BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Menurut Sutrisno (2014 : 219) pemimpin dalam suatu...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.id · Menurut Sutrisno (2014 : 219) pemimpin dalam suatu...
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kepemimpinan
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership termasuk kelompok ilmu terapan atau
applied sciences dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusan-
rumusannya bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Sebagai
langkah awal untuk mempelajari dan memahami segala sesuatu yang berkaitan
dengan aspek-aspek kepemimpinan dan permasalahannya, perlu dipahami terlebih
dahulu makna atau pengertian dari kepemimpinan melalui berbagai macam
perspektif.
Oleh karena kepemimpinan menyentuh berbagai segi kehidupan manusia,
seperti cara hidup kesempatan berkarya, bertetangga, bermasyarakat dan bahkan
bernegara, kiranya usaha sadar untuk semakin mendalami berbagai segi
kepemimpinan yang efektif itu perlu dilakukan dan bahkan ditingkatkan terus-
menerus oleh para ilmuwan yang menekuni dan menggandrunginya dengan tanpa
henti-hentinya mengumpulkan data dalam akumulasi teori-teori tentang
kepemimpinan. Beberapa ahli mengemukanan beberapa pengertian mengenai
kepemimpinan.
Menurut Vincent Gaspersz dalam Mallapiseng (2015 : 16) mengemukakan
bahwa “kepemimpinan adalah proses dimana seseorang atau sekelompok orang
(tim) memainkan pengaruh atas orang (tim) lain, menginspirasikan, memotivasi,
dan mengarahkan aktivitas mereka untuk mencapai sasaran dan tujuan.”
8
Menurut Sutrisno (2014 : 213) “kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan
seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing,
memengaruhi orang lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang
diharapkan.”
Menurut Taryaman (2016:7) secara umum dapat dikatakan bahwa
“kepemimpinan adalah suatu ilmu dan seni untuk mempengaruhi orang lain atau
sekelompok individu untuk saling bekerja sama, tidak saling menjatuhkan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi.”
Pendapat lain juga mengemukakan Menurut Robbins (2016:127) bahwa
pemimpin (leader) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain
dan memiliki otoritas manajerial. Kepemimpinan (leadership) merupakan
proses memimpin sebuah kelompok dan mempengaruhi kelompok itu
dalam mencapai tujuannya. Kepemimpinan adalah apa yang dilakukan
pemimpin.
Berdasarkan pengertian kepemimpinan menurut para ahli, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan proses kegiatan sesorang
untuk menggerakkan orang lain dengan cara memimpin serta mempengaruhi orang
lain untuk saling bekerja sama dan tidak saling menjatuhkan satu sama lain agar
tujuan organisasi tercapai.
2.1.2. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Menurut Rivai dan Mulyadi dalam Kumala & Agustina (2018 : 27)
mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang
digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran
organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan
adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh
seorang pemimpin.
Menurut Soekarso dalam Kumala & Agustina (2018 : 28) definisi gaya
kepemimpinan dapat diuraikan sebagai berikut:
9
1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau tindakan pemimpin dalam
mempengaruhi para anggota atau pengikut.
2. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau tindakan pemimpin dalam
melaksanakan tugas- tugas pekerjaan manajerial.
Menurut Siagian dalam (Erlangga, 2017) bahwa gaya kepemimpinan
seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang bersangkutan.
Gaya kepemimpinan seorang pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan,
tempramen, watak dan kepribadian tersendiri yang unik dan khas, hingga
tingkah laku dan gaya yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Menurut Veithzal Rivai dalam Sudaryono (2014 : 312) mengemukakan
bahwa gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang
pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya.
Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari
falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.
Berdasarkan penjelasan mengenai definisi gaya kepemimpinan tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan setiap seorang pemimpin
mempunyai karakter, tingkah laku dan watak kepribadian tersendiri yang
membedakan dengan orang lain. Pemimpin yang efektif dapat mempengaruhi
bawahan agar dapat mencapai tujuan organisasi.
2.1.3. Fungsi Dan Peran Pemimpin Dalam Organisasi
Fungsi pemimpin dalam organisasi menurut Terry dalam Sutrisno (2014 :
219) dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu : (1) perencanaan; (2)
pengorganisasian; (3) penggerakan; dan (4) pengendalian. Dalam menjalankan
fungsinya pemimpin mempunyai tugas-tugas tertentu, yaitu mengusahakan agar
kelompoknya dapat mencapai tujuan dengan baik, dalam kerja sama yang
produktif, dan dalam keadaan yang bagaimanapun yang dihadapi kelompok.
10
Menurut Sutrisno (2014 : 219) pemimpin dalam suatu organisasi memiliki
peranan yang sangat penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang
bersangkutan, akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak di luar organisasi
yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi
mencapai tujuannya. Peran tersebut dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, yaitu
yang bersifat interpersonal, informasional, dan dalam pengambilan keputusan.
1. Peranan Yang Bersifat Interpesonal.
Dewasa ini telah umum diterima pendapat bahwa salah satu tuntutan yang
harus dipenuhi oleh seorang manajer ialah keterampilan insani.keterampilan
tersebut mutlak perlu karena pada dasarnya dalam menjalankan
kepemimpinannya, seorang manajer berinteraksi dengan manusia lain, bukan
hanya dengan para bawahannya, akan tetapi juga berbagai pihak yang
berkepentingan, yang dikenal dengan dengan istilah stakeholder, di dalam dan
di luar organisasi. Itulah yang dimaksud dengan peran interpersonal yang
menampakkan diri.
2. Peranan Yang Bersifat Informasional
Informasi merupakan aset organisasi yang kritikal sifatnya. Dikatakan
demikian karena dewasa ini dan di masa yang akan datang sukar
membayangkan adanya kegiatan organisasi yang dapat terlaksana dengan
efisien dan efektif tanpa dukungan informasi yang mutakhir, lengkap, dan
dapat dipercaya karena diolah dengan baik. Peran tersebut mengambil tiga hal
bentuk, yaitu;
a. Pemantau arus informasi yang terjadi dari dan ke dalam organisasi.
Seorang manajer selalu menerima berbagai informasi bahkan juga
informasi yang sebenarnya tidak harus ditujukan kepadanya, tetapi kepada
11
orang lain dalam organisasi. Dalam kaitan ini perlu ditekankan bahwa
berkat kemajuan dan terobosan dalam bidang teknologi informasi, yang
dihadapi oleh manajer ialah melimpahkan informasi yang diterimanya.
b. Peran sebagai pemberi informasi. Berbagai informasi yang diterima oleh
seseorang mungkin nerguna dalam penyelenggaraan fungsi manajerialnya,
akan tetapi mungkin pula untuk disalurkan kepada orang lain atau pihak
lain dalam organisasi. Peran ini menuntut pemahaman yang mendalam
tentang makna informasi yang diterimanya, dan pengetahuan tentang
berbagai fungsi yang harus diselenggarakan
c. Peran selaku juru bicara organisasi. Peran ini memerlukan kemampuan
menyalurkan informasi secara tepat kepada berbagai pihak diluar
organisasi, terutama jika menyangkut informasi tentang rencana,
kebijaksanaan, tindakan, dan hasil yang telah dicapai oleh organisasi.
Peranan ini juga menuntut pengetahuan yang mendalam tentang berbagai
aspek industri yang ditanganinya. Maka, peran tersebut sangat penting
dalam pembentukan dan pemeliharaan citra positif organisasi yang
dipimpinnya.
3. Peran Pengambil Keputusan
Peranan ini mengambil tiga bentuk suatu keputusan, yaitu ;
a. Entrepreneur, seorang pemimpin diharapkan mampu mengkaji terus-
menerus situasi yang dihadapi oleh organisasi, untuk mencari dan
menemukan peluang yang dapat dimanfaatkan, meskipun kajian itu sering
menuntut terjadinya perubahan dalam organisasi;
12
b. Peredam gangguan, peran ini memikul tanggung jawab untuk mengambil
tindakan korektif apabila organisasi menghadapi gangguan serius yang
apabila tidak ditangani akan berdampak negatif kepada organisasi;
c. Pembagi sumber dana dan daya. Tidak jarang orang berpendapat bahwa,
makin tinggi posisi manajerial seseorang, wewenang pun makin besar.
Wewenang atau kekuasaan itu paling sering menampakkan diri pada
kekuasaan untuk mengalokasikan dana dan daya. Termasuk diantaranya
wewenang untuk menempatkan orang pada posisi tertentu, wewenang
mempromosikan orang, menurunkan pangkat. Kewenangan itulah yang
membuat para bawahan bergantung kepadanya.
2.1.3. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan
Dari berbagai literature dalam dan luar negri yang diperoleh ada banyak
gaya kepemimpinan, ada 5 (lima) gaya kepemimpinan menurut Fahmi (2013 : 72)
seperti berikut :
1. Gaya kepemimpinan otokratisasi dan dictatorial.
Gaya kepemimpinan otokratisasi disebut juga kepemimpinan dictator atau
direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa
konsultasi dengan para pegawai yang harus melaksanakannya atau pegawai
yang dipengaruhi keputusan tersebut. Pemimpin menentukan apa yang harus
dilakukan orang lain dan mengharapkan mereka mematuhinya. Gaya
kepemimpinan ini berdasarkan terhadap kekuasaan dan paksaan yang mutlak
harus dipatuhi.
13
2. Gaya kepemimpinan militeralistis
Gaya kepemimpinan ini banyak menggunakan sistem perintah, sistem
komando dari atas kebawahan sifatnya keras sangat otoriter, menghendaki
bawahan agar selalu patuh, penuh acara formalitas.
3. Gaya kepemimpinan paternalistis
Bersikap melindungi bawahan sebagai seorang bapak atau seorang ibu yang
penuh kasih.
4. Gaya kepemimpinan laissez faire
Gaya kepemimpinan ini membiarkan bawahan berbuat semaunya sendiri akan
semua pekerjaan dan bertanggung jawab dilakukan oleh bawahan dalam
pencapaian tujuan organisasi.
5. Gaya kepemimpinan demokratis.
Gaya kepemimpinan ini dikenal pula dengan istilah kepemimpinan
konsultatif atau kosensus. Orang yang mengatur pendekatan ini melibatkan
para pegawai yang harus melaksanakan keputusan dalam proses
pembuatannya. Sebenarnya yang membuat keputusan akhir adalah pemimpin.
Tetapi hanya setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim.
Kritik terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa kepemimpinan demokratis
sesuai dengan sifatnya, cenderung menghasilkan keputusasn yang paling
popular atau disukai tidak selalu merupakan keputusan terbaik, dan bahwa
kepemimpinan demokratis sesuai dengan sifatnya, cenderung menghasilkan
keputusan yang disukai daripada keputusan yang tepat. Gaya ini juga dapat
mengarah pada kompromi yang pada akhirnya memberikan hasil yang
diharapkan. Gaya kepemimpinan ini sangat mementingkan musyawarah.
14
2.2. Komitmen Organisasi
2.2.1. Pengertian Komitmen Organisasi
Salah satu keberhasilan manajemen perusahaan adalah kemampuannya
dalam menumbuhkan komitmen organisasional pegawai. Seberapa jauh komitmen
organisasional pegawai terhadap perusahaan akan sangat menentukan pencapaian
tujuan perusahaan. Komitmen organisasional pegawai sangatlah penting karena
pegawai yang memiliki komitmen kuat akan menampilkan kinerja terbaiknya serta
produktif dalam mengemban pekerjaan. Bahkan dalam banyak perusahaan,
komitmen organisasional merupakan salah satu syarat mutlak dalam memegang
jabatan manajerial tertentu. Berikut adalah pengertian komitmen organisasi
menurut para ahli :
Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson dalam Priansa (2014:233)
mengemukakan bahwa “komitmen organisasional merupakan suatu rasa
identifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh pegawai terhadap
organisasinya.”
Menurut Yulk dalam Priansa (2014:233) menyatakan komitmen
organisasional merupakan persetujuan pegawai terhadap keputusan atau
permintaan organisasi dan melakukan usaha yang serius untuk menjalankan
permintaan atau menerapkan keputusan tersebut sesuai dengan kepentingan
organisasi.
Menurut Stephen P Robbins dalam (Rajagukguk, 2016) “komitmen
organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu
organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan
dalam organisasi itu.”
Steers dalam (Lukman, 2017) menyatakan bahwa “komitmen berkaitan
dengan intensi untuk bertahan dalam organisasi, tetapi tidak secara langsung
15
berkaitan dengan unjuk kerja karena unjuk kerja berkaitan pula dengan motivasi,
kejelasan peran, dan kemampun karyawan.”
Berdasarkan penjelasan tentang komitmen organisasi menurut para ahli,
maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi ialah suatu rasa keterlibatan
dan kesetiaan seorang karyawan pada suatu organisasi tertentu untuk menjalankan
permintaan atau menerapkan keputusan yang berhubungan dengan kepentingan
organisasi tersebut.
2.2.2. Prinsip dan Bentuk Komitmen Organisasi
Komitmen organisasional merupakan konsep manajemen yang
menempatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai figur sentral bagi perusahaan.
Tanpa komitmen organisasi, perusahaan sulit mengharapkan partisipasi aktif dan
mendalam dari SDM. Oleh karena itu, komitmen organisasi harus dipelihara agar
tetap tumbuh dan eksis di sanubari SDM. Menurut Priansa (2017:111) ada 5 (lima)
prinsip kunci dalam membangun komitmen organisasi oleh pimpinan adalah :
1. Memelihara atau meningkatkan harga diri. Artinya, pimpinan harus pintar
menjaga agar harga diri pegawai tidak rusak
2. Memberikan tanggapan dengan empati
3. Meminta bantuan dan mendorong keterlibatan. Artinya, selalu ingin dihargai
pegawai juga ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan
4. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan rasional
5. Memberikan dukungan tanpa mengambil alih tanggung jawab.
Prinsip tersebut mencerminkan falsafah kepemimpinan bahwa pimpinan
menawarkan bantuan agar pegawai dapat melaksanakan tugas dengan baik, dan
16
perlu diingat bahwa fungsi pimpinan hanya membantu, sedangkan tanggung jawab
tetap pada masing-masing pegawai.
Komitmen organisasional pegawai terdiri atas komponen sikap dan
kehendak, seperti disajikan dalam tabel II.1
Tabel II.1
Komponen Sikap dan Kehendak dalam Komitmen Organisasi
Sikap Kehendak
1. Identifikasi
Penerimaan tujuan perusahaan yang
dipercayai telah disusun demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan
pribadi pegawai. Penerimaan ini
mereupakan dasar dari komitmen
organisasional. Identifikasi pegawai
tampak melalui sikap menyetujui
kebijaksanaan perusahaan,
kesamaan nilai pribadi, dan nilai-
nilai perusahaan, serta adanya
kebanggaan menjadi bagian dari
perusahaan.
2. Keterlibatan sesuai peran dan
tanggung jawab pekerjaan
Hal ini tercermin dari usaha pegawai
untuk menerima dan melaksanakan
1. Kesediaan untuk menampilkan
usaha
Kesediaan bekerja melebihi apa
yang diharapkan perusahaan untuk
maju.
2. Keinginan untuk tetap berada
dalam perusahaan
Pegawai dengan komitmen
organisasional yang tinggi akan
memiliki sedikit alasan untuk
keluar dari perusahaan dan
berkeinginan untuk bergabung
dengan perusahaan yang telah
dipilihnya dalam waktu yang lama.
17
tugas dan kewajiban yang
dibebankan. Pegawai bukan hanya
melaksanakan tugasnya, melainkan
juga bereusaha melebihi standar
minimal yang ditentukan
peruusahaan. Pegawai akan
terdorong pula untuk melakukan
pekerjaan diluar tugas dan peran
yang dimilikinya apabila
dibutuhkan perusahaan, bekerja
sama, baik dengan pimpinan
maupun dengan sesame rekan kerja.
3. Kehangatan, afeksi, dan loyalitas
Kehangatan, afeksi, dan loyalitas
terhadap perusahaan merupakan
evaluasi terhdapa komitmen dengan
adanya ikatan emosional dan
keterikatan antara perusahaan dan
pegawai.
Sumber : Priansa (2017 : 112)
Komitmen organisasional dalam diri pegawai juga tampak dari beberapa hal
berikut :
1. Penyesuaian, yaitu melakukan upaya penyesuaian dengan perusahaan dan
melakukan hal-hal yang diharapkan oleh perusahaan, serta menghormati
18
norma-norma yang berlaku dan hidup di perusahaan, serta menaati dan
menturuit peraturan dan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
2. Meneladani, yaitu membantu orang lain, menghormati dan menerima hal-hal
yang dianggap penting oleh pimpinan, bangga menjadi bagian dari perusahaan,
serta peduli terhadap citre perusahaan.
3. Mendukung secara aktif, yaitu bertindak mendukung serta memenuhi
kebutuhan perusahaan dan menyesuaikan diri dan kepentingannya dengan misi
perusahaan.
4. Melakukan pengorbanan pribadi, yaitu menempatkan kepentingan perusahaan
diatas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta
mendukung keputusan yang menguntungkan perusahaan walaupun keputusan
tersebut tidak disenangi oleh pegawai tersebut.
2.2.3. Dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Meyer & Allen dalam Priansa (2017 : 117), merumuskan tiga
dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu affective, continuance, dan
normative.
1. Affective commitment, berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap
organisasinya, idedntifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan
kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan Affective commitment yang
tinggi akan terus menjadi anggota organisasi dalam organisasi karna memang
memiliki keinginan untuk itu.
2. Continuance commitment, berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi
sehingga akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota
19
organisasi yang memiliki continuance commitment yang tinggi akan terus
menjadi anggota dalam organisasi karena memiliki kebutuhan untuk menjadi
anggota organisasi tersebut.
3. Normative commitment, menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus
berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment
yang tinggi akan terus menjadi anggota organisasi karena merasa dirinya harus
berada dalam organisasi tersebut.
2.2.4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional menurut Dyne
dan Graham dalam (Priansa (2017 : 122) adalah sebagai berikut
1. Personal
a. Ciri-ciri kepribadian tertentu
Cici-ciri kepribadian tertentu seperti teliti, ekstrovert, berpandangan positif
(optimis), dan cenderung lebih komit. Demikian pula, individu yang lebih
berorientasi kepada tim dan menempatkan ujuan kelotmpok diaas ttujuan
sendiri serta individu yang altruistic (senang membantu) akan cenderung
lebih komit.
b. Usia dan masa kerja
Usia dan masa kerja berhubungan positif dengan komitmen perusahaan
c. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak dapat
diakomodasi sehingga komitmennya semakin rendah.
20
d. Jenis kelamin
Wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai
kariernya sehingga komitmennya lebih tinggi
e. Status perkawinan
Pegawai yang sudah menikah lebih terikat dengan perusahaannya
f. Keterlibatan kerja
Tingkat keterlibatan kerja individu berhubungan positif dengan komitmen
perusahaan
2. Situasional
a. Nilai (value) tempat kereja
Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari
hubungan saling keterikatan. Nilai-nilai kualitas, inovasi, dan kooperasi,
partisipasi, dan trust akan mempermudah setiap pegawai untuk saling
berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para pegawai percaya bahwa
nilai perusahaannya adalah kualitas produk jasa, para pegawai akan terlibat
dalam perilaku yang memberikan konstribusi untuk mewujudkan hal itu.
b. Keadilan perusahaan
Keadilan perusahaan, meliputi keadilan yang berkaitan dengan kewajaran
alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta
keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar
pribadi.
c. Karakteristik pekerjaan
Karakteristik ini meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi, dan
umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal. Jerigan, Beggs
21
menyanatakan bahwa kepuasan atas otonomi, status, dan kebijakan
merupakan prediktor penting dari komitmen. Karakteristik spesifik dari
pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa ketertarikan
terhadap perusahaan.
d. Dukungan perusahaan
Dukungan perusahaan mempunyai hubungan positif dengan komitmen
perusahaan. Hubungan ini didefinisikan sebagai tinggi-rendahna persepsi
pegawai bahwa perusahaan memberi dorongan, respek, menghargai
kontribusi, dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya.
Dengan kata lain, jika perusahaan peduli dengan keberadaan dan
kesejahteraan pegawai serta menghargai kontribusinya, perusahaan tersebut
akan mendorong pegawainya untuk menjadi komit.
3. Posisional
a. Masa kerja
Masa kerja yang lama akan semakin membuat pegawai komit. Hal ini
karena masa kerja yang lama semakin memberi peluang pegawai untuk
menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, peluang promosi yang
lebih tinggi, serta peluang investasi pribadi berupa pikiran, tenaga dan
waktu yang semakin besar, hubungan social lebih bermakna, serta akses
untuk mendapat informasi pekerjaan baru semakin berkurang.
b. Tingkat pekerjaan
Berbagai penelitian menyebutkan status sosioekonomi sebagai prediktor
komitmen paling kuat. Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi
ataupun kemampuan aktif terlibat.
22
2.3 Konsep Dasar Operasional dan Perhitungan
2.3.1 Kisi-Kisi Operasional Variabel
Pada kisi-kisi operasional variabel dijelaskan dimensi Gaya Kepemimpinan
dan Komitmen Organisasi dapat dikembangkan melalui pernyataan-pernyataan
untuk dijadikan bahan kuesioner.
1. Gaya Kepemimpinan
Tabel II.2
Tabel Dimensi dan Indikator Gaya Kepemimpinan
No
Dimensi Variabel Gaya
Kepemimpinan
Indikator Butir Item
1
Gaya Kepemimpinan
Otokratisasi dan dictatorial
Mengambil keputusan sendiri,
kekuasaan dan paksaan yang
harus dipatuhi
1,2
2
Gaya Kepemimpinan
Militeristis
Menggunakan sistem
perintah, sifatnya keras,
menghendaki bawahan agar
selalu patuh
3,4
3
Gaya Kepemimpinan
Paternalistis
Bersikap melindungi
bawahan. Dan bersifat
kekeluargaan
5,6
4
Gaya Kepemimpinan
Laissez Faire
Membiarkan bawahan berbuat
semaunya sendiri akan semua
pekerjaan dalam pencapaian
tujuan organisasi
7,8
23
5
Gaya Kepemimpinan
Demokratis
Menerima masukan dan
rekomendasi dari anggota tim
lainnya.
9,10
Sumber : (Fahmi, 2013)
2. Komitmen Organisasi
Tabel II.3
Tabel Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasi
No
Dimensi Variabel Komitmen
Organisasi
Indikator Butir Item
1 Affective commitment
Hubungan emosional
anggota terhadap
organisasinya, identifikasi
dengan organisasi, dan
keterlibatan anggota dengan
kegiatan di organisasi
1,2,3,4,5
2 Continuance commitment
Kesadaran anggota
organisasi sehingga akan
mengalami kerugian jika
meninggalkan organisasi,
Memiliki kebutuhan untuk
menjadi anggota organisasi
6,7,8
24
3 Normative commitment
Menggambarkan perasaan
keterikatan untuk terus
berada dalam organisasi
9,10
Sumber : Priansa (2017 : 112)
2.3.2. Uji Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
memperoleh, mengolah dan menginterpretasikan informasi yang diperoleh dari
para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur yang sama. Untuk
dapat dikatakan instrumen penelitian yang baik, paling tidak memenuhi lima
kriteria, yaitu: validitas, reliabilitas, sensitivitas, objektivitas dan fisibilitas. (Siregar
: 2013)
Dalam Wiratna (2015:160) uji validitas dan reliablitas digunakan untuk
menguji data yang menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner untuk melihat
pertanyaan dalam kuesioner yang diisi oleh responden tersebut layak atau belum
pertanyaan-pertanyaan digunakan untuk mengambil data.
1. Uji Validitas
Menurut Noor (2015:19) tentang uji validitas ini dapat disampaikan hal-hal
pokoknya, sebagai berikut:
a. Uji ini sebenarnya untuk melihat kelayakan butir-butir pertanyaan dalam
kuesioner tersebut dapat mendefinisikan suatu variabel.
b. Daftar pertanyaan ini pada umumnya untuk mendukung suatu kelompok
variabel tertentu.
25
c. Uji validitas dilakukan setiap butir soal. Hasilnya dibandingkan dengan r table
| df = n-k dengan tingkat kesalahan 5%.
d. Jika r table < r hitung, maka butir soal disebut valid.
2. Uji Reliabilitas
Menurut Noor (2015:20) keandalan pengukuran dengan menggunakan Alfa
Croonbach adalah koefisien keandalan yang menunjukan seberapa baiknya
item/butir dalam suatu kumpulan secara positif berkorelasi satu sama lain. Tentang
uji reliabilitas ini dapat disampaikan hal-hal pokoknya, sebagai berikut :
a. Untuk menilai kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab
kuesioner. Kuesioner tersebut mencerminkan konstruk sebagai dimensi suatu
variabel yang disusun dalam bentuk pertanyaan.
b. Uji reliabilihas dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh pertanyaan.
c. Jika nilai Alpha > 0,60 maka reliabel. Dengan rumus sebagai berikut:
r = reliablity instrument (cronbachalfa)
k = banyaknya butir pertanyaan
Ʃσb² = total varian butir
σ t² = total varian
r k
(k – 1)
1 – Ʃσ b ²
σ t ²
26
Tabel II.4
Skala Alpha Cranbach’s
Nilai Alpha Cranbach’s Keterangan
0,00 – 0,20 Kurang Reliabel
0,21 – 0,40 Agak Reliabel
0,41 – 0,60 Cukup Reliabel
0,61 – 0,80 Reliabel
0,81 – 1,00 Sangat Reliabel
Sumber : Triton dalam (Yuliantari & Ulfa, 2016)
2.3.3. Konsep Dasar Perhitungan
Konsep dasar operasional serta perhitungan dalam tugas akhir ini terdapat
kisi-kisi operasional gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi. Konsep
dasar perhitungannya terdapat populasi, sampel, skala likert, koefisien korelasi,
koefisien determinasi, dan persamaan regresi.
1. Populasi dan Sampel
Dalam Amos (2016:41) populasi dan sampel merupakan sumber utama
untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam mengungkapkan fenomena atau
realitas yang dijadikan fokus penelitian kita. Dalam kegiatan penelitian yang
berkaitan dengan data selalu harus ada sumber data dan sumber data berasal dari
populasi. Populasi adalah keseluruhan atau totalitas objek yang diteliti. Ciri-ciri
populasi disebut paramater. Oleh karena itu, populasi juga sering diartikan sebagai
kumpulan objek penelitian dari mana data akan dijaring atau dikumpulkan. Populasi
dalam penelitian bisa berupa orang atau individu, kelompok, organisasi, komunitas
orang, komunitas hewan atau masyarakat maupun benda.
27
Sampel adalah sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian.
Sampel atau juga sering disebut contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya
akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh
karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka yang akan
kita peroleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi. Ciri-ciri sampel disebut
statistik, bila setiap anggota tidak terkecuali yang ada dalam populasi diberi
perlakuan penelitian, maka itu namanya sensus. Menurut sugiyono dalam
(Yuliantari & Ulfa, 2016) sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Penulis menggunakan sampel jenuh
dikarenakan jumlah populasi hanya 30 orang.
2. Skala likert
Skala likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu objek atau fenomena tertentu. Skala
likert memiliki dua bentuk pernyataan, yaitu: pernyataan positif dan negatif.
Pernyataan positif diberi skor 5,4,3,2, dan 1. Sedangkan bentuk pernyataan negatif
diberi skor 1,2,3,4, dam 5. Bentuk jawaban skala likert terdiri dari sangat setuju,
setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan
dari variable menjadi dimensi, dari dimensi dijabarkan menjadi indikator, dan dari
indikator dijabarkan menjadi sub-indikator yang dapat diukur. Akhirnya sub-
indikator dapat digunakan tolak ukur membuat suatu pertanyaan atau pernyataan
yang perlu dijawab oleh responden. Berikut contoh pernyataan positif dan negatif
untuk jawaban “setuju”.
28
Table II.5
Contoh pernyataan positif dan negatif
No Pernyataan Positif Skor
1 Sangat setuju (SS) 5
2 Setuju (S) 4
3 Netral (N) 3
4 Tidak setuju (TS) 2
5 Sangat tidak setuju (STS) 1
No Pernyataan Negatif Skor
1 Sangat setuju (SS) 1
2 Setuju (S) 2
3 Netral (N) 3
4 Tidak setuju (TS) 4
5 Sangat tidak setuju (STS) 5
Sumber : Siregar (2013 : 26)
3. Uji Koefisien Korelasi
Menurut Amos (2016 : 129) koefisien korelasi adalah koefisien yang
didapat dari pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel.
Besarnya koefisien korelasi adalah berkisar antara +1 sampai dengan -1. Koefisien
korelasi menunjukan kekuatan hubungan linier dan arah hubungan dua variabel
acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan
searah. Artinya, jika nilai variabel X tinggi, maka nilai varianel Y akan tinggi pula.
Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai
29
hubungan terbalik. Artinya, jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
sangat rendah. Singkatnya koefisien korelasi adalah tingkat keeratan hubungan
antara variabel-variabel (r, R, ρ). Sesuai kajian teori interpretasi mengenai kekuatan
hubungan antara dua variabel mengikuti pedoman untuk menginterpretasikan
koefisien korelasi adalah sebagai berikut.
4. Uji Koefisien Determinasi
Dalam buku Amos (2016:130) menjelaskan koefisien determinasi adalah
kadar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat (r², R²). Koefisien
determinasi dilambangkan dengan r². Nilai ini menyatakan proporsi variasi
keseluruhan dalam nilai variabel dependen yang dapat diterangkan atau diakibatkan
oleh hubungan liner dengan nilai variabel independen. Selain itu, misalkan nilai r²
= 96%, maka nilai variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel
independen adalah sebesar 96% sedangkan 4% sisanya diterangkan oleh galat (eror)
atau pengaruh variabel lain.
Dalam hubungannya dengan korelasi, maka r² merupakan kuadrat dari
koefisien korelasi yang berkaitan dengan variabel bebas (X) dan variabel terikat
(Y). Secara umum dikatakan bahwa r² merupakan kuadrat korelasi antara variabel
yang digunakan sebagai prediktor (X) dan variabel yang memberikan respons (Y).
Dengan menggunakan bahasa sederhana r² merupakan koefisien korelasi yang
dikuadratkan. Oleh karena itu, penggunaan koefisien determinasi dalam korelasi
r = n Ʃxy – (Ʃx) (Ʃy)
√[n Ʃx² - (x)²] [n Ʃy² - (Ʃy)²]
30
tidak harus diinterpretasikan sebagai besarnya pengaruh variabel X dan Y
mengingat bahwa korelasi tidak sama dengan kausalitas. Secara bebas dikatakan
dua variabel mempunyai hubungan belum tentu variabel satu mempengaruhi
variabel lainya. Lebih lanjut dalam konteks korelasi antara dua variabel maka
pengaruh variabel X terhadap Y tidak tampak. Kemungkinannya hanya korelasi
merupakan penanda awal bahwa variabel X mungkin berpengaruh terhadap Y.
Sedang bagaimana pengaruh itu terjadi dan ada atau tidak kita akan mengalami
kesulitan untuk membuktikannya. Hanya menggunakan angka r² kita tidak akan
dapat membuktikan bahwa variabel X mempengaruhi Y.
Menurut Wibisono (2015 : 587) besarnya koefisien determinasi dari
perubah acak X dan Y. Oleh kerena koefisien determinasi merupakan kuadrat dari
koefisien korelasi, maka koefisien determinasi r² diturunkan dari persamaan, yaitu:
5. Persamaan Regresi
Menurut Kurniawan (2014 : 179) analisis regresi merupakan suatu teknik
membangun persamaan dan menggunakan tersebut untuk membuat perkiraan.
Dengan demikian, analisis regresi sering disebut sebagai analisis prediksi.
Persamaan regresi sederhana merupakan model hubungan antara variabel tidak
bebas (Y) dan variabel bebas (X), dapat dirumuskan dengan bentuk persamaan garis
regresi linearnya sebagai berikut:
r² = 1 – Ʃ(Y₁ - Ῡ)²
Ʃ(Y₁ -Ῡ)²
31
Sumber : Kurniawan (2014 : 179)
Rumus Persamaan Regresi
Keterangan :
Y = Nilai dari variabel dependen (variabel terikat / variabel yang dipengaruhi)
a = Konstanta, yaitu nilai Y jika X=0
b = Koefisien Regresi
X = Nilai dari variabel independen (variabel bebas / variabel yang mempengaruhi
variabel lain)
Y = a + b.X