BAB II LANDASAN TEORI -...

27
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Lean Manufacturing Concept Menurut Neha, dkk (2013) Konsep Lean Manufacturing diturunkan dari metode yang sudah dikembangkan pada lantai produksi Toyota yang didiskripsikan secara detail oleh penulis yakni Taiichi Ohno dan Shiego Shingo. Namun, secara internasional konsep ini malah diakui sebagai lean manufacturing system (LMS) sebagai hasil dari peneliti Womack, dkk dalam buku “the machine that changed the world”. Lean manufacturing hanya menggunakan sedikit hal dalam segala sesuatu dalam menggunakan tenaga pekerja, sebagian ruang proses manufaktur, sebagian investasi peralatan, dan sebagian jasa pengembangan produk jika dibandingkan dengan sistem produksi masal. Selain itu, lean manufacturing juga hanya memerlukan sangat sedikit ruang yang diperlukan inventori, hasil produk cacat lebih sedikit, dan memproduksi lebih banyak produk yang bervariasi. Singkatnya, disebut sebagai lean manufacturing karena hanya menggunakan sedikit atau minimum dari segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah produk atau dalam pelayanan. Lean manufacturing sepenuhnya tentang eleminasi pemborosan dan kegiatan yang tidak bernilai tambah. 2.1.1. Definisi Lean Lean didefiniskan sebagai strategi untuk mencapai hasil perkembangan yang berkelanjutan secara signifikan melalui pengeliminasian pemborosan (waste) dari sumber daya dan waktu yang dimiliki dalam proses bisnins keseluruhan. Lean dikembangkan dari Toyota setelah perang dunia kedua sebagai strategi bisnis yang sesuai, mengingat sumber daya yang terbatas di Jepang tidak seluas sumber daya yang dimiliki Amerika. Prinsipnya diaplikaskan kehampir seluruh proses bisnis dari administrasi dan desain produk hingga produksi oleh hardware (Neha, dkk, 2013, hal 55). Menurut Gaspersz (2006, hal 2) Lean didefinisikan sebagai sesuatu pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value-added activity) melalui peninigkatan terus-menerus secara radikal (radical continuous

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Lean Manufacturing Concept

Menurut Neha, dkk (2013) Konsep Lean Manufacturing diturunkan dari

metode yang sudah dikembangkan pada lantai produksi Toyota yang didiskripsikan

secara detail oleh penulis yakni Taiichi Ohno dan Shiego Shingo. Namun, secara

internasional konsep ini malah diakui sebagai lean manufacturing system (LMS)

sebagai hasil dari peneliti Womack, dkk dalam buku “the machine that changed the

world”. Lean manufacturing hanya menggunakan sedikit hal dalam segala sesuatu

dalam menggunakan tenaga pekerja, sebagian ruang proses manufaktur, sebagian

investasi peralatan, dan sebagian jasa pengembangan produk jika dibandingkan

dengan sistem produksi masal. Selain itu, lean manufacturing juga hanya

memerlukan sangat sedikit ruang yang diperlukan inventori, hasil produk cacat

lebih sedikit, dan memproduksi lebih banyak produk yang bervariasi. Singkatnya,

disebut sebagai lean manufacturing karena hanya menggunakan sedikit atau

minimum dari segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah produk

atau dalam pelayanan. Lean manufacturing sepenuhnya tentang eleminasi

pemborosan dan kegiatan yang tidak bernilai tambah.

2.1.1. Definisi Lean

Lean didefiniskan sebagai strategi untuk mencapai hasil perkembangan

yang berkelanjutan secara signifikan melalui pengeliminasian pemborosan (waste)

dari sumber daya dan waktu yang dimiliki dalam proses bisnins keseluruhan. Lean

dikembangkan dari Toyota setelah perang dunia kedua sebagai strategi bisnis yang

sesuai, mengingat sumber daya yang terbatas di Jepang tidak seluas sumber daya

yang dimiliki Amerika. Prinsipnya diaplikaskan kehampir seluruh proses bisnis dari

administrasi dan desain produk hingga produksi oleh hardware (Neha, dkk, 2013,

hal 55). Menurut Gaspersz (2006, hal 2) Lean didefinisikan sebagai sesuatu

pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan

(waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value-added

activity) melalui peninigkatan terus-menerus secara radikal (radical continuous

6

impovement) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output)

dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan

eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Lean adalah teknik untuk

mereduksi cycle time, kegiatan, sumber daya, langkah-langkah, dan lain-lain yang

non-value added (Taghizadegan, 2014).

2.1.2. Prinsip Dasar Lean

Tujuan utama dari konsep lean adalah untuk memaksimalkan nilai

pelanggan dengan cara mengeliminasi pemborosan hingga habis jika

memungkinkan (Taghizadegan, 2014, hal 6). Nilai pelanggan tersebut dapat

didefinisikan bahwa pelanggan berada pada pusat perhatian dalam segala kegiatan

yang selesai dilakukan pada sebuah organisasi. Pelanggan bersedia membayar

hanya untuk sejumlah produk yang mana proses pembuatan produk tersebut hanya

dibantu dengan kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah/value added (Das, 2013).

Menurut Gaspersz (2006, hal 4) terdapat 5 prinsip dasar lean, yaitu:

1. Spesifikasi secara tepat nilai produk yang dinginkan oleh pelanggan.

Caranya adalah dengan mengidentifikasi nilai produk (barang dan/atau

jasa) berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan

produk (barang dan/atau jasa) berkualitas superior, dengan harga yang

kompetitif pada penyerahan tepat waktu

2. Identifikasi value stream untuk setiap produk.

Identifikasi dapat dilakukan dengan cara pemetaan pada value stream

process mapping pada setiap produk (barang dan/atau jasa)

3. Eliminasi semua pemborosan setiap produk yang terdapat dalam aliran

proses agar membuat nilai mengalir tanpa hambatan.

Proses mengeliminasi pemborosan dilakukan dengan cara menghilangkan

pemborosan pada seluruh aktivitas sepanjang value stream, yang tidak

bernilai tambah

4. Menetapkan sistem tarik (pull system) menggunakan kanban yang

memungkinkan pelanggan menarik nilai dari produser

Caranya dengan mengorganisir material, informasi dan produk agar

mengalir lancar dan efisien sepanjang proses value stream

7

5. Mengejar keunggulan untuk mencari kesempurnaan (zero waste) melalui

peningkatan terus menerus secara radikal (radical continuous

improvement)

Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan

(improvement tool and techniques) untuk mencapai keunggulan

(excellence) dan peningkatan terus-menerus (continuous improvement).

2.2. Wastes (Pemborosan) dalam Lean Manufacturing

Menurut Melton (2005) segala kegiatan yang tidak memberikan nilai

tambah bagi pelanggan disebut dengan “waste”. Kadang-kadang kegiatan waste

merupakan bagian yang diperlukan dalam sebuah proses dan menambahkan nilai

tersendiri untuk perusahaan yang mana waste tersebut tidak dapat dieliminasi

seperti pengendalian keuangan. Sementara itu seluruh “muda” sebutan waste

dalam bahasa Jepang harus dieliminasi. Menurut Vincent Gaspersz (2007) waste

dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak bernilai tambah (non-

value added) dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value

stream.

2.2.1. Perbedaan Tiga Jenis Kegiatan

Perbedaan dari tiga jenis kegiatan yang biasanya ada dalam sebuah

perusahaan antara lain (Hines dan Taylor, 2000) :

1. Value adding activity, adalah kegiatan-kegiatan dalam sudut pandangan

pelangaan yang dapat membuat produk atau jasa menjadi lebih bernilai.

Sebagai contoh merubah besi menjadi sebuah mobil, atau memperbaiki

mobil agar dapat berjalan cepat. Kegiatan yang bernilai tambah merupakan

sebuah definisi yang mudah untuk dijelaskan, yang menekankan bahwa

pelanggan akan senang untu membayar berdasarkan produk atau jasa

tersebut

2. Non value adding activity, adalah jenis kegiatan yang tidak membuat

produk atau jasa menjadi lebih bernilai dan bahkan tidak dibutuhkan dalam

suatu kondisi tertentu. Kegiatan ini dengan jelas merupakan

waste/pemborosan yang harusnya dihilangkan dengan segera. Sebagai

8

contoh kegiatan yang tidak bernilai tambah adalah memindahkan produk

dari suatu kontainer menuju kontainer lain yang berada dalam suatu

perusahaan

3. Necessary non value adding activity, merupakan kegiatan yang tidak

menjadikan produk atau jasa lebih bernilai tetapi kegiatan ini masih

diperlukan. Merupakan jenis pemborosan yang lebih sulit untuk

dihilangkan dalam tujuan jangkan panjang maupun jangka pendek dalam

sebuah kegiatan secara keseluruhan. Sebagai contoh inspeksi/pemeriksaan

akhir untuk setiap produk, dikarenakan proses yang menggunakan mesin

tidak berteknologi canggih yang tidak dapat melakukan inpeksi secara

otomatis.

2.2.2. Jenis-jenis Waste

Terdapat dua jenis utama waste (pemborosan), yaitu type one waste dan type

two waste (Gaspersz, 2007). Type One Waste adalah segala aktivitas yang tidak

bernilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value

stream, tetapi aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena

berbagai alasan. contoh, aktivitas inspeksi dan penyortiran. Berdasarkan sudut

pandang lean aktivitas inspeksi dan penyortiran merupakan aktivitas yang tidak

bernilai tambah sehingga merupakan waste, namun aktivitas tersebut tidak dapat

terhindari. Demikian pula seperti pengawasan terhadap orang,yang merupakan

aktivitas yang tidak bernilai tambah, namun pada saat sekarang masih harus

melakukannya, karena orang tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga

belum berpengalman. Sehinga dalam konteks ini aktivitas inspeksi, penyortiran,

dan pengawasan dikategorikan sebagai type one waste yang sering disebut sebagai

incidental activity atau incidental work sehinga dalam jangka panjang type one

waste harus dapat dihilangkan atau dikurangi. Type two waste merupakan aktivitas

yang tidak menciptkan nilai tambah dan dapat dihilangkan segera. Misalnya,

menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan kesalahan (error) yang harus

dapat dihilangkan dengan segera. Type two waste ini sering disebut sebagai waste

saja, karena merupakan benar-benar pemborosan yang harus dapat diidentifikasi

dan dihilangkan dengan segera. Menurut Hines dan Taylor menyatakan bahwa

9

terdapat tujuh jenis pemborosan yang diidentifikasikan oleh Shigeo Shingo,

diantaranya sebagai berikut :

1. Over production, memproduksi terlalu banyak melebihi kebutuhan

pelanggan atau memproduksi lebih cepat daripada waktu kebutuhan

pelanggan yang menyebabkan lead time lebih lama dan meningkatkan

inventori (Hicks, dkk 2003).

2. Waiting, kapan saja material atau komponen yang tidak melalui proses yang

bernilai tambah dapat disebut sebagai pemborosan dalam menunggu (Hicks,

dkk 2003). Menunggunya operator untuk berbagai alasan seperti menunggu

informasi, part, atau mesin (Wilson, 2010).

3. Transportation, pergerakan material dalam perusahaan yang menambah

biaya namun tidak bernilai tambah terhadap produk (Hicks, dkk 2003).

Pergerakan inventori, work in process, dan produk jadi (Wilson, 2010).

4. Inappropriate processing, penggunaan mesin jumlah besar yang berlebihan

daripada menggunakan mesin dengan jumlah sedikit untuk mengunakan

proses yang diperlukan. Jenis pemborosan ini mempengaruhi layout,

transportasi yang berlebihan, dan komunikasi (Hicks, dkk 2003).

Melakukan pekerjaan diluar dari nilai yang dipertimbangkan pelanggan,

atau melebihi dari apa yang dibayarkan pelanggan (Wilson, 2010).

5. Unnecessary Inventory, cenderung menaikkan lead time, mengurangi

fleksibilitas dalam identifiasi masalah (Hicks, dkk 2003). Termasuk produk

jadi yang sudah tidak diambil oleh pelanggan dan seluruh work in process

yang dimaksuksud untuk dijadikan sebagai produk jadi. Segala inventori

merupakan waste walaupun beberapa dari inventori yang diperlukan dengan

mempertimbanga kondisi yang ada (Wilson, 2010).

6. Unnecessary motion, berhubungan dengan pergerakan ergonomi. Jika

operator harus membungkuk dan meregangkan dalam melakukan proses

yang dapat mempengaruhi terhadap kualitas dan produktivitas (Hicks, dkk

2003).

10

7. Defects, sesuatu yang dilakukan dengan kesalahan terhadap produk yang

mana tidak memenuhi karakteristik kualitas (Wilson, 2010).

2.2.3. Hubungan antar Waste

Gambar 2.1. Hubungan tujuh waste (Rawabdeh, 2005)

Tabel 2.1 Hubungan antar Tujuh Waste

Hubungan Penjelasan

O_I

Produksi yang berlebih membutuhkan jumlah bahan baku yang besar yang menyebabkan persediaan dari bahan baku dan bahan setengah jadi memakan banyak ruang, dan dianggap sebagai persediaan sementara yang tidak ada pelangan yang mungkin untuk membelinya

O_D Saat operator memproduksi lebih, pemikiran mereka terhadap kualitas akan berkurang, karena operator berpikir ada cukup banyak material dapat digantikan untuk material yang cacat

O_M Produksi yang berlebih menuntun terhadap tingkah laku yang tidak ergonims, yang mana perilaku tersebut tidak sesuai dengan standar kerja

O_T Produksi yang berlebih menuntun perpindahan yang lebih sering berdasarkan aliran material yang berlebih

O_W Saat memproduksi lebih, sumber daya akan digunakan lebih lama lagi, demikian juga pelanggan akan menunggu lebih lama dan antrian menjadi lebih banyak

I_O Semakin banyak material yang disimpan dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan

11

Tabel 2.1 Hubungan antar Tujuh Waste (lanjutan) Hubungan Penjelasan

I_D Meningkatkan persediaan (bahan baku, bahan setengah jadi, dan produk jadi) akan meningkatkan kemungkinan terjadinya cacat hingga kurangnya perhatian dan kondisi yang tidak cocok

I_M Meningkatkan persediaan juga akan meningkatkan waktu pencarian, pemilihan, pengambilan, pemindahan, dan penanganan

I_T Meningkatkan persediaan kadang-kadang akan mengganggu gang, manjadikan waktu kegiatan produksi melebihi waktu transportasi

D_O Perilaku produksi yang berlebih muncul untuk mengatasi kekurangan part bahkan kecacatan

D_I Produksi part yang cacat dibutuhkan pengerjaan ulang yang berarti meningkatnya jumlah barang setengah jadi sebagai wujud dari persediaan

D_M Produksi cacat dapat meningkatkan waktu pencaraian, pemilihan, pemeriksaan

D_T Memindahkan part yang cacat ke stasiun pengerjaan ulang akan meningkatkan keseringan transportasi (kembali arah) atau dengan kata lain transportasi yag boros

D_W Pengerjaan ulang akan membutuhkan tempat kerja sehingga part yang baru akan menunggu untuk diproses

M_I Metode kerja yang tidak sesuai berstandar akan menjadikan jumlah barang setengah jadi

M_D Kurang terlatihnya dan standarisasi berarti persentase dari kecacatan akan meningkat

M_P Saat pekerjaan tidak dilakukan berasarkan standar, pemborosan proses akan meningkat hingga tersedianya jumlah teknologi yang dibutuhkan

M_W Saat standar tidak diatur, akan banyak memakan waktu untuk pencarian, pengambilan, pemindahan, perakitan, yang haslilnya akan meningkatkan waktu tunggu part

T_O Barang yang diproduksi dari lebih yang dibutuhkan berdasarkan kapasitas sistem pengangkutan sehingga menimimasi ongkos pemindahan tiap unit

T_I Tidak cukupnya jumlah material handling equipment menjadikan persediaan yang berlebihan yang dapat mempengaruhi proses lain

T_D

Material handling equipment digunakan berdasarkan fungsi dalam pemborosan transportasi. Tidak cocoknya peralatan material handling kadang kala dapat menyebabkan kerusakan yang ahirnya dapat menjadi produk caca

T_M Saat barang ditransportasi kemanapun artinya semakin tinggi kemungkinan dari pemborosan pergerakan

T_W Jika peralatan material handling tidak cukup berarti barang akan menyebabkan idle atau menunggu untuk dipindahkan

12

Tabel 2.1 Hubungan antar Tujuh Waste (lanjutan) Hubungan Penjelasan

P_O Agar ongkos dapat dikurangi untuk waktu operasi tiap mesinnya, mesin dipaksa untuk beroperasi sepenuhnya pada jam operasi yang akhirnya mengakibatkan produksi berlebih

P_I Menggabungkan operasi pada satu lini akan menghasilkan secara langsun untuk mengurangi jumlah barang setengah jadi dikarenakan untuk menghilangkan buffer/penyangga

P_D Jika mesin tidak diperbaiki dengan benar makan barang cacat akan terjadi

P_M Teknologi yang baru dari beberapa proses dengan kurangnya pelatihan akan menciptkan pemborosan pergerakan

P_W Saat penggunaan teknologi yang tidak sesuai, waktu pengaturan dan penghentian yang berulang akan mengakibatkan waktu tunggu yang lebih lama

W_O Saat sebuah mesin menunggu karena pemasok sedang melayani pelanggan lain, mesin tersebut kadang kala akan dipaksa untuk berproduksi lebih, dan terus menerus beroperasi

W_I Menunggu berarti ada banyak barang yang dibutuhkan pada suatu titik, apakah itu bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi

W_D Menunggu barang mungkin meyebabkan kecacatan selama berada dikondisi yang tidak cocok

(Sumber : Rawabdeh (2003), hal 806-807)

2.3. Big Picture Mapping (BPM)

Big picture mapping adalah sebuah tool yang umum digunakan pada lean

manufacturing untuk mengidentifikasi waste dalam proses manufaktur pada sebuah

perusahaan (McWilliams dan Tetteh, 2008). Big picture map adalah teknik yang

menyertakan seluruh langkah-langkah dari proses pada suatu tempat yang

ditunjukkan dengan sebuah gambaran besar dari lantai produksi dari pada proses

tersendiri dan mengembankan masing-masing area pada lini produksi yang

tujuannya digunakan untuk menarik perhatian agar membedakan wastes serta

mengeliminasi wastes tersebut (Saraswat, 2015). Menurut Rahani (2012) big

picture mapping (BPM) merupakan salah satu kunci dari lean tools yang digunakan

untuk mengidentifikasi peluang untuk berbagai jenis teknik lean. Perbedaan

sebelum dan sesudah penggunaan lean production menginisiasi para manajer dalam

menentukan keuntungan yang potensial seperti mengurangi lead time produksi dan

inventori work in process. BPM juga melibatkan keseluruhan proses baik value

added maupun non-value added untuk dianalisa dan sebagai visual tool membantu

13

mengetahui waste yang tersembunyi serta sumber dari waste tersebut. BPM

digunakan untuk mendokumentasi bagaiman proses dari material secara

keseluruhan pada lantai produksi.

Gambar 2.2 Big picture map (Singh, dkk, 2010)

Menurut Singh, dkk (2010, hal 162) penggambaran sebuah big picture

mapping digambarkan sebagaimana proses-proses yang saat ini sedang dilakukan.

Proses tersebut dilakukan berdasarkan jalannya aliran-aliran proses produksi yang

sebenarnya. Membuat aliran material pada big picture map harus selalu dimulai

dengan proses yang paling berhubungan dengan pelanggan, banyak kasus terjadi

seperti pada departemen pengiriman dan selanjutnya menuju proses produksi awal.

Aliran material digambar pada bagian bawah peta. Masing-masing proses

disertakan seluruh informasi penting seperti lead time, cycle time, pergantian waktu,

tingkat inventori, dll. Tingkat inventori pada peta harus sesuai pada waktu tersebut

dan bukan rata-rata dikarenakan kepentingannya untuk menggunakan gambaran

sebarnya dari pada rata-rata histori yang disediakan perusahaan. Aspek kedua dari

big picture map adalah aliran informasi yang mengindikasikan berapa banyak

masing-masin proses akan melakukan proses yang bersifat value adding terhadap

produk akhir. Aliran informasi digambarkan pada bagian atas peta dari kanan ke

kiri dan dihubungkan ke aliran material yang sebelumnya sudah digambar. Setelah

14

menyelesaikan peta, timeline digambarkan pada bagian bawah kotak proses yang

menunjukkan lead time produksi, yang mana waktu yang diperlukan dari suatu

produk tertentu pada lantai produksi mulai dari ketangan hingga selesai. Kemudian

waktu untuk value adding juga ditambahkan. Waktu tersebut menjelaskan jumlah

waktu proses untuk masing-masing proses. Lead times dihitung dengan cara waktu

komponen yang akan menunggu pada setiap mesin dijumlahkan dengan waktu

tunggu selesai untuk seluruh proses. Big picture map pada lantai produksi

ditunjukkan seperti pada gambar 2.2.

2.3.1. Bagian-bagian dari Big Picture Mapping

Menurut Nash dan Poling (2008) big picture map dibagi menjadi tiga bagian

utama antara lain :

1. Aliran proses produksi atau aliran material

Aliran proses/material ini biasanya terletak di antara aliran informasi dan

timeline. Aliran proses biasanya digambar dari kiri ke kanan. Subtask

atau subproses dan paralel proses digambar dengan bentuk yang identik

dibawah aliran utama. Aliran proses ini dapat terlihat proses mana yang

memiliki subtask dan proses mana yang paralel dengan proses lainnya.

2. Aliran komunikasi/informasi

Aliran informasi pada big picture map biasanya terletak di bagian atas.

Adanya aliran informasi ini dapat mengetahui seluruh jenis informasi dan

komunikasi baik formal maupun informal yang terjadi dalam value

stream. Aliran informasi ini dapat melacak informasi mana yang

sebenarnya tidak perlu dan menjadi non-value added komunikasi yang

tidak memberikan nilai tambah bagi produk itu sendiri. Value stream

adalah urutan aktivitas yang bekerja bersama-sama untuk memproduksi

dan mengantarkan barang serta melayanai pemesanan pelanggan, dari

awal hingga akhir berdasarkan elemen dasar dari produk (Ruffa, 2008).

Menurut Rother and Shook (2003) value stream adalah seluruh aktivitas

(baik value added ataupun non-value added) yang saat ini diperlukan

untuk melalui aliran utama untuk setiap produk yakni : (1) aliran

15

produksi dari bahan baku hingga ke tangan pelanggan, dan (2) rancangan

aliran dari konsep hingga dijalankan.

3. Garis waktu/jarak tempuh.

Pada bagian bawah BPM biasanya terdapat serangkaian garis yang

mengandung informasi penting dalam BPM tersebut dan biasa disebut

sebagai timelines. Kedua garis dalam timelines ini digunakan sebagai

dasar perbandingan dari improvement yang akan diimplementasikan.

Garis yang pertama yang berada disebelah atas disebut sebagai

production lead time (PLT)/process lead time/lead time. PLT ini adalah

waktu yang dibutuhkan produk dalam melewati semua proses dari raw

material sampai ke tangan customer dan biasanya dalam satuan hari. PLT

yang berada tepat dibawah jeda antar proses ini dijumlahkan menjadi

total PLT yang diletakan diakhir proses. Garis yang kedua yang berada

disebelah bawah merupakan cycle time semua proses yang ada dalam

aliran material dan ditulis diatas garis tepat dibawah prosesnya. Total dari

seluruh cycle time ini disebut total cycle time dan ditulis pada garis akhir

proses dibawah total PLT. Garis yang terakhir yang terletak dibawah

timelines adalah jarak tempuh yang merupakan jarak yang ditempuh oleh

produk, operator, electronic forms sepanjang aliran proses produksi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni mengenai lead time

produksi, value added time, dan production cycle efficiency (Parihar, 2012, hal 4).

1. Cycle time adalah waktu aktual yang diperlukan untuk menyelesaikan

sebuah komponen pada suatu stasiun. Cycle time menjelaskan berapa lama

waktu yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dari awal

hingga akhir. Sebagai contoh perakitan komponen atau menjawab telepon

pada customer service. Cycle time selalu kurang dari atau sama degan takt

time.

2. Production lead time (PLT) menunjukkan total waktu value added dan

non-value added yang digunakan suatu produk untuk melewati seluruh

value stream. PLT sering disebut dengan waktu “call to cash” karena PLT

16

membantu untuk mengerti antara waktu pemesanan dengan waktu

penerimaan pembayaran untuk barang-barang yang dikirim

3. Takt time dari Jerman yang berarti damai atau ritme. Takt time adalah

maksimum waktu yang tersedia untu menyelesaikan komponen dalam satu

stasiun sebagai permintaan pelanggan. Dalam maufaktur istilah takt time

dihitung berdasarkan permintaan pelanggan. Takt time adalah kecepatan

pada masing-masing part yang harus diproses atau dirakit dengan tujuan

memuaskan pelanggan yang mana takt time adalah inti dari sistem lean.

Takt time tidak dapat diukur menggunakan stopwatch. Namun hanya bisa

dihitung dengan cara membagu jumlah yang tersedia dengan permintaan

pelanggan.

2.3.2. Simbol-simbol dalam Big Picture Mapping

Menurut Rother dan Shook (2003) big picture mapping pada umumnya

menggunakan simbol-simbol yang ditunjukka pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Simbol-simbol big picture mapping

Simbol Nama Simbol Keterangan

Proses manufaktur

Seluruh proses harus diberikan label, juga digunakan untuk departemen seperti production control

Sumber luar

Digunakan untuk menunjukkan pelanggan, supplier, sumber lain diluar proses manufaktur

Kotak data

Digunakan untuk menyimpan informasi megenai proses manufaktur, departemen, pelangggan, dll

Inventori Jumlah dan waktu harus disertakan

Truk pengiriman Sertakan frekuensi pengiriman

Pergerakan produksi material

(push)

Material yang sudah diproduksi dan dipindahkan pada sebelum proses selanjutnya yang memerlukan, biasanya berdasarkan jadwal

Pergerakan produk jadi ke pelanggan

17

Tabel 2.2 Simbol-simbol big picture mapping (lamjutan) Simbol Simbol Simbol

Supermarket Inventori part yang terkontrol yang digunakan untuk produksi sesuai jadwal pada proses awal (upstream process)

Penarikan Penarikan material, biasanya dari

supermarket

Pengiriman jumlah material yang

terkontrol diantara urutan proses

“first-in-first-out”

Indikasi bahwa jumlah alat yang terbatas dan memastikan proses dari aliran material adalah FIFO. Jumlah maksimal harus disertakan

Aliran informasi

manual Sebagai contoh jadwal produksi atau jadwal pengiriman

Aliran informasi

elektronik Sebagai contoh pertukaran informasi melalui alat elektronik

Informasi Menjelaskan aliran informasi

Kanban produksi (garis putus

menunjukkan jalur kanban)

“Satu kanban tiap kontainer”. Kartu atau perangkat yang menyatakan sebuah proses dengan menyertakan apa dan jumlah yang dapat diproduksi serta memberikan ijin untuk berproduksi

Kanban tarik

Kartu atau perangkat yang menginstruksikan untuk menangani dan mengirimkan part. Sebagai contoh dari supermarket menuju proses pemakaian

Sinyal kanban

“Satu kanban tiap batch”. Tanda disaat titik pemesanan ulang dicapai dan batch lain harus diproduksi. Digunakan disaat proses pemasokan harus dilakukan dalam batch tersebut dikarenakan perlunya pergantian

(Sumber : Rother dan Shook (2003))

2.4. Analytical Networking Process (ANP)

Menentukan sebuah keputusan dengan baik haruslah bagi pengambil

keputusan untuk berhati-hati dan seksama sehingga dapat menghasil suatu

keputusan yang sesuai dengan kondisi yang ada. Perlu bagi seeorang pegambil

keputusan dalam menganalisa dalam menetukan metode yang digunakan dengan

melihat kategori dan kondisi yang sudah ditetapkan.

18

Banyak beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan suatu

keputusan, namun metode-metode tersebut memiliki krakteristik, kekuranga dan

kelebihan masing-masing. Pada dasarnya ANP salah satu metode yang digunakan

dalam permasalahan pegambilan keputusan yang mana untuk menentukan suatu

keputusan tersebut akan dipertimbangkan berdasarkan beberapa kriteria atau

kategori yang pada umumya memiliki sturktur jaringan/network. Jika kriteria-

kriteria tersebut terstruktur secara networking maka metode ANP dapat diginakan

untuk menentukan sebuah keputusan secara objektif.

Menurut Ceric, dkk (2013) analytic network process adalah metode

perkembangan dari analytic hierarchy process yang dapat memberikan

perbandingan kriteria yang saling mempengaruhi terhadap alternatif-alternatif, dan

perbandingan diantara masing-masing alternatif yang menjadi tujuan dari sebuah

struktur hierarki. Interdependance dari sebuah jaringan merupakan sebuah model

yang lebih baik dari masalah yang komplesks karena pada umumnya permasalahan

dalam kehidupan sehari-hari bukan merupakan hubungan yang linier selama

feedback memberikan keputusan yang tepat dalam menentukan prioritas dari

elemen-elemen sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih berkualitas. Ada

beberapa perbedaan metode untuk menyelesaikan masalah multi criteria decision

making. AHP dan ANP merupakan metode yang dikenalkan oleh Thomas L. Saaty

yang menyatakan bahwa AHP mencoba memecahkan masalah berdasarkan model

hierarki, sedangkan ANP digunakan untuk meyelesaikan masalah yang sangat

kompleks yang tidak dapat dimodelkan secara hierarki. Tingkat kekompleksian ini

terjadi dikarenakan pengaruh dari masing-masing kriteria memberikan efek

terhadap alternatif (Sadeghi, dkk, 2012). Bagaimanapun juga, beberapa masalah

pengambilan keutusan tidak dapat disusun secara hierarki karena adanya

keterikatan dan dependence dari elemen pada level yang lebih tinggi dengan elemen

pada level yang lebih rendah (Saaty (1996) dalam Wan, dkk (2013))

19

2.4.1. Struktur Analytical Networking Process

Gambar 2.3 Perbedaan struktur hierarki linier denan jaringan umpan balik

(Saaty dan Vargas, 2013, hal 8)

Menurut Saaty dan Vargas (2013) Analytic Network Process memiliki

struktur feedback (umpan balik) yang lebih terlihat seperti network daripada

hirarki. Hal inilah yang membedakan ANP dengan AHP. Ketika struktur

tersebut tidak memiliki umpan balik, maka struktur ANP akan seperti AHP,

sehingga dapat dikatakan bahwa AHP merupakan contoh kasus pada ANP.

Dengan feedback, alternatif-alternatif dapat bergantung/terikat pada kriteria

seperti pada hierarki tetapi dapat juga bergantung/terikat pada sesama

alternatif. Lebih jauh lagi, kriteria-kriteria itu sendiri dapat tergantung pada

alternatif-alternatif dan pada sesama kriteria (lihat gambar 2.3). Sementara

itu, feedback meningkatkan prioritas yang diturunkan dari judgements dan

membuat prediksi menjadi lebih akurat. Oleh karena itu, hasil dari ANP

diperkirakan akan lebih stabil. Dari jaringan feedback pada gambar 2.3 dapat

dilihat bahwa simpul atau elemen utama dan simpul-simpul yang akan

dibandingkan dapat berada pada cluster-cluster yang berbeda. Sebagai

contoh, ada hubungan langsung dari simpul utama C4 ke cluster lain (C2 dan

C3), yang merupakan outer dependence. Sementara itu, ada simpul utama dan

simpul-simpul yang akan dibandingkan. Elemen dalam suatu

komponen/cluster dapat mempengaruhi elemen lain dalam komponen/cluster

yang sama (inner dependence), dan dapat pula mempengaruhi elemen pada

20

cluster yang lain (outer dependence) dengan memperhatikan setiap kriteria.

Yang diinginkan dalam ANP adalah mengetahui keseluruhan pengaruh dari

semua elemen. Oleh karena itu, semua kriteria harus diatur dan dibuat

prioritas dalam suatu kerangka kerja hierarki kontrol atau jaringan,

melakukan perbandingan dan sintesis untuk memperoleh urutan prioritas dari

sekumpulan kriteria ini

Gambar 2.4 Jenis Komponen dalam Jaringan (Saaty dan Vargas, 2013, hal 9) Menurut Saaty dan Vargas (2013, hal 9) ada 3 jenis komponen yang

terdiri dari source, sink, dan transient. Jenis komponen Source tidak memiliki

anak panah masuk (C1), komponen sink tidak mempunyi anak panah keluar

(C2), sedangkan hanya komponen transient yang mempunyai arah panah

masuk dan keluar (C3). Sebagai tambahan (C4) merupakan siklus dari dua

komponen dikarenakan kedua kluster tersebut saling memiliki umpan balik.

Inner dependance merupakan hubungan yang memiliki dependance terhadap

komponen itu sendiri. Outer dependance adalah hubungan yang berada

diantara satu komponen dengan komponen lain. Sebagai contoh dependance

antara imput-output dari material yang berada di suatu industri. Tenaga listrik

yang memasok untuk perusahaan lain.

Suatu studi yang dilakukan oleh Ascarya (2005) yang dikutip dalam

Rusydiani dan Devi (2013) menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk

jaringan dalam ANP. Beberapa bentuknya antara lain dapat berupa hierarki,

holarki, jaringan analisa BCR (benefit-cost ratio), dan jaringan secara umum.

21

1. Hirarki

Gambar 2.5 Struktur Hierarki Linier

(Ascarya (2005) dalam Rusydiani dan Devi (2013, hal 25))

Bentuk jaringan yang paling sederhana adalah hierarki linier yang juga

dipergunakan dalam AHP. Secara umum struktur hierarki linier berupa

cluster-cluster dengan level tertinggi berupa tujuan, kemudian kriteria

(dan sub-kriteria kalau ada), dan alternatif sebagai cluster pada level

terendah. Secara umum struktur hiererki linier dapat dibaca pada gambar

2.5.

2. Holarki

Gambar 2.6 Struktur Holarki

(Ascarya (2005) dalam Rusydiani dan Devi (2013, hal 25))

Bentuk jaringan kedua dalam ANP adalah holarki. Jaringan holarki

merupakan jaringan dimana elemen (atau elemen-elemen) dalam cluster

pada level yang paling tinggi dependen terhadap elemen (atau elemen-

elemen) dalam cluster pada level yang paling rendah, sehingga terdapat

garis hubungan antara cluster level terendah dengan cluster level tertinggi.

Secara umum struktur jaringan holarki dapat dibaca pada gambar 2.6.

22

3. Jaringan Analisa BCR (Benefit-Costs Ratio)

Gambar 2.7 Struktur Benefit Costs Ratio

(Ascarya (2005) dalam Rusydiani dan Devi (2013, hal 26))

Bentuk jaringan ketiga dalam ANP adalah jaringan analisa BCR. Salah

satu bentuk sederhananya adalah jaringan pengaruh (impact). Jaringan

pengaruh mempunyai dua jaringan terpisah untuk pengaruh positif dan

pengaruh negatif. Secara umum struktur jaringan pengaruh BCR dapat

dibaca pada gambar di bawah. Setelah dihasilkan bobot untuk masing-

masing alternatif pada kedua jaringan, benefit-cost ratio (BCR) masing-

masing alternatif dihitung dengan membagi bobot pengaruh positif

terhadap bobot pengaruh negatif. Angka terbesar BCR merupakan

kebijakan dengan prioritas tertinggi yang diusulkan Secara umum bentuk

jaringan ini dapat dilihat pada gambar 2.7.

4. Jaringan Umum

Gambar 2.8 Struktur Jaringan Umum

(Ascarya (2005) dalam Rusydiani dan Devi (2013, hal 26))

Bentuk jaringan keempat dalam ANP adalah jaringan yang tidak memiliki

bentuk khusus. Ada yang sangat sederhana, namun struktur jaringan

umum ini dapat juga berbentuk jaringan yang kompleks yang melibatkan

23

banyak cluster, dependensi, dan feedback. Secara umum struktur jaringan

umum yang kompleks dapat dibaca pada gambar 2.8.

2.4.2. Konsep Dasar Analytical Networking Process

Suatu studi yang dilakukan oleh Ascarya (2005) yang dikutip dalam

Rusydiani dan Devi (2013, hal 18) menyatakan bahwa Analytic Network

Process (ANP) memiliki tiga konsep dasar, yaitu dekomposisi, penilaian

komparasi, dan sintesis dari prioritas.

1. Prinsip dekomposisi, yaitu diterapkan untuk menstrukturkan masalah

yang kompleks menjadi kerangka hierarki atau kerangka ANP yang

terdiri dari jaringan-jaringan cluster.

2. Prinsip penilaian komparasi diterapkan untuk membangun

membandingan pasangan (pairwise comparison) dari semua kombinasi

elemenelemen dalam kluster dilihat dari kluster induknya.

Pembandingan pasangan ini digunakan untuk mendapatkan prioritas

local dari elemen-elemen di dalam suatu cluster dilihat dari cluster

induknya.

3. Prinsip komposisi hierarkis atau sintesis diterapkan untuk mengalikan

prioritas lokal dari elemen-elemen dalam cluster dengan prioritas global

dari elemen induk, yang akan menghasilkan prioritas global seluruh

hierarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global

untuk elemen level terendah (biasanya merupakan alternatif).

2.4.3. Tahap Pengerjaan Analytical Networking Process

Menurut Chung, dkk (2005) menjelaskan tahapan-tahapan yang harus

dilakukan untuk mengerjakan ANP, yaitu ada 4 tahap antara lain:

1. Mengkonstruksikan Model

Konstruksi model dibuat berdasarkan masalah yang ada, sehingga perlu

dilakukan pendeskrispsian masalah secara jelas, dan membentuknya ke

dalam jaringan. Pembuatan jaringan dapat dilakukan dengan meminta

pendapat para ahli melalui brainstorming. Elemen, cluster, alternatif, dan

24

hubungan yang terjadi antar lemen (inner dependence dan outer

dependence) ditentukan pada tahap ini.

2. Membuat Matriks Perbandingan Berpasangan dan Vektor Prioritas

Perbandingan berpasangan pada ANP dilakukan dengan

membandingkan tingkat kepentingan setiap elemen terhadap kriteria

kontrolnya. Cluster juga diperbandingkan berdasarkan kontribusinya

terhadap tujuan model. Untuk ketergantungan elemen, hubungan antar

elemen diperbandingkan melaui eigenvector. Ketika terjadi hubungan

outer dependence, maka cluster yang berhubungan juga

diperbandingkan. Perbandingan berpasangan dilakukan dengan

menggunakan skala ANP 1-9 (tabel 2.3). Tabel 2.3 Skala Numerik Analytical Networking Process

Nilai Numerik Definisi Keterangan

1 Sama penting Dua aktivitas berpengaruh sama terhadap tujuan

3 Sedikit lebih penting Satu aktivitas dinilai sedikit lebih berpengaruh dibandingkan aktivitas lainnya

5 Lebih penting Satu aktivitas dinilai lebih berpengaruh dibandingkan aktivitas lainnya

7 Sangat lebih penting Satu aktivitas dinilai sangat lebih berpengaruh dibandingkan aktivitas lainnya

9 Mutlak lebih penting Satu aktivitas dinilai mutlak lebih berpengaruh dibandingkan aktivitas lainnya

2, 4, 6, 8 Nilai tengah (Sumber : Saaty (2005) dalam Abastabte, dkk (2012))

Proses matrik perbandingan berpasangan menggunakan perhitungan

berdasarkan elemen hasil dari perbanding yang dapat dilihat pada rumus

(2.1) (Saaty, 2013)

25

(2.1)

Jika perbandingan berpasangan telah dilaksanakan seluruhnya,

selanjutnya vektor prioritas W (yang disebut eigenvector) dihitung

dengan rumus (Saaty, 1988, hal 50) :

A . W = λmax . W (2.2)

Atau jika dijadikan matriks (Saaty, 2008) :

(2.3)

Dimana A adalah matriks perbandingan berpasangan dan λmax atau n

adalah eigen value terbesar dari A. Eigen vector merupakan bobot

prioritas matriks yang selanjutnya digunakan dalam penyusunan

supermatriks.

3. Menghitung Rasio Konsistensi

Rasio konsistensi adalah rasio yang menyatakan apakah penilaian yang

diberikan oleh para expertise konsisten/tidak. Indeks konsistensi

(Consistency Index – CI) suatu matriks perbandingan dihitung dengan

rumus (Saaty, 1988, hal 50):

𝐶𝐼 = λ𝑚𝑎𝑥−𝑛

𝑛−1 (2.4)

λmax adalah eigenvalue terbesar dari matriks perbandingan dan n adalah

jumlah item yang diperbandingkan. Rasio konsistensi diperoleh dengen

membandingkan indeks konsistensi dengan nilai dari bilangan indeks

26

konsistensi acak (Random consistency index/RI), sebagai berikut (Saaty

(1991) dalam Ergu, dkk (2014, hal 59)):

𝐶𝑅 = 𝐶𝐼

𝑅𝐼 < 0,1 (2.4)

Menurut Saaty (1993) menyatakan bahwa untuk mengukur konsistensi

secara menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui rasio konsistensi. Tabel 2.4 Indeks Konsistensi Acak

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0 0 0.52 0.89 1.11 1.25 1.35 1.4 1.45 1.49

(Sumber : Saaty (1991) dalam Ergu, dkk (2014, hal 59))

Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang. Jika ini lebih dari 10

persen, maka pertimbangan itu mungkin lebih acak atau mungkin perlu

diperbaiki. Tetapi jika nilai CR kurang dari 10 persen, maka dapat dinilai

bahwa penilaian yang diberikan oleh para expertise sudah konsisten

(Saaty, 1993) Sedangkan nilai RI dapat dilihat pada tabel 2.4

4. Membentuk Supermatriks

Supermatriks adalah matriks yang terdiri dari sub sub matriks yang

disusun dari suatu set hubungan antara dua level yang terdapat dalam

model. Eigenvector yang diperoleh melalui perbandingan berpasangan

ditempatkan pada kolom supermatriks yang menunjukkan pengaruh

dengan mempertimbangkan kriteria kontrol dari elemen suatu komponen

pada elemen tunggal dari komponen yang sama atau berbeda yang

terdapat di bagian atas supermatriks. Terdapat tiga tahap supermatriks

yang harus diselesaikan pada model ANP, yaitu:

- Unweighted supermatrix. Supermatriks ini berisi eigenvector yang

dihasilkan dari keseluruhan matriks perbandingan berpasangan dalam

jaringan Setiap kolom dalam unweighted supermatriks berisi

eigenvector yang berjumlah satu pada setiap clusternya, sehingga

secara total satu kolom akan memiliki penjumlahan eigenvector lebih

dari 1.

- Weighted supermatrix. Supermatriks ini diperoleh dengan mengalikan

seluruh eigenvector dalam unweighted supermatrix dengan bobot

clusternya masingmasing.

27

- Limit matrix. Matriks limit adalah supermatriks yang berisi bobot

prioritas global dalam weighted supermatrix secara konvergen dan

stabil. Nilai ini diperoleh dengan memangkatkan weighted

supermatrix dengan 2k+1, dimana k adalah suatu bilangan yang

besar dengan nilai yang tidak ditentukan

5. Memilih alternatif terbaik

Jika supermatriks sudah dibuat pada langkah 4 untuk seluruh network,

maka bobot prioritas dari alternatif dapat ditemukan di dalam kolom

suatu alternatif berdasarkan supermatriks yang sudah dinormalisasi. Jika

supermatriks hanya membandingkan kluster yang saling berhungan,

perhitungan tambahan harus dibuat untuk memperoleh prioritas secara

keseluruhan dari beberapa alternatif. Sebuah alternatif yang mempunyai

prioritas terbesar secara keselurahan harus dipilih, seperti menentukan

alternatif terbaik dalam perhitungan operasi matriks

2.4.4 Kekurangan dan Kelebihan Analytical Networking Process

Menurut Ravi dkk (2005), sebagai salah satu teknik pengambilan keputusan

multi kriteria, ANP memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari

ANP antara lain :

- Dapat memperhitungkan criteria yang bersifat tangible dan

intangible

- Dapat memodelkan suatu hubungan yang lebih kompleks antar level

keputusan dan kriteria

- Mengizinkan adanya hubugan saling bergantung antar elemen

- Sangat berguna untuk mempertimbangkan kriteria yang bersifat kualitatif

dan kuantitatif serta hubungan antar kriteria yang bersifat nonlonier

Adapun ANP memiliki kekurangan sebagai berikut:

- Untuk menyelesaikan ANP memerlukan waktu yang cukup lama dan harus

dikerjakan secara intensif

- ANP memerlukan perbandingan berpasangan yang lebih banyak dari AHP

28

- Keakuratan perbandingan berpasangan hanya bergantung pada peniaian

expertise, sehingga memungkinkan hasil yang tidak valid ketika penilai

terlau bersifat subjektif.

2.5. Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Tabel 2.5 The Seven Stream Mapping Tools

Mapping Tools

Wastes/structures

Process activity

mapping

Supply chain

response marix

Production variety funnel

Quality filter

mapping

Demand amplification

mapping

Decision point anays

Physical structure

(a) volume (b)value

Overproduction L M L M M Waiting H H L M M Transport H L Innappropriate processing

H M L L

Unnecessary inventory

M H M H M L

Unnecessary motion

H L

Defects L H Overal structure

L L M L H M H

Catatan : H = tingkat korelasi dan kegunaan tinggi (high) M = tingkat korelasi dan kegunaan sedang (medium) L = tingkat korelasi dan kegunaan rendah (low)

(Hines dan Rich, 1997, hal 50)

Manurut Hines dan Rich (1997, hal 50) pada tabel 2.5 menunjukkan tingkat

korelasi dan kegunaan dari tiap value stream tools terhadap jenis waste. Pemakaian

tools tersebut didasarkan pada pemilihan yang tepat berdasarkan kondisi

perusahaan itu sendiri. Agar lebih mudah maka dapat dilakukan berdasarkan sistem

pembobotan yang sudah ditentukan. Pemilihan tools yang akan digunakan dapat

dilakukan dengan cara mengetahui total bobot untuk setiap tool. Mengetahui total

bobot tersebut dengan cara memberikan rating terhadap masing-masing tools

berdasarkan mengidentifikasi berbagai jenis waste yang mempengaruhi terhadap

produktivitas perusahaan. Hal ini dapat diketahui dengan cepat berdasarkan tingkat

korelasi yang diberikan pada tabel 2.1. sehingga tingkat korelasi tinggi (high) setara

dengan nilai 9 poin, sedang (medium) dengan nilai 3 poin, dan rendah (low) dengan nilai

1 poin, namun jika pada tool tersebut tidak memiliki tingkat korelasi maka tidak akan

29

diberikan nilai (0 poin). Penilaian dilakukan dengan mengalikan bobot masing-masing

waste yang telah ditentukan dengan masing-masing poin pada tools tersebut. Tool yang

mempunyai nilai paling tanggi menyatakan bahwa tool tersebutlah yang layak

digunakan. Sebaiknya pemakaian tool tidak hanya dipilih 1 tool saja, namun paling

tidak menggunakan 2 tools yang berarti memiliki tingkat korelasi sedang (medium).

Hal ini akan memastikan masing-masing waste/structure cukup dapat ditangani

dalam mapping process tersebut. (Hines dan Rich, 1997, hal 61)

Pada prinsipnya value stream analysis tool digunakan sebagai alat bantu

untuk memetakan secara detail aliran nilai (value stream) berfokus pada value

adding process. Detail mapping ini kemudian dapat digunakan untuk menemukan

penyebab waste yang terjadi (Hines dan Rich, 1997, hal 51) :

1. Process Activity Mapping (PAM)

Tool ini dipergunakan untuk mengidentifikasi lead time dan

produktivitas baik aliran produk fisik maupun aliran informasi, tidak

hanya dalam ruang lingkup perusahaan maupun juga pada area lain

dalam supply chain. Konsep dasar dari tools ini adalah memetakan setiap

tahap aktivitas yang terjadi mulai dari operasi, transportasi, inspeksi,

delay, dan storage, kemudian mengelompokkannya ke dalam tipe-tipe

aktivitas yang ada mulai dari value adding activities (VA), necessary but

non-value adding activities (NNVA), dan non-value adding activities

(NVA). Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk membantu memahami

aliran proses, mengidentifikasikan adanya pemborosan, mengidentifikasi

apakah suatu proses dapat diatur kembali menjadi lebih efisien,

mengidentifikasikan perbaikan aliran penambahan nilai. Ada lima tahap

pendekatan dalam process activity mapping secara umum :

- Memahami aliran proses

- Mengidentifikasi pemborosan

- Mempertimbangkan apakah proses dapat disusun ulang pada

rangkaian yang lebih efisien

- Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan

aliran layout dan rute transportasi yang berbeda

30

- Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah

dilakukan pada tiap stage benar-benar perlu dan apa yang

akan terjadi jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan

2. Supply Chain Response Matrix (SCRM)

Merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara

inventori dan lead time pada jalur distribusi, sehingga dapat diketahui

adanya peningkatan maupun penurunan tingkat persediaan pada waktu

distribusi pada tiap area supply chain. Dari fungsi yang diberikan,

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

manajemen untuk menaksir kebutuhan stok apabila dikaitkan

pencapaian lead time yang pendek. Tujuannya untuk memperbaiki dan

mempertahankan tingkat pelayanan setiap jalur distribusi dengan

biaya rendah.

3. Production Variety Funnel (PVF)

Merupakan teknik pemetaan visual dengan memetakan jumlah

variasi produk pada tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini dapat

digunakan untuk mengidentifikasikan titik dimana sebuah produk generic

diproses menjadi beberapa produk yang spesifik. Selain itu, tools ini juga

dapat digunakan untuk menunjukkan area bottleneck pada desain proses

untuk merencanakan perbaikan kebijakan inventori.

4. Quality Filter Mapping (QFM)

Merupakan tool yang digunakan untuk mengidentifikasi letak

permasalahan cacat kualitas pada rantai suplai yang ada. Tools ini

mampu menggambarkan 3 tipe cacat pada kualitas, antara lain :

a. Product defect, yakni cacat fisik produk yang lolos ke customer

karena tidak berhasil diseleksi pada saat proses inspeksi

b. Scrap defect, sering juga disebut sebagai internal defect dimana

cacat masih berada dalam internal perusahaan, sehingga berhasil

diseleksi dalam tahap inspeksi

31

c. Service defect, permasalahan yang dirasakan pelanggan yang

berkaitan dengan cacat kualitas dalam hal pelayanan. Hal yang

paling utama berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan adalah

ketidak tepatan waktu pengiriman (terlambat atau terlalu awal).

Selain itu dapat disebabkan karena permasalaha dokumentasi,

kesalahan proses pengemasan maupun pemberian label,

kesalahan kuantitas/jumlah, dan permasalahan faktur.

5. Demand Amplificaton Mapping (DAM)

Peta yang digunakan untuk memvisualisasikan perubahan demand

disepanjang rantai suplai. Fenomena ini menganut low of industrial

dynamics, dimana demand yang ditransmisikan disepanjang rantai suplai

melalui rangkaian kebijakan order dan inventori akan mengalami

variasi yang semakin meningkat dalam setiap pergerakannya mulai

dari downstream sampai dengan upstream. Dari informasi tersebut dapat

digunakan dalam pengambilan keputusan dan analisa lebih lanjut baik

untuk mengantisipasi adanya perubahan permintaan mengelola fluktuasi,

serta evaluasi kebijakan inventori.

6. Decision Point Analysis (DPA)

Menunjukkan berbagai pilihan sistem produksi yang berbeda,

dengan trade off antara lead time masing-masing pilihan dengan tingkat

inventori yang diperlukan untuk meng-cover selama proses lead time.

Decision point analysis merupakan titik dalam supply chain dimana

permintaan aktual memberikan kesempatan untuk mem-forecast driven

push.

7. Physical Structure (PS)

Merupakan sebuah tool yang digunakan untuk memahami

kondisi rantai suplai di lantai produksi. Hal ini diperlukan untuk

memahami kondisi industri itu, bagaimana operasinya, dan dalam

mengarahkan perhatian pada area yang mungkin belum mendapatkan

perhatian yang cukup untuk pengembangan.