BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK...

33
6 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban Membayar Pajak Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang No. 28 Tahun 2007 pengertian Pajak adalah : kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Pardiat (2008),UU. No 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah di ubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 dan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah di ubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 menyebutkan UU. Pajak (KUP dan PPh) dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sistem self assessment dalam Undang-Undang perpajakan dinyatakan dalam Pasal 12 UU KUP, yaitu : setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak (SKP).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

6

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Pengertian dan Kewajiban Membayar Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

Undang No. 28 Tahun 2007 pengertian Pajak adalah : kontribusi wajib kepada Negara

yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Pardiat (2008),UU. No 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah di ubah

terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 dan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah di ubah

terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 menyebutkan UU. Pajak (KUP dan PPh)

dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang didalamnya tertuang ketentuan yang

menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai

kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan

negara dan pembangunan nasional.

Sistem self assessment dalam Undang-Undang perpajakan dinyatakan dalam

Pasal 12 UU KUP, yaitu : setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak

menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak (SKP).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

7

II.2 Fungsi dan Asas Pengenaan Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,

khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka menurut Mardiasmo (2006), pajak

mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

• Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan

pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan

pahak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,

belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan,

uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi

pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan

sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama

diharapkan dari sektor pajak.

• Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan

fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya :

dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,

diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi

produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk

luar negeri.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

8

• Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang

berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa

dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan

pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.

• Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua

kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat

membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat.

• Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang

pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan

negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Untuk

dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar

yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Menurut Mardiasmo (2008), terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh

negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak,

khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering

digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

• Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence

principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

9

kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident)

atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan

berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana

penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara

yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya

akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan

pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan

yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

• Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas

suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya

apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh

orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di

negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa

status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang

menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal

dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari

penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah

Indonesia.

• Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan

(nationality/citizenship principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan

pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang

memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari

mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

10

domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan

dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak

atas world wide income.

II.3 PAJAK PENGHASILAN

II.3.1. Pengertian

Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun 1983 yang telah diubah

terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 1

mendefinisikan, “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek

pajak atas penghasilan yang diterimanya atau diperolehnya dalam tahun pajak”.

II.3.2. Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun 1983 yang telah

diubah terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 tentang pajak

penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Subyek pajak pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak

bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari indonesia.

2. Subyek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang

sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka

pendapatan itu dikenakan pajak.

3. Subyek pajak badan yaitu perkumpulan orang dan/atau modal baik melakukan

usaha maupun tidak melakukan kegiatan usaha meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah

dengan nama dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi, dana

pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

11

sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk

badan lainnya.

4. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang

tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari

183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan

dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

Sedangkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun 1983

yang telah diubah terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008

Pasal 4 juga menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk obyek pajak, antara

lain sebagai berikut:

1. Badan perwakilan negara asing.

Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari

negara asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan

warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik.

2. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan

dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi

tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO,

UNICEF.

3. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan

menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak

memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

12

II.3.3. Objek Pajak Penghasilan

Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun 1983 yang telah diubah

terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, Objek Pajak

Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia

maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam

bentuk apapun termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,

gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

ditentukan lain dalam Undang-undang ini.

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, penghargaan dan labausaha.

c. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.

3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, atau pengambilalihan usaha.

4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

13

atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan

oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang

bersangkutan.

5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak

penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau pemodal dalam

perusahaan pertambangan.

d. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

e. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang.

f. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi.

g. royalty atau imbalan atas penggunaan hak.

h. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

i. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

j. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP. No. 130/2000).

k. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

l. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

m. premi asuransi.

n. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari Wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

14

o. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak.

p. penghasilan dari usaha berbasis syariah.

q. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan (SE.04/PJ.42/2002)

r. surplus Bank Indonesia.

Objek Pajak menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun 1983 yang

telah diubah terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 yang dikenakan

PPh Pasal 4 ayat (2) final atas penghasilan, yakni:

a. bunga obligasii dan Surat Utang Negara.

b. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek.

c. penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.

d. Hadiah undian.

e. Bunga simpanan koperasi.

f. Penghasilan dari transaksi derivatif.

g. Penghasilan dari usaha real estate.

h. Deviden yang diterima WPOPDN sebesar 10% (sepuluh persen).

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun 1983 yang telah

diubah terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, yang tidak termasuk

Objek Pajak, antara lain :

1. a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil

zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

15

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan

lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau

badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh

Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

2. Warisan.

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti

saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib

Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, WP

yang dikenakan secara final atau WP yang menggunakan norma perhitungan

khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan

asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan

asuransi beasiswa.

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan

modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia

dengan syarat:

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan

b. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,

kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

16

25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. (”dan harus

mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut” dihapus pada

perubahan UU.No.36 Tahun 2008);

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja

maupun pegawai;

8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-

bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,

firma dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi

kolektif;

10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5

(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha

(berlaku s.d. 31 Des 2008);

11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha

atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. merupakan perusahaan mikro kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sector-sektor usaha diatur atau berdasarkan PMK; dan

b. saham tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur atau

berdasarkan PMK;

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

17

13. Sisa lebih diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak

dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang

telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali

dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak

diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan

atau berdasarkan PMK;

14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan PMK.

II.3.4. Tarif Pajak Penghasilan

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak

badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap sampai dengan akhir 2008 adalah

sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tahun Sampai 2008 Tarif Pajak

Rp. 0,00 – Rp. 50.000.000,00 10%

Rp 50.000.000,00 – Rp. 100.000.000,00 15%

Di atas Rp. 100.000.000,00 30%

Tabel. 2.1. Penghasilan Kena Pajak Badan

Dan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun 1983 yang

telah diubah terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

18

menjelaskan perubahan tarif progresif menjadi tarif tunggal pada Pasal 17 ayat (1)

huruf b UU. No.36 Tahun 2008 yakni sebesar 28%.

WP badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling

sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor

diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu

lainnya dapat memperoleh tariff sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada

tarif sebagaimana dimaksud diatas.

II.4. Kewajiban Perpajakan PPh Badan

II.4.1. Kewajiban Pembukuan

a. WP Badan dalam negeri, semuanya Wajib pembukuan, oleh karena itu

dasar pengisian SPT. PPh. Badan adalah pembukuan WP, Bentuk usaha

tetap juga diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sesuai Pasal 28

UU KUP.

b. Pasal 14 (5) UU no. 36 Tahun 2008

Apabila dilakukan pemeriksaan pajak, ternyata tidak atau tidak

sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, maka penghasilan netonya

dihitung berdasarkan norma perhitungan penghasilan neto dan

peredaran brutonya dihitung dengan cara diatur dengan PMK.

c. Pasal 39 ayat (1) huruf f, g, h, UU KUP.

Setiap orang dengan sengaja:

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

19

1) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen yang palsu

dan dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan

keadaan yang sebenarnya;

2) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,

tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau

dokumen lain;

3) Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil

pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik

atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia

selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia.

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara

dipidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan

denda paling sedikit dua kali dan paling banyak empat kali jumlah pajak

terutang yang tidak atau kurang dibayar.

II.4.2. Kewajiban Menyampaikan SPT Tahunan PPh

Kewajiban menyampaikan SPT. PPh Tahun 2008, ketentuan formal sudah

berdasarkan UU. No.28 Tahun 2007 (Perubahgan Ketiga UU KUP), sedangkan

ketentuan materialnya masih berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 (Perubahan

Keempat UU. PPh. 1984)) mulai berlaku 1 Januari 2009 dapat digunakan untuk

menyusun tax planning tahun 2009.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

20

Berdasarkan Pasal 4 ayat (4b) UU. No.28 Tahun 2007, dalam hal laporan

keuangan diaudit Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT. PPh, maka

dianggap SPT tidak lengkap dan tidak jelas atau dianggap SPT. PPh. tidak

disampaikan.

Tata cara pengambilan, pengisian, penandatanganan dan penyampaian SPT

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No:

181/PMK.03/2007, antara lain :

a. Formulir SPT dapat diambil langsung di KPP, eSPT dapat diambil secara

langsung oleh WP atau dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-

SPT dari situs DJP (www.pajak.go.id)

b. SPT yang disampaikan ke KPP wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP,

dengan cara : tanda tangan biasa, tanda tangan stempel, tanda tangan elektronik

atau digital.

c. Penyampaian SPT ke KPP dapat dilakukan :

1) Secara langsung diberikan tanda penerimaan surat;

2) Melalui pos dengan bukti pengiriman surat.

3) Melalui perusahaan hasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman

surat

4) e-Filling melalui Application Service Provider (ASP) dengan bukti

penerimaan elektronik.

d. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh:

1) WPOP paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak

2) WP badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

21

II.4.3. Pembayaran dan Pelaporan PPh Pasal 25

Peraturan Dir. Jen. Pajak No. PER-22/PJ/2008, 21 Mei 2008. Pembayaran

PPh. Pasal 25 dilakukan melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan

system pembayaran secara on-line :

a. Harus dibayar paling lambar tanggal 15 bulan berikutnya;

b. Tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libut termasuk Sabtu,

pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya;

c. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

d. SSP merupakan bukti pembayaran pajak dan dianggap sah apabila telah

divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).

e. PPh. Pasal 25 Rupiah yang dibayar pada Bank Persepsi atau Kantor Pos

Persepsi, dan SSPnya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka SPT Masa

PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal

validasi yang tercantum pada SSP.

f. PPh. Pasal 25 Nihil, PPh. Pasal 25 yang dibayar dalam USD, PPh. Pasal 25

yang belum on-line; SPT. Masa PPh. Pasal 25 (SSP lembar ke 3) wajib

dilaporkan sebelum tanggal 20 bulan berikutnya.

g. Terlambat membayar PPh. Pasal 25 secara on-line tetapi sebelum tanggal

laporan, dikenai sanksi bunga sebesar 2%.

h. Terlambat membayar PPh. Pasal 25 secara on-line setelah tanggal laporan,

dikenai sanksi 2% perbulan dan denda sebesar Rp. 100.000,-.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

22

II.4.4. Kewajiban Memotong atau Memungut Pajak

1. Memotong PPh-Pihak lain.

Wajib Pajak Badan dan BUT, wajib melakukan pemotongan PPh. Pasal 21,

PPh. Pasal 23, PPh. Pasal 26 dan PPh. Pasal 4 ayat (2) Final, PPh. Pasal 15;

a. Pasal 8 PP. No.138 Tahun 2000, terutang pada akhir bulan dilakukannya

pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya pernghasilan yang

bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu; kecuali

untuk pembayaran ke kontraktor dilakukan pada saat pembayaran termin.

b. Disetorkan ke Kas Negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan

kemudian dilaporkan (SPT.Masa PPh. Pasal 21/26, SPT Masa. PPh. Pasal

23/26, SPT. Masal Ph. Pasal 4 (2) Final, SPT. Masa PPh. Pasal 15) Paling

lambat tanggal 20.

c. SPT. Masa PPh Pasal 21, wajib dilaporkan walaupun NIHIL.

d. Sanksi terlambat menyetorkan atau terlambat melaporkan sebesar Rp.

100.000,-.

e. Terlambat menyetorkan dikenakan sanksi bunga 2% perbulan.

2. Pajak Pertambahan Nilai.

Bagi WP Badan dan BUT yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak (PKP), wajib melaporkan SPT. Masa PPN walaupun NIHIL; mulai tahun

2008 tidak atau terlambat menyampaikan SPT. Masa PPN dikenakan sanksi

denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

3. SPT. Tahunan PPh. Pasa; 21/26 (Tahun Takwin).

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

23

Bagi WP Badan dan BUT wajib menyampaikan SPT. Tahunan PPh. Pasal

21/26, walaupun NIHIL. Paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya.

II.4.5. Kompensasi Rugi Fiskal

Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU. No. 10 Tahun 1994 tidak berubah s.d.

UU. No.36 Tahun 2008, Rugi Fiskal dapat dikompensasikan dengan penghasilan

mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun, dimasukkan

dalam lampiran khusus SPT. Tahunan PPh :

1. Berdasarkan SPT-WP, jika belum dilakukan pemeriksaan pajak.

2. Berdasarkan SKP (hasil pemeriksaan), walaupun WP mengajukan keberatan

tapi belum ada keputusan keberatan.

3. Berdasarkan keputusan keberatan, walaupun WP mengajukan banding ke

Pengadilan Pajak tapi belum ada Putusan Pengadilan Pajak.

4. Berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak, walaupun WP mengajukan peninjauan

kembali ke Mahkamah Agung tapi belum ada Putusan dari Mahkamah Agung.

5. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung.

SE-03/PJ.3/2000, Rugi Usaha di LN tidak dapat dikompensasikan dengan

penghasilan DN. Dan WP Pembukuan yang penghasilannya dikenakan PPh-tidak

final (PPh dengan tarif umum), apabila menderita kerugian fiskal tidak dikenakan

PPh, dapat dikompensasikan selama lima tahun; dan dapat mengurangi

perhitungan PPh Pasal 25 tahun berikutnya.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

24

II.4.6. Transaksi Antara Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa

(Satu Group)

Apabila terjadi transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai

hubungan istimewa, WP wajib mengisi lampiran khusus dalam mengisi

SPT. Tahunan PPh. Badan, untuk menjelaskan metode penentuan harga

transfer.

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.7 Tahun

1983 yang telah diubah terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36

Tahun 2008 Pasal 18 ayat 4, hubungan istimewa dianggap apabila:

a. WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling

rendah 25% (dua puluh lima persen) pada WP lain, atau hubungan

antara WP dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima

persen) pada dua atau lebih, demikian pula hubungan antara dua WP

atau lebih yang disebut terakhir.

b. WP menguasai WP lainnya atau dua atau lebih WP berada dibawah

penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.

c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.

Dan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 1984

yang telah diubah terakhir menjadi UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun

2008 Pasal 18 menyebutkan.

a. Ayat (3), Dirjen. Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya

penghasilan dan pengurang serta menentukan kembali besarnya

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

25

penghasilan dan pengurang serta menentukan utang sebagai modal

untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi WP yang

mempunyai hubungan istimewa dengan WP lainnya sesuai dengan

kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan

istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antar pihak

yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya plus,

atau metode lainnya.

b. Ayat (3a) : Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan perjanjian

dengan WP dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain

untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai

hubungan istimewa, yang berlaku selama suatu periode tertentu dan

mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode

tertentu tersebut berakhir.

Pasal 9 ayat (1f) UU No.36 Tahun 2008, tidak boleh dikurangkan

jumlah yang melebihi kewajiban yang dibayarkan kepada pemegang saham

atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

II.5. Biaya Fiskal dan Non Fiskal

Berdasarkan UU. PPh. Pasal 6 Tahun 1984 mengenai biaya-biaya yang dapat

dijadikan pengurang pajak, telah mengalami perubahan pada UU. No 36 Tahun 2008

yakni berisi :

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

26

1. Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha

tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk :

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan

usaha, antara lain :

1) biaya pembelian barang;

2) biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,

bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

3) bunga, sewa, royalty;

4) biaya perjalanan;

5) biaya pengolahan limbah;

6) premi asuransi;

7) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan;

8) biaya administrasi; dan

9) pajak kecuali pajak penghasilan.

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortiasasi

atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai

masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

dan Pasal 11 A (UU. No.10/1994);

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disyahkan oleh Menteri

Keuangan (UU. No.10/1994);

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

27

d. Kerugian karena penjualan atau peralihan harta yang dimiliki dan digunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan (UU. No.10/1994);

e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing (UU. No.10/1994);

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia

(UU. No.10/1994);

g. Biaya bea siswa, magang dan pelatihan (UU.No.10/1994);

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat (UU. No.17/2000

yang mengalami perubahan menjadi UU.No.36/2008) :

1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2) wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada Direktorat Jendral Pajak;

3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian

tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur

dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan

umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya

telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

4) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan

piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana penghapusan dalam pasal 4

ayat (1) huruf k. yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau

berdasarkan PMK.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

28

i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan

dengan PP (UU.No.36/2008).

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

Indonesia yang ketentuannya diatur dengan PP (UU.No.36/2008).

k. Biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan PP

(UU.No.36/2008).

l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP

(UU.No.36/2008); dan

m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam

PP (UU.No.36/2008).

2. Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut berturut-turut sampai dengan 5 (lima)

tahun (UU. No.7/1983)

3. Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan

berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 7.

Dan berdasarkan Pasal 9 UU PPh. 1984 mengenai biaya-biayan yang tidak dapat

dijadikan pengurang pajak, juga mengalami perubahan pada UU.No.36 2008, yakni :

1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri

dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :

a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden,

termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang

polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi (UU.No.10/1994);

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

29

b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham, sekutu atau anggota (UU. No.10/1994);

c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali (UU.No.36/2008) :

1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang

menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan

pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan social yang

dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

3) cadangan penjamin untuk Lembaga Penjamin Simpanan;

4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5) cadangan biaya penanaman kembali usaha kehutanan; dan

6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah

industry, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan

PMK.

d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi pribadi,

kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebai

penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (UU.No.10/1994);

e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman

bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan

kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan

yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (UU. No.17/2000);

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

30

f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham

atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan (UU. No.7/1983);

g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b, kecuali sumbangan

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k,

huruf l, dan huruf m serta zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang

diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk

atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau

berdasarkan PP (UU.No.36/2008);

h) Pajak Penghasilan (UU.No.7/1983);

i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib

Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya (UU.No.10/1994);

j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham (UU.No.10/1994);

k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana

berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di

bidang perpajakan (UU. No.10/1994)

2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak diperbolehkan untuk

dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11 A (UU. No.10/1994).

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

31

Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung

besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap

(Pasal 4 PP. No.138 Tahun 2000) termasuk :

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan

merupakan Objek Pajak;

b. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan

pajaknya bersifat final;

c. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan

pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;

d. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas

penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pajak

Penghasilan tetapi tidak termasuk deviden sepanjang Pajak Penghasilan tersebut

ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak; dan

e. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam

usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang

merupaka Objek Pajak.

II.6. Manajemen Pajak

Manajemen pajak adalah suatu upaya dalam melakukan penghematan pajak tanpa

melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sophar Lumbatorun

seperti dikutip oleh Suandy (2008) mendefinisikan, “Manajemen pajak adalah sarana

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

32

untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang

dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang

diharapkan”.

Tujuan manajemen pajak adalah menerapkan peraturan perpajakan secara benar

dan mencapai laba serta likuiditas yang diharapkan, dan dapat dicapai melalui fungsi-

fungsi manajemen pajak yang terdiri dari :

II.6.1. Perencanaan pajak (Tax Planning)

Mengacu pada pendapat Suandy (2008), perencanaan pajak adalah langkah

awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan

penelitian terhadap peraturan perpajakan, agar dapat diketahui jenis tindakan

penghematan pajak. Dan untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan

dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful)

maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful), dan dengan

memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes).

Tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax

burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang

ada, maka perencanaan pajak (tax planning) ini sama dengan penghindaran pajak

(tax avoidance) karena keduanya memaksimalkan penghasilan setelah pajak (tax

after return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba bagi Wajib Pajak.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

33

II.6.2. Pelaksanaan kewajiban Pajak (Tax Implementation)

Pelaksanaan kewajiban pajak harus memenuhi peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku agar perencanaan pajak tidak menyimpang dari

tujuan manajemen pajak. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu diketahui dan

diperhatikan, yakni :

a. Memahami ketentuan peraturan perpajakan.

b. Menyelenggarakan pembukuan yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan.

c. Melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku.

II.6.3. Pengendalian pajak (Tax Control)

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak

telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi

persyaratan formal dan material. Dalam pengendalian pajak yang penting adalah

pengecekan pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus

kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak, contohnya melakukan

pembayaran pajak pada saat terakhir akan lebih menguntungkan jika dibandingkan

dengan membayar lebih awal.

II.7 Motivasi Pelaksanaan Perencanaan Pajak

Menurut Suandy (2008), motivasi yang mendasari dilakukannya perencanaan

pajak umumnya bersumber dari tiga unsure perpajakan, antara lain :

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

34

a. Kebijakan perpajakan (tax policy).

Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sarana

yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang mendorong

dilakukannya suatu perencanaan pajak (tax planning) antara lain :

1) Pajak yang akan dipungut

2) Subjek Pajak

3) Objek Pajak

4) Tarif Pajak

5) Prosedur Pembayaran Pajak

b. Undang-Undang Perpajakan (tax law).

Satu hal yang perlu disadari, yakni tidak ada undang-undang yang mengatur

permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti

oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,

Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jendral Pajak. Dan tidak

jarang ditemukan pertentangan antara ketentuan pelaksana dengan Undang-Undang

itu sendiri karena adanya penyesuaian dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam

mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya, akibatnya terbuka celah (loopholes)

bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk

perencanaan pajak yang baik.

c. Administrasi Perpajakan (tax administration).

Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak (tax

planning) dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

35

adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dan Wajib Pajak akibat luasnya

peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif.

II.8. Tahap-tahap Perencanaan Pajak

Mengacu pada Suandy (2008), perencanaan pajak dapat berhasil sesuai tujuannya,

harus melalui tahap-tahap berikut :

1. Menganalisis informasi yang ada.

Tahap pertama dari proses perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang

berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung tepat beban

pajak yang harus ditanggung.

2. Membuat model satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak.

Setelah menganalisis informasi yang diperoleh, maka selanjutnya adalah membuat

berbagai macam model rencana kemungkinan besarnya pajak yang harus disesuaikan

dengan situasi dan kondisi pajak.

3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak.

Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh

perencanaan strategic perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk

melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban

pajak (tax burden), perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai

alternatif perencanaan.

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

Dalam membuat suatu rencana pajak terkadang perlu mencari kelemahan, misalnya

hal ini disebabkan oleh perubahan peraturan perundang-undang atau perencanaan ini

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

36

tidak sesuai dengan kondisi perusahaan. Sehingga harus memperbaiki kembali

rencana pajak yang telah dibuat sebelumnya.

5. Muktahirkan rencana pajak.

Walaupun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan,

namun perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang

maupun pelaksanaannya. Pemuktahiran dari suatu rencana pajak adalah konsekuensi

yang perlu dilakukan atas perkembangan yang akan datang maupun situasi saat ini,

dimana seorang perencana pajak mampu mengurangi resiko atas perubahan dan

mampu mengambil kesempatan atau memperoleh manfaat yang potensial.

II.9. Rekonsiliasi Laporan Komersial dengan Laporan Fiskal

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial

dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak

(PKP). Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi

komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu the proper

matching cost against revenue, sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya adalah

penerimaan negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal Wajib Pajak harus

mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang

dibuat berdasarkan standart akutansi keuangan harus disesuaikan atau koreksi fiskal

terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Perbedaan antara laporan keuangan fiskal dengan komersial dapat dibedakan

menjadi 2, yakni :

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

37

1. Perbedaan Waktu (timing differences).

Adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu

pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standart

akutansi keuangan. Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu

positif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positif apabila pengakuan

beban untuk akutansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau

pengakuan penghasilan untuk tujuan akutansi. Dan perbedaan waktu negatif

terjadi apabila ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari

pengakuan beban akutansi komersial atau akutansi mengakui penghasilan lebih

lambat dari pengakuan menurut ketentuan pajak. Contoh: perbedaan pengakuan

penyusutan menurut komersial dan fiskal, dimana penyusutan komersial

disusutkan sesuai umur masa manfaat aktiva tersebut, namun dalam fiskal

diperhitungkan menurut waktu perolehan aktiva.

2. Perbedaan Tetap (permanent differences).

Adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba

fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut standart akutansi keuangan

tanpa ada koreksi dikemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif karena ada

laba akutansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan relatif pajak,

sedangkan perbedaan permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai

beban laba akutansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal. Contoh: secara

komersial pendapatan jasa giro merupakan tambahan penghasilan bagi

perusahaan, namun secara fiskal pendapatan tersebut terkena Pajak final,

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian dan Kewajiban ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2009-2-00545-AK Bab 2.pdfBAB II LANDASAN TEORI ... dilandasi falsafah Pancasila Tahun 1945 yang

38

sehingga pengakuan terhadap pendapatan ini tidak disertakan dalam laporan

fiskal.

Dalam prakteknya dilapangan, terdapat pajak masukan dan pajak keluaran dimana:

pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai (PPn) yang telah dipungut oleh

pengusaha kena pajak pada saat pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam

masa pajak tertentu. Pajak masukan dijadikan kredit pajak oleh pengusaha kena pajak

untuk memperhitungkan sisa pajak yang terutang. Sedangkan pajak keluaran adalah

pajak pertambahan nilai (PPn) yang telah dipungut oleh pengusaha kena pajak pada saat

penjualan barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu.