BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa...
Transcript of BAB II Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa...
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Metode Discovery
Nasution (dalam Asmani, 2010: 19) menyatakan bahwa metode berasal
dari bahasa Yunani, yaitu methodos. Methodos berasal dari kata “meta” dan
“thodos”. Meta berarti melalui, sedang thodos berarti jalan. Sehingga, metode
berarti jalan yang harus dilalui.
Sedangkan menurut Sudjana (2008: 76), metode adalah cara yang
digunakan guru dalam menjalin hubungan dengan peserta didik pada saat
berlangsungnya pembelajaran, oleh karena itu peranan metode pembelajaran
adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar sehingga lebih
dapat efektif.
Uno (2008: 2) menyatakan bahwa metode pembelajaran didefinisikan
sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Hamalik (2011: 131-132) menyatakan bahwa : “Metode Discovery atau
metode belajar penemuan juga disebut “proses pengalaman” adalah suatu strategi
yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa di bawa ke dalam
suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam
suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas”.
Sund (dalam Roestiyah, 2008: 20) menyatakan bahwa discovery adalah
proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.
Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah : mengamati,
mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan
mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dalam teknis ini siswa
dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru
hanya membimbing dan memberikan instruksi.
5
Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 77) sering mengaitkan metode
Discovery dengan metode inkuiri yaitu Discovery dan inkuiri merupakan suatu
rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis
dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.
Metode Discovery menuntut siswa untuk menggunakan kemampuannya
mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian siswa
diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri, bukan dijejali dengan
pengetahuan. Proses Discovery menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, nara
sumber dan penyuluh kelompok. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
metode penemuan (discovery) itu adalah suatu metode di mana dalam proses
belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri
informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.
2.1.2. Langkah-langkah dalam metode discovery
Langkah-langkah metode Discovery menurut Hanafiah dan Cucu Suhana
(2009: 78) adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan siswa.
2. Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari.
3. Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari.
4. Menentukan peran yang akan dilakukan masing-masing peserta didik.
5. Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki
dan ditemukan.
6. Mempersiapkan setting kelas.
7. Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan.
8. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan
dan penemuan.
9. Menganalisis sendiri atas data temuan.
10. Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik.
6
11. Memberi penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan
penemuan.
12. Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi atas hasil temuannya.
Langkah-langkah pembelajaran dengan metode discovery menurut
Depdikbud (dalam Yuni Trisnawati, 2009: 8) adalah sebagai berikut:
a) Motivasi
Langkah ini bertujuan menuntun siswa ke arah materi pembelajaran, untuk
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, antusiasme dan kesediaan belajar
siswa.
b) Perumusan Masalah
Memfokuskan perhatian siswa agar mengenali masalah yang akan dibahas.
c) Penyusunan Opini
Pendapat siswa berdasaran pengalaman dan interprestasinya sehingga dapat
memberikan hipotesis dari permasalahan yang diberikan.
d) Perencanaan dan konstruksi alat
Melakukan persiapan peralatan percobaan yag akan digunakan.
e) Pelaksanaan Percobaan
Langkah percobaan merupakan titik perhatian pembelajaran, jawaban
terhadap pertanyaan ilmiah, disini akhirnya akan ditemukan hasil melalui
pengalaman percobaan menggunakan peralatan yang khusus dikembangkan
untuk tujuan ini.
f) Kesimpulan
Berupa hasil dari kesimpulan dari suatu prosedur pemecahan masalah.
g) Abstraksi
Abstraksi merupakan perumusan pengetahuan terperinci yang diperoleh
melalui kasus khusus dalam melakukan penelitian untuk mencapai syarat-
syarat umum. Abstraksi merupakan suatu idealisasi dan suatu generalisasi
sejumlah pertanyaan yang menggunakan istilah-istilah teknis terperinci dan
konsep-konsep yang tepat. Jadi dalam langkah ini akan didapatkan hasil
ilmiah yang sah.
7
h) Konsolidasi Pengetahuan
Langkah ini bertujuan agar siswa semakin menguasai pengetahuan yang baru
diperoleh, untuk memungkinkan integrasi dan internalisasi pengetahuan itu ke
dalam struktur pengetahuan yang sudah ada.
Sedangkan langkah-langkah penggunaan metode discovery menurut
Ibrahim (2010: 9) adalah sebagai berikut:
1) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik.
2) Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis.
3) Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab
atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.
4) Menganalisis atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.
5) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi.
6) Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru.
2.1.3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Discovery
a) Kelebihan Metode Discovery
Menurut Roestiyah (2008: 20-21) Metode Discovery memiliki kelebihan
sebagai berikut :
1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak
kesiapan; serta penggunaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan
siswa.
2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual
sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.
4. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang
dan maju sesuai denan kemampuannya masing-masing.
5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar lebih giat.
6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri.
8
7. Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman
belajar saja; membantu bila diperlukan.
Beberapa keuntungan belajar discovery menurut Herdian (2010) yaitu:
1) pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
2) hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada
hasil lainnya.
3) secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berpikir bebas.
4) Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif
siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang
lain.
b) Kekurangan Metode Discovery
Kekurangan metode Discovery menurut Roestiyah (2008: 21) adalah
sebagai berikut :
1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini.
Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya
dengan baik.
2. Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.
3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran
tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik
penemuan.
4. Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu
mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
5. Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara
kreatif.
2.1.4. Hasil Belajar
Aunurrachman (2009: 36) menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan
yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam bentuk suatu
aktivitas tertentu. Aktifitas ini menunjukkan pada keaktifan seseorang dalam
9
melakukan suatu kegiatan tertentu baik pada aspek-aspek jasmaniah maupun
aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya.
Martinis (2007: 6) mengungkapkan pengertian belajar menurut pandangan
belajar tradisional dan pandangan belajar modern. Pandangan belajar tradisional,
belajar adalah usaha untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Pengetahuan yang
dijadikan tekanan penting, bagaimanapun seseorang itu belajar atau di manapun
seseorang belajar yang penting “berpengetahuan”. Sebab pengetahuan target
utama dan dia merupakan modal untuk hidup, oleh sebab itu para siswa betul-
betul harus belajar dan mempelajari berbagai mata pelajaran di sekolah. Sehingga
orang berpandangan bahwa buku bacaan adalah sumber ilmu pengetahuan yang
utama, dan siswa diminta harus menghafal buku bacaan yang telah dipelajarinya.
Pandangan belajar modern, belajar adalah proses perubahan perilaku yang
diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan. Seseorang dapat saja belajar
melalui pengalaman di berbagai tempat, sarana, sumber yang memungkinkan
untuk mengubah perilakunya. Belajar tidak hanya menanamkan pengetahuan
dalam otak (kognisi), akan tetapi mendapatkan keterampilan (psikomotorik), dan
menumbuhkan nilai dan sikap (afeksi), ketiga aspek ini harus ditanamkan secara
seimbang di dalam diri siswa.
Gredler menjelaskan pendapat Gagne (dalam Syafaruddin, 2005: 59),
bahwa belajar ialah mekanisme yang dengan itu menjadikannya anggota
masyarakat yang cakap, yang penting dalam menentukan senua keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh orang sehingga menghasilkan
berbagai macam tingkah laku yang berlainan (kapabilitas).
Aunurrachman (2009: 37) menyatakan bahwa hasil belajar ditandai
dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan tingkah laku
merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan
tingkah laku.
Menurut Uno (2008: 213) Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang
relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang
dengan lingkungannya. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan
secara umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil
10
belajar siswa yang tampak dalam sejumlah kemampuan atau kompetensi setelah
melewati kegiatan belajar mengajar sering hanya dinilai dari aspek kognitif saja.
Padahal dalam kenyatannya siswa yang belajar pengetahuan tertentu sebenarnya
tidak hanya memeperoleh keterampilan kognitif saja, tetapi pada saat yang sama
juga memperoleh keterampilan lain seperti keterampilan psikomotorik. Jadi,
tampak bahwa antara ranah kognitif dan ranah psikomotorik sebenarnya saling
melengkapi, bahkan disertai oleh hasil belajar dalam ranah afektif (sikap). Begitu
juga sebaliknya, siswa yang belajar keterampilan psikomotorik sebenarnya juga
belajar secara kognitif dan pembentukan sikap.
Muhibbin (2010) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku yang dapat diamati setelah mengikuti program belajar mengajar
dalam bentuk tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan dan ketrampilan.
Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi IPA
sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses dan
sikap ilmiah.
Contoh dalam materi bunyi, dimensi produk yang akan diperoleh siswa
adalah pemahaman konsep tentang bunyi dihasilkan dari benda yang bergetar,
macam-macam bunyi, sumber bunyi, perambatan bunyi, dan sifat-sifat bunyi.
Dari dimensi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan mengembangkan
pengetahuan tentang bunyi dihasilkan dari benda yang bergetar, mampu
menyebutkan beber terhadap bentuk benda dan geapa sumber bunyi, mampu
mengidentifikasikan perambatan bunyi. Serta siswa juga diharapkan dapat
menerapkan sifat-sifat bunyi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan dari
dimensi sikap ilmiah yang akan diperoleh siswa meliputi sikap ingin tahu
mengenai bunyi dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan berbagai macam
permasalahan tentang bunyi.
Jadi bisa disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah
laku setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dalam sejumlah kemampuan
atau kompetensi terhadap pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki.
11
2.1.5. Hakikat IPA di SD
Standar Isi IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) mengatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah”.
Trianto (2010: 153) menyatakan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur
utama yaitu :
1) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yand dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended.
2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah, meliputi
penyusunan hipotesis, perencanaan eksperimen atau percobaan, evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3) ‘Produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum.
4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-
hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.
Secara rinci hakikat IPA menurut Lestari (2002) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam
bentuk angka-angka.
2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami
konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
12
3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa
misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi
tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan
terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang
lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari
penemuan sebelumnya.
5. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebenaran.
6. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan
bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan
menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian
diperoleh hasil (produk).Proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang
dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan
program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
a) Dari hasil penelitian yang berjudul Studi eksperimenal tentang pengaruh
penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran
IPA kelas IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang
Tahun Ajaran 2010/2011 (Dewi Kurnia sari). Memperoleh hasil sebagai
berikut, hasil belajar kelompok eksperimen yang diberi treatmen
pembelajaran dengan metode discovery memeperoleh nilai rata-rata 79.38,
sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi treatmen pembelajaran
dengan metode konvensional sebesar 69.69. Hal ini berarti ada perbedaan
hasil belajar sebesar 9.69, dimana kelompok yang diberi treatmen
pembelajaran dengan metode discovery memiliki hasil belajar yang lebih
tinggi dibandingkan kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan
metode konvensional.
13
b) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Minarsih, Siti (2010) dengan judul
Efektifitas penggunaan metode discovery terhadap prestasi belajar IPA
pokok bahasan gaya pada siswa kelas IV SDN tanggel 01 dan sdn tanggel
2Gugus Pattimura kecamatan randublatung kabupaten blora semester II
tahun 2009/2010 menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara penggunaan
treatmen metode discovery pada pembelajaran IPA dengan pembelajaran
tanpa menggunakan treatmen metode discovery. Hal ini terbukti bahwa untuk
kelas eksperimen dengan menggunakan metode discovery diperoleh siswa
dengan kategori tinggi berjumlah 22 siswa dengan prosentase 70,97 %.
Sedangkan untuk kelas kontrol dengan menggunakan metode diskusi siswa
dengan kategori tinggi berjumlah 7 siswa dengan prosentase 22,58 %.
c) Penggunaaan metode discovery inquiry terhadap kemampuan kognitif fisika
siswa di SMA ditinjau dari kreatifitas belajar fisika siswa oleh Faiz Hasyim
(2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh
antara metode discovery inquiry terbimbing terhadap kemampuan kognitif
Fisika siswa, (2) Perbedaan pengaruh antara kreativitas belajar siswa kategori
tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa, (3) Interaksi
antara pengaruh penggunaan metode pembelajaran discovery inquiry dengan
kreativitas belajar terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan (1) Ada perbedaan pengaruh antara
pengguaan metode discovery inquiry termodifikasi dan metode discovery
inquiry terbimbing terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa (FB12 = 13,53
> F0.05; 1.68 = 3, 98). Selanjutnya, dari uji komparasi ganda diperoleh hasil
bahwa siswa yang dalam kegiatan pembelajarannya melalui metode discovery
inquiry termodifikasi memilki kemampuan kognitif Fisika lebih baik daripada
siswa yang menggunakan metode discovery inquiry terbimbing ( = 72, 94444
. 66, 4444), (2) Ada perbedaan pengaruh antara kreativitas belajar siswa
kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa (FB =
5, 36 < F0.05; 1.68 = 3, 99), (3) Tidak ada interaksi antara pengaruh
penggunaan metode discovery inquiry dengan kreativitas belajar siswa
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa (FAB = 0,17 < F0.05; 1.76 =
14
3,98). Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pembelajaran fisika
dengan menggunakan metode discovery inquiry dapat membantu siswa dalam
menemukan dan mengembangkan sendidri fakta dan konsep.
2.3. Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA menggunakan metode discovery sangat memungkinkan
siswa dapat terlibat secara langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM)
sehingga siswa lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA. Selain itu, dengan
metode discovery, siswa dimungkinkan untuk mengalami sendiri bagaimana
caranya menemukan keterkaitan-keterkaitan baru dan bagaimana cara meraih
pengetahuan melalui kegiatan mandiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan
metode discovery pada dasarnya adalah untuk mengetahui terdapat atau tidaknya
pengaruh penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD
Kristen Satya Wacana Salatiga.
Adapun skema kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 2.1 Bagan kerangka Pikir
Kelom
pok
kontrol
Kelom
pok
eksperi
men
Pretest
Kelomp
ok
kontrol
metode
konvensi
onal
Kelom
pok
eksperime
n metode
discovery
Ada tidak
pengaruh
pengguna
an metode
discovery
terhadap
hasil
belajar
secara
signifikan
Hasil
belajar
metode
konvensio
nal
Hasil
belajar
metode
discovery
PosttestTes
15
Langkah yang dilakukan peneliti adalah menentukan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya, melakukan pretest pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Menganalisis hasil pretest dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan uji homogenitas untuk
mengetahui tidak adanya perbedaan yang signifikan dari kedua kelompok
tersebut. Dan dari uji homogenitas diketahui bahwa kedua kelompok homogen,
maka bisa diberi perlakuan.
Dalam bagan di atas dapat diperoleh keterangan bahwa kelompok kontrol
adalah kelompok yang dalam pembelajarannya dilakukan menggunakan metode
konvensional atau metode yang biasa dipakai oleh guru. Pada umumnya yang
diterapkan yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap
siswanya.
Kelompok eksperimen dilakukan pembelajaran dengan metode discovery.
Metode Discovery adalah suatu metode di mana dalam proses belajar mengajar
guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara
tradisional biasa diberi tahukan atau diceramahkan saja.
Setelah diberikan treatmen (perlakuan) yang berbeda kemudian ke dua
kelompok tersebut diberi posttest yang sama. Posttest merupakan alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam
suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Bandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena
dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dan
guru dalam kegiatan belajar mengajar yang sudah dilakukan. Dengan melihat hasil
belajar antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen dapat diketahui
perbedaan hasil belajarnya, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
terdapat atau tidaknya pengaruh metode discovery terhadap hasil belajar.
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan hipotesis penelitian, yaitu hasil
belajar kelompok eksperimen dengan penggunaan metode discovery lebih baik
16
secara signifikan atau dengan kata lain metode discovery berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kontrol dengan
penggunaan metode konvensional pada pembelajaran IPA di SD.
Hipotesis Statistika
H0 : X1 = X2
Rata-rata nilai kelompok eksperimen = Rata-rata nilai kelompok kontrol, artinya
bahwa, tidak terdapat pengaruh rerata hasil belajar siswa yang menggunakan
metode discovery dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
H1 : X1 > X2
Rata-rata nlai kelompok eksperimen > Rata-rata nilai kelompok kontrol, artinya
bahwa, terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap rerata hasil belajar siswa
yang menggunakan metode discovery.