BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERAN GURU SEBAGAI …
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PERAN GURU SEBAGAI …
14
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG PERAN GURU SEBAGAI EDUCATOR,
MANAGER, ADMINISTRATOR, SUPERVISOR, LEADER, INOVATOR,
MOTIVATOR, DINAMISATOR, EVALUATOR, DAN FASILITATOR.
A. Teori Peran Guru
1. Peran
Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
pemain, tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat (KBBI, 1996 : 751).
Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2012 : 33), peran ialah pola
tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari
pekerjaan atau jabatan tertentu.
2. Guru
Pengertian guru menurut Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen, Pasal 1, ayat 1: menyebutkan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan peserta didik usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah (Husein, 2017 : 76).
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber utama
ilmu pendidikan Islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada
pengertian pendidik atau guru. Istilah tersebut antara lain al-murabbi, al-
15
mu’allim, al-muzakki,al-‘ulamâ, al-râsikhûn fi al-‘ilm, ahl-al-dzikr, al-
muaddib, al-mursyid, ulul al-bâb, al-faqîh, al-muwa’idz.
Al-murabbi berarti pendidik. Al-mu’allim berarti pengajar yang
memberikan informasi tentang kebenaran dan ilmu pengetahuan. Istilah al-
mu’allim ini termasuk yang banyak digunakan di desa-desa di Indonesia,
dengan pengertian sebagai orang yang menjadi guru agama dan pemimpin
spiritual di masyarakat.
Al-muzakki mempunyai arti orang yang melakukan pembinaan mental
dan karakter yang mulia, dengan cara membersihkan si anak dari pengaruh
akhlak yang buruk, terampil dalam mengendalikan hawa nafsu.
Al-‘ulamâ mempunyai arti sebagai orang yang paling takut (takwa)
kepada Allah dan mendalami ilmu agama, juga sebagai seorang peneliti
(researcher) dan scientist, yakni sebagai seorang peneliti yang menghasilkan
berbagai temuan dalam bidang ilmu agama. Namun demikian, pengertian
yang umum digunakan mengenai al-‘ulamâ ini yaitu sesorang yang luas dan
mendalami ilmu agama, memiliki karisma, akhlak mulia, dan kepribadian
yang saleh.
Al-râsikhûn fi al-‘ilm mempunyai arti orang yang tidak hanya dapat
memahami sesuatu yang besifat empiris atau eksplisit, melainkan juga
memahami makna, pesan ajaran, spirit, jiwa, kandungan, hakikat, substansi,
inti, dan esensi dari segala sesuatu.
Ahl al-dzikr mempunyai arti sebagai orang yang menguasai ilmu
pengetahuan atau ahli penasihat, yaitu orang yang pandai mengingatkan. Ia
16
adalah orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang benar-benar
diakui para ahli lainnya, sehingga ia pantas disebut sebagai pakar, dan
pendapat-pendapatnya layak untuk dijadikan rujukan.
Al-muaddib mempunyai arti sebagai orang yang memiliki akhlak dan
sopan santun, seseorang yang terdidik dan berbudaya, sehingga ia memiliki
hak moral dan daya dorong untuk memperbaiki masyarakat. Di dalam sejarah
istilah al-muaddib digunakan untuk jabatan guru yang mengajar para calon
raja atau putra mahkota di istana-istana raja. Al-muaddib adalah guru istana
dengan tugas menyiapkan calon pemimpin bangsa. Pendidikan yang
diberikan oleh al-muaddib kepada para putra mahkota atau pangeran itu,
antara lain sastra, keterampilan berpidato, sejarah orang-orang yang sukses
dan teladan, akhlak mulia, dan berbagai keterampilan fisik lainnya seperti
berenang, memanah, dan mengendarai kuda.
Al-mursyid adalah orang yang yarsyudûn, yakni selalu berdoa kepada
Allah SWT, dan senantiasa melaksanakan dan memenuhi panggilan-Nya.
Selain itu, ia juga senantiasa mengutamakan dan menjunjung moralitas dan
patuh kepada Tuhan. Ia juga sebagai orang yang cerdas serta mampu
memanfaatkan kecerdasannya itu untuk tujuan-tujuan yang mulia. Dalam
sejarah istilah mursyid digunakan untuk istilah guru pada pendidikan yang
diselenggarakan di pusat-pusat pendidikan calon sufi, yang dikenal dengan
nama lembaga pendidikan al-ribath.
Ulul al-bâb diartikan bukan hanya orang yang memiliki daya pikir dan
daya nalar, melainkan juga daya zikir dan spiritual. Kedua daya ini digunakan
17
secara optimal dan saling melengkapi sehingga menggambarkan
keseimbangan antara kekuatan penguasaan ilmu pengetahuan (sains) dan
penguasaan terhadap ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai spiritualitas, seperti
keimanan, ketakwaan, ketulusan, kesabaran, dan ketawakalan.
Al-faqîh diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama
yang mendalam. Istilah ini lazim digunakan untuk orang-orang yang
mendalami ilmu agama di berbagai pondok pesantren.
Al-muwa’idz diartikan sebagai pemberi pelajaran yang bersifat nasihat
spiritual kepada manusia, agar manusia tersebut tidak menyekutukan Tuhan,
karena selain dianggap sebagai perbuatan zalim dan sangat tidak layak
dilakukan terhadap Tuhan, juga karena menyekutukan Tuhan itu akan
merugikan manusia, merampas hak-haknya, dan menjadikannya sebagai
budak aau jajahan, serta menjatuhkan harkat dan martabat manusia, dengan
segala deritanya.
Adanya berbagai istilah sebagaimana tersebut di atas menunjukkan
bahwa seorang pendidik dalam ajaran Islam memiliki peran dan fungsi yang
sangat luas (Nata, 2017 : 139-144).
Di Jawa terdapat istilah soko guru. Soko berarti tiang dan guru berarti
utama. Jadi, soko guru berarti tiang utama, yaitu tiang yang menyangga beban
terberat dari sebuah bangunan rumah. Oleh karena itu, soko guru pada
umumnya tiang besar dan kuat serta berada di tengah bangunan. Selaras
dengan itu, guru mempunyai tugas menyangga beban berat (mulia).
Karenanya, ungkapan guru pantas dan layak digugu dan ditiru cukup
18
mewarnai kehidupan masyarakat Jawa. Itulah sebabnya, guru sering menjadi
tumpuan pertanyaan, pengaduan, dan sumber segala aktivitas kehidupan
masyarakat, lebih-lebih masyarakat di pedesaan. Tidak jarang, guru
mendapatkan jabatan yang berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat,
seperti ketua RT atau ketua RW dan ketua panitia kegiatan yang lain (Aqib,
2010 : 1-2).
Di negara-negara Timur sejak dahulu kala guru dihormati oleh
masyarakat. Orang India dahulu, menganggap guru itu sebagai orang suci
atau sakti. Di Jepang, guru disebut sensei, artinya “yang lebih dahulu lahir”,
“yang lebih tua”. Di Inggris, guru dikatakan “teacher”dan di Jerman ”der
lehrer”, keduanya berarti “pengajar”. Akan tetapi kata guru sebenarnya
bukan saja mengandung arti “pengajar”, melainkan juga “pendidik”, baik di
dalam maupun di luar sekolah. Ia harus menjadi penyuluh masyarakat
(Daradjat 2016 : 39-40).
3. Peranan Guru
Peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan
dengan kemajuan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi
tujuannya. Perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar
membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan
kompetensinnya karena proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa
sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru.
19
Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan
belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil
belajar siswa berada pada tingkat optimal. Peranan dan kompetensi guru
dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Adam & Decey dalam Basic Principles of Student
Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing,
pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator,
dan konselor (Uzer, 1997 : 7).
Menurut Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, Pasal 6: menyebutkan bahwa kedudukan guru dan dosen sebagai
tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis (Husein, 2017 : 70).
B. Guru sebagai Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader,
Inovator, Motivator, Dinamisator, Evaluator, dan Fasilitator.
1. Educator
Educator dalam Kamus Bahasa Inggris, mempunyai arti ahli dalam
ilmu dasar-dasar pendidikan dan pengajaran (Ali, 2003 : 274).
Menurut Zainal Aqib (2015:37) peran guru sebagai educator mempunyai
fungsi:
20
a. Mengembangkan kepribadian
b. Membimbing
c. Membina budi pekerti
d. Memberikan pengarahan
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Mereka ini, tatkala
menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti pelimpahan sebagian
tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan
pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada
sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru
(Daradjat, 2016 : 39).
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi
bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus
memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri, dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus memiliki kelebihan
dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional moral, sosial, serta berusaha
berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga
harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di
sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam
merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam
21
pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni seuai dengan bidang yang dikembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri
(independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan
kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan
mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama,
berkaitan dengan masalah pembelajaran dan pesera didik, tidak menunggu
perintah atasan atau kepala sekolah.
Sedangkan disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai
peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesioanl, karena
mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama
dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin guru harus
memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya
(Mulyasa, 2007 : 38).
Pendidik dalam perspektif Islam, sebagai pemegang amanah mendidik
dan mengajar, yang memiliki dua peran sekaligus, yaitu peran transfer of
knowledge dan transfer of value. Misi ilmu pengetahuan meniscayakan
pendidik untuk menyampaikan ilmu sesuai dengan perkembangan dan
tuntutan masa depan (aspek IQ) shingga sebagai generasi yang hidup pada
hari ini dan untuk esok dari mata rantai yang ada dan terkait dengan hari
kemarin, peserta didik tidak terputus dari mata rantai yang ada dan terasing
22
dari dunianya, tetapi justru dapat mengambil inisiatif dan peran di tengah-
tengah masyarakat.
Misi pewarisan nilai mengharuskan seorang pendidik untuk
memberikan bekal mental, moral serta spiritual kepada peserta didik (aspek
EQ dan SQ) secara bersama-sama. Kemampuan untuk mengambil apa yang
baik dari masa lalu dan menimbang apa yang baik pada masa kini merupakan
suatu keterampilan analisis dan sintetis secara bersama-sama yang harus
dimiliki oleh seorang guru.
Profesionalisme seorang pendidik, baik secara intelektual, moral, dan
spiritual sangat memegag peranan penting ketika pendidikan Islam ingin maju
dan berkembang. Indikator profesionalitas seorang pendidik menurut HAR
Tilaar sebagaimana dikuti Agus Maimun (2011 : 29-30), setidaknya dapat
dilihat dari dua hal berikut:
a. Dasar ilmu yang kuat. Seorang pendidik yang profesional haruslah
memiliki dasar ilmu yang kukuh sesuai dengan bidangnya sekaligus
memilikiwawasan keilmuan lintas disiplin.
b. Penguasaan strategi profesi berdasarkan pada riset di lapangan. Hendaknya
seorang pendidik di samping memiliki pengetahuan secara teoritis terhadap
berbagai hal keilmuan, juga harus diimbangi dengan pengetahuan dan
kemampuan praktsi di lapangan (Salim, Kurniawan, 2012 : 161-163).
2. Manager
Manager dalam Kamus Bahasa Inggris, mempunyai arti pengelola,
pengatur, direktur, manajer (Ali, 2003 : 506).
23
Peran guru sebagai learning manager atau pengelola kelas adalah
mampu mengelola kelas sebagai lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.
Sementara itu pengelolaan kelas sendiri dapat diartikan sebagai keterampilan
guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan
mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.
Dengan kata lain kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar. Yang termasuk ke
dalam hal ini misalnya penghentian tingkah laku yang menyelewengkan
perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas
oleh siswa, atau penetapan norma kelompok yang produktif (Uzer, 1997 : 14).
Ahmad Rohani menyebutkan bahwa pengelolaan kelas dan pengelolaan
pengajaran adalah dua kegiatan yang sangat erat hubungannya, namun dapat
dan harus dibedakan satu sama lain karena tujuannya berbeda. Kalau
pengajaran (instruction) mencakup semua kegiatan yang secara langsung
dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan
entry behavior peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberi
informasi, bertanya, menilai dan sebagainya), maka pengelolaan kelas
menunjuk kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan
kondisi yang optimal bagi terjadinya proses pembelajaran (pembinaan
“raport”, penghentian tingkah laku peserta didik yang menyelewengkan
perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas
oleh penetapan norma kelompok yang produktif, dan sebagainya).
24
Dengan kata lain, di dalam proses belajar mengajar di sekolah dapat
dibedakan adanya dua kelompok masalah, yaitu masalah pengajaran dan
masaah pengelolaan kelas. Masalah pengelolaan yang harus ditanggulangi
dengan tindakan korektif pengelolaan, sedangkan masalah pengajaran harus
ditanggulangi dengan tindakan kokretif instruksional. Pengelolaan kelas yang
efektif merupakan prasyarat mutlak terjadinya proses belajar mengajar yang
efektif (Rohani, 2010 : 143-144).
Jika melihat dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 41 tahun 2007 tanggal 23 Novmber 2007 tentang Standar Proses
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan mengenai tatacara
pengelolaan kelas. Adapun pengelolaan kelas tersebut adalah
a. Guru mengatur tempat duduk peserta didik sesuai dengan karakteristik
mereka serta aktivitas pembelajaran yang dilakukan.
b. Volume dan intonasi suara guru dalam kegiatan pembelajaran harus dapat
didengar dengan baik oleh peserta didik.
c. Tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik.
d. Guru menyesuaikan materi pembelajaran dengan kecepatan dan
kemampuan belajar peserta didik.
e. Guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan
keputusan pada peraturan dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
f. Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil
belajar peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
25
g. Guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama,
suku, jenis kelamin, dan status sosial.
h. Guru menghargai pendapat peserta didik.
i. Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi.
j. Pada setiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran
yang diampunya.
k. Guru memulai dan mengakhiri kegiatan pembelajaran sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan (Aqib, 2010 : 125).
3. Administrator
Administrator dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mempunyai arti
direktur perusahaan, pengurus; penata usaha; penguasa atau pembesar
setempat; orang yang mempunyai kemampuan memerintah yang sangat baik;
pemimpin dibidang pelaksanaan peraturan, prosedur dan kebijakan (KBBI,
1996 : 8).
Sementara pengertian administrasi sendiri menurut para ahli adalah
sebagai berikut:
a. Menurut Munawardi Reksohadiprawiro, administrasi dalam arti sempit
berarti tata usaha yang mencakup setiap pengaturan yang rapi dan
sistematis serta penentuan fakta-fakta secara tertulis, dengan tujuan
memperoleh pandangan yang menyeluruh serta hubungan timbal balik
antara satu fakta dengan fakta lainnya.
26
b. Menurut G. Kartasapoetra, administrasi adalah: Suatu alat yang dapat
dipakai menjamin kelancaran dan keberesan bagi setiap manusia untuk
melalukan perhubungan, persetujuan dan perjanjian atau lain sebagainya
antara sesama manusia dan/atau badan hukum yang dilakukan secara
tertulis.
c. Menurut Haris Muda, administrasi adalah: Suatu pekerjaan yang sifatnya:
mengatur segala sesuatu pekerjaan yang berhubungan dengan tulis-
menulis, surat menyurat dan mencatat (membukukan) setiap
perubahan/kejadian yang terjadi di dalam organisasi itu (Karyana, et al,
2014 : 8).
Slamet Wijadi Atmosudarmo eperti yang dikutip oleh Saiful Sagala,
(2008 : 22) mengemukakan bahwa pengertian administrasi dapat ditinjau dari
sudut:
a. Institusional, yaitu administrasi adalah keseluruhan orang atau kelompok
orang-orang sebagai suatu kesatuan menjalankan proses kegiatan untuk
mencapai tujuan bersama;
b. Fungsional, yaitu segala kegiatan dan tindakan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan termasuk tindakan untuk menentukan tujuan itu sendiri,
tindakan tersebut bersifat melihat ke depan; dan (3) administrasi sebagai
suatu proses yang berupa kegiatan-kegiatan pemikiran-pemikiran,
pengaturan-pengaturan sejak dari penentuan tujuan sampai
penyelenggaraan sehingga tercapai tujuan tersebut
27
Menurut Zainal Aqib (2015 : 38) peran guru sebagai administrator
mempunyai fungsi:
a. Membuat daftar presentasi
b. Membuat daftar penilaian
c. Melaksanakan teknis administrasi sekolah.
Hubunganya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang pendidik
dapat berperan, sebagai berikut:
a. Sebagai pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai kegiatan-kegiatan
pendidikan. Hal ini berarti pendidik turut serta memikirkan kegiatan-
kegiatan pendidikan yang direncanakan serta nilainya.
b. Sebagai wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah
pendidik menjadi anggota suatu masyarakat, pendidik harus
mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat dalam arti yang baik.
c. Sebagai orang yang ahli dalam mata pelajaran, pendidik bertanggung
jawab mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa
pengetahuan.
d. Sebagai penegak disiplin, pendidik harus menjaga agar tercapai suatu
disiplin.
e. Sebagai pelaksana adminstrasi pendidikan. Di samping sebagai pengajar,
pendidik pun bertanggung jawab akan kelancaran jalannya pendidikan dan
ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi.
28
f. Sebagai pemimpin generasi muda. Masa depan peserta didik terletak di
tangan pendidik. Pendidik berperan sebagai pemimpin mereka dalam
mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
g. Sebagai penerjemah kepada masyarakat, artinya pendidik berperan untuk
menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada
masyarakat, khusunya masalah-masalah pendidikan (Salim, Kurniawan,
2012 : 158-159).
4. Supervisor
Supervisor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mempunyai arti
pengawas utama; pengontrol; utama; penyelia (KBBI, 1996 : 978).
Menurut Nur Aedi (2014 : 12), supervisor adalah istilah bagi orang
yang melakukan supervisi, seseorang yang profesional ketika menjalankan
tugasnya. Ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan
mutu pendidikan. Sementara supervisi sendiri mempunyai arti pandangan dari
orang yang lebih ahli kepada orang yang memiliki keahlian di bawahnya.
Menurut Zainal Aqib (2015 : 38), fungsi guru sebagai supervisor adalah
a. Memantau
b. Menilai
c. Memberikan bimbingan teknis
Supervisi dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah tidak
terjadi begitu saja. Setiap kegiatan supervisi yang dilakukan oleh supervisor
terkandung maksud-maksud tertentu yang ingin dicapai. Maksud yang ingin
dicapai itu tentu saja berkaitan dengan tujuan supervisi yang berkaitan erat
29
dengan tujuan pendidikan di sekolah. Sebab supervisi pada dasarnnya
dilaksanakan dalam rangka membantu pihak sekolah (guru-guru) agar dapat
melaksanakan tugasnya secara lebih baik dan berkualitas, sehingga tujuan
(pembelajaran) yang diharapkan bisa dicapai secara optimal (Muslim, 2010).
Sementara itu supervisi sendiri mempunyai pengertian suatu aktivitas
pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai
sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif (Purwanto,
2009 : 76).
Menurut Feter F. Olivia seperti yang dikutip oleh Sri Banun Muslim
(2010 : 47). tujuan supervisi adalah membantu guru dalam mengembangkan
proses kegiatan belajar mengajar, membantu guru dalam menterjemahkan dan
mengembangkan kurikulum dalam proses belajar mengajar, dan membantu
sekolah (guru) dalam mengembangkan staf.
Agar proses pengawasan atau supervisi, guru perlu memperhatikan
prinsip-prinsip supervisi seperti yang disebutkan oleh Depdiknas. Prinsip-
prinsip seperti itu adalah
a. Supervisi hendaknya mulai dari hal-hal yang positif.
b. Hubungan antara pembina (supervisor) dan guru hendaknya didasarkan
atas hubungan kerabat kerja.
c. Supervisi hendaknya didasarkan atas pandangan yang objektif.
d. Supervisi hendaknya didasarkan pada tindakan yang manusiawi dan
menghargai hak-hak asasi manusia.
30
e. Supervisi hendaknya mendorong pengembangan potensi, inisiatif dan
kreativitas guru.
f. Supervisi yang dilakukan hendaknya sesuai dengan kebutuhan masing-
masing guru.
g. Supervisi hendaknya dilakukan secara terus-menerus dan
berkesinambungan serta tidak mengganggu jam belajar efektif.
5. Leader
Leader dalam Kamus Bahasa Inggris, mempunyai arti komandan,
pimpinan, kepala, artikel utama/editorial (Ali, 2003 : 481).
Tipe kepemimpinan seseorang (guru) akan mewarnai suasana
organisasi/kelas yang dipimpinnya. Menurut Raka Joni (1985) tipe
kepemimpinan guru yang lebih berat pada otoriter akan menghasilkan sikap
siswa yang yang submisive atau apatis. Tapi dipihak lain akan menumbuhkan
sikap agresif. Para guru di sekolah dalam melaksanakan tugasnya di kelas
sebaiknya cenderung menggunakan tipe kepemimpinan yang demokratis, hal
ini terlihat dari perilaku guru yang tampak penuh persahabatan, saling
mempercayai, dalam memecahkan permasalahan kesulitan belajar. Dalam
pemecahan masalah kepemimpinan ini senantiasa melibatkan siswa,
menghargai pendapat siswa, kemudian siswa diperlakukan sebagai individu
yang bertanggung jawab, berharga dan mampu mengatasi persoalan yang
dihadapinya di kelas.
Bila dalam proses belajar mengajar, guru-guru menggunakan metode
diskusi, juga dalam menetapkan suatu kegiatan tampak peran guru
31
menunjukkan perubahan, ia bukan hanya sebagai pihak pelaksana, tetapi yag
lebih utama guru dan siswa mempunyai kesempatan mengemukakan segala
yang dirasakan secara terbuka.
Tipe kepemimpinan yang dilakukan para guru tidak saja hanya
menggunakan tipe kepemimpinan demokratis, tetapi juga bila diperlukan
digunakan pendekatan otoriter. Tipe ini digunakan apabila siswa sudah tidak
bisa diajak musyawarah atau bersifat apatis. Dengan demikian tipe
kepemimpinan yang digunakan bervariasi sesuai dengan tuntutan atau
kebutuhan sehingga apa yang dilakukan oleh guru benar-benar mampu
membangkitkan motivasi, semangat para siswa dalam melakukan kegiatan
belajar (Sagala, 2008 : 87-88).
Menurut Zainal Aqib (2015 : 38), sebagai seorang leader, seorang guru
mengawal pelaksanaan tugas dan fungsi tanpa harus mengikuti secara kaku
ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
6. Inovator
Inovator dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mempunyai arti orang
yang memperkenalkan gagasan, metode yang baru (KBBI, 1996 : 381).
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan
yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam
dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya
pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita.
Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh
dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan
32
dalam pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik,
jika tidak maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yan
berakibat tidak menggunakan potensi yang dimilikinya.
Unsur yang hebat dari manusia adalah kemampuannya untuk belajar
dari pengalaman orang lain. Kita menyadari bahwa manusia normal dapat
menerima pendidikan, dengan memiliki kesempatan yang cukup, ia dapat
mengambil bagian dari pengalaman yang bertahun-tahun, proses belajar serta
proses prestasi manusia dan mewujudkan yang terbaik dalam suatu
kepribadian yang unik dalam jangka waktu tertentu (Mulyasa, 2007 : 44-45).
Peran guru sebagai inovator mempunyai fungsi:
a. Melakukan kegiatan kreatif
b. Menemui strategi, metode, cara-cara, atau konsep yang baru dalam
pengajaran (Aqib, 2015 : 38).
7. Motivator
Motivator dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mempunyai arti orang
(perangsang) yang menyebabkan timbulmya motivasi pada orang lain untuk
melaksanakan sesuatu; pendorong; penggerak (KBBI, 1996 : 666).
Istilah motivasi menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam
stimulasi tindakan ke arah tujuan tertentu di mana sebelumnya tidak ada
gerakan menuju ke arah tujuan tersebut.
Guru merupakan penggerak kegiatan belajar para siswanya. Ia harus
menyusun suatu tentang cara-cara melakukan tindakan serta mengumpulkan
33
bahan-bahan yang dapat membangkitkan serta menolong para siswa agar
mereka terus melakukan usaha-usaha yang efektif untuk mencapai tujuan-
tujuan belajar. Sebagian dari siswa yang masuk sekolah dan meiliki tujuan-
tujuan belajar dalam pikirannya. Bagi mereka ini mungkin hanya diperlukan
sedikit bantuan untuk sekolah tanpa memiliki tujuan apa-apa. Kepada mereka
ini perlu diberikan banyak bantun agar mereka melihat tujuan-tujuan belajar
yang bermakna bagi mereka.
Tiap guru berusaha memotivasi semua anak dengan teknik yang sama
sehingga mungkin sebagian akan tertolong, tetapi sebagian lagi tidak. Oleh
karena itu, guru perlu terus belajar mengenai cara-cara membangkitkan motif
ini. Suatu teori menyatakan bahwa pemberian motivasi yang berhasil harus
berasal dari pemenuhan kebutuhan dasar para siswa itu.
Oemar Hamalik (2012 : 184-186) menyebutkan ada beberapa teknik
memotivasi berdasarkan teori kebutuhan, yaitu
a. Pemberian penghargaan atau ganjaran
Teknik ini di anggap berhasil bila menumbuh kembangkan minat
siswa. Minat adalah perasaan seseorang bahwa apa yang di pelajari atau di
lakukannya bermakna bagi dirinya. Pemberian penghargaan dapat
membangkitkan minat anak untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu.
b. Pemberian angka atau grade
Apabila pemberian angka atau grade didasarkan atas perbandingan
interpersonal dalam prestasi akademis, hal ini akan menimbulkan dua hal:
34
anak yang mendapat angka baik dan anak yang mendapat angka jelek.
Pada anak yang mendapat angka jelek mungkin akan berkembang rasa
rendah diri dan tak ada semangat terhadap pekerjaan-pekerjaan sekolah.
c. Keberhasilan dan tingkat aspirasi
Istilah “tingkat aspirasi” menunjuk kepada tingkat pekerjaan yang
diharapkan pada masa depan berdasarkan keberhasilan atau kegagalan
dalam tugas-tugas yang mendahulinya. Konsep ini berkaitan erat dengan
konsep seseorang tentang dirinya dan kekuatan-kekuatannya. Dalam
hubungan ini guru dapat menggunakan prinsip bahwa tujuan-tujuan harus
dapat dicapai dan para siswa merasa bahwa mereka akan mampu
mencapainya.
d. Pemberian pujian
Teknik lain untuk memberikan motivasi adalah pujian. Namun, harus
diingat bahwa efek pujian itu bergantung pada siapa yang memberi pujian
dan siapa yang menerima pujian itu.
e. Kompetisi dan kooperasi
Persaingan merupakan insentif pada kondisi-kondisi tertentu, tetapi
dapat merusak pada kondisi yang lain. Dalam kompetisi harus terdapat
kesepakatan yang sama untuk menang. Kompetisi harus mengandung
tingkat kesamaan dalam sifat-sifat para peserta.
f. Pemberian harapan
Harapan selalu mengacu ke depan. Artinya, jika seseorang berhasil
melaksanakan tugasnya atau berhasil dalam kegiatan belajarnya, dia dapat
35
memperoleh dan mencapai harapan-harapan yang telah diberikan
kepadanya sebelumnya. Harapan itu dapat merupakan hadiah, kedudukan,
nama baik, atau sejenisnya.
8. Dinamisator
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dinamisator mempunyai arti
sesuatu yang menimbulkan (menjadikan) dinamika; hal yang atau benda yang
menyebabkan timbulnya tenaga untuk selalu bergerak (KBBI, 1996 : 234).
Peran guru sebagai dinamisator mempunyai fungsi memberikan
dorongan kepada siswa dengan cara menciptakan suasana lingkungan
pembelajaran yang kondusif (Aqib, 2015: 38).
Menurut Warsono dan Hariyanto (2012 : 24), membangun
pembelajaran yang kondusif bagi terselenggaranya pembelajaran aktif yang
baik erat kaitannya dengan peran guru sebagai fasilitator. Harrison (1998)
dalam Tylee (2000) menghadirkan model SPACE bagi terciptanya kondisi
pembelajaran yang optimal.
Pada prinsipnya model yang harus dibangun guru tersebut adalah
membuat para siswanya mampu memanifestasikan hal-hal sebagai berikut.
a. Self-affirmation, yaitu peserta didik harus memandang dirinya sendiri
sebagai peserta didik yang efektif, sedangkan tugas guru adalah
memberikan masukan-masukan yang mampu memperkuat pandangan
siswa tersebut.
36
b. Personal meaning, yaitu siswa yang mampu menemukan makna
pembelajaran, artinya pembelajaran relevan dengan kebutuhan dirinya.
c. Active learning, yaitu siswa aktif selama kegiatan pembelajaran, dapat
berupa secara fisik melakukan sesuatu atau secara intelektual melakukan
sesuatu (sebagai abstraksi dari peserta didik yang bersifat reflektif).
d. Colaborative, yaitu siswa mampu berkolaborasi satu sama lain dalam
proses pembelajaran dan tidak berpandangan bahwa belajar itu merupakan
pengalaman terisolasi.
e. Empowering, yaitu siswa membentuk proses belajar, mengontrol apa yang
sudah dipelajarinya dan mampu mengontrol arah pembelajaran.
9. Evaluator
Evaluator merupakan orang yang melakuakan evaluasi. Sementara
evaluasi sendiri mempunyai arti, secara etimologi kata evaluasi berasal dari
bahasa Inggris evaluation, akar katanya value yang berarti nilai atau marga.
Nilai dalam bahasa arab di sebut al-qimah atau al-taqdir. Dengan demikian
secara harfiah evaluasi pendidikan al- taqdiir al-tarbawiy dapat di artikan
sebagai penilaian dalam bidang pendidikan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan pendidikan. Sedangkan secara terminologi evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek
dengan menggunakan intrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak
ukur memperoleh kesimpulan.
Peran guru sebagai evaluator mempunyai fungsi:
a. Menyusun instrumen penilaian
37
b. Melaksanakan penilaian dalam bebagai bentuk dan jenis penilaian
c. Menilai pekerjaan siswa (Aqib, 2015 : 38).
Dalam proses belajar mengajar, hendaknya pendidik menjadi seorang
evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang
diajarkan sudah cukup tepat atau belum. Maka dengan penilaian, pendidik
dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan peserta didik
terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
Tujuan lain dari penilaian ini diantaranya untuk mengetahui kedudukan
peserta didik di dalam kelas atau kelompoknya, dengan menelaah pencapaian
tujuan pengajaran, pendidik dapat mengetahui apakah proses belajar mengajar
yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik daan memuaskan
atau sebaliknya. Jadi, jelaslah bahwa pendidik hendaknya mampu dan
terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian, pendidik dapat
mengetahui prestasi yang dicapai oleh peserta didik setelah ia melaksanakan
proses belajar-mengajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik, pendidik
hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh
peserta didik dari waktu ke waktu. Informasi yang telah diperoleh melalui
evaluasi inimerupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar-
mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses blajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian, proses
38
belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil
yang optimal (Salim, Kurniawan, 2012 : 157-158).
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap
ranah psikologis yang yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses
belajar siswa. Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu
berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar.
Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan
dengan upaya pengungkapan hasil belajar. ada beberapa alternatif norma
pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar
mengajar. Diantara norma-norma pengukuran tersebut ialah:
a. Norma skala angka 0 sampai 10.
b. Norma skala angka dari 0-100.
Angka terendah yang menyatakan kelulusan/ keberhasilan belajar
(passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100
adalah 55 atau 60. Alhasil pada prinsipnya jika seorang siswa dapat
menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari
setngah instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap memenuhi target
minimal keberhasilan belajar. namun demikian, kiranya perlu
dipertimbangkan oleh para guru sekolah penetapan passing grade yang lebih
tinggi (mislanya 65 atau 70) untuk pelajaran-pelajaran inti seperti bahasa dan
matematika.
Selanjutnya, selain norma-norma tersebut, ada pula norma lain yang di
negara kita baru berlaku di perguruan tinggi, yaitu norma prestasi belajar
39
denngan menggunakan simbol huruf-huruf A, B, C, D, dan E. Simbol-simbol
huruf ini dapat dipandanng sebagai terjemahan dari simbol angka-angka
sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 2.1
Perbandingan Nilai Angka dan Huruf
Simbol-Simbol Nilai Angka dan Huruf Predikat
Angka Huruf
8-10 = 80-100 = 3,1-4
7-7,9 = 70-79 = 2,1-4
6-6,9 = 60-69 =1,1-2
5-5,9 = 50-59 = 1
0-4,9 = 0-49 = 0
A
B
C
D
E
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
(Syah, 2010 : 148)
Perlu ditambahkan bahwa simbol nilai angka yang berskala antara 0 sampai 4
seperti yang tanpak pada tabel di atas lazim dipakai di perguruan tinggi.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa
adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi
tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkap atau diukur.
Selanjutnya agar pemahaman lebih mendalam mengenai kunci pokok tadi dan
untuk memudahkan dalam menggunakan alat dan kiat evaluasi yang
dipandang tepat, reliable, dan valid.
40
Di bawah ini disajikan sebuah tabel panjang.
Tabel 2.2
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi
Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara EvaluasiA. Ranah Cipta (Kognitif)1. Pengamatan
2. Ingatan
3. Pemahaman
4. Penerapan
5. Analisis (Pemeriksaan danpemilhan secar teliti)
6. Sintesis (membuatpandauan paduan baru danutuh)
B. Ranah Rasa (Afektif)1. Penerimaan
2. Sambutan
3. Apresiasi (sikapmenghargai)
4. Internalisasi(pendalaman)
5. Karakterisasi(penghayatan)
C. Ranah Karsa (Psikomotor)1. Keterampilan
bergerak danbertindak
2. Kecakapan eksprsiverbal dan non verbal
Dapat menunjukan/membandingkan/menghubungkan.Dapat menyebutkan/ menunjukkankembali.Dapat menjelaskan/mendefinisikandengan lisan sendiri.Dapat memberikancontoh/menggunakan secara tepat.Dapat menguraikan/mengklasifikasikan.Dapatmenghubunngkan/menyimpulkan/mengeneralisasikan
Menunjukkan sikap menerima/menolak.
Kesediaan berpartisipasi/memanfaatkan
Menganggap penting danbermanfaat/indah danharmonis/mengagumi.
Mengakui danmeyakini/Mengingkari.
Melembagakan atau meniadakan/Menjelmakan dalam pribadi danperilaku sehari-hari
Mengkoordinasikan gerak mata,tangan, kaki, dan anggota tubuhlainnya.
Mengucapkan/Membuat mimik dangerakan jasmani
Tes lisan/tertulis/ObservasiTes lisan/tertulis
Tes lisan/ tertulis
Tes tertulis/resitasTes tertulis/lisan
Tes tertulis/resitas
Tes Tertulis/skalasikap/Observasi.Pemberiantugas/Tes skalasikap/ObservasiTes skalasikap/resitasekspresif (yangmenyatakan sikap)3.Observasi
Pemberian tugasekspresif danproyektif/ObservasiObservasi/Testindakan
Teslisan.Observasi/Tes tindakan
(Syah, 2010 : 149)
41
Konsep sistem evaluasi dalam pembelajaran Islam tersebut harus
menyeluruh, baik dalam hubungan manusia dengan Allah sebagai pencipta,
hubungan manusia dengan manusia lainnya,hubungan manusia dengan alam
sekitarnya dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Spektrum kajian
evaluasi dalam pembelajaran Islam, tidak hanya berkonsentrasi pada aspek
kognitif, tetapi justru di butuhkan keseimbangan yang terpadu antara
penilaian iman, ilmu dan amal (Syah, 2010 : 148-151).
10. Fasilitator
Fasilitator dalam Kamus Bahasa Indonesia, mempunyai arti orang yang
menyediakan fasilitas; penyedia. Sementara fasilitas sendiri mempunyai arti
sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi; kemudahan (KBBI, 1996 :
148-151).
Fasilitator adalah seseorang yang membantu peserta didik utuk belajar
dan memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Sebagai fasilitator, guru menyediakan fasilitas
pedagogis, psikologis, dan akademik bagi pengembangan dan pembangunan
struktur kognitif siswanya, dengan kata lain, guru wajib dan harus menguasai
teori pendidikan dan metode pembelajaran serta mumpuni (mastery) dalam
penguasaan bahan ajar agar pembelajaran aktif bergulir dengan lancar. Itulah
kewajiban guru abad XXI.
Fasilitas dalam pembelajaran menggambarkan suatu proses dalam
membawa seluruh anggota kelompok untuk berartispasi dalam pembelajaran.
42
Pendekatan ini berasumsi bahwa setiap peserta didik memiliki sifat unik yang
bernilai untuk saling dipertukarkan. Prinsip yang harus dipegang di sini
adalah “tanpa kontribusi dan kemauan berbagai pengetahuan dari setiap
anggota kelompok, derajat pemahaman dan kemampuan merespons
kelompok terhadap masalah akan berkurang.
Tylee (2000) menyatakan tugas pokok seseorang fasilitator atau peran
guru pada saat tatap muka di kelas terutama adalah:
a. Menilai para siswa.
b. Merencanakan pembelajaran.
c. Mengimplementasikan rancanangan pembelajaran.
d. Melaksanakan evaluasi proses pembelajaran.
Clare (2005) menyatakan bahwa fasilitator yang baik (good facilitator)
harus memiliki karakteristik pribadi tertentu yang mampu mendorong
anggota kelompok untuk berpartisipasi. Karakteristik pribdi itu termasuk
sikap rendah hati, murah hati, dan kesabaran, yang digabungkan dengan
pemahaman, kesedian menerima dan menyetujui (afirmasi) (Warsono,
Hariyanto, 2012 : 44).
Sementara itu peran guru sebagai fasilitator menurut Zainal Aqib (2015
: 38) mempunyai fungsi memberikan bantuan teknis, arahan, atau petunjuk
kepada peserta didik.
Sebagai fasilitator, pendidik hendaknya membantu peserta didik mau
dan mampu untuk mencari, mengolah, dan memakai informasi,
43
memperbanyak mutu pemberian tugas, pekerjaan rumah, ujian, dan lain-lain
yang mampu “memaksa’ secara tidak sadar, membiasakan peserta didik untuk
mencari dan membaca berbagai referensi, menggunakan perpustakaan,
mengoptimalkan manfaat internet, menulis laporan dengan komputer, dan
mempresentasikannya (Salim, Kurniawan, 2012 : 157).
C. Penelitian Terdahulu
1. Nur Syahdah, dalam penelitiannya berjudul “Tugas Pendidik Dalam
Perspektif Al-Qur’an (Studi Terhadap Tafsir Al-Qur’an Surat Ali-Imron Ayat
79)”, menjelaskan peran guru sebagai educator atau pendidik, yang hasilnya
pembahasan Surah Ali-Imran ayat 79-80 adalah sekalipun telah menjadi
seorang pendidik seorang guru tersebut tidak hanya (tidak berhenti) belajar
sampai ia menjadi pendidik tetapi harus belajar terus menerus dan seorang
pendidik tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak disukai kepada peserta
didik (mengedepankan norma). Persamaan dengan peneliti adalah dalam hal
peran guru dan merujuk pada pandangan Al-Qur’an. Namun yang
membedakannya adalah, Nur Syahdah hanya membahas tentang peran guru
sebagai pendidik saja atau educator, sedangkan peneliti membahas beberapa
peran guru.
2. Abdul Qadir, dalam penelitiannya berjudul “Peran Guru sebagai Motivator
dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar”
menyatakan bahwa perkembangan perilaku dalam kaitannya dengan motivasi
adalah pertama, perilaku muncul jika ada pihak kedua yang secara fisik
disegani/ditakuti sehingga seseorang terdorong melakukan/tidak melakukan
44
sesuatu perbuatan. Kedua, perilaku yang didasarkan akan kesadaran terhadap
norma yang harus ditaati. Ketiga, perilaku yang didasarkan pada kesadaran
tertinggi akan substansi dan hakikat suatu perilaku. Pemberian motivasi
melalui nasihat dan perilaku/teladan dalam melaksanakan ibadah merupakan
cara yang harus ditempuh guru. Karena itulah guru Pendidikan Agama Islam
harus mampu memberi rangsangan kepada anak secara umum, terutama pada
anak usia sekolah dasar (SD) dalam proses pembelajaran untuk membantu
perkembangan sikap dan perilaku anak didik. Persamaan dengan peneliti
adalah pembahasan mengenai peran guru. Perbedaannnya terletak dari jumlah
peran guru yang dibahas. Abdul Qadir hanya membahas satu peran guru yaitu
motivator dan lebih spesipik memotivasi peserta didik tingkat sekolah dasar
sedangkan peneliti membahas sepeuluh peran guru termasuk peran sebagai
motivator.