BAB II LANDASAN TEORI -...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Tinjauan teori ini berisikan teori-teori yang melandasi kegiatan penelitian
mengenai pengaruh gaya mengajar dan kepemimpinan guru terhadap motivasi belajar
di kalangan siswa kelas XII SMK Negeri I Salatiga. Landasan teori ini memberikan
penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi penyimpangan. Teori-teori yang
dibahas adalah gaya mengajar, kepemimpinan guru, dan motivasi belajar.
2.1. Gaya Mengajar
2.1.1. Pengertian Mengajar
Mengajar secara umum dapat diartikan sebagai proses penitisan nilai dan
pengetahuan, mengajar juga merupakan proses pengangkatan potensi-potensi
yang terdapat dalam diri anak didik yang tujuannya untuk menemukan dan
mengarahkan anak didik menjadi dirinya sendiri. Menurut De Quelyu
mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman
kecakapan kepada anak didik atau usaha mewariskan nilai-nilai kebudayaan
kepada generasi muda atau penerus. Banyak definisi tentang mengajar berikut
ini definisi mengajar menurut para ahli, yaitu mengajar adalah menanamkan
pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat (Gasali).
Mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam
hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan
proses belajar (Usman). Mengajar adalah usaha guru untuk mengorganisasi
lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi anak didik (Hamalik).
Tugas guru yaitu bagaimana membangkitkan potensi anak didik melalui
9
transfer pengetahuan yang tidak bersifat indoktriner ataupun pendiktean
dengan guru sebagai instrumen dan fasilitatornya. Pada dasarnya mengajar
merupakan media aktualisasi dari tindakan dan pengetahuan guru. Guru
mengaktualisasikan pengetahuan guru dengan mengajarkannya pada orang
lain. Guru mengajar berdasarkan apa yang guru tahu. Guru mengajar adalah
sesuatu yang benar-benar guru tahu.
2.1.2. Pengertian Gaya Mengajar
Gaya mengajar adalah bentuk penampilan guru saat proses belajar
mengajar baik yang bersifat kurikuler maupun psikologis. Bersifat kurikuler
adalah guru mengajar yang disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata
pelajaran tertentu. Bersifat psikologis adalah guru mengajar yang disesuaikan
dengan motivasi siswa, pengelolaan kelas, dan evaluasi hasil belajar
mengajar. Mengajar pada hakikatnya bermaksud mengantarkan siswa
mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam praktek,
perilaku mengajar yang dipertunjukkan guru sangat beraneka ragam,
meskipun maksudnya sama. Aneka ragam perilaku guru mengajar ini biladi
telusuri akan diperoleh gambaran tentang pola umum interaksi antara guru, isi
atau bahan pelajaran dan siswa. Pola umum ini oleh Lapp et al. (1975:1)
diistilahkan “Gaya Mengajar” atau teaching style. Gaya mengajar adalah cara
atau metode yang dipakai leh guru ketika sedang melakukan pengajaran. gaya
mengajar guru biasanya sangat erat kaitannya dengan gaya belajar anak didik.
Chatib mengatakan bahwa hakikatnya gaya mengajar yang dimiliki guru
adalah strategi transfer informasi yang diberikan kepada anak didiknya. Gaya
10
mengajar dan gaya belajar anak didik adalah dua hal yang sangat berkaitan,
saling mendukung satu sama lain, dan sangat menentukan keberhasilan suatu
proses mengajar belajar.
2.1.3. Variasi Gaya Mengajar
Dalam proses mengajar belajar variasi gaya mengajar juga sangat
dibutuhkan, karena hal ini dilakukan untuk menghindari kebosanan dan
kejenuhan. Variasi gaya mengajar merupakan keterampilan yang harus
dikuasai oleh guru. Tujuan dari variasi mengajar adalah untuk menarik dan
meningkatkan perhatian anak didik terhadap materi pengajaran, memberi
kesempatan bagi anak didik untuk mengembangkan bakat terhadap berbagai
hal baru, menanamkan perilaku positif anak didik dalam pembelajaran, serta
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk belajar sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kemampuannya. Variasi gaya mengajar meliputi
variasi intonasi suara, variasi gerak anggota badan, dan variasi gerak anggota
badan, dan variasi posisi guru dalam kelas. Bagi anak didik, semua variasi
dilihat sebagai sesuatu yang positif, energik, bersemangat, menyenangkan,
dan semuanya memiliki hubungan yang erat terhadap pencapaian hasil belajar
yang maksimal. Variasi gaya mengajar yang dilakukan guru akan membuat
suasana belajar yang dinamis, hidup, dan meningkatkan komunikasi yang
baik antara guru dan anak didik. Variasi gaya mengajar juga menjadi stimulus
yang positif terhadap proses penerimaan pelajaran yang sedang berlangsung.
Variasi gaya mengajar yang dimaksud adalah meliputi beberapa aspek:
11
a. Variasi suara
Variasi suara yang dimaksud adalah dalam hal intonasi, volume,
nada, kecepatan, serta isi pembicaraan dan penggunaan bahasa.
b. Penekanan
Penekanan berfungsi untuk mefokuskan perhatian anak didik pada
suatu aspek yang penting atau aspek kunci, digunakan penekanan
verbal. Penekanan tersebut dikombinasikan dengan gerakan anggota
badan yang dapat menunjukkan dengan jari, memberi tanda pada
papan tulis, atau perubahan mimik wajah.
c. Pemberian waktu
Untuk mendapatkan perhatian anak didik, dapat dilakukan dengan
mengubah suasana menjadi sepi, hening, dari suatu kegiatan menjadi
tanpa kegiatan atau diam, dari akhir bagian pelajaran kebagian
berikutnya. Dalam ketrampilan bertanya, pemberian waktu dapat
diberikan setelah guru mengajukan beberapa pertanyaan, untuk
mengubahnya menjadi pertanyaan yang lebih tinggi tingkatannya.
d. Kontak pandang
Guru berbicara atau berinteraksi dengan anak didik, sebaiknya
mengarahkan pandangan ke seluruh kelas. Menatap mata anak didik
dapat membentuk hubungan yang positif dan menghindari hilangnya
kepribadian.
e. Petunjuk wajah
12
Wajah dapat menjadi petunjuk atau menjadi media komunikasi
antara guru dan anak didik. Ada yang sangat sensitif pada wajah, dan
ada yang tidak (Jalaluddin Rahmat). Wajah merupakan instrumen
atau alat untuk menyampaikan pesan dan makna. Guru dapat
menggunakan bahasa wajah dalam proses pembelajaran untuk
mengontrol, meningkatkan hubungan emosional, dan mengawasi
anak didik.
f. Gerakan anggota badan
Variasi dalam mimik, gerakan kepala atau badan merupakan bagian
yang penting dalam komunikasi. Tidak hanya untuk menarik
perhatian saja, tetapi juga menolong dalam menyampaikan arti
pembicaraan. Dalam “Psikologi Komunikasi” karya Jalaluddin
Rahmat gerakan anggota badan bisa disebut sebagai petunjuk
kinesik.
g. Pindah posisi
Perpindahan posisi guru dalam ruangan kelas dapat membantu
menarik perhatian siswa atau anak didik, dapat juga meningkatkan
kepribadian guru. Gerakan tersebut misalnya dari depan kebelakang,
dari sisi kiri ke sisi kanan atau posisi duduk kemudian berubah
menjadi posisi berdiri.
2.1.4. Tujuan Penggunaan Variasi Mengajar
Penggunaan variasi mengajar dilakukan untuk menarik perhatian
anak didik agar lebih berkonsentrasi kepada pelajaran yang diberikan oleh
13
guru. Penggunaan variasi mengajar mempunyai beberapa tujuan, antara
lain:
a. Meningkatkan dan memelihara perhatian anak didik terhadap
relevansi proses belajar mengajar.
Perhatian anak didik dalam pelajaran yang diberikan oleh guru selama
proses pembelajaran amat penting karena menpengaruhi keberhasilan
tujuan belajar mengajar yang ditunjukan oleh penguasaan meteri
pelajaran pada setiap anak didik. Indikator penguasaan anak didik
terhadap materi pelajaran adalah terjadinya perubahan di dalam diri
anak didik.
b. Memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi.
Anak didik tidak akan belajar dengan baik dan tekun jika tidak ada
dorongan kuat yang menggerakan anak didik tersebut, dorongan
tersebut disebut motivasi. Motivasi setiap anak didik berbeda terhadap
suatu bahan pelajaran, oleh karena itu seorang guru selalu ingin
memberikan motivasi terhadap anak didik yang kurang memberikan
perhatian terhadap meteri pelajaran yang diberikan.
c. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah.
Tanggapan anak didik kepada guru bermacam-macam, masalah akan
muncul apabila anak didik tertentu yang kurang senang terhadap
gurunya, yang mengakibatkan bidang pelajaran yang dipegang oleh
guru tersebut menjadi tidak disenangi. Oleh sebab itu jadilah guru
yang bijaksana adalah dimana guru mampu menempatkan diri dan
14
pandai mengambil hati anak didik dengan cara mempunyai gaya
mengajar dan pendekatan yang sesuai dengan psikologis anak didik,
misalnya di sela-sela pelajaran selalu diselengi humor dengan
pendekatan edukatif.
d. Memberikan kemungkinan pilihan dan fasilitas belajar
individual.
Seorang guru dituntut untuk mempunyai berbagai ketrampilan yang
mendukung dalam proses belajar mengajar. Penguasaan metode
pelajaran yang dituntut kepada guru tidak hanya satu atau dua metode,
tetapi lebih banyak lagi. Selain itu seorang guru harus menguasai tiga
ketrampilan, yaitu metode, media, dan pendekatan.
e. Mendorong anak didik untuk belajar.
Seorang guru harus menyediakan lingkungan belajar, kewajiban anak
didik adalah belajar, kedua kegiatan tersebut menyatu dalam sebuah
interaksi pengajaran yang disebut interaksi edukatif. Lingkungan
pengajaran yang kondusif adalah lingkungan yang mampu mendorong
anak didik untuk selalu belajar sehingga berakhirnya kegiatan belajar
mengajar. Belajar memerlukan motivasi sebagai pendorong bagi anak
didik adalah motivasi intrinsik yang lahir dari kesadaran akan
pentingnya ilmu pengetahuan.
2.1.5. Macam-macam gaya mengajar guru
Gaya mengajar yang perlu diterapkan guru dalam proses belajar
mengajar sebaiknya bersifat variatif, inovatif, serta mudah diterima oleh
15
siswa dalam penyampaian materi pelajaran. Thoifuri (2007:83),
membedakan gaya mengajar guru yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran menjadi beberapa macam, yaitu gaya mengajar: klasik,
teknologis, personalisasi, dan interaksional.
a. Gaya Mengajar Klasik
Guru dengan gaya mengajar klasik masih menerapkan konsepsi
sebagai satu-satunya cara belajar dengan berbagai konsekuensi yang
diterimanya. Guru masih mendominasi kelas dengan tanpa memberi
kesempatan pada siswa untuk aktif sehingga akan menghambat
perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Gaya mengajar
klasik tidak sepenuhnya disalahkan manakala kondisi kelas yang
mengharuskan seorang guru berbuat demikian, yaitu kondisi kelas
dimana siswanya mayoritas pasif.
b. Gaya Mengajar Teknologis
Guru yang menerapkan gaya mengajar teknologis sering menjadi
bahan perbincangan yang tidak pernah selesai. Argumentasinya bahwa
setiap guru dengan gaya mengajar tersebut mempunyai watak yang
berbeda-beda, yaitu kaku, keras, moderat, dan fleksibel. Gaya
mengajar teknologis ini mensyaratkan seorang guru untuk berpegang
pada berbagai sumber media yang tersedia. Guru mengajar dengan
memperhatikan kesiapan siswa dan selalu memberikan stimulan untuk
mampu menjawab segala persoalan yang dihadapi. Guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mempelajari pengetahuan yang sesuai
16
dengan minat masing-masing, sehingga memberi banyak manfaat
pada diri siswa.
c. Gaya Mengajar Personalisasi
Guru yang menerapkan gaya mengajar personalisasi menjadi salah
satu kunci keberhasilan pencapaian prestasi belajar siswa. Guru
memberikan materi pelajaran tidak hanya membuat siswa lebih pandai
semata-mata, melainkan agar siswa menjadikan dirinya lebih pandai.
Guru dengan gaya mengajar personalisasi ini akan selalu
meningkatkan belajarnya dan juga senantiasa memandang siswa
seperti dirinya sendiri. Guru tidak dapat memaksakan siswa untuk
menjadi sama dengan gurunya, karena siswa tersebut mempunyai
minat, bakat, dan kecenderungan masing-masing.
d. Gaya Mengajar Interaksional
Guru profesional cenderung berpola pikir untuk menjadi guru dengan
gaya mengajar interaksional. Guru dengan gaya mengajar
interaksional lebih mengedepankan dialogis dengan siswa sebagai
bentuk interaksi yang dinamis. Guru dan siswa atau siswa dengan
siswa saling ketergantungan, artinya mereka sama-sama menjadi
subyek pembelajaran dan tidak ada yang dianggap paling baik atau
sebaliknya paling jelek.
Menurut De Porter dan Hernacki dalam Suparman (2009:64), gaya
mengajar bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
17
a. Visual Teaching Style
Gaya mengajar dimana seorang guru di dalam memberikan
pelajaran menggunakan gambar-gambar, sketsa-sketsa,
diagram-diagram, grafik-grafik, atau ilustrasi-ilustrasi yang
berhubungan dengan topik pembelajaran. Ciri-ciri seorang
guru yang tergolong memiliki Visual Theaching Style adalah :
1) Mengajar dengan asosiasi visual seperti dengan
menggunakan gambar-gambar, ilustrasi-ilustrasi, diagram-
diagram, dan sebagainya
2) Lebih suka mendemontrasikan sesuatu daripada berpidato
3) Seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak
pandai melukiskan dalam kata-kata
4) Sulit mengingat perintah lisan kecuali jika dituliskan, dan
sering meminta siswa mengulang ucapannya
5) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat “ya”
atau “tidak”
6) Berbicara dengan cepat
7) Mementingkan penampilan, selalu berpenampilan rapi dan
teratur dengan jadwal
b. Auditory Teaching Style
Gaya mengajar dimana seorang guru memberikan atau
menerangkan dengan menggunakan penjelasan secara
18
langsung sepanjang waktu mengajarnya. Ciri-ciri seorang guru
yang tergolong memiliki Auditory Teaching Style adalah :
1) Berbicara dengan fasih
2) Menjelaskan materi dengan terperinci
3) Senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu
dengan panjang lebar
4) Lebih suka berdialog secara eksternal dan internal
5) Lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata
dengan keras daripada menuliskannya
6) Berbicara dengan pola berirama
7) Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik dan
mudah terpecah konsentrasinya
c. Kninestetic Teaching Style
Gaya mengajar dimana guru menggabungkan siswa dengan
kegiatan fisik seperti subyek yang siswa pelajari. Ciri-ciri
seorang guru yang tergolong memiliki Kninestetic Teaching
Style adalah :
1) Menanggapi perhatian fisik dan banyak gerak fisik
2) Mengajar dengan praktek dan manipulasi
3) Banyak menggunakan bahasa tubuh
4) Tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang
lama
5) Berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain
19
6) Menggunakan alat bantu penunjuk ketika membaca materi
pelajaran
7) Berbicara dengan perlahan dan lambat
2.2. Kepemimpinan
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling
mudah diobservasi, tetapi menjadi salah satu hal yang paling sulit untuk
dipahami (Richard L. Daft, 1999). Kepemimpinan menjelaskan bahwa
sifat-dasar kepemimpinan sangat kompleks sehingga kepemimpinan
tersebut dapat dikatakan suatu masalah yang kompleks dan sulit. C.Rost
dalam Safari (2004) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah sebuah
hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut
yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan
bersamanya. Proses kepemimpinan tersebut melibatkan keinginan dan
niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai
tujuan yang diinginkan bersama.
Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam,
yang terjadi diantara orang-orang yang menginginkan perubahan
signifikan dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki
bersama oleh pemimpin dan pengikutnya. Pengaruh dalam hal ini berarti
sebuah hubungan diantara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu
yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa
paksaan. Terry dalam Kartono (2005:57) berpendapat bahwa
20
kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka
suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Howard H.Hoyt
menyatakan kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia, kemampuan untuk membimbing orang.
Ordway Tead mengatakan kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Dari berbagai definisi diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang
pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk
bekerjasama mencapai suatu tujuan kelompok. Unsur-unsur yang ada
dalam kepemimpinan dapat disimpulkan antara lain kemampuan
mempengaruhi orang lain, kemampuan mengarahkan tingkah laku orang
lain, dan untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
2.2.2. Tipe dan Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, tempramen, watak
dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya
yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya hidup pemimpin akan
mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga timbul tipe-tipe
kepemimpinan, antara lain:
1. Tipe Karismatis
Tipe pemimpin karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan
wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan bisa dipercaya.
21
2. Tipe Paternalistis
Tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain,
menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa,
bersikap terlalu melindungi, jarang memberikan kesempatan
kebawahannya untuk mengambil keputusan sendiri, hampir tidak
pernah memberi kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, dan
bersikap maha tahu dan maha benar.
3. Tipe Militeristis
Tipe ini bersifat lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando
terhadap bawahannya keras sangat otoriter, menghendaki kepatuhan
mutlak dari bawahanya, tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan
kritikan-kritikan dari bawahannya.
4. Tipe Otokratis
Kepemimpinan otokratis mendasarkan diri pada kekuasaan dan
paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpin selalu berperan
sebagai pemain tunggal dalam a one-man show. Perintah dan
kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Semua
pujian dan kritikan terhadap bawahan diberikan atas pertimbangan
pribadi pemimpin sendiri. Sikap dan prinsip-prinsipnya sangat
konservatif dan kaku.
5. Tipe Laissez Faire
Kepemimpinan laissez faire pemimpin cenderung praktis tidak
memimpin, dia membiarkan kelompok dan setiap orang berbuat
22
semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi dalam kegiatan
kelompoknya. Pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahan sendiri. Pemimpin laissez faire pada hakikatnya bukanlah
seorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya. Sebab bawahan
dalam situasi kerja sedemikian itu sama sekali tidak terpimpin, tidak
terkontrol, tanpa disiplin, masing-masing orang bekerja semaunya
sendiri.
6. Tipe Populistis
Profesor Peter Worsley dalam bukunya The Third World
mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang
dapat membangunkan solidaritas rakyat. Kepemimpinan populistis ini
berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga
kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang
luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan
nasionalisme.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif adalah kepemimpinan yang mampu
menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Sedangkan
para pemimpin terdiri dari teknokrat dan administratur-administratur
yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan.
Dengan kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis
yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan perkembangan
sosial di tengah masyarakat.
23
8. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya.
Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan dengan
penekanan pada rasa tanggung jawab internal dan kerja sama yang
baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis terletak pada partisipasi
aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis
menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan nasihat sugesti
bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan
bidangnya masing-masing mampu memanfaatkan kapasitas setiap
anggota seefektif mungkin pada saat dan kondisi yang tepat.
2.2.3. Asas dan Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai fungsi yaitu memandu, menuntun,
membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-
motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan
komunikasi yang baik memberikan pengawasan yang efisien, dan
membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai
dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Tugas-tugas kepemimpinan di
dalamnya tercakup pemberian insentif sebagai motivasi untuk bekerja
lebih giat. Insentif materiil dapat berupa uang, sekuritas fisik, jaminan
sosial, jaminan kesehatan, premi, bonus, kondisi kerja yang baik. Selain
itu dapat pula diwujudkan dalam bentuk insentif sosial yang berupa
24
promosi jabatan, status sosial tinggi, martabat diri, respek dan lain-lain.
Insentif sosial disebut juga sebagai insentif imateriil.
Asas-asas Kepemimpinan adalah sebagai berikut:
a. Kemanusiaan, mengutamakan sifat-sifat kemanusiaan, yaitu
pembimbingan manusia oleh manusia, untuk mengembangkan
potensi dan kemampuan setiap individu demi tujuan-tujuan human.
b. Efisien, efisien teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya
sumber-sumber, materi, dan jumlah manusia atas prinsip
penghematan, adanya nilai-nilai ekonomis, serta asas-asas
manajemen modern.
c. Kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih merata, menuju pada
yang lebih tinggi.
2.2.4. Kepemimpinan Guru
Kepemimpinan sebagai perilaku seorang pimpinan dalam
mempengaruhi individu dan kelompok orang dapat berlangsung di mana
saja. Kepemimpinan dalam organisasi sekolah adalah kepemimpinan
pendidikan. Kepemimpinan pendidikan merupakan proses aktivitas
peningkatan pemanfaatan sumberdaya manusia dan material di sekolah
secara lebih kreatif, mengintegrasikan semua kegiatan dalam
kepemimpinan, sedangkan manajemen dan administrasi pendidikan
membuat membuat keputusan untuk kelangsungan pembelajaran secara
efektif. Menurut Sue dan Glover (2000) dalam konteks pembelajaran,
peran guru adalah menolong murid untuk mengembangkan kapasitas
25
pembelajaran, yang memungkinkan aktivitas manajemen, struktur
organisasi, sistem dan proses yang diperlukan untuk menangani kegiatan
mengajar dan paluang belajar para murid secara maksimal. Jadi yang
menjalankan kepemimpinan dalam pembelajaran adalah guru, karena
proses mempengaruhi murid agar mau belajar dengan sukarela dan senang
memungkinkan tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik. semakin
senang perasaan anak dalam mengikuti pembelajaran, diharapkan tujuan
pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa tercapai secara optimal.
Menurut Davis (1996) dalam konteks peran guru, memimpin adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh guru untuk memberikan motivasi,
mendorong dan membimbing siswa sehingga mereka akan siap untuk
mencapai tujuan belajar yang telah disepakati. Menurut Sriyono et al
(1992) dilihat dari segi hubungan guru dengan murid dalam konteks
kepemimpinan, ada beberapa gaya kepemimpinan guru, yaitu:
a. Guru yang otoriter
Guru yang otoriter adalah guru yang mementingkan kerja
keras dan mengontrol kegiatan siswanya. Semua siswa diarahkan
sesuai dengan rencana yang dibuatnya. Siswa menerima dan
bersikap pasif. Akibat gaya guru seperti ini ada kecenderungan
timbulnya sikap apatis dan bergantung pada guru serta muncul
kecanggungan untuk bekerja sama atau sikap kurang sopan dan
agresif kepada temannya sendiri dalam kelas. Nasution (2000)
menjelaskan dengan hukuman dan ancaman anak dipaksa untuk
26
menguasai mata pelajaran. Tidak jarang guru menjadi otoriter dan
menggunakan kekuasaannya untuk mencapai tujuannya tanpa lebih
jauh mempertimbangkan akibatnya bagi anak, khususnya bagi
perkembangan anak.
b. Guru yang memberikan kebebasan
Guru yang tidak mau atau enggan memberikan bimbingan
kepada siswa. Dalam situasi ini, siswa yang aktif atau berinisiatif
dalam menentukan apa yang ingin mereka pelajari dan bagaimana
cara mengerjakannya. Akibatnya gaya guru seperti ini, maka siswa
cenderung membentuk hubungan baik sesama temannya, ragu-ragu
dalam berbuat sehingga sering meminta bantuan guru. Nasution
(2000) sikap permissive para guru membiarkan anak berkembang
dalam kebebasan tanpa banyak tekanan frustasi, larangan, perintah,
atau paksaan.
c. Guru yang demokratis
Peran guru sebagai pemimpin dalam proses belajar
mengajar adalah fasilitator belajar dalam kelompok. Guru
memberikan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan
belajar mengajar. Bahkan siswa diberikan kesempatan memberikan
koreksi terhadap guru dan gagasan murid sangat diperhatikan untuk
menciptakan hubungan timbal balik yang harmonis. Dalam gaya
kepemimpinan guru seperti ini akan muncul sikap bersahabat,
terbuka, kreatif dan kerja sama.
27
Ada perbedaan signifikan antara guru demokratis dan guru
otoriter dalam pembelajaran. Pemimpin otoriter, cenderung berbuat
banyak untuk mengambil keputusan, sedangkan pemimpin
demokratis membagi kepada kelompok untuk membuat keputusan.
Nasution (2000) fungsi guru yang utama adalah memimpin anak-
anak, membawa mereka ke arah tujuan yang tegas.
2.2.5 Tugas-Tugas Kepemimpinan
Tugas-tugas Kepemimpinan berdasarkan pengertian bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tingkah laku yang
mengandung indikasi serangkaian tugas penting seorang pemimpin yaitu
(Wahjosumidjo 2002:40) :
a. Mendefinisikan misi dan peranan organisasi
Misi dan peranan organisasi dapat dirumuskan dengan baik apabila
seorang pemimpin lebih dulu memahami asumsi struktural sebuah
organisasi.
b. Pemimpin merupakan pengejawantahan
Tujuan organisasi dalam tugas ini pemimpin harus menciptakan
kebijaksanaan ke dalam tatanan atau keputusan terhadap sarana
untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
c. Mempertahankan keutuhan organisasi
Pemimpin bertugas untuk mempertahankan keutuhan organisasi
dengan melakukan koordinasi dan kontrol melalui dua cara, yaitu
melalui otoritas, peraturan, literally, melalui pertemuan, dan
28
koordinasi khusus terhadap berbagai peraturan. Mengendalikan
konflik internal yang terjadi di dalam organisasi.
2.3. Motivasi
2.3.1. Pengertian Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan
sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan
individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara
langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa
ransangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah
laku tertentu. Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif
biogenetis, yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan
organisme demi kelanjutan hidupnya; (2) motif sosiogenetis, yaitu motif-
motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang
tersebut berada. Jadi motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan setempat; (3) motif teologis,
dalam motif ini manusia adalah sebagai mahkluk yang berketuhanan,
sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-Nya.
Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, terlebih dahulu
menelaah pengidentifikasian kata motif dan kata motivasi. Motif adalah
daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu,
demi mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi merupakan
dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan
perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
29
Berkaitan dengan pengertian motivasi, beberapa psikolog menyebut
motivasi sebagai konstruk hipotesis yang digunakan untuk menjelaskan
keinginan, arah, intensitas, dan keajegan perilaku yang diarahkan oleh
tujuan. Dalam motivasi tercakup konsep-konsep, seperti kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan seseorang
terhadap sesuatu.
McClelland et al, berpendapat bahwa “A motive is the
redintegration by a cue of a change in an affective situation”, yang berarti
motif merupakan implikasi dari hasil pertimbangan yang telah dipelajari
(redintegration) dengan ditandai suatu perubahan pada situasi afektif.
Motivasi merupakan istilah umum yang mencakup keseluruhan dorongan
keinginan, kebutuhan, dan gaya yang sejenisnya. Banyak teori motivasi
yang didasarkan dari asas kebutuhan. Kebutuhan yang menyebabkan
seseorang berusaha untuk dapat memenuhinya. Wahosumidjo dalam Uno
(2010:8) motivasi merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang
untuk melakukan tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Motivasi
melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan
mempertahankan perilaku. Perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang
mengandung energi, memiliki arah, dan dapat dipertahankan (Santrock,
2009:199). Dorongan, usaha atau upaya diukur secara intensitas, semakin
besar tingkat intensitasnya maka semakin besar motivasi yang dimiliki
oleh individu. Daft dalam Safari (2004:174) mengatakan motivasi adalah
dorongan yang bersifat internal atau eksternal pada diri individu yang
30
menimbulkan antusiasme dan ketekunan untuk mengejar tujuan-tujuan
spesifik. Motivasi diartikan sebagai sebuah proses yang dimulai dari
adanya kekurangan baik secara fisiologis maupun psikologis yang
memunculkan perilaku atau dorongan yang diarahkan untuk mencapai
sebuah tujuan spesifik atau insentif (Luthans, 1995). Dapat dipahami
bahwa motivasi tidak sama dengan perilaku, dan hal yang menentukan
munculnya suatu perilaku tertentu tidak saja disebabkan oleh adanya motif
atau kebutuhan tertentu, tetapi dipengaruhi pula oleh faktor penengah lain
seperti kepribadian atau faktor situasional.
2.3.2. Teori Motivasi
Teori tentang motivasi mencoba untuk menentukan motif-motif
apa saja yang mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat.
Pendekatan ini mencari isi motif-motif dan menegaskan bahwa motif yang
tidak terpuaskan akan menimbulkan kekurangan bagi individu dan
kekurangan ini harus dipenuhi, jika tidak maka individu akan mengalami
ketegangan, sehingga untuk menghilangkan ketegangan tersebut
kebutuhan ini harus dipenuhi. McClelland menemukan tiga macam motif
yang sangat mempengaruhi kemajuan, keberhasilan dan kinerja organisasi
yaitu motif berprestasi (n Ach), motif kekuasaan (n Pow), dan motif
afiliasi (n Aff). Dalam lingkup yang lebih luas, ketiga macam motif ini
juga menentukan kemajuan beradaban suatu negara.
a. Motif kekuasaan (n Pow)
31
Motif kekuasaan ditandai dengan keinginan individu untuk
memegang kendali atas orang lain, mempengaruhi orang lain dan
sekaligus menguasai kehidupan orang lain. Individu yang tinggi
pada motif kekuasaan akan menunjukkan sikap dominasi yang
kentara, seperti selalu ingin menguasai forum diskusi, selalu ingin
menjadi pemimpin, dan selalu ingin pendapatnya diikuti oleh
banyak orang. Efek negatif yang mungkin muncul jika pemimpin
memiliki motif kekuasaan yang tinggi adalah pemimpin berlaku
otoriter, menuntut ketaatan serta kepatuhan bawahannya secara
mutlak, tidak ingin ditentang pendapatnya, tidak mau mengakui
kesalahan, tidak mau dikritik, dan sulit untuk menerima pendapat
orang lain.
b. Motif Affiliasi (n Aff)
Motif affiliasi berkaitan dengan kebutuhan individu untuk menjalin
hubungan sosial secara harmonis dengan orang lain dan berusaha
untuk diterima oleh lingkungan sosialnya. Motif affiliasi dalam
kenyataannya mempunyai bentuk yang beraneka ragam seperti
cinta, kasih sayang, perhatian, kehangatan, persahabatan, saling
menghargai atau saling menghormati antara sesama manusia
menjadi bagian dari motif ini.
c. Motif Berprestasi (n Ach)
Motif berprestasi ditandai dengan dorongan dari individu untuk
memperoleh kesuksesan yang maksimal, menyukai tantangan
32
pekerjaan, ingin menghasilkan prestasi yang tinggi dan semangat
bersaing untuk menjadi yang terbaik. McClelland meneliti motif ini
melalui sebuah tes yang dinamakan TAT (The Tematic
Apperception Test) yaitu sebuah tes psikologi yang berisi gambar-
gambar manusia yang sedang beraktivitas di dalam berbagai setting
dan kondisi. Menurut McClelland, motif berprestasi ini harus
dikembangkan dan ditumbuhkan pada anggota organisasi, untuk
menjamin kemajuan organisasii itu sendiri.
Pace dalam safari (2004:195-200) menyimpulkan bahwa ada empat
komponen utama dari teori persepsi-motivasi yaitu harapan, peluang,
pemenuhan, dan kinerja.
a. Harapan (Expectancy)
Harapan berisikan impian tentang keadaan dan kondisi yang sangat
diidamkan untuk diperoleh. Kebanyakan harapan berpijak pada
kenyataan bukan sesuatu yang utopis. Sebuah harapan terpenuhi,
maka motivasi akan semakin tinggi untuk memperoleh harapan-
harapan baru dan jika harapan itu tidak terpenuhi, maka
ketidakpuasan dan kekecewaan akan mempengaruhi motivasi.
b. Peluang (Opportunity)
Peluang merupakan unsur yang paling kuat dari keempat unsur
yang ada dalam mempengaruhi motivasi. Seseorang bila tidak
mendapatkan peluang, maka keadaan ini secara potensial akan
merusak munculnya motivasi. Peluang didefinisikan sebagai suatu
33
situasi atau kondisi yang menyenangkan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Adanya peluang akan mempengaruhi aspek internal
pada diri seseorang yang mencakup penghargaan diri, aspirasi,
komitmen, energi, dan pemecahan masalah.
c. Pemenuhan (Fulfillment)
Suatu harapan yang tidak terpenuhi berarti menunjukkan kegagalan
dalam hidup. Hidup tanpa harapan sama dengan orang yang
menderita sakit parah dan hanya tinggal menunggu mati.
Pemenuhan akan membawa dampak positif dalam kehidupan.
Pemenuhan akan menciptakan perasaan bahwa kesuksesan hidup
telah dicapai akibatnya kepuasan meningkat dan akan memberikan
peluang untuk lebih giat.pemenuhan yang kurang akan
mengakibatkan ketidakpuasan sehingga menurunkan motivasi.
d. Kinerja (Performance)
Kinerja tercapai karena harapan yang terpenuhi melalui peluang-
peluang luas yang diberikan. Kinerja menjadi baik ketika seorang
pemimpin menghargai bawahanya bukan sebaliknya
mengacuhkannya. Maka dari itu motivasi akan timbul.
2.3.3. Jenis-jenis Motivasi
Menurut Sudjana dalam Suparman (2010:50), motivasi dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1) Motivasi Intrinsik
34
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri setiap
individu seperti kebutuhan, bakat, kemauan, minat dan harapan.
Misalnya, seorang anak yang membeli buku pelajaran biologi karena
dia membutuhkan buku tersebut untuk dibaca supaya menambah
wawasan dan pengetahuannya di bidang biologi.
2) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar diri
seseorang, timbul karena adanya stimulus (ransangan) dari luar
dirinya atau lingkungannya. Misalnya, seseorang yang mengikuti
sebuah kejuaraan karena ingin mendapatkan hadiah utama yaitu uang.
Dalam kasus ini, maka uang menjadi motivasi orang tersebut.
Dalam proses mengajar belajar, kedua motivasi ini yaitu intrinsik
dan ekstrinsik sangatlah diperlukan. Keduanya merupakan dua hal yang
saling berhubungan satu sama lain.
2.3.4. Faktor-Faktor dalam Motivasi
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada
umumnya dengan beberapa indikator meliputi :
a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
d. Adanya penghargaan dalam belajar
e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
35
f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan
seseorang siswa dapat belajar dengan baik
Perbuatan atau perilaku individu manusia ditentukan oleh faktor-faktor
di dalam diri, yaitu faktor pribadi, dan faktor lingkungan individu yang
bersangkutan. Sesungguhnya, faktor pribadi dan faktor lingkungan sering
berbaur, sehingga sulit menentukan apakah sesuatu benar-benar faktor
pribadi. Oleh karena itu, motif individu untuk melakukan sesuatu,
misalnya motif untuk belajar dengan baik, dapat dikembangkan,
diperbaiki, atau diubah melalui belajar dan latihan, dengan perkataan lain,
melalui pengaruh lingkungan.
2.3.5. Pengertian Belajar
Beberapa teori menjelaskan tentang belajar, baik yang beraliran
behaviorisme, kognitivisme, humanisme, maupun sibernetika. Aliran-
aliran teori belajar tersebut sekedar mengarahkan dan memilah jenis teori
belajar mana yang menjadi pijakan melakukan kegiatan belajar. Thorndike
seoarang pendiri aliran teori belajar tingkah laku, mengemukakan teorinya
bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya menurut Thorndike, perubahan
tingkah laku dapat berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau
yang nonkonkret (tidak bisa diamati). Teori belajar yang lain yang
mendasari belajar dapat dilihat dari tiga pakar, yaitu Clark Hull, Edwin
guthrie, dan B.F. Skinner. Ketiga pakar tersebut menggunakan variabel
stimulus-respon untuk menjelaskan teori-teori mereka. Driscoll
36
menyatakan ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam belajar, yaitu (1)
belajar adalah suatu perubahan yang menetap dalam kinerja seseorang, dan
(2) hasil belajar yang muncul dalam diri siswa merupakan akibat atau hasil
dari interaksi siswa dengan lingkungan. Pernyataan ini dapat diartikan,
apabila siswa belajar maka hasil belajar dapat dilihat dari kemampuannya
melakukan suatu kegiatan baru yang bersifat menetap daripada yang
dilakukan sebelumnya sebagai akibat atau hasil dari interaksi siswa
dengan lingkungan.
Belajar merupakan suatu penekanan yang diperoleh berkat adanya
interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menunjukkan
suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang, berdasarkan
praktik dan pengalaman tertentu. Dalam hal ini belajar perlu dibedakan
dengan konsep yang berhubungan dengan berfikir, brperilaku,
perkembangan, dan perubahan. Uno (2003) mengatakan tentang
pengertian belajar diantaranya adalah (1) memodifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman, (2) suatu proses perubahan tingkah laku
individu dengan lingkungannya, (3) perubahan tingkah laku yang
dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian, atau
mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar, yang
terdapat dalam bidang studi, atau dalam berbagai aspek kehidupan atau
pengalaman yang terorganisasi, (4) belajar selalu menunjukkan suatu
proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau
37
pengalaman tertentu. Selanjutnya, belajar adalah proses seseorang
memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan dan sikap.
2.3.6. Ciri-Ciri dan Tujuan Belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang
relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Defini
belajar tersebut mencakup tiga unsur, yaitu; (1) belajar adalah perubahan
tingkah laku, (2) perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena latihan
atau pengalaman, (3) perubahan tingkah laku tersebut relatif permanen
atau tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Belajar merupakan proses
internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut
adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut dapat diamati secara
tidak langsung. Artinya proses belajar yang merupakan proses internal
siswa tidak dapat diamati, akan tetapi dapat dipahami oleh guru. Perilaku
belajar merupakan respon siswa terhadap tindakan mengajar atau tindakan
pembelajaran dari guru.
Siswa yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik. Penggolongan atau tingkatan jenis perilaku
belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan, yaitu; (1) ranah kognitif
(Bloom, dkk), yang mecakup enam jenis atau tingkatan perilaku, (2) ranah
afektif (Krathwohl, Bloom dkk), yang mencakup lima jenis perilaku, (3)
ranah psikomotor (simpson) yang terdiri dari tujuh perilaku atau
38
kemampuan psikomotorik. Masing-masing ranah tersebut dijelaskan
berikut ini :
1. Ranah Kognitif (Bloom, dkk), terdiri dari enam jenis perilaku:
a) Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal
yang telah dipelajari dan tersimpan di dalam ingatan.
b) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap sari dan makna
hal-hal yang dipelajari.
c) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke
dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat
dipahami dengan baik.
e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru,
misalnya tampak di dalam kemampuan menyusun suatu
program kerja.
f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.
Keenam jenis perilaku ini bersifat hirarkis, artinya perilaku
tersebut menggambarkan tingkattan kemampuan yang dimiliki
seseorang.
2. Ranah Afektif (Krathwohl dan Bloom dkk), terdiri dari lima jenis
perilaku, yaitu:
39
a) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan
kesediaan memperhatikan hal tersebut.
b) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan
dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
c) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup penerimaan
terhadap suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan
sikap.
d) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu
sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.
e) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan
menghayati nilai, dan membentuknya menjadi pola nilai
kehidupan pribadi.
Kelima jenis perilaku ini menunjukkan bahwa seseorang
yang belajar adalah suatu proses menuju perubahan internal
berkenaan dengan aspek-aspek afektif.
3. Ranah Psikomotor (Simpson), terdiri dari tujuh perilaku atau
kemampuan motorik, yaitu:
a) Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan
(mendeskripsikan) sesuatu secara khusus dan menyadari adanya
perbedaan antara sesuatu tersebut.
b) Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam
suatu keadaan dimana akan terjadi suatu gerakkan atau
40
rangkaian gerakkan, kemampuan ini mencakup aktivitas jasmani
dan rohani (mental).
c) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan
sesuai contoh.
d) Gerakan terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-
gerakan tanpa contoh.
e) Gerakan kompleks, mencakup kemampuan melakukan gerakan
atau ketrampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar,
efisien dan tepat.
f) Penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan mengadakan
perubahan dan penyesuaian pola gerak gerik dengan persyaratan
khusus yang berlaku.
g) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola gerak
gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri.
Proses ini merupakan suatu kegiatan yang dinamis, dimana
siswa melalui keaktifannya akan dapat secara terus menerus
mengembangkan kemampuan atau ketrampilan motoriknya untuk
mencapai tingkatan-tingkatan kemampuan motorik yang lebih
tinggi melalui proses belajar atau latihan yang dilakukan.
2.3.7. Prinsip-Prinsip Belajar
Pada proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu
mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya
untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik
41
tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur
dalam periode tertentu. Indikator terjadinya perubahan kearah
perkembangan pada peserta didik dapat dicermati melalui instrumen-
instrumen pembelajaran yang dapat digunakan guru. Seluruh proses dan
tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai
perkembangan potensi-potensi anak. Davies dalam Aunurrahman
(2009:113-114), mengatakan hal-hal yang dapat dijadikan kerangka dasar
bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu:
a. Hal apapun yang dipelajari siswa, maka siswa harus
mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan
kegiatan belajar tersebut untuknya.
b. Setiap murid belajar menurut tempo sendiri dan untuk setiap
kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
c. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera
diberi penguatan.
d. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah
pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
e. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari
sendiri, maka akan lebih termotivasi untuk belajar, dan akan belajar
mengingat lebih baik.
Prinsip belajar menunjuk kepada hal-hal penting yang harus
dilakukan guru agar terjadi proses belajar siswa sehingga proses
pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
42
Prinsip-prinsip belajar memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya
dilakukan oleh guru agar para siswa dapat berperan aktif di dalam proses
pembelajaran.
2.3.8. Masalah–Masalah Belajar Siswa
Keberhasilan proses pembelajaran merupakan muara dari seluruh
aktivitas yang dilakukan guru dan siswa. Bentuk kegiatan-kegiatan guru,
mulai dari merancang pembelajaran, memilih dan menentukan materi,
pendekatan, strategi dan metode pembelajaran, memilih dan menentukan
teknik evaluasi, semuanya diarahkan untuk mencapai keberhasilan siswa.
Supaya aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dapat lebih
terarah, dan guru dapat memahami persoalan-persoalan belajar yang
seringkali atau pada umumnya terjadi pada kebanyakan siswa dalam
berbagai bentuk aktivitas pembelajaran, maka akan lebih baik bilamana
guru memiliki bekal pemahaman tentang masalah-masalah belajar.
Pemahaman tentang masalah belajar memungkinkan munculnya masalah
yang dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Melalui
pemahaman itu guru dapat menemukan solusi tindakan yang dianggap
tepat jika menemukan masalah-masalah di dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. Masalah-masalah belajar siswa dapat muncul dari dalam
yang disebut internal dan luar yang disebut eksternal, yaitu:
a. Masalah-masalah Internal Belajar
Masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan
belajar dapat berhubungan dengan karakteristik/ciri siswa, baik
43
berkenaan dengan minat, kecakan maupun pengalaman-
pengalaman. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali
berkaitan dengan sikap terhadap belajar, motivasi, kosentrasi,
pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali
kembali pesan yang telah tersimpan, unjuk hasil belajar. Sesudah
belajar, masalah belajar dimungkinkan berkaitan dengan penerapan
prestasi atau ketrampilan yang sudah diperoleh melalui proses
belajar sebelumnya. Sedangkan dalam dimensi guru, masalah
belajar dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses
belajar dan evaluasi hasil belajar. Sebelum belajar masalah belajar
seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar. Selama
proses belajar, masalah belajar seringkali berkenaan dengan bahan
belajar dan sumber belajar. Sedangkan sesudah kegiatan belajar,
masalah belajar yang dihadapi guru kebanyakan berkaitan dengan
evaluasi hasil belajar.
b. Masalah-masalah Eksternal Belajar
Keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh faktor-faktor
internal namun juga turut dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal.
Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada diluar diri siswa
yang memberikan pengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar
yang dicapai siswa. Pada berbagai kegiatan pembelajaran lain dapat
dilihat dalam contoh yang nyata, bahwa tidak sedikit siswa yang
sebelumnya diketahui memiliki hasil belajar yang relatif rendah,
44
akan tetapi karena guru mampu merencanakan kegiatan belajar
yang baik, menggunakan pendekatan dan strategi pembelajaran
yang tepat, serta kondisi siswa, ternyata mampu mengubah hasil
belajar siswa yang rendah menjadi baik. Karena itu dapat dipahami
bahwa hasil belajar selain ditentukan oleh faktor intern, juga
dipengaruhi faktor ekstern. Faktor-faktor ekstern yang
mempengaruhi belajar siswa antara lain faktor guru, lingkungan
sosial, kurikulum sekolah, sarana dan prasarana.
2.3.9. Mengenal dan Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran, guru tidak hanya
berkewajiban menyajikan materi pelajaran dan mengevaluasi pekerjaan
siswa, akan tetapi juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
bimbingan belajar. Sebagai pembimbing belajar siswa, guru harus
mengadakan pendekatan instruksional dan pendekatan pribadi (personal
approach) dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung. Abdillah
dalam Aunurrahman (2009:196-197), mengemukakan bahwa sebagai
pembimbing dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan
mampu;
a. Memberikan informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
b. Membantu setiap siswa dalam mengatasi setiap masalah pribadi
yang dihadapinya.
c. Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang telah
dilakukannya.
45
d. Memberikan setiap kesempatan yang memadai agar setiap murid
dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
e. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual
maupun secara kelompok.
2.3.10. Motivasi Belajar
Motivasi di dalam kegiatan belajar merupakan kekuatan yang dapat
menjadi tenaga pendorong bagi siswa untuk mendayagunakan potensi-
potensi yang ada pada dirinya dan potensi di luar dirinya untuk
mewujudkan tujuan belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan
nampak melalui kesungguhan untuk terlibat di dalam proses belajar, antara
lain nempak melalui keaktifan bertanya, mengemukakan pendapat,
menyimpulkan pelajaran, mencatat, membuat resume, mempraktekan
sesuatu dan evaluasi sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Di dalam
aktivitas belajar sendiri, motivasi individu dimanifestasikan dalam bentuk
ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak
isi pelajaran, kesungguhan dalam mengerjakan tugas. Siswa-siswa yang
tidak atau kurang memiliki motivasi, umumnya kurang mampu bertahan
untuk belajar lebih lama, kurang sungguh-sungguh di dalam belajar.
Rendahnya motivasi merupakan masalah dalam belajar, karena hal ini
memberikan dampak bagi ketercapaian hasil belajar yang diharapkan.
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif
permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau
46
penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi
belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan
berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita.
Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan
belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada
umumnya dengan beberapa indikator meliputi : (1) Adanya hasrat dan
keinginan berahasil, (2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,
(3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) Adanya penghargaan
dalam belajar, (5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6)
Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan
seseorang siswa dapat belajar dengan baik.
2.3.11. Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar
Menurut Sardiman dalam Suparman (2010:52-54), ada beberapa
bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi belajar anak didik, yaitu:
a. Memberi angka
Pemberian angka atau nilai akan menjadi motivasi tersendiri bagi anak
didik. Dia bisa memilih untuk mendapatkan angka yang lebih tinggi
lagi, atau minimal mempertahankan angka yang telah didapatnya.
b. Hadiah
47
Hadiah dapat menjadi motivasi tersendiri bagi siswa. Misalnya, guru
menjanjikan hadiah bagi anak didik yang berhasil mencapai angka
standar, atau berhasil menjawab pertanyaan.
c. Saingan dan kompetisi
Cara ini dapat memotivasi siswa, yang penting anak didik diarahkan
untuk bersaing secara sehat dan positif denganteman-temannya.
Misalnya bersaing untuk mendapatkan juara di dalam kelas.
d. Ego-involement
Anak didik akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai
prestasi yang baik untuk menjaga harga dirinya. Guru harus
menumbuhkan kesadaran pada anak didik agar merasakan dan
menyadari betapa pentingnya tugas dan mnerimanya sebagai
tantangan yang harus diselesaikan.
e. Memberi ulangan
Memberikan ulangan dapat memacu siswa untuk belajar lebih giat.
Yang perlu diperhatikan guru adalah jangan terlalu memberi ulangan
karena bisa menimbulkan kebosanan dan kejenuhan dalam diri anak
didik.
f. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaannya, akan mendorong anak didik
agar lebih giat lagi dalam belajar. Jika siswa tahu bahwa hasil
belajarnya senantiasa mengalami peningkatan, maka dengan
sendirinya akan memotivasi siswa untuk terus belajar.
48
g. Pujian
Pujian yang baik dan positif akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan meningkatkan gairah belajar. Yang perlu
diperhatikan guru adalah ketepatan dalam memberi pujian, karena
pujian bisa juga berdampak negatif di mana bisa jadikan anak didik
sombong.
h. Hukuman
Hukuman tidak selamanya berdampak negatif jika diberikan pada saat
yang tepat dengan alasan yang jelas, dan dengan jenis hukuman yang
logis sesuai dengan kesalahannya.
i. Minat
Minat adalah instrumen motivasi yang kedua setelah kebutuhan.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika dilandasi minat untuk
belajar.
j. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan sesuatu yang muncul dalam diri anak
didik, yang mengakibatkan anak didik mau belajar lebih giat lagi.
k. Tujuan yang diakui
Tujuan yang diakui dan diterima dengan baik oleh anak didik
merupakan instrumen motivasi yang sangat penting. Sebab, dengan
memahami tujuan yang harus dicapai, maka akan timbul gairah untuk
terus belajar dengan giat dan sungguh-sungguh.
49
2.3.12. Hal-Hal yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Dimyati dan Mudjiono, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi motivasi belajar anak didik, yaitu:
a. Cita-cita dan aspirasi anak didik
Cita-cita akan dapat memperkuat motivasi anak didik untuk belajar.
Misalnya, anak didik bercita-cita ingin menjadi seorang dokter, maka
dia akan menjaga kesehatannya, belajar dengan giat seputar dunia
kedokteran, membeli buku-buku kedokteran, dan lain-lain.
b. Kemampuan anak didik
Kemauan harus senantiasa dibarengi dengan kemampuan atau
kecakapan untuk mencapainya. Misalnya, seorang anak ingin
menjuarai lomba lari akan tetapi lemah dalam berlari. Kemudian dia
melakukan latihan secara rutin dan teratur di bawah asuhan pelatih
yang profesional, sehingga dia mencapai apa yang diinginkan.
c. Kondisi anak didik
Meliputi kondisi jasmani dan rohani. Kondisi jasmani dan rohani
sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar anak didik. Anak yang
sakit dan anak sehat dalam hal jasmani dan rohani tentu sangat
berbeda ketika sedang melakukan proses pembelajaran.
d. Kondisi lingkungan anak didik
Lingkungan anak didik berupa lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, dan alam sekitar. Anak yang hidup di daerah kumuh
dengan tingkat penyakit dan kriminalitas yang tinggi, tentunya akan
50
sangat berbeda dengan anak yang hidup dilingkungan yang bersih dan
sehat, dengan kehidupan yang harmonis. Begitu juga dengan
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran.
e. Upaya guru dalam membejarkan anak didik
Guru adalah seorang pendidik, pengajar, fasilitator, dan mediator bagi
anak didiknya. Interaksi yang sehat, positif, efektif dan efisien antara
anak didik dan guru akan berpengaruhi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak didik.
Dalam proses mengajar belajar guru senantiasa harus bisa
memberikan dan memunculkan motivasi dalam diri anak didik, agar anak
didik senantiasa bergairah dalam belajar, terlepas dari motivasi dalam diri
anak didik itu sendiri.
2.3.13. Peranan Motivasi Dalam Belajar dan Pembelajaran
Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan
menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang
belajar. Ada beberapa peranan penting dai motivasi dalam belajar dan
pembelajaran, antara lain dalam (1) menentukan hal-hal yang dapat
dijadikan penguat belajar; (2) memperjelas tujuan belajar yang hendak
dicapai; (3) menentukkan ragam kendali terhadap ransangan belajar; (4)
menentukan ketekunan belajar. Motivasi adalah dorongan yang
menyebabkan terjadinya suatu perbuatan atau tindakan. Perbuatan belajar
pada siswa terjadi karena adanya motivasi untuk melakukan perbuatan
51
belajar. Motivasi dipandang berperan dalam belajar karena motivasi
mengandung nilai-nilai sebagai berikut :
1) Peranan Motivasi dalam Menentukan Penguatan Belajar
Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak
yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan
pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang
pernah dilaluinya.
2) Peran Motivasi dalm memperjelas Tujuan Belajar
Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya
dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu,
jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati
manfaatnya bagi anak.
3) Motivasi Menentukan Ketekunan Belajar
Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan
berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan
memperoleh hasil yang baik. Dalam hal ini, tampak bahwa motivasi
untu belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Sebaliknya
seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka
tidak akan tahan lama belajar. Mudah tergoda untuk mengerjakan hal
yang lain dan bukan belajar. Berarti motivasi sangat berpengaruh
terhadap ketahanan dan ketekunan belajar.
52
2.3.14. Teknik-Teknik Motivasi dalam Pembelajaran
Beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran sebagai berikut :
1) Pernyataan penghargaan secara verbal
Pernyataan verbal terhadap perilaku yang baik atau hasil kerja atau
hasil belajar siswa yang baik merupakan cara paling mudah dan efektif
untuk meningkatkan motif belajar siswa kepada hasil belajar yang
baik. Pernyataan seperti “bagus sekali”, “hebat”, disamping
menyenangkan siswa, pernyataan verbal mengandung makna interaksi
dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru, dan
penyampaiannya konkret, sehingga merupakan suatu persetujuan atau
pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan di
depan orang banyak.
2) Menggunakan Nila Ulangan sebagai Pemacu Keberhasilan
Pengetahuan atas hasil pekerjaan merupakan cara untuk meningkatkan
motif belajar siswa.
3) Menimbulkan Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan daya untuk meningkatkan motif belajar
siswa. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana yang dapat
mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi,
menghadapi masalah yang sulit dipecahkan, menemukan suatu hal
yang baru, meghadapi teka-teki.hal tersebut menimbulkan semacam
konflik konseptual yang membuat siswa merasa penasaran, dengan
53
sendirinya menyebabkan siswa tersebut berusaha keras untuk
memecahkannya. Dalam upaya yang keras itulah motif beajar siswa
bertambah besar.
4) Menggunakan Simulasi dan Permainan
Simulasi merupakan upaya untuk menerapkan sesuatu yang dipelajari
atau sesuatu yang sedang dipelajari melalui tindakan langsung. Baik
simulasi maupun permainan merupakan proses yang sangat menarik
bagi siswa. Suasana yang sangat menarik menyebabkan proses belajar
menjadi bermakna secara afektif atau emosional bagi siswa. Sesuatu
yang bermakna akan lestari diingat, dipahami atau dihargai.
5) Memberikan Contoh yang Positif
Banyak guru yang mempunyai kebiasaan untuk membebankan
pekerjaan para siswa tanpa kontrol. Biasanya dia memberikan suatu
tugas pada kelas, dan guru meninggalkan kelas untuk melaksanakan
pekerjaan lain. Keadaan itu bukan saja tidak baik, tetapi dapat
merugikan siswa. Untuk menggiatkan belajar siswa, guru tidak cukup
dengan cara memberi tugas saja, melainkan juga harus dilakukan
pengawasan dan pembimbingan yang memadai selama siswa
mengerjakan tugas kelas. Selain itu, dalam mengontrol dan
membimbing siswa mengerjakan tugas guru seyogianya memberikan
contoh yang baik.
54
2.3.15. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Motivasi belajar dapat mengambil berbagai macam bentuk dan
akhirnya akan menjadi suatu karakteristik pribadi yang secara luas
ditentukan melalui proses belajar. Ada empat pengaruh utama dalam
motivasi belajar seorang anak, yaitu budaya, keluarga, sekolah, dan diri
anak itu sendiri.masing-masing pengaruh utama tersebut itu mewakili
sebuah sistem. Masing-masing sistem muncul dan memberikan
pengaruhnya melalui perspektif yang melibatkan sudut pandang
psikologis, sosiologis, antropologis dan historis.
Sehubungan dengan pengertian motivasi yaitu suatu istilah yang
mencakup keseluruhan dorongan keinginan, kebutuhan, dan gaya yang
sejenisnya, Malone dalam Uno (2010:66) membedakan dua bentuk
motivasi yang meliputi motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi instrinsik
Motivasi instrinsik timbul tidak memerlukan ransangan dari luar
karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau
sejalan dengan kebutuhan. Santrock (2009:204) berpendapat bahwa
motivasi instrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu
demi hal itu sendiri. Ada empat jenis motivasi instrinsik diantaranya
(1) determinasi diri dan pilihan personal; (2) pengalaman optimal dan
penghayatan; (3) minat, dan (4) keterlibatan kognitif dan tanggung
jawab terhadap diri sendiri.
55
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik timbul karena adanya ransangan dari luar individu.
Misalnya dalam bidang tugas yang dilakukan guru terkait dengan
minatnya dalam melakukan tugas sebagai guru. Minat tersebut timbul
dari diri seorang guru untuk melakukan tugas karena berhubungan
dengan manfaat yang diperolehnya dari tugas yang dilaksanakannya.
Santrock (2009:204) berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik adalah
melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Motivasi
ekstrinsik sering kali dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti
penghargaan dan hukuman.
2.3.16. Faktor-Faktor Yang Menurunkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Dalam dunia pendidikan, motivasi untuk belajar merupakan salah
satu hal yang penting. Tanpa motivasi, seseorang tentu tidak akan
mendapatkan proses belajar yang baik. Motivasi merupakan langkah awal
terjadinya pembelajaran yang baik. Pembelajaran dikatakan baik jika
tujuan awal, umum dan khusus tercapai. Orang dewasa yang mempunyai
need to know/kebutuhan akan keingintahuan yang tinggi, mempunyai
karakteristik yang berbeda dalam hal psikologis mereka. Motivasi belajar
tentu berkaitan dengan psikologis peserta didik orang dewasa. Terkadang,
motivasi belajar dapat pula terpengaruh oleh beberapa sebab, berikut
dijabarkan berbagai sebab/faktor yang dapat menurunkan motivasi belajar
peserta didik orang dewasa:
56
a. Kehilangan harga diri
Pengaruh dari hilangnya harga diri bagi orang dewasa sangat besar.
Tanpa harga diri, peserta didik orang dewasa akan berlaku sangat
emosional dan pasti menurunkan motivasi belajarnya. Penting bagi
tutor/guru untuk menyadari hal ini. Berhati-hati dengan latar belakang
dan tidak menyinggung perasaan orang lain merupakan hal yang harus
diperhatikan tutor/guru untuk peserta didik orang dewasa.
b. Ketidaknyamanan fisik
Fisik merupakan aspek fisiologis/penampakan yang penting untuk
meningkatkan motivasi belajar. Seorang peserta didik dewasa biasanya
selalu memperhatikan penampilan fisiknya. Jika fisiknya tidak
membuat ia nyaman, motivasi belajarnya pun akan menurun.
c. Frustasi
Kendala dan masalah hidup yang dihadapi oleh orang dewasa
merupakan hal yang harus dijalani. Terkadang dapat diatasi, terkadang
tidak. Mereka yang mengalami masalah yang tidak tertanggulangi
biasanya akan cepat frustasi. Peserta didik seperti ini tentu fokus
utamanya menghadapi problem hidupnya yang sedang carut-marut itu.
Motivasi untuk terus belajar akan menurun sejalan dengan rasa
frustasinya. Tutor/guru seharusnya dapat memahami apa yang dihadapi
peserta didiknya. Tutor/guru harus dapat menyampingkan rasa frustasi
peserta didiknya dengan menjadikan proses pembelajaran sebagai
sesuatu yang menyenangkan dan refreshing.
57
d. Teguran yang tidak dimengerti
Orang dewasa tidak hanya manusia yang mempunyai pemikiran dan
pengalaman luas ttapi juga prasangka yang besar pula. Jika tutor/guru
menegur dengan tanpa ia mengerti, peserta didik orang dewasa itu pun
akan merasa bingung dan berprasangka macam-macam yang pada
akhirnya menjadi faktor penurun motivasi belajarnya.
e. Menguji yang belum dibicarakan/diajarkan
Tutor/guru yang tidak memahami peserta didiknya dan mempunyai jam
terbang rendah, nampaknya kesulitan dan dapat saja ia lupa atau
sengaja untuk menampilkan soal-soal ujian yang sulit atau belum
diajarkanya karena berbagai sebab. Peserta didik orang dewasa yang
mengikuti pembelajarannya akan tidak dapat menjawab atau menjawab
dengan kurang tepat sehingga mereka merasa kesal atau merasa
dipermainkan tutornya. Hal ini menjadi kontra produktif terhadap
proses pembelajaran tersebut.
f. Materi terlalu sulit/mudah
Materi pembelajaran dapat diukur dengan menerapkan pratest dan
pengidentifikasian sasaran peserta didik. Terkadang hal ini tidak
diperhatikan tutor/guru sehingga materi yang diajarkan terlalu
sulit/mudah. Bagi peserta didik orang dewasa, mereka tentu sangat
bosan dengan materi yang terlampau mudah dan sangat frustasi dengan
materi yang terlampau sulit. Keduanya mempengaruhi motivasi belajar
peserta didik ketingkat terendah.
58
g. Persaingan yang tidak sehat
Setiap peserta didik orang dewasa mempunyai perbedaan satu sama
lainya. Kadang-kadang dalam ujian ada saja yang berbuat curang.
Peserta didik yang berbuat jujur merasa tidak adil kepada mereka yang
mencontek dan mendapat nilai bagus sementara dirinya bersungguh-
sungguh dalam belajar tetapi nilainya standar saja. Hal ini
menyebabkan motivasi belajarnya menurun bahkan menjadikan proses
belajar tidak lagi kondusif.
h. Presentasi yang membosankan
Pembelajaran tidak terlepas dari proses penyajian materi. Tutor harus
dapat menyajikan materi yang baik. Menarik, jelas dan melingkupi
seluruh materi menjadikan suatu presentasi diterima dengan baik. Jika
hal itu bertolak belakang, peserta didik orang dewasa akan cepat bosan
dan menurunkan motivasinya untuk belajar.
i. Pelatih/fasilitator tidak menaruh minat
Tutor dalam perannya sebagai fasilitator di kelas sangat penting untuk
memperlihatkan minatnya pada materi yang diajarkan. Jika tidak,
peserta didik orang dewasa akan berfikir bahwa materi tersebut tidak
penting dan membosankan. Hal itu akan sangat berdampak pada
penurunan motivsi belajar mereka.
j. Tidak mendapatkan umpan balik
Pembelajaran yang efektif harus menyertakan umpan balik pada
komponen komunikasi antar individu. Peserta didik orang dewasa dan
59
tutor/guru selayaknya mendapatkan umpan balik satu dan lainnya. Jika
hal ini tidak terjadi, peserta dan tutor/guru akan mengarah pada
komunikasi searah saja. Hal ini berkebalikan dengan proses
pembelajaran yang seharusnya. Peserta tidak mendapatkan apa yang ia
butuhkan dan begitu juga guru/tutor tidak mendapatkan respon dari
peserta. Penurunan motivasi belajar tentu terjadi karena hal tersebut.
k. Harus belajar dengan kecepatan yang sama
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana pesrta didiknya memiliki
perbedaan baik dalam hal kecepatan daya serap atau pengalaman dan
kemampuan lainnya. Jika tutor memberikan pola pengajaran yang
kecepatannya sama tiap-tiap peserta didik, dikhawatirkan akan terjadi
kebosanan pada pesrta didik orang dewsa yang lebih cepat
penyerapannya dan terjadi rasa frusrtasi yang sangat bagi peserta didik
yang proses penyerapannya lambat. Kedua hal ni dapat menurunkan
motivsi belajar pesrta didik orang dewasa.
l. Berkelompok dengan peserta yang sama sama kurang
Metode pembelajaran kelompok merupakan suatu metode stratgis untuk
tutor/guru agar peserta didik dapat saling mengisi dan menanggulangi
masalah yang disampaikan tutor/guru. Jika dalam satu kelompok
anggotanya berkemampuan rendah semua, kegiatan kelompok tidak
akan berjalamn baik. Proses yang diharapkan guru/tutor agar saling
mengisi dan bertukar pendapat akan tidak berjalan dikarenakan seluruh
anggorannya berkemampuan rendah. Peserta didik pun akan merasa
60
tidak mencapai progres yang baik dan tidak mencapai target. Keadaan
tersebut akan menurunkan motivasi belajarnya.
2.4. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dian Ratna Sari, 2005
tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Kemampuan Berkomunikasi
Guru terhadap Motivasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi pada Siswa
Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sragi Kabupaten Pekalongan Tahun
Pelajaran 2005/2006. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang. Hasil analisis regesi ganda memperoleh persamaan regresi =
1,021 + 0,860X1 + 0,593X2. Uji keberartian persamaan regesi secara
parsial dengan uji t diperole thitung
untuk variabel motivasi sebesar 3,124
dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang berarti secara parsial, ada
pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan motivasi belajar
siswa sedangkan untuk variabel kemampuan berkomunikasi guru
diperoleh thitung
sebesar 3,480 dengan probabilitas 0,000 < 0.05, yang
berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan
berkomunikasi guru dengan motivasi belajar siswa. Uji secara simultan
dengan uji F diperoleh Fhitung
= 25,779 dengan probabilitas 0.000 <
0.05, yang berarti secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara
kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi guru dengan motivasi
belajar siswa. Besarnya pengaruh secara simultan antara kepemimpinan
dan kemampuan berkomunikasi guru terhadap prestasi belajar adalah
67,5%. Besarnya pengaruh masing-masing variabel yaitu
61
kepemimpinan terhadap motivasi belajar siswa sebesar 14,62%, dan
pengaruh kemampuan berkomunikasi guru terhadap motivasi belajar
siswa sebesar 17,52%.
b. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agnes Sutanto, 2008
tentang Hubungan Gaya Mengajar Dan Cara Belajar Siswa Dengan
Hasil Belajar Siswa Dalam Pelajaran Matematika (Studi Kasus Pada
SMUK. St. Augustinus Kediri Periode Tahun Ajaran 2005-2007).
Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Surabaya. Teknik analisis
data yang digunakan menggunakan uji chi square dan contigency
coefficient. Dari hasil analisi data menunjukkan ada hubungan yang
kuat antara gaya mengajar guru matematika SMUK. St. Augustinus
Kediri dan cara belajar siswa kelas X-XII SMUK. St. Augustinus
Kediri Periode tahun ajaran 2005-2007 dalam pelajaran matematika
dengan hasil belajar menurut nilai rata-rata ulangan harian dalam
pelajaran matematika di SMUK. St. Augustinus Kediri.
c. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ady prabowo, 2012 tentang
Pengaruh Kepemimpinan dan Kreativitas Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar Terhadap Hasil Belajar Dikalangan Siswa Smk Pelita
salatiga. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen
Satya Wacana. Hasil analisis regesi ganda memperoleh persamaan
regresi Y = 56,228 + 0,183X1 +0,136X2. Uji keberartian persamaan
regesi secara parsial dengan uji t diperole thitung
untuk variabel
kepemimpinan sebesar 3,241 dengan probabilitas 0.002 < 0.05, yang
62
berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara
kepemimpinan dengan hasil belajar siswa sedangkan untuk variabel
kreativitas guru diperoleh thitung
sebesar 3,504 dengan probabilitas 0,001
< 0.05, yang berarti secara parsial, ada pengaruh yang signifikan antara
kreativitas guru dengan hasil belajar siswa. Uji secara simultan dengan
uji F diperoleh Fhitung
= 23,905 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang
berarti secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara
kepemimpinan dan kemampuan kreativitas guru dengan hasil belajar
siswa. Besarnya pengaruh secara simultan antara kepemimpinan dan
kreativitas guru terhadap hasil belajar adalah 45,2%.
2.5. Kerangka Berpikir
Pendidikan akan berhasil tergantung dari guru dan siswa. Seorang guru
dikatakan berhasil apabila dapat menumbuhkan motivasi belajar pada siswa
sehingga siswa dapat mencapai kesuksesan belajar untuk mencapai nilai yang
diharapkan. Motivasi menurut Daft dalam Safari (2004:174) adalah dorongan
yang bersifat internal atau eksternal pada diri individu yang menimbulkan
antusiasme dan ketekunan untuk mengejar tujuan-tujuan spesifik. Motivasi
sangat penting untuk mendorong siswa belajar, baik motivasi intrinsik maupun
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik ini mampu menumbuhkan semangat
belajar dalam diri siswa karena tidak dipengaruhi oleh faktor dari luar.
Motivasi ekstrinsik yang dapat mempengaruhi belajar siswa diantaranya yaitu
gaya mengajar dan kepemimpinan guru.
63
Gaya mengajar guru juga mempengaruhi motivasi belajar siswa yang
merupakan motivasi ekstrinsik. Gaya mengajar adalah bentuk penampilan
guru saat proses belajar mengajar baik yang bersifat kurikuler maupun
psikologis. Bersifat kurikuler adalah guru mengajar yang disesuaikan dengan
tujuan dan sifat mata pelajaran tertentu. Bersifat psikologis adalah guru
mengajar yang disesuaikan dengan motivasi siswa, pengelolaan kelas, dan
evaluasi hasil belajar mengajar. Dengan tujuan untuk mengatasi kebosanan
siswa dalam belajar sehingga siswa bersemangat, bergairah dan berminat
terhadap pelajaran di sekolah.
Sebagai pemimpin guru harus dapat mengarahkan, mempengaruhi,
mendidik dan menggerakkan siswa untuk belajar. Sebagai pemimpin di kelas
seorang guru dituntut mempunyai keterampilan-keterampilan dalam
memimpin seperti keterampilan dalam menggunakan metode dan tehnik
pengajaran untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif. Kemampuan
seorang guru untuk bekerjasama dengan orang lain akan menumbuhkan
persahabatan antara guru dengan siswa atas dasar saling percaya. Kemampuan
guru untuk memecahkan masalah dapat membantu siswa yang mengalami
kesulitan belajar sehingga siswa dapat menemukan cara belajar yang baik.
Dari uraian tersebut, dengan kepemimpinan yang baik dari guru akan
mendorong siswa untuk memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru
serta perhatian siswa akan terfokus pada apa yang disampaikan oleh guru.
Oleh karena itu kepemimpinan guru akan menimbulkan motivasi belajar dari
dalam diri siswa.
64
Hal ini terjadi pada guru SMK Negeri I Salatiga berdasarkan dari
observasi PPL dan wawancara SMK Negeri I Salatiga diketahui adanya
sebagian guru yang memiliki gaya mengajar yang membuat siswa bosan dan
kurang menyenangkan sehingga siswa cenderung melakukan kegiatan yang
lain seperti mengobrol, tidur, membaca komik dan bahkan siswa lebih asyik
bermain dengan Hp nya dari pada mendengarkan guru mengajar.
Berdasarkan observasi, terlihat bahwa belum semua guru mampu
menjalankan perannya sebagai pemimpin di dalam kelas yang bertugas
mengatur jalannya proses pembelajaran. Guru yang seharusnya mengelola
kondisi kelas agar tertib selama proses pembelajaran sehingga perhatian siswa
terfokus pada materi yang diberikan oleh guru ternyata belum sepenuhnya
dapat dijalankan.
Dari teori mengenai gaya mengajar dan kepemimpinan guru dapat
diasumsikan ada keterkaitan terhadap motivasi belajar. Dalam gaya mengajar,
guru dituntut mampu menyampaikan materi pelajaran pada siswa sesuai
dengan motivasi siswa, pengelolaan kelas sehingga siswa bisa menerima
pesan yang disampaikan guru dan bisa menerima pelajaran yang disampaikan
oleh guru.
Begitu juga dalam kepemimpinan diharapkan guru mampu
mempengaruhi siswa agar mau melakukan proses belajar dan mengajar dan
diharapkan dapat memberi motivasi bagi siswa agar mengikuti belajar sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
65
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Pengaruh Gaya Mengajar Dan Kepemimpinan Guru
Terhadap Motivasi Belajar Di Kalangan Siswa Kelas XII
SMK Negeri I Salatiga
Keterangan :
X1 = Gaya Mengajar
X2 = Kepemimpinan Guru
Y = Motivasi Belajar
2.6. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2010:96), hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis tersebut akan
diuji menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga akan diketahui
kebenarannya secara empiris. Dengan mengacu pada rumusan masalah dan
kerangka pemikiran yang telah dibuat, peneliti merumuskan hipotesis sebagai
berikut :
a. Hipotesis Kerja
1. Gaya mengajar berpengaruh signifikan terhadap variabel motivasi
belajar.
Y
X2
X1
66
2. Kepemimpinan guru berpengaruh signifikan terhadap variabel
motivasi belajar.
3. Gaya mengajar dan kepemimpinan guru secara bersama sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel motivasi belajar.
b. Hipotesis Statistik
- Ho : µ1 = 0
Ha : µ1 ≠ 0
- Ho : µ2 = 0
Ha : µ2 ≠ 0
- Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 ≥ µ2