BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab...

23
7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajak Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan, antara lain: Soemitro, seperti dikutip Waluyo dan Ilyas (2002) mendefinisikan, “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (h. 5). Feldmann yang diterjemahkan oleh Resmi (2003) mendefinisikan, “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma- norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran pengeluaran umum” (h. 1). Adriani seperti dikutip oleh Brotodihardjo (2003) mendefinisikan, “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan” (h. 10). Menurut Ilyas dan Burton (2004), pajak mempunyai beberapa fungsi yang berbeda dalam pelaksanaannya, antara lain : 1. Fungsi Budgeter Yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai undang-

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

7

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pengertian dan Jenis Pajak

Ada berbagai pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli perpajakan,

antara lain:

Soemitro, seperti dikutip Waluyo dan Ilyas (2002) mendefinisikan, “Pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (h. 5).

Feldmann yang diterjemahkan oleh Resmi (2003) mendefinisikan, “Pajak adalah

prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-

norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata

digunakan untuk menutup pengeluaran pengeluaran umum” (h. 1).

Adriani seperti dikutip oleh Brotodihardjo (2003) mendefinisikan, “Pajak adalah

iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,

yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan” (h. 10).

Menurut Ilyas dan Burton (2004), pajak mempunyai beberapa fungsi yang

berbeda dalam pelaksanaannya, antara lain :

1. Fungsi Budgeter

Yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai undang-

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

8

undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran

pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan

pemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya.

2. Fungsi Regulerend

Yaitu fungsi dimana pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan, yang terkait

dalam aspek kehidupan sosial, kehidupan masyarakat dan pelaksanaan pemerintahan

guna menciptakan kesejahteraan rakyat atau penduduknya. Fungsi ini umumnya

dapat dilihat di dalam sektor swasta atau masyarakat umum.

3. Fungsi Demokrasi

Yaitu suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong

royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan

manusia.

4. Fungsi Distribusi

Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan sosial ekonomi dalam

kehidupan dan keadilan masyarakat. Hal ini dapat terlihat misalnya dengan adanya

tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang

mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang

mempunyai penghasilan lebih sedikit (kecil). (h.8).

Menurut Mardiasmo (2006), jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan dapat

digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Menurut Golongan

a. Pajak langsung

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

9

Yaitu pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak

dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada

periode tertentu. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak tidak langsung

Yaitu pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya

dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja. Contohnya

adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Menurut Sifat

a. Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya adalah Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif

Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri

Wajib Pajak. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah (PPnBM).

3. Menurut Lembaga Pemungut

a. Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga negara. Contohnya adalah Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan

Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

10

• Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di

Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

• Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan (h.5).

II.2 Pajak Penghasilan

Gunadi (2003) mendefinisikan, Pajak Penghasilan (PPh) merupakan jenis Pajak

Subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan,

artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek

Pajak lainnya. Pajak Penghasilan ini dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan

yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. (h.3). Peraturan perundangan

yang mengatur tentang PPh di Indonesia yang berlaku sejak 1 januari 1984 adalah

Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah

terakhir dan atau disempurnakan dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000. PPh

menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak

tergantung kepada surat ketetapan pajak secara formal.

II.2.1 Subjek dan Objek Pajak

Subjek Pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Menurut Undang-undang

Perpajakan No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 Ayat (1) yang menjadi

Subjek Pajak adalah :

a. 1. Orang Pribadi

Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di

Indonesia ataupun di luar Indonesia.

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

11

berhak. Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek Pajak

pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan

warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan

agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut

tetap dapat dilaksanakan.

b. Badan

Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha.

c. Bentuk Usaha Tetap

Dalam Pasal 2 Ayat (5) disebutkan yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap

adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan

yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Subjek Pajak terdiri dari :

1. Subjek Pajak Dalam Negeri

2. Subjek Pajak Luar Negeri

Dalam Pasal 2 Ayat (3) disebutkan yang dimaksud dengan Subjek Pajak Dalam

Negeri adalah :

a. Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang Pribadi yang berada

di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12

(dua belas) bulan, atau Orang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di

Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

12

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak.

Sedangkan dalam Pasal 2 Ayat (4), yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar

Negeri adalah :

a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha

Tetap di Indonesia.

b. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan

dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di

Indonesia.

Objek Pajak adalah apa yang akan dikenakan pajak. Menurut UU No.17 Tahun

2000 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (1) yang menjadi objek pajak adalah

penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, tunjangan, gratifikasi

uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

13

undang-undang ini, misalnya honor koreksi ujian, uang lembur dan lain-lain.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. Laba usaha.

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan

lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena

pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan

atau pengambilan usaha.

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,

kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu

derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau

pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau

penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian

utang.

7. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. Royalti.

9. Sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

14

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi.

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak.

II.2.2 Biaya Fiskal dan Non Fiskal

Berdasarkan ketentuan Undang-undang PPh, biaya-biaya dapat digolongkan

menjadi dua yaitu : biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (biaya

fiskal/deductible expense) dan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto (biaya non fiskal/non-deductible expense). Menurut Pasal 6 Ayat (1) Undang-

undang PPh No. 17 Tahun 2000, biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan

bruto (deductible expense) dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP)

bagi Wajib Pajak Badan adalah pengeluaran-pengeluaran yang ada hubungan langsung

untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak

yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa

manfaat dari pengeluaran tersebut, termasuk :

1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya

pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,

honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,

bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

15

nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak

Penghasilan.

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas

pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan.

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam

perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

penghasilan.

5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan.

8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis

mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dengan

debitur yang bersangkutan.

c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.

d. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada

Direktorat Jenderal Pajak.

9. Kerugian tahun-tahun sebelumnya dengan batas maksimal 5 (lima) tahun.

10. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Orang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

16

Pribadi.

Sedangkan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto

(non-deductible expense) sesuai dengan Pasal 9 Ayat (1) UU PPh No. 17 Tahun 2000,

yaitu biaya yang tidak berhubungan dengan kegiatan 3M (mendapat, menagih dan

memelihara penghasilan) dan sifatnya adalah pemakaian penghasilan atau jumlahnya

diatas kewajaran, termasuk :

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk

dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi. Pembagian laba tidak boleh dibebankan karena

merupakan bagian dari penghasilan yang akan dikenakan PPh.

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham, sekutu atau anggota seperti, perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya

premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang

saham dan keluarganya.

3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih

untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha

asuransi dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan

dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan No.

68/KMK.04/1999 yang terakhir dirubah menjadi No.204/KMK.04/2000.

4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan

asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, kecuali jika

dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi

Wajib Pajak yang bersangkutan. Premi asuransi tersebut yang dibayar oleh Wajib

Pajak Orang Pribadi tidak boleh dibebankan sebagai biaya karena pada saat Orang

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

17

Pribadi tersebut menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut

bukan merupakan objek pajak.

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyelenggaraan penyediaan makanan

dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk

natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan

pekerjaan, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan No.

466/KMK.04/200 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.213/PJ./2001.

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau

kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan yang dilakukan.

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, kecuali zakat atas penghasilan

yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam

dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam

kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

Pemerintah.

8. Pajak penghasilan.

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau

orang yang menjadi tanggungannya.

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer

yang modalnya tidak terbagi atas saham. Anggota badan-badan tersebut

diperlakukan sebagai satu kesatuan sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji.

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa

denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

18

perpajakan.

II.2.3 Tarif Pajak Penghasilan

Djuanda dan Lubis (2001) menyatakan, dalam pemungutan pajak, tarif

merupakan tolak ukur untuk menetapkan beban pajak, selain pembagian Penghasilan

Kena Pajak (PKP) dalam lapisan PKP (income bracket) (h.63). Berdasarkan ketentuan

Pasal 17 Ayat (1) UU PPh, besarnya tarif PPh yang diterapkan atas Penghasilan Kena

Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Wajib Pajak Badan

Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah sebagai berikut :

Tabel II.1 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri :

Lapisan Penghasilan Kena pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 25.000.000,00 5 %

Di atas Rp. 25.000.000,00 s.d Rp. 50.000.000,00 10 %

Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 100.000.000,00 15 %

Di atas Rp. 100.000.000,00 s.d Rp. 200.000.000,00 25 %

Di atas Rp. 200.000.000,00 35 %

Tabel II.2 Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) :

Lapisan Penghasilan Kena pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 10 %

Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 100.000.000,00 15 %

Di atas Rp. 100.000.000,00 30 %

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

19

II.3 Kredit Pajak

Djuanda dan Lubis (2001) mendefinisikan, kredit pajak adalah pajak yang telah

dilunasi setiap bulan atau masa lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam

tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak maupun yang dipotong serta

dipungut oleh pihak lain, yang merupakan angsuran pajak yang boleh dikurangkan dari

pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan, kecuali yang bersifat

pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) yang final. (h.72). Kredit pajak tersebut dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri dari pekerjaan atau kegiatan

diatur dalam PPh Pasal 21. (Pengertian kegiatan adalah ikut serta dalam suatu

rangkaian tindakan termasuk rapat, sidang, seminar, workshop, pendidikan,

pertunjukan, olahraga).

b. Pemungutan pajak oleh pihak lain atas penghasilan dari usaha diatur dalam Pasal 22.

c. Diperoleh penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu diatur dalam PPh Pasal

23.

d. Diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak Luar Negeri dari pekerjaan, jasa, kegiatan

dan modal diatur dalam Pasal 26.

e. Pajak yang dipotong atau dipungut, dibayar terutang diluar negeri.

f. Pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri diatur dalam Pasal 25.

II.4 Manajemen Pajak

Manajemen pajak adalah suatu upaya dalam melakukan penghematan pajak

tanpa melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sophar

Lumbantoruan seperti dikutip oleh Suandy (2003) mendefinisikan, “Manajemen pajak

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

20

adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak

yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas

yang diharapkan” (h.6).

Tujuan manajemen pajak adalah menerapkan peraturan perpajakan secara benar

dan mencapai laba serta likuiditas yang diharapkan. Tujuan manajemen pajak dapat

dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari :

1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)

2. Pelaksanaan Kewajiban Pajak (Tax Implementation)

3. Pengendalian Pajak (Tax Control).

II.4.1 Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Perencanaan pajak adalah tahap pertama dalam manajemen pajak. Strategi

manajemen pajak disusun pada saat perencanaan. Oleh karena itu, pengumpulan dan

penelitian ketentuan peraturan perpajakan dilakukan pada tahap ini. Dari penelitian

tersebut akan diketahui jenis tindakan penghematan pajak. Perencanaan pajak

merupakan upaya legal yang dapat dilakukan Wajib Pajak. Tindakan tersebut legal

karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak

diatur (loopholes).

Tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden)

dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada, maka

perencanaan pajak (tax planning) ini sama dengan penghindaran pajak (tax avoidance)

karena keduanya berusaha memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return)

karena pajak merupakan unsur pengurang laba bagi Wajib Pajak. Perencanaan pajak

umumnya dimulai dengan meyakinkan dan memperhatikan apakah suatu transaksi yang

akan dilakukan terkena pajak atau tidak serta suatu beban pengeluaran dapat dibiayakan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

21

secara fiskal atau tidak. Bila transaksi tersebut terkena pajak, apakah dapat diusahakan

untuk dikurangi jumlah pajaknya atau tidak.

Manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya adalah sebagai berikut :

1. Penghematan kas keluar, dimana perencanaan pajak dapat menghemat pajak yang

merupakan biaya bagi perusahaan.

2. Mengatur aliran kas (cash flow), dimana perencanaan pajak dapat mengestimasi

kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan

dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

Untuk menghemat pajak dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Memanfaatkan secara optimal ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.

Misalnya pada akhir tahun Penghasilan Kena Pajak perusahaan tinggi, perusahaan

dapat mempergunakan laba tersebut untuk kepentingan perusahaan dengan cara

menambah deductible expenses seperti biaya pendidikan, biaya pemasaran dan

sebagainya.

2. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk usaha yang tepat. Misalnya

memilih bentuk usaha firma yang lebih menguntungkan daripada perseroan terbatas,

karena pada perseroan terbatas dikenakan pajak penghasilan dua kali yaitu pada saat

penghasilan diperoleh dan saat pembagian dividen.

3. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat diatur mengenai

penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan.

4. Menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan dari beberapa Wajib Pajak. Sebagai

contoh memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan

kenikmatan untuk menghindari lapisan tarif maksimum.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

22

5. Menyebarkan penghasilan menjadi beberapa tahun untuk mencegah penghasilan

tersebut termasuk dalam kategori pendapatan yang tarifnya tinggi. Hal ini

dimaksudkan untuk menghindari tarif tertinggi atas Penghasilan Kena Pajak.

Mengacu pada Suandy (2003), terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam

melakukan perencanaan pajak, yaitu :

1. Perencanaan pajak yang dilakukan untuk menghemat pajak tidak melanggar

peraturan perundang-undangan perpajakan agar tidak mengancam keberhasilan

perencanaan pajak tersebut.

2. Perencanaan pajak yang dilakukan secara bisnis harus masuk akal agar tidak

memperlemah perencanaan pajak tersebut.

3. Perencanaan pajak yang dilakukan harus mempunyai bukti-bukti pendukung yang

memadai, seperti faktur dan lain-lain. (h.10).

II.4.2 Pelaksanaan Kewajiban Pajak (Tax Implementation)

Apabila telah diketahui jenis dan cara penghematan pajak, tahap selanjutnya

adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan secara formal maupun material. Pelaksanaan

kewajiban pajak harus memenuhi peraturan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku agar perencanaan pajak tidak menyimpang dari tujuan manajemen pajak. Untuk

mencapai tujuan manajemen pajak, hal-hal yang perlu diketahui dan diperhatikan, yaitu :

1. Memahami ketentuan peraturan perpajakan

2. Menyelenggarakan pembukuan yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan.

3. Melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

23

II.4.3 Pengendalian Pajak (Tax Control)

Langkah terakhir dalam manajemen pajak adalah pengendalian pajak.

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan kewajiban pajak

telah memenuhi ketentuan peraturan perpajakan secara formal dan material. Dalam

pengendalian pajak, hal yang paling penting adalah pemeriksaan pembayaran pajak.

Oleh karena itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi

penghematan pajak. Misalnya, tentu lebih menguntungkan jika perusahaan membayar

pajak saat terakhir daripada pembayarannya dilakukan jauh sebelumnya. Pengendalian

pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari

jumlah pajak terutang. Apabila diperkirakan bahwa jumlah pajak yang akan atau sudah

dibayar telah atau melampaui pajak yang terutang, segera diajukan permohonan kepada

pihak fiskus untuk mendapatkan ijin pengurangan atau pembebasan tidak membayar

pajak lebih lanjut. Apabila pajak terlanjur dibayar lebih besar daripada pajak terutang,

perusahaan dapat segera mengupayakan untuk mengajukan permohonan restitusi.

II.5 Motivasi Pelaksanaan Perencanaan Pajak

Mengacu pada Suandy (2003), motivasi yang mendasari dilakukannya

perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu :

a. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang

menjadi tujuan dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang mendorong

dilakukannya suatu perencanaan pajak, antara lain :

1. Pajak apa yang akan dipungut.

2. Subjek Pajak.

3. Objek Pajak.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

24

4. Besarnya Tarif Pajak.

5. Prosedur yang dilakukan.

b. Undang-undang Perpajakan (Tax Law). Tidak ada undang-undang yang mengatur

permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti

oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,

Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Sering terjadi

pertentangan antara ketentuan pelaksanaan tersebut dengan undang-undang itu

sendiri karena adanya penyesuaian dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam

mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah (loopholes)

bagi Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat kesempatan tersebut untuk

melakukan perencanaan pajak yang baik.

c. Administrasi Perpajakan (Tax Administration). Indonesia sebagai negara yang

sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi

perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan

perencanaan dengan baik untuk menghindari sanksi administrasi maupun pidana

yang diakibatkan karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan

perusahaan selaku Wajib Pajak karena luasnya peraturan perpajakan yang berlaku

dan sistem informasi yang belum efektif (h.11).

II.6 Tahap-Tahap Perencanaan Pajak

Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin ketat, seorang

perencana pajak harus memperhatikan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun

internasional. Mengacu pada Suandy (2003), perencanaan pajak dapat berhasil sesuai

tujuannya, harus melalui tahap-tahap berikut :

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

25

1. Menganalisis informasi yang ada

Tahap pertama dari proses perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang

berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung dengan tepat

beban pajak yang harus ditanggung. Untuk itu, seorang perencana pajak harus

memperhatikan faktor-faktor internal maupun eksternal, yaitu :

a. Fakta yang relevan

Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin ketat, seorang

perencana pajak dalam melakukan perencanaan pajak harus benar-benar

menguasai situasi yang dihadapinya, baik dari segi internal maupun eksternal

serta mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak dapat

dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi dan transaksi-transaksi

yang berdampak dalam perpajakan

b. Faktor-faktor Pajak

Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan

perencanaan pajak tidak terlepas dari dua hal utama yang berkaitan dengan :

• Sistem perpajakan nasional yang dianut oleh suatu negara.

• Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan.

c. Faktor Non Pajak

Beberapa faktor non pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan

suatu perencanaan pajak antara lain adalah masalah badan hukum, masalah mata

uang dan nilai tukar, masalah pengawasan devisa, masalah program insentif

investasi, masalah faktor non pajak lainnya, seperti hukum, ekonomi, politik dan

lain sebagainya.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

26

2. Membuat satu model atau lebih rencana besarnya pajak

3. Mengevaluasi perencanaan pajak

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

5. Memutakhirkan Rencana Pajak

Walaupun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan,

namun tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-

undang maupun pelaksanaannya. Pemutakhiran dari suatu rencana pajak adalah

konsekuensi yang perlu dilakukan atas perkembangan yang akan datang maupun

situasi saat ini, dimana seorang perencana pajak mampu mengurangi resiko atas

perubahan dan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang

potensial. (h.14).

II.7 Perencanaan Pajak untuk Meminimalkan Beban Pajak

Mengacu pada Suandy (2003), terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan

untuk mengefisienkan beban PPh badan, yaitu :

1. Pemilihan metode pembukuan.

Metode pembukuan yang diakui dalam perpajakan tidak berbeda dengan akuntansi,

yaitu basis akrual (Accrual basis) dan basis kas (Cash basis). Basis akrual adalah

metode dimana pendapatan dan biaya diakui dan dilaporkan pada saat timbulnya hak

dan kewajiban walaupun uangnya belum diterima atau dibayar. Sedangkan basis kas

adalah metode dimana pendapatan dan biaya diakui dan dilaporkan pada saat

terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang. Dari sisi efisiensi beban pajak, basis

akrual lebih menguntungkan karena pada basis akrual biaya administrasi dan umum

dibebankan pada saat timbulnya kewajiban.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

27

2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada

karyawan.

Banyak peluang efisiensi PPh badan yang dapat dilakukan pada biaya-biaya yang

berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Kesejahteraan karyawan itu dapat

diberikan dalam bentuk pengobatan atau kesehatan karyawan, pembayaran premi

asuransi untuk pegawai, rumah dinas karyawan, transportasi untuk karyawan,

pakaian kerja karyawan, dan lain sebagainya.

3. Pemilihan metode penilaian persediaan.

Penentuan metode penilaian persediaan cukup penting dalam perencanaan pajak

terutama untuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan perdagangan.

Untuk efisiensi pajak terutama dalam perekonomian yang mengalami inflasi, maka

metode rata-rata akan lebih menguntungkan dibanding metode first in first out

(FIFO) karena menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi yang

mengakibatkan laba kotor menjadi kecil sehingga penghasilan kena pajak juga lebih

kecil.

4. Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap.

Untuk efisiensi beban pajak sewa guna usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih

karena jangka waktu sewa guna usaha umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan

pembayaran sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian aktiva

tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika

pembelian dilakukan secara langsung.

5. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi tidak berwujud.

Metode penyusutan dan amortisasi yang diakui dalam perpajakan yaitu metode garis

lurus dan metode saldo menurun kecuali harta atau aktiva tetap harus memakai

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

28

metode garis lurus agar tidak menimbulkan perbedaan persentase dalam penyusutan

fiskal. Penyusutan dan amortisasi dengan metode garis lurus akan menghasilkan

beban penyusutan yang sama besarnya setiap periode, sedangkan metode saldo

menurun akan menghasilkan beban penyusutan lebih besar pada awal periode dan

makin menurun pada periode-periode berikutnya (h.128).

II.8 Rekonsiliasi Laporan Komersial dengan Laporan Fiskal

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial

dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak

(PKP). Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi

komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu the proper

matching cost against revenue, sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya adalah

penerimaan negara. Dalam penyusunan laporan keuangan fiskal Wajib Pajak harus

mengacu kepada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang

dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan harus disesuaikan atau koreksi fiskal

terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal

dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Perbedaan Waktu (Timing Differences)

Adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu

pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standar

akuntansi keuangan. Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif

dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan

beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Jenis Pajakthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00030-AK Bab 2.pdfpemerintah untuk investasi pemerintah atau keperluan negara lainnya. 2. ...

29

pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi jika

ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi

komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan

penghasilan menurut ketentuan pajak.

2. Perbedaan Tetap (Permanent Differences)

Adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal

berbeda dengan penghitungan laba menurut standar akuntansi keuangan tanpa ada

koreksi di kemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif karena ada laba

akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan relif pajak, sedangkan

perbedaan permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba

akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal.