BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru
BAB II
LANDASAN TEORI
Kebijakan Sertifikasi Guru
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang
dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru
disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen. Sertifikasi guru adalah
proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada
guru yang telah memenuhi standar profesional guru.
Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik
pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang
ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal
pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.
Sertifikasi guru bertujuan untuk :
a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
c. Meningkatkan martabat guru
d. Meningkatkan profesionalitas guru.
Adapun manfaat sertifikasi guru adalah sebagai berikut :
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat
merusak citra profesi guru.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
tidak profesional.
c. Meningkatkan kesejahteraan guru
20
Guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara,
sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan
menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula
untuk profesi lainnya termasuk profesi guru.
Hakikat Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Terkait Dengan Standar Nasional Pendidikan.
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan
itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi
adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan
aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.
Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka
belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus
dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari
telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan keterampilan baru.
Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk
mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang
bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar
kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya
kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari
jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar
yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka sertifikasi
akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
Dalam PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi
yang dimaksud sertifikasi guru Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan
21
Nasional Republik Iandonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru
Dalam Jabatan disebutkan bahwa “Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan Adalah Proses
Pemberian Sertifikat Pendidik Untuk Guru Dalam Jabatan”.
Sertifikasi guru dalam jabatan pada hakikatnya merupakan penerapan standar
pendidik dan tenaga kependidikan. Sebagaimana kita ketahui, pasal 2 ayat (1) PP Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan 8 standar nasional
pendidikan, yakni (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4)
standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar
pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.
Pasal 8 UU Nomor 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan kata lain,
guru merupakan profesi seperti profesi lain, misalnya dokter, akuntan, pengacara,
apoteker, dan sebagainya. Pembuktian profesionalitas guru perlu dilakukan. Seorang
akuntan harus mengikuti pendidikan profesi terlebih dahulu demikian juga untuk profesi
lainnya, termasuk profesi guru. Sedangkan bagaimana sertifikasi guru dalam jabatan
tersebut dilaksanakan oleh asesor di LPTK dijelaskan pada Pasal 2 ayat (1) dalam
Permendiknas tersebut menyatakan bahwa “sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan
melalui uji kompetensi untuk memperoleh peserta didik” Selain itu, dalam ayat (2)
dinyatakan dengan tegas bahwa “sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui
uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik” Dalam ayat (3) juga dinyatakan
secara eksplisit bahwa “uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam bentuk penilaian portofolio”.
22
Dasar-dasar Sertifikasi Guru
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal
yang menyatakannya adalah Pasal 8 : guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik
sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.
Landasan yuridis lain diberlakukan sertifikasi guru dan dosen antara lain: (1)
peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; (3)
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (4) Draff Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) yang rencananya Oktober 2006 akan segera diberlakukan
bahkan menurut Fasla Djalal, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan (PMPTK) Depdiknas (Pikiran Rakyat, 6 Oktober 2006 hal. 12) mengatakan
bahwa: ‘’Awal Januari 2007 take home pay guru Minimal 3 juta”.
Tujuan Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru mempunyai tujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, (2) meningkatkan profesionalitas guru, termasuk di dalamnya kesejahteraan
guru, (3) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (4) meningkatkan martabat
23
guru. Dalam Pasal 1 ayat (2) dinyatakan bahwa “sertifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik
sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV)”. Lembaga yang akan menyelenggarakan
kegiatan sertifikasi guru dalam jabatan tersebut seperti dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)
dinyatakan dengan jelas bahwa “sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional”.
Dijelaskan oleh Samani (2006:10) untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang
guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus
memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji
sertifikasi. Dengan kata lain tujuan sertifikasi untuk meningkatkan mutu dan menentukan
kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Menurut Fajar (2006: 3-4) manfaat uji sertifikasi guru dalam kerangka makro
upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan sebagai berikut: (1) melindungi
profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat
merusak citra profesi guru itu sendiri; (2) melindungi masyarakat dari praktik-praktik
pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya
peningkatan kualitas pendidikan dan mempersiapkan sumber daya manusia di negeri ini;
(3) menjadi wahana penjaminan mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol
mutu bagi pengguna layanan pendidikan; (4) menjaga lembaga penyelenggaran
pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat
24
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku; (5) memperoleh tunjangan profesi
bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.
Manfaat Sertifikasi Guru
Manfaat sertifikasi guru antara lain adalah (1) melindungi profesi guru dari
praktek-praktek yang tidak kompeten (malpraktik), yang dapat merusak citra profesi guru,
(2) melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
tidak profesional.
Pada Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah”.Pertanyaan yang muncul, apakah pekerjaan guru memang telah memenuhi
syarat sebagai profesi?.
Terdapat dua pendapat agak mirip yang menjelaskan syarat-syarat guru sebagai
profesi. Kedua pendapat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut.syarat pekerjaan
disebut sebagai profesi.
Tabel: 1 Syarat Pekerjaan disebut sebagai Profesi
No. Sambas Suryadi (Westby Gybon, 1965)
Dedi Supriadi
1 Adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah
Mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan oleh masyarakat
2 Memerlukan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan teknikdan prosedur kerja yang unik dan berbeda dengan bidang pekerjaan
Menuntut adanya keterampilan atau keahlian
25
lain
3 Memerlukan persiapan yang sengaja dan sistematis untuk mengerjakan pekerjaan tersebut
Untuk memperoleh keterampilan dan keahlian tersebut didukung oleh disiplin ilmu tertentu
4 Memiliki mekanisme untuk melakukan seleksi secara efektif dankompetitif.
Memiliki kode etik yang menjadi pedoman bagi para anggotanya untuk melaksanakan tugas profesionalnya.
5 Mempunyai organisasi profesi untukmelindungi kepentingan anggotanya
Sebagai konsekuensi dari proses layanan profesional yang diberikan kepada masyarakat, mereka yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut berhak memperoleh imbalan finansial dengan sistem penggajian yang memadai.
Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka tampak jelas bahwa guru memang
sebagai profesi. Pertama, guru merupakan jenis pekerjaan yang memiliki fungsi dan
signifikansi dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bahkan masyarakat dan
pemerintah (presiden) telah memberikan pengakuan secara formal bahwa bahwa guru
sebagai profesi. Kedua, guru memang harus memiliki kemampuan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan keahlian yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan dari
institusi pendidikan yang telah terakreditasi. Oleh karena itu, maka guru harus
mempunyai kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai. Ketiga, selain itu guru
memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi yang harus dipedomani dalam
pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya. Keempat, untuk mendukung kelancaran dan
keberhasilan pelaksanaan tugasnya dengan baik, maka guru atau pendidik berhak untuk
memperoleh kesejahteraan yang memadai.
Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk
multidimensional. Guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi
kriteria administratif, akademis dan kepribadian. Menurut Muhamad Nurdin (2004:20)
26
persyaratan guru yang profesional adalah sehat jasmani dan rohani, bertakwa, berilmu
pengetahuan, berlaku adil, berwibawa, ikhlas, mempunyai tujuan, mampu merencanakan
dan melaksanakan evaluasi pendidikan serta menguasai bidang yang ditekuninya.
Kesembilan syarat penting bagi guru profesional ini secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu persyaratan administratif, akademis dan
kepribadian. Persyaratan administratif adalah persyaratan yang harus dimiliki oleh
seorang guru yang ingin menjadi profesional dalam kaitannya dengan persyaratan legal
formal. Di Indonesia, persyaratan yang demikian ini (khususnya bagi lembaga pendidikan
formal) menjadi sangat menentukan. Bahkan kualitas seseorang dapat dilihat dari ijazah
serta sertifikat keilmuan yang dimilikinya. Dalam konteks ke-Indonesiaan, persyaratan
administratif merupakan alah satu persyaratan yang sangat penting. Persyaratan akademis
adalah persyaratan yang harus dimiliki seorang guru yang ingin menjadi profesional
dalam kaitannya dengan kapabilitas dan kualitas intelektual.
Persyaratan akademis juga merupakan syarat yang sangat penting bagi seorang
guru profesional. Persyaratan ini sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan
yang dilaksanakannya. Kesuksesan pendidikan bukan hanya menjadi beban dan tanggung
jawab murid sebagai pencari ilmu, akan tetapi justru gurulah yang memegang peran
dominan. Karena jika guru secara akademis sudah tidak memadai, maka dengan
sendirinya keterampilan untuk mengajar, kemampuan penguasaan materi pengajaran, dan
bagaimana mengevaluasi keberhasilan murid tidak dimiliki secara akurat dan benar. Hal
ini jelas sangat merugikan proses pendidikan yang bukan hanya berakibat fatal bagi
seorang murid, melainkan bagi seluruh murid atau bahkan seluruh stakeholder
pendidikan.
27
Persyaratan kepribadian adalah persyaratan yang harus dimiliki guru yang ingin
menjadi profesional dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-
hari. Guru adalah seseorang yang harus digugu dan ditiru, khususnya oleh murid. Sebagai
seseorang guru yang harus digugu dan ditiru, dengan sendirinya mensyaratkan secara
internal bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian dan perilaku yang baik. Dalam
hal ini bukan hanya dalam kaitannya dengan tradisi, kesopanan, dan unggah-ungguh di
masyarakat setempat, akan tetapi juga nilai-nilai keagamaan. Sebagai seorang guru yang
profesional tidak ada alasan lain kecuali berakhlak yang mulia, baik dalam kaitannya
dengan orang lain (murid dan masyarakat), diri sendiri, lingkungan (alam sekitar), dan
tentunya dengan Allah SWT. Berakhlak baik dengan Allah belum menjadi jaminan
bahwa seoran guru telah berakhlak mulia dengan masyarakat, dengan dirinya atau dengan
lingkungan. Demikian juga sebaliknya, berakhlak baik dengan dirinya belum tentu
menjadi jaminan berakhlak mulia dengan lingkungan, masyarakat dan Allah swt.
Menurut Tatty S.B. Amran (1994:139) untuk mengembangkan profesional
diperlukan KASAH adalah akronim dari Knowledge (pengetahuan), Ability
(kemampuan), Skill (keterampilan), Attitude (sikap diri), dan Habit (kebiasaan diri).
Menurut Muhammad Hatta (1954:5), yang dimaksud pengetahuan adalah sesuatu
yang didapat dari membaca dan pengalaman. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan (analisis).
Pengetahuan menurut Saefudin Ansari (1991:45) dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu (1) pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan tentang hal-hal biasa, kejadian
sehari-hari, yang selanjutnya disebut pengetahuan; (2) pengetahuan ilmiah, yaitu
pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang selanjutnya disebut ilmu
pengetahuan; (3) pengetahuan filosofis, yaitu semacam “ilmu” istimewa yang mencoba
28
menjawab istilah-istilah yang tidak terjawab oleh ilmu-ilmu biasa, yang sering disebut
sebagai filsafat; (4) pengetahuan teologis, yaitu pengetahuan tentang keagamaan,
pengetahuan tentang pemberitahuan dari Tuhan.
Dalam pengembangan profesionalisme guru, menambah ilmu pengetahuan adalah
hal yang mutlak. Kita harus mempelajari segala macam pengetahuan, akan tetapi kita
juga harus mengadakan skala prioritas. Karena dalam menunjang keprofesionalan sebagai
guru, menambah ilmu pengetahuan tentang keguruan sangat perlu. Namun bukan berarti
hanya mempelajari satu disiplin ilmu saja. Semakin banyak ilmu pengetahuan yang di
pelajari, semakin banyak pula wawasan kita tentang berbagai ilmu.
Kemampuan (Ability) terdiri dari dua unsur, yaitu yang biasa dipelajari dan yang
alamiah. Pengetahuan dan keterampilan adalah unsur kemampuan yang biasa dipelajari,
sedangkan yang alamiah orang menyebutnya dengan bakat. Jika orang hanya
mengandalkan bakat saja tanpa mempelajari dan membiasakan kemampuannya, maka dia
tidak akan berkembang. Karena bakat hanya sekian persen saja menuju keberhasilan.
Sedangkan orang yang berhasil dalam mengembangkan profesionalisme itu ditunjang
oleh ketekunan dalam mempelajari dan mengasah kemampuannya. Oleh karena itu,
potensi yang ada pada kita harus terus diasah.
Kemampuan paling dasar yang diperlukan adalah kemampuan dalam
mengantisipasi setiap perubahan terjadi. Oleh karena itu, seorang guru yang profesional
tentunya tidak ingin ketinggalan dalam percaturan global. Dengan demikian, ia harus
mengantisipasi perubahan itu dengan banyak membaca supaya bertambah ilmu
pengetahuannya. Menurut Jeannette Vos (2003:87), jika seoran guru ingin bertambah luas
pengetahuannya, maka ia harus menggunakan dunia ini sebagai ruang kelasnya. Untuk
mengembangkan profesionalisme guru supaya berpengetahuan luas tentunya dibutuhkan
29
kemauan. Seperti sebuah ungkapan, ‘’kalau ada kemauan, pasti ada jalan’’, maka segala
sesuatu harus ditunjang terlebih dahulu oleh kemauan keras supaya berhasil.
Keterampilan (skill) merupakan salah satu unsur kemampuan yang dapat
dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian yang
bermanfaat untuk jangka panjang. Keterampilan merupakan the requisite knowledge and
ability. Sebetulnya banyak sekali keterampilan yang dibutuhkan dalam pengembangan
profesionalisme, tergantung pada jenis pekerjaan masing-masing. Keterampilan mengajar
merupakan pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (ability) yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas guru dalam pengajaran. Menurut Nurdin (2004:144-146) bagi
seorang guru yang tugasnya mengajar dan peranannya di dalam kelas, keterampilan yang
harus dimiliki anatar lain: pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan,
partisipan, ekspeditur, perencana, supervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor.
Sedangkan menurut Bafadal (1992:37) keterampilan yang harus dimiliki oelh
seorang guru adalah: (1) keterampilan merencanakan pengajaran, (2) keterampilan
mengimplementasikan pengajaran, (3) keterampilan menilai pengajaran.
Attitude (sikap diri) seseorang terbentuk oleh suasana lingkungan yang
mengitarinya. Seorang anak pasti mulai belajar tentang dirinya melalui lingkungan yang
terdekat, yaitu orang tua. Oleh karena itu, masa kecil adalah masa peniruan, di mana
setiap gerak gerik yang dilihatnya akan dia tiru. Oleh karena itu, sikap diri perlu
dikembangkan (tentunya yang baik). Salah satu contoh bila kita di rumah sangat ramah
terhadap keluarga, besar kemungkinan di sekolah pun kita akan bersikap ramah terhadap
anak didik dan teman sejawat. Dengan demikian, kita biasa melihat bahwa sikap diri
merupakan kepribadian seseorang.
30
Menurut Zuhairini (1991:186) kepribadian adalah hasil dari sebuah proses
sepanjang hidup. Kepribadian bukan terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi terbentuk melalui
perjuangan hidup yang sangat panjang. Apakah dia berkepribadian muslim, apakah
seseorang itu berkepribadian baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab,
semua itu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan demikian, faktor pendidikan
sangat mempengaruhi kualitas kepribadian seseorang, yang di dalamnya ada guru yang
juga mempunyai kepribadian yang baik.
Habit (kebiasaan diri) adalah suatu kegiatan yang terus menerus dilakukan yang
tumbuh dari dalam pikiran. Pengembangan kebiasaan diri harus dilandasi dengan
kesadaran bahwa usaha tersebut membutuhkan proses yang cukup panjang. Kebiasaan
positif di antaranya adalah menyapa dengan ramah, memberi pujian kepada anak didik
dengan tulus, menyampaikan rasa simpati, menyampaikan rasa penghargaan kepada
kerabat, teman sejawat atau anak didik yang berprestasi dan lain-lain.
Guru sebagai social worker (pekerja sosial) sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Namun, kebutuhan masyarakat akan guru belum seimbang dengan sikap sosial
masyarakat terhadap profesi guru. Berbeda bila dibandingkan dengan penghargaan
mereka terhadap profesi lain, seperti dokter, pengacara, insinyur, dan sebagainya.
Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap guru, menurut Tabrani Rusyan (Nurdin,
2004:192), disebabkan beberapa faktor yaitu: adanya pandangan sebagian masyarakat
bahwa siapa pun dapat menjadi guru, asalkan ia berpengetahuan, walaupun tidak
mengerti didaktik metodik.
Berdasarkan pendapat di atas nampak jelas bahwa guru merupakan suatu jabatan
atau profesi yang menuntut suatu keahlian khusus. Memang tidak setiap orang bisa
menjadi guru, karena harus didukung dengan komponen-komponen yang menunjang
31
profesi tersebut, seperti kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional. Untuk menjadi guru dibutuhkan keahlian khusus,
maka ia harus lulus pendidikan keguruan atau pendidikan profesi dan harus lulus ujian
sertifikasi, baik ujian tertulis, kinerja maupun portfolio.
Peran guru dalam pembelajaran seperti dijelaskan oleh Wina Sanjaya, (2005:13)
sebagai perencana, peran sebagai pengelola, dan peran guru sebagai evaluator. Peran guru
sebagai perencana pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 memberikan peluang kepada guru
untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa serta kondisi
daerah masing-masing. Oleh karena itu dalam proses penyusunan perencanaan, guru
dituntut agar memahami kebutuhan dan kondisi daerah setempat, di samping memahami
karakteristik siswa. Melalui pemahaman itu selanjutnya guru mendesain pembelajaran
yang sesuai dengan kondisi lapangan dan kebutuhan.
Guru sebagai pengelola pembelajaran tujuannya agar terciptanya kondisi
lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa, sehingga dalam proses pembelajaran
siswa tidak merasa terpaksa apalagi tertekan. Oleh karena itulah, peran dan tanggung
jawab guru sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning) menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusif, baik iklim sosial maupun iklim psikologis. Iklim sosial yang
baik ditunjukkan oleh terciptanya hubungan yang harmonis baik antara guru dan siswa,
guru-guru atau antar guru dan pimpinan sekolah; sedang hubungan psikologis
ditunjukkan oleh adanya saling menaruh kepercayaan dan saling menghormati antar
semua unsur di sekolah. Melalui iklim yang demikian, memungkinkan siswa untuk
berkembang secara optimal, terbuka dan demokratis.
32
Guru sebagai fasilitator, tugas guru adalah membantu untuk mempermudah siswa
belajar. Dengan demikian guru perlu memahami karakteristik siswa termasuk gaya
belajar, kebutuhan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Melalui pemahaman itu guru
dapat melayani dan memfasilitasi setiap siswa. Sebagai seorang fasilitator guru harus
menempatkan diri sebagai orang yang memberi pengarahan dan petunjuk agar siswa
dapat belajar secara optimal. Dengan demikian yang menjadi sentral kegiatan
pembelajaran adalah siswa bukan guru. Guru tidak berperan sebagai sumber belajar yang
dianggap serba bisa dan serba tahu segala hal.
Guru sebagai seorang evaluator tidak kalah pentingnya dengan peran yang lain.
Dilihat dari fungsinya evaluasi terdiri dari formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
berfungsi untuk melihat berbagai kelemahan guru dalam mengajar. Artinya hasil dari
evaluasi ini digunakan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki kinerja guru. Evaluasi
sumatif digunakan sebagai bahan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam melakukan
pembelajaran. Dengan demikian peran guru sebagai seorang evaluator, sesungguhnya
tidak boleh melepaskan dua hal, yaitu peran untuk melihat keberhasilannya dalam
mengajar dan peran untuk menentukan ketercapaian siswa dalam menguasai kompetensi
sesuai dengan kurikulum.
Menurut Charles E. Johnson (dalam Sanjaya, 2005:145-146) bahwa kompetensi
merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan. Dengan demikian suatu kompetensi ditunjukkan oleh
penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggung jawabkan (rasional) dalam upaya
mencapai suatu tujuan. Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional
dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
33
Kompetensi Pribadi, guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki
kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau
panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki
kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal
competencies), di antaranya:
(1). Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan
keyakinan agama yang dianutnya;
(2). Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama;
(3). Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang
berlaku di masyarakat;
(4). Pengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan
tata karma dan;
(5). Bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan
dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang
sangat penting. Sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh
sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai
berikut:
(1). Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan
pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan
pembelajaran;
(2). Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan
perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar;
34
(3). Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang
diajarkannya;
(4).Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran;
(5). Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar;
(6). Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran;
(7). Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran;
(8). Kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah,
bimbingan dan penyuluhan dan;
(9).Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk
meningkatkan kinerja.
Kompetensi Sosial Kemasyarakatan, kompetensi ini berhubungan dengan
kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi:
1). Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk
meningkatkan kemampuan profesional;
2). Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga
kemasyarakatan dan;
3). Kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara
kelompok.
Berdasarkan uraian dan pendapat para ahli diatas, maka penelitian dapat
mensintesiskan bahwa sertifikasi guru dapat dipengaruhi oleh : Adminitrasi dan
perencanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), proses interaksi KBM, evaluasi dan
pengembangan profesi.
35
Musnur Hery menjelaskan dalam sebuah orasi Ilmiah pada acara wisuda ke IX
STIT-YPI Lahat tahun 2010, bahwa prinsip-prinsip profesional yang harus dimiliki guru
adalah:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia;
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Persyaratan-persyaratan Sertifikasi Guru
Persyaratan Umum
a. Guru yang masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan
Nasional yaitu guru yang mengajar di sekolah umum, kecuali guru Agama. Sertifikasi
guru bagi guru Agama dan semua guru yang mengajar di Madrasah diselenggarakan
oleh Kementerian Agama dengan kuota dan aturan penetapan peserta dari
Kementerian Agama. Sesuai Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal PMPTK dan
36
Sekretaris Jenderal Departemen Agama Nomor SJ/Dj.I/Kp.02/1569/2007, Nomor 4823/F/
SE/2007 Tahun 2007.
b.Guru bukan PNS harus memiliki SK sebagai guru tetap dari penyelenggara pendidikan,
sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari Dinas
Pendidikan Provinsi/kabupaten/kota.
c. Pada tanggal 1 Januari 2011 belum memasuki usia 60 tahun.
d. Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Persyaratan Khusus untuk Uji Kompetensi melalui Penilaian Portofolio
a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program
studi yang memiliki izin penyelenggaraan
b. Memiliki masa kerja sebagai guru (PNS atau bukan PNS) minimal 5 tahun pada suatu
satuan pendidikan dan pada saat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen terbit yang bersangkutan sudah menjadi guru.
c. Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang belum
memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila sudah:
1) Pada 1 Januari 2010 mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20
tahun sebagai guru, atau
2) Mempunyai golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan
golongan IV/a.
Persyaratan Khusus untuk Guru yang diberi Sertifikat secara Langsung
37
a. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki
kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi
dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau
rumpun mata pelajaran yang dimilikinya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan
konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi
angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b.
b. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki
golongan serendah-rendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara
dengan golongan IV/c.
Bab IV bagian kesatu UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah
menjelaskan tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru sebagai berikut:
Pertama, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional (pasal 8).
Kedua, kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana
atau program diploma empat (pasal 9).
Ketiga, kompetensi guru sebagaimana meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi (pasal 10).
Keempat, (1) sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud diberikan kepada guru yang
telah memenuhi persyaratan; (2) sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi
38
dan ditetapkan oleh Pemerintah; (3) sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif,
transparan, dan akuntabel (pasal 11).
Kelima, setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki
kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu
pasal 12).
Keenam, (1) pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat (pasal 12)
Standar Kompetensi guru yang Profesional
Syafruddin Nurdin, dalam bukunya guru profesional dan implementasi kurikulum,
memberikan gambaran bahwa “ seorang guru yang profesional memahmi apa yang
diajarkannya, menguasai bagaimana mengajarkannya, dan yang tidak kalah pentingnya
menyadari benar mengapa ia menetapkan pilihan terhadap kegiatan belajar mengajar
tersebut “guru yang profesional sekurang-kurangnya menguasai ilmu pengetahuan bidang
studi yang ia ajarkan serta mampu menerapkan ilmu keguruannya dalam proses
pembelajaran”. Ada 10 kompetensi guru yang harus di kuasai dan dimiliki :
1). Menguasai bahan;
2). Mengelola program belajar mengajar;
3). Melaksanakan program belajar mengajar;
4). Mengenal kemampuan anak didik;
5). Menguasai landasan-landasan kependidikan;
6). Mengelola interaksi belajar mengajar;
39
7). Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran;
8). Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah dan;
9). Mengenal dan menyelenggakan administrasi sekolah.
Sedangkan Standar Kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang guru dapat
penulis tayangkan pada tabel 2 berikut ini :
Tabel:2 Standar Kompetensi Guru
No. Macam-macamKompetensi
Kompetensi Inti Guru
IKompetensi Pedagogik
1 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspekfisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsippembelajaran yang mendidik.
3 Mengembangkan kurikulum yang terkait denganmata pelajaran/bidang pengembangan yangdimiliki.
4 Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.5 Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.6 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensiyang dimiliki.
7 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dansantun dengan peserta didik.
8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi prosesdan hasil belajar.
9 Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untukkepentingan pembelajaran.
10 Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatankualitas pembelajaran.
II Kompetensi Kepribadian
11 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
12 Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didikdan masyarakat.
13 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
14 Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang
40
tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasapercaya diri.
15 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
IIIKompetensi Sosial
16 Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidakdiskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin,agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,dan status sosial ekonomi.
17 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dansantun dengan sesama pendidik, tenagakependidikan, orang tua, dan masyarakat.
18 Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayahRepublik Indonesia yang memiliki keragamansosial budaya.
19 Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiridan profesi lain secara lisan dan tulisan ataubentuk lain.
IVKompetensi Profesional
20 Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikirkeilmuan yang mendukung mata pelajaran yangdimiliki.
Kinerja Guru
Pengertian Kinerja
Adapun pengertian kinerja, yang dikemukakan oleh Agus Dharma dalam bukunya
“Manajemen Prestasi” yaitu sebagai berikut: “Kinerja guru adalah sesuatu yang dicapai
oleh guru, prestasi kerja yang diperhatikan oleh guru, kemampuan kerja berkaitan dengan
penggunaan peralatan kantor”. (Dharma,1991:105)
Sejalan dengan pengertian tersebut, A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam
bukunya “Evaluasi Kinerja SDM”, mengatakan bahwa: “Kinerja Karyawan (Prestasi
Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”. (Mangkunegara,2005:9)
41
Sedangkan pengertian Kinerja guru menurut Bambang Kusriyanto yang dikutip
oleh Harbani Pasolong dalam bukunya “Teori Administrasi Publik” adalah “Kinerja guru
adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi”. (Pasolong, 2007:175)
Adapun pengertian kinerja menurut Stephen Robbins yang diterjemahkan oleh
Harbani Pasolong : “ Kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan
oleh guru dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya ” (Pasolong,2007:176)
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat
ditafsirkan bahwa kinerja guru erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang guru pada
suatu lembaga pendidikan, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut disiplin,
penguasaan materi ajar, penguasaan metodologi mengajar, kualitas hasil belajar siswa,
ketepatan waktu dan lain sebagainya. Kinerja guru tidak hanya dipengaruhi oleh
kemampuan dan keahlian dalam bekerja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kinerja dan
semangat kerjanya.
Pengukuran Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh guru atau perilaku nyata yang
ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi (Hariandja (2005: 195). Pada
penelitian ini kinerja guru adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang
dicapai oleh guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
Dengan mengetahui kinerja dirinya, maka individu tersebut dapat melihat
kemampuan dan kesanggupannya untuk melakukan suatu pekerjaan dibandingkan dengan
tanggung jawab yang diserahkan kepadanya atau terhadap orang lain. Melalui kinerja ini
juga seseorang dapat melihat konsep akuntabilitas yang menunjuk kepada tanggung
jawab dan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu
42
Tabel: 3 Kinerja Guru
Variabel Dimensi Indikator
KinerjaGuru
Kualitas kerja
Penguasaan pengetahuan bidang yang diajar Memahami lingkup pekerjaan Memahami tanggung jawab dan wewenang Ketepatan Ketelitian Keterampilan Kebersihan
Kuantitas kerja Keluaran hasil/tulisan dll Kemampuan memenuhi target materi sesuai
waktu
Konsistensi
Selalu mengembangkan kemampuan dan aktualisasi diri
Memiliki kesehatan dan daya tahan tubuh yang prima
Mengikuti instruksi Inisiatif Hati-hati dalam bekerja Rajin waktu penyelesaian
Sikap guru Sikap terhadap instansi Bekerja keras Tanggap dalam mengerjakan tugas
Hariandja (2005: 195) mengemukakan arti pentingnya penilaian kinerja guru sebagai
berikut:
(1). Memberikan kesempatan kepada guru untuk mengambil tindakan-tindakan
perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik yang diberikan
organisasi;
(2). Sebagai informasi untuk mengkompensasi guru secara layak sehingga dapat
meningkatkan kinerja mereka;
(3). Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan guru sesuai
dengan keahliannya;
43
(4). Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-
kelemahan dari guru sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan
pengembangan yang lebih efektif;
(5). Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karier
bagi guru dan menyelaraskan dengan kepentingan organisasi;
(6). Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan;
(7). Mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan;
(8). Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada guru, yaitu dengan
dilakukannya penilaian yang obyektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi
guru;
(9). Dapat membantu guru mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan
penilaian kinerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya kinerja
yang jelek sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya;
(10).Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu
dengan diketahuinya unjuk kerja guru secara keseluruhan akan menjadi informasi
sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau tidak.
Karakteristik Pengukuran Kinerja
Menurut Beverly dan Shelly (Hodgetts, 1988:438) bahwa penilaian atau
pengukuran yang tepat terhadap kinerja seseorang harus memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1). Mengikat langsung kepada pekerjaan dan mengukur kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugasnya dengan sukses sesuai dengan posisi yang dipersyaratkan;
2). Untuk memahami pengukuran tentang semua aspek penting daripada sekedar
pengukuran satu atau dua karakteristik saja;
44
3). Nyata bahwa mengukur kinerja ternyata lebih dari sekedar hubungan mengukur antar
pribadi guru;
4). Di ukur berdasarkan standar kinerja yang telah diperkenalkan kepada guru;
5). Dirancang untuk menunjuk kepada masalah-masalah utama guru dan memberikan
penjelasan mengapa masalah itu muncul dan apa yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya.
Pada bagian lain, Lady dan Faar (1983:3-4) menambahkan bahwa informasi
kinerja dalam lingkungan kerja mungkin dikumpulkan untuk tujuan administrasi,
pengarahan dan penyuluhan, serta penelitian. Tujuan administrasi adalah mencakup
promosi, mutasi kerja dan, penetapan tugas, keputusan bagi kompensasi gaji, tugas
program pelatihan, penetapan pemotongan prosedur. Tujuan pengarahan dan penyuluhan
menginformasikan kepada atasan mengenai kelemahan dan kekuatan bawahannya.
Informasi demikian dapat juga digunakan untuk persiapan dan perencanaan karier serta
merupakan bagian yang didapatkan dari validasi prosedur kerja, program pelatihan,
evalusi kinerja dan kepuasan yang berorientasi seperti perencanaan kompensasi dan
program pengadaan.
Menurut Steers (Magdalena, 1987;147), “prestasi kerja individu merupakan fungsi
gabungan dari tiga faktor penting : 1) kemampuan, perangai, dan penjelasan penentu
seorang pekerja; 2) kejelasan dan penerimaan atau kejelasan penentu seorang pekerja dan,
3) tingkat kinerja pekerja.
Kemampuan, perangai dan minat pekerja merupakan ciri-ciri individu yang sangat
menentukan. Kemampuan pekerja memberikan sumbangan pada suatu penyumbang.
Dinette (Sterrs, 1997:147).
45
Penilaian presatasi kerja untuk menentukan perilaku seseorang guru dari hasil
kerja seperti yang dapat diandalkan, kemampuan teknis, disiplin, kemampuan
berkomunikasi, serta inisiatif, disamping penilaian prestasi kerja yang berorientasi kepada
hasil kerja.
Mulia Nasution (1994:45), mengatakan bahwa penilaian yang bersifat tingkah
laku sangat cocok diterapkan untuk manajer tingkat bawah, sebab manajer tingkat
menengah ke atas sering meninggalkan pekerjaan pada waktu jam kerja, karena manajer
perlu mengadakan negosiasi keluar perusahaan.
Para manajer dapat dinilai prestasi kerja melalui penilaian perilaku bukan karena
sering meninggalkan tempat kerja, tetapi sifat pekerjaan mereka tidak langsung
berhubungan dengan output.
Para manajer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang hasil akhirnya dapat
dilihat dan hasil para pekerja dalam berproduksi, jadi mereka tidak menghasilkan produk
fisik (output) secara langsung.
Ukuran kemampuan besar kemungkinan akan menyebabkan terjadinya penilaian
yang sangat subjektif. Henrt dan Obsan (1991:59), menyatakan kemampuan pekerjaan
dapat mempengaruhi prestasi kerja dalam berbagai cara menurut Chisili (Steers,
1997:147). Keberhasilan manajemen sangat erat hubungannya dengan tingkat
kemampuan intelektual seseorang (seperti kemampuan memahami perkataan lisan,
penalaran secara induktif, daya ingat). Maka makin tinggi kedudukan seseorang dalam
hirarki organisasi, maka makin penting arti kemampuan intelektualnya bagi karya
manajer. Kecuali oleh kemampuan prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh perangai pribadi
dan minat pekerja (Steers, 1997:48).
46
Tetapi perangai atau karakter seseorang tidak boleh dijadikan sebagai ukuran
prestasi kerja. Karena kalau perangai dijadikan sebagai prestasi secara formal
didefenisikan sebagai kuantitas dan kualitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dialkukan
oleh individu, kelompok ataupun organisasi, aspek kuantitas menunjukkan pada beban
kerja yang telah ditetapkan dalam uraian pekerjaan, sedang kualitas kerja dapat dilihat
dari rapi atau tidaknya hasil pekerjaan yang telah dicapai.
Penilaian kinerja dalam rangka pengembangan sumber daya manusia adalah
sangat penting artinya. Hal ini mengingat bahwa dalam kehidupan organisasi yang
bersangkutan (Saokitdjo Nomoatmodjo, 1998 : 132).
Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci guna
mengembangkan suatu organisasi secara efisien dan efektif (Susila Maryata, 1994 :83).
Lebih lanjut dikatakan penilaian kinerja adalah pross melalui mana organisasi-organisasi
mengevaluasi atau menilai kinerja guru (Sosilo Maryata, 1994:84).
Dalam suatu organisasi ada tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja
proses dan kinerja pekerja tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya,
kinerja organisasi sangat tergantng pada sukse tidaknya kinerja proses manajemen,
kinerja proses sangat tergzntung pada kinerja pekerja yaitu orang-orang yang
menggerakkan proses tersebut. Fluktuasi kinerja orang naik turun dalam
produktivitasnya, hal ini mempengaruhi kinerja proses dan kinerja organisasi. Adalah
tugas pengelola organisasi untuk menjaga stabilitas proses kerja untuk mencapai tujuan
organisasi.
Keberhasilan seseorang, kelompok atau organisasi dalam pencapaian sasaran atau
target yang telah ditetapkan merupakan kinerja yang telah dilakukan oleh individu,
kelompok atau organisasi tersebut. Landy dan Faar (1983:19) berpendapat :”A work
47
performance of criterion construct can be thought of characteristics of employees, not
directly observable, that is inferred from observable job behaviour in one situation or
occasion and that underlies performance in other situation or occasions”.
Terjemahannya sebagai berikut : "Sebuah kriteria kinerja membangun dapat dianggap
karakteristik karyawan, tidak secara langsung dapat diamati, yang disimpulkan dari
perilaku pekerjaan diamati dalam satu situasi atau kesempatan dan yang mendasari
kinerja dalam situasi lain atau kesempatan".
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa kinerja dapat dianggap sebagai suatu
sifat atau karakteristik dari individu dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya yang
tidak bisa diamati atau diukur secara langsung. Hal itu baru bisa diamati dalam keadaan
atau situasi yang lain sehingga dapat mendasari kinerja tersebut.
Pendapat yang lain juga dikemukakan oleh Simamora (1995:327) yang
menyebutkan kinerja sebagai suatu keadaan atau tingkah laku seseorang yang harus
dicapai dengan persyaratan tertentu.
Soeprihatno (1996:7) mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seseorang
guru dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya
standar target/tujuan, atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Hariandja (2005: 195) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dihasilkan
oleh guru atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi.
Griffin (1987:389) melihat paling tidak ada tiga hal yang menentukan kinerja
seseorang, yaitu kemampuan, kinerja, dan lingkungan. Yang dimaksud dengan
lingkungan disini adalah metodologi yang tepat, material serta alat-alat yang tersedia
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut (Performance is determined by three things :
ability, motivation and environment. Environment are methodology, material and tools to
48
do the job). Kemampuan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan merupakan kecakapan
untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria yang tersedia. Kinerja berkaitan
dengan dorongan dalam diri individu untuk berbuat sesuatu, sedangkan lingkungan
merupakan karakteristik dari luar individu yang dapat membantu pekerjaan dengan
optimal berupa metodologi, material dan peralatan yang tersedia.
Bernardin & Russel (1993:379) mendefinisikan kinerja sebagai berikut: “the
record of outcomes produced on a specified job function or activity during specified time
period” (catatan output yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan
selama satu periode waktu tertentu).
Sementara itu Milkovich dan Boudreau (1994: 65) menyatakan bahwa kinerja
adalah tingkatan dimana guru memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelas bahwa kinerja merupakan sifat atau
karakteristik suatu pekerjaan yang dinyatakan dalam catatan-catatan kerja seseorang,
kelompok atau organisasi. Untuk mencapai kinerja yang baik, maka seseorang harus
memiliki kecakapan, kinerja dan lingkungan kerja yang diperlukan. Ketiga faktor ini
tidak dapat dipisah antara satu dengan yang lainnya sehingga merupakan faktor yang
saling ketergantungan untuk mendapatkan kinerja yang baik dan optimal dari seseorang.
Proses Pengukuran Kinerja
Hariandja (2005: 200) mengemukakan proses penilaian kinerja sebagai berikut:
a). Penentuan sasaran
b). Penentuan sasaran harus spesifik, terukur, menantang, dan didasarkan pada waktu
tertentu. Di samping itu perlu juga diperhatikan proses penentuan sasaran yang
dirumuskan secara bersama-sama antara atasan dengan bawahan;
c). Penentuan standar kinerja;
49
d). Pengukuran/penilaian terhadap kinerja menghendaki sifat objektif, artinya
mengukur kinerja guru yang sesungguhnya, yang disebut dengan job related. Artinya,
pelaksanaan pengukuran harus mencerminkan pelaksanaan unjuk kerja yang
sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan
pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu sistem penilaian kinerja harus mempunyai standar,
memiliki ukuran yang dapat dipercaya, dan mudah digunakan;
e). Penentuan metode dan pelaksanaan pengukuran;
f). Metode yang dimaksud di sini adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan
yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. Metode-metode itu seperti
metode perbandingan tes, dan lain-lain dan;
g). Evaluasi pengukuran.
Evaluasi pengukuran merupakan pemberian umpan balik kepada guru mengenai
aspek-aspek unjuk kerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan
yang harus diambil, baik oleh organisasi maupun guru dalam upaya perbaikan kinerja
pada masa yang akan datang.
Berdasarkan uraian mengenai kinerja di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas dan perilaku nyata yang
ditampilkan oleh guru dalam menjalankan perannya dalam organisasi. Pada penelitian
ini, dimensi kinerja meliputi: 1) kualitas kerja, 2) kuantitas kerja, 3) supervisi, 4)
kehadiran, dan 5) konservasi. Definisi ini disimpulkan dari pendapat-pendapat para ahli
yang telah diuraikan pada pembahasan kinerja sebelumnya.
Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of
Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang
50
kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru
(APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi:
(1). Rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengann RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),;
(2). Prosedur pembelajaran (classroom procedure); dan
(3). Hubungan antar pribadi (interpersonal skill).
Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran
dikelas yaitu:
1. Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran
Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang
berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat
dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran(RPP). Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari:
a. Identitas Silabus;
b. Stándar Kompetensi (SK);
c. Kompetensi Dasar (KD);
d. Materi Pembelajaran;
e. Kegiatan Pembelajaran;
f. Indikator;
g. Alokasi waktu; dan
h. Sumber pembelajaran.
51
Program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan sitilah RPP,
yang merupakan penjabaran lebih rinci dan specifik dari silabus, ditandai oleh adnya
komponen-komponen :
a. Identitas RPP;
b. Stándar Kompetensi (SK);
c. Kompetensi dasar (KD);
d. Indikator;
e. Tujuan pembelajaran;
f. Materi pembelajaran;
g. Metode pembelajaran;
h. Langkah-langkah kegiatan;
i. Sumber pembelajaran; dan
j. Penilaian.
2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang
ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber
belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembejaran. Semua tugas tersebut
merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya
menuntut kemampuan guru dalam :
a. Pengelolaan Kelas
Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan
proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru
dalam pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan
disiplin siswa dapat diketahui melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan
52
waktu masuk dan keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai
proses pembelajaran, dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa.
Kemampuan lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan
ruang/setting tempat duduk siswa yang dilakukan pergantian, tujuannya
memberikan kesempatan belajar secara merata kepada siswa.
b. Penggunaan Media dan Sumber Belajar
Kemampuan lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasi
guru di samping pengelolaan kelas adalah menggunakan media dan sumber belajar.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
(materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan
siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran. (R. Ibrahim dan Nana
Syaodih S., 1993: 78)
Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah buku pedoman.
Kemampuan menguasai sumber belajar di samping mengerti dan memahami buku
teks, seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca buku-buku/sumber-
sumber lain yang relevan guna meningkatkan kemampuan terutama untuk
keperluan perluasan dan pendalaman materi, dan pengayaan dalam proses
pembelajaran.
Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar tidak hanya
menggunakan media yang sudah tersedia seperti media cetak, media audio, dan
media audio visual. Tatapi kemampuan guru di sini lebih ditekankan pada
penggunaan objek nyata yang ada di sekitar sekolahnya.
Dalam kenyataan di lapangan guru dapat memanfaatkan media yang sudah
ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar dan sebagainya, atau guru dapat
53
mendesain media untuk kepentingan pembelajaran (by design) seperti membuat
media foto, film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya.
c. Penggunaan Metode Pembelajaran
Kemampuan berikutnya adalah penggunaan metode pembelajaran. Guru
diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan
materi yang akan disampaikan. Menurut R. Ibrahim dan Nana S. Sukmadinata
(1993: 74) ”Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat
dari berbagai sudut, namun yang penting bagi guru metode manapun yang
digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai”.
Karena siswa memiliki interes yang sangat heterogen idealnya seorang
guru harus menggunakan multi metode, yaitu memvariasikan penggunaan metode
pembelajaran di dalam kelas seperti metode ceramah dipadukan dengan tanya
jawab dan penugasan atau metode diskusi dengan pemberian tugas dan seterusnya.
Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan siswa, dan menghindari
terjadinya kejenuhan yang dialami siswa.
3. Evaluasi/Penilaian Pembelajaran
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran
yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan
dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi,
pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi. Pendekatan atau cara yang dapat
digunakan untuk melakukan evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah melalui
Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). PAN adalah
cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada jumlah soal yang diberikan atau
54
penilaian dimasudkan untuk mengetahui kedudukan hasil belajar yang dicapai
berdasarkan norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di kelasnya,
adalah siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya.
Sedangkan PAP adalah cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh siswa
tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang dapat
dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya berdasarkan jumlah soal tes
yang dijawab dengan benar oleh siswa. Dalam PAP ada passing grade atau batas lulus,
apakah siswa dapat dikatakan lulus atau tidak berdasarkan batas lulus yang telah
ditetapkan.
Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan penilaian
dan memperbaiki sistem pembelajaran. Kempuan lainnya yang perlu dikuasai guru
pada kegiatan evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi. Alat
evaluasi meliputi : tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Seorang guru dapat
menentukan alat tes tersebut sesuai dengan materi yang disampaikan. Bentuk tes
tertulis yang banyak dipergunakan guru adalah ragam benar/salah, pilihan ganda,
menjodohkan, melengkapi, dan jawaban singkat.
Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk pertanyaan lisan dan
langsung dijawab oleh siswa secara lisan. Tes ini umumya ditujukan untuk mengulang
atau mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan
sebelumnya.
Tes perbuatan adalah tes yang dilakukan guru kepada siswa. Dalam hal ini
siswa diminta melakukan atau memperagakan sesuatu perbuatan sesuai dengan materi
yang telah diajarkan seperti pada mata pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga,
komputer, dan sebagainya. Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes
55
ini dapat digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara variatif,
karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya digunakan sebagai alat penilaian
hasil belajar.
Di samping pendekatan penilaian dan penyusunan alat-alat tes, hal lain yang
harus diperhatikan guru adalah pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Ada dua
hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hasil belajar, yaitu:
a. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian
kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki program pembelajaran, melainkan
cukup memberikan kegiatan remidial bagi siswa-siswa yang bersangkutan.
b. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian
besar siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran,
khususnya berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami.
Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan pengembangan
pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan guru dalam pengolahan dan
penggunaan hasil belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:
a. Kegiatan remedial, yaitu penambahan jam pelajaran, mengadakan tes, dan
menyediakan waktu khusus untuk bimbingan siswa.
b. Kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik dalam program semesteran
maupun program satuan pelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu
menyangkut perbaikan berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.
Indikator Abilitas Guru
Abilitas dapat dipandang sebagai suatu karakteristik umum dari seseorang yang
berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diwujudkan melalui tindakan.
56
Abilitas seorang guru secara aplikatif indikatornya dapat digambarkan melalui delapan
keterampilan mengajar (teaching skills), yakni :
1. Keterampilan Bertanya (Questioning skills)
Dalam proses pembelajaran, bertanya memainkan peranan penting, hal ini
dikarenakan pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan
pertanyaan yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yiatu:
a. Meningkatkan pastisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu masalah yang
sedang dibicarakan.
c. Mengembangkan pola fikir dan cara belajar aktif dari siswa, karena pada
hakikatnya berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.
d. Menuntun proses berpikir siswa.
Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan
pembelajaran dikelas yaitu:
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau teaching plans and materials yang
baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.
b. Prosedur Pembelajaran (classroom procedure),
c. Hubungan antar pribadi (interpersonal skill).
Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas. Pertanyaan yang
baik menurut Uzer Usman (1992: 67) adalah:
1. Jelas dan mudah dimengerti oleh siswa.
2. Berikan informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan.
3. Difokuskan pada suatu masalah atau tugas tertentu.
57
4. Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir sebelum menjawab
pertanyaan.
5. Berikan pertanyaan kepada seluruh siswa secara merata.
6. Berikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian
siswa untuk menjawab dan bertanya.
7. Tuntunlah jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban
yang benar.
2. Keterampilan Memberi Penguatan (Reinforcement Skills)
Penguatan adalah segala bentuk respon apakah bersifat verbal (diungkapkan
dengan kata-kata langsung seperti: bagus, pintar, ya, betul, tepat sekali, dan
sebagainya), maupun nonverbal (biasanya dilakukan dengan gerak,isyarat, pendekatan,
dan sebagainya) merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah
laku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback )
bagi siswa atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan atau koreksi.
Reinforcement dapat berarti juga respon terhadap suatu tingkah laku yang
dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.
Tindakah tersebut dimaksudkan untuk memberikan ganjaran atau membesarkan hati
siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi pembelajaran.
Tujuan dari pemberian penguatan ini adalah untuk :
(1). Meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran.
(2). Merangsang dan meningkatkan kinerja belajar.
(3). Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif.
Ada 4 cara dalam memberikan penguatan (reinforcement) yaitu:
58
a. Penguatan kepada pribadi tertentu.
Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan, yaitu dengan cara menyebutkan
namanya, sebab bila tidak jelas akan tidak efektif.
b. Penguatan kepada kelompok siswa.
Penguatan dengan memberikan penghargaan kepada kelompok siswa yang dapat
menyelesaikan tugas dengan baik.
c. Pemberian penguatan dengan cara segera.
Penguatan seharusnya diberikan sesegera mungkin setelah muncul tingkah
laku/respon siswa yang diharapkan. Penguatan yang ditunda cenderung kurang
efektif.
d. Variasi dalam penggunaan.
Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi, tidak terbatas pada satu
jenis saja karena akan menimbulkan kebosanan, dan lama kelamaan akan
kurang efektif.
3. Keterampilan Mengadakan Variasi
Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi
pembelajaran yang ditujukan untuk mengatasi kejenuhan siswa, sehingga dalam
situasi belajar mengajar, siswa menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh
partisipasi.
Tujuan dan manfaat variation skills adalah untuk :
a. Menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek pembelajaran
yang relevan.
b. Memberikan kesempatan berkembangnya bakat yang dimiliki siswa
59
c. Memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan
berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pe lajaran
yang disenangi.
Ada tiga prinsip penggunaan variation skills yang perlu diperhatikan guru
yaitu:
a. Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan
tujuan yang hendak dicapai.
b. Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan
merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu kegiatan pembelajaran.
c. Direncanakan secara baik, dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).
4. Keterampilan Menjelaskan (Explaning skills)
Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian informasi
secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya
hubungan yang satu dengan lainnya, misalnya sebab dan akibat. Penyampaian
informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan yang cocok
merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan.
Pemberian penjelasan merupakan aspek yang sangat penting dari kegiatan
guru dalam berinteraksi dengan siswa di dalam kelas. Tujuan pemberian penjelasan
dalam pembelajaran adalah: (1). membimbing siswa untuk dapat memahami konsep,
hukum, dalil, fakta, dan prinsip secara objektif dan bernalar; (2). melibatkan siswa
untuk berfikir dengan memacahkan masalah-masalah atau pertanyaan; (3).
60
mendapatkan balikan dari siswa mengenai tingkat pemahamannya dan untuk
mengatasi kesalahpahaman siswa; dan (4). membimbing siswa untuk menghayati dan
mendapat proses penalaran dan menggunakan bukti-bukti dalam memecahkan
masalah.
a. Komponen-komponen dalam Menjelaskan (explaning skills)
1). Merencanakan
Penjelasan yang dilakukan guru perlu direncanakan dengan baik,
terutama yang berkenaan dengan isi materi dan siswa itu sendiri. Isi materi
meliputi analisis masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang
ada di antara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan rumus, hukum,
generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Hal-hal
yang berhubungan dengan siswa hendaknya diperhatikan perbedaan individual
tiap siswa baik itu usia, tugas perkembangan, jenis kelamin, kemampuan,
interes, latar belakang sosial budaya, bakat, dan lingkungan belajar anak.
2). Penyajian Suatu Penjelasan
Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan
memperhatikan hal-hal berikut ini:
a). Kejelasan. Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh siswa, hindari penggunaan kata yang tidak
perlu.
b). Penggunaan Contoh dan Ilustrasi. Memberikan penjelasan sebaiknya
menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang
dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual).
61
c). Pemberian Tekanan. Dalam memberikan penjelasan guru harus memusatkan
perhatian siswa kepada masalah/topik utama dan mengurangi informasi
yang tidak terlalu penting.
d). Penggunaan Balikan. Guru hendaknya memberikan kesempatan
kepadasiswa untuk menunjukkan pemahaman, keraguan, atau
ketidakmengertian siswa ketika penjelasan itu diberikan.
5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran (Set Induction and Closure Skills).
Membuka pelajaran (set induction) adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan
oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar
mental maupun perhatiannnya terpusat pada apa yang akan dipelajarinya, sehingga
usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar.
Menutup pelajaran (closure skills) adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa,
mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses
pembelajaran.
Komponen membuka dan menutup pelajaran sebagaimana dijelaskan M.
Uzer Usman (1992: 85) adalah sebagai berikut:
a. Membuka Pelajaran
Membuka Pelajaran, komponennya meliputi:
1). Menarik perhatian siswa. Gaya mengajar, penggunaan media pembelajaran
atau pola interaksi yang bervariasi.
62
2). Menimbulkan kinerja, disertasi kehangatan dan keantusiasan, menimbulkan
rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan dan memperhatikan
minat atau interest siswa.
3). Memberi acuan melalui berbagai usaha, seperti mengemukakan tujuan
pembelajaran dan batas-batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan
dilakukan, mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas dan
mengajukan beberapa pertanyaan.
4). Memberikan apersepsi (memberikan kaitan antara materi sebelumnya dengan
materi yang akan dipelajari) sehingga materi yang dipelari merupakan satu
kesatuan yang utuh yang tidak terpisah-pisah.
b. Menutup Pelajaran.
Dalam menutup pelajaran, cara yang harus dilakukan guru adalah:
1). Meninjau kembali penguasaan materi pokok dengan merangkum atau
menyimpulkan hasil pembelajaran.
2). Melakukan evaluasi. Bentuk evaluasi yang dilakukan oleh guru antara lain
adalah mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide baru pada
situasi lain, mengeksplorasi pendapat siswa sendiri dan memberikan soal-soal
tertulis.
6. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan
sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai
pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan dan pemacahan masalah. Siswa
berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil di bawah bimbingan guru atau
temannya untuk berbagi informasi, pemecahan masalah atau pengambilan
63
keputusan. Komponen-komponen yang perlu dikuasi guru dalam membimbing
diskusi kelompok yaitu:
a. Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, dengan cara
merumuskan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi, kemukakan
masalah-masalah khusus, catat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan
dan merangkum hasil diskusi.
b. Memperjelas masalah, untuk menghindari kesalah pahaman dalam memimpin
diskusi seorang guru perlu memperjelas atau menguraikan permasalahan, meminta
komentar siswa, dan menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi
tambahan agar kelompok peserta diskusi memperoleh pengertian yang lebih jelas.
c. Menganalisis pandangan siswa. Adanya perbedaan pendapat dalam diskusi,
menuntut seorang guru harus mampu menganalisis dengan cara memperjelas hal-
hal yang disepakati dan hal-hal yang perlu disepakati di samping meneliti apakah
suatu alasan mempunyai dasar yang kuat.
d. Meningkatkan urunan siswa, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
menantang, memberikan contoh dengan tepat, dan memberikan waktu untuk
berpikir dan memberikan urun pendapat siswa dengan penuh perhatian.
e. Memberikan kesempatan untuk berpartisipasi, dilakukan engan cara
memancing pertanyaan siswa yang enggan berpartisipasi, memberikan
kesempatan pada siswa yang belum bertanya (diam) terlebih dahulu, mencegah
monopoli pembicaraan, dan mendorong siswa untuk berkomentar terhadap
pertanyaan temannya.
f. Menutup diskusi, yaitu membuat rangkuman hasil diskusi, menindaklanjuti hasil
diskusi dan mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil diskusi.
64
g. Hal-hal yang perlu dihindari yaitu mendominasi/monopoli pembicaraan
dalam diskusi, membiarkan terjadinya penyimpangan dalam diskusi.
7. Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan
memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila
terjadi gangguan dalam proses pembelajaran, seperti penghentian perilaku siswa
yang memindahkan perhatian kelas, memberikan ganjaran bagi siswa yang tepat
waktu dalam dalam menyelesaikan tugas atau penetapan norma kelompok yang
produktif. Komponen-komponen dalam mengelola kelas adalah sebagai berikut :
1) Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi
belajar yang optimal, seperti menunjukkan sikap tanggap, memberikan perhatian,
memusatkan perhatian kelompok, memberikan petunjuk yang jelas, menegur bila
siswa melakukan tindakan menyimpang, memberikan penguatan
(reinforcement).
2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar
yang optimal, yaitu berkaitan dengan respon guru terhadap gangguan siswa yang
berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat melakukan tindakan remidial
untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.
Guru dapat menggunakan strategi :
a) Modifikasi tingkah laku. Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang
mengalami masalah/kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut
dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.
65
b) Guru menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara
memperlancar tugas-tugas melalui kerjasama di antara siswa dan memelihara
kegiatan kegiatan kelompok.
c) Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
Disamping dua jenis keterampilan di atas, hal lain yang perlu diperhatikan oleh
guru dalam pengelolaan kelas adalah menghindari campur tangan yang berlebihan,
menghentikan penjelasan tanpa alasan, ketidaktepatan memulai dan mengakhiri
kegiatan, penyimpangan, dan sikap yang terlalu membingungkan.
8. Keterampilan Pembelajaran Perseorangan.
Pembelajaran ini terjadi bila jumlah siswa yang dihadapi oleh guru terbatas
yaitu antara 3 - 8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan.
Hakikat pembelajaran perseorangan adalah:
a. Terjadinya hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan juga siswa dengan
siswa.
b. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.
c. Siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya.
d. Siswa dilibatkan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran.
Peran guru dalam pembelajaran perseorangan ini adalah sebagai organisator,
narasumber, motivator, fasilitator, konselor dan sekaligus sebagai peserta kegiatan.
Komponen-komponen yang perlu dikuasi guru berkenaan dengan pembelajaran
perseorangan ini adalah :
a. Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi.
b. Keterampilan mengorganisasi.
66
c. Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar, yaitu memungkinkan guru
membantu siswa untuk maju tanpa mengalami frustasi. Hal ini dapat dicapai bagi
guru yang memiliki keterampilan dalam memberikan penguatan dan
mengembangkan supervisi.
d. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran,
mencakup membantu siswa menetapkan tujuan dan menstimulasi siswa
untuk tujuan tersebut, merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa
yang mencakup kriteria keberhasilan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran,
waktu serta kondisi belajar, bertindak sebagai supervisor dan membantu siswa
menilai pencapaiannya sendiri.
Hubungan Kinerja dengan Mutu Kerja
Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job
performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi performance saja.
Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja
(performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan,
sikap, ketrampilan dan kinerja dalam menghasilkan sesuatu.
Penilaian kinerja menurut Hendri Simamora adalah alat yang berfaedah tidak
hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan
dan mekinerja kalangan karyawan. Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan
mengemukakan bahwa penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi
perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.
Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti
67
kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang
tugasnya semuanya layak untuk dinilai. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga
faktor penting. Semakin tinggi ketiga faktor tersebut, maka semakin besarlah prestasi
kerja karyawan bersangkutan. Adapun ketiga faktor tersebut adalah :
1. Kemampuan dan minat seorang pekerja,
2. Penerimaan atas penjelasan delegasi tugas,
3. Peran dan tingkat kinerja seorang pekerja.
Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seorang guru telah
memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk
melakukan pekerjaan tersebut, adanya kejelasan peran dan kinerja pekerjaan yang baik,
maka guru tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.
Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian
prilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) pengetahuan tentang pekerjaan;
(3) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (4) keputusan yang diambil; (5)
perencanaan kerja; (6) daerah organisasi kerja.
Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh
individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai
hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam
menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam
suatu organisasi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru menurut para ahli adalah sebagai
berikut :
68
1. Kepribadian dan dedikasi
Setiap guru memiliki pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka
miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian
sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat dilihat dari penampilan,
tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiah Darajat (dalam Djamarah SB,
1994) bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau
diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam
segala segi dan aspek kehidupan misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya
bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang
ringan maupun yang berat.
Kloges (dalam Suryabrata, 2001) mengemukakan bahwa ada tiga aspek
kepribadian yaitu : (1) Materi atau bahan yaitu semua kemampuan (daya) pembawaan
beserta talent-talentnya (keistimewaan-keistimewaan nya), (2) Struktur yaitu sifat-sifat
bentuknya atau sifat-sifat normalnya. (3) Kualitas atau sifat yaitu sistem dorongan-
dorongan. Sedangkan Menurut Freud (1950), kepribadian terdiri tiga aspek yaitu : (1)
Das Es (the id) yaitu aspek biologis, aspek ini merupakan sistem yang original dalam
kepribadian sehingga aspek ini merupakan dunia bathin subyektif manusia dan tidak
mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif. (2) Das Ich (the ego) yaitu
aspek psikologis, aspek ini timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan
dengan dunia nyata, (3) Das Ueber Ich (the super ego) yaitu aspek sosiologis
kepribadian merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat
sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan dengan
berbagai perintah dan larangan.
Aspek-aspek tersebut di atas merupakan potensi kepribadian sebagai syarat
mutlak yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan profesinya.
2. Pengembangan Profesi
69
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut
Pidarta (1999) bahwa Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya
dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada
masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan
individual, kelompok, atau golongan tertentu.
Lebih lanjut Pidarta (1997) mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut :
(1) Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan
hidup orang bersangkutan, (2) Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan
khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3) Ilmu pengetahuan, dan
keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama
di perguruan tinggi. (4) Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien, (5)
Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk
mendapatkan keuntungan finansial. (6) Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk
mendapatkan klien. (7) Menjadi anggota profesi. (8) Organisasi profesi tersebut
menetukan persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi anggota,
mengawasi perilaku anggota, memberikan sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan
anggota.
Pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang
dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) bahwa ada empat standar pengembangan
profesi guru yaitu:
(1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru
sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif
dan metode-metode inquiri.; (2) Standar pengembangan profesi B adalah
pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan
sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke
pengajaran sains; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi
untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk
70
pembelajaran sepanjang masa.; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-
program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu.
Menurut Akadum (1999) bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme
guru yaitu : (1) Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2)
Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3)
Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum
mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) Masih
belum smoothnya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan
kepada calon guru, (5) Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang
berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1) Peningkatan
kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar.
(2) Program sertifikasi (Pantiwati, 2001). Selain sertifikasi, menurut Supriadi (1998)
yaitu mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat Kegiatan
Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru Mata
Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya. Hal
tersebut diperkuat pendapat dari Pidarta (1999) bahwa mengembangkan atau membina
profesi para guru yang terdiri dari : (1) Belajar lebih lanjut. (2) Menghimbau dan ikut
mengusahakan sarana dan fasilitas sanggar-sanggar seperti Sanggar Pemantapan Kerja
Guru. (3) Ikut mencarikan jalan agar guru-guru mendapatkan kesempatan lebih besar
mengikuti panataran-penataran pendidikan. (4) Ikut memperluas kesempatan agar
guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan yang sesuai dengan minat dan
bidang studi yang dipegang dalam usaha mengembangkan profesinya. (5) Mengadakan
diskusi-diskusi ilmiah secara berkala disekolah. (6) Mengembangkan cara belajar
berkelompok untuk guru-guru sebidang studi.
3. Kesejahteraan
71
Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru
di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin
tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002) menegaskan
bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan
kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.
Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia sangat
memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di Afrika.
Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila dibandingkan
dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru umumnya lebih tinggi
dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya.
Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam
mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik, tetapi
juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta
berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru telah layak diberikan oleh
pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena mencari tambahan
diluar (Denny Suwarja, 2003). Hal itu tersebut dipertegas Pidarta (1999) yang
menyatakan bahwa rata-rata gaji guru di negara ini belum menjamin kehidupan yang
layak. Hampir semua guru bekerja di tempat lain sebagai sambilan disamping
pekerjaannya sebagai guru tetap disuatu sekolah. Malah ada juga guru-guru yang
melaksanakan pekerjaan sambilan lebih dari satu tempat bahkan ada yang bekerja
sambilan tidak di bidang pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka ingin
hidup layak bersama keluargannya.
Journal PAT (2001) menjelaskan bahwa di Inggris dan Wales dalam
meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran
gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Analisa tingkat institusi menyatakan
bahwa hubungan antara kepuasan dan performan rasanya nyata, pendidik yang
terpuaskan pada tingkat yang lebih tinggi memiliki performan pada tingkat yang lebih
tinggi dari pendidik yang berada pada tingkat tidak terpuaskan.
72
Peningkatan kesejahteraan berkaitan erat dengan insentif yang diberikan pada
guru. Insentif dibatasi sebagai imbalan organisasi pada motivasi individu, pekerja
menerima insentif dari organisasi sebagai pengganti karena dia anggota yang produktif
dengan kata lain insentif adalah upah atau hukuman yang diberikan sebagai pengganti
kontribusi individu pada organisasi. Menurut Chester l. Barnard (dalam Sutaryadi,
2001) menyatakan bahwa insentif yang tidak memadai berarti mengubah tujuan
organisasi.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan kinerja guru
langkah strategis yang dilakukan pemerintah yaitu memberikan kesejahteraan yang
layak sesuai volume kerja guru, selain itu memberikan insentif pendukung sebagai
jaminan bagi pemenuhan kebutuhan hidup guru dan keluarganya. Program
peningkatan mutu pendidikan apapun yang akan diterapkan pemerintah, jika
kesejahteraan guru masih rendah maka besar kemungkinan program tersebut tidak
akan mencapai hasil yang maksimal. Jadi tidak heran kalau guru di negara maju
memiliki kualitas tinggi dan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat
tinggi. Adanya Jaminan kehidupan yang layak bagi guru dapat memotivasi untuk
selalu bekerja dan meningkatkan kreativitas sehingga kinerja selalu meningkat tiap
waktu.
4. Kemampuan Mengajar
Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan
kemampuan. Cooper (dalam Zahera, 1997) mengemukakan bahwa guru harus
memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran,
menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan
konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola
pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah
apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu
menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam
pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya (Rusmini, 2003). Guru
73
harus mampu menafsirkan dan mengembangkan isi kurikulum yang digunakan selama
ini pada suatu jenjang pendidikan yang diberlakukan sama walaupun latar belakang
sosial, ekonomi dan budaya yang berbeda-beda (Nasanius Y, 1998).
Kemampuan mengajar guru sebenarnya merupakan pencerminan penguasan guru
atas kompetensinya. Imron (1995) mengemukakan 10 Kompetensi dasar yang harus
dikuasai oleh guru yaitu : (1) Menguasai bahan, (2) Menguasai Landasan
kependidikan, (3) Menyusun program pengajaran, (4) Melaksanakan Program
Pengajaran, (5) Menilai proses dan hasil belajar, (6) Menyelenggarakan proses
bimbingan dan penyuluhan, (7) Menyelenggarakan administrasi sekolah, (8)
Mengembangkan kepribadian, (9) Berinterkasi dengan sejawat dan masyarakat, (10)
Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk kepentingan mengajar.
5. Komunikasi
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, manusia dapat saling
berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari dirumah tangga, di tempat
kerja, di pasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada manusia
yang tidak akan terlibat komunikasi.
Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri, adanya
komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan
begitu pula sebaliknya. Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan kepada
guru-guru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar kemungkinan
guru tidak akan datang mengajar. Contoh di atas menandakan betapa pentingnya
komunikasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad A. (2001) bahwa
kelupaan informasi dapat memberikan efek yang lebih besar terhadap kelangsungan
kegiatan.
Menurut Forsdale (1981) bahwa “communication is the process by which a
system is established, maintained, and altered by means of shared signals that operate
according to rules”. Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa komunikasi
manusia adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam
74
kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan
menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain (Brent
D. Ruben, 1988).
6. Hubungan dengan Masyarakat
Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab
keduanya memiliki kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi
mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di
masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu.
Menurut Pidarta (1999) bahwa suatu sekolah tidak dibenarkan mengisolasi diri
dari masyarakat. Sekolah tidak boleh merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup
terhadap masyarakat sekitar, ia tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan tidak
mau tahu akan aspirasi–aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan sekolah itu
berdiri di daerahnya untuk meningkatkan perkembangan putra-putra
mereka. Sekolah merupakan sistem terbuka terhadap lingkungannya termasuk
masyarakat pendukungnya. Sebagai sistem terbuka sudah jelas ia tidak dapat
mengisolasi diri sebab bila hal ini ia lakukan berarti ia menuju ke ambang kematian.
7. Kedisiplinan
Menurut Good’s (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin
sebagai berikut :
a. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau
kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih
sangkil.
b. Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun
menghadapi rintangan
c. Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.
d. Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.
75
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan dan
ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau
paksaan pihak lain atau suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur
dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung
maupun tidak langsung.
8. Iklim Kerja
Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang membentuk
satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam sistem sosial yang
berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola dan
tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan
individu maupun dengan lingkungannya.
Menurut Davis, K & Newstrom J.W (1996) bahwa sekolah dapat dipandang dari
dua pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat orang
berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis merupakan
hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai tujuan bersama.
Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan satu
dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan tanggung
jawab pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan
yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim
kerja yang baik.
Litwin dan Stringer (dalam Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa Iklim
mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat dirasakan
dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan penting
lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi orang-orang
yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Henry A Marray dan Kurt
Lewin (dalam Sutaryadi, 1990) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah seperangkat
karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan individu lainnya yang
76
dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku merupakan hasil dari
hubungan antara individu dengan lingkungannya.
Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat
berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. “performance = Ability x
motivation”. Dan faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan
dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga
tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak
mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang
dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain bahwa
kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.
Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti
kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang
tugasnya semuanya layak untuk dinilai.
Hasibuan menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran
(output) dengan masukan (input), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut
Sedarmayanti (2001) antara lain: (1) sikap mental (kinerja kerja, disiplin kerja, etika
kerja); (2) pendidikan; (3) ketrampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat
penghasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan sosial; (8) iklim kerja; (9) sarana pra
sarana; (10) teknologi; (11) kesempatan berprestasi.
Bertolak dari pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kinerja guru atau prestasi kerja (performance) adalah hasil yang dicapai
oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
77
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan
tercermin baik.
Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan
mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance
management). Tapi perlu definisi khusus tentang kinerja itu sendiri. Dengan mengacu
pada pemikiran Robert Bacal dalam bukunya Performance Management di bawah ini
akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru. Proses ini meliputi kegiatan
membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan
dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang
semuanya harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan
nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.
Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat
membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang fungsi kerja esensial yang
diharapkan dari para guru:
1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah
melakukan pekerjaan dengan baik.
2. Bagaimana guru dan kepala Madrasah bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.
Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya
meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi
kinerja. Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala Madrasah
bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang,
78
menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara
mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.
Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala Madrasah
dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja,
hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala Madrasah dapat membantu guru. Arti
penting dari komunikasi terletak pada kemampuan mengidentifikasi dan menanggulangi
kesulitan atau persoalan sebelum permasalahan menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang
merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk
menjawab pertanyaan, “Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode
tertentu?” Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi
kita untuk menghindari dua masalah. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja
terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”. Kedua, tiada satu pun
taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan
mengapa.
Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih
lanjut. Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson memberikan gambaran tentang
proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja,
yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung
jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan, di
mana guru dibimbing dan dikembangkan, mendorong atau mengarahkan upaya mereka
melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan.
79
Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan
ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan,
siklus terus berulang, dan guru, kepala Madrasah, dan staf administrasi, serta organisasi
terus belajar dan tumbuh.
Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan
keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya. Semua dari ketiga fase
Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus
diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti
pembinaan, dan akhirnya evaluasi.
Dengan tidak mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan
atau komunikasi kinerja. Dibawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru.
Agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan
terhadap kinerja guru secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja
guru.
Menurut Ronald T.C. Boyd mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain
untuk melayani dua tujuan, yaitu : (1) untuk mengukur kompetensi guru dan (2)
mendukung pengembangan profesional.
Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan
balik untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat
memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta
mendapatkan konseling dari kepala Madrasah, pengawas pendidkan atau guru lainnya
untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator terlebih dahulu harus
menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar
80
hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar; (2)
bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian
dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan
pengembangan profesional guru.
Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan
pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang
kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa
prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :
1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities).
Ini merupakan bentuk umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru.
Tujuan observasi kelas adalah untuk memperoleh gambaran secara representatif
tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini,
evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif
sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara
formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable).
2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan-catatan dalam kelas.
Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-
tujuan pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-
tugas merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan
pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).
3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi.
Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan
evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti :
81
siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan
memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian
kompetensi, pada umumnya yang bertindak sebagai evaluator adalah kepala Madrasah
dan pengawas. Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-
observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan
kelemahannya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan
balik dilakukan secara positif dan bijak; (2) penya mpaian gagasan dan mendorong untuk
terjadinya perubahan pada guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan
untuk mencapai tujuan-tujuan evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan
kritik; (5) memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak
berlebihan.
Andi Kirana sebagaimana dikutip oleh Wannef Jambak mengatakan bahwa
kepemimpinan yang memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan untuk
melimpahkan tanggung jawab dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi
dimana orang lain dapat berhasil.
Tugas kepala Madrasah selaku manager terhadap guru salah satunya adalah
melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini mutlak dilaksanakan untuk mengetahui
kinerja yang telah dicapai oleh guru. Apakah kinerja yang dicapai setiap guru baik,
sedang atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru dan berguna bagi sekolah
dalam menetapkan kegiatannya. Dengan penilaian berarti guru mendapat perhatian dari
atasannya sehingga dapat mendorong mereka untuk semangat bekerja, tentu saja jika
penilaian ini dilakukan secara obyektif dan jujur serta ada tindak lanjutnya. Tindak lanjut
penilaian ini guru memungkinkan untuk memperoleh imbalan balas jasa dari sekolah
82
seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti menjadi wakil, ketua jurusan, modal untuk
mendapatkan kenaikan pangkat dengan sistem kredit.
Untuk menilai kinerja guru, unsur-unsur yang telah dipaparkan di atas dapat
digunakan oleh kepala Madrasah untuk melakukan penilaian namun tentu saja berkaitan
dengan profesinya sebagai guru dengan utamanya sebagai pengajar.
Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak berada dalam lingkungan yang kosong.
Ia bagian dari dari sebuah “mesin besar” pendidikan nasional, dan karena itu ia terikat
pada rambu-rambu yang telah ditetapkan secara nasional mengenai apa yang mesti
dilakukannya. Dalam konteks profesionalisme guru dimana mengajar dianggap sebagai
pekerjan profesional, maka guru dituntut untuk profesional dalam melaksanakan
tugasnya. Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya terjadi di
negara Indonesia saja, melainkan di negara-negara maju. Misalnya, di Amerika Serikat
isu tentang profesionalisasi guru ramai dibicarakan mulai pertengahan tahun 1980-an. Hal
itu masih berlangsung hingga sekarang.
Dalam jurnal pendidikan, Educational Leadership edisi 1993 menurunkan laporan
utama tentang soal ini. Menurut jurnal itu untuk menjadi profesional, seorang guru
dituntut untuk memiliki lima hal : Pertama, guru mempunyai komitmen kepada siswa dan
proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan
siswa; Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya
serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan; Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa
melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes
hasil belajar; Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa apa yang akan
dilakukaknnya , dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk
83
guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang dilakukannya. Untuk bisa
belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk
dampaknya pada proses belajar siswa; Kelima, guru seyogianya merupakan bagian dari
masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi
lainnya.
Untuk menciptakan guru yang profesional tersebut, diperlukan adanya bimbingan
dan supervisi dari kepala Madrasah. Tanpa adanya supervisi, peningkatan mutu
pendidikan akan sulit tercapai. Hal ini disebabkan karena kinerja guru tergantung
bagaimana gaya kepemimpinan kepala Madrasah dalam memimpin. Bila kepala
Madrasah bersifat otokratik, maka guru akan cenderung bersikap pasif dan menunggu
komando dari pimpinan. Dalam kepemimpinan yang laissez faire, guru akan melakukan
inisiatif sebisanya atau akan mencoba bereksperimen dalam kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan dalam kepemimpinan yang demokratis, guru
dapat berdiskusi dan memberi masukan kepada kepala Madrasah dalam peningkatan mutu
pendidikan. Kinerja guru dipengaruhi oleh faktor-faktor yang melingkupinya dan masing-
masing individu berbeda satu sama lain.. Secara garis besar perbedaan kinerja ini
disebabkan oleh dua faktor, yaitu : faktor individu dan situasi kerja. Faktor individu
menentukan bagaimana ia dapat mengaktualisasikan dirinya dalam lingkungan pekerjaan,
sementara faktor situasi kerja mempengaruhi bagaimana individu dapat
mengaktualiasikan diri sesuai dengan lingkungan sekitarnya.
Menurut Gibson, et al dalam Srimulyo ada tiga perangkat variabel yang
mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, terdiri dari:
a. Kemampuan dan ketrampilan: mental dan fisik
84
b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian
c. Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin.
2. Variabel organisasional, terdiri dari:
a. Sumberdaya
b. Kepemimpinan
c. Imbalan
d. Struktur
e. Desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis, terdiri dari:
a. Persepsi
b. Sikap
c. Kepribadian
d. Belajar
e. Kinerja.
Ketiga variabel tersebut berhubungan satu sama lain dan saling pengaruh-
mempengaruhi. Gabungan variabel individu, organisasi, dan psikologis sangat
menentukan bagaimana seseorang mengaktualisasikan diri. Menurut Tiffin dan Me.
Cormick dalam Srimulyo, ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:
1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan kinerja,
pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual lainnya.
2. Variabel situasional:
- Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, kondisi dan desain
perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur,
dan fentilasi)
85
- Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat
organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
Sutemeister dalam Srimulyo mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor Kemampuan
a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat
b. Ketrampilan : kecakapan dan kepribadian.
2. Faktor Kinerja
a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan
b. Serikat kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistic.
c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.
Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa banyak faktor dan variabel yang
mempengaruhi kinerja guru. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri, dan juga
dapat berasal dari luar atau faktor situasional.