BAB II MASALAH KRISIS PANGAN DI HAITI DAN ...eprints.umm.ac.id/39286/3/BAB II.pdfgempa. Namun hal...
Transcript of BAB II MASALAH KRISIS PANGAN DI HAITI DAN ...eprints.umm.ac.id/39286/3/BAB II.pdfgempa. Namun hal...
43
BAB II
MASALAH KRISIS PANGAN DI HAITI DAN GAMBARAN WFP
SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL
Berdasarkan latar belakang yang menjelaskan ketertarikan penulis untuk
melakukan penelitian terkait kondisi pangan di Haiti, maka pada bab II akan
menjelaskan tentang kondisi pangan di Haiti dan juga gambaran tentang WFP
sebagai organisasi internasional di bidang pangan. Selain itu, pada bab ini akan
menjelaskan kondisi geografis dan faktor-faktor penyebab terjadinya krisis
pangan di negara tersebut. Terutama kondisi pangan pasca gempa bumi 2010 yang
telah menarik banyak kalangan. Penulis juga akan menjelaskan terkait aktor-aktor
internasional berupa negara maupun organisasi yang terlibat dalam mengatasi
kondisi darurat Haiti pasca gempa bumi.
2.1 Masalah Krisis Pangan di Haiti
2.1.1 Kondisi Geografis Haiti
Berdasarkan letak geografisnya, Haiti merupakan negara di kawasan
Karibia, tepatnya berada di pulau Hispaniola. wilayah tersebut merupakan
perbatasan lempeng tektonik antara Amerika dan Karibia (lihat gambar 2.1).49
Lempeng yang dikategorikan sebagai seismik aktif karena mengalami pergerakan
sepanjang 2 sentimeter setiap tahunnya dan perjalanan panjang terkait gempa
telah menjadikan Haiti sebagai negara yang rawan akan bencana alam. kondisi
49
Jusmalia Oktaviani, Op.Cit., hal.42
44
geografis Haiti yang rawan terhadap bencana alam dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 2.1 : Lempeng Tektonik Amerika dan Karibia
Sumber : https://www.usgs.gov/
Selain faktor geografis, Haiti yang rentan akan bencana alam dan tidak
diwaspadai dengan teknologi dan pengetahuan yang mumpuni, menjadikan Haiti
sering mengalami dampak yang berarti akibat bencana alam yang terjadi. Hal
itupun merusak potensi-potensi yang dimiliki oleh Haiti, salah satunya di bidang
tourism.50
Bencana alam bukanlah fenomena yang baru-baru ini dialami oleh
Haiti, bahkan terhitung dari tahun 2001-2007 Banjir dan siklon tropis telah
menewaskan lebih dari 18.000 orang dan 132.000 orang telah kehilangan tempat
50
European Commission, Haiti Before Earthquake, Paper, diakses dari
http://ec.europa.eu/echo/files/aid/countries/Haiti_paper_01102010.pdf diakses pada 22/02/2018
(14.27WIB)
45
tinggal.51
Namun, fenomena alam yang sering terjadi tidak menjadikan Haiti
sebagai negara yang mampu beradaptasi terhadap bencana alam, melainkan Haiti
selalu mengalami dampak yang berarti di setiap bencana alam yang terjadi. Hal itu
disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksiapan pemerintah dalam
penanggulangan pasca bencana, karakter bangunan yang tidak tahan gempa, dan
juga letak tata kota yang kurang baik.52
Ketidaksiapan pemerintah dalam penanggulan akibat pasca gempa dapat
dilihat dari tingginya angka korban akibat bencana alam. Hal itu juga disebabkan
oleh penyebaran wabah penyakit kolera yang diderita oleh masyarakat Haiti.53
Banyakanya kerusakan yang diakibatkan oleh gempa juga telah mempersulit
masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan maupun akses sanitasi air
bersih. Ketidaksiapaan pemerintah dalam menanggulangi hal tersebut menjadikan
dampak bencana alam menjadi semakin dirasakan oleh masyarakat.
Dari segi bangunan, negara yang rawan terhadap bencana alam terutama
gempa, biasanya memiliki karakter bangunan yang kuat sehingga tahan terhadap
gempa. Namun hal itu tidak terjadi di Haiti sebagai negara yang berada di
kawasan lempeng tektonik dan juga negara dengan mayoritas hidup di bawah
kemiskinan. Hal tersebut yang kemudian berimplikasi pada ketidakmampuan
masyarakat dalam mendirikan bangunan yang sifatnya tahan gempa.54
Padahal,
karakter bangunan yang lebih kuat akan mengurangi dampak kerusakan yang
dialami oleh masyarakat saat terjadi gempa. Kondisi perekonomian yang lemah
51
Ibid. 52
Jusmalia, Op.Cit., hal.47 53
Ibid. 54
Ibid.
46
menjadi salah satu penyebabnya, sebagaimana telah dijelaskan oleh Cletus
Springer55
, “The Poverty in Haiti lends itself to people building where they want,
how they can,... not everybody’s going to be able to build to exacting standars
that a building code requires”.56
Tidak hanya sebatas segi ekonomi, bahkan segi
pengetahuanpun menjadi modal yang belum dimiliki. Terbukti dari bahan-bahan
bangunan yang digunakan oleh para kontraktor di Haiti dan juga tidak adanya
kode dalam membangun bangunan yang berada di wilayah rawan gempa.57
Kondisi lainnya yang menyebabkan Haiti mengalami dampak yang cukup
siginifikan pasca gempa adalah letak tata kota. Negara yang memiliki kondisi
geografis yang rentan terhadap bencana, namun tidak disertai dengan tata kota
yang tepat, menjadikan Haiti semakin berisiko saat mengalami gempa.58
Hal
demikian dapat disiasati dengan adanya aturan terkait letak tata kota yang baik
dan menyesuaikan dengan kondisi geografis daerah tersebut. Hal itu menjadi
salah satu poin penting yang tidak diperhatikan Haiti akibat ketidaksiapan
pemerintah, dan juga kondisi ekonomi, serta minimnya pengetahuan yang dimiliki
oleh masyarakat.
2.1.2 Kondisi Pangan di Haiti
Haiti merupakan negara dengan mayoritas mata pencahariannya di bidang
agrikultur. Namun, faktanya Haiti merupakan salah satu negara yang mengalami
masalah pangan. Menurut WHO 1994 telah memperkirakan bahwa 80%
masyarakat Haiti makan dengan asupan kalori dibawah standar minimum
55
Direktur dari Departement of Suistainable Development, Organization of America 56
Jusmalia, Op.Cit., hal.48 57
Ibid., hal.47 58
Ibid,. hal.48
47
perharinya.59
Hal itulah yang menyebabkan Haiti dikategorikan sebagai negara
yang mengalami masalah pangan. Selain itu, kekurangan gizi sudah menjadi hal
yang biasa terjadi di kalangan publik. Berdasarkan Survey Demografi dan
Kesehatan Nasional Haiti yang dilakukan pada tahun 2005-2006 pada survey ke-
empat, menyatakan bahwa 1 dari 3 anak mengalami pertumbahan yang terhambat
dan 2 dari 10 anak memiliki berat badan di bawah rata-rata.60
Terjadinya krisis pangan di Haiti juga dikarenakan ketersediaan pangan
yang dimiliki hanya memenuhi separuh kebutuhan pangan domestik dan separuh
kebutuhan pangan lainnya bergantung pada pihak eksternal.61
Ketergantungan
tersebut menjadikan Haiti terkena dampak krisis akibat kondisi pangan secara
global yang juga mengalami krisis. Meskipun sebelum terjadinya krisis pangan
global, Haiti juga mengalami masalah pangan yang cukup serius. Secara global,
krisis pangan terjadi karena beberapa fakor diantaranya diakibatkan oleh jumlah
populasi penduduk di bumi yang mengalami pertumbuhan sangat cepat.62
Bertambahnya jumlah populasi penduduk menyebabkan permintaan pangan juga
meningkat. Memasuki tahun 2010 saja, populasi manusia di bumi telah hampir
mencapai 7 miliyar, sebagaimana yang disajikan dalam diagram berikut.
59
Mamadou Baro, 2002, Food Insecurity and Livelihood System in Northwest Haiti , Journal of
Political Ecology, Vol.9 No.1, hal.6, diakses dari
https://journals.uair.arizona.edu/index.php/JPE/article/view/21633/21189 diakses pada 02.04/2018
(23.40 WIB) 60
Ibid. 61
Laura M Glaeser, dkk, 2011, Haiti Prospective Food Security Assesment, hal. 11, diakses dari
http://citeseer.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.394.7290&rep=rep1&type=pdf diakses
pada 10/01/2018 (21.03WIB) 62
Supachai, 2008, The Global Food and Crisis : Causes and Policy Response, diakses dari
http://www.mfa.gov.tr/data/Kutuphane/yayinlar/EkonomikSorunlarDergisi/sayi30/journal.pdf
diakses pada 02/04/2018 (22.10WIB)
48
Diagram 2.1: Total Populasi Dunia Tahun 2001 - 2015
Sumber : www.tradingeconomics.com/worldbank
Berdasarkan diagram diatas, bahwa pertumbuhan populasi di dunia
mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Sedangkan menurut World
Bank, populasi Haiti pada tahun 2010 telah mencapai 10 juta.63
Selain faktor
peningkatan jumlah populasi, krisis pangan global juga disebabkan oleh faktor
alam seperti terjadinya perubahan iklim. Kondisi iklim yang tidak stabil telah
mempengaruhi hasil produktivitas pertanian, terutama di negara-negara
berkembang termasuk Haiti. Padahal kondisi iklim merupakan aspek yang sangat
berkaitan dengan aktivitas pertanian, terutama apabila terjadinya kekeringan
berkepanjangan yang berisiko terhadap gagal panen. Selain itu, bermula dari krisis
energi yang memunculkan gagasan energi alternatif telah meningkatkan
63
Laurent Hou dan Peijun Shi, Op.Cit.,hal.26
6,196 6,275
6,354 6,334
6,514 6,595
6,676 6,759
6,841 6,924
7,006 7,009
7,175 7,261
7,347
5,6
5,8
6,0
6,2
6,4
6,6
6,8
7,0
7,2
7,4
7,6
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
To
tal
Po
pu
lasi
Du
nia
(M
iliy
ar)
Tahun
49
permintaan bahan-bahan pokok untuk pengembangan biofuel.64
Kondisi demikian
telah terjadi pada negara-negara maju yang turut mengembangkan biofuel dalam
keperluan industrinya. Salah satu contohnya terjadi pada tahun 2009, Amerika
Serikat telah menghabiskan konsumi jagung yang diperkirakan sekitar 38% untuk
kebutuhan biofuel.65
Selain Amerika, Uni Eropa telah menargetkan tahun 2020
akan menjadikan biodesel sebagai energi alternatif utamanya.66
Hal itu menjadi
konsekuensi yang harus dihadapi oleh negara-negara berkembang saat negara-
negara industri mulai beralih menggunakan energi alternatif yang meningkatkan
permintaan bahan-bahan pokok.
Kenaikan harga pangan menjadi salah satu faktor terjadinya krisis pangan
global.67
Kondisi tersebut berimplikasi pada kemampuan dalam mengakses
pangan. Hal itu terjadi di banyak negara, terutama negara-negara yang
dikategorikan sebagai negara miskin dan berkembang. Di negara-negara
berkembang, masyarakat menghabiskan 50-80% hasil pendapatannya untuk
memenuhi kebutuhan pangan.68
Sehingga apabila terjadinya kenaikan harga
pangan, maka secara otomatis akan mengurangi kemampuan masyarakat untuk
mengakses kebutuhan pangan. Kenaikan harga pangan secara drastis pernah
terjadi pada tahun 2008 berdasarkan data berikut.
64
Suphacai, Op.Cit., hal.2 65
Ibid., hal.5 66
Niko Aditya, Op.Cit., hal.5 67
Suphacai, Op.Cit., hal.1 68
Ibid
50
Grafik 2.1 : Harga Komoditas Pangan Global
Sumber : www.tradingeconomics.com/worldbank
Berdasarkan data tersebut, tiga bahan pokok yaitu, jagung, gandum dan
beras mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada tahun 2008. Terutama
harga beras yang mencapai 700 dollar per tonnya. Di Haiti sendiri, kenaikan harga
pangan menjadi salah satu faktor yang mempersulit masyarakat dalam mengakses
pangan. Krisis pangan sangat berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan.
Sedangkan tiga perempat atau sekitar 75% masyarakat Haiti hidup dengan
pendapatan di bawah 2 dollar perhari.69
Sehingga kenaikan harga pangan yang
signifikan telah mempersulit masyarakat untuk mengakses pangan. Mengingat
daya beli masyarakat yang juga menurun.
Banyaknya faktor yang menyebabkan Haiti mengalami masalah pangan
telah dikalkulasikan oleh Coordination Nationale Pour la Securite Alimentaire
69
Nicole Rencoret, Op.Cit., hal.10
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Jagung 102,2 91,76 88,22 89,61 99,25 105,1 111,9 98,39 121,1 162 223,1
Gandum 111 97,22 98,75 108,8 129 137,5 145 135,9 158 234,8 268
Beras 316 251,7 206,7 177,4 197 290,5 244,5 290,5 311,2 334,4 697,5
0
100
200
300
400
500
600
700
800
US
$/t
on
Harga Rata-Rata Komoditas Pangan Global Tahun 1998 -
2008
51
(CNSA) sebagai lembaga nasional ketahanan pangan di Haiti. CNSA
mengestimasikan bahwa terdapat 2,5 juta jiwa masyarakat yang membutuhkan
bantuan pangan terutama di daerah rawan pangan seperti hal di Distrik
Aritbonite.70
Kondisi rawan pangan yang terjadi di daerah tersebut ditandai
dengan kondisi pangan yang terbatas dan juga tingkat kemiskinan yang tinggi.
Sehingga membutuhkan perhatian yang khusus dalam mengatasi masalah pangan.
Secara internal, perjalanan panjang politik dan pemerintahan yang otoriter
telah membuat kondisi Haiti menjadi tidak stabil.71
Hal tersebut dilihat dari
demonstrasi yang terjadi dan konflik kekerasan antar masyarakat. Distabilitas
politik yang terjadi telah berimplikasi pada kondisi perekonomian masyarakat
yang juga berimplikasi langsung terhadap akses pangan, yang mana prevalensi
pada tahun 2008 tingkat keresahan masyarakat dalam mengakses pangan
sangatlah tinggi.72
Kondisi tersebut menjadi tantangan masyarakat untuk berjuang
dalam memenuhi kebutuhan pangannya.
2.1.3 Krisis Pangan Pasca Gempa Bumi 2010
2.1.3.1 Gempa Bumi 2010
Gempa bumi yang menimpa Haiti pada 12 Januari 2010 pukul 16:53 waktu
setempat dengan kekuatan 7 skala richter tersebut merupakan gempa terbesar
yang pernah dialami Haiti sepanjang sejarah.73
Gempa yang terjadi telah
berdampak besar pada masyarakat Haiti. PAHO telah mengestimasikan korban
gempa bumi menewaskan 222.517 jiwa, dan telah memindahkan lebih dari 1.3
70
Ibid. 71
European Commission, Op.Cit., hal.2 72
Laura M Glaeser, dkk, Loc.Cit. 73
Rhoda Margesson, Op.Cit., hal.1
52
juta orang ke lebih dari 630 pemukiman.74
Besarnya dampak yang terjadi juga
diakibatkan banyaknya gempa susulan pasca gempa utama. Terhitung bahwa telah
terjadi 14 gempa susulan yang berkekuatan lebih dari 5 skala richter dan 36 kali
gempa susulan yang kekuatannya lebih dari 4 skala richter.75
Sehingga gempa
yang terjadi terus menerus menuntut masyarakat untuk selalu dalam keadaan
siaga.
Gempa yang berpusat 25 km dari Port au Prince sebagaimana disajikan
pada gambar 2.2 telah berpengaruh besar pada daerah dengan kondisi
penduduknya yang padat, seperti halnya Port au Prince yang kepadatan
penduduknya mencapai 875.978 jiwa.76
Sebagai ibu kota Haiti, kota tersebut juga
menjadi kota metropolitan yang telah menyumbangkan 65% total aktivitas
ekonomi dan 85% pendapatan pajak negara.77
Namun dengan kondisi demikian,
gempa yang terjadi telah merusak banyak infrastruktur jantung Haiti tersebut.
Meski kerugian secara ekonomi cukup sulit untuk dikalkulasikan. Namun
berdasarkan Inter-American Development Bank, memperkirakan bahwa kerugian
yang dialami mencapai USD 13,9 Miliyar.78
74
Paho, 2010, Yale-Tulane Public Health and Medical Planning and Response Programme
Update (Haiti Earthquake), Weekly Report, diakses dari
http://www.paho.org/disasters/index.php?option=com_docman&view=download&category_slug=
haiti-january-2010&alias=745-situation-in-haiti-report-prepared-by-the-univeristy-of-yale-new-
haven&Itemid=1179&lang=en diakses pada 07/04/2018 (22.57WIB) 75
Rhoda Margesson, Op.Cit., hal.1 76
Laurent Hou, Op.Cit., hal.26 77
Ibid. 78
Ibid.
53
Gambar 2.2 : Intensitas Gempa
Sumber : the Foundation for Development Cooperation (FDC)
Gempa dengan pusat kedalamannya 10 km tidak hanya dirasakan oleh
Haiti, melainkan juga oleh Kuba, Kingston, Jamaika, Venezuala dan negara lain
di kawasan sekitarnya.79
Tingkat kedalaman gempa yang terhitung dangkal
menyebabkan dampak akibat getaran gempa yang dialami oleh masyarakat
semakin terasa terutama di daerah-daerah yang lokasinya berdekatan dengan pusat
gempa seperti ibu kota Haiti yaitu Port au Prince, Jacmel, Leogane, dan Gerssier.
Dampak tersebut dilihat dari persentase kerusakan yang dialami Port au Prince,
Carrefour, dan Gressier (40-50%), Jacmel (50-60%), dan Leogane (80-90%).80
Kerusakan tersebut termasuk pada fasilitas publik, seperti sekolah dan rumah
79
Jusmalia, Op.Cit., hal.43. 80
Paho, Loc.Cit.
54
sakit. Banyaknya kerusakan yang dialami akibat gempa bumi tersebut diperkiran
telah merugikan lebih dari 100% nasional Haiti.81
Besarnya dampak kerusakan yang dialami Haiti menyebabkan waktu yang
panjang untuk proses pemulihan. Hal itu disebabkan gempa yang telah
berdampak pada kerusakan. Berdasarkan kerusakan infrastruktur yang dijelaskan
The Haitian Chamber of Commerce (CCIH) bahwa gempa bumi tersebut telah
menghancurkan 25.000 gedung umum dan gedung komersial.82
Selain itu,
dampak infrastruktur terjadi pada lebih dari 105.000 rumah hancur, 208.000
rusak, dan 1.300 sekolah dan universitas, serta lebih dari 50 sarana kesehatan
ambruk.83
Kerusakan secara infrastruktur telah membawa Haiti menuju kondisi
yang semakin rapuh. Kondisi tersebut juga berimplikasi pada kondisi politik yang
tidak stabil, sehingga masyarakat menuntut pemerintah untuk membangun
kembali Haiti dengan sifat yang lebih transparan. Setelah lima tahun terakhir
pemerintah membuktikan dengan adanya kemajuan manajemen makroekonomi,
perencanaan pembangunan dan juga transparansi.84
81
Francois Grunewald dkk, 2010, Inter-Agency Real Time Evaluation in Haiti : 3 Months After the
Earthquake, Final Report, hal.7, diakses dari
https://www.unicef.org/evaldatabase/files/Haiti_IA_RTE_final_Eng(1).pdf diakses pada
21/01/2018 (21.17 WIB) 82
Roda Margesson, Op.Cit., hal.21 83
Rock Andre dan Jayson L.Lusk, 2011, What Do Haitians Need After the Earthquake, Paper,
hal.2, diakses dari https://ageconsearch.umn.edu/bitstream/98631/2/Aid%20relief-
Journal%20Article-%20Revised.pdf diakses pada 10/04/2018 (17.20WIB) 84
Roda Margesson, Loc.Cit.
55
2.1.3.2 Krisis Pangan Pasca Gempa Bumi 2010
Dampak yang ditimbulkan pasca gempa bumi bukan hanya sebatas
kerugian secara ekonomi, politik, maupun kerusakan infrastruktur. Namun
fenomena gempa pada tahun 2010 telah mempengaruhi banyak aspek lainnya,
salah satunya terkait aspek yang sangat fundamental yaitu masalah pangan.
Banyaknya kerusakan infrasruktur yang dialami Haiti pasca gempa telah
mempengaruhi aktivitas kerja masyarakat sehingga berimplikasi langsung pada
kemampuan dalam mengakses pangan.
Untuk menjelaskan kondisi pangan di Haiti pasca gempa bumi, penulis
mengacu pada 3 komponen food security yang dijelaskan oleh USAID, yaitu food
availability, food access, dan food utilization. Jika dilihat dari segi food
availability, Haiti merupakan negara agrikultur yang produksi pertaniannya hanya
mencukupi separuh kebutuhan domestik. Hal itu terhitung dari produksi lokal
hanya mencapai 48%, pertanian hasil import mencapai 44% dan 8% dari hasil
bantuan kemanusiaan.85
Besarnya persentase pertanian dari hasil eksternal
menjadi faktor ketergantungan yang menyebabkan kondisi pangan Haiti rapuh
akibat pengaruh dinamika kondisi eksternal. Selain itu, ditambah dengan kondisi
alam seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan dan juga bencana alam yang
mempengaruhi ketersediaan pangan.
Pasca gempa bumi, Haiti mengalami penurunan pada produksi hasil
pertanian. Sebagaimana mengacu kepada data laporan FAO, WFP dan Crop Food
Security Assessment Mission (CFAM) bahwa hasil produksi pangan Hati tahun
85
Laura M, Op.Cit., hal.10
56
2010 telah mengalami penurunan dari tahun 2009. Berikut ini data sejak Juli 2010
– J uni 201186
:
1. 503.600 Matriks Ton (MT) sereal mengalami penurunan 9%
2. 148.000 MT kacang/kacang-kacangan mengalami penurunan 20%
3. 1.232.900 Akar/Umbi mengalami penurunan 12 %
4. 313.200 MT pisang raja mengalami penurunan 14%
Jika ketersediaan pangan Haiti yang jumlahnya terbatas sehingga tidak mencukupi
kebutuhan pangan nasional, maka hal itu berpengaruh pada kemampuan
masyarakat untuk mengakses pangan.
Mengacu pada komponen ke-dua menurut USAID adalah food access,
maka komponen tersebut akan menjelaskan bagaimana kondisi pasca gempa yang
dialami oleh masyarakat Haiti pasca gempa. Berdasarkan CNSA, food access
diartikan secara lebih spesifik yang berarti “kapasitas rumah tangga untuk
mengumpulkan jumlah makanan yang cukup, baik dari produksi, pembelian dan
transfer, yang didukung oleh beberapa faktor seperti akses fisik, akses sosiopolitik
dan akses ekonomi”.87
Jika dilihat dari akses secara fisik atau wujudnya, kondisi
pangan di Haiti tersedia dalam jumlah terbatas dan mengalami penurunan hasil
pertanian pasca gempa sebagaimana yang food access secara fisik ini berkaitan
langsung dengan food availability.
Selain disebabkan oleh jumlah yang semakin terbatas, food acsess juga
dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan ekonomi, yang mana masyarakat Haiti
hidup dengan tingkat kemiskinannnya yang tinggi dengan persentase 75%
86
Ibid., hal.11 87
Ibid.
57
masyarakatya menghasilkan pendapatan di bawah 2 dollar perhari. Pada tahun
2003, Haitipun menjadi 3 negara terkorup bersama dengan bangladesh dan
Nigeria.88
Selain itu, tingkat ketergantungan impor pangannya yang sangat tinggi
juga menjadi faktor signifikan dalam sulitnya mengakses pangan.89
Namun di sisi
lain, kerusakan secara besar-besaran akibat gempa bumi bahkan mencapai 25.000
gedung termasuk gedung komersil yang menjadi tempat sarana untuk bekerja
berdampak pada aktivitas kerja masyarakat Haiti.90
Terganggunya aktivitas kerja
secara langsung berpengaruh pada pendapat masyarakat yang berujung pada
minimnya kemampuan dalam mengakses pangan. Hal itulah yang diartikan
sebagai akses ekonomi yang berkaitan dengan daya beli masyarakat.
USAID juga menjelaskan secara detail yang menjadi faktor-faktor dalam
food utilization, bahwa tidak hanya sebatas pada cara penggunaan maupun
konsumsi, namun food utilization juga dilihat dari asupan gizi dan kesehatan yang
buruk dan juga buruknya sanitasi air bersih yang mempengaruhi masyarakat
dalam mengkonsumsi pangan. Sedangkan hanya 69% dari total populasi
masyarakat yang dapat mengakses sumber air bersih.91
Keterbatasan akan air
bersih sangat mempengaruhi aspek-aspek lain seperti dalam pengolahan makanan
dan juga kesehatan. Tingkat akses air yang terbatas memiliki kontribusi langsung
terhadap kondisi kesehatan masyarakat, yang mana menteri kesehatan publik
88
Corruption is Endemic in Haiti’s Public Institution, Loc.Cit. 89
Ibid. 90
Roda Margesson, Op.Cit., hal.22 91
Mohamed Ag Ayoya dkk, 2013, Child Malnutrition in Haiti : Progress Despite Disaster,
Journal of Global Health Science Practice, Vol.1 No.3, hal.2, diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4168596/ diakses pada 15/04/2018 (19.45 WIB)
58
Haiti telah mencatat bahwa terjadi penyebaran wabah kolera pada Oktober 2010
yang telah menyababkan kematian 8.111 jiwa sampai Juni 2013.92
Selain jumlah air yang terbatas, food utilization juga dilihat dari tingkat
kesehatan masyarakat sebagai output dari komponen tersebut. Sedangkan Haiti
merupakan salah satu negara yang kondisi masyarakatnya mengalami masalah
kesehatan dan juga gizi buruk. Hal itu dapat dilihat dari hasil survey Demografi
dan Departemen Kesehatan pada tahun 2005-2006 bahwa 1 dari 3 anak-anak
dibawah usia 5 tahun mengalami pertumbuhan yang terhambat, 1 dari 10 anak
terbuang, dan 2 dari 10 anak dengan kondisi kekurangan berat badan.93
Beberapa
aspek yang telah disebutkan menggambarkan bahwa dalam pengolahan dan
pemanfaatan pangan di Haiti masih dikategorikan buruk, mengingat hal itu juga
berkaitan dengan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang terbatas dan kemudian
berdampak pada aspek kesehatan.
Jika ketiga komponen tersebut dapat terpenuhi, maka akan menghasilkan
kondisi yang stabil atau terhindar dari krisis pangan. Namun hal itu terjadi
sebaliknya di Haiti. Maka, untuk mengatasi masalah Haiti yang kondisi
pangannya mengalami krisis, dibutuhkan upaya yang maksimal dan efektif.
Sehingga bantuan dari pihak eksternal menjadi salah satu modal untuk memenuhi
kebutuhan pangan Haiti pasca gempa bumi. Tidak hanya sebatas itu, pemerintah
Haitipun terus berupaya dalam mengatasi krisis pangan. Pada akhir tahun 2010,
pemerintah Haiti dengan berbagai mitranya telah meningkatkan berbagai program
92
Richard Gelting, 2013, Water Sanitation and Hygiene in Haiti : Past, Present, Future, the
American Society of Thropical Medicine and Hygiene, Vol.89 No.4, hal.665, diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3795096/pdf/tropmed-89-665.pdf diakses pada
0/05/2018 (13.57WIB) 93
Roda Margesson, Op.Cit.
59
pangan yang bersifat preventif dan rekaperatif dan juga peningkatan sanitasi air
bersih di seluruh departemen Haiti.94
Bahkan beberapa jam setelah gempa terjadi,
aktor internasional yang berupa negara maupun organisasi mulai memberikan
respon terkait kondisi darurat tersebut.
2.1.3.3 Respon Aktor Internasional
1. Respon Negara-Negara
Salah satu negara yang memberikan respon terhadap peristiwa gempa bumi
adalah Amerika Serikat. Negara tersebut merupakan negara yang secara geografis
dekat dengan Haiti. Selain kedekatan geografis, keduanya menjalin hubungan
politik yang penting bagi AS, sehingga peristiwa gempa bumi tersebut telah
menuai respon yang tanggap dari Presiden AS, Barack Obama.95
Sehari setelah
peristiwa gempa berlangsung, presiden AS meminta kepada seluruh jajaran
pemerintahan untuk segera memobilisasi berbagai agensi seperti United State
Agency of International Development (USAID) dan Department of State (DOS)
dan agensi lainnya untuk segera mempersiapkan personil, peralatan dan juga
keahlian dalam menanggapi persitiwa gempa.96
Hal tersebut dilakukan sebagai
bentuk peduli bantuan kemanusiaan terutama bagi Haiti sebagai negara
berkembang di kawasan Karibia.
Kedekatan AS dan Haiti bukan dimulai saat melakukan bantuan
kemanusiaan yang diberikan pasca gempa, melainkan sudah terjalin hubungan
94
Mohamed Ag Ayoya dkk, Loc.Cit. 95
Derabati Guha.dkk, 2011, Independent Review of the U.S Government Respon to the Haiti
Earthquake, diakses dari
http://citeseer.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.233.204&rep=rep1&type=pdf diakses
pada 10/01/2018 (20.31 WIB) 96
Ibid.
60
baik antara keduanya sebelum peristiwa gempa terjadi. Seperti yang dinyatakan
oleh Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton bahwa Haiti termasuk ke dalam
prioritas kebijakan luar negeri AS dan bekerja sama dengan pemerintah Haiti
dalam memperkuat urusan diplomatik dan kemanusiaan.97
Respon AS terhadap
bencana gempa bumi di Haiti sudah dilakukan setelah 24 jam gempa itu
berlangsung.98
Pada hari ke-dua, tim khusus Angkatan Udara AS melakukan
menagemen kontrol untuk membuka kembali bandara udara Haiti yang banyak
didatangi oleh berbagai pesawat dari berbagai penjuru dunia.99
Meskipun pesawat
berdatangan dalam rangka melakukan evakuasi dan memberikan bantuan medis,
namun kondisi pasca gempa tersebut tidak memungkinkan untuk memberikan
perizinan mendarat bagi semua pesawat. Sehingga diperlukan managemen control
yang efektif untuk mengatur perizinan mendarat tersebut.
Tidak berbeda dengan jenis bantuan yang diberikan oleh negara lain, jenis
bantuan yang menjadi prioritas utama AS adalah berupa bantuan logistik, pasokan
pangan dan tanggapan medis.100
Namun parahnya dampak akibat gempa dan juga
sulitnya mengakses makanan telah dirasakan oleh masyarakat Haiti. Oleh sebab
itu, upaya AS dalam memberikan bantuan pangan dilakukan dengan cara
pendistribusian melalui basis-basis yang didirikan pada hari ke-3.101
Dalam waktu
10 hari, AS memberikan berbagai bantuan dengan didukung oleh 17 kapal AS, 48
97
Ibid. 98
IASC, 2010, Response to the Humanitarian Crisis in Haiti, Report, (hal.16)diakses dari
http://www.ifrc.org/docs/IDRL/Haiti/IASC-Haiti_6Mos_Review_USA-2010-005-1.pdf diakses
pada 22/03/2018 (21.36WIB) 99
David R.Diorio, 2010, Operation Unified Response-Haiti Earthquake 2010, diakses dari
http://jfsc.ndu.edu/Portals/72/Documents/JC2IOS/Additional_Reading/4A_Haiti_HADR_Case_St
udy_revNov10.pdf diakses pada 12/03/2018 (12.02WIB) 100
IASC, Loc.Cit 101
Ibid.
61
helikopter, dan 12 pesawat sayap.102
Hal tersebut diharapkan dapat mempermudah
pendistrubisan makanan yang akan diterima oleh masyarakat. Selain itu, dalam
menjalankan operasi bantuannya, AS juga menjalin dan melakukan koordinasi
dengan mitra donor yang lain termasuk dengan lembaga-lembaga PBB yang
terlibat.
Selain Amerika, aktor lain yang turut merespon terkait gempa bumi 2010
di Haiti adalah Europa Union (EU). EU merupakan organisasi yang
beranggotakan negara-negara yang secara geografis berada di kawasan Eropa,
sehingga EU dikategorikan sebagai organisasi regional. Salah satu yang menjadi
fungsi utama dalam organisasi ini adalah meningkatkan eksistensinya dalam
berbagai aktivitas di arena internasional. Oleh sebab itu, EU telah terlibat dalam
memberikan bantuan sejak hari pertama gempa bumi di Haiti.103
Namun sebelum terjadinya gempa, EU telah banyak berkontribusi dalam
menangani berbagai permasalahan di Haiti. Bahkan sejak tahun 1995 EU telah
memberikan bantuan kemanusiaan di Haiti dalam rangka menyelesaikan masalah
kependudukan melalui ECHO.104
Selain itu, EU juga turut berkontribusi dalam
memberikan bantuan akibat badai yang menimpa Haiti pada tahun 2008 lalu.
Perjalanan panjang dalam memberikan bantuan kepada Haiti tidak berhenti
sampai pada tahun 2008, peristiwa gempa 2010 kembali menarik perhatian EU
untuk turut melakukan aksi kemanusiaan.
102
Ibid. 103
The Technical Center for Agricultural and Rural Cooperation (CTA), For Years on from the
Haiti Earthquake, diakses dari http://www.cta.int/en/article/2014-01-16/four-years-on-from-the-
haiti-earthquake-the-eurs-response.html diakses pada 22/03/2018 (23.05WIB) 104
Claudia Morsut, The European as Humanitarian Actor-the Role of the EU of Natural Disasters,
hal.5, diakses dari http://paperroom.ipsa.org/papers/paper_10316.pdf diakses pada 22/03/2018
(23.35WIB)
62
Operasi yang dilakukan EU dalam merespon gempa tersebut dengan cara
mengirimkan pasukan bantuan dalam menanggulangi gempa. Selain itu, pada
akhir januari 2010, 24 negara anggota EU beserta Norwegia berkontribusi untuk
memberikan bantuan melalui mekanisme perlindungan EU dan juga memenuhi
permintaan PBB untuk mengirimkan 200 personil dan 3000 pasukan militer yang
dikerahkan.105
Meskipun operasi yang terjadi di lapangan berada di bawah kontrol
lembaga-lembaga PBB dan juga AS, namun EU tetap terlibat aktif dalam
melakukan kontribusinya. Salah satunya dengan memberikan bantuan finansial
sebesar €300 juta untuk mendukung program jangka pendek dan juga jangka
panjang.106
Adapun bantuan finansial jangka pendek dan jangka panjang difokuskan
untuk pemulihan kondisi darurat pada beberapa daerah yang menjadi fokus
sasaran EU. Daerah yang menjadi target intervensi utama tersebut seperti, Port au
Prince; Gressier; Leogane; Jacmel.107
Selain itu, sektor-sektor yang menjadi target
intervensi EU adalah sektor yang dianggap signifikan dan mempengaruhi
kelangsungan hidup masyarakat Haiti. Sektor-sektor tersebut diantaranya
pembangunan shelter dan manajemen pengungsian, sanitasi air bersih, bantuan
pangan dan kesehatan serta bidang telekomunikasi yang kondisinya saat itu
sangatlah buruk.108
Berbagai program EU dalam menanggulangi kondisi darurat Haiti
merupakan upaya EU dalam menjalankan prinsipnya sebagai aktor yang peduli
105
European Council on Foreign Relations, Crisis Management-Respone to the Haiti Earthquake,
diakses pada http://www.ecfr.eu/scorecard/2010/crisis/57 diakses pada 24/03/2018 (10.45WIB) 106
Ibid. 107
European Commission, Op.Cit., hal.3 108
Ibid.
63
terhadap masalah kemanusiaan dan juga sebagai upaya EU dalam meningkatkan
eksistensinya di arena internasional. Dalam melakukan operasi bantuannya, EU
melakukan koordinasi dengan pihak lain yang juga terlibat. Beberapa partner yang
bekerja sama saat melakukan operasi penanggulangan gempa bumi Haiti,
diantaranya lembaga-lembaga UN seperti OCHA dan WFP, negara-negara yang
tergabung dalam Red Cross, dan juga beberapa INGOs seperti Care International,
Welt Hunger Life dan lain-lain.109
Meski beragamanya jenis bantuan dari berbagai
aktor internasional yang terlibat, namun respon dan bantuan yang diberikan tetap
berfokus pada kondisi darurat yang dialami Haiti.
Selain AS maupun EU, negara lain yang turut memberikan respon terkait
gempa bumi Haiti adalah Canada. Canada berkontribusi dengan mengirimkan
pasukan penyelamat sebanyak 500 pasukan, mengingat gempa tersebut telah
memakan banyak korban.110
Selain itu, Canada juga memberikan dukungan
logistik, helikopter dan juga tenaga medis. Begitupun yang dilakukan oleh
Perancis sebagai negara yang memiliki kedekatan sejarah dengan Haiti dan
terdapat 1400 warga Perancis yang tinggal di negara tersebut. Perancis
memberikan respon dengan mengirimkan 2 pesawat bantuan kemanusiaan,
mengirimkan 12 ton pasokan logistik serta tenaga medis.111
Pasca gempa bumi berlangsung, pemerintah Inggris juga memberikan
respon dengan rasa prihatin yang mendalam, serta mengirim 71 personel
penyelamatan. Adapun negara-negara lainnya seperti Jerman yang telah
109
Ibid. 110
Roda Margesson, Op.Cit., hal.46 111
BBC News, 2010, International Aid Effort for Haiti Gather Pace, diakses dari
http://news.bbc.co.uk/2/hi/americas/8456192.stm diakses pada 27/05/2018 (10.10 WIB)
64
menyumbang sebesar 1,5 juta euro dan juga Belanda 2 juta euro, serta Belgia,
Swedia dan Luksemburg yang juga turut menawarkan bantuan logistik dan juga
tim pencarian.112
Selain itu, negara lain seperti Kuba, Venezule dan negara
lainnya yang turut berdatangan memberikan respon aksi kemanusiaan kepada
Haiti yang telah mengalami kondisi darurat pasca gempa.
2. Respon Organisasi Internasional
Care adalah salah satu organisasi internasional yang berfokus dalam
memerangi kemiskinan dan kelaparan di dunia. Dengan beranggotakan 14 negara
dan berafiliasi dengan 4 organisasi, Care bekerja sama dalam rangka memerangi
kemiskinan di 94 negara di dunia.113
Salah satu operasi yang dijalankan oleh Care
adalah program penanggulan pasca gempa bumi 2010 di Haiti. Hal itu sesuai
dengan program yang menjadi prinisp Care dalam bentuk aksi kemanusiaan.
Adapun beberapa jenis bantuan yang diberikan kepada Haiti adalah bidang
kesehatan, pembangunan shelter, persediaan sanitasi air bersih dan juga bantuan
pangan.114
Dalam menjalankan operasinya selama dua tahun setelah gempa, Care
menargetkan pencapainnya melalui bantuan langsung pasca gempa dan juga
dalam jangka panjang. Dalam operasi langsung pasca gempa, Care berfokus pada
bantuan kemanusiaan yang bersifat urgent dan darurat seperti halnya
pembangunan shelter, penyediaan peralatan dapur, alat kebersihan, perlengkapan
112
Ibid. 113
Diakses dari https://www.care-international.org/ diakses pada 16/04/2018 (13.54WIB) 114
Evelyn Hokstein, 2010, Haiti Earthquake Response, hal.1, diakses dari
http://files.givewell.org/files/DisasterRelief/CARE/Haiti%20quake_response%20update_260210re
vised%20(1).pdf diakses pada 13/04/2018 (22.11WIB)
65
bayi dan juga asupan makanan.115
Selain itu, Care berfokus pada kondisi darurat
yang dialami oleh 3 daerah yang menjadi prioritas bantuan, yaitu Petionville,
Carrefour, dan juga Leogane melalui pendistribusian makanan, penyediaan air
bersih, dan juga pembangunan kembali pasar yang menjual kebutuhan pangan dan
logistik yang pada fase ini Care mampu menjangkau hampir 270.000 warga.116
Mengidentifikasi daerah prioritas menjadi hal yang penting guna melaksanakan
operasi penanggulangan secara tepat sasaran. Terutama bagi daerah yang
mengalami dampak secara besar-besaran.
Namun sejak memulai operasi bantuan darurat, Care sudah menargetkan
rekonstruksi dalam waktu jangka panjang yang sifatnya berkelanjutan. Pada
operasi jangka panjang, Care melakukan beberapa program pelatihan seperti
managemen sistem air dan pemeliharaan air bersih, diadakannya urban
holtikultura yang di dalamnya terdapat pelatihan sistem pertanian dan distribusi
benih dan juga pendidikan gizi keluarga.117
Di sisi lain, Care juga berkoordinasi
dengan WFP dalam melakukan program keamanan pangan sebagai upaya dalam
memenuhi kebutuhan pangan yang berkelanjutan.118
Mengingat WFP memiliki
fokus dalam melakukan program pengembangan pangan yang berkelanjutan di
Haiti. Program tersebut dilaksanakan guna mencipatakan kemandirian dan
mengurangi ketergantungan Haiti kepada para pemberi bantuan. Mengingat
besarnya ketergantungan masyarakat Haiti pada pihak eksternal.
115
A Progress Report, Haiti Earthquake Emergency Response, diakses dari https://www.care-
international.org/files/files/publications/CAREs-Response-to-Haiti-Quake-Two-Years-Later.pdf
diakses pada 17/04/2018 (12.08WIB) 116
Evelyn Hokstein , Loc.Cit. 117
A Progress Report, Op.Cit. 118
Ibid.
66
Selain Care, Doctors Without Borders (MSF) yang merupakan NGOs di
bidang kesehatan juga turut terlibat dalam mengatasi kondisi darurat pasca gempa
bumi 2010. MSF menyatakan bahwa gempa tersebut telah menghancurkan 60%
fasilitas kesehatan dan juga 10% tenaga medis yang terbunuh akibat gempa
gempa.119
Oleh sebab itu dibutuhan upaya yang maksimal dalam mengatasi
kondisi darurat tersebut. Adapun upaya yang dilakukan MSF adalah dengan
memberdayakan 3.000 staff yang ada untuk mengelola 19 fasilitas kesehatan dan
juga menyediakan perawatan darurat pada lebih dari 173.000 pasien.120
Upaya
MSF untuk terlibat pada kondisi darurat pasca gempa bukanlah keterlibatan MSF
pertama kalinya, melainkan staff MSF menetap di Haiti dalam rangka
menanggulangi kondisi pada setiap bencana alam yang terjadi. Sama halnya
dengan yang dilakukan oleh aktor lain seperti International Red Cross dan juga
Oxam yang melakukan respon cepat untuk penyediaan bantuan darurat. Juru
bicara International Red Cross juga menyatakan bahwa terdapat dana bantuan
darurat yang dapat memberikan bantuan dasar kepada 10.000 keluarga dan
mencapai 20.000 kotak bantuan.121
2.2 Gambaran Umum WFP sebagai Organisasi Internasional
Selain Amerika Serikat, Uni Eropa, serta Care, organisasi internasional
yang juga merespon dan memberikan bantuan dalam mengatasi krisis pangan di
Haiti khususnya pasca gempa bumi 2010 adalah WFP sebagaimana peran WFP
menjadi fokus utama pada penelitian ini. Sebagai organisasi di bidang pangan,
WFP memiliki perjalanan yang panjang dalam menyelesaikan permasalahan
119
Ibid. 120
Ibid. 121
BBC News, Loc.Cit.
67
pangan di berbagai negara. Hal itu sebagaimana merupakan visi WFP dalam
mengatasi masalah kelaparan di dunia. Untuk mencapai visi tersebut, upaya WFP
dilakukan melalui berbagai program-program telah yang diinisiasi dalam rangka
mengatasi krisis pangan di Haiti.
2.2.1 Latar Belakang Terbentuknya WFP
Organisasi internasional adalah salah satu bentuk platform untuk menjalin
kerjasama antar negara maupun non negara dalam rangka mencapai kepentingan
anggota-anggotanya. Sebagaimana hal itu disebutkan oleh Paul Reuter, bahwa
organisasi internasional adalah kumpulan negara-negara yang secara wajar dan
permanen dalam merepretasikan keinginan yang nyata dari anggota-anggota yang
tergabung di dalamnya.122
Pada konstalasi politik internasional yang semakin
anarki, organisasi internasional dibutuhkan sebagai bentuk upaya dalam menjalin
kerjasama dan menjaga perdamaian. Dalam rangka mewujudkan perdamaian
dunia, salah satu organisasi internasional pada abad ke-20 yang beranggotakan
banyak negara adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Salah satu lembaga yang berada dibawah naungan PBB yang dibentuk
oleh FAO adalah World Food Programme (WFP). Mengacu pada WFP General
Regulations and Rules (Article I: Establishment) menyebutkan bahwa WFP
adalah sebuah program yang dibentuk oleh PBB dan FAO dengan bertujuan
menjalankan fungsi tertentu123
:
122
Yanuar Ikbar, Op.Cit., hal.242 123
WFP General Regulations and Rules (Article 1: Establishment), hal.5, diakses dari
https://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/govman/wfp244037.pdf
Diakses pada 30/07/2018 (17.44 WIB)
68
AAAAart
Article I : Establishment
The World Food Programme (hereinafter “WFP”) is jointly established by the
United Nations and the Food and Agriculture Organization of the United Nations
(hereinafter “FAO”) as a programme for the purpose and for the performance of
the functions set out in the present General Regulations and shall continue its
activities in the light of periodic reviews.
Meskipun disebutkan sebagai program yang memiliki tujuan dan serangkaian
fungsi tersebut, namun WFP sebagaimana organisasi pada umumnya, WFP
memiliki struktur organisasi sebagai upaya memperjelas agenda kerja dan
fungsinya (lihat bagan 2.1 : Struktur organisasi WFP). Selain itu, WFP juga
menjadi platform terbesar dalam menangani masalah pangan di dunia melalui
berbagai program yang telah diinisiasinya diberbagai negara.124
Hal itu berawal
pada tahun 1961 di Markas FAO yang berada di Roma, George McGovern
sebagai Direktur bantuan pangan dan perdamaian AS yang mengusulkan untuk
melakukan percobaan program bantuan pangan yang sifatnya multiralateral dalam
jangka waktu tiga tahun.125
Hal itu tidak lain dilatarbelakangi oleh masalah
pangan yang terjadi di banyak negara terutama di negara-negara berkembang.
Sehingga PBB membutuhkan sistem bantuan yang berfokus pada masalah pangan
global. Pada tahun 1962, yang mana program bantuan tersebut dalam masa
124
Lihat http://www1.wfp.org/overview 125
WFP, History, diakses dari http://www.wfp.org/node/34 diakses pada 11/05/2018 (12.34WIB)
69
percobaan, terjadi bencana gempa bumi di Iran yang telah menewaskan 12.000
jiwa, badai di Thailand dan kasus pengungsi di Aljazair.126
Berdasarkan peristiwa tersebut, WFP berkontribusi dalam memberikan
bantuan dan memasok pangan secara berkelanjutan. Sehingga pada tahun 1962
WFP resmi membentuk badan komite di bawah naungan FAO dengan dipilihnya
Addeke Boerma sebagai Direktur Eksekutif pertama WFP.127
Selain itu,
pembentukan komite dan struktur kerja WFP juga disesuaikan dengan kebutuhan
terkait dengan perkembangan isu pangan di banyak negara. Pada tahun 1963,
WFP memulai operasi bantuannya di Sudan. Operasi tersebut merupakan
implementasi program pertama WFP. Selanjutnya, WFP juga menjalankan
berbagai program bantuan pangan di berbagai negara.
2.2.2 Profil, Visi dan Misi WFP
Dalam rangka melakukan tugas dan fungsinya, sebuah organisasi
memerlukan struktur kerja yang disesuaikan dengan agenda kerja masing-masing
bagian. Sama halnya dengan WFP yang berpusat di Roma, WFP dipimpin oleh
Executive Board (EB) yang dipilih oleh Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur
Jenderal FAO yang terdiri dari perwakilan 36 negara di dunia.128
Dalam rangka
memperjelas agenda dan fungsi kerja, WFP memiliki strukutur oganisasi sebagai
berikut:
126
Ibid. 127
Ibid. 128
Ibid.
70
Bagan 2.1 : Struktur Organisasi WFP
Liaison Officer : UN, WHO,FAO, UNESCO, ILO
Sumber : http://www.fao.org
Committee on Food Aid Policies and Programmes (CFA)
Executive Director Deputy Executive Director
(WPD)
Economic Advicer
Policy Unit
Evaluation Service (WDPE)
Assistant to Executive Director
Field Inspection and Training Officer
WFP Liasion Officer
UN Secretary General
FAO Director General
Project Management Division(WPM)
Division of External Relations and General Service (WPX)
Resources Management Division (WPR)
WIS Nutrition Advicer
Emergency Unit (WPMG)
Latin America & Carribean Branch
Asia & Pasific Branch
Europe & Eastern Africa Branch
Western Africa Branch
North Africa & Near East Branch
Resource & Purchases
Transport Branch
ER& General Affairs Branch
Budget & Administration Branch
Field Officers WFP Advicers/Project Officers in about 80 Countries
71
Sebagai Organisasi internasional di bidang pangan, struktur tersebut
dibentuk dalam rangka menjalankan agenda kerja WFP yang tidak lain melakukan
bantuan pangan sebagai upaya membasmi kelaparan yang terjadi di dunia dan
juga menyelesaikan permasalahan krisis pangan yang dialami oleh banyak negara
akibat kondisi darurat pasca bencana alam, masalah pengungsi, lemahnya sosial
dan ekonomi, dan lain-lain. Hal itu sesuai dengan penjelasan yang tercantum pada
WFP General Regulations and Rules (Article II: The Purposes and the Function
of WFP)129
menyebutkan bahwa:
1. The Purposes of WFP are :
a. to use food aid to support economic and social
development;
b. to meet refugee and other emergency and
protracted;
c. and to promote world food security in accordance
with the recommendation of the United Nations and
FAO
2. In order to achieve the foregoing purposes, WFP shall, on
request, implement food aid programmes, project and
activities:
a. to aid in economic and social development,
concentrating its efforts and resources on the neediest
people and contries;
b. to assist in the continuum for emergency relief to
development by giving priority to supporting disaster
prevention, preparedness and mitigation and post-
disaster rehabilitiation activities;
c. to assist in meeting refugess and others emergency
and protracted relief food needs, using the assistance to
the extent possible to serve both relief and development
purposes;
d. to provide services to bilateral donors, United
Nations agencies and non governmental organizations
129
WFP General Regulations and Rules (Article 1: Establishment), Op.Cit., hal.5-6
72
for operations which are consistent with the purpose of
WFP and which complement WFP’s operations.
Untuk mencapai visi tersebut, misi yang dilakukan WFP adalah dengan
mengembangkan program-program berdasarkan policies and strategy yang
disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan negara tersebut. hal itu mengingat
setiap negara memiliki masalah dan solusi yang berbeda terkait masalah pangan.
Namun secara umum, upaya yang dilakukan WFP dalam mengatasi masalah
pangan adalah sebagai berikut :
1.Country Capacity Strengthening, pada program ini WFP memberikan
bantuan secara teknis maupun sistem dalam memperkuat kapasitas nasional yang
bisa dikembangkan pada berbagai bidang. Hal itu dikarenakan setiap pemerintah
negara harus mampu mengatasi masalah kelaparan, sebagaimana hal itu
merupakan poin ke-2 dalam Sustainable Development Goals (SDGs).130
2. Emegency Relief, dalam jangka waktu lebih dari 50 tahun WFP
berkontribusi dalam situasi darurat pada suatu Negara, baik dalam situasi konflik
atau pasca konflik maupun kondisi darurat pasca bencana alam. Program tersebut
juga dilakukan sebagai bentuk aksi kemanusiaan.131
3. Operations Database, program ini merupakan data yang berasal dari
segala jenis operasi bantuan yang telah dilakukan oleh WFP di setiap negara. Data
130
WFP, Country Capacity Strengthening, diakses dari http://www1.wfp.org/country-capacity-
strengthening diakses pada 11/05/2018 (22.34WIB) 131
WFP, Emergency Relief, diakses dari http://www1.wfp.org/emergency-relief diakses pada
11/05/2018 (22.45 WIB)
73
yang dikumpulkan merupakan bahan evaluasi dalam pengembangan program,
sehingga WFP mampu melihat sejauh apa pencapaian yang diperoleh.132
4.South-South Cooperations, dalam proses pengembangan pangan dunia yang
dibentuk oleh WFP, dukungan mitra menjadi salah satu hal yang penting. Oleh
sebab itu, WFP bekerja sama dengan berbagai pihak internasional dalam rangka
memberikan bantuan berupa transfer pengetahuan, pengalaman, maupun secara
teknis berupa pelatihan dan dukungan dana yang mampu mendorong
pembangunan sejumlah negara.133
Melalui program yang dijalankan, WFP telah mendapatkan banyak
pencapaian. Salah satu pencapaiannya dapat dilihat dari kemampuan WFP dalam
mengatasi masalah kelaparan sebanyak 90 juta orang pertahun di 80 negara di
dunia.134
Pencapaian tersebut yang membuktikan bahwa WFP merupakan
organisasi pangan terbesar di dunia.
2.2.3 Keterlibatan WFP di Haiti
Haiti merupakan negara yang memiliki masalah dalam bidang pangan.
Banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya masalah pangan dan juga
tingginya import pangan telah membuktikan tingginya angka ketergantungan yang
dialami oleh Haiti. Sehingga masalah kelaparan terjadi pada masyarakat Haiti.
Bahkan, terhitung bahwa sekitar 28%-38% dari jumlah populasi Haiti mengalami
132WFP, Operations Database, diakses dari http://www1.wfp.org/operations diakses pada
11/05/2018 (23.05 WIB) 133
WFP, South South Cooperation, diakses dari http://www1.wfp.org/south-south-cooperation
diakses pada 11/05/2018 (23.22 WIB) 134
WFP, History, diakses dari http://www1.wfp.org/overview diakses pada 17/03/2018 (22.13
WIB)
74
kelaparan akut.135
Oleh sebab itu, Haiti menjadi salah satu negara yang mendapat
respon dari banyak pihak terkait dengan masalah pangan termasuk WFP.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa WFP telah hadir di Haiti sejak
tahun 1969 sebagai upaya untuk mengatasi banyaknya masalah pangan di Haiti.
Hal itu dilihat dengan keberadaan kantor WFP yang sudah menetap di Haiti.
Adapun beberapa bencana alam yang terjadi di Haiti dan telah melibatkan WFP
dalam melakukan operasi bantuan. Pada tahun 2004, WFP juga melakukan
operasi dalam menanggulangi kondisi krisis pasca tejadinya badai yang melanda
pulau Karibia, seperti Haiti dan Republik Dominika.136
Badai tersebut
menyebabkan banyaknya korban tewas. Bahkan tidak hanya 2004, memasuki
tahun 2008 Haiti kembali mengalami badai dan topan. Dampak dari bencana alam
tersebut sangat dirasakan oleh masyarakat terutama yang tinggal di wilayah-
wilayah yang potenssi terhadap bencananya besar. Salah satunya dialami oleh
Gonaives.137
Selain itu, krisis pangan global yang berdampak di Haiti telah dirasakan
masyarakat yang dilihat dari menurunnya daya beli masyarakat terhadap
kebutuhan pangan. Sehingga bantuan yang diberikan WFP pada tahun tersebut
telah meningkat dan mencapai 2,3 juta bantuan pada akhir tahun.138
Hal itu tidak
lain juga dilatarbelakangi oleh kondisi warga yang tidak stabil. Oleh sebab itu,
WFP dengan mitra kerjasamanya seperti Amerika Serikat, Canada, Perancis,
135
Ibid. 136
David Orr, 2010, Crisis in Haiti : the WFP Faces an Unprecendented Challenge, A Global
Village: Imperial College’s International Affairs Journal, Issue 2 (hal.36), diakses dari
http://aglobalvillage.org/site/assets/files/1223/issue2.pdf diakses pada 07/04/2018 (08.18WIB) 137
Ibid 138
Diakses dari http://www.wfp.org/content/wfp-scales-haiti-operation-reach-23-million-
beneficiaries diakses pada 06/04/2018 (15.16 WIB)