BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN...

69
13 BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN MASYARAKAT A. PERANAN KEMITRAAN POLRI DENGAN MASYARAKAT 1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia Kepolisian sebenarnya ada, tumbuh, dan berkembang bersamaan dengan tumbuh, dan berkembangnya peradaban manusia. Setiap kelompok manusia yang memulai merasakan perlunya keamanan, ketentraman, dan mempertahankan kehidupannya, pada saat itulah sebenarnya fungsi Polisi itu ada, tumbuh, dan berkembang. (Kunarto, 1995:24) John Snibbe dan Homa Snibbe dalam “Polisi Perkotaan Dalam Transisi” (1999: 50) memaparkan bahwa kata Polisi berasal dari Politeia, suatu judul buku yang ditulis oleh Plato, seorang filsuf Yunani kuno. Buku itu berisi tentang teori dasar Polis atau Negara Kota. Pada jaman itu kelompok-kelompok manusia membentuk himpunan yang merupakan satu kota (mungkin semacam dusun terpencil di Indonesia saat ini). Kelompok itu membuat benteng-benteng yang merupakan pagar, pertahanan dari ancaman yang datang dari luar. Agar kehidupan dapat tertata sehingga kelompok dapat tentram, dibuatlah kesepakatan antara warga kelompok yang kemudian menjadi norma yang disepakati bersama. Norma- norma itu kemudian menjadi aturan dan peraturan kehidupan bersama kelompok tersebut. Orang-orang di luar pagar dianggap orang Barbar, orang yang belum

Transcript of BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

13

BAB II

LANDASAN TEORITIS

KEMITRAAN POLRI DENGAN MASYARAKAT

A. PERANAN KEMITRAAN POLRI DENGAN MASYARAKAT

1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia

Kepolisian sebenarnya ada, tumbuh, dan berkembang bersamaan dengan

tumbuh, dan berkembangnya peradaban manusia. Setiap kelompok manusia yang

memulai merasakan perlunya keamanan, ketentraman, dan mempertahankan

kehidupannya, pada saat itulah sebenarnya fungsi Polisi itu ada, tumbuh, dan

berkembang. (Kunarto, 1995:24)

John Snibbe dan Homa Snibbe dalam “Polisi Perkotaan Dalam Transisi”

(1999: 50) memaparkan bahwa kata Polisi berasal dari Politeia, suatu judul buku

yang ditulis oleh Plato, seorang filsuf Yunani kuno. Buku itu berisi tentang teori

dasar Polis atau Negara Kota. Pada jaman itu kelompok-kelompok manusia

membentuk himpunan yang merupakan satu kota (mungkin semacam dusun

terpencil di Indonesia saat ini). Kelompok itu membuat benteng-benteng yang

merupakan pagar, pertahanan dari ancaman yang datang dari luar. Agar kehidupan

dapat tertata sehingga kelompok dapat tentram, dibuatlah kesepakatan antara

warga kelompok yang kemudian menjadi norma yang disepakati bersama. Norma-

norma itu kemudian menjadi aturan dan peraturan kehidupan bersama kelompok

tersebut. Orang-orang di luar pagar dianggap orang Barbar, orang yang belum

Page 2: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

14

teratur, orang yang tidak bermasyarakat, yang dianggap sebagai musuh dan

ancaman bagi warga kelompok kota atau Polis itu. Dalam kondisi seperti itu

diperlukan kekuatan untuk menegakkan aturan yang disepakati itu, agar dipatuhi

oleh setiap warga kelompok. Disamping itu juga diperlukan kekuatan untuk

mempertahankan diri dari ancaman pihak luar Polis. Kekuatan inilah yang

kemudian disebut Kepolisian dan eksistensinya melahirkan fungsi Polisi.

Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

sebagai tata cara mengatur sistem Pemerintahan, kata Polisi yang mengatur

penegakan peraturan, kata Policy atau kebijaksanaan dan sebagainya.

Pengembangan dari semua itulah yang melahirkan Negara dengan segala atribut

dan pengaturannya pada saat ini. Buku Politeia itu sampai jaman atau abad

pertengahan selalu dijadikan rujukan pemikiran para penyelenggara

Pemerintahan, para cendekiawan, para filsuf untuk mendasari pemikiran dan teori-

teori atau ilmu yang bersifat empiris kenegaraan dikemudian hari. Kepolisian dan

Ilmu Kepolisian pun pada hakekatnya juga di dasari oleh teori-teori yang

diletakkan landasan filsafatnya pada Politeia itu.

Sampai kurun waktu ratusan tahun, penyelenggaraan Negara itu masih

disebut Politeia. Istilah yang sama dipakai dijaman Romawi kuno yang Politeia

diartikan sebagai, Tata Negara atau urusan kenegaraan bahkan keseluruhan sistem

pemerintahan Negara. Lama kelamaan setelah fungsi-fungsi kenegaraan dikenali

berdiri sendiri-sendiri, kata Politeia itu tinggal diartikan sebagai fungsi Polisi

seperti yang ada sekarang. Sampai saat ini Polisi di Italia disebut Politia, yang di

Perancis disebut La Police, Inggris menyebutnya Police, Belanda Politie dan

Page 3: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

15

Jerman Polizei. Indonesia mengikuti tradisi Belanda menyebutnya dengan kata

Polisi atau Politie dieja dengan ejaan Indonesia. Di Malaysia mengikuti tradisi

Inggris dengan ejaan melayu; Polis. Kata itu dijaman modern ini pun diartikan

secara bervariasi, walaupun hakekatnya serupa.

Kamus Belanda Kramers menulis pengertian kata Politie itu adalah; (1).

Tata pemerintahan yang menjamin tata tertib umum dan keselamatan dari orang

perorang dengan segala milik-miliknya. (2). Suatu Korps Pegawai Negara yang

ditugaskan untuk itu. (3). Dalam pemerintahan Negara atau kota, yang

menyelenggarakan ketertiban rakyat yang ditujukan pada ketertiban, keamanan,

dan keselamatan. (Kunarto, 1997: 51)

Sedang Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa,Balai Pustaka:2005) memberikan arti Polisi adalah; (1). Badan pemerintah

yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang

yang melanggar hukum dan sebagainya). (2). Anggota Badan Pemerintah

(Pegawai Negara yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya).

Dari contoh-contoh pengertian itu nampak jelas bahwa masing-masing

cendikiawan diberbagai Negara tidak seragam dalam memberikan pengertian

tentang Polisi. Tentu semua itu didasari oleh kenyataan dan budaya setempat yang

dihayatinya. Eropa daratan masih banyak terpengaruh pada teori kenegaraan yang

terkandung dalam Politeia, sedang paham Anglo Saxon dipengaruhi oleh

kenyataan kegiatan yang dilakukan oleh Polisi dan nampak terlepas dari konteks

teori kenegaraan. Namun nyata terlihat pada keduanya bahwa Polisi utamanya

bertanggungjawab atas keamanan, dan ketertiban umum.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

16

Dapat ditarik benang merah mengenai hal ini, yakni dengan mengkaji

dasar hukum yang digunakan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945. Pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 tertuang dalam Bab XII mengenai Pertahanan Keamanan pada Pasal 30 Ayat

4 menyebutkan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat

Negara yang menjaga keamanan, dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,

mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.

Hal senada juga dapat dilihat dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008, pada Pasal 1 disebutkan bahwa:

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Dasar hukum lain yang menyebutkan hal mengenai Kepolisian adalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang menyebutkan dalam Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1 ayat 1 bahwa yang disebut dengan Kepolisian adalah “segala hal-ihwal

yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. “

Sedangkan yang disebut dengan Anggota Kepolisian disebutkan dalam

Pasal 1 ayat 2 yaitu:

Pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. “ disebutkan pula dalam Pasal 1 ayat 3 bahwa yang dimaksud dengan “Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

17

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Polri) merupakan alat Negara yang berada di bawah Presiden

dan dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab

kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang memiliki

wewenang, fungsi, dan tugas pokok tersendiri untuk dapat melindungi,

mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum guna memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat Republik Indonesia.

Sedangkan dari kata Polisi yang telah di ketengahkan, kalau di dalami

lebih jauh, akan memberikan berbagai pengertian. Para cendikiawan dibidang

Kepolisian sampai pada kesimpulan bahwa dalam kata Polisi itu terdapat tiga

pengertian yang dalam penggunaan sehari-hari sering tercampur aduk, dan

melahirkan berbagai konotasi. Tiga arti kata Polisi adalah; (1). Polisi sebagai

Fungsi, (2). Polisi sebagai organ Kenegaraan dan (3). Polisi sebagai Pejabat atau

Petugas. (Kunarto,1997:56).

Pada penelitian ini, penulis lebih memfokuskan kajiannya pada Kepolisian

Negara Republik Indonesia Sektor, yang disingkat Polsek yang jelas berada

langsung di bawah binaan Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor atau

disingkat Polres. Dalam Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia (Skep Kapolri) Bab I mengenai Kedudukan, Tugas dan Fungsi Pasal 1

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Kepolisian Negara Republik Indonesia

Resor, disingkat Polres adalah badan pelaksana utama kewilayahan Polda yang

berkedudukan di bawah Kapolda. Sedangkan Polsek adalah badan pelaksana

utama kewilayahan Polres yang berkedudukan di bawah Kapolres.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

18

2. Fungsi, Tujuan, Peran, dan Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik

Indonesia

Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki fungsi, tujuan, peran, dan

tugas pokok yang telah diatur secara sistematis dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang menjadi dasar hukum segala hal yang berkenaan dengan Kepolisian itu

sendiri.

Lebih rinci mengenai fungsi kepolisian diatur dalam Pasal 2 undang-

undang ini yang menyebutkan bahwa “fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi

pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan, dan ketertiban

masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat”.

Dari konsep ini jelas menerangkan bahwa fungsi kepolisian harus

memperhatikan semangat penegakkan Hak Asasi Manusia, hukum dan keadilan.

Begitupun mengenai tujuan, dijelaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 bahwa :

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Dalam Pasal ini perlu juga dipaparkan bahwa yang dimaksud dengan Hak

Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia

dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan

juga hak masyarakat, bangsa, dan Negara yang secara utuh terdapat dalam

Page 7: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

19

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula

dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Rights,

1948 dan Konvensi Internasional lainnya.

Pada bagian lain Undang-undang tersebut, mengenai Kepolisian Negara

Republik Indonesia yakni Pasal 5 ayat 1 menyebutkan :

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Serta Ayat 2 pada Pasal ini menyebutkan “Kepolisian Negara Republik

Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam

melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.”

Mengenai Tugas Pokok Kepolisian, sebagian besar para cendekiawan

berpendapat bahwa tugas Polisi itu digolongkan dalam dua kategori; pertama,

tugas Preventif atau mencegah terjadinya kejahatan dan kedua, tugas Represif

atau tindakan setelah terjadi kejahatan (pemberantasan kejahatan). Para

cendekiawan itu ada yang menyebut tugas preventif sebagai tugas dalam arti luas

atau menjamin tata tertib dan keamanan. Menyelenggarakan tata tertib dan

keamanan berarti juga mencegah kejahatan. Sedang tugas represif diberi sebutan

tugas dalam arti sempit karena bersifat penegakkan hukum yang berlaku bagi

rakyat atau berarti menindak setiap pelanggar hukum.

Lebih jelas lagi mengenai Tugas Pokok Kepolisian disebutkan dalam Pasal

13 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 ini bahwa :

Page 8: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

20

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Rumusan tugas pokok tersebut sebenarnya bukan merupakan urutan

prioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas

pokok mana yang akan di kedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat

dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut

dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalam

pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma

agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Namun, dalam penelitian ini penulis lebih menitik beratkan pada tugas

pokok kepolisian yang tercantum dalam Pasal 13 huruf a dan c, yakni lebih

memfokuskan penelitian kepada hal yang berkaitan dengan pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat serta pemberian perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan kepada masyarakat.

Sehingga, dalam pelaksanaan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam

Pasal dan huruf tersebut, diatur pula dalam Pasal 14 Ayat 1 Huruf a, c, e, I, j dan

k, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; melayani kepentingan warga

Page 9: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

21

masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; dan memberikan pelayanan kepada mayarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian.

Dikarenakan penulis membatasi kajian penelitian atau ruang lingkup yang

difokuskan pada Kepolisian sektor yang berada langsung di bawah binaan Polres,

maka perlu kiranya di sini dipaparkan mengenai tugas Polres. Hal ini disebutkan

dalam Skep Kapolri Tahun 2005 Pada Pasal 2 yang menyebutkan bahwa :

Polres bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum dan pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta tugas-tugas Polri lain dalam wilayah hukumnya, sesuai ketentuan hukum dan peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Polres

menyelenggarakan fungsi yang diantaranya sebagai berikut :

a. Pemberian pelayanan kepolisian kepada warga masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan dan permintaan bantuan/pertolongan, pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri dan pelayanan surat-surat izin/keterangan, sesuai ketentuan hukum dan peraturan kebijakan yang berlaku dalam organisasi

b. Bimbingan masyarakat yang meliputi penyuluhan masyarakat dan pembinaan/pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan perundang-undangan dan terjalinnya hubungan Polri-masyarakat yang kondusif bagi pelaksanaan tugas kepolisian

c. Pembinaan hubungan kerja sama yang meliputi kerja sama dengan organisasi/lembaga/tokoh social kemasyarakatan dan instansi pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah dan pembinaan teknis, koordinasi dan pengawasan kepolisian khusus dan penyidik pegawai negeri sipil. (Skep Kapolri Tahun 2005, Pasal 3).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

22

3. Kemitraan Polri Dengan Masyarakat

Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorang pun yang

bisa hidup sendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam

keadaan terpaksa dan itu pun hanyalah untuk sementara waktu.

Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia,

merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya, karena tiap

manusia mempunyai keperluan sendiri-sendiri dan seringkali keperluan itu searah

serta sepadan satu sama lain, sehingga dengan kerjasama tujuan manusia untuk

memenuhi keperluan itu akan lebih mudah dan lekas tercapai. Akan tetapi

seringkali kepentingan-kepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang

bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu

keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan yang kuat menindas

orang atau golongan yang lemah untuk menekankan kehendaknya. (C.S.T. Kansil,

1984: 29).

Dapat dibayangkan berapa banyak pelanggaran ketertiban dan kejahatan di

tengah masyarakat yang akan lolos dari kejaran Polisi dan tuntutan hukum.

Namun bagaimanapun masyarakat tetap membutuhkan rasa aman, dan

kenyamanan hidup yang ditandai dengan adanya ketertiban sosial, tidak ada rasa

takut, dan berkurangnya kasus kejahatan disekelilingnya. Oleh karena itu upaya

terobosan untuk mengatasi masalah ini merupakan suatu keharusan. Salah satu

upaya yang mungkin dilakukan adalah upaya mensinergikan tugas kepolisian

dalam pemberantasan kejahatan, dan kebutuhan masyarakat akan keamanan dan

kenyamanan hidup.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

23

Hal ini merupakan suatu konsep Kamtibmas dimana masyarakat

mengambil peran yang lebih besar dalam upaya pencegahan kejahatan dan

penumbuhan rasa aman warga masyarakat serta merasa bahwa polisi merupakan

bagian yang sinergis dari dirinya. Dalam perspektif ini pembinaan Kamtibmas

dilihat sebagai suatu kebijakan dan strategi yang bertujuan agar dapat mencegah

terjadinya kejahatan, meningkatkan kualitas hidup, kualitas pelayanan polisi, dan

kepercayaan terhadap polisi, dalam jalinan kerjasama proaktif dengan sumber

daya masyarakat yang ingin mengubah kondisi-kondisi penyebab kejahatan. Hal

itu berarti diperlukan adanya kepolisian yang lebih handal, peran masyarakat yang

lebih besar, dan perhatian yang besar terhadap hak asasi dan kebebasan individu.

Friedmann, 1998 dalam “Kejahatan Dalam Masyarakat” (Khairul Fahmi,

2008:79) mengemukakan bahwa Konsep ini mendasarkan diri pada asumsi bahwa

kejahatan terjadi akibat faktor-faktor sosial yang relatif tidak terlalu dikuasai oleh

pihak kepolisian. Kebutuhan pencegahan kejahatan perlu dipusatkan kepada

faktor-faktor sosial penyebab kejahatan dan bahwa hak asasi serta kebebasan

individu merupakan pertimbangan yang esensial dalam kebijakan kepolisian yang

demokratis.

Apabila Polisi ingin mencegah kejahatan dengan cara-cara yang dapat

mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka Polisi harus bertindak dengan

mendasarkan diri pada strategi dan seperangkat taktik yang merupakan tanggapan

langsung terhadap berbagai prioritas yang didambakan masyarakat yaitu

memerangi ketidaktertiban, pengurangan rasa takut terhadap kejahatan, dan

peningkatan kualitas hidup daerah.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

24

Pengabaian terhadap prioritas masyarakat hanya berarti bahwa Polisi

bertindak bertentangan dengan informasi terbaik yang dapat diberikan oleh

masyarakat. Bila hal ini terjadi, mungkin saja masyarakat akan menarik diri secara

fisik dari peranan-peranan saling mendukung dengan sesama warga dan dengan

demikian melepaskan kontrol sosial yang dulu mereka bantu dan secara otomatis

ikut mempersiapkan pelaksanaannya di lingkungan tempat tinggal mereka.

Memerangi ketidak tertiban, pengurangan rasa takut terhadap kejahatan,

dan peningkatan kualitas hidup daerah sebagai esensi program pembinaan

Kamtibmas dapat dilakukan dengan cara menyertakan variabel rasa takut

masyarakat, dan ketidak tertiban ke dalam program-program penanggulangan

kejahatan, lebih berorientasi pada masalah sosial kemasyarakatan, dan bukan

pembentukan citra atas dasar gebrakan tindakan polisi yang reaktif. Pemahaman

yang jauh lebih baik tentang masyarakat dan berbagai kelompok di dalam

masyarakat adalah mutlak perlu.

Strategi tindakan dalam pembinaan Kamtibmas tidak dapat

mengasumsikan bahwa semua masyarakat itu sama, dan bahwa aparat hanya perlu

dikirim ke suatu daerah semata-mata demi hubungan yang lebih baik dengan

masyarakat. Disamping perlakuan yang layak, tanggapan yang cepat, dan

penanganan yang efisien atas permasalahan masyarakat, perencanaan pembinaan

Kamtibmas perlu lebih memahami peta sosial dalam masyarakat. Agar

perencanaan pembinaan Kamtibmas menjadi efektif perlu dilakukan pengenalan

tentang struktur kekuasaan, reputasi yang menjadi pijakan kumpulan relawan

potensial, dan jaringan formal maupun informal yang dapat digunakan untuk

Page 13: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

25

membantu atau dijaga agar jangan sampai menghalangi program pembinaan

Kamtibmas.

Tidak kurang juga pentingnya bahwa harus ada inisiatif dari masyarakat

secara individu atau kelompok tanpa perlu menunggu polisi untuk menelaah dan

memperbaiki layanannya. Hal itu juga berarti melalui semangat pemberdayaan

dan rasa memiliki hak mengatur dirinya sendiri, masyarakat lalu memiliki kontrol

yang lebih besar terhadap masalah-masalah yang tampak tak bermakna namun

sebenarnya merupakan aspek penting dari pemberantasan kejahatan dan

peningkatan kualitas hidup. Prakarsa itu kemudian akan menjadi efektif bila

aktifitas itu merupakan aktifitas instrumental dan bukan simbolik semata sehingga

keterlibatan masyarakat akan tampak berimbang dengan peran kepolisian.

Bila hal ini terwujud maka polisi akan memperoleh wewenang

pemeliharaan Kamtibmas tidak saja dari hukum pidana dan organisasinya, namun

juga dari masyarakat yang mereka amankan. Dengan demikian akhirnya polisi dan

masyarakat secara bersama akan berupaya menentukan suatu ambang batas

gangguan ketertiban dan aturan-aturan untuk lingkungan yang akan diberlakukan

apabila ambang tersebut dilanggar. Sementara keterlibatan langsung dari para

petugas kepolisian dalam proses ini merupakan kunci yang membantu

pengembangan konsensus mengenai perilaku yang cocok dan cukup kuat untuk

daerah setempat, agar dapat bertahan bahkan selama polisi tidak ada.

Menurut Khaerul Fahmi, dalam “Membangun Kemitraan Polri dan

Masyarakat” (2008:59) bahwa:

…Reformasi di tubuh Polri memang harus diawali dengan perubahan paradigma. Baik sikap, pikiran, dan tindakan dari penguasa menjadi abdi.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

26

Dalam jangka pendek, reformasi yang telah dilakukan seperti perubahan status menjadi sipil, perubahan kepangkatan, perubahan doktrin, dan sistem pendidikan perlu dibarengi dengan perbaikan materiil, fasilitas, dan pelayanan. Menurutnya, Prosedur pelaporan dan pelayanan perlu disederhanakan dan ditertibkan sehingga trauma masyarakat akan prosedur pelaporan yang berbelit-belit serta adanya kemungkinan pelapor dituntut, atau dituduh sebagai pelaku kejahatan itu sendiri bisa dihilangkan. Penginformasian berbagai macam program layanan baru Kepolisian dan perkembangan pengungkapan kasus-kasus perlu terus dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui apa yang dapat dan telah dilakukan oleh Polri.

Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa upaya pemantapan kondisi

Kamtibmas jauh lebih bermakna dari pada sekedar penegakan hukum dan

tanggapan reaktif terhadap kejahatan. Upaya tersebut haruslah dipandang sebagai

tugas, evaluasi, dan kehormatan polisi supaya di masa depan mengarah ke

perubahan yang tak terhindarkan tentang kerja dan operasi kepolisian, penugasan,

struktur komando, evaluasi, dan struktur penghargaan.

Namun demikian hal yang paling utama dalam pelaksanaan tugas

Kepolisian dalam rangka pemantapan Kamtibmas adalah partisipasi masyarakat.

Karena walaupun sistem organisasi kepolisiannya baik, pemahaman

kemasyarakatan dari personilnya baik, tidak akan sanggup menciptakan kondisi

Kamtibmas yang mantap tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat atau

kemitraan yang solid antara keduanya.

Menurut Sulistiyani (2004:94), Secara etimologis, ‘kemitraan diadaptasi

dari kata Partnership dengan akar kata Partner (pasangan, jodoh, sekutu,

kempanyon). Sedangkan secara terminologis berarti suatu bentuk persekutuan

atau perkongsian antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerja

sama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka

Page 15: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

27

meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan

tertentu untuk memperoleh hasil yang baik’.

Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian

Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri disebutkan bahwa:

Kemitraan (partnership and networking) adalah segala upaya membangun sinergi dengan potensi masyarakat yang meliputi komunikasi berbasis kepedulian, konsultasi, pemberian informasi, dan berbagai kegiatan lainnya demi tercapainya tujuan masyarakat yang aman, tertib, dan tentram.

Sedangkan dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44

Tahun1997 terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa :

Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil denganUsaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa, Balai Pustaka:2005) Arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan

kerja, rekan. Kemitraan artinya : perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai

mitra. Mengenai pengertian kemitraan, para sarjana mengemukakan pendapatnya

secara beragam. Dr. Muhammad Jafar Hafsah dalam “Membangun Kemitraan

Polri dan Masyarakat” (Khaerul Fahmi,2008:59) menyebutkan bahwa:

Kemitraan adalah suatu strategi yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra …’ Sedangkan Ian Linton lebih menitik beratkan pada sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

28

Kesemua definisi tersebut di atas, ternyata belum ada satu definisi yang

memberikan definisi secara lengkap tentang kemitraan. Hal tersebut disebabkan

karena para sarjana mempunyai titik fokus yang berbeda dalam memberikan

definisi tentang kemitraan.

Menurut Sulistiyani kemitraan diartikan sebagai persekutuan atau

perkongsian, Keint L. Fletcher dan Kamus Besar Bahasa Indonesia memandang

kemitraan sebagai suatu jalinan kerjasama usaha untuk tujuan memperoleh

keuntungan, sedangkan menurut Muhammad Jafar Hafsah dan Ian Linton yang

memandang kemitraan sebagai suatu strategi yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih, dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.

Tetapi dengan adanya perbedaan pendapat diantara para sarjana ini maka

akan saling melengkapi diantara pendapat sarjana yang satu dengan yang lainnya,

dan apabila dipadukan maka akan menghasilkan definisi yang lebih sempurna,

bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama atas dasar kesepakatan yang

merupakan strategi yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip

saling membutuhkan, saling memperbesar, dan saling menguntungkan. Dalam

kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan, hal ini

dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai

kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing

pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan

cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya. Namun,

hal terpenting yang dapat disimpulkan adalah bahwa kemitraan itu merupakan

suatu upaya membangun sinergi dengan potensi masyarakat guna menciptakan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

29

dan memelihara stabilitas Keamanan dan ketertiban masyarakat yang selama ini

menjadi harapan bersama.

Dalam Model-model pamberdayaan masyarakat (Sulistiyani, 2004)

menyebutkan pula bahwa kemitraan terjadi apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Ada dua pihak atau lebih 2. Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan 3. Ada kesepakatan, dan 4. Saling membutuhkan.

Jika kita menelusuri sejarah, pertumbuhan rakyat Bangsa Indonesia

menjadi satu bangsa yang besar bukan disebabkan karena rakyat bangsa ini

berasal dari satu suku atau satu agama; atau berasal dari adat-istiadat yang satu.

Akan tetapi semangat persatuan dan kesatuan, kemauan yang sama dan tekad

bulat yang melandasi seluruh masyarakat Indonesia, maka bangsa ini tumbuh

menjadi bangsa yang maju.

Melihat keadaan masyarakat yang “heterogen”, kita senantiasa

diperhadapkan kepada sikap-sikap “kewaspadaan”. Dimana bangsa kita yang

dalam melaksanakan proses menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat

membutuhkan kondisi “integrasi” yang didorong semangat persatuan dan

kesatuan bangsa. Salah satu upaya ke arah itu adalah menjamin kemitraan Polri

dengan masyarakat secara positif guna meningkatkan kadar kesadaran hukum di

kalangan masyarakat dan mampu mengeliminasi segala masalah hingga akar

permasalahannya. Selaras dengan hal tersebut, dijelaskan pula dalam Peraturan

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang

Page 18: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

30

Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam

Penyelenggaraan Tugas Polri bahwa:

Masalah adalah suatu kondisi yang menjadi perhatian warga masyarakat karena dapat merugikan, mengancam, menggemparkan, menyebabkan ketakutan atau berpotensi menyebabkan terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat (khususnya kejadian-kejadian yang tampaknya terpisah tetapi mempunyai kesamaan-kesamaan tentang pola, waktu, korban dan/atau lokasi geografis).

Sebagai organ Negara yang mengemban fungsi kepolisian yang bersifat

universal, penulis sepakat dengan yang diutarakan oleh Drs. Kunarto (1995:4)

bahwa sikap dan pandangan masyarakat Indonesia terhadap Polri pada dasarnya

sama; “Benci Tapi Rindu”. Hanya mungkin dalam rentangan spektrumnya, Polri

berada pada titik yang lebih dekat dengan titik antipati dibanding dengan titik

simpati. Dengan demikian disinilah peran kemitraan Polri dengan Masyarakat

harus terus diperjuangkan.

Pada tahun 1970-an masyarakat masih berkutat pada usaha keluar dari

berbagai tujuan himpitan kesulitan hidup, sehingga tidak terlalu memperhatikan

kiprah Polri. Tetapi sewaktu Orde Baru melancarkan berbagai inovasi

pembangunan, ketertiban mulai merebak, kesejahteraan mulai membaik,

keamanan mulai teratur, di situ mulai diperhatikan sepak terjang Polri. Karena

diperhatikan jelaslah kelemahan, kekurangannya semakin tampak. Mulanya

kecaman-kecaman beredar dari orang ke orang dan sedikit tertutup. Namun pada

waktu terjadi perkelahian massal antara Mahasiswa ITB dan AKPOL yang sedang

mengadakan pertandingan prsahabatan di Bandung yang dikenal dengan peristiwa

Rene Coenrad, pada saat itulah, teriakan Prit Jigo, KUHP = Kasih Uang Habis

Page 19: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

31

Perkara, Jago Pungli, SABHARA…HA ???, Ilang ayam lapor Polisi jadi ilang

embe’, Sok Kuasa, dan segala macam atribut negatif Polri terucap dan tertulis di

berbagai media massa.

Sebenarnya antara Polri dan masyarakatnya harus harmonis seperti ikan

dengan air. Tidak harus bersifat dilematis, dikotomis atau bahkan antagonistis.

Hingga siapapun baik itu Polri maupun masyarakat, tidak perlu terjebak dalam

pembahasan yang berkonotasi mencela, memaki, menjelek-jelekan atau

mengurangi arti dari peran masing-masing. Banyak tulisan yang secara jelas

memahami bahwa Polri adalah bagian dari masyarakat. Polri adalah anak kandung

masyarakat. Ini semua berarti adanya pemahaman bahwa Polri adalah milik kita.

Baik dan buruknya Polri tergantung pada masyarakatnya itu sendiri.

Dalam pembenahan tidak dapat diprioritaskan antara Polri atau masyarakat

dulu, secara serentaklah harus melakukan perbaikan di bidang masing-masing dan

dilaksanakan proses saling membantu. Kekurangan Polri harus mampu ditutup

dengan bantuan masyarakat dan kekurangan masyarakat harus mampu pula di

tanggulangi oleh Polri. Sehingga antara Polri dan masyarakatnya akan tercipta

situasi kemitraan yang harmonis karena adanya suatu kesepakatan atas dasar

saling memahami, saling membutuhkan dan karena adanya kesadaran akan satu

kesatuan diantara keduanya. Sebagai salah satu contoh, sangatlah mungkin dalam

menangani laporan masyarakat tidak bisa ditangani oleh Polisi sendiri, tetapi

harus mengerahkan masyarakat. Maka Polri harus mampu memberi motivasi,

memimpin dan memberi teladan. Tanpa Polisi mampu berbuat keteladanan, maka

partisipasi itu tidak akan tumbuh. Keduanya, apapun penghalangnya harus

Page 20: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

32

ditembus, agar dapat diciptakan kemitraan dan kebersamaan yang dapat benar-

benar mendekatkan Polri dengan masyarakat.

Sulistiyani dalam Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (2004: ).

Mengemukakan bahwa terdapat tiga model kemitraan, yakni:

a. Kemitraan Semu (Pseudo Partnership) Suatu persekutuan antara dua pihak atau lebih, namun sesungguhnya tidak melakukan kerjasama secara seimbang satu dengan lainnya.

b. Kemitraan Mutualistik (Mutualism Partnership) Persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan, yakni untuk saling memberi manfaat dan mendapatkan manfaat lebih untuk mencapai tujuan bersama secara optimal.

c. Kemitraan Konjugasi (Conjugation Partnership) Yakni kemitraan melalui peleburan dan pengembangan, dimana organisasi, agen-agen, kelompok-kelompok atau perorangan yang memiliki kelemahan dalam melakukan usaha atau mencapai tujuan bersama melebur dan bekerjasama untuk meningkatkan kemampuan masing-masing.

Selaras dengan yang dikemukakan di atas, maka kemitraan antara Polri

dan masyarakat harus benar-benar terjalin harmonis dengan mengedepankan

kesadaran akan pentingnya jalinan kemitraan, yakni untuk saling memberi

manfaat dan mendapatkan manfaat lebih untuk mencapai tujuan bersama yang

dalam hal ini adalah memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat

secara optimal atau disebut dengan model kemitraan mutualistik (Mutualism

Partnership) dengan mengedepankan pemecahan masalah dari segala potensi

gangguan Kamtibmas yang memungkinkan, yang dijelaskan pula dalam Peraturan

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang

Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam

Penyelenggaraan Tugas Polri bahwa:

Page 21: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

33

Pemecahan masalah adalah proses pendekatan permasalahan Kamtibmas dan kejahatan untuk mencari pemecahan suatu permasalahan melalui upaya memahami masalah, analisis masalah, mengusulkan alternative-alternatif solusi yang tepat dalam rangka menciptakan rasa aman, tentram dan ketertiban (tidak hanya berdasarkan pada hukum pidana dan penangkapan), melakukan evaluasi serta evaluasi ulang terhadap efektifitas solusi yang dipilih. Serta yang dimaksud dengan potensi gangguan Keamanan dan ketertiban

masyarakat itu, dalam poin 15 dijelaskan bahwa:

Potensi Gangguan Kamtibmas adalah endapan permasalahan yang melekat pada sendi-sendi kehidupan sosial yang bersifat mendasar akibat dari kesenjangan akses pada sumber daya ekonomi, sosial, dan politik yang pada akhirnya dapat menjadi sumber atau akar permasalahan gangguan Keamanan dan ketertiban masyarakat.

Adapun model-model kemitraan dalam organisasi lainnya, (Sulistiyani,

2004) yaitu:

1) Subordinate Union Of Partnership Yakni kemitraan antara dua pihak atau lebih yang memiliki status, kemampuan atau kekuatan yang tidak seimbang satu sama lainnya. Sehingga hubungan yang terjadi adalah Atas-Bawah atau Kuat-Lemah.

2) Linear Unioan Of Partnership Dalam model ini, pihak-pihak yang bekerjasama memiliki persamaan secara relative. Baik tujuan, misi, volume usaha, status atau legalitas.

3) Linear Collaborative Of Partnership Dalam model kemitraan ini, tidak membedakan besaran volume, status atau legalitas, atau kekuatan para pihak, namun tekanan utama adalah kesamaan visi dan misi. Sehingga hubungan terjadi pada garis lurus dan tidak saling tersubordinasi.

Jika mengkaji model-model kemitraan dalam organisasi lainnya yang

dikemukakan Sulistiyani dalam bukunya “Model-model Pemberdayaan

Masyarakat” tersebut di atas, maka apabila dikaitkan dengan kemitraan antara

Polri dengan masyarakat dalam memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban

Page 22: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

34

maka kemitraan yang dilaksanakan harus mampu menggunakan model yang

ketiga, yaitu Linear Collaborative Of Partnership dengan prinsipnya yang tidak

membedakan besaran volume, status/legalitas atau kekuatan para pihak, namun

tekanan utamanya adalah kesamaan visi dan misi. Sehingga dalam kemitraan

antara Polri dengan masyarakat ini dapat terjalin suatu hubungan kerjasama yang

selaras, seimbang, dan tidak tersubordinasi.

4. Korelasi antara kemitraan dengan memelihara stabilitas Keamanan dan

ketertiban masyarakat (Kamtibmas)

Sebelum membahas lebih mendalam lagi mengenai korelasi antara

kemitraan dengan memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat atau

sering disebut dengan Kamtibmas, selain sekilas pemaparan di atas, perlu

ditambahkan terlebih dahulu mengenai arti atau definisi dari Kamtibmas itu

sendiri.

Berdasarkan Surat Keputusan Menhankam/Pangab Nomor : Kep / 821 /

VII / 1982 Tanggal 12 Juli 1982 tentang Pola Pembinaan dan Ketertiban

Masyarakat disebutkan bahwa :

Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah situasi, sarana dan atau tujuan yang menggambarkan adanya rasa bebas dari gangguan dan ancaman fisik maupun psikis, adanya rasa kepastian, adanya rasa dilindungi dari segala macam bahaya, adanya rasa damai dan tenteram bagi masayarakat. (Kunaefi, 2003:29).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2002 Pasal 1 Ayat

5, juga dipaparkan, bahwa :

Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses

Page 23: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

35

pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Dari kedua paparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud

dengan Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu situasi dan kondisi

masyarakat yang dinamis, yang menggambarkan adanya rasa bebas dari segala

macam gangguan, yang juga merupakan suatu prasyarat terselenggaranya proses

pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang sitandai

oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta

mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah,

dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk

gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Dari penarikan kesimpulan di atas, maka jelas dapat dikatakan pula bahwa

kondisi dan situasi Keamanan dan ketertiban masyarakat itu tidak dapat terlepas

atau dipisahkan dengan kerjasama atau partisipasi masyarakat itu sendiri dengan

pihak kepolisian yang dalam hal ini mengemban tugas dalam memelihara keadaan

Kamtibmas.

Dalam penyelenggaraan tugasnya untuk pemeliharaan Keamanan dan

ketertiban masyarakat, Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam

Kepolisian Resor pada khususnya menyelenggarakan fungsi yang diatur dalam

Page 24: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

36

Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : Kep / 7 /

I / 2005 Tanggal 31 Januari 2005, sebagai berikut :

a. Pemberian pelayanan kepolisian kepada warga masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan atau pengaduan dan permintaan bantuan atau pertolongan, pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri dan pelayanan surat-surat izin atau keterangan, sesuai ketentuan hukum dan peraturan atau kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.

b. Intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian, baik sebagai bagian dari kegiatan satuan-satuan atas maupun sebagai bahan masukan penyusunan rencana kegiatan operasional Polres dalam rangka pencegahan gangguan dan pemeliharaan keamanan dalam negeri.

c. Kesamaptaan kepolisian yang meliputi kegiatan patrol, pengaturan, penjagaan dan pengawalan kegiatan masyarakat dan pemerintah, termasuk penindakan tindak pidana ringan dan pengamanan unjuk rasa dan pengendalian massa, serta pengamanan obyek khusus yang meliputi VIP, pariwisata dan obyek vital/khusus lainnya dalam rangka pencegahan kejahatan dan pemeliharaan Kamtibmas.

d. Bimbingan masyarakat, yang meliputi penyuluhan masyarakat dan pembinaan atau pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan perundang-undangan dan terjalinnya hubungan Polri-masyarakat yang kondusif bagi pelaksanaan tugas kepolisian.

e. Pembinaan hubungan kerja sama, yang meliputi kerja sama dengan organisasi atau lembaga atau tokoh sosial kemasyarakatan dan instansi pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam konteks otonomi daerah dan pembinaan teknis, koordinasi dan pengawasan kepolisian khusus dan penyidik pegawai sipil.

Walter C. Recless dalam buku “The Crime of Problems” mengatakan

bahwa situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di suatu Negara sangat

dipengaruhi oleh partisipasi masyarakatnya. (Mangandar Sianipar, 1995: 4).

Apa yang dikatakan pakar Kepolisian Inggris itu ada benarnya, sejak lama

partisipasi masyarakat telah dirasakan sebagai salah satu faktor penting dalam

menciptakan stabilitas sosial yang mantap dan dinamis. Peranan masyarakat

dalam memelihara keamanan dan ketertibannya merupakan peranan yang sangat

Page 25: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

37

besar kontribusinya bagi kemajuan bangsa. Dengan situasi dan kondisi keamanan

dan ketertiban yang baik, dengan kata lain berarti telah mewujudkan situasi yang

aman, tenteram dan sejahtera dalam lingkungan masyarakat di suatu negara sesuai

dengan tujuan dan cita – cita bersama.

Pernyataan Racless ini juga diperkuat oleh Alfin Toffler dengan teorinya

yang terkenal The Third Wave (gelombang ketiga) yang mengatakan bahwa

partisipasi masyarakat merupakan elemen force atau kekuatan dasar yang perlu

ditangani dan dikelola secara cermat dan baik.(Kunarto, 1995: 24).

Karena itu, tidak mengherankan kalau banyak orang, termasuk pejabat

tinggi kepolisian secara tegas mengakui bahwa tanpa partisipasi masyarakat,

tugas-tugas polisi tidak akan efisien betapapun canggihnya sarana pendukung,

bagaimanapun tingkat keterampilan personil dan berapapun besar dana operasi

kepolisian. Sejalan dengan hal tersebut, kemitraan Polri dengan masyarakat guna

menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang mantap dituntut

sikap saling percaya – mempercayai, sikap saling hormat – menghormati serta

sikap saling memerlukan. Sehingga terciptalah suasana kemitraan yang

professional karena akan terlihat adanya rasa kebersamaan dan tanggungjawab di

antara Polri dengan masyarakat yang dilandasi semangat solidaritas yang tinggi.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas ini berarti, bahwa kemitraan yang

profesional itu adalah mengandung unsur transparan dan percaya-mempercayai.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan suasana kemitraan yang profesional tidak

cukup dengan hanya mengandalkan janji-janji. Keamanan dan ketertiban

masyarakat itu bukanlah sekedar janji, melainkan satu kondisi yang harus

Page 26: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

38

diaktualisasikan, diwujudkan, dipertahankan secara bersama-sama antara

masyarakat dengan Polri.

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa dengan kemitraan yang

profesional antara Polri dengan masyarakat, segala sesuatu yang dapat

mengganggu Keamanan dan ketertiban masyarakat bisa diredakan demi

pembangunan bangsa. Secara universal bahwa masyarakat bangsa Indonesia

sangat mendambakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang mantap.

Namun demikian, dalam kapasitasnya sebagai warga masyarakat peranan

“kemitraan” dalam kaitan ini tampaknya masih membutuhkan penyatuan persepsi.

Hal itu disebabkan masih adanya sistem budaya yang mengalir di masyarakat

dimana jika berbicara tentang “mitra Polri” maka dalam pandangan masyarakat

timbul semacam “momok” yang sebenarnya tidaklah beralasan.

Berkembangnya “momok” bagi masyarakat menyebabkan semakin

diperlukan keterbukaan bahwa sesungguhnya Polri dan masyarakat merupakan

satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan terutama dalam menciptakan, dan

memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang mantap.

Hal ini sebenarnya tidaklah merupakan satu tantangan yang sangat berat

karena kita memiliki suatu motto bahwa pembangunan itu adalah “dari rakyat,

oleh rakyat dan untuk rakyat”. Ini berarti bahwa dalam rangka pelaksanaan

pembangunan tersebut, diperlukan situasi Keamanan dan ketertiban masyarakat

yang secara nyata diemban oleh Polri dan lapisan masyarakat.

Masalah Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) bukan saja

menjadi masalah Kepolisian dan aparat kemanan lainnya saja, tetapi juga menjadi

Page 27: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

39

masalah dan tanggungjawab bersama. Kita tidak boleh terjebak dalam perdebatan

teoritis baik menurut paham kepolisian, psikologi, ataupun sosiologi tentang

bagaimana asal mulanya kejahatan dan segala tindakan kriminal.

Namun dalam hal ini, Asdon Siswanto (1995: 4) mengemukakan bahwa

terdapat empat faktor yang mempengaruhi kejahatan itu semakin berkembang

yakni; pertama, partisipasi masyarakat untuk menciptakan keamanan yang belum

baik. Robert Phell, ahli Kepolisian Inggris mengatakan bahwa ‘kejahatan dapat

terjadi bila niat berbuat jahat bertemu dengan kesempatan berbuat jahat’. Kedua,

persepsi pihak birokrat dan aparat penegak hukum lainnya terhadap kepolisiannya

yang belum baik. Ketiga, karena Negara tersebut tidak memiliki sistem organisasi

Kepolisian yang kuat dan baik. Dan keempat adalah sistem hukum yang tidak

berwibawa.

Dari keempat faktor di atas, hal yang paling utama adalah partisipasi

rakyat. Sebab bagaimanapun kadar wibawa hukum dan persepsi pihak birokrat

terhadap kepolisian, tidak akan mampu menciptakan stabilitas keamanan dan

ketertiban masyarakat yang mantap tanpa adanya partisipasi atau kemitraan yang

solid. Dari Sosiolog Max Weber Teori Hidden and Latent Emforcement System

mengatakan bahwa ‘rakyat adalah kekuatan yang maha dahsyat’. (Kunarto, 1995:

127).

Akan tetapi perlu diketahui, bahwa partisipasi masyarakat tidak bisa

diharapkan tumbuh dengan sendirinya tanpa pembinaan atau rangsangan yang

tepat dan wajar. Partisipasi juga tidak akan dapat ditumbuhkan hanya lewat

perincian tugas-tugas Kepolisian serta slogan-slogan abstrak yang tidak dapat

Page 28: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

40

dirasakan oleh warga masyarakat. Partisipasi hanya mungkin dapat lahir dari

suasana yang dialogis, hubungan yang akrab dan harmonis antara kepolisian

dengan masyarakat.

Sayangnya, membina hubungan yang akrab dan harmonis ini bukanlah

persoalan yang mudah. Sebab untuk itu Polisi harus beradaptasi dan menyelami

kebudayaan masyarakat agar mengetahui apakah mereka lebih baik diperintah,

dipersuasi, disugesti ataupun dipaksa. Sebelumnya, pihak kepolisian juga harus

yakin bahwa cara yang ditempuh itu akan mampu menggiring masyarakat pada

suatu keyakinan bahwa keikutsertaan mereka berpartisipasi atau menjadi mitra

Polisi akan membawa manfaat, pertama untuk dirinya sendiri dan keluarganya,

lalu kemudian untuk masyarakat dan negara.

Namun sekali lagi penulis mengingatkan, bahwa Polisi juga manusia, anak

kandung masyarakat itu sendiri. Sehingga kita harus lebih arif dalam memberikan

pandangan atau penilaian kepada pihak kepolisian. Hubungan yang erat antara

Polisi dan masyarakat membuat bukan hanya masyarakat yang menaruh harapan

pada Polisi. Polisi pun menaruh harapan yang begitu besar akan ketaatan warga

masyarakat terhadap hukum, sebab dengan ketaatan itu tugas Polisi akan lebih

mudah dan efektif.

Masyarakat jangan hanya mampu berbicara di belakang, berargumen

merusak citra Polisi secara universal tanpa menilai secara bijak terlebih dahulu

bahwa rusaknya citra Polisi itu bukan lahir dari institusi atau anggota Kepolisian

Republik Indonesia secara global melainkan adanya oknum-oknum yang tidak

bertanggungjawab.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

41

Polisi juga mengharapkan masyarakat menjunjung tinggi disiplin. Sebab

disiplin merupakan syarat pokok untuk membina stabilitas yang mantap dan

dinamis. Pepatah Romawi kuno mengatakan,’Ubo Ardo Devicit Nulla Virtus

Sufficit’ yang berarti bahwa manusia tidak akan mempunyai mutu apa-apa bila

tidak mempunyai tata tertib. Dan manusia tidak akan mempunyai tata tertib jika

tidak memiliki disiplin. (Kunarto, 1995: 27).

Oleh karena itu, masyarakat dan Polri harus mampu lebih transparan,

dalam arti saling menghargai harapan masing – masing, lebih saling memahami

akan tugas dan fungsi masing-masing dalam kehidupan sosial, menjalin kemitraan

yang didasarkan pada prinsip saling mempercayai, menghargai, sopan-santun,

persamaan, ketulusan, kesetaraan, dan memberi dukungan yang saling

menguntungkan guna mencapai tujuan bersama yakni menciptakan dan

memelihara stabilitas Keamanan dan ketertiban masyarakat ( Kamtibmas ) secara

bersama-sama sebagai wujud atau bukti bahwa korelasi antara kemitraan Polri

dengan masyarakat dalam memelihara stabilitas Keamanan dan ketertiban

masyarakat sangat berperan dan merupakan kebutuhan utama dalam rangka

menunjang keberhasilan pembangunan di segala aspek kehidupan.

Kita harus menyadari bahwa Keamanan dan ketertiban masyarakat

berfungsi sebagai “jembatan” menuju keberhasilan terutama yang menyangkut

kepentingan masyarakat secara umum. Di sinilah letak perlunya ditegakkan

tanggungjawab dan kemitraan Polri dengan masyarakat. Karena sesungguhnya,

Keamanan dan ketertiban masyarakat itu ada di tangan masyarakat itu sendiri.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

42

B. PERPOLISIAN MASYARAKAT (POLMAS/ COMMUNITY POLICING)

SEBAGAI UPAYA TERJALINNYA KEMITRAAN DALAM

MEMELIHARA STABILITAS KEAMANAN DAN KETERTIBAN

MASYARAKAT (KAMTIBMAS)

1. Pengertian Perpolisian/Polmas (Community Policing)

Salah satu metode penangkalan, pencegahan, dan penanganan kejahatan

yang sesungguhnya sudah diterapkan cukup lama, tetapi diperbaiki dan

disempurnakan terus-menerus, adalah apa yang disebut sebagai Community

Policing. Metode ini cukup populer dan diterapkan di banyak Negara. Tentu saja,

masing-masing Negara dan masyarakat atau komunitas menerapkannya dengan

berbagai variasi. Community policing merupakan sesuatu yang relatif baru dalam

praktek kehidupan kepolisian. Dalam hal ini, Jepang dianggap sebagai Negara

yang paling berhasil dalam menerapkan Community policing.

Dalam bahasa Indonesia, para pakar dan berbagai kalangan menggunakan

beberapa istilah seperti Perpolisian Berorientasi Masyarakat, Pemolisian

Komuniti, Pemolisian Komunitas, Pemolisian Masyarakat, dan Perpolisian

Masyarakat serta Polmas. Satjipto Rahardjo menggunakan istilah Perpolisian

Masyarakat. Begitu pula Tim Perumus Polri yang dipimpin oleh (waktu itu) Irjen

Pol Prof Dr Farouk Muhammad menggunakan istilah Perpolisian Masyarakat atau

Polmas. Sebenarnya, menurut Skep Kapolri No. Pol.: Skep737/X/2005, istilah

Polmas bukan merupakan singkatan dari Perpolisian Masyarakat, tetapi suatu

istilah yang diharapkan akan menggantikan berbagai istilah, sebagai terjemahan

istilah Community policing (Sutanto, 2008: 2).

Page 31: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

43

Lampiran Skep Kapolri No. Pol.: Skep737/X/2005, menyatakan : ‘Tanpa

mengenyampingkan kemungkinan penggunaan penterjemahan istilah yang

berbeda diberi nama “Perpolisian Masyarakat” dan selanjutnya secara konseptual

dan operasional disebut Polmas” (Sutanto, 2008: 3).

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.

Pol.: Skep737/X/2005 disebutkan bahwa:

Konsep Polmas mencakup dua unsur, yaitu perpolisian dan masyarakat. Secara harfiah perpolisian yang merupakan terjemahan dari kata “policing” berarti segala hal ihwal tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian. Dalam konteks ini perpolisian tidak hanya menyangkut operasionalisasi (taktik/teknik) fungsi kepolisian tetapi juga pengelolaan fungsi kepolisian secara menyeluruh mulai dari tataran manajemen puncak sampai manajemen lapis bawah, termasuk pemikiran-pemikiran filsafati yang melatarbelakanginya.

Masih berdasar pada Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik

Indonesia No. Pol.: Skep737/X/2005 disebutkan bahwa masyarakat yang

merupakan terjemahan dari kata “Community” (komunitas) dalam konteks ini

berarti :

Warga masyarakat atau komunitas yang berada di dalam suatu wilayah kecil yang jelas batas-batasnya (geographic-community). Batas wilayah komunitas ini harus dilakukan dengan memperhatikan keunikan karakteristik geografis dan sosial dari suatu lingkungan dan terutama keefektifan pemberian layanan kepada warga masyarakat. Wilayah tersebut dapat berbentuk RT, RW, desa, kelurahan, ataupun berupa pasar/pusat belanja/mall, kawasan industry, pusat/kompleks olahraga, stasiun bus/kereta api dan lain-lain. Dalam pengertian yang diperluas masyarakat dalam pendekatan Polmas diterapkan juga bisa meliputi sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah yang lebih luas seperti kecamatan bahkan kabupaten/kota, sepanjang mereka memiliki kesamaan kepentingan. Sebagai contoh kelompok berdasar etnis/suku, kelompok berdasar agama, kelompok berdasar profesi, hobby dan sebagainya. Kelompok ini dikenal dengan nama komunitas berdasar kepentingan (community of interest).

Page 32: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

44

Lebih khusus dijelaskan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 7 Tahun 2008, bahwa dapat pula:

Polmas diterapkan dalam komunitas-komunitas atau kelompok masyarakat yang tinggal di dalam suatu lokasi tertentu ataupun lingkungan komunitas berkesamaan profesi (misalnya kesamaan kerja, keahlian, hobi, kepentingan dsb), sehingga warga masyarakatnya tidak harus tinggal di suatu tempat yang sama, tetapi dapat saja tempatnya berjauhan sepanjang komunikasi antara warga satu sama lain berlangsung secara intensif atau adanya kesamaan kepentingan. (misalnya: kelompok ojek, hobi burung perkutut, pembalap motor, hobi komputer dan sebagainya) yang semuanya bisa menjadi sarana penyelenggaraan Polmas.

Menurut Polisi di Ontario, Kanada (Ontario Provincial Police)

merumuskan bahwa Community policing atau Polmas adalah pemberian jasa

pemolisian, yang berasal dari kemitraan masyarakat dan Polisi yang

mengidentifikasi dan memecahkan berbagai isu dalam rangka mempertahankan

tertib sosial (Kepolisian Negara Republik Indonesia,2006:16)

Sementara itu, pasangan Susan Trojanowicz dan Robert Trojanowicz

merumuskan Polmas sebagai berikut :

…metode Pemolisian apapun yang mencakup penugasan seorang Polisi ke wilayah yang sama, bertemu dan bekerja bersama dengan penduduk setempat dan pengusaha yang tinggal dan bekerja di wilayah tersebut. Warga dan Polisi bekerjasama untuk mengidentifikasi masalah-masalah di wilayah tersebut dan secara bersama-sama menyelesaikannya. Petugas Polisi berfungsi sebagai katalisator, yang menggerakkan masyarakat dan komunitas ketetanggaan dalam memecahkan masalah-masalah mereka sendiri, serta mendorong warga untuk saling menolong dan membantu satu sama lain.(Sutanto, 2008: 5)

Trojanowicz dan Carter merumuskan bahwa:

Polmas dapat didefinisikan sebagai suatu falsafah dan bukan suatu taktik khusus; suatu pendekatan yang bersifat proaktif dan terdensentralisasi, yang dirancang untuk mengurangi kejahatan, ketidaktertiban, serta ketakutan akan kejahatan, dengan melibatkan petugas yang sama di masyarakat tertentu selama jangka waktu yang lama. .(Sutanto, 2008: 7)

Page 33: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

45

Hampir senada dengan beberapa definisi di atas, definisi dari Dinas

Kepolisian Cornersville juga menyebutkan bahwa:

Polmas adalah falsafah yang melingkupi seluruh organisasi serta pendekatan manajemen yang mendorong kemitraan komunitas, pemerintah dan Polisi; pemecahan masalah secara proaktif; dan keterlibatan komunitas untuk mengatasi sebab-sebab kejahatan, ketakutan akan terjadinya kejahatan dan isu-isu komunitas lainnya.(Sutanto, 2008: 8).

Dalam buku POLMAS sebagai Falsafah Baru Pemolisian, Jend.Pol. Drs

Sutanto bersama Tim Polri mengemukakan, bahwa :

Polmas adalah sebuah filosofi, strategi operasional, dan organisasional yang mendorong terciptanya suatu kemitraan baru antara masyarakat dengan Polisi dalam memecahkan masalah dan tindakan-tindakan proaktif sebagai landasan terciptanya kemitraan. .(Sutanto, 2008: 9).

Dengan mengkaji beberapa definisi yang dikemukakan oleh para tokoh di

atas, penulis dapat menyimpulkan dan mungkin dapat mewakili, bahwa:

Polmas atau Community policing adalah pemberian jasa Pemolisian yang

berdasar atas kemitraan antara Polisi dengan masyarakat dalam upaya memelihara

stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan cara memecahkan segala

bentuk permasalahan-permasalahan yang dihadapai melalui tindakan-tindakan

proaktif dari wujud terjalinnya kemitraan yang solid antara Polisi dengan

Masyarakat.

Sebagai ujung tombak dalam menciptakan keamanan dan ketertiban

masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan dan

perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Implikasi dari kemajuan

jaman yang membuat modus kejahatan semakin canggih, menuntut Polri untuk

berubah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. seiring dengan

Page 34: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

46

bergulirnya era reformasi yang telah menggugah kesadaran seluruh komponen

bangsa untuk melakukan pembenahan dan pembaharuan atas berbagai

ketimpangan, kinerja dan hal-hal yang dianggap tidak profesional serta

proporsional menuju masyarakat sipil yang demokratis. Polri pun tak lepas dari

wacana besar perubahan ini. Sebab, kepolisian merupakan cerminan dari tuntutan

dan harapan masyarakat akan adanya rasa keamanan, ketertiban dan ketentraman,

yang mendukung produktifitas yang mensejahterakan warga masyarakat.

Untuk melakukan penyesuaian terhadap perkembangan atmosphere baru

dalam masyarakat ini, Polri pun dituntut untuk mereformasi dirinya sendiri,

melalui berbagai pemberdayaan sumber daya yang ada dan melalui perubahan

pola pikir para petugas Polri (to change the mind set of police officers) secara

berkesinambungan agar Polri dapat mengatasi tantangan masa depan seiring

dengan arus globalisasi dan demokratisasi. (Tantya Sudhirajati, 2007:4).

Sebelum memaparkan secara mendalam mengenai Perpolisian masyarakat

atau Polmas atau Community policing, perlu kiranya menyebutkan mengenai

komponen-komponen utama dari Polmas tersebut, yang dalam hal ini penulis

kutip dari buku ajar dengan judul “Prinsip-prinsip Pemolisian Masyarakat”

(Departemen Kepolisian, 2003). Bahwa Komponen-komponen utama dari Polmas

adalah sebagai berikut :

a. Filosofi, yang didasarkan bahwa tantangan-tantangan yang sedang dihadapi (kontemporer) menurut polisi untuk memberikan pelayanan secara penuh, baik secara proaktif maupun reaktif, dengan cara melibatkan masyarakat secara langsung sebagai mitra dalam proses mengidentifikasi, menentukan skala prioritas, dan memecahkan masalah, termasuk masalah kejahatan, kekhawatiran akan adanya tindak kejahatan, perdagangan narkoba secara gelap, ketidaktertiban sosial dan fisik, dan permasalahan-permasalahan di suatu lingkungan.

Page 35: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

47

b. Personalisasi, dengan menempatkan atau menugaskan polisi ke daerah asalanya, maka strategi Polmas tersebut menghilangkan rasa asing di antara kedua belah pihak, yaitu polisi dan masyarakat, sehingga mereka saling mengenal dengan baik.

c. Pemolisian, yakni pemolisian masyarakat tetap melakukan dan bahkan fokus pada penegakan hukum; petugas dan tim Polmas merespon panggilan telepon dan melakukan penangkapan seperti halnya petugas polisi lainnya; namun ada tambahan yang harus menjadi fokus dalam pekerjaan mereka, yaitu pada pemecahan masalah secara proaktif.

d. Kemitraan yang mendorong adanya satu kemitraan baru antara masyarakat dengan polisi yang didasarkan pada saling menghargai, pada kesopan-santunan dan saling memberi dukungan.

e. Pemecahan masalah. Polmas mendefinisikan kembali misi polisi agar ia mempunyai fokus pada pembangunan masyarakat dan pemecahan masalah, sehingga keberhasilan atau kegagalan akan dilihat dari hasil-hasil kualitatif (masalah yang diselesaikan) dan bukan hanya pada hasil-hasil kuantitatif (beberapa banyak orang yang ditahan, atau pada jumlah panggilan menghadap yang dikeluarkan). Kedua ukuran tersebut, yaitu kualitatif dan kuantitatif sama-sama diperlukan.

f. Tempat, adalah semua wilayah hukum (yurisdiksi), tidak peduli seberapa luasnya, yang pada akhirnya dibagi dalam daerah-daerah tertentu. Polmas menganut kebijakan desentralisasi menyangkut petugas polisi (kadang-kadang termasuk juga para penyidik) sehingga para petugas Perpolisian Masyarakat melibatkan suatu struktur yang memungkinkan petugas polisi dihadirkan di tengah masyarakat. Karena ia selalu “berada disana”, dia dianggap sebagai salah satu anggota masyarakat (yang penting). Perpolisian Masyarakat juga mendesentralisasikan masalah pengambilan keputusan. Hal tersebut dilakukan bukan hanya dengan memberi polisi otonomi dan kebebasan untuk bertindak, tetapi juga dengan cara memberdayakan semua petugas untuk mengambil bagian dalam usaha pemecahan maslah bersama masyarakat.

g. Proaktif , yakni sebagai bagian dari pemberian pelayanan polisi yang penuh, Perpolisian Masyarakat membuat keseimbangan antara respon reaktif terhadap suatu kejadian tindak kejahatan dengan upaya proaktif, yaitu mencegah suatu maslah supaya tidak terjadi atau semakin buruk, serta pencegahan tindak kejahatan.

h. Patroli , petugas dan tim Polmas tetap bekerja dan melakukan patrol dalam masyarakatnya, tetapi hal tersebut harus dilakukan dengan tujuan agar masyarakatnya tidak lagi terisolasi dari patrol mobil. Kadang-kadang akan jauh lebih baik kalau patrol dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan jenis transportasi lainnyam seperti sepeda, sepeda motor dan bahkan kuda.

i. Permanen, Perpolisian Masyarakat menuntut ditugaskannya petugas untuk melakukan patrol yang terencana dengan baik dan permanen pada ‘beat’ yang jelas, sehingga mereka memiliki waktu, kesempatan, dan kesinambungan untuk membangun kemitraan baru. Permanan berarti bahwa petugas Perpolisian Masyarakat tidak diganti-ganti dari wilayah

Page 36: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

48

patrol/beat mereka, dan mereka tidak boleh ditugaskan untuk ‘menggantikan’ personil lain yang tidak masuk atau sedang libur.

Karena itu, Perpolisian Masyarakat atau Pemolisian Masyarakat atau

Polmas atau Community policing bukan hanya salah satu dari komponen-

komponen tersebut di atas; polmas adalah suatu kombinasi yang dinamis dari

kesemuanya.

Tantya Sudhirajati dalam Polmas sebagai paradigma baru Polri, (2007:11)

mengemukakan bahwa salah satu tantangan utama Polri ke depan adalah

menciptakan polisi masa depan, yang mampu secara terus-menerus beradaptasi

dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat. Polisi

harus dapat menjadi mitra. Memahami atau cocok dengan masyarakat, menjadi

figur yang dipercaya sebagai pelindung, pengayom dan penegak hukum.

Di samping itu sebagai pribadi dapat dijadikan panutan masyarakat dan mampu

membangun simpati dan kemitraan dengan masyarakat. Polri dalam hal ini harus

membangun interaksi sosial yang erat dan mesra dengan masyarakat, yaitu

keberadaannya menjadi simbol persahabatan antara warga masyarakat dengan

polisi dengan mengedepankan dan memahami kebutuhan adanya rasa aman warga

masyarakat, yang lebih mengedepankan tindakan pencegahan kejahatan (crime

prevention).

Community Policing merupakan bentuk polisi sipil untuk menciptakan dan

menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat yang dilakukan dengan

tindakan-tindakan : (1) Polisi bersama-sama dengan masyarakat untuk mencari

jalan keluar atau menyelesaikan masalah sosial (terutama masalah keamanan)

Page 37: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

49

yang terjadi dalam masyarakat. (2) Polisi senantiasa berupaya untuk mengurangi

rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas, (3) Polisi lebih

mengutamakan pencegahan kriminalitas (crime prevention), (4) Polisi senantiasa

berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. (Tantya, 2007:17).

Penerapan tindakan – tindakan tersebut di atas dapat dilakukan dengan

mengedepankan, memperbaiki dan menjaga hubungan antara polisi dengan warga

komuniti sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Hubungan polisi

dengan warga komuniti dibangun melalui komunikasi dimana polisi bisa

menggunakan dengan kata hati dan pikirannya untuk memahami berbagai masalah

sosial yang terjadi maupun dalam membahas masalah yang bersifat lokal dan adat

istiadat masyarakat sukubangsa setempat.

Model community policing dapat dianalogikan bahwa posisi polisi adalah

dapat berpindah secara fleksibel yaitu ; 1) Posisi setara antara polisi dengan warga

komuniti dalam membangun kemitraan dimana polisi bersama-sama dengan

warga dalam upaya untuk mencari solusi dalam menangani berbagai masalah

sosial yang terjadi dalam masyarakat. 2) Posisi di bawah adalah polisi berada di

bawah masyarakat yaitu polisi dapat memahami kebutuhan rasa aman warga

komuniti yang dilayaninya, dan 3) posisi polisi di atas yaitu polisi dapat bertindak

sebagai aparat penegak hukum yang dipercaya oleh warga masyarakat dan

perilakunya dapat dijadikan panutan oleh warga yang dilayaninya. Polisi sebagai

petugas dlm Perpolisian Komuniti mengidentifikasikan warga yang taat dan patuh

hukum dan diajak tidak hanya untuk mengamankan dirinya tetapi juga warga

Page 38: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

50

komunitinya dan polisi berupaya membentuk jaringan (net work). (Tantya

Sudhirajati, 2007).

Paradigma baru ini didasari oleh kenyataan bahwa sumber daya manusia

kepolisian yang terbatas tidak mungkin mengamankan masyarakat secara solitair

atau seorang diri. Polisi membutuhkan peran serta masyarakat dalam menjaga

keamanan dan ketertiban. Syarat utama dari paradigma baru ini adalah terjalinnya

kedekatan hubungan antara polisi dan masyarakat. Tepatnya, kemitraan yang

harmonis dan upaya – upaya untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang

terjadi dalam masyarakat khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan rasa

aman warga masyarakat.

Dari uraian mengenai pengertian Polmas di atas, penulis berharap semoga

slogan dalam tugas pokok dan fungsi Polri untuk melindungi, mengayomi,

melayani harus ditempatkan dalam konteks Polmas yang sesungguhnya.

Penulis sependapat dengan Drs. Sutanto dalam “Polmas sebagai Falsafah

Baru Pemolisian” (2008:29) bahwa melindungi, dan mengayomi mengandung

makna bahwa Polisi ‘lebih tinggi’ posisinya dibandingkan masyarakat. Sehingga

masyarakat harus mampu menghormati dan patuh terhadap Polisi pada posisi ini.

Sebaliknya, melayani berarti menempatkan diri Polisi pada posisi yang lebih

rendah dibanding masyarakatnya. Kombinasi antara kedua posisi ini seharusnya

membuat setiap anggota Polisi mampu menerapkan asas diskresi untuk

memutuskan kapan harus melindungi, mengayomi, atau melayani.

Kemudian, Tantya Sudhirajati yang merupakan alumni dari Akademi

Kepolisian, mengemukakan bahwa tantangan bagi institusi kepolisian dalam

Page 39: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

51

melayani masyarakat yang dinamis dan yang telah banyak mengalami perubahan,

baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan teknologi, adalah

bagaimana menyesuaikan struktur pengelolaan (governing structure) kepolisian

agar dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Efektivitas struktural

pengelolaan organisasi polisi dalam melayani kebutuhan masyarakat telah

bergerak dari bentuk birokrasi (bereaucracy) ke bentuk pasar (market), lalu ke

bentuk jaringan (network).

Dalam struktur pengelolaan birokrasi, organisasi kepolisian berbentuk

otoritarian, garis komando para-militer, teratur dengan peraturan organisasi yang

ketat, dengan penekanan pada komunikasi internal dan vertikal. Penekanan

umumnya lebih diarahkan kepada kepatuhan dibandingkan pada inisiatif, dimana

pengambilan keputusan jarang dilakukan secara partisipatif atau kolegial bersama

dalam garis kepangkatan. Dengan ciri kombinasi keberadaan birokrasi formal dan

praktek kerja yang terstandarisasi dengan ketat, maka institusi kepolisian dengan

bentuk seperti ini sangatlah sulit untuk mengalami dan melakukan perubahan.

Kritik terhadap struktur birokrasi adalah pada dampak inefisiensi, terlalu ”gemuk”

dan mahal, dan kurang insentif untuk proses yang lebih berorientasi pada

pelayanan masyarakat.

Perkembangan manajemen kemudian mengarahkan penyerahan sebagian

aktivitas atau proses internal kepada pihak eksternal (contracting out). Struktur

pengelolaan birokratis yang berorientasi internal mulai bergerak ke arah eksternal

atau ”pasar” (market ) dari institusi kepolisian tersebut, yaitu pengguna jasanya

atau masyarakat. Bentuk ini didasari oleh model prinsipal dan agen, dimana

Page 40: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

52

kewajiban bersama dituliskan dan menjadi prinsip acuan dalam kehidupan publik.

Kontrak antara institusi kepolisian sebagai pemberi pelayan dan masyarakat

sebagai penerima layanan, menuntut tingkat layanan tertentu yang harus

dilakukan dan hukuman spesifik jika hal tersebut tidak dipatuhi. Dalam perubahan

tersebut, tuntutan terhadap standar indikator kinerja tertentu menjadi fokus,

dimana kemudian lazim disebut sebagai kontrak kinerja dalam pemberian layanan

publik. Kritik terhadap bentuk struktur berorientasi pasar yang menekankan pada

kontrak kinerja tersebut adalah penekanan yang cenderung dapat berlebihan pada

pengawasan pemenuhan kontrak. Kemudian rigiditas hanya pada pemenuhan

kinerja atas apa yang ada pada kontrak juga dapat mengurangi fleksibilitas untuk

meningkatkan kinerja dan memenuhi kebutuhan untuk hal-hal penting lain yang

mungkin tidak tercakup dalam kontrak. (Tantya Sudhirajati, 2007).

Selanjutnya perubahan menuju kepada struktur pengelolaan bebentuk

jaringan (network) menunjukkan kebutuhan organisasi pada tuntutan era

globalisasi yang semakin menuntut kesaling-tergantungan antar organisasi dalam

mencapai tujuan. Jika bentuk birokratis bercirikan kewenangan dan peraturan, dan

bentuk pasar atau kontraktual bercirikan harga dan kompetisi, maka bentuk

jaringan bercirikan diplomasi, kepercayaan dan resiprositas. Diplomasi merujuk

pada manajemen dengan negosiatif. Kemudian kepercayaan adalah atribut paling

penting dalam bentuk jaringan, dalam hal ini penting untuk mendukung sikap

bekerjasama. Sementara resiprositas adalah saling keterkaitan yang mencirikan

hubungan yang timbal balik dan saling menguntungkan. (Tantya Sudhirajati,

2007).

Page 41: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

53

Dengan mengkaji pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwa

Institusi kepolisian yang mempraktekkan Community policing / Perpolisian

Masyarakat (Polmas) adalah bentuk yang perlu didukung oleh stuktur pengelolaan

berbentuk jaringan atau Network.

2. Dasar Hukum Penerapan Perpolisian Masyarakat

Kemanan dan ketertiban dalam masyarakat merupakan kebutuhan bagi

setiap individu, kelompok bahkan Negara untuk menjaga kelangsungan hidup dan

terselenggaranya pemerintahan. Menyadari akan pentingnya rasa aman dan

adanya berbagai keterbatasan sumber daya Kepolisian maka peran serta

masyarakat membantu tugas-tugas keamanan tidak dapat dielakkan. Berkaitan

dengan hal tersebut secara langsung atau tidak langsung telah tercantum perlunya

partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan keamanan dan ketertiban.

Fungsi polisi dalam struktural kehidupan masyarakat sebagai pengayom

masyarakat dan penegak hukum, mempunyai tanggung jawab khusus untuk

memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk

tindakan kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota

masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram (Bachtiar

dalam Tantya, 2007: 18).

Dengan kata lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan

sesuatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang

dirasakan sebagai beban/gangguan yang merugikan para anggota masyarakat

tersebut (Suparlan dalam Tantya, 2007: 19).

Page 42: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

54

Untuk mewujudkan rasa aman itu, mustahil dapat dilakukan oleh polisi

saja, mustahil dapat dilakukan dengan cara-cara pemolisian yang konvensional

dengan melibatkan birokrasi yang rumit, dan mustahil terwujud melalui perintah-

perintah yang terpusat tanpa memperhatikan kondisi setempat yang sangat

berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain.

Lebih lanjut mengenai Perpolisian Masyarakat atau Polmas perlu kiranya

penulis menjabarkan dasar hukumnya sebagai berikut:

a. Undang – Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun

1945

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 27 menjelaskan bahwa “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di

dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan

itu dengan tidak ada kecualinya”.

Kemudian pada perubahan kedua UUD 1945 Bab XII Pasal 30 dijelaskan

pula:

1) Tiap-tiap warganegara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha

keamanan Negara.

2) Usaha keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem keamanan

rakyat semesta oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai

kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

b. Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana

Page 43: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

55

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana pada Pasal 108 dijelaskan sebagai berikut:

1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau

menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak

untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan

atau penyidik baik lisan maupun tulisan.

2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan

tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau

terhadap jiwa, terhadap hak milik, wajib seketika itu juga

melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.

3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang

mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak

pidana wajib serta melaporkan hal itu kepada penyelidik atau

penyidik.

Selanjutnya pada Pasal 111 ayat (1) dalam Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana, berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan

dan ketertiban dinyatakan sebagai berikut:

Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.

c. Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik

Indonesia.

Page 44: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

56

Pertimbangan huruf (c) menyatakan bahwa “Pemeliharaan keamanan

dalam negeri dilakukan oleh Polri selaku alat Negara yang dibantu oleh

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.”

Pasal 14 ayat (1) huruf c, dinyatakan sebagai berikut:

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

d. Surat Keputusan Kapolri

Dalam kebijakan dan strategi Kapolri Tentang Penerapan Model Polmas

Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, sesuai dengan Skep Kapolri No. Pol.:

Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 bidang operasional, kebijakan yang

digariskan meliputi:

1) Penerapan Polmas sebagai suatu strategi diimplementasikan hanya pada tataran lokal di mana model perpolisian dioperasionalisasikan.

2) Penerapan Polmas sebagai suatu falsafah diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas masing-masing satuan fungsi operasional Polri termasuk tampilan setiap personel Polri dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka penyelenggaraan kegiatan

Polmas oleh Polri saat ini sudah menjadi suatu kebijakan dan strategi. Dengan

demikian Polri diharapkan dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk

mewujudkan keamanan dan ketertiban di lingkungan tugasnya.

Skep Kapolri No. Pol.: Skep/431/VIII/2006 Tanggal 1 Juli 2006 Tentang

Pedoman Pembinaan Personel Pengembangan Fungsi Polmas digunakan sebagai

pedoman dalam melaksanakan pembinaan karier pengemban fungsi Polmas,

Page 45: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

57

sehingga dapat terwujud suatu keseragaman dalam penyelenggaraan pembinaan

karier di seluruh jajaran Polri secara konsisten dan berkesinambungan.

Skep Kapolri No. Pol.: Skep/433/VIII/2006 Tanggal 1 Juli 2006 Tentang

Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas juga digunakan sebagai

pedoman umum dan peraturan dalam operasionalisasi Polmas bagi para pejabat

Polri, pemerintah daerah/desa, tokoh-tokoh masyarakat dalam proses pelaksanaan

Polmas, bagi petugas Polmas, dan anggota forum kemitraan Polisi-masyarakat.

(Sutanto, 2008: 117-122).

e. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2008

Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian

Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri dijelaskan bahwa yang dimaksud

dengan Polmas atau Pemolisian/Perpolisian Masyarakat adalah:

Penyelenggaraan tugas kepolisian yang mendasari kepada pemahaman bahwa untuk menciptakan kondisi aman dan tertib tidak mungkin dilakukan oleh Polri sepihak sebagai subyek dan masyarakat sebagai obyek, melainkan harus dilakukan bersama oleh polisi dan masyarakat dengan cara memberdayakan masyarakat melalui kemitraan polisi dan warga masyarakat, sehingga secara bersama-sama mampu mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat, mampu mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahannya dan mampu memelihara keamanan serta ketertiban di lingkungannya.

Sedangkan dalam Pasal I ayat 12 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

Kemitraan (Partnership and networking) adalah “Segala upaya membangun

sinergi dengan potensi masyarakat yang meliputi komunikasi berbasis kepedulian,

Page 46: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

58

konsultasi, pemberian informasi dan berbagai kegiatan lainnya demi tercapainya

tujuan masyarakat yang aman, tertib dan tenteram. “

3. Model Perpolisian Masyarakat atau Polmas di Indonesia

Sejalan dengan arah reformasi nasional, Polri sedang melakukan langkah-

langkah penyesuaian dan perubahan struktural, instrumental dan kultural dengan

harapan dapat menjawab tantangan di masa mendatang. Polri saat ini sedang

melaksanakan proses reformasi untuk menjadi polisi sipil yang harus dapat

menyesuaikan diri dengan perkembangan kehidupan masyarakat dengan cara

merubah paradigma lama yang semula menitik beratkan pada pola perpolisian

masyarakat yang mengedepankan pemecahan masalah (Problem Solving),

kemitraan (Partnership) dan proaktif yang lebih mengutamakan pencegahan

kejahatan (Crime Prevention).

Berdasarkan pemikiran tersebut, Polri menciptakan strategi yang bertujuan

untuk merubah paradigma lama Polri dengan menerapkan Perpolisian Masyarakat

atau Polmas, dengan maksud agar polisi dapat berperan sebagai mitra masyarakat,

khususnya dalam hal keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu polisi

dituntut mampu membangun hubungan kemitraan dengan berbagai potensi dan

komponen masyarakat.

Menurut AKBP Ir. Rahmat dalam Gawisa (2007 : 9), pengembangan

Polmas sebagai suatu filosofi termasuk kebijakan internal lainnya dilakukan oleh

masing-masing satuan fungsi operasional dan pembinaan yang menekankan

hubungan yang menjunjung nilai-nilai sosial, kemanusiaan dan menampilkan

Page 47: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

59

sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga masyarakat dalam

rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran penyelenggaraan fungsi

kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Menurutnya, pengembangan Polmas sebagai suatu strategi, program harus

dilakukan secara bertahap dengan memprioritaskan perkembangan Sumber Daya

Manusia Polri dan Pembentukan Polmas berikut sarana/prasarana pada

desa/kelurahan sesuai kebutuhan. Pada tahun 2007, terdapat beberapa kegiatan

Polri, antara lain:

a. Implementasi dan operasionalisasi Polmas

b. Pelatihan dan peningkatan kemampuan Bintara Pembinaan Keamanan dan

Ketertiban Masyarakat.

c. Pelatihan Polmas bagi personil di tingkat Polda dan Polres yang akan melatih

dan memelihara kemampuan para petugas Polmas.

d. Penyempurnaan bahan pelajaran dan pembuatan modul pelatihan bagi petugas

Polmas.

Dengan mengkaji pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa model

Perpolisian Masyarakat di Indonesia harus terus dipertahankan dan dilaksanakan

sebagai suatu program yang beriringan dan berkesinambungan dilaksanakan

sebagai suatu upaya memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.

Community Policing/Polmas diluncurkan terutama di negara-negara maju,

penyelenggaraan tugas-tugas Kepolisian baik dalam pemeliharaan keamanan dan

ketertiban maupun penegakan hukum, dilakukan secara konvensional. Polisi

cenderung melihat dirinya semata-mata sebagai pemegang otoritas dan institusi

Page 48: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

60

Kepolisian dipandang semata-mata sebagai alat negara sehingga pendekatan

kekuasaan bahkan tindakan represif seringkali mewarnai pelaksanaan tugas dan

wewenang Kepolisian.

Walaupun prinsip-prinsip “melayani dan melindungi” (to serve and to

protect) ditekankan, pendekatan-pendekatan yang birokratis, sentralistik, serba

sama/seragam mewarnai penyajian layanan Kepolisian. Gaya perpolisian tersebut

mendorong polisi untuk mendahulukan mandat dari pemerintah pusat dan

mengabaikan ‘persetujuan’ masyarakat lokal yang dilayani. Selain itu Polisi

cenderung menumbuhkan sikap yang menampilkan dirinya sebagai sosok yang

formal, dan ekslusif dari anggota masyarakat lainnya. Pada akhirnya semua itu

berakibat pada memudarnya legitimasi Kepolisian dimata publik pada satu sisi,

serta semakin berkurangnya dukungan publik bagi pelaksanan tugas Kepolisian

maupun buruknya citra polisi pada sisi lain. (Sulistyo, 2008:19)

Kondisi seperti ini juga terjadi di Indonesia, lebih-lebih ketika Polri

dijadikan sebagai bagian integral ABRI dan Polisi merupakan pajurit ABRI yang

dalam pelaksanaan tugasnya diwarnai sikap dan tindakan yang kaku bahkan

militeristik yang tidak profesional. Kepolisian, utamanya penegak hukum, yang

bersifat otoriter, kaku, keras dan kurang peka terhadap kebutuhan rasa aman

masyarakat. Disisi lain pelaksanaan tugas Kepolisian sehari-hari, lebih

mengedepankan penegakan hukum utamanya untuk menanggulangi tindak

kriminal.

Sejalan dengan pergeseran peradaban umat manusia, secara Universal

terutama dinegara-negara maju, masyarakat cenderung semakin ‘jenuh’ dengan

Page 49: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

61

cara-cara lembaga pemerintah yang birokrasi, resmi, formal/kaku,

general/seragam dan lain-lain dalam menyajikan layanan publik. Terdapat

kecenderungan bahwa masyarakat lebih menginginkan pendekatan-pendekatan

yang personal dan menekankan pemecahan masalah daripda sekedar terpaku pada

formalitas hukum yang kaku. Dalam bidang penegakan hukum terutama yang

menyangkut pertikaian antar warga, penyelesaian dengan mekanisme informal

dibanding lebih efektif daripada proses sistem peradilan pidana formal yang

diacapkali kurang memberikan peranan yang berarti bagi korban dalam

pengambilan keputusan penyelesaian masalah yang dideritanya. (Sulistyo, 2008:

22).

Kondisi sebagaimana diutarakan diatas mendorong diluncurkannya

program-program baru dalam menyelenggarakan tugas Kepolisian terutama yang

disebut Community Policing atau Perpolisian Masyarakat. Lambat laun

Perpolisian Masyarakat tidak lagi hanya merupakan suatu program dan garis

miring atau strategi melainkan suatu falsafah yang menggeser paradigma

convensional menjadi suatu model perpolisian baru dalam masyarakat madani.

Model ini pada hakekatnya menempatkan masyarakat bukan semata-mata sebagai

obyek tetapi mitra Kepolisian dan pemecahan masalah (pelanggaran hukum) lebih

merupakan kepentingan daripada sekedar proses penanganan yang

formal/prosedural. (Sutanto, 2008: 99)

Dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia nilai-nilai yang

terkandung dalam konsep Perpolisian Masyarakat / Community Policing pada

hakekatnya bukan merupakan hal yang asing. Kebijakan Siskamswakarsa

Page 50: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

62

diangkat dari nilai-nilai siso-kultural masyarakat Indonesia, yang lebih

menjunjung nilai-nilai sosial daripada individu. Pelaksanaan lingkungan secara

swakarsa pernah/masih efektif berjalan. Pada bagian-bagian wilayah/etnik tertentu

nilai-nilai kultural masih efektif (bisa diefektifkan) dalam menyelesaikan masalah

sosial pada tingkat lokal. Nilai saling memaafkan dijunjung tinggi dalam

masyarakat Indonesia yang religius.

Konsep Polmas mencangkup dua unsur, yakni Perpolisian dan masyarakat.

Secara harfiah, perpolisian yang merupakan terjemahan dari kata “Policing”

berarti segala hal ikhwal tentang penyelenggaraan fungsi Kepolisian. Dalam

konteks ini perpolisian tidak hanya menyangkut opersionalisasi (taktik/teknik)

fungsi Kepolisian tetapi juga pengelolaan fungsi kepolisian secara menyeluruh

mulai dari tataran manajemen puncak sampai manajemen lapis bawah, termasuk

pemikiran-pemikiran filsafati yang meletarbelakanginya. Masyarakat yang

merupakan terjemahan dari kata “Community”(komunitas) dalam konteks Polmas

berarti :

1) Warga masyarakat atau komunitas yang berada didalam suatu wilayah kecil

yang jelas batas-batasnya (geographic-community). Batas wilayah komunitas ini

harus dilakukan dengan memperhatikan keunikan karakteristik geografis dan

sosial dari suatu lingkungan dan terutama kefektifan pemberian layanan kepada

warga masyarakat. Wilayah tersebut dapat berbentuk RT, RW, Desa, Kelurahan,

ataupun berupa pasar/pusat belanja/Mall, Kawasan Industri, pusat/komplek olah

raga, stasiun bus/kereta api dan lain-lain.

Page 51: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

63

2) Dalam pengertian yang diperluas masyarakat dalam pendekatan Polmas

diterapkan juga bisa meliputi sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah

lebih luas seperti Kecamatan bahkan Kabupaten/Kota, sepanjang mereka memiliki

kesamaan kepentingan. Sebagai contoh kelompok berdasar etnis/suku, kelompok

berdasar agama, kelompok berdasar profesi, hobi dan sebagainya. Keompok ini

dikenal dengan nama komunitas berdasar kepentingan (Community Of Interest).

Sebagai suatu strategi, Polmas berarti: model perpolisian yang

menekankan kemitraan yang sejajar antara petugas Polmas dengan masyarakat

lokal dalam menyelesaikan dan mengatasi setiap permasalahan sosial yang

mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta ketentraman kehidupan

masyarakat setempat dengan tujuan untuk mengurangi kejahatan dan rasa

ketakutan akan kejahatan serta meningkatkan kualitas hidup warga setempat.

Dalam pengertian pengelolaan terkandung makna bahwa masyarakat berusaha

menemukan, mengidentifikasi, menganalisis dan mencari jalan keluar pemecahan

masalah-masalah gangguan keamanan dan ketertiban termasuk pertikaian antar

warga serta penyakit masyarakat dan masalah sosial lain yang bersumber dari

dalam kehidupan mereka sendiri bagi terwujudnya susunan kehidupan bersama

yang damai dan tentram (Sutanto, 2008: 179).

Mengacu pada uraian diatas, perlu kiranya disebutkan pula mengenai

unsur-unsur dari Perpolisian masyarakat atau Polmas itu sendiri, yang pada

hakekatnya mengandung 2 (dua) unsur utama yang harus secara beriringan

dilaksanakan, yaitu :

Page 52: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

64

a) Membangun kemitraan antara Polisi dan Masyarakat.

b) Menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat lokal.

Di Indonesia, model Polmas secara resmi telah diadopsi Polri pada tanggal

13 Oktober 2005, dan merupakan strategi baru pemolisian di Indonesia. Tetapi,

sesungguhnya model pemolisian semacam Polmas ini sudah sejak lama

dilaksanakan, yaitu yang dikenal dengan Siskam (Sistem Keamanan) Swakarsa,

berupa Siskamling (Sistem Keamanan Lingkungan), atau bentuk pemolisian

serupa lainnya. ( Sutanto, 2008: 180)

Ketika kemudian falsafah Community policing diperkenalkan, gagasan-

gagasan di dalamnya dipadukan dengan pengalaman Polri yang sudah ada. Dari

perpaduan itu muncul semacam Community policing ala Indonesia, yaitu Polmas.

Sebagai suatu gambaran dalam pelaksanaan Polmas di Indonesia, penulis

mengangkat contoh berbagai potret dari aktivitas Polmas di beberapa daerah yang

dikutip dari buku Polmas sebagai Falsafah Baru Pemolisian dari Jend. Pol. Drs.

Sutanto (2008: 181-205)

Di Polda Jawa Timur, (Sutanto, 2008: 181) dibentuk pos pelayanan

pengaduan masyarakat yang berfungsi secara efektif menjadi semacam Pospol

(Koban dalam Polmas di Jepang) dalam skala yang lebih besar. Pos pelayanan

terpadu ini berkembang dengan baik dan mampu melayani berbagai pengaduan

masyarakat. Secara aktif Polisi berusaha melayani pengaduan dan mengantisipasi

masalah-masalah sosial yang menjadi sumber tindakan kejahatan. Pos tersebut

Page 53: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

65

dilengkapi dengan staf khusus Polwan, yang bertugas menangani kasus-kasus

yang berkaitan dengan perempuan.

Di Polda Metro Jaya, (Sutanto, 2008: 187) program Polmas yang

diterapkan bekerjasama dengan Kepolisian Jepang dan JICA (Japan International

Cooperation Agency), merupakan pilot project program bantuan reformasi Polri.

Program percontohan ini mencoba menerapkan falsafah kontemporer Polmas di

tubuh Polri melalui adopsi Koban (Model Polmas di Jepang). Langkahnya diawali

dengan membangun pos polisi (Koban) di berbagai tempat. Lokasi “Koban” ala

Bekasi ini dibangun setelah mendapat masukan dari warga setempat, karena

asumsinya mereka lah yang lebih mengetahui keadaan di tempat tertentu.

Program ini bertujuan agar Polri mendapat kepercayaan yang mendasar

dari masyarakat. Dalam mendapatkan kepercayaan tersebut ada dua pilar pokok.

Pertama, melayani secara tulus permintaan bantuan atau pengaduan masyarakat,

dan kedua adalah bereaksi secara cepat dalam merespon laporan tersebut. Polda

Metro Jaya membagi empat tataran cakupan program, yaitu; (1) pelayanan

terhadap masyarakat, (2) pengungkapan kasus, (3) peningkatan disiplin kerja

anggota, dan (4) sosialisasi program polisi sipil.

Di Jawa Barat, (Sutanto, 2008 : 199). Kapolres (waktu itu) Pandeglang,

Jawa Barat, Letkol Pol Didi Widayadi, pernah mencoba menerapkan gagasan

kemitraan Polisi dengan komunitas yang menjadi ciri khas Polmas. Setelah

mengamati kondisi setempat, Kapolres mencoba mewujudkan ide membentuk

“Polisi Akhirat” yang melibatkan ulama dan para santri. Ia memfasilitasi

Page 54: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

66

pertemuan-pertemuan rutin mereka di Pos Kamling. Di sini, yang dilakukan

Kapolres sesungguhnya adalah pendekatan yang dianjurkan dalam Polmas.

Ketika kemudian bertugas di Bandung, Didi juga menerapkan ide

mengenai pengamanan kota melalui pembentukan sistem pengamanan kota

dengan melibatkan semua elemen masyarakat di bawah koordinasi Polisi. Sistem

pengamanan di Bandung akhirnya diadopsi menjadi sistem pengamanan kota yang

dilakukan di Indonesia karena ide tersebut dianggap relevan dan kontekstual. Di

sana dibentuk Kelompok Sadar Kamtibmas dengan harapan masyarakat bisa

menjadi Polisi bagi lingkungan dan juga bagi dirinya sendiri.

Dalam Gawisa (Pahala Panjaitan, 2007: 13) mengatakan bahwa Polres

Cianjur menerapkan “Polri Mitra Masyarakat, Masyarakat Mitra Polri” dengan

cara selainkan mengintensifkan pertemuan-pertemuan dengan berbagai lapisan

masyarakat, juga membuat acara dialog interaktif di radio swasta secara

bergiliran, mulai dari Kapolres, Wakapolres, Kabag Binamitra dan para Kepala

Satuan termasuk anggotanya. Selain itu, Polres Cianjur dalam mensosialisasikan

program Polmas juga mencetak brosur, pamphlet dan barangcetakan lainnya, serta

menjadi Irup Upacara di sekolah-sekolah, yang intinya agar masyarakat lebih

terbuka dengan polisi dan menjadi mitra polisi dalam menciptakan situasi

keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif.

Di Jawa Tengah, (Sutanto, 2008: 201) pada awal 1990an Polda Jateng

berusaha untuk mencairkan batas antara Polisi dan Publik. Pada waktu itu, dibuat

proyek-proyek seperti “Polisi Sahabat Anak,” “Polisi Sahabat Remaja” dan

Page 55: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

67

sebagainya. Polisi melebur ke dalam rakyat dengan cara bermain ketoprak dan

lain-lain.

Kapolda Jateng Muslihat (alm), pada waktu itu memprakarsai proyek

Babinkamtibdes (Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Desa) dan disiapkan

di Sekolah Polisi Negara (SPN) di Banyubiru. Di tempat itu, sejumlah bintara

disiapkan untuk diterjunkan ke desa-desa dengan berpakaian biasa. Melalui

pendidikan kilat, mereka dididik dengan kurikulum sipil, seperti hukum tanah,

perkawinan, dan berbagai keterampilan yang lain agar bisa memberikan bantuan

kepada masyarakat desa setempat.

Mereka kemudian diterjunkan ke desa-desa dengan perintah “tidak boleh

menuntut apapun dari masyarakat.” Mereka juga tidak boleh meminta fasilitas

apapun. Di desa-desa tersebut, mereka harus diam saja, sampai dimintai bantuan,

jasa atau pertolongan. Mereka kemudian diminta duduk dalam rembuk desa,

mencarikan dukun bayi, memasang antenna, dan memberi khotbah Jum’at di

masjid. Ternyata proyek Babinkamtibmas itu sukses dan banyak surat puas

dilayangkan oleh publik ke Polda. (Sutanto, 2008 : 205).

4. Perpolisian Masyarakat di Berbagai Negara Sebagai Sebuah Studi

Banding

Untuk memperoleh perspektif perbandingan mengenai konsep-konsep dan

penerapan Polmas di berbagai masyarakat, perlu dikenali gambaran situasi dan

kondisinya di berbagai Negara seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Jepang.

Informasi dan pengetahuan ini penting, supaya adaptasi Polmas di Indonesia dapat

Page 56: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

68

menarik pelajaran dari penerapannya di dunia internasional. Oleh karena itu, maka

sengaja penulis memaparkan gambaran situasi penerapan model Polmas di

beberapa Negara sebagai berikut:

a. Model Polmas di Kanada

Di Edmonton, (Sutanto, 2008 : 49) yang merupakan salah satu kota besar

utama di provinsi-provinsi barat Kanada, dinas kepolisian menganalisis panggilan

telepon dari mayarakat kepada mereka. Kesimpulannya, ditemukan 21 lokasi

‘panas’ (hot spot) kejahatan dan ketidaktertiban, yaitu tempat-tempat dimana

Polisi memperoleh permintaan paling banyak dan dimana kebanyakan kegiatan

patrol tampak terkonsentrasi.

Di masing-masing kawasan yang ditetapkan ini ditugaskan seorang agen

Polisi, yang dilengkapi sarana mobil petrol dengan cara tradisional. Polisi tersebut

bertanggungjawab untuk membentuk sebuah pospol, untuk merekrut relawan

setempat guna membantu petugas tersebut, untuk mendiagnosa masalah-masalah

yang oleh warga setempat dianggap memerlukan perhatian supaya di atasi.

Petugas Polisi lingkungan juga melakukan patrol jalan kaki secara teratur.

Mereka diberi sarana mobil, tetapi kendaraan tersebut hanya digunakan untuk

transportasi dari kantor Polisi ke tempat kerja mereka, dimanapun tempat itu.

Montreal, (Sutanto, 2008 : 50) yang merupakan kota kedua terbesar di

Kanada, berlokasi di wilayah Kanada yang berbahasa Perancis. Tanpa

menggunakan analisa ”hot Spot,” Kepolisian Kanada menetapkan wilayah tertentu

sebagai “Ilos,” yaitu istilah Perancis yang biasanya diterjemahkan sebagai

‘kepulauan’ atau ‘atom-atom.’ Kawasan-kawasan ini memiliki masalah

Page 57: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

69

ketidaktertiban dan kejahatan yang luar biasa, dengan penduduk yang jumlahnya

banyak, dengan banyak kegiatan di sepanjang trotoir, serta banyak toko kelontong

dan pasar jalanan.

Petugas Polisi, yang dikenal sebagai “Ilotier,” ditugaskan ke wilayah-

wilayah tersebut untuk bekerjasama dengan komunitas setempat. Mereka tidak

menghabiskan waktu disana. Polisi umum di Montreal bekerja dengan sistem

rotasi 35 hari, dengan 21 hari diantaranya merupakan hari kerja, sementara sisa

hari lainnya merupakan hari libur dan akhir pekan. Sepanjang 21 hari kerja itu,

“ Ilotier” menghabiskan waktu 8 jam di kawasan “Ilos” mereka. Selama 8 jam

mereka berjalan-jalan di jalanan, berbicara dengan warga, dan berusaha

membangun pengetahuan komunitas mengenai kebutuhan untuk mengatasi

kejahatan dan ketidaktertiban di komunitas.

Di Port Alberni , ( Andrew, 1998:52) Polmas di Kanada melibatkan para

pemain Skateboard yang sering melewati daerah Kota lama, pada Mal dan pada

dasarnya dimana saja yang mereka biasa kunjungi. Hal ini benar-benar

mengintimidasi dan mengancam para pejalan kaki dan mengganggu masyarakat

bisnis. Pertemuan dengan semua pihak termasuk dari pejabat kota Adan para

pemain Skateboard. Para pemain Skateboard berorganisasi menciptakan suatu

perkumpulan yang anggotanya harus memenuhi persyaratan para pemain

Skateboard dan klub pelayanan setempat membentuk kemitraan untuk

mengumpulkan dana yang cukup untuk membangun taman Skateboard yang dapat

mereka gunakan. Pemerintahan kota memberikan lahan dan menyediakan ahli

untuk membangun taman mereka. Sesekali taman siap digunakan maka

Page 58: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

70

pemerintah kota menetapkan peraturan yang melarang pemain Skateboard untuk

bermain di jalan raya, mal dan trotoir.

Di Ontario , ( Andrew, 1998: 54) masing-masing Polisi Polmas ditugasi

membentuk sebuah pospol dan mendirikan komite penasehat warga yang tugasnya

memberi saran-saran kepada Polisi tersebut mengenai apa yang dikehendaki

warga setempat, serta untuk membantu Polisi itu menjalankan program-program

pemecahan masalah.

b. Model Polmas di Amerika Serikat. ( Sutanto, 2008).

Pertama, Detroid, Michigan, sebuah kota yang penduduknya kurang dari

satu juta orang, Polmas bekerja bersama masyarakat untuk mengembangkan

program-program pencegahan kejahatan, terutama Neighborhood Watch

(semacam Siskamling di Indonesia). Pospol sangat menggantungkan diri pada

relawan dari komunitas setempat untuk membantu bekerja mengimplementasikan

atau mendorong pencegahan kejahatan di komunitas.

New York City mempunyai program yang disebut C-POP (Community

Police Officer Program, atau Program Petugas Polisi Komunitas), mereka

menjalankan tugas semau mereka. Tujuannya adalah mengetahui komunitas

tempat dinasnya dan menemukan cara-cara tentang bagaimana sumberdaya Polisi

dapat dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pemolisian.

Di Houston, Texas, Polmas mencakup dua program, yaitu pembentukan

pospol yang bagian depannya terdiri dari Sembilan ruangan, serta sebuah program

yang disebut DART (Directed Area Response Team, atau Regu yang Ditugaskan

Page 59: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

71

di Wilayah Tertentu). Mereka melakukan pemolisian secara reaktif maupun

proaktif, serta menjalankan mayoritas penyelidikan kriminal di wilayah tersebut.

Di Santa Ana, California, program Polmasnya mencakup pembentukan

empat pospol yang diisi oleh Polisi berseragam. Petugas tersebut melakukan

petrol dari pospol ini. Pospol juga dijaga oleh petugas Polmas sipil. Mereka

bertugas melayani masyarakat, mendorong warga untuk melakukan pencegahan

kejahatan dan lainnya. Sedangkan Polisi biasa di pospol tersebut banyak

melakukan patrol jalanan dan memecahkan persoalan komunitas. (Sutanto, 2008 :

53).

c. Model Polmas di Jepang

Polisi Jepang terdiri dari Badan Kepolisian Nasional (National Police

Agency = NPA) sebagai koordinator dan badan penentu kebijakan dan 47 daerah

Kepolisian sebagai organisasi penegak hukum. Sistem ini terutama didasarkan

pada pemberian otonomi pada setiap Daerah Kepolisian, sedang pengendaliannya

terpusat pada NPA pada tingkat kebijakan tertentu. ( Soichi Ito, 1998 : 39).

Setiap Markas Besar daerah kepolisian memiliki 10-100 Kantor Polisi

Cabang dan sistem Koban dioperasikan di daerah kantor cabang tersebut.

Sistem Koban telah tertanam pada masyarakat Jepang dan telah menarik

perhatian dunia, menjamin ketentraman dan keselamatan kehidupan masyarakat

melalui kontak hubungan kesehatan dengan penduduk setempat. Karena relative

hanya terdapat jumlah petugas Polisi yang kecil dapat melindungi keamanan

daerah setempat maka, kerjasama antara Polisi dan masyarakat adalah syarat

mutlak dalam sistem ini. ( Soichi Ito, 1998 : 40).

Page 60: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

72

Unit dasar dari “Sistem Koban” adalah Koban (pos polisi) dan Chuzaisho

(pos rumah). Koban terletak di wilayah perkotaan dan Chuzaisho terletak di

wilayah pedesaan.

Tugas utama dari petugas Polisi Koban dan Chuzaisho adalah siap

melaksanakan tugas dengan fasilitas Kepolisian yang diberikan, menangani

berbagai laporan, permintaan dan keluhan penduduk, mengambil inisiatif bereaksi

bila terjadi kejahatan atau kecelakaan, melakukan patrol dan melakukan

kunjungan regular ke rumah penduduk di daerah kewenangannya. (Sutanto,

2008:56).

Sistem Koban telah menarik minat kalangan Kepolisian negara-negara

lain. Sistem ini telah “diekspor” ke Negara-negara seperti Singapura dan Brazil.

Bahkan sejak tahun 2003 sistem ini juga telah diuji coba di Indonesia dan mulai

diberlakukan pada 13 Oktober 2005. Sekalipun dalam format dan bentuk yang

berbeda-beda. ( Soichi Ito, 1998 : 44).

C. HUBUNGAN PERAN KEMITRAAN POLRI – MASYARAKAT

DALAM MEMELIHARA STABILITAS KEAMANAN DAN

KETERTIBAN MASYARAKAT DENGAN BEBERAPA MATA

KULIAH DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

1. Hubungannya dengan Pendidikan Kewarganegaraan dan Mata Kuliah

Ilmu Kewarganegaraan.

Warga negara atau dalam bahasa Inggris disebut Citizen, dalam bahasa

Yunani yakni Civics yang berarti penduduk sipil (Citizen). Penduduk Sipil ini

Page 61: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

73

melaksanakan kegiatan demokrasi secara langsung dalam suatu Polis atau Negara

kota. Polis adalah suatu organisasi yang berperan dalam memberikan kehidupan

yang lebih baik bagi warga negaranya.

Aristoteles mengatakan bahwa seseorang yang patut disebut sebagai warga

Negara dalam suatu Negara demokratis belum tentu dapat disebut sebagai warga

Negara dalam sebuah oligarkis. Menurutnya, perbedaan bentuk pemerintahan

berpengaruh besar dalam menentukan atau menetapkan siapakah warga Negara

yang sesungguhnya dari suatu Negara. Jadi menurut Aristoteles, yang disebut

warga Negara adalah orang yang secara aktif ikut mengambil bagian dalam

kegiatan hidup bernegara, yaitu orang yang bisa berperan sebagai orang yang

diperintah, dan orang yang bisa berperan sebagai yang memerintah. Orang yang

diperintah dan yang memerintah itu sewaktu-waktu dapat bertukar peran. Jadi,

tegasnya warga Negara harus sanggup memainkan peranan yang sangat penting

dalam kehidupan bernegara (Rapaar, 1993: 67).

Dalam memainkan peranannya, warga negara harus mampu secara aktif

ikut berperan serta atau berpartisipasi guna menciptakan pembangunan di

negaranya. Partisipasi yang terjadi dalam masyarakat sekarang ini sudah banyak

macamnya. Hal ini dapat disadari karena adanya beberapa faktor yang mungkin

menyebabkan masyarakat ikut berpartisipasi. Jika dilihat dari segi motivasinya,

Khairudin (1992: 126) menyebutkan bahwa, partisipasi anggota masyarakat

terjadi karena:

a. Takut / Terpaksa, b. Ikut-ikutan, dan c. Kesadaran.

Page 62: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

74

Partisipasi yang dilakukan dengan terpaksa atau takut biasanya akibat dari

adanya perintah yang kaku dari pemerintah atau atasan, sehingga masyarakat

seakan-akan terpaksa untuk melaksanakan rencana yang telah ditentukan.

Sedangkan partisipasi yang ikut-ikutan, hanya didorong oleh rasa solidaritas yang

tinggi anatar sesama anggota masyarakat.

Motivasi yang ketiga adalah kesadaran, yaitu partisipasi yang timbul

karena kehendak dari pribadi anggota masyarakat. Hal ini dilandasi oleh dorongan

yang timbul dari hati nurani sendiri dari lahirnya suatu keterbukaan dan keadilan

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi bentuk inilah yang

sesungguhnya sangat diharapkan dapat berkembang dalam masyarakat Indonesia

dalam menciptakan suatu kemitraan dengan pihak Kepolisian guna memelihara

stabilitas Keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan adanya partisipasi yang

didasari dengan kesadaran, maka masyarakat dapat diajak untuk memelihara dan

merasa memiliki objek pembangunan yang diselenggarakan bersama.

Sementara itu Keith Davis (Sastropoetro, 1988: 55) menyebutkan adanya

beberapa jenis dari partisipasi masyarakat, yaitu:

1) Konsultasi bisa dalam bentuk jasa 2) Sumbangan spontan berupa uang/barang 3) Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari

sumbangan individu atau instansi yang berada di lingkungan tertentu 4) Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai sepenuhnya oleh

komunitas 5) Sumbangan dalam bentuk kerja 6) Aksi massa 7) Mengadakan pembangunan di lingkungan keluarga sendiri 8) Membangun proyek komuniti yang sifatnya otonom.

Page 63: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

75

Menurut pendapat ini partisipasi tidak hanya dapat dilakukan dengan

bentuk/berupa tindakan dari partisipasi, tetapi sebuah konsultasi dalam bentuk

jasa dapat merupakan sebuah partisipasi.

Senada dengan hal di atas, Sastropoetro (1988: 56) menegaskan bahwa

partisipasi masyarakat itu dapat digolongkan menjadi:

a) Partisipasi buah pikiran, b) Partisipasi tenaga, c) Partisipasi harta benda, d) Partisipasi keterampilan, dan e) Partisipasi sosial.

Dengan mengkaji beberapa hal yang berkaitan dengan partisipasi

masyarakat di atas, dapat penulis sampaikan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan

dan atau Ilmu Kewarganegaraan sebagai sarana atau wadah yang bertujuan untuk

melahirkan warga Negara yang baik (To be good citizenship) harus dapat menjadi

sebuah pendidikan dan ilmu yang benar-benar mampu mencetak generasi penerus

bangsa yang mampu berperan secara aktif atau berpartisipasi dengan baik

sebagaimana semestinya dalam mendukung program pembenahan, pemeliharaan

serta menciptakan pembangunan yang sukses dalam segala aspek kehidupan.

Pendidikan kewarganegaraan dan Ilmu Kewarganegaraan yang merupakan

salah satu mata kuliah di dalamnya juga harus mampu melahirkan kesadaran

masyarakat bahwa pembangunan yang sukses adalah hasil dari suatu kemitraan

yang solid. Dalam hal ini, tentu kemitraan antara Polri dengan masyarakat sangat

berpengaruh dalam menciptakan serta memelihara stabilitas keamanan dan

Page 64: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

76

ketertiban masyarakat yang pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan “utama”

dalam rangka menunjang suksesnya pembangunan nasional itu sendiri.

Dengan kata lain, dapat penulis sampaikan bahwa antara Pendidikan

Kewarganegaraan, Ilmu Kewarganegaraan, Kemitraan Polri dengan masyarakat,

dan pemeliharaan stabilitas Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas)

sangat saling berhubungan atau memiliki tingkat korelasi yang cukup tinggi dalam

menciptakan pembangunan dalam segala aspek kehidupan khususnya di Negara

tercinta ini.

2. Hubungannya dengan Mata Kuliah Filsafat Hukum.

Semua ilmu memerlukan jasa filsafat yang memberikan premis-premis

dasar atau postulat-postulat atau pengandaian awal. Filsafat hukum adalah ilmu

mencari kebenaran sepanjang kebenaran itu dapat dibuktikan dengan pengalaman.

(Suwarma, 2007: 4)

Sebagaimana pernyataan di atas, filsafat hukum yang pada dasarnya

berusaha mencari hakikat dari suatu kebenaran yang dapat dibuktikan dengan

pengalaman maka jelas terlihat bahwa terdapat keterkaitan antara peranan

kemitraan masyarakat dengan Polri dalam memelihara stabilitas Keamanan dan

ketertiban masyarakat, karena Polri sebagai alat negara harus mampu

melaksanakan filosofi Polmas nya ke dalam peran, tugas, dan fungsinya dalam

melayani, mengayomi, dan melindungi rakyatnya guna tercipta keadaan yang

harmonis dalam negara yang tentu saja harus diawali dengan mencari titik

kesepakatan dalam memahami sisi kebenaran antara kedua aspek yang akan

bekerjasama ini dengan menelusurinya dalam pengalaman bermasyarakat.

Page 65: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

77

3. Hubungannya dengan Mata Kuliah Sosiologi Hukum dan Sosiologi

Politik.

Kemitraan antara Polri dengan masyarakat tentu tidak semudah

membalikan telapak tangan. Maka dari itu, kemampuan saling mempelajari, saling

memahami harus ditonjolkan oleh kedua belah pihak hingga pada akhirnya

keduanya menyadari adanya kesamaan visi dan misi untuk meraih tujuan atau

cita-cita bersama yakni memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban

masyarakat yang harmonis.

Cara atau keterampilan dalam saling mempelajari guna memperoleh

pemahaman yang arif antara pihak Kepolisian dan masyarakat tentu harus di

dasari oleh kemampuannya dalam memahami hukum untuk menimbulkan

kesadaran hukumnya, jelaslah disini adanya unsur sosiologi hukum yang pada

dasarnya ‘mempelajari cara bekerjanya hukum dalam masyarakat, meneliti

pengaruh hukum terhadap masyarakat dan pengaruh terhadap hukum.’ (Suwarma,

2007:16) Jelas bahwa Polri harus mampu memahami hakekat dari sosiologi

hukum ini guna mempelajari hukum dan aplikasinya dalam masyarakat.

Tidak hanya sosiologi hukum, pemahaman dari segi sosiologi politik pun

harus dimiliki oleh Polri untuk dapat saling mempelajari keadaan, adat,

latarbelakang, perilaku atau tindakan baik itu dari masyarakat ataupun pihak

kepolisian. Sehingga baik masyarakat ataupun Polri mampu melakukan

strateginya secara tepat pada target guna menciptakan suatu kemitraan yang solid

Page 66: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

78

antara keduanya dan dapat mengatasi semua halangan atau rintangan sosial dalam

memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.

4. Hubungannya dengan Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Studi Masyarakat

Indonesia.

Mata kuliah Ilmu Sosial dan Studi Masyrakat Indonesia pada dasarnya

mempelajari mengenai manusia sebagai makhluk sosial, permasalahan sosial,

kebudayaan, dan kehidupan masyarakat serta pemecahan masalah dalam

menghadapi segala macam dan jenisnya problematika sosial dalam masyarakat

Indonesia pada khususnya.

Masalah sosial yang beragam di lapangan, besar kecilnya tentu

berhubungan juga dengan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang

pada hakekatnya ini merupakan lapangan kerja bagi Polri dan masyarakat itu

sendiri. Masalah sosial seperti kejahatan, konflik antar ras, kemiskinan,

perceraian, pelacuran, dan lain sebagainya menuntut masyarakat dan pihak

berwenang yang dalam hal ini Polri harus mampu mempelajari dan menemukan

sebab-sebab terjadinya dan mencari alternatif pemecahan masalah bersama. Tentu

saja disini peran kemitraan antara Polri dengan masyarakat menjadi taruhannya.

Kemitraan yang terjalin secara serius dan kerja keras yang optimal antara Polri

dengan masyarakat akan menemukan pemecahan masalah sosial yang cemerlang,

sehingga pemeliharaan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat akan

tercipta sesuai harapan.

Page 67: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

79

Dari pemaparan di atas, dapat disebutkan bahwa mata kuliah Ilmu Sosial

dan Studi Masyarakat Indonesia sangat mempunyai andil besar atau adanya

hubungan erat dengan peranan kemitraan Polri dengan masyarakat dalam

memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.

5. Hubungannya dengan Mata Kuliah Hak Asasi Manusia

Peranan kemitraan Polri dengan masyarakat dalam memelihara stabilitas

keamanan dan ketertiban masyarakat juga memiliki hubungan yang erat dengan

masalah Hak asasi manusia. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa dalam

masyarakat yang demokratis, anggota polisi dan masyarakat bekerja sama bahu-

membahu, bersama-sama menjalin upaya menjamin keamanan dan perlindungan

terhadap setiap anggota masyarakat, tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama

atau status politik.

Hubungan yang baik, antara Polri dengan masyarakat, adalah syarat

mutlak yang sangat dibutuhkan dalam hal ini. Relasi yang baik tersebut

memungkinkan terjadinya penghormatan hak asasi manusia dalam setiap tindakan

polisi dan masyarakat. Hubungan yang baik juga mampu meningkatkan saling

pengertian antara polisi dan masyarakat. Walhasil, usaha pemecahan masalah

yang kreatif dan tindakan-tindakan proaktif dalam perpolisian setiap hari dapat

berlangsung. Polmas dan hak-hak asasi manusia adalah dasar dari perpolisian

ketika polisi melakukan tugas mereka. Relasi yang baik dengan dasar saling

menghargai hak-hak asasi antara Polri dengan masyarakat akan membantu dalam

upaya pencegahan, dan pendeteksian kejahatan.

Page 68: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

80

Setiap kali berbicara tentang hak asasi manusia, kita tidak boleh

melupakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of

Human Rights) yang dirumuskan pada 10 Desember 1948 dan Deklarasi Wina

yang membahas hak asasi manusia, 14-15 Juni 1993 di Austria. Tim Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam buku “Pedoman Pelatihan Polri” (2006:60)

menyebutkan bahwa “dalam perkembangannya naskah Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia tersebut telah melampaui beberapa tonggak sejarah, dengan

diterimanya dua Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu; (1) Konvensi Hak

Sipil dan Politik; dan (2) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Berkenaan dengan hal ini, tugas pokok Polri yang melindungi,

mengayomi, melayani, dan menegakkan hukum dalam rangka menciptakan dan

memelihara situasi Kamtibmas, anggota masyarakat dapat memainkan peranan

yang sangat penting dalam membantu polisi melaksanakan tugas-tugasnya. Antara

lain, dengan membantu polisi mengidentifikasi, memecahkan kasus kejahatan, dan

membersihkan masyarakat dari perilaku kejahatan dan gangguan Kamtibmas

lainnya. Patut kita sadari, partisipasi aktif masyarakat tidak datang begitu saja.

Petugas Kepolisian tidak dapat mengharapkan partisipasi aktif dari masyarakat

apabila Polri sendiri tidak menghormati masyarakat, menyalahgunakan

wewenang, melanggar hak asasi manusia, dan menunjukkan perilaku yang tidak

profesional. Anggota masyarakat tidak akan pernah mau percaya dan bekerja

dengan Polri yang melakukan kejahatan, yang menerima suap, yang menutup-

nutupi kejahatan, yang menggunakan kekerasan yang berlebihan atau

menunjukkan perilaku lainnya yang tidak etis.

Page 69: BAB II LANDASAN TEORITIS KEMITRAAN POLRI DENGAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053823_chapture2.pdf · Dari kata Politeia itu kemudian timbul kata Politik yang dimaksudkan

81

Tidak hanya sepihak dari Polri, masyarakat pun dituntut untuk bersikap

profesional dan menjungjung komitmen berdasar menghargai setiap hak-hak asasi

manusia. Apabila masyarakat memahami peran polisi, maka mereka akan mampu

mengidentifikasi pelanggaran hak asasi manusia. Landasan Polmas adalah

kemitraan yang terjalin antara Polri dan Masyarakat yang patuh hukum. Dengan

demikian, masyarakat dengan sukarela mau membantu polisi dalam memberantas

kejahatan. Bekerja dalam kemitraan dengan masyarakat juga akan menjamin

munculnya berbagai pendekatan pemecahan masalah yang kreatif yang

menghormati hak-hak asasi manusia.

Dengan demikian, untuk menciptakan serta memelihara stabilitas

keamanan dan ketertiban masyarakat, baik pihak Kepolisian maupun dari pihak

Masyarakat itu sendiri hendaknya memiliki pemahaman mengenai menghargai

hak-hak asasi manusia, sehingga kemitraan yang terbina akan tetap menciptakan

suasana yang harmonis dan saling menghargai. Hal ini dapat diperoleh dengan

mempelajari mata kuliah “Hak Asasi Manusia” bagi mahasiswa/i Pendidikan

Kewarganegaraan pada khususnya, dan memiliki pengetahuan serta pemahaman

mengenai Hak Asasi Manusia secara universal bagi masyarakat luas pada

umumnya.

Dari pemaparan di atas, jelas hal ini menggambarkan hubungan atau

korelasi antara peranan kemitraan Polri-Masyarakat dalam memelihara stabilitas

keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dengan mata kuliah “Hak

Asasi Manusia” bagi penulis pada khususnya, dan bagi mahasiswa/i Pendidikan

Kewarganegaraan pada umumnya.