat atau
sakit. Merasa aman atau nyeri.
b. Pemeriksaan fisik : inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
c. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan laboratorium, USG, Rontgen.
d. Catatan medic.
2. Melaksanakan asuhan
Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut secara tepat
waktu dan aman. Hal ini akan menghindarkan terjadinya penyulit dan
memastikan bahwa ibu dan atau bayinya yang baru lahir akan menerima
asuhan atau perawatan yang mereka butuhkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan adalah :
a. Bukti-bukti ilmiah
b. Rasa percaya ibu terhadap penolong persalinan
c. Pengalaman saudara atau kerabat untuk kasus yang
serupa
d. Tempat dan kelengkapan fasilitas kesehatan
e. Biaya yang diperlukan
f. Akses ke tempat rujukan
g. Luaran dari sistem dan sumber daya yang ada
3. Diagnosis
Setelah data dikumpulkan, penolong persalinan dapat melakukan analisis data
dan segera membuat diagnosis secara tepat. Pencarian dari pengumpulan data
untuk diagnosis, bukanlah proses linier (berada pada suatu garis lurus)
melainkan proses sirkuler (melingkar) yang berlangsung secara terus-menerus.
Suatu diagnosis kerja diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan
pengamatan dan temuan yang diperoleh secara terus-menerus.
Untuk membuat diagnosis dan identifikasi masalah, diperlukan :
a. Data yang lengkap dan akurat
b. Kemampuan untuk menginterpretasikan atau analisa data
c. Pengetahuan esensial, intuisi dan pengalaman yang relevan dengan masalah
yang ada.
d. Merumuskan Masalah
Bagian ini dianalogikan dengan proses membuat diagnosa kerja setelah
mengembangkan berbagai kemungkinan diagnosa lain (diagnosa banding).
Rumusan masalah mungkin saja terkait langsung atau tidak langsung terhadap
diagnosis tetapi dapat pula merupakan masalah utama yang saling terkait
dengan masalah penyerta atau faktor lain yang berkontribusi dalam terjadinya
masalah utama.
Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk menghadapi
masalah petugas kesehatan di lini depan seperti bidan di desa, tidak hanya
diharapkan terampil untuk membuat diagnosis bagi pasien atau klien yang
dilayaninya tetapi juga harus mampu mengenali situasi yang dapat mengancam
keselamatan jiwa ibu dan bayinya. Untuk mengenali situasi tersebut para bidan
harus pandai membaca situasi klinik dan masyarakat setempat sehingga mereka
tanggap dalam mengenali kebutuhan terhadap tindakan segera sebagai langkah
penyelamatan ibu dan bayinya apabila situasi gawat darurat memang terjadi.
4. Menyusun rencana asuhan atau intervensi
Rencana asuhan atau intervensi bagi ibu bersalin dikembangkan melalui kajian
data yang telah diperoleh, identifikasi kebutuhan atau kesiapan asuhan
danintervensi dan mengukur sumber daya atau kemampuan yang dimiliki. Hal
ini dilakukan untuk membuat ibu bersalin dapat ditangani secara baik dan
melindunginya dari berbagai masalah atau penyulit potensial dapat
mengganggu kualitas pelayanan, kenyamanan ibu ataupun mengancam
keselamatan ibu dan bayi. (Asuhan Persalinan Normal (APN) (2008 : 7))
2.2.3.2 Asuhan Sayang Ibu
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu
adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan
kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan jika para ibu diperhatikan
dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui
dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima,
mereka akan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang lebih baik. (Asuhan
Persalinan Normal (APN) (2008 : 14))
2.2.3.3 Pencegahan infeksi
Tindakan Pencegahan Infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain
dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan
dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga,
penolong persalian dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan
transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Juga upaya-
upaya ini menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme
menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan
cara pengobatannya, seperti misalnya Hepatitis dan HIV/AIDS. (Asuhan Persalinan
Normal (APN) (2008 : 16))
2.2.3.4 Pencatatan (dokumentasi)
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan atau bayinya. Jika
asuhan tidak dicatat, dapat dianggap bahwa tidak pernah dilakukan asuhan yang
dimaksud. Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan
klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus-menerus
memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran
bayi. Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan dan dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis serta
membuat rencana asuhan atau perawatan bagi ibu atau bayinya. (Asuhan Persalinan
Normal (APN) (2008 : 34))
2.2.3.5 Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan rujukan
atau yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan mampu menyelamatkan jiwa
ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian ibu mengalami persalinan normal,
namun sekitar 10-15% diantaranya akan mengalami masalah selama proses
persalinan dan kelahiran sehingga perlu dirujuk ke fasilitas rujukan. (Asuhan
Persalinan Normal (APN) (2008 : 35))
Setiap tenaga penolong atau fasilitas pelayanan harus mengetahui lokasi
fasilitas tujukan terdekat yang mampu melayani kegawatdaruratan obstetri dan
bayi baru lahir, seperti :
1. Pembedahan termasuk bedah sesar.
2. Transfusi darah.
3. Persalinan menggunakan ekstraksi vakum daan cunam.
4. Pemberian antibiotik intravena.
5. Resusitasi bayi baru lahir dan asuhan lannjutan bagi bayi baru lahir.
Singkatan BAKSOKUDO dapat digunakan untuk mengingat hal-hal penting
dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu dan bayi yaitu :
B (Bidan) Pastikan bahwa ibu dan atau bayi baru lahir didampingi oleh
penolong persalinan yang kompeten untuk menatalaksanakan
gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke
fasilitas rujukan.
A (Alat) Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan,
masa nifas, dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, alat
resusitasi dan lain-lain) bersama ibu ke tempat rujukan.
Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan
jika ibu melahirkan dalam perjalanan menuju fasilitas rujukan.
K (Keluarga) Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan
atau bayinya dan mengapa ibu dan atau bayi perlu dirujuk.
Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan
tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus
menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat rujukan.
S (Surat) Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan
identifikasi mengenai ibu dan atau bayi baru lahir, cantumkan
alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-
obatan yang diterima ibu dan atau bayi baru lahir. Sertakan juga
partograf yang dipakai untuk membuat keputusan klinik.
O (Obat) Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas
rujukan. Obat-obatan mungkin akan diperlukan selama di
perjalanan.
K(Kendaraan) Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk
ibu dalam kondisi cukup nyaman. Selain itu, pastikan bahwa
kondisi kendaraan cukup baik untuk mencapai tujuan pada
waktu yang tepat.
U (Uang) Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-
bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan atau bayi
baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.
DO (Donor) Donor bagi ibu hamil harus ada 4 pendonor untuk persiapan
gawat darurat pada persalinan. (APN, 2008 : 37)
2.2.4 Tanda dan gejala inpartu menurut APN tahun 2008
Tanda dan gejala inpartu yaitu :
1. Penipisan dan pembukaan serviks
2. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit)
3. Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina. (APN, 2008:39)
2.2.5 Mekanisme Persalinan Normal
Ada 3 faktor penting yang memegang peranan yaitu :
1. Kekuatan ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan.
2. Keadaan jalan lahir.
3. Janinnya sendiri. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo Sarwono, 2010 : 310)
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka
dan mendorong janin ke bawah. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul
dapat dalam keadaan sinklitismus ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus
dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan
asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas
panggul. Asinklitismus anterior menurut Neagle ialah apabila arah sumbu kepala
membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula
asinklitismus posterior menurut Litzman adalah keadaan sebaliknya dari
asinklitismus anterior.
Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme
turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruangan pelvis didaerah
posterior adalah lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior.
Akibat sumbu kepala janin yang tidak simetris, dengan sumbu yang lebih
mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala
yang akan menurun, menyebabkan bahwa kepala mengadakan fleksi di dalam
rongga panggul .
Fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling
kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul kepala
janin berada di dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun
menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan.
Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan
oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi disebut pula putaran
paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar ke
arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil di bawah simpisis.
Sesudah kepala janin berada di dasar panggul dan UUK berada di bawah simpisis,
maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan
defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his akan timbul gejala kala II. Dengan
kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma,
dahi, muka dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan
rotasi yang disebut putaran paksi luar.
Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam
terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak. Bahu
melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul
bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga
didasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada diposisi depan
belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu baru
kemudian trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.
Apabila bayi telah lahir, segera jalan napas dibersihkan. Tali pusat dijepit
diantara 2 cunam pada jarak 5 dan 10 cm, kemudian digunting diantara kedua
cunam tersebut lalu diikat.
Resusitasi dengan jalan membersihkan dan menghisap lendir pada jalan napas
harus segera dikerjakan. Cairan di lambung hendaknya dihisap untuk mencegah
masuknya ke paru-paru ketika bayi muntah dan muntahnya terhisap masuk ke
paru-paru.
Bila bayi telah lahir, uterus mengecil. Segera setelah bayi lahir, his
mempunyai amplitudo yang kira-kira sama tingginya hanya frekuensinya
berkurang. Akibat his ini, uterus akan mengecil sehingga perlekatan plasenta
dengan dinding uterus akan terlepas. Melepasnya plasenta dari dinding uterus
dapat dimulai dari tengah (sentral menurut Schultze), pinggir (marginal menurut
Mathews – Duncan), lalu kombinasi 1 dan 2 yang terbanyak ialah menurut
Schultze.
2.2.6 Bidang Hodge
Untuk menentukan seberapa jauh bagian terdepan janin turun kedasar
panggul Hodge menentukan bidang penurunan sebagai berikut.
H I : Bidang yang sama dengan pintu atas panggul.
H II : Bidang sejajar dengan H I setinggi tepi bawah simfisis.
H III : Bidang sejajar dengan H I setinggi spina ischiadica .
H IV : Bidang sejajar dengan H I setinggi ujung tulang kelangkung (os.sacrum).
Menentukan penurunan sesuai bidang hodge dapat ditetapkan kemungkinan
persalinan melalui vaginal atau persalinan dengan operasi secsio sesarea. Bila
kepala atau bagian terendah masih tinggi diatas bidang H II, persalinan
pervaginam sulit dilakukan tanpa trauma persalinan. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo
Sarwono, 2010 : 195)
Tabel 2.3Gambar penurunan kepala janin menurut sistem persalinan
Periksa Luar Periksa Dalam Keterangan
5/5 Kepala di atas PAP, mudah digerakkan
4/5 H I – II Sulit digerakkan, bagian terbesar kepala belum masuk panggul
3/5 H II – III Bagian terbesar kepala belum masuk panggul
2/5 H III + Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul
1/5 H III – IV Kepala di dasar panggul
0/5 H IV Di perineum
(Sumber : Saifuddin Abdul Bari, 2006 : N-10)
2.2.7 Fisiologis Persalinan Normal
Fisiologi persalinan normal terbagi atas : (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo Sarwono,
2010 : 297-310)
2.2.7.1 Fase-fase Fersalinan Normal
Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus
yang meneyebabkan penipisan, dilatasi serviks dan mendorong janin keluar
melalui jalan lahir. Banyak energy yang dikeluarkan pada waktu itu. Oleh karena
itu, penggunaan istilah in labour (kerja keras) dimaksukan untuk menggambarkan
proses ini. Kontraksi myometrium pada persalinan terasa nyeri sehinga istilah
nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini.
2.2.7.2 Tiga Kala Persalinan
Persalinan aktif dibagi menjdi tiga kala yang berbeda. Kala satu persalinan
mulai ketika telah mencapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan
durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang
progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sedah membuka lengkap
(sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karna itu, kala
satu persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala dua persalinan
dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin sudah
lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai stadium ekspulsi janin. Kala tiga
persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan disebut juga sebagai
stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta.
2.2.7.3 Diferensiasi Aktivitas Uterus
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda.
Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan
belangsung. Bagian bawah relatif pasif di bandingkan dengan sgmen atas, dan
bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berbanding jauh lebih tipis.
Dengan palpasi abdomen kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi,
sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau
keras, sedangkan konsistensi segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen
atas uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi secara aktif, segmen
bawah adalah bagian yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif.
2.2.7.4 Perubahan Bentuk Uterus
Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai
pengurangan diameter horizontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek
penting pada proses persalinan. Pertama, pengurangan diameter horizontal
menimbulkan pelurusan kolumna vertebralis janin, dengan menekankan kutub
atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong jauh
ke bawah dan menuju ke panggul. Pemanjangan janin yang berbentuk onoid yang
ditimbulkannya diperkirakan telah mencapai antara 5-10 cm, tekanan yang
diberikan dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua, dengan
memanjangnya uterus, serabut logitudinal ditarik tegang dan karena segmen
bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian
ini ditarik kearah atas kutub bawah janin, Efek ini merupakan factor yang penting
untk dilatasi serviks pada otot-otot segmen bawah dan serviks.
2.2.7.5 Gaya-gaya ambahan pada persalinan
Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses
ekspulsi janin adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intra abdomen ibu yang
meninggi. Gaya ini terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersama
melalui upaya pernapasan paksa dengan glottis tertutup. Gaya ini disebut
mengejan. Sifat gaya yang ditimbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada
defekasi, tetapi intensitasnya biasanya jauh lebih besar. Dilatasi serviks yang
sebagian besar adalah hasil dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang
melunak berlangsung secara normal, tetapi ekspulsi bayi dapat terlaksana dengan
lebih mudah bila ibu diminta mengedan, dan dapat melakukan perintah tersebut
selam terjadi kontraksi uterus.
2.2.7.6 Perubahan-perubahan pada Serviks
Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus yang
selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik keseluruh selaput ketuban
terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah,
bagian terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah
uterus. Akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-
pendataran dan dilatasi-pada servik yang melunak. Untuk lewatnya kepala jani
serviks akan dilebarkan samapia berdiameter 10 cm.
2.2.7.7 Pendataran Seviks
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari
panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara lingkaran dengan tepi hampir
setipis kertas. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas,
atau dipendekkan menuju segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum
untuk sementara tidak beubah. Pinggir os internum ditarik ke atas beberapa
senmetr sampai menjadi bagian (baik secara anatomic amupun fungsional) dari
segmen bawah uterus.
2.2.7.8 Dilatasi Serviks
Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan
hidrostatik kontong amnion akan melebarkan saluran serviks dan segmen bawah
uterus jaga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi
dilatasi serviks selama bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan
tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi
serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amniotami di depan kepala.
2.2.7.9 Ketuban Pecah
Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang
normalnya jernih atau sedikit keruh, hamper tidak berwana dengan jumlah yang
bervaritas.
2.2.7.10 Mekanisme Ekstrusi Plasenata
Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral, atau tipe biasa, hematoma
retroplasenta dipercaya mendorong plasenta menuju kerongga uterus, pertama
bagian tengah dan kemudian sisanya. Karena membrane di sekitarnya menempel
kaku pada desisua,hanya dapat turun dengan menyeret membrane secara perlahan-
lahan, kemudaian membrane-membran tersebut mengelupas bagian perifernya.
Akibatnya kantong yang terbentuk oleh menbrean tersebut mengalami inversi, dan
yang muncul di vulva adalah amnion yang mengilap diatas pembukaan plasenta
atau di temukan di dalam kantong inversi. Pada proses ini di kenal sebagai
ekspulsi plasenta secara mekanis Schultze, darah dari tempat plasenta tercurah ke
dalam kantong inversi tersebut dan tidak mengalir keluar sampai setelah ekstrusi
plasenta. Cara ekstrusi yang lain di kenal sebagai mekanisme Duncan, yakni
pemisahan plasenta pertam kali terjadi di perifer, deengan akibat darah
menggumpal diantara membran dinding uterus dan keluar dari plasenta. Pada
situasi ini, plasenta turun kevagina secara menyamping dan permukaan ibu adalah
yang pertama kali terlihat di vulva.
2.2.7.11 Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur
dan meningkat (frekuensi dan kesuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm) Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. (APN,
2008:40)
Fase laten pada kala satu persalinan :
1. Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
2. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4
cm.
3. Pada umumnya, fase laten berlangsung hamper atau
hingga 8 jam.
Fase aktif pada kala satu persalinan :
1. Frekuensi dan lama kontraksi akan meningkat secara bertahap (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10
menit, dan berlangsung selam 40 detik atau lebih).
2. Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, aka
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida)
atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
3. Terjadi penurunan kepala janin.
Fase aktif, terbagi dalam 3 fase :
1) Fase akselerasi yaitu dalam waktu 2 jam dari pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2) Fase dilatasi maksimal yaitu dalam waktu 2 jam dari pembukaan 4 cm menjadi
9 cm.
3) Fase deselerasi yaitu pembukaan menjadi lambat dan dalam waktu 2 jam dari
pembukaan 9 cm menjadi lengkap (Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan, Rohani,
dkk, 2011: 6)
Pemeriksaan fisik pada kala I
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan
janinnya serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin. Pemeriksaan abdomen pada
pemeriksaan fisik digunakan untuk :
a) Menentukan tinggi fundus uteri
b) Memantau kontraksi uterus
c) Memantau denyut jantung janin
d) Menentukan presentasi
e) Menentukan penurunan bagian terbawah janin. (APN, 2008 : 41-42)
Penurunan bagian terbawah dengan metode perlimaan adalah :
1) 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simpisis pubis
2) 4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki PAP
3) 3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul
4) 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada di atas
simpisis dan (3/5) bagian telah turun melewati bidang tengah rongga panggul
(tidak dapat digerakkan).
5) 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang
berada di atas simpisis dan 4/5 bagian telah masuk ke dalam rongga panggul.
6) 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan luar.
(APN, 2008 : 44)
2.2.8.12 Ketuban Pecah Dini
1. Mekanisme Ketuban Pecah Dini
Mekanisme ketuban pecah dini yaitu :
Ketuban pecah dini dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo
Sarwono, 2010 : 678)
Terdapat keseimbangan antara sinresis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
2. Faktor risiko akibat terjadinya ketuban pecah dini
a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.
b. Kekurangan tenaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok.
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo
Sarwono, 2010 : 678)
3. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
a. Pastikan diagnosis
b. Tentukan umur kehamilan.
c. Evaluasi ada tidaknya infeksi
maternal ataupun infeksi janin.
2.2.9.12 Kala II (pengeluaran janin)
Kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap dan berakhir dengan
lahirnya bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada
multipara rata-rata 30 menit.
Gejala dan tanda kala II persalinan :
1. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum
dan atau vaginanya.
3. Perineum menonjol.
4. Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. (APN,
2008 : 44)
2.2.10.12 Episiotomi
Episiotomi merupakan tindakan untuk melebarkan jalan lahir lunak dengan
jalan melakukan insisi pada daerah perineum. Syarat untuk dapat melakukan
episiotomi:
1. Proses persalinan dihalangi oleh jaringan lunak di jalan lahir, khususnya
perineum. Dengan melakukan insisi menggunakan gunting khusus jalan lahir
lunak dapat diperlebar sehingga proses persalinan dalam berlangsung dengan
baik.
2. Indikasi melakukan episiotomi adalah hampir semua persalinan pada
primigravida, pada multigravida bila dianggap perineumnya kaku dan sempit
sehingga diperlukan pelebaran dengan episiotomi.
Saat yang tepat untuk melakukan episiotomi adalah pembukaan kepala
dengan lingkaran sekitar 5 cm, kepala hampir melakukan defleksi dan ekspulsi,
jaringan perineum sudah tipis, dilakukan bersama dengan puncak his dan
mengejan. Jenis episiotomi yang umum adalah episiotomi median dan medio-
lateral.
Tujuan melakukan episiotomi adalah meluaskan jalan lahir sehingga
persalinan dapat berlangsung lebih cepat dan mengupayakan agar tepi robekan
perineum menjadi teratur untuk memudahkan penjahitannya kembali.
Keuntungan dan kerugian episiotomi median dan mediolateral
a. Episiotomi median
Keuntungan :
1) Dari segi anatomi dan fungsi penyembuhannya baik.
2) Penjahitan lebih mudah
3) Tidak banyak menimbulkan dyspareunia
4) Rasa nyeri pada masa nifas tidak selalu berat
5) Jahitan sukar terlepas
6) Tidak/jarang menjadi robekan perineum total
Kerugian :
Dapat timbul robekan tambahan menjadi rupture perineum total.
b. Episiotomi mediolateral
Keuntungan :
Jarang menjadi robekan perineum total.
Kerugian :
1) Dari segi anatomi dan fungsi penyembuhannya kurang sempurna.
2) Penjahitannya agak sukar.
3) Dapat menimbulkan dispareunia.
4) Pada masa nifas terasa lebih nyeri (pada beberapa hari pertama)
5) Jahitan sering terlepas.
Anastesi dalam kebidanan :
Rasa nyeri jahitan episiotomi dikurangi dan dihilangkan dengan cara yang
mudah, aman,dan murah. Mengurangi rasa nyeri sangat penting untuk dapat
menjahit bekas luka episiotomi dengan tenang dan hasilnya memuaskan. Metode
yang dianjurkan adalah infiltrasi dengan lidokain disekitar luka episotomi yang
akn dijahit atau infiltrasin langsung pada nervus pudendalis. (Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB, Manuaba, 2010 :192-198)
2.2.11.12 Kala III (pengeluaran plasenta)
Dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput
ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlengketan plasenta.
Karena tempat perlengketan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta
tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke
dalam vagina. (APN, 2008 : 99-100)
Tiga tanda lepasnya plasenta
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
2. Tali pusat memanjang.
3. Semburan darah mendadak dan singkat.
Manajemen aktif kala III
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala III ialah persalinan
kala III yang lebih singkat, mengurangi jumlah kehilangan darah, mengurangi
kejadian retensio plasenta. Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama :
a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
c. Masase fundus uteri.
2.2.12.12 Kala IV (observasi)
Setelah plasenta lahir tindakan yang harus dilakukan adalah :
1. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi dengan baik dan kuat.
2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan
pusat sebagai patokan. Umumnya tinngi fundus setinggi pusat atau dua jari di
bawah pusat.
3. Memperkirakan kekurangan darah secara keseluruhan.
4. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi)
perineum.
5. Evaluasi keadaan umum ibu.
6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat
dibagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah
penilaian dilakukan. (APN, 2008 : 114-116)
Setelah persalinan lakuakan pencegahan infeksi dengan mendekontaminasi alas
plastik, tempat tidur dan matras dengan larutan klorin 0,5 % kemudian cuci
dengan detergen dan bilas dengan air bersih lalu keringkan dengan kain bersih
supaya ibu tidak berbaring di atas matras yang basah.
2.2.13.12 APN 58 Langkah
Langkah Asuhan Persalianan Normal yaitu :
1. Mengenali tanda dan gejala persalinan kala dua. Ibu merasakan tekanan yang
semakin meningkat pada rektum dan vagina, perineum tampak menonjol,
vulva dan sfingter ani membuka.
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat – obatan esensial untuk
menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Untuk asfiksia tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering,
lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi, menggelar kain
diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi, menyiapkan
oksitosin 10 UI dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3. Pakai celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan
dengan handuk pribadi yang bersih dan kering. Pakai sarung tangan DTT
pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
5. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik gunakan tangan yang memakai
sarung tangan DTT dan steril. (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat
suntik).
6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan
ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT,
jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja bersihkan
dengan seksama dari arah depan ke belakang, buang kapas atau kasa
pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia, ganti sarung tangan
apabila terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan
klorin 0,5%).
7. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. Bila selaput
ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan
amniotomi.
8. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan
rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
9. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120–160 x/ menit).
Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal. Mendokumentasikan
hasil–hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil–hasil penilaian serta
asuhan lainnya pada partograf.
10. Beritahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi
dan kenyamanan ibu dan janin dan dokumentasikan semua temuan yang
ada.
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
11. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk
atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
12. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran: bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.
Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi. Anjurkan keluarga
memberi dukungan dan semangat untuk ibu. Berikan cukup asupan cairan
peroral (minum). Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai. Segera rujuk
jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam)
meneran (primi gravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).
13. Anjurkan ibu untuk berjalan, jongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
14. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala
bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
15. Letakkan kain bersih yang dilipat 1 / 3 bagian dibawah bokong ibu.
16. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
17. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
18. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5 – 6 cm membuka vulva maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi
dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau
bernapas cepat dan dangkal.
19. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi.
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat diantara dua tempat
dan potong diantara dua klem tersebut.
20. Tunggu kepala bayi lahir melakukan putaran paksi luar secara spontan.
21. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala
ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian gerakan kearah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
22. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
23. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara kaki dan pegang masing – masing mata kaki dengan ibu jari
dan jari – jari lainnya).
24. Lakukan penilaian ( sepintas )
a. Apakah bayi menangis kuat dan / atau bernapas tanpa kesulitan?
b.Apakah bayi bergerak dengan aktif?
c. Jika bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megap – megap lakukan
langkah resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi bayi lahir)
25. Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk/kain kering.
Biarkan bayi diatas perut ibu.Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak
ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal).
26. Beritahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
27. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 UI secara IM
(intra muskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikan oksitosin).
28. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm
dari tali pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal klem pertama.
29. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara dua klem tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul
kunci pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
30. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi menempel berada diantara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
31. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasangkan topi di kepala bayi.
32. Pindahkan klem pada tapi pusat hingga berjarak 5 – 6 cm dari vulva.
33. Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simpisis, untuk
mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
34. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus kearah belakang – atas (dorso- cranial) secara
hati- hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-
50 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontraksi,
minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting
susu.
35. Lakukan penegangan dan dorongan dorso – cranial hingga plasenta terlepas,
minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar
dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan
dorso – cranial)
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5 - 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat.
1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 UI secara IM
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila
terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
36. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan. Jika
selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari- jari tangan atau klem DTT
atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
37. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan massase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
38. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau
tempat khusus.
39. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, lakukan segera penjahitan.
40. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
41. Biarkan bayi melakukan kontak kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30 – 60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10
sampai 15 menit. Bayi cukup menyusu pada satu payudara.
b. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu.
42. Setelah 1 jam, lakukan penimbangan / pengukuran bayi beri salep mata
antibiotic propilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramuskuler di paha kiri
anterolateral.
43. Setelah 1 jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis B di
paha kanan anterolateral.
a. Letakkan bayi didalam jangkauan ibu agar sewaktu – waktu bisa di
susukan.
b. Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam 1 jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
44. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
a. 2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
c. Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pasca persalinan
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk penatalaksanaan atonia uteri
45. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase uterus dan menilai kontraksi.
46. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
47. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca
persalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama
pasca persalinan.
b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
48. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40 –
60 kali / menit) serta suhu tubuh normal 36,5ºC – 37,5ºC.
49. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
50. Buang bahan – bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
51. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering.
52. Pastikan ibu merasa nyaman bantu ibu memberi ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
53. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
54. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% balikkan bagian
dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin selama 10 menit.
55. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
56. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan
asuhan kala IV. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo Sarwono, 2010 : 341-347)
2.2.14.12 Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik. (APN, 2008 : 57)
Tujuan utama penggunaan partograf adalah untuk :
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadi partus lama.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan
yang diberikan dimana semua itu di catat secara rinci pada status atau rekam medis
ibu bersalin dan bayi baru lahir. (APN, 2008 : 57)
2.2.15.12 Cara pengisian partograf lembar depan :
1. Bagian identitas pasien dan keterangan waktu.
a. Diisi berdasarkan informasi yang dibutuhkan
b. Meliputi nomor registrasi, nomor puskesmas, nama, tanggal dan jam
datang, usia, dan paritas pasien.
2. Baris untuk menuliskan waktu.
Cara mengisi baris ini adalah dengan menuliskan jam dilakukannya
pemeriksaan dalam pertama kali, kemudian kotak berikutnya diisi dengan
penambahan satu jam berikutnya.
3. Grafik DJJ.
a. Hasil pemeriksaan DJJ yang dihitung selama 1 menit penuh dituliskan
dalam grafik ini dalam bentuk noktah ( titik yang agak besar ).
b. Penulisan noktah disesuaikan dengan skala dalam grafik dan jam
pemeriksaan.
c. Catat hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit.
d. Antara noktah yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan garis tegas
yang tidak terputus.
1. Baris hasil pemeriksaan air ketuban
Cara penulisannya adalah sebagai berikut:
U : kulit ketuban masih utuh
J : selaput ketuban pecah dan air ketuban Jernih
M : air ketuban bercampur Meconium
D : air ketuban bernoda Darah
K : tidak ada cairan ketuban/ Kering
2. Baris hasil pemeriksaan untuk molase kepala janin/penyusupan
a. Molase adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala janin
dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul.
b. Cara penulisannya menggunakan lambang – lambang berikut :
0: sutura terpisah
1: sutura (pertemuan tulang tengkorak) bersesuaian
2: sutura tumpang tindih tapi masih dapat diperbaiki
3: sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
3. Garis wapada dan Garis bertindak
a. Garis waspada dimulai pada pembukaan 4 cm dan berakhir pada
titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi laju
pembukaan serviks 1cm/jam.
b. Garis bertindak terletak sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4
cm) garis waspada.
4. Garis hasil pemeriksaan dalam
Cara menuliskan dengan memberi tanda silang tepat diatas garis
waspada (jika pembukaan tepat 4 cm atau berada diperpotongan garis
waspada dan skala pembukaan yang ada disisi paling pinggir grafik 9
skala 1 – 10).
5. Grafik hasil pemeriksaan penurunan kepala
Cara penulisannya dengan menggunakan simbol huruf “O” yang
dituliskan di skla 0-5 dengan pembagian perlima untuk setiap
penurunan kepala. Contohnya jika teraba 3/5 bagian kepala, maka
dituliskan di skala angka 3; jika teraba 4/5 bagian kepala maka
dituliskan di skala 4.
6. Grafik hasil observasi kontraksi
a. Cara penulisannya adalah :
1) Beri titik-titik dikotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya kurang dari 20 detik.
2) Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya 20-40 detik.
3) Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya lebih dari 40 detik.
7. Baris keterangan pemberian Oksitosin
a. Data yang dituliskan adalah berapa unit Oksitosin yang diberikan
di baris pertama.
b. Jumlah tetesan/menit dalam baris kedua.
8. Baris keterangan pemberian cairan IV dan obat
Tulis jenis cairan infus dan jenis obat yang diberikan
9. Grafik hasil pemeriksaan tekanan darah dan nadi.
a. Tekanan darah diperiksa setiap 4 jam, yang dituliskan sesuai
dengan skala yang tersedia. Tekanan darah sistol dituliskan dengan
arah panah ke atas yang dituliskan sesuai dengan skala pada grafik,
sedangkan diastol dilambangkan dengan arah panah ke bawah.
Selanjutnya ditarik garis ke bawah dari panah sistol ke diastol.
b. Nadi diperiksa setiap 30 menit berpedoman dengan skala yang
sama dengan skala pada tekanan darah. Nadi dituliskan dengan
lambang noktah dan menyesuaikan dengan skala yang ada.
10. Baris hasil pemeriksaan suhu
Hasil pemeriksaan suhu dituliskan dalam baris hasil pemeriksaan
suhu dengan angka nominal sesuai hasil yang didapat, lakukan
pencatatan setiap 2 jam.
11. Baris hasil pemeriksaan urine.
a. Setiap melakukan pemeriksaan urine, hasil harus selalu dituliskan
dalam baris ini.
b. Keterangan kandungan protein dan aseton dalam urine, cukup
dilambangkan dengan tanda (+) atau (-).
c. Volume dituliskan dengan angka nominal sesuai dengan data yang
ada, catat setiap kali pasien berkemih.
2.2.16.12 Pencatatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang
terjadi selama persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan-tindakan sejak kala I
hingga kala IV dan bayi baru lahir. Bagian belakang partograf disebut juga
sebagai catatan persalinan.
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
1. Data atau Informasi umum.
2. Kala I.
3. Kala II.
4. Kala III.
5. Bayi Baru Lahir.
6. Kala IV. (Ilmu kebidanan, Prawirohardjo Sarwono, 2010 : 678).
2.3 Bayi Baru Lahir
b.3.1 Definisi
Banyak ahli yang mengungkapkan definisi bayi baru lahir diantaranya:
1. Asuhan yang diberikan pada bayi
tersebut selama sejam pertama setelah kelahiran (Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo, Sarwono prawirohardjo, 2008).
2. Asuhan bayi baru lahir adalah asuhan
yang diberikan pada bayi tersebut setelah keluar dari rahim ibu. (Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin, Ari Sulistyawati, 2009).
3. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang
lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir
2500 gram sampai 4000 gram. (Depkes, 2005)
b.3.2 Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir
Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir yaitu :
2.3.2.1 Pencegahan Infeksi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi mikroorganisme yang terpapar
atau terkontaminasi selama proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat
setelah lahir. Untuk tidak menambah risiko infeksi maka sebelum menangani
BBL, pastikan penolong persalinan dan pemberi asuhan BBL melakukan upaya
pencegahan infeksi berikut:
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi.
b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting,
penghisap lender DeLee, alat resusitasi dan benang tali pusat telah di
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) atau sterilisasi.
d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi,
sudah dalam keadaan bersih. Demikian pula halnya timbangan, pita pengukur,
thermometer, stetoskop dan benda-benda lain yang akan bersentuhan dengan
bayi. Dekontaminasi dan cuci bersih semua peralatan, setiap kali setelah
digunakan. (APN, 2008 : 124)
2.3.2.2 Penilaian bayi baru lahir
Setelah bayi lahir, segera lakukan penilaian awal yang meliputi:
a. Apakah bayi cukup bulan
b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur meconium
c. Apakah bayi menangis atau bernapas
d. Apakah tonus otot bayi baik
Pada penilaian bayi biasanya digunakan APGAR skor.
Tabel 2.5Sistem skoring APGAR pada bayi baru lahir
Aspek pengamatan bayi
baru lahir
Skor
0 1 2
Appearance atau warna kulit
Seluruh tubuh bayi berwarna kebiruan atau pucat.
Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan.
Warna kulit seluruh tubuh normal.
Pulse atau nadi Denyut jantung Denyut jantung Denyut jantung
tidak ada. < 100 kali per menit.
> 100 kali per menit.
Grimace atau respon reflek
Tidak ada respon terhadap stimulasi.
Wajah meringis saat distimulasi.
Meringis, menarik, batuk atau bersin saat distimulasi.
Activity atau tonus otot
Lemah, tidak ada gerakan.
Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan.
Bergerak aktif dan spontan.
Respiratory atau pernafasan
Tidak bernapas, pernafasan lambat dan tidak teratur.
menangis lemah, terdengar seperti merintih.
Menangis kuat, pernafasan baik dan teratur.
(Sumber : Ari Sulistyawati, 2009)Catatan:
NA 1 menit lebih/sama dengan 7 tidak perlu resusitasi. Bayi normal
NA 1 menit 4-6 bag and mask ventilation. Bayi asfiksia ringan sedang
NA 1 menit 0-3 lakukan intubasi. Bayi asfiksia berat.
2.3.5 Pencegahan kehilangan panas
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada BBL belum berfungsi
sempurna. Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan
kehilangan panas tubuh maka BBL dapat mengalami hipotermia.
Mekanisme kehilangan panas:
a. Evaporasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena penguapan cairan
ketuban pada permukaan tubuh oleh tubuh bayi sendiri karena setelah lahir,
tubuh bayi tidak dikeringkan.
b. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dengan permukaan benda yang dingin, seperti meja, tempat tidur atau
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi.
c. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara
sekitar yang lebih dingin.
d. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi.
Mencegah kehilangan panas pada bayi dilakukan dengan upaya:
1) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
2) Letakkan bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke kulit bayi
3) Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi
4) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
5) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat.
2.3.2.4 Perawatan tali pusat
a. Klem dan potong tali pusat setelah dua menit setelah bayi lahir.
b. Tali pusat dijepit dengan klem DTT pada sekitar 3 cm dari dinding perut
(pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari
kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu. Kemudian jepit dengan klem kedua
tali pusat pada bagian yang isinya sudah dikosongkan, berjarak 2 cm dari
tempat jepitan klem pertama.
c. Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan
tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat
diantara kedua klem tersebut.
d. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril
e. Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan atau bahan
apapun ke puntung tali pusat.
2.3.2.5 Pemberian ASI (Inisiasi Menyusu Dini)
Langkah Inisiasi Menyusu Dini:
a. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera setelah lahir
selama paling sedikit satu jam.
b. Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan inisiasi menyusu
dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu serta memberi
bantuan jika diperlukan.
c. Menunda semua prosedur lainnya hingga proses IMD selesai dilakukan,
prosedur tersebut adalah menimbang, pemberian salep mata antibiotika,
vitamin K1 dan lain-lain.
Keuntungan inisiasi menyusu dini untuk bayi adalah:
1) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal.
2) Segera memberikan kekebalan pasif pada bayi.
3) Meningkatkan kecerdasan
4) Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan hisap, telan dan napas
5) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi
6) Mencegah kehilangan panas
2.3.2.6 Pencegahan infeksi mata
Pencegahan infeksi mata menggunakan salep mata tetrasiklin 1%. Salep mata
ini harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah kelahiran.
Cara pemberian profilaksis mata :
a. Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih mengalir).
b. Berikan salep mata dalam satu garis lurus mulai dari bagian mata yang
paling dekat dengan hidung menuju ke bagian luar mata.
c. Ujung tabung salep mata tidak boleh menyentuh mata bayi.
d. Jangan menghapus salep mata dari mata bayi dan anjurkan keluarga
untuk tidak menghapus obat-obatan tersebut.
2.3.2.7 Pemberian vitamin K1
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 gram
intramuskuler setelah satu jam kontak kulit ke kulit dan bayi selasai menyusu
untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami
oleh sebagian BBL.
2.3.2.8 Pemberian imunisasi bayi baru lahir
Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap
bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Imunisasi hepatitis B pertama diberikan 1
jam setelah pemberian vitamin K1, pada saat bayi berumur 2 jam. Selanjutnya
hepatitis B dan DPT diberikan pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
Dianjurkan BCG dan OPV diberikan pada saat bayi berumur 24 jam atau pada
usia 1 bulan. Selanjutnya OPV diberikan sebanyak 3 kali pada umur 2 bulan, 3
bulan dan 4 bulan.
Tabel 2.5 Jadwal Imunisasi
Umur Jenis Imunisasi0 bulan HB 01 bulan BCG, Polio 12 bulan DPT/HB 1, Polio 23 bulan DPT/HB 2, Polio 34 bulan DPT/HB 3, Polio 4
9 bulan Campak(Sumber : Buku KIA, 2009)
2.3.2.9 Pemeriksaan bayi baru lahir
Adapun pemeriksaan bayi baru lahir yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Keadaan umum
Memeriksa pernapasan
1) Apakah merintih
2) Hitung napas: apakah 40-60 per menit
3) Apakah terdapat retraksi dinding dada bawah
b. Melihat gerakan: apakah tonus baik dan simetris
c. Melihat warna kulit
d. Melihat adanya hipersalivasi dan atau muntah
e. Melihat adanya kelainan bawaan
f. Melihat kepala: adakah bengkak atau memar
g. Melihat abdomen: apakah pucat atau ada perdarahan tali pusat
h. Memeriksakan adanya pengeluaran mekonium dan air seni
i. Menimbang bayi
j. Menilai cara menyusu
2.3.2.10 Tanda-tanda Bahaya Bayi baru Lahir
Tanda bahaya pada bayi baru lahir adalah :
1. Tidak dapat menyusu
2. Kejang
3. Mengantuk atau tidak sadar
4. Napas cepat ( >60 x/menit )
5. Merintih
6. Retraksi dinding dada bawah
7. Sianosis sentral. (APN, 2008 : 144)
2.4 Masa Nifas
2.4.1 Definisi
Banyak ahli yang mengemukakan definisi nifas diantaranya :
1. Masa nifas (puerperium) ialah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (42 hari). (Ilmu
kebidanan, Prawirohardjo Sarwono, 2010 :356 )
2. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti
sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. (Asuhan Kebidanan pada
Masa Nifas, Sitti Saleha, 2009 :4)
2.4.2 Tujuan Masa Nifas
Tujuan perawatan pada masa nifas yaitu :
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
2. Mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi
KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari-hari.
4. Memberikan pelayanan KB. (Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Sitti Saleha, 2009 : 4-
5)
2.4.3 Tahap Masa Nifas
Tahapan yang terhadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :
1. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masa ini sering terdapat masalah, misalnya pendarahan karena
atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah dan suhu.
2. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling KB. (Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Sitti Saleha, 2009 : 5)
2.4.4 Program dan Kebijakan Teknis Masa Nifas.
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali, yaitu :
2.4.4.1 Kunjungan pertama pada waktu 6-8 jam setelah persalinan.
Tujuan dilakukan kunjungan ini adalah :
1. Mencegah terjadinya pendarahan pada masa nifas.
2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberikan rujukan
bila perdarahan berlanjut.
3. Memberi kan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
5. Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6. Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
7. Jika bidan menolong persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk
2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi dalam
keadaan stabil.
2.4.4.2 Kunjungan kedua pada waktu enam hari setelah persalinan.
Tujuan dilakukan kunjungan ini adalah :
1. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di
bawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca melahirkan.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling kepada ibu megenai asuhan pada bayi, cara merawat
tali pusat dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.
2.4.4.3 Kunjungan ketiga pada waktu dua minggu setelah persalinan.
Tujuan dilakukan kunjungan ini adalah :
1. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di
bawah umbilikus tidak ada perdarahan abnormal, dan tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca melahirkan.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling kepada ibu megenai asuhan pada bayi, cara merawat
tali pusat dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat.
2.4.4.4 Kunjungan keempat pada waktu empat minggu setelah persalinan.
Tujuan dilakukan kunjungan ini adalah :
1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami atau bayinya.
2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
3. Menganjurkan atau mengajak ibu membawa bayinya ke posyandu atau
puskesmas untuk penimbangan dan imunisasi. (Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas,
Sitti Saleha, 2009 :6-7 )
2.4.5 Perubahan Fisiologis pada masa nifas
2.4.5.1 Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Sistem Reproduksi selama masa nifas, alat internal maupun
eksternal berangsung-angsur kembali seperti sebelum hamil. Perubahan
keseluruhan alat genitalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga
perubahan penting lainnya, perubahan - perubahan penting lain yang terjadi antara
lain sebagai berikut :
1. Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi pada posisi
fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simpisis,
atau sedikit lebih tniggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian
mengkerut, sehingga dalam dua minggu telah turun dan masuk kedalam rongga
pelviks dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan
pengorganisasian dan pengguguran desidua serta pengelupasan situs plasenta,
sebagaimana diperlihatkan dengan pengurangan dalam ukuran dan berat serta
oleh warna dan banyaknya lochea. Banyaknya lochea dan kecepatan involusi
tidak akan terpengaruh oleh pemberian sejumlah preparat matergin dan lainnya
dalam proses persalinan. Proses involusi tersebut dapat dipercepat prosesnya
bila ibu menyusui bayinya.
Tabel 2.6Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi
Invousi TFU Berat UterusBayi lahir Setinggi pusat 2 jari bawah pusat 1.000 gram1 minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gram2 minggu Tidak teraba di atas simpisis 500 gram6 minggu Normal 50 gram8 minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gram
(Sumber : Saleha, S, 2009 : 55)
2. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina
selama masa nifas. Lochea terbagi atas empat yaitu :
a. Lochea Rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar
dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua verniks caseosa,
lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan. Inilah
lochea yang akan keluar selama 2 sampai 3 hari postpartum.
b. Lochea Sanguilenta berwarna merah kuning bersih darah dan lendir
yang keluar pada hari ke -3 sampai ke-7 pasca persalinan.
c. Lochea Serosa dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lochea
rubra. Lochea ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu
kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-
7 sampai hari ke-14 pasca persalinan.
d. Lochea alba dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin
sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu
berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta
terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.
3. Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis,
degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari
pertama tebal endometrium 2.5 mm, mempunyai permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga hari
mulai rata, sehingga tidak ada pembentukkan jaringan perut pada
bekas implantasi plasenta.
4. Serviks
Setelah berakhirnya kala III, serviks menjadi sangat lembek,
kendur, dan terkulai. Serviks tersebut bisa melepuh dan lecet, terutama
di bagian anterior. Serviks akan terlihat padat yang mencerminkan
vaskularitasnya yang tinggi, lubang serviks lambat laun mengecil,
beberapa hari setelah persalinan dari retak karena robekan dalam
persalinan. Rongga leher serviks bagian luar akan membentuk seperti
keadaan sebelum hamil pada saat empat minggu postpartum.
5. Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan
suatu saluran yang luas berbanding tipis. Secara berangsur-angsur
luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran
nulipara. Rugae timbul kembali pada minggu ketiga. Himen tampak
sebagai tonjolan jaringan yang kecil, yang dalam proses pembentukan
perubahan menjadi karunkulae mitiformis yang khas pada wanita
multipara.
6. Payudara (Mamae)
Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu
produksi susu dan sekresi susu atau let down. Sampai hari ketiga
setelah melahirkan, efek prolatin pada payudara mulai dirasakan.
Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga
timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini yang
menghasilkan ASI mulai berfungsi, ketika bayi menghisap puting,
reflek saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk mensekresi
hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let down
(mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus
aktifetus payudara ke duktus yang terdapat pada puting.
7. Sistem Pencernaan
Pada ibu nifas yang partus lama akan mudah terjadi ileus paralitikus,
yaitu adanya obstruksi usus akibat tidak adanya peristaltik usus. Hal
ini terjadi karena penekanan buah dada dalam kehamilan dan partus
lama, sehingga membatasi gerak peristaltik usus, serta bisa juga
terjadi karena pengaruh psikis takut BAB karena ada luka jahitan
perineum.
8. Sistem Perkemihan
Pelvis ginjal dan uterus yang teregang dan berdilatasi selama
kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah
melahirkan.
9. Sistem Muskuloskeletal
Ligamen-ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang sewaktu
kehamilan dan persalinan berangsung-angsur kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum mengendur, sehingga
uterus jatuh ke belakang. Fasia jaringan penunjang alat genitalia yang
mengendur dapat diatasi dengan latihan-latihan tertentu. Mobilisasi
sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan-lahan.
10. Perubahan Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang dikaji selama masa nifas adalah sebagai
berikut :
a. Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 ºC. Setelah partus
akan naik 0,5 ºC dari keadaan normal.
b. Nadi dan Pernapasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus dan
dapat menjadi bradikardia. Pada masa nifas umumnya denyut nadi
lebih dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernapasan akan
sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan
semula.
c. Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi post partum
akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam ½ bulan tanpa
pengobatan. (Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Sitti Saleha, 2009 :53-61 )
2.4.5.2 Kebutuhan Dasar Ibu pada Masa Nifas
Kebutuhan Dasar Ibu pada Masa Nifas adalah sebagai berikut :
1. Nutrisi
Ibu harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut :
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, sedikitnya
selama 40 hari pasca persalinan.
e. Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan
vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
2. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijakan agar secepat
mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat
tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan.
3. Eliminasi
a. Buang Air Kecil (BAK)
Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika
dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali
berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi.
Akan tetapi kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu
menunggu 8 jam untuk kateterisasi.
b. Buang Air Besar (BAB)
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah
hari kedua postpartum. Jika hari ketiga belum BAB, maka perlu
diberi obat pencahar per oral atau per rektal. Jika setelah pemberian
obat pencahar masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma
(huknah)
4. Personal Higiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.
Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah
terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.
5. Istirahat dan Tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan
istirahat dan tidur adalah sebagai berikut :
a. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
b. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah tangga
secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat
selagi bayi tidur.
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam hal :
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
pendarahan.
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi
dan dirinya sendiri.
6. Aktifitas Seksual
Aktifitas seksual dapat dilakukan oleh ibu nifas bila telah memenuhi
syarat, yaitu secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan jari satu-satu
dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk
memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
7. Latihan dan Senam Nifas
Setelah persalianan terjadi involusi pada hampir seluruh organ tubuh
wanita. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-alat kandungan.
Sebagai akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek dan lemas
disertai adanya striae gravidarum yang membuat keindahan tubuh
akan sangat terganggu. Oleh karena itu, mereka akan selalu berusaha
untuk memulihkan dan mengencangkan keadaan dinding perut yang
sudah tidak indah lagi. Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh
menjadi indah dan langsing seperti semula adalah dengan melakukan
latihan dan senam nifas. (Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, Sitti Saleha,
2009 :71-76 )
2.4.5.3 Proses Laktasi dan Menyusui
Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusu dini, di
mana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas. Plesenta
mengandung hormon penghambat prolaktin ( hormon plasenta) yang
menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon
plasenta tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar.
Umumnya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun,
sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang baik sekali
untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibiodi pembunuh
kuman.
2.4.5.6 Hubungan perkawinan (sanggama)
a. Secara fisik mulai aman untuk melakukan hubungan suami istri
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam
vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ia tidak merasakan
ketidaknyamanan, aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan
saja ibu siap.
b. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami
istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu
setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
2.4.5.7 Keluarga Berencana
a. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan
dan bagaimana mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Namun
petugas kesehatan dapat membantu merencanakan keluarganya denggan
mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan.
b. Biasanya wanita tidak akan ovulasi sebelum ia mendapatkan lagi
haidnya selama meneteki. Oleh karena itu, metoda amenore laktasi dapat
dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan
baru. Risiko cara ini ialah 2% kehamilan.
c. Meskipun beberapa metoda KB mengandung risiko, menggunakan
kontrasepsi lebih aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi.
d. Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal sebagai berikut
sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu :
1) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan dan
efektifitasnya
2) Kelebihan / keuntungannya
3) Kekurangannya
4) Efek samping
5) Bagaimana menggunakan metoda itu
6) Kapan metoda itu dapat mulai digunakan untuk wanita
pasca bersalin yang menyusui.
e. Jika seorang ibu atau pasangan telah memilih metoda KB tertentu,
ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam 2 minggu untuk mengetahui
apakah ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau pasangan itu dan untuk melihat
apakah metoda tersebut bekerja dengan baik.
2.4.6 Tanda-tanda Bahaya Post Partum
Menurut APN (2008) tanda bahaya post partum adalah :
1. Demam
2. Perdarahan aktif
3. Banyak keluar bekuan darah
4. Bau busuk dari vagina
5. Pusing
6. Lemas luar biasa
7. Penyulit menyusukan anaknya
8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa
2.4.7 Sibling Rivalry
Sibling rivalry adalah adanya rasa persaingan saudara kandung terhadap
kelahiran adiknya. Biasanya terjadi pada anak dengan usia 2 - 3 tahun. Anak
mendemonstrasikan sibling rivalry dengan perilaku temperamental, contohnya
menangis keras tanpa sebab, berperilaku ekstrim untuk menarik perhatian orang
tua, atau dengan melakukan kekerasan terhadap adiknya. Hal ini dapat dicegah
dengan selalu melibatkan anak dalam mempersiapkan kelahiran adiknya,
memperkenalkan calon saudara kandung sejak masih dalam kandungan dengan
menunjukkan gambar-gambar bayi. Orang tua harus selalu mempertahankan
komunikasi yang baik dengan anak tanpa mengurangi kontak fisik dengan anak.
(Ari Sulistyawati, 2009)
2.5 Manajemen Asuhan Kebidanan
2.5.1 Definisi
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk
pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien. (Varney, 2008)
2.5.2 Langkah-langkah manajemen kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan pada ibu bersalin agar asuhan mendapat
hasil yang maksimal, maka dilakukan asuhan dengan menggunakan manajemen
kebidanan pada ibu bersalin dengan tujuh langkah varney sebagai berikut:
1. Mengumpulkan Data Dasar
Adalah pengumpulan data dasar untuk mengevaluasi keadaan pasien. Data
dasar ini termasuk riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul
sesuai dengan kebutuhannya, meninjau catatan terbaru dan catatan rumah sakit
sebelumnya, meninjau data Laboratorium dan membandingkan dengan study
singkatnya, langkah pertama ini mengumpulkan semua informasi yang akurat dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.
2. Identifikasi masalah, diagnosa dan kebutuhan.
Pada langkah ini data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan
menjadi masalah atau diagnosa spesifik yang sudah diidentifikasi. Kata masalah
dan diagnosa keduanya digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang
dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan terhadap pasien.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
3. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa terbaru. Pada langkah ini
membutuhkan antisipasi perencanaan, bila mungkin menunggu sambil mengamati
dan bersiap-siap bila hal tersebut benar-benar terjadi.
4. Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan, jadi manajeman bukan hanya selama asuhan primer periodic atau
kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama ibu bersalin tersebut membutuhkan
tindakan segera.
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh.
Merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang
telah diidentifikasi. Pada langkah informasi atau data dasar yang tidak lengkap
dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa saja
yang sudah terlihat dari kondisi pasien yang berkaitan tetapi juga berkaitan
dengan kerangka pedoman antisipasi bagi ibu bersalin. Dengan kata lain, asuhan
terhadap ibu bersalin tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan
semua aspek asuhan kesehatan.
6. Melaksanakan Perencanaan.
Adalah langkah pelaksanaan rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah kelima.
7. Evaluasi
Langkah terakhir ini sebenarnya adalah merupakan pengecekan apakah
rencana asuhan tersebut yang meliputi pemenuhan kebutuhan yang akan
membutuhkan bantuan benar–benar telah terpenuhi kebutuhannya, sebagaimana
yang telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut
dianggap efektif dalam pelaksanaannya dan dianggap tidak efektif jika memang
tidak efektif. Asuhan kebidanan disusun sesuai dengan interprestasi data dasar
yang dimulai dengan mengumpulkan data pada waktu pasien bersalin.
2.5.3 Dokumentasi Asuhan Kebidanan
Asuhan yang dilakukan harus dicatat dengan benar, sederhana, jelas dan
logis, sehingga perlu metode pendokumentasian. (Varney, 2008)
SOAP adalah catatan yang bersiap sederhana, jelas, logis, dan tertulis.
Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari proses pemikiran
penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumentasikan asuhan pasien
sebagai catatan perkembangan. (Konsep asuhan kebidanan, 2003)
Sedangkan untuk pendokumentasian dengan menggunakan SOAP, sebagai
berikut :
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa yang berisi keluhan – keluhan yang dirasakan klien.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan tes diagnosa lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung assesment.
A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi dari
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi diagnosa atau masalah potensial
dan tindakan segera.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi
berdasarkan assesment. Untuk menggambarkan keterkaitan antara manajemen
kebidanan sebagai pola pikir dengan pendokumentasian sebagai catatan dari
asuhan pendekatan manajemen kebidanan.