BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa...

13
4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Metode Discovery Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos. Methodos berasal dari kata “meta” dan “thodos”. Meta berarti melalui, sedang thodos berarti jalan. Sehingga, metode berarti jalan yang harus dilalui. Sedangkan menurut Sudjana (2008: 76), metode adalah cara yang digunakan guru dalam menjalin hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pembelajaran, oleh karena itu peranan metode pembelajaran adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar sehingga lebih dapat efektif. Uno (2008: 2) menyatakan bahwa metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hamalik (2011: 131-132) menyatakan bahwa : “Metode Discovery atau metode belajar penemuan juga disebut “proses pengalaman” adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa di bawa ke dalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas”. Sund (dalam Roestiyah, 2008: 20) menyatakan bahwa discovery adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dalam teknis ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Transcript of BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa...

Page 1: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Metode Discovery

Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa metode berasal

dari bahasa Yunani, yaitu methodos. Methodos berasal dari kata “meta” dan

“thodos”. Meta berarti melalui, sedang thodos berarti jalan. Sehingga, metode

berarti jalan yang harus dilalui.

Sedangkan menurut Sudjana (2008: 76), metode adalah cara yang

digunakan guru dalam menjalin hubungan dengan peserta didik pada saat

berlangsungnya pembelajaran, oleh karena itu peranan metode pembelajaran

adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar sehingga lebih

dapat efektif.

Uno (2008: 2) menyatakan bahwa metode pembelajaran didefinisikan

sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan

alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Hamalik (2011: 131-132) menyatakan bahwa : “Metode Discovery atau

metode belajar penemuan juga disebut “proses pengalaman” adalah suatu strategi

yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa di bawa ke dalam

suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam

suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas”.

Sund (dalam Roestiyah, 2008: 20) menyatakan bahwa discovery adalah

proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.

Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah : mengamati,

mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan

mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dalam teknis ini siswa

dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru

hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Page 2: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

5

Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 77) sering mengaitkan metode

Discovery dengan metode inkuiri yaitu Discovery dan inkuiri merupakan suatu

rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh

kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis

dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan

keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.

Metode Discovery menuntut siswa untuk menggunakan kemampuannya

mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian siswa

diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri, bukan dijejali dengan

pengetahuan. Proses Discovery menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, nara

sumber dan penyuluh kelompok. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

metode penemuan (discovery) itu adalah suatu metode di mana dalam proses

belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri

informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.

2.1.2. Langkah-langkah dalam metode discovery

Langkah-langkah metode Discovery menurut Hanafiah dan Cucu Suhana

(2009: 78) adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi kebutuhan siswa.

2. Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari.

3. Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari.

4. Menentukan peran yang akan dilakukan masing-masing peserta didik.

5. Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki

dan ditemukan.

6. Mempersiapkan setting kelas.

7. Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan.

8. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan

dan penemuan.

9. Menganalisis sendiri atas data temuan.

10. Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik.

Page 3: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

6

11. Memberi penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan

penemuan.

12. Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan

generalisasi atas hasil temuannya.

Langkah-langkah pembelajaran dengan metode discovery menurut

Depdikbud (dalam Yuni Trisnawati, 2009: 8) adalah sebagai berikut:

a) Motivasi

Langkah ini bertujuan menuntun siswa ke arah materi pembelajaran, untuk

membangkitkan rasa ingin tahu siswa, antusiasme dan kesediaan belajar

siswa.

b) Perumusan Masalah

Memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas.

c) Penyusunan Opini

Pendapat siswa berdasaran pengalaman dan interprestasinya sehingga dapat

memberikan hipotesis dari permasalahan yang diberikan.

d) Perencanaan dan konstruksi alat

Melakukan persiapan peralatan percobaan yag akan digunakan.

e) Pelaksanaan Percobaan

Langkah percobaan merupakan titik perhatian pembelajaran, jawaban

terhadap pertanyaan ilmiah, disini akhirnya akan ditemukan hasil melalui

pengalaman percobaan menggunakan peralatan yang khusus dikembangkan

untuk tujuan ini.

f) Kesimpulan

Berupa hasil dari kesimpulan dari suatu prosedur pemecahan masalah.

g) Abstraksi

Abstraksi merupakan perumusan pengetahuan terperinci yang diperoleh

melalui kasus khusus dalam melakukan penelitian untuk mencapai syarat-

syarat umum. Abstraksi merupakan suatu idealisasi dan suatu generalisasi

sejumlah pertanyaan yang menggunakan istilah-istilah teknis terperinci dan

konsep-konsep yang tepat. Jadi dalam langkah ini akan didapatkan hasil

ilmiah yang sah.

Page 4: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

7

h) Konsolidasi Pengetahuan

Langkah ini bertujuan agar siswa semakin menguasai pengetahuan yang baru

diperoleh, untuk memungkinkan integrasi dan internalisasi pengetahuan itu ke

dalam struktur pengetahuan yang sudah ada.

Sedangkan langkah-langkah penggunaan metode discovery menurut

Ibrahim (2010: 9) adalah sebagai berikut:

1) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik.

2) Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis.

3) Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab

atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.

4) Menganalisis atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.

5) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi.

6) Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.

2.1.3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Discovery

a) Kelebihan Metode Discovery

Menurut Roestiyah (2008: 20-21) Metode Discovery memiliki kelebihan

sebagai berikut :

1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak

kesiapan; serta penggunaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan

siswa.

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual

sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.

4. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang

dan maju sesuai denan kemampuannya masing-masing.

5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi

yang kuat untuk belajar lebih giat.

6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri

sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Page 5: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

8

7. Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman

belajar saja; membantu bila diperlukan.

Beberapa keuntungan belajar discovery menurut Herdian (2010) yaitu:

1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.

2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada

hasil lainnya.

3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan

kemampuan untuk berpikir bebas.

4) Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif

siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang

lain.

b) Kekurangan Metode Discovery

Kekurangan metode Discovery menurut Roestiyah (2008: 21) adalah

sebagai berikut :

1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.

Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya

dengan baik.

2. Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.

3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran

tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik

penemuan.

4. Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu

mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan

perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.

5. Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara

kreatif.

2.1.4. Hasil Belajar

Aunurrachman (2009: 36) menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan

yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam bentuk suatu

aktivitas tertentu. Aktifitas ini menunjukkan pada keaktifan seseorang dalam

Page 6: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

9

melakukan suatu kegiatan tertentu baik pada aspek-aspek jasmaniah maupun

aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya.

Martinis (2007: 6) mengungkapkan pengertian belajar menurut pandangan

belajar tradisional dan pandangan belajar modern. Pandangan belajar tradisional,

belajar adalah usaha untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Pengetahuan yang

dijadikan tekanan penting, bagaimanapun seseorang itu belajar atau di manapun

seseorang belajar yang penting “berpengetahuan”. Sebab pengetahuan target

utama dan dia merupakan modal untuk hidup, oleh sebab itu para siswa betul-

betul harus belajar dan mempelajari berbagai mata pelajaran di sekolah. Sehingga

orang berpandangan bahwa buku bacaan adalah sumber ilmu pengetahuan yang

utama, dan siswa diminta harus menghafal buku bacaan yang telah dipelajarinya.

Pandangan belajar modern, belajar adalah proses perubahan perilaku yang

diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan. Seseorang dapat saja belajar

melalui pengalaman di berbagai tempat, sarana, sumber yang memungkinkan

untuk mengubah perilakunya. Belajar tidak hanya menanamkan pengetahuan

dalam otak (kognisi), akan tetapi mendapatkan keterampilan (psikomotorik), dan

menumbuhkan nilai dan sikap (afeksi), ketiga aspek ini harus ditanamkan secara

seimbang di dalam diri siswa.

Gredler menjelaskan pendapat Gagne (dalam Syafaruddin, 2005: 59),

bahwa belajar ialah mekanisme yang dengan itu menjadikannya anggota

masyarakat yang cakap, yang penting dalam menentukan senua keterampilan,

pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh orang sehingga menghasilkan

berbagai macam tingkah laku yang berlainan (kapabilitas).

Aunurrachman (2009: 37) menyatakan bahwa hasil belajar ditandai

dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan tingkah laku

merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan

tingkah laku.

Menurut Uno (2008: 213) Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang

relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang

dengan lingkungannya. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan

secara umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil

Page 7: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

10

belajar siswa yang tampak dalam sejumlah kemampuan atau kompetensi setelah

melewati kegiatan belajar mengajar sering hanya dinilai dari aspek kognitif saja.

Padahal dalam kenyatannya siswa yang belajar pengetahuan tertentu sebenarnya

tidak hanya memeperoleh keterampilan kognitif saja, tetapi pada saat yang sama

juga memperoleh keterampilan lain seperti keterampilan psikomotorik. Jadi,

tampak bahwa antara ranah kognitif dan ranah psikomotorik sebenarnya saling

melengkapi, bahkan disertai oleh hasil belajar dalam ranah afektif (sikap). Begitu

juga sebaliknya, siswa yang belajar keterampilan psikomotorik sebenarnya juga

belajar secara kognitif dan pembentukan sikap.

Muhibbin (2010) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan

tingkah laku yang dapat diamati setelah mengikuti program belajar mengajar

dalam bentuk tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan dan ketrampilan.

Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi IPA

sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses dan

sikap ilmiah.

Contoh dalam materi bunyi, dimensi produk yang akan diperoleh siswa

adalah pemahaman konsep tentang bunyi dihasilkan dari benda yang bergetar,

macam-macam bunyi, sumber bunyi, perambatan bunyi, dan sifat-sifat bunyi.

Dari dimensi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan mengembangkan

pengetahuan tentang bunyi dihasilkan dari benda yang bergetar, mampu

menyebutkan beber terhadap bentuk benda dan geapa sumber bunyi, mampu

mengidentifikasikan perambatan bunyi. Serta siswa juga diharapkan dapat

menerapkan sifat-sifat bunyi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan dari

dimensi sikap ilmiah yang akan diperoleh siswa meliputi sikap ingin tahu

mengenai bunyi dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan berbagai macam

permasalahan tentang bunyi.

Jadi bisa disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah

laku setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dalam sejumlah kemampuan

atau kompetensi terhadap pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki.

Page 8: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

11

2.1.5. Hakikat IPA di SD

Standar Isi IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP) mengatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan

lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses

pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah”.

Trianto (2010: 153) menyatakan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur

utama yaitu :

1) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta

hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yand dapat

dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended.

2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, meliputi

penyusunan hipotesis, perencanaan eksperimen atau percobaan, evaluasi,

pengukuran, dan penarikan kesimpulan.

3) ‘Produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum.

4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-

hari.

Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat

dipisahkan satu sama lain.

Secara rinci hakikat IPA menurut Lestari (2002) adalah sebagai berikut:

1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam

bentuk angka-angka.

2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami

konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

Page 9: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

12

3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa

misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi

tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan

terjadi dapat diprediksikan secara tepat.

4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang

lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari

penemuan sebelumnya.

5. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan

metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebenaran.

6. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan

bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan

menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian

diperoleh hasil (produk).Proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang

dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan

program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai

tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.

2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

a) Dari hasil penelitian yang berjudul Studi eksperimenal tentang pengaruh

penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran

IPA kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang

Tahun Ajaran 2010/2011 (Dewi Kurnia sari). Memperoleh hasil sebagai

berikut, hasil belajar kelompok eksperimen yang diberi treatmen

pembelajaran dengan metode discovery memeperoleh nilai rata-rata 79.38,

sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi treatmen pembelajaran

dengan metode konvensional sebesar 69.69. Hal ini berarti ada perbedaan

hasil belajar sebesar 9.69, dimana kelompok yang diberi treatmen

pembelajaran dengan metode discovery memiliki hasil belajar yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan

metode konvensional.

Page 10: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

13

b) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Minarsih, Siti (2010) dengan judul

Efektifitas penggunaan metode discovery terhadap prestasi belajar IPA

pokok bahasan gaya pada siswa kelas IV SDN tanggel 01 dan sdn tanggel

2Gugus Pattimura kecamatan randublatung kabupaten blora semester II

tahun 2009/2010 menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara penggunaan

treatmen metode discovery pada pembelajaran IPA dengan pembelajaran

tanpa menggunakan treatmen metode discovery. Hal ini terbukti bahwa untuk

kelas eksperimen dengan menggunakan metode discovery diperoleh siswa

dengan kategori tinggi berjumlah 22 siswa dengan prosentase 70,97 %.

Sedangkan untuk kelas kontrol dengan menggunakan metode diskusi siswa

dengan kategori tinggi berjumlah 7 siswa dengan prosentase 22,58 %.

c) Penggunaaan metode discovery inquiry terhadap kemampuan kognitif fisika

siswa di SMA ditinjau dari kreatifitas belajar fisika siswa oleh Faiz Hasyim

(2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh

antara metode discovery inquiry terbimbing terhadap kemampuan kognitif

Fisika siswa, (2) Perbedaan pengaruh antara kreativitas belajar siswa kategori

tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa, (3) Interaksi

antara pengaruh penggunaan metode pembelajaran discovery inquiry dengan

kreativitas belajar terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa. Berdasarkan

hasil penelitian dapat disimpulkan (1) Ada perbedaan pengaruh antara

pengguaan metode discovery inquiry termodifikasi dan metode discovery

inquiry terbimbing terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa (FB12 = 13,53

> F0.05; 1.68 = 3, 98). Selanjutnya, dari uji komparasi ganda diperoleh hasil

bahwa siswa yang dalam kegiatan pembelajarannya melalui metode discovery

inquiry termodifikasi memilki kemampuan kognitif Fisika lebih baik daripada

siswa yang menggunakan metode discovery inquiry terbimbing ( = 72, 94444

. 66, 4444), (2) Ada perbedaan pengaruh antara kreativitas belajar siswa

kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa (FB =

5, 36 < F0.05; 1.68 = 3, 99), (3) Tidak ada interaksi antara pengaruh

penggunaan metode discovery inquiry dengan kreativitas belajar siswa

terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa (FAB = 0,17 < F0.05; 1.76 =

Page 11: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

14

3,98). Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pembelajaran fisika

dengan menggunakan metode discovery inquiry dapat membantu siswa dalam

menemukan dan mengembangkan sendidri fakta dan konsep.

2.3. Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA menggunakan metode discovery sangat memungkinkan

siswa dapat terlibat secara langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)

sehingga siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA. Selain itu, dengan

metode discovery, siswa dimungkinkan untuk mengalami sendiri bagaimana

caranya menemukan keterkaitan-keterkaitan baru dan bagaimana cara meraih

pengetahuan melalui kegiatan mandiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan

metode discovery pada dasarnya adalah untuk mengetahui terdapat atau tidaknya

pengaruh penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD

Kristen Satya Wacana Salatiga.

Adapun skema kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan kerangka Pikir

Kelom

pok

kontrol

Kelom

pok

eksperi

men

Pretest

Kelomp

ok

kontrol

metode

konvensi

onal

Kelom

pok

eksperime

n metode

discovery

Ada tidak

pengaruh

pengguna

an metode

discovery

terhadap

hasil

belajar

secara

signifikan

Hasil

belajar

metode

konvensio

nal

Hasil

belajar

metode

discovery

PosttestTes

Page 12: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

15

Langkah yang dilakukan peneliti adalah menentukan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya, melakukan pretest pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menganalisis hasil pretest dari

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan uji homogenitas untuk

mengetahui tidak adanya perbedaan yang signifikan dari kedua kelompok

tersebut. Dan dari uji homogenitas diketahui bahwa kedua kelompok homogen,

maka bisa diberi perlakuan.

Dalam bagan di atas dapat diperoleh keterangan bahwa kelompok kontrol

adalah kelompok yang dalam pembelajarannya dilakukan menggunakan metode

konvensional atau metode yang biasa dipakai oleh guru. Pada umumnya yang

diterapkan yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap

siswanya.

Kelompok eksperimen dilakukan pembelajaran dengan metode discovery.

Metode Discovery adalah suatu metode di mana dalam proses belajar mengajar

guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara

tradisional biasa diberi tahukan atau diceramahkan saja.

Setelah diberikan treatmen (perlakuan) yang berbeda kemudian ke dua

kelompok tersebut diberi posttest yang sama. Posttest merupakan alat atau

prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam

suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.

Bandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena

dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dan

guru dalam kegiatan belajar mengajar yang sudah dilakukan. Dengan melihat hasil

belajar antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen dapat diketahui

perbedaan hasil belajarnya, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

terdapat atau tidaknya pengaruh metode discovery terhadap hasil belajar.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis penelitian, yaitu hasil

belajar kelompok eksperimen dengan penggunaan metode discovery lebih baik

Page 13: BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/888/3/T1_29200140_BAB II.pdfNasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa

16

secara signifikan atau dengan kata lain metode discovery berpengaruh terhadap

hasil belajar siswa dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kontrol dengan

penggunaan metode konvensional pada pembelajaran IPA di SD.

Hipotesis Statistika

H0 : X1 = X2

Rata-rata nilai kelompok eksperimen = Rata-rata nilai kelompok kontrol, artinya

bahwa, tidak terdapat pengaruh rerata hasil belajar siswa yang menggunakan

metode discovery dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

H1 : X1 > X2

Rata-rata nlai kelompok eksperimen > Rata-rata nilai kelompok kontrol, artinya

bahwa, terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap rerata hasil belajar siswa

yang menggunakan metode discovery.