BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

45
II-1 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Jenis pembangkit listrik tenaga termal yang paling banyak digunakan di Indonesia, karena efisiensi yang tinggi sehingga menghasilkan energi listrik yang ekonomis. PLTU merupakan mesin konversi energi yang mengubah energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik. Siklus pembangkit listrik tenaga uap ini memanfaatkan siklus rankine atau siklus tenaga uap yang merupakan siklus sederhana yang memanfaatkan air yang dikonversi menjadi uap sebagai medium kerja. Siklus rankine digambarkan pada Gambar II.1 sebagai berikut: Gambar II.1 PLTU dan siklus rankine (Cengel & Boles, 2006) Pada gambar tersebut menggambarkan proses pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) proses konversi air menjadi uap. 1. Air masuk pompa di titik (1) yang masih pada fasa cair jenuh dan dikompresi pada tekanan isentropik dengan operasi boiler. Temperatur air sedikit meningkat selama proses kompresi isentropik dan juga terjadi penurunan volume spesifik air. Pada diagram T-s dijelaskan antara titik (1) dan (2).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang

mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Jenis

pembangkit listrik tenaga termal yang paling banyak digunakan di Indonesia,

karena efisiensi yang tinggi sehingga menghasilkan energi listrik yang ekonomis.

PLTU merupakan mesin konversi energi yang mengubah energi kimia dalam bahan

bakar menjadi energi listrik. Siklus pembangkit listrik tenaga uap ini memanfaatkan

siklus rankine atau siklus tenaga uap yang merupakan siklus sederhana yang

memanfaatkan air yang dikonversi menjadi uap sebagai medium kerja. Siklus rankine

digambarkan pada Gambar II.1 sebagai berikut:

Gambar II.1 PLTU dan siklus rankine

(Cengel & Boles, 2006)

Pada gambar tersebut menggambarkan proses pada Pembangkit Listrik

Tenaga Uap (PLTU) proses konversi air menjadi uap.

1. Air masuk pompa di titik (1) yang masih pada fasa cair jenuh dan

dikompresi pada tekanan isentropik dengan operasi boiler. Temperatur air

sedikit meningkat selama proses kompresi isentropik dan juga terjadi

penurunan volume spesifik air. Pada diagram T-s dijelaskan antara titik (1)

dan (2).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-2

2. Air masuk boiler masih pada fasa cair yang bertekanan tinggi di titik (2) dan

keluar dari boiler sebagai superheated vapor di titik (3). Pada dasarnya

boiler adalah alat penukar panas skala besar dimana panas yang dihasilkan

berasal dari gas pembakaran, reactor nuklir, atau sumber lainnya yang

ditransfer ke air dengan tekanan konstan. Pada boiler, dibagian yang

bersamaan dimana uap adalah superheated (superheater) sering disebut

juga steam generator.

3. Uap superheat keluaran boiler titik (3) masuk turbin, dimana uap

diekspansikan sehingga menghasilkan kerja berupa putaran poros turbin

yang dikopel dengan poros generator listrik sehingga menghasilkan energi

listrik. Drop tekanan dan temperatur terjadi selama proses sampai di titik

(4).

4. Di titik (4), dimana uap masuk kondensor. Dititik ini, uap biasanya berubah

fasa menjadi cair jenuh – uap campuran dengan kualitas tinggi. Uap

dikondensasi pada tekanan konstan dalam kondensor, dengan membuang

panas ke media pendingin seperti sungai, laut dan media pendingin lainnya.

Uap keluar dari kondensor sudah menjadi fasa cair jenuh dan masuk

kembali ke pompa dititik (1).

II.2 Batubara

Batubara adalah istilah umum yang meliputi sejumlah besar bahan galian

organik yang sifat-sifat dan komposisinya sangat beragam . Batubara adalah batuan

sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik sisa-sisa tumbuhan

jutaan tahun melalui proses pambatuan (coalification). Batubara diklasifikasikan

dalam berbagai bentuk menurut sifat kimia dan fisikanya yang unsur utamanya

terdiri dari karbon, hidrogen, sulfur dan oksigen. Klasifikasi batubara dari yang

tertinggi sampai yang terendah berdasarkan buku (El-Wakil, 1985) adalah sebagai

berikut:

1. Antrasit: Batubara yang kualitasnya paling tinggi. Antrasit mengandung 86

– 96% massa karbon tetap (kandungan karbon dalam bentuk unsur), serta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-3

kandungan bahan mudah menguap yang rendah, yaitu kurang dari 2 – 14%

massa (terutama metana, CH4)

2. Bituminus: Batubara yang mengandung 46 – 86% massa karbon tetap dan

20 – 40% zat yang mudah menguap. Nilai kalor batubara bituminus

berkisar dari 25.600 – 32.600 kJ/kg.

3. Sub bituminus: Batubara yang nilai kalornya rendah daripada batubara

bituminus, yaitu antara 19.300 – 26.750 kJ/kg.

4. Lignit: Batubara yang kualitasnya paling rendah. Nilai kalornya berkisar

antara 14.650 – 19.300 kJ/kg.

5. Gambut: Bukanlah batubara yang termasuk dalam klasifikasi ASTM.

Namun gambut dianggap sebagai langkah pertama pembentukan batubara

dalam tahap-tahap geologi.

Nilai kalor pembakaran pada batubara ditentukan berdasarkan kandungan

unsur-unsur yang ada didalam batubara. Unsur-unsur di dalam bahan bakar yang

dapat menghasilkan energi panas adalah karbon (C), hidrogen (H), dan belerang

(S). Belerang walaupun dapat menghasilkan panas namun dapat mengakibatkan

pengkaratan, sehingga bahan bakar dapat dikelaskan berdasarkan jumlah

kandungan unsur belerang. Bahan bakar yang baik adalah bahan bakar yang

mempunyai kandungan belerang dengan jumlah yang kecil.

II.3 Boiler (Ketel Uap)

Boiler adalah alat yang digunakan untuk memanaskan air sehingga menjadi

uap bertemperatur tinggi dengan menggunakan panas dari hasil pembakaran bahan

bakar. Jumlah produksi uap tergantung pada luas permukaan pemindah panas, laju

aliran, dan panas pembakaran yang diberikan. Panas hasil pembakaran selanjutnya

dialirkan ke air sehingga menghasilkan uap air yang memiliki temperatur tinggi.

Umumnya bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan suatu boiler yaitu

batubara, gas, dan bahan bakar minyak. Gambar II.2 menjelaskan skema dari

sebuah circulating fluidized bed boiler pada sebuah PLTU.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-4

Gambar II.2 Circulating fluidized bed boiler

(Basu P. , 2006)

Komponen Utama Boiler

Boiler memiliki komponen utama yang berfungsi untuk menghasilkan uap

yang akan digunakan untuk memutar turbin. Komponen utama dari boiler adalah:

1. Ruang bakar (Furnace)

Ruang bakar adalah tempat terjadinya proses pembakaran bahan bakar

untuk menghasilkan kalor yang akan digunakan untuk mengubah air

menjadi uap. Ruang bakar harus memiliki dimensi volume dan luas

permukaan yang sesuai dengan rata-rata pelepasan kalor (heat release rate),

hal ini bertujuan untuk menjamin proses pembakaran sempurna dan

penyerapan kalor maksimum oleh permukaan ruang bakar sehingga dapat

meningkatkan efisiensi pembangkit uap tersebut.

2. Alat pembakar (burner)

Burner berfungsi memberikan panas untuk proses raksi pembakaran.

Pemilihan burner disesuaikan dengan bahan bakar yang digunakan. Burner

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-5

harus mampu menghasilkan pembakaran yang baik, sehingga kerugian

karena bahan bakar tidak terbakar dapat dikurangi.

3. Dinding Pipa (Wall Tube)

Merupakan dinding di dalam ruang bakar yang berfungsi sebagai tempat

penguapan air. Dinding ini berupa pipa-pipa yang berisi air yang berderet

secara vertical yang dipanaskan oleh kalor dari hasil pembakaran bahan

bakar.

4. Pendidih (Evaporator)

Evaporator berfungsi untuk mengubah air menjadi uap jenuh. Konstruksi

evaporator dapat berupa drum pada pembangkit uap pipa api atau berupa

pipa-pipa didih pada pembangkit uap pipa air. Pada pembangkit uap pipa

air, pipa-pipa didih terletak di dinding ruang bakar sehingga disebut dinding

air (water cooled walls).

5. Cyclone

Cyclone berfungi untuk memisahkan antar bottom ash dan fly ash pada gas

buang. Fly ash akan disirkulasikan menuju electrostatic precipitators

sedangkan bottom ash disirkulasi kembali kedalam ruang bakar sehingga

dapat meningkatkan efisiensi pembakaran.

6. Pemanas lanjut (superheater)

Superheater berfungsi untuk menaikkan temperatur uap jenuh menjadi uap

kering. Panas yang digunakan adalah panas pada gas buang yang dihasilkan

dari proses pembakaran bahan bakar.

7. Ekonomizer

Ekonomizer berfungsi untuk menaikkan temperatur air umpan boiler. Air

umpan yang sudah dinaikkan temperaturnya kemudian disalurkan ke drum

uap sehingga bahan bakar yang dibutuhkan untuk mengubah air menjadi

uap menjadi lebih sedikit.

8. Pemanas udara (Air prehater)

Air preheater berfungsi untuk memanaskan udara sebelum masuk kedalam

ruang bakar dengan memanfaatkan kalor dari gas buang hasil pembakaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-6

II.4 Ruang Bakar (Furnace)

Ruang bakar merupakan tempat terjadinya pembakaran bahan bakar yang

akan menjadi sumber panas untuk mengubah air menjadi uap. Proses penerimaan

panas oleh media air dilakukan melalui evaporator yang terdiri dari pipa-pipa

vertikal yang berisi air. Pipa tersebut menempel pada dinding ruang bakar.

Ruang bakar terdiri atas dua bagian yaitu ruang pertama dan ruang kedua.

Pada ruang pertama akan tejadi pemanasan langsung dari sumber panas yang

diterima langsung oleh pipa-pipa evaporator, sedangkan pada ruang kedua yang

terdapat bagian atas, panas yang diterima berasal dari udara panas hasil

pembakaran pada ruang pertama.

Gambar II.3 Mass and energy balance pada ruang bakar

Ruang bakar yang digunakan tipe pembakaran fluidized bed combustion

dengan jenis pipa air (water tube) dimana terdapat pipa-pipa air yang disusun secara

vertikal dan rapat sehingga menutupi seluruh permukaan dalam dinding ruang

bakar. Adapun tipe pipa yang digunakan dalam perancangan ini yaitu tipe pipa

membrane tubes seperti ditampilkan pada gambar di bawah ini:

Gambar II.4 Jenis-jenis pipa pemanas dalam ruang bakar

(Incropera & Dewitt, 2011)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-7

Pembakaran Batubara pada Pembangkit Uap

Cara pembakaran batubara pada pembangkit uap pada dasarnya memiliki 3

cara yaitu:

1. Fixed bed combustion

Proses pembakaran batubara tersebut dilakukan dengan cara memasukkan

batubara kedalam ruang bakar melalui conveyor atau secara manual.

Kemudian udara primer dihembuskan dari bawah ruang bakar. untuk

menjamin proses pembakaran sempurna maka pada bagian atas ruang

bakar diberikan saluran udara sekunder. Tipe pembakaran ini memiliki

bottom ash atau fly ash yang dapat perlu ditangani agar tidak mencemari

lingkungan.

2. Fluidized bed combustion

Proses pembakaran dilakukan dengan cara meniupkan udara pada partikel

pasir sehingga terjadi fluidasi dan partikel pasir dipanaskan oleh burner

sampai temperatur nyala batubara. Kemudian batubara yang telah

dihaluskan (< 2 mm) diinjeksikan secara terus menerus ke bed, batubara

akan terbakar dengan cepat dan bed mencapai suhu yang seragam. Cara

pembakaran secara fluidized bed dapat mengurangi kandungan SOx hasil

pembakaran, selain itu dapat meningkatkan efisiensi pembakaran karena

pembakaran terjadi pada temperatur yang rendah dibandingkan jenis ruang

bakar lainnya

3. Pulverized combustion (suspension burning)

Proses pembakaran batura tersebut dilakukan dengan cara menghaluskan

batubara dengan ball mill atau roller mill hingga ukuran kurang dari 300

Β΅m, kemudian serbuk batubara tersebut disemburkan ke ruang bakar

bersama dengan udara panas melalui nozel pembakar.

Pada perancangan ruang bakar dengan kapasitas 8 MW ini akan digunakan

tipe pembakaran batubara dengan sistem fluidized bed combustion, dimana

pembakaran batubara berlangsung pada suhu yang lebih rendah berkisar antara

850 ̊C sehingga dapat mengurangi emisi polutan yang merugikan seperti SOx dan

NOx pada gas buang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-8

II.5 Fluidized Bed Combution

Fluidized Bed Combustion adalah salah satu tipe system pembakaran pada

boiler, dan komponen utama yang digunakan adalah bed yang berupa pasir silica.

Udara ditiupkan pada partikel bed sehingga terjadi fluidasi.

Ada dua tipe utama boiler fluidized bed combustion:

1. Bubbling fluidized bed (BFB)

2. Circulating fluidized bed (CFB)

Kedua jenis dapat beroperasi di bawah tekanan atmosfir untuk pembangkit

uap. Perbandingan bentuk fisik fluidized bed boiler dijelaskan pada Tabel II.1

sebagai berikut:

Gambar II.5 Fluidized bed combustion

(The Babcock & Wilcox, 2005)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-9

Tabel II.1 Perbandingan bentuk fisik fluidized bed boiler

(Basu P. , 2006)

Dalam perancangan ini boiler yang digunakan adalah boiler jenis circulating

fluidized bed. Parameter operasi untuk boiler jenis circulating fluidized bed

djelaskan pada Tabel II.2 sebagai berikut:

Tabel II.2 Parameter circulating fluidized bed boiler

(Black & Veatch, 1996)

II.6 Circulating Fluidized Bed Boiler

Circulating fluidized bed (CFB) boiler merupakan salah satu jenis pembakaran

dari fluidized bed combustion. Teknologi ini sudah sangat dikenal dalam industry

pembangkitan listrik baik dari segi ekonomis maupun emisi gas buang yang

dihasilkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-10

Gambar II.6 Circulating fluidized bed boiler

(Basu P. , 2015)

Boiler CFB dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah loop

CFB, sedangkan untuk yang kedua adalah back-pass yang terdiri dari reheater,

superheater, economizer, dan air-preheater. Back-pass dari boiler CFB mirip

dengan boiler pulverizer ataupun bubbling fluidized bed. Loop CFB dari mencakup

elemen berikut:

1. Ruang bakar atau riser dari unggun fast fluidized bed

2. Pemisah gas-padat (cyclone)

3. Solid recycle device (seal loop)

4. External heat exchanger (opsional)

Ruang bakar boiler CFB umumnya tersusun dari pipa evaporator yang serupa

dengan boiler pulverizer, dan ini menyerap sebagian kecil dari panas pembakaran

yang dihasilkan dari pembakaran batubara didalam ruang bakar. Bagian kedua

disebut convective section atau back pass, dimana reheater, superheater,

economizer, dan preheater udara menyerap sisa panas dari gas buang.

Bagian bawah ruang bakar umumnya lebih kecil dari bagian atas, dan

meruncing pada cross section. Ini membantu mempertahankan fluidisasi yang baik,

bahkan dengan partikel bed yang lebih besar. Dinding bagian bawah dilapisi dengan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-11

refraktori sampai ke tingkat masuk udara sekunder atau lebih tinggi sehingga

mengurangi panas yang akan terbuang untuk tempat menyimpan panas sementara.

Bahan bakar umumnya dimasukan pada bagian bawah ruang bakar, baik

secara langung atau melalui loop-seal. Batu kapur untuk penangkapan sulfur

dimasukkan kedalam ruang bakar pada ketinggian yang lebih tinggi.

Udara pembakaran utama memasuki ruang bakar melalui distributor udara

atau perapian yang terletak dibagian bawah ruang bakar. Udara sekunder

dimasukkan pada ketinggian di atas bed untuk menghasilkan pembakaran

sempurna. Padatan bed harus dicampur dengan baik sepanjang tinggi ruang bakar.

Dengan demikian, suhu bed hampir seragam berada pada kisaran 800 – 900 Β°C,

meski panas diekstraksi sepanjang ketinggiannya.

Sebagian besar partikel flue gas hasil pembakaran akan masuk kedalam

cyclone untuk memisahkan antar bottom ash dan fly ash pada gas buang. Fly ash

akan disirkulasikan menuju electrostatic precipitators sedangkan bottom ash

disirkulasi kembali kedalam ruang bakar sehingga dapat meningkatkan efisiensi

pembakaran.

Prinsip Kerja Circulating Fluidized Bed

Secara skematis pembakaran pada boiler CFB ditunjukan pada Gambar II.7.

Udara primer dimasukan pada bagian bawah bed dengan menggunakan nozzle. Bila

udara atau gas yang terdistribusi secara merata dialirkan melalui bed partikel seperti

pasir silica yang ditopang oleh saringan halus, bed partikel tidak akan terganggu

pada kecepatan yang rendah. Begitu kecepatan udaranya berangsur-angsur naik,

terbentuklah suatu keadaan dimana bed partikel tersuspensi dalam aliran udara

sehingga bed tersebut terfluidasi. Dengan meningkatnya kecepatan udara pada

bagian bawah bed selanjutnya, terjadi pembentukan gelembung pada bed partikel,

turbulensi yang kuat, pencampuran yang cepat dan pembentukan permukaan bed

yang rapat seperti pada Gambar II.8.

Kemudian partikel bed dalam keadaan terfluidisasi dipanaskan oleh burner

hingga ke temperatur nyala batubara, dan batubara diinjeksikan secara terus

menerus ke dalam bed dan burner dimatikan, batubara akan terbakar dengan cepat

dan bed mencapai temperatur yang seragam. Pembakaran dengan fluidized bed

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-12

combution berlangsung pada temperatur sekitar 800Β°C hingga 900Β°C. Karena

temperatur ini jauh berada dibawah temperatur fusi abu, maka pelelehan abu dan

permasalahan yang terkait didalamnya dapat dihindari. Temperatur pembakaran

yang lebih rendah dapat tercapai disebabkan tingginya koefisien perpindahan panas

karena proses pencampuran yang cepat dalam fluidized bed dan ekstraksi panas

yang efektif dari bed melalui perpindahan panas pada pipa-pipa dan dinding ruang

bakar. Flue gas hasil pembakaran akan masuk kedalam cyclone untuk memisahkan

antar bottom ash dan fly ash pada gas buang. Fly ash akan disirkulasikan menuju

backpass sedangkan bottom ash disirkulasi kembali kedalam ruang bakar sehingga

dapat meningkatkan efisiensi pembakaran.

Gambar II.7 Skema pembakaran pada boiler CFB

(Basu P. , 2006)

Kelebihan Circulating Fluidized Bed

Pembakaran dengan circulating fluidized bed (CFB) memiliki kelebihan

yang cukup berarti dibanding sistem pembakaran konvensional dan memberikan

banyak keuntungan menurut buku (Basu P. , 2015) antara lain:

1. Fleksibilitas Bahan Bakar

Boiler CFB dapat digunakan dengan berbagai jenis bahan bakar sehingga

menjadi keuntungan tesendiri bila dibandingkan dengan boiler jenis lainnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-13

terutama di arus pasar bahan bakar dimana harga dan ketersediaan bahan

bakar yang tidak stabil. Tabel dibawah ini merupakan bahan bakar yang

dapat digunakan dalak boiler CFB:

Tabel II.3 Bahan bakar yang dapat digunakan pada boiler CFB

(Basu P. , 2015)

Untuk menjaga suhu pembakaran dalam kisaran optimum (800 – 900 Β°C),

diperlukan untuk menyerap fraksi tertentu dari panas yang dihasilkan dari

zona pembakaran itu sendiri. Fraksi ini bervariasi duntuk setiap jenis bahan

bakar. Boiler CFB memenuhi persyaratan ini untuk berbagai jenis bahan

bakar dengan mengendalikan penyerapan panas didalam ruang bakar

dengan penyesuaian parameter operasinya.

2. Efisiensi Pembakaran yang Tinggi

Efisiensi pembakaran dari boiler CFB lebih tinggi daripada boiler bubbling

fluidized bed (BFB) dan mendekati boiler pulverizer. Efisiensi pembakaran

CFB combustion yang tinggi dipengaruhi oleh:

- Pencampuran gas-padat yang lebih baik

- Tingkat pembakaran yang lebih tinggi (terutama untuk partikel kasar)

- Resirkulasi kontinyu partikel karbon tidak terbakar panas sampai ke

dasar tungku

Dalam boiler CFB, di sisi lain zona pembakaran meluas sampai ke puncak

tungku dan selanjutnya melalui cyclone. Dengan demikian, denda karbon

yang dihasilkan di tungku memiliki waktu yang lebih lama untuk membakar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-14

selama perjalanan mereka melalui ketinggian tungku. Selain itu partikel

batubara yang tidak terbakar dikumpulkan oleh siklon panas dan didaur

ulang kembali ke dasar tungku untuk dibakar kembali.

3. Emisi NOx yang rendah

Pembakaran fluidized bed berlangsung pada suhu yang realtif rendah (800

– 900 ̊C), sehingga nitrogen tidak dapat teroksidasi menjadi nitrat oksida

(N2O).

4. Pereduksian kadar sulfur dioksida

Pembakaran fluidized bed berlangsung pada suhu yang realtif rendah (800

– 900 ̊C) sehingga dapat mereduksi kadar SO2 didalam ruang bakar. Untuk

mengurangi kadar SO2 pada ruang bakar dilakukan dengan cara

menginjeksi batu kapur (CaCO3) pada ruang bakar sehingga dapat

mereduksi kadar SO2. Di dalam ruang bakar, batu kapur bereaksi dengan

SO2 dan oksigen membentuk kalsium sulfat (CaSO4). Reaksi pengikatan

kadar SO2 pada ruang bakar adalah sebagai berikut:

Limestone

CaCO3 β†’ CaO + CO2 (Calcination)

CaO + SO2 + Β½ O2 β†’ CaSO4 (Sulfation)

Bed Material

Fluidized bed boiler adalah sejenis generator uap dimana bahan bakar dibakar

dalam keadaan terfluidasi (Gambar II.8). Tungku dari fluidized bed boiler

mengandung massa padatan granular, umumnya dalam kisaran ukuran 0,1 sampai

0,3 mm. Padatan ini disebut bed material, partikel yang dapat digunakan adalah

sebagai berikut:

Pasir atau kerikil (untuk boiler membakar bahan bakar rendah abu)

Batu kapur segar atau bekas (untuk boiler yang membakar batubara sulfur

tinggi yang membutuhkan kontrol emisi sulfur)

Abu dari batu bara (untuk boiler yang menembaki batubara dengan abu

tinggi atau sedang yang tidak memerlukan retensi sulfur)

Kecepatan gas dicapai diantara kecepatan fluidisasi minimum dan

kecepatan masuk partikel. Hal ini menjamin operasi bed yang stabil dan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-15

menghindari terbawanya partikel dalam jalur gas. Pasir dalam keadaan terfluidasi

dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.8 Proses fluidasi bed material

(The Babcock & Wilcox, 2005)

Ukuran partikel bahan bakar, terutama untuk varietas abu rendah tidak

memiliki pengaruh besar pada ukuran bahan bed, karena bahan bakar hanya

merupakan fraksi kecil (1 sampai 3%) dari bahan bed total di ruang bakar

terfluidisasi. Namun, untuk bahan bakar abu tinggi, karakteristik bahan bakar

memberikan pengaruh penting pada ukuran dan komposisi material bed. Suhu

pembakaran dari boiler unggun terfluidisasi dipertahankan pada kisaran 800 sampai

900 ̊C.

Fast Fluidized Bed

Dalam konteks penggunaannya dalam boiler CFB, fast fluidized bed dapat

didefinisikan sebagai: suspensi padat-gas kecepatan tinggi dimana partikel, yang

dipisahkan oleh gas fluidisasi di atas kecepatan terminal partikel, dipulihkan dan

dikembalikan ke dasar tungku pada tingkat yang cukup tinggi sehingga

menyebabkan tingkat pengembaliaan padatan yang akan memastikan tingkat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-16

minimum keseragaman temperatur di ruang bakar (Basu P. , 2015). Minimum

fluidasi dan kecepatan terminal partikel dapat dilihat pada Tabel II.4 sebagai

berikut: Tabel II.4 Minimum fluidasi dan kecepatan terminal partikel

(Basu P. , 2006)

Pembakaran pada Circulating Fluidized Bed Boiler

Meskipun boiler CFB fleksibel bahan bakar, komposisi bahan bakar

memberikan beberapa efek pada ukuran tungku untuk kinerja optimal. Namun,

pengaruh jenis bahan bakar tidak dominan seperti pada kasus boiler berbahan bakar

batubara. Investigasi efek jenis bahan bakar pada desain komersial tungku CFB

menggunakan perangkat lunak komersial (CFBCAD) menunjukkan bahwa nilai

pemanasan yang lebih rendah (LHV) batubara merupakan parameter utama yang

mempengaruhi ukuran tungku (Lafanechere et al., 1995a; 1995b). Gambar II.7

menunjukkan bahwa ketika bahan bakar desain bergerak dari bituminous volatil

rendah ke lignit, luas penampang tungku meningkat sekitar 200% untuk menjaga

konstanta kecepatan tungku. Angka tersebut juga menunjukkan bagaimana rasio

panjang / lebar optimum tungku akan berubah seiring dengan pengaturan siklon.

Titik umpan bahan bakar dipilih untuk memastikan distribusi partikel

pembakaran yang seragam. Bahan bakar yang lebih reaktif dengan kandungan

volatil yang tinggi terbakar dengan sangat cepat di dekat feed stock. Dengan

demikian, dibutuhkan lebih banyak umpan daripada bahan bakar yang kurang

reaktif. Ini menunjukkan bahwa area bed yang dilayani oleh feeder bervariasi.

Aturan umumnya adalah bahwa batubara bituminus dan batubara yang lebih reaktif

membutuhkan lebih sedikit pengumpan per unit area bed. Misalnya, bahan bakar

dengan tingkat rendah menggunakan satu pengumpan per 14 sampai 17 m2 bed,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-17

sementara antrasit hanya membutuhkan satu titik umpan per 20 sampai 26 m2 area

bed.

Suhu pembakaran boiler CFB jauh lebih rendah dari pada boiler

konvensional. Idealnya harus berada dalam kisaran temperatur 800 – 900 ̊C. Bahan

bakar dengan kandungan sulfur yang tinggi harus dibakar pada temperatur sekitar

850 ̊C agar penangkapan kadar sulfur dapat bekerja secara optimal, sedangkan batu

bara dengan kandungan sulfur rendah harus dibakar pada suhu yang lebih tinggi

dan dengan udara berlebih. Untuk efisiensi pembakaran yang baik. Selain efisiensi

pembakaran yang meningkat, suhu tinggi juga membantu mengurangi emisi gas

rumah kaca N2O. Dengan demikian, karakteristik bahan bakar mengatur suhu

pembakaran optimum, yang pada gilirannya akan memperbaiki jumlah energi yang

meninggalkan ruang bakar. Sebagai contoh, bahan bakar bermutu rendah akan

membawa persentase tinggi panas yang dihasilkan keluar dari ruang bakar. Dengan

demikian panas yang lebih sedikit disyaratkan untuk diserap dalam loop CFB, dan

lebih banyak panas akan diserap di bagian konvektif boiler. Pengaruh jenis bahan

bakar terhadap ukuran optimal boiler CFB digambarkan pada Gambar II.7 sebagai

berikut:

Gambar II.9 Pengaruh jenis bahan bakar terhadap ukuran optimum boiler CFB

(Basu P. , 2006)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-18

II.7 Perancangan Ruang Bakar

Untuk mendapatkan ukuran ruang bakar perlu diketahui parameter-parameter

yang dibutuhkan dalam proses perancangan meliputi: laju kalor pembangkitan uap

untuk PLTU kapasitas 8 MW, proses pembakaran (stoichiometric), heat balance,

mass balance, fuel heat input. Dalam perancangan ruang bakar pertimbangan

utama dalam penentuan ukuran dasar ruang bakar boiler CFB, yang meliputi:

1. Furnace cross section

2. Furnace height

3. Ketebalan dinding ruang bakar

4. Perancangan pipa evaporator

Laju Kalor Pembangkitan Uap

Perpindahan kalor pada boiler terjadi pada saat proses pembakaran terjadi

dimana partikel-partikel gas asap diserap secara radiasi oleh dinding ruang bakar

(evaporator), kemudian gas asap digunakan oleh pemanas air lainya seperti

superheater dan economizer untuk memproduksi uap. Sehingga laju kalor

pembangkitan uap adalah total dari seluruh kalor yang dapat diserap oleh alat

pemanas untuk dapat memproduksi uap. Kalor yang dibutuhkan untuk proses

pembangkitan uap dapat dihitung dengan persamaan pada buku (Basu P. , 2006)

sebagai berikut:

1. Laju Kalor di Economizer

οΏ½Μ‡οΏ½eco = οΏ½Μ‡οΏ½π‘ π‘‘π‘’π‘Žπ‘š x (h2 –h1) ......................................................................... (II.1)

2. Laju Kalor di Evaporator

οΏ½Μ‡οΏ½eva = οΏ½Μ‡οΏ½π‘ π‘‘π‘’π‘Žπ‘š x (h4 –h3) ......................................................................... (II.2)

3. Laju Kalor di Superheater

οΏ½Μ‡οΏ½sh = οΏ½Μ‡οΏ½π‘ π‘‘π‘’π‘Žπ‘š x (h5–h4) ............................................................................ (II.3)

Laju Kalor Total Pembangkitan Uap

οΏ½Μ‡οΏ½uap = οΏ½Μ‡οΏ½eco + οΏ½Μ‡οΏ½eva + οΏ½Μ‡οΏ½sh .......................................................................... (II.4)

Dimana: οΏ½Μ‡οΏ½uap : Laju kalor total pembangkitan uap [MW]

οΏ½Μ‡οΏ½eco : Laju kalor di economizer [MW]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-19

οΏ½Μ‡οΏ½eva : Laju kalor di evaporator [MW]

οΏ½Μ‡οΏ½sh : Laju kalor di superheater [MW]

οΏ½Μ‡οΏ½π‘ π‘‘π‘’π‘Žπ‘š : Laju aliran steam [π‘˜π‘”

𝑠]

h1 : Enthalpy masuk economizer [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

h2 : Enthalpy keluar economizer [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

h3 : Enthalpy masuk evaporator [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

h4 : Enthalpy masuk superheater [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

h5 : Enthalpy keluar superheater [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

Pembakaran (Stoichiometric)

Perhitungan pembakaran (juga dikenal sebagai perhitungan stoichiometric)

memberikan jumlah dasar massa gas dan padatan yang menjadi basis desain

selanjutnya. Ini bisa menentukan jumlah udara yang dibutuhkan untuk membakar

satuan massa bahan bakar dan jumlah gas buang yang dihasilkan. Perhitungan

pembakaran juga membantu menentukan kapasitas peralatan, seperti kipas angin,

pengumpan, dan sistem penanganan abu. Persamaan untuk perhitungan

stoikiometri didapatkan dari Appendix 2 pada buku (Basu P. , 2006) dijelaskan pada

bagian berikut:

Kebutuhan Batu Kapur

Jika abu batubara mengandung kalsium oksida yang dapat diabaikan, sorbent

yang dibutuhkan Lq , untuk mempertahankan belerang dalam satuan berat bahan

bakar ditemukan dari persamaan berikut:

Lq = 100 . 𝑆

32 . π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3

x R’ ................................................................................. (II.5)

Dimana: Lq : Kebutuhan batu kapur [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

S : Jumlah sulfur pada batubara

π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3 : Fraksi CaCO3 (kalsium karbonat)

R’ : Inherent Ca/S (kalsium dan sulfur)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-20

Terkadang abu batubara mengandung sejumlah kalsium oksida yang cukup

besar, yang menghilangkan sebagian sulfur yang dilepaskan dari batu bara. Jika

XCaO adalah berat kalsium oksida per satuan berat umpan bahan bakar sebesar

0,0136, rasio Ca/S yang melekat adalah 32XCaO / 56S. Oleh karena itu batu kapur

yang dibutuhkan untuk menghilangkan jumlah belerang yang sama (Esor) akan

berkurang dengan jumlah di atas. Nilai rasio Ca/S diganti dengan inherent Ca/S

sebagai berikut:

R’ = R – 32 . π‘‹πΆπ‘Žπ‘‚

56 . 𝑆 ...................................................................................... (II.6)

Dimana: R’ : Inherent Ca/S (kalsium dan sulfur)

R : Rasio Ca/S (kalsium dan sulfur)

XCaO : Fraksi CaO (kalsium oksida)

Nilai Pembakaran Bahan Bakar

Nilai pembakaran adalah jumlah energi yang dapat dihasilkan pada proses

pembakaran per satuan massa atau persatuan volume bahan bakar. Nilai

pembakaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Nilai pembakaran atas (HHV)

Nilai pembakaran atas adalah pembakaran yang menghasilkan H2O berfasa

cair.

2. Nilai pembakaran bawah (LHV)

Nilai pembakaran bawah adalah pembakaran yang menghasilkan H2O berfasa

uap. Nilai LHV dapat dicari menggunakan persamaan berikut:

LHV = HHV – 22604 x H – 2581 x Mf .................................................. (II.7)

Dimana: LHV : Nilai pembakaran bawah [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

HHV : Nilai pembakaran atas [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

H : Jumlah hidrogen pada batubara

Mf : Kelembaban batubara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-21

Kebutuhan Udara

Untuk setiap satuan massa belerang yang dikonversi menjadi kalsium sulfat,

sejumlah tambahan udara kering untuk satuan berat batubara adalah A Β· S, di mana

A sebesar 2,16 untuk penangkapan sulfur dan nol bila tidak ada belerang yang

ditangkap sebagai kalsium sulfat. Kebutuhan udara kering untuk pembakaran total

satuan berat batubara Mda dapat dihitung sebagai berikut:

Mda = 11,53 x C + 34,34 x (H – 𝑂

8 ) + 4,34 x S + A x S .......................... (II.8)

Dimana: Mda : Theoritical dry air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

C : Jumlah karbon pada batubara

H : Jumlah hidrogen pada batubara

O : Jumlah oksigen pada batubara

S : Jumlah sulfur pada batubara

A : Jumlah tambahan udara kering untuk penangkapan sulfur

Untuk pembakaran yang efisien, dibutuhkan sejumlah udara tertentu melebihi

apa yang dibutuhkan secara teoritis. Untuk mendapatkan total udara kering harus

menjumlahkan udara teoritis dengan koefisien udara berlebih (EAC). Koefisien

udara berlebih EAC, didefinisikan sebesar EAC = 1,2 berarti 20% kelebihan udara.

Total udara kering (Tda), adalah jumlah kebutuhan teoritis dan kelebihan udara yang

diperbolehkan untuk menyelesaikan pembakaran.

Tda = EAC x Mda ..................................................................................... (II.9)

Dimana: Tda : Total dry air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

EAC : Excess air coefficient

Udara biasanya mengandung beberapa kelembaban. Di udara standar, fraksi

berat uap air Xm ini adalah sekitar 0,013 kg / kg udara, dan Xm adalah fraksi berat

uap air di udara. Dengan demikian, total udara basah adalah:

Mwa = Tda x (1 + Xm) ............................................................................... (II.10)

Dimana: Mwa : Total wet air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Xm : Fraksi moisture

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-22

Kebutuhan udara pada primary air sebesar 78% dari theoritical air. Sehingga

dapat dicari menggunakan persamaan:

Mpa = 0,78 x Mda ..................................................................................... (II.11)

Dimana: Mpa : Primary air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Gas Asap Hasil Pembakaran (Flue Gas)

Bobot gas buang karena reaksi pembakaran (Wc) adalah jumlah karbon

dioksida, uap air, nitrogen, oksigen, sulfur dioksida, dan fly ash. Konstituen

individu dari gas buang dapat ditemukan sebagai berikut:

1. Nitrogen

Nitrogen dalam gas buang berasal dari batubara dan juga udara bakar.

N2 = N + 0,768 x Mda x EAC .................................................................. (II.12)

Dimana: N2 : Jumlah nitrogen pada gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

N : Jumlah nitrogen pada batubara

Mda : Theoritical dry air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

EAC : Excess air coefficient

2. Water vapor

Air dalam gas buang berasal dari pembakaran hidrogen di batubara dan uap air

dari udara pembakaran, batu bara, dan batu kapur. Air dalam gas buang per

satuan berat batubara yang terbakar adalah:

H2O = 9 x H + EAC x Mda x Xm + Mf + Lq x Xml ................................... (II.13)

Dimana: H2O : Jumlah air pada gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Mda : Theoritical dry air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

EAC : Excess air coefficient

Xm : Fraksi moisture

Mf : Kelembaban batubara

Lq : Batu kapur yang dibutuhkan [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Xml : Kelembaban batu kapur

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-23

3. Karbon dioksida

Selain karbon dioksida yang dihasilkan dari karbon tetap, sejumlah tambahan

karbon dioksida dihasilkan karena kalsinasi CaCO3 dan MgCO3 dalam material

sorbent, Jumlah karbon dioksida dari hasil pembakaran batubara adalah

sebagai berikut:

CO2 = 3,66 x C ........................................................................................ (II.14)

Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dari proses calcination CaCO3 dan

MgCO3.

π‘ŠπΆπ‘‚2 = 1,375 x S x R x (1 +

1,19 . 𝑋𝑀𝑔𝐢𝑂3

π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3

) .............................................. (II.15)

Sehingga jumlah karbon dioksida yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Total CO2 = CO2 + π‘ŠπΆπ‘‚2 ......................................................................... (II.16)

Dimana: CO2 : Jumlah karbon dioksida pada gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

π‘ŠπΆπ‘‚2 : Jumlah karbon dioksida dari proses kalsinasi [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

R : Rasio Ca/S (kalsium dan sulfur)

𝑋𝑀𝑔𝐢𝑂3 : Fraksi MgCO3 (kalsium karbonat)

π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3 : Fraksi CaCO3 (kalsium karbonat)

4. Sulfur dioksida

Pereduksian kadar SO2 didalam ruang bakar dapat diketahui menggunakan

Gambar II.10 sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-24

Gambar II.10 Pereduksian kadar SO2 didalam ruang bakar

(Black & Veatch, 1996)

Jika hanya fraksi Esor belerang yang diubah menjadi CaSO4, SO2 yang ada

dalam gas buang adalah:

SO2 = 2 x S x (1 – Esor) ........................................................................... (II.17)

Dimana: SO2 : Jumlah sulfur dioksida pada gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Esor : Pereduksian kadar SO2

5. Oksigen

Oksigen dalam gas buang berasal dari oksigen di batubara, kelebihan oksigen

di udara bakar, dan oksigen yang tertinggal dalam gas buang untuk

penangkapan belerang yang tidak sempurna. Pada proses pengikatan kadar SO2

dibutuhkan 1/2 mol oksigen. Sehingga jumlah oksigen yang dihasilkan:

O2 = O + 0,2315 x Mda x (EAC – 1) + (1 – Esor) x 𝑆

2 ............................... (II.18)

Dimana: O2 : Jumlah oksigen pada gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Mda : Theoritical dry air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

EAC : Excess air coefficient (1,2)

Esor : Pereduksian kadar SO2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-25

6. Fly ash

Gas buang dapat membawa sebagian dari abu batubara atau sorbent. Meskipun

jumlahnya sangat kecil dan akhirnya dikumpulkan di kolektor debu, fly ash

membawa melalui bagian konvektif boiler sebagian kecil dari panas yang

dibawa pada fly ash. Jumlah fly ash pada gas buang diketahui menggunakan

persamaan:

Fraksi ash pada fly ash berkisar antara 0,1 – 0,5.

Fly ash = ac x ASH .................................................................................. (II.19)

Dimana: Fly ash : Jumlah fly ash pada gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

ac : Fraksi ash pada fly ash

ASH : Jumlah abu pada batubara

7. Total berat gas buang

Berat total gas buang dapat ditemukan dengan menambahkan komponen di

atas. Sehingga, berat total gas buang per satuan berat batubara yang terbakar

adalah:

Wc = N2 + H2O + CO2 + SO2 + O2 + Fly ash .......................................... (II.20)

Dimana: Wc : Total berat gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Limbah Padat yang Diproduksi

Total limbah padat mengandung, selain sorbent yang dihabiskan (Lw), abu

batubara ASH, dan karbon yang tidak terbakar (1 – Ec), Kurang dari kandungan

CaO (XCaO), sulfur dikonversi menjadi CaSO4 dan termasuk dalam Lw. Limbah

padat yang dihasilkan per satuan bobot bahan bakar yang terbakar adalah:

Wa = Lw + ASH + (1 – Ec) – XCaO........................................................... (II.21)

Dimana: Wa : Limbah padat yang diproduksi [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Lw : Spent sorbent [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

ASH : Jumlah abu pada batubara

Ec : Efisiensi pembakaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-26

XCaO : Fraksi CaO (kalsium oksida)

Sorbent terdekomposisi menjadi MgO dan CaO. Dari ini bagian CaO diubah

menjadi CaSO4. Sorbent yang dihabiskan dengan demikian akan mengandung

CaSO4, CaO, MgO, dan komponen inert dari sorbent. Bobot sorbent yang

dihabiskan yang dihasilkan per satuan berat batubara yang terbakar (Lw), adalah

jumlah CaSO4, CaO, MgO, dan inerts.

Spent sorbent = calsium sulfate + calsium oxide + magnesium oxide + inert

Lw = 136 x 𝑆

32 x Esor + 56 x (

πΏπ‘ž . π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3

100βˆ’

𝑆 . πΈπ‘ π‘œπ‘Ÿ

32) +

40 . πΏπ‘ž. 𝑋𝑀𝑔𝐢𝑂3

84 + Lq . Xinert ........... (II.22)

Dimana: Lw : Spent sorbent [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

S : Jumlah sulfur pada batubara

Esor : Pereduksian kadar SO2

Lq : Batu kapur yang dibutuhkan [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3 : Fraksi CaCO3 (kalsium karbonat)

𝑋𝑀𝑔𝐢𝑂3 : Fraksi MgCO3 (kalsium karbonat)

Xinert : Fraksi kandungan zat lain pada sorbent

Heat Balance

Fraksi atau efisiensi termal boiler dihitung dengan melakukan keseimbangan

panas di sekitar boiler. Keseimbangan panas boiler CFB, meskipun mirip dengan

jenis boiler lainnya, tidak persis sama. Hal ini membutuhkan beberapa

pertimbangan khusus.

Dalam boiler berbahan bakar batubara konvensional, suhu gas buang dibatasi

oleh titik embun sulfur dioksida dalam gas buang. Sebuah fluidized bed boiler, di

sisi lain dapat dirancang untuk suhu gas buang jauh lebih rendah karena gas

cerobongnya relatif bebas dari sulfur dioksida karena penangkapan sulfur di ruang

bakar. Dengan demikian, kehilangan gas buang dalam boiler CFB bisa lebih rendah

dari pada boiler konvensional. Tabel II.5 membandingkan kerugian panas dari

boiler CFB dengan boiler konvensional. Persamaan untuk perhitungan heat balance

didapatkan dari buku (Basu P. , 2006) dijelaskan pada bagian berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-27

1. Base Temperature

Base temperature merupakan temperatur udara di lingkungan sekitar yang

biasanya berkisar diantara 30 ̊C.

2. Enthalpi air pada temperatur 30 ̊C

Nilai enthalpi air pada temperatur 30 ̊C dapat diketahui menggunakan Tabel

5.1 steam table properties (saturated water) pada lampiran 5.

3. Enthalpi uap pada temperatur 190 ̊C dan tekanan 33 bar

Nilai enthalpi uap pada temperatur 190 ̊C dan tekanan 33 bar dapat diketahui

menggunakan Tabel 5.1 steam table properties (saturated water) pada

lampiran 5 dikurangi dengan enthalpi air pada temperatur 30 ̊C.

4. Panas spesifik gas buang

Nilai panas spesifik pada gas buang untuk boiler fluidized bed dengan bahan

bakar batubara dapat dicari menggunakan Tabel II.5 sebagai berikut:

Tabel II.5 Panas spesifik dan konduktivitas termal gas buang pada FBC

(Basu P. , 2006)

5. Moisture losses

Kelembaban membawa serta sejumlah panas yang dikenal sebagai kehilangan

kelembaban. Kelembaban dalam gas buang terdiri dari tiga komponen: uap air

dari udara, batubara, dan hydrogen didalam bahan bakar. Karena pada boiler

CFB ditambahkan batu kapur kedalam ruang bakar sehingga kelembaban pada

batu kapur diperhitungkan. Losses kelembaban untuk setiap komponen ini

dihitung secara terpisah.

a. Loss due to moisture pada batubara didalam bahan bakar

Batubara mungkin mengandung beberapa uap air, yang kerugiannya dapat

dihitung dengan:

Loss due to moisture in fuel = 1 π‘₯ 𝑀𝑓 π‘₯ β„Žπ‘” π‘₯ 100

𝐻𝐻𝑉 ................................. (II.23)

Dimana: Mf : Kelembaban batubara

hg : Enthalpy uap pada 190 ̊C

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-28

HHV : Nilai pembakaran atas [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

b. Moisture pada udara didalam bahan bakar

Kehilangan panas akibat kelembaban relatif tinggi karena suhu tumpukan

tipikal berada di atas titik penguapan air. Kehilangan kelembaban pada

udara didalam bahan bakar didefinisikan sebagai:

Lm,air = π‘€π‘‘π‘Ž . 𝐸𝐴𝐢 . π‘‹π‘š . β„Žπ‘” . 100

𝐻𝐻𝑉 ........................................................... (II.24)

Dimana: Lm,air : Moisture pada udara didalam bahan bakar [%]

Mda : Theoritical dry air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

EAC : Excess air coefficient (1,2)

Xm : Fraksi moisture

c. Moisture pada hidrogen didalam bahan bakar

Bila 2 kg hidrogen dibakar, 18 kg air dihasilkan. Dengan demikian,

kehilangan kelembaban dari kandungan hidrogen bahan bakar, dihitung

dengan persamaan:

Lm,h = 9 π‘₯ 𝐻 π‘₯ β„Žπ‘” π‘₯ 100

𝐻𝐻𝑉 ......................................................................... (II.25)

Dimana: Lm,h : Moisture pada hidrogen didalam bahan bakar [%]

H : Jumlah hidrogen pada batubara

d. Loss due to moisture in sorbent didalam bahan bakar

Batu kapur mungkin mengandung beberapa uap air, H2O, yang

kerugiannya dapat dihitung dengan persamaan:

Loss due to moisture in sorbent = πΏπ‘ž π‘₯ 𝑀𝑓 π‘₯ β„Žπ‘” π‘₯ 100

𝐻𝐻𝑉 ........................... (II.26)

Dimana: Lq : Batu kapur yang dibutuhkan [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Mf : Kelembaban batubara

6. Calcination loss

Bila boiler menggunakan batu kapur untuk menangkap sulfur, dua syarat

tambahan, kehilangan kalsinasi, dan kredit sulfasi dipertimbangkan dalam

neraca panas. Batu kapur dan dolomit mengandung kalsium karbonat,

magnesium karbonat, dan kotoran. Saat terkena panas ruang bakar, kedua

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-29

karbonat mengkalsinasi oksida masing-masing. Kehilangan panas dari

kalsinasi dapat dihitung dari persamaan berikut:

a. Calcination loss CaCO3 didalam bahan bakar

Untuk penyerapan SO2, batu kapur dimasukkan ke dalam ruang bakar. Batu

kapur pertama dikalsinasi ke CaO melalui reaksi berikut:

CaCO3 ↔ CaO + CO2 – 1830 kJ/kg of CaCO3

Calcination loss CaCO3 = π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3 . πΏπ‘ž . 1830 [

π‘˜π½

π‘˜π‘”] . 100

𝐻𝐻𝑉 ............................ (II.27)

Dimana: π‘‹πΆπ‘ŽπΆπ‘‚3 : Fraksi CaCO3 (kalsium karbonat)

Lq : Batu kapur yang dibutuhkan [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

b. Calicination loss MgCO3 didalam bahan bakar

Jika sorbent mengandung magnesium karbonat, reaksi tambahan

terjadi:

MgCO3 ↔ MgO + CO2 – 1183 kJ/kg of MgCO3

Calcination loss MgCO3 = 𝑋𝑀𝑔𝐢𝑂3 . πΏπ‘ž . 1183 [

π‘˜π½

π‘˜π‘”] . 100

𝐻𝐻𝑉 .......................... (II.28)

Dimana: 𝑋𝑀𝑔𝐢𝑂3: Fraksi MgCO3 (magnesium karbonat)

Lq : Batu kapur yang dibutuhkan [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

7. Sulfation credit didalam bahan bakar

Batu kapur yang dikalsinasi (CaO) bereaksi dengan sulfur dioksida (SO2)

sehingga menghasilkan kalsium sulfat (CaSO4) sesuai dengan reaksi eksoterm

berikut:

CaCO3 + SO2 + 12 O2 β†’ CaSO4 + CO2 + 15141 kJ/kg of sulfur

Heat gained from sulfation = πΈπ‘ π‘œπ‘Ÿ π‘₯ 𝑆 π‘₯ (βˆ’15141 [

π‘˜π½

π‘˜π‘”]) π‘₯ 100

𝐻𝐻𝑉 .......................... (II.29)

Dimana: Esor : Pereduksian kadar SO2

S : Jumlah sulfur pada batubara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-30

8. Karbon yang tidak terbakar

Ini merupakan kerugian yang mudah terbakar, yang merupakan fungsi dari

sejumlah faktor desain dan operasi. Kerugian yang mudah terbakar bisa berupa

hidrokarbon yang tidak terbakar dan karbon monoksida.

Namun, karbon padat yang tidak terbakar mewakili fraksi utama. Data yang

tersedia dari tanaman CFB komersial memperkirakan bahwa karbon yang tidak

terbakar di dasar abu sekitar 0,2 – 4,0% dan 4,0 – 9,0% pada abu terbang (Lee

et al., 1999). Tungku yang lebih tinggi dengan siklon yang efisien biasanya

memiliki kerugian yang mudah terbakar lebih rendah. Ucl kehilangan karbon

yang tidak terbakar, dalam persentase dapat dihitung sebagai berikut:

Ucl = 𝑋𝑐 . π‘Šπ‘Ž . 32790 . 100

𝐻𝐻𝑉 ........................................................................... (II.30)

Dimana: Ucl : Karbon yang tidak terbakar [%]

Xc : Ash content

Wa : Limbah padat yang diproduksi [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

9. Heat in dry flue gas

Kerugian ini terdiri dari dua komponen: gas buang kering dan uap air di dalam

bahan bakar. Hilangnya gas buang kering dapat dihitung sebagai berikut:

Lstack = π‘Šπ‘ π‘₯ 𝐢𝑓 π‘₯ (π‘‡π‘“βˆ’ π‘‡π‘Ž) π‘₯ 100

𝐻𝐻𝑉 .................................................................... (II.31)

Dimana: Lstack : Heat in dry flue gas [%]

Wc : Total berat gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Cf : Panas spesifik [ π‘˜π½

π‘˜π‘” . 𝐾]

Tf : Temperatur gas buang [K]

Ta : Base temperatur [K]

10. Heat loss radiasi dan konveksi

Heat loss radiasi dan konveksi dapat diketahui menggunakan Tabel II.6

sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-31

Tabel II.6 Heat losses pada circulating fluidized bed

(Basu P. , 2006)

11. Ash loss

Kerugian abu dihasilkan karena pembakaran kandungan abu pada batubara.

Ash loss = π‘Šπ‘Ž π‘₯ 0,2 π‘₯ 4,186 π‘₯ π‘‡π‘Žπ‘ β„Ž π‘₯ 100

𝐻𝐻𝑉 ......................................................... (II.32)

Dimana: Wa : Limbah padat yang diproduksi [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Tash : Temperatur ash keluar boiler [K]

12. FD fan credit

Kehilangan panas lainnya harus diestimasi sesuai pengalaman sebelumnya

karena tidak dapat dihitung secara langsung. Kerugian ini, yang meliputi

kehilangan radiasi konvektif, kehilangan panas yang sensitif terhadap abu,

kredit kipas angin, dan kerugian lain yang tidak terhitung.

Asumsi yang digunakan sebesar 1%

13. Total kehilangan panas

Kehilangan panas total dapat dihitung dengan menambahkan semua kerugian

yang terjadi pada ruang bakar. Dengan rumus sebagai berikut:

Ltotal = Loss due to mositure in sorbent + Loss due moisture in fuel +

Calcination loss CaCO3 + Calcination loss MgCO3 + Heat gained

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-32

from sulfation + Ucl + Lstack + Lm,h + Lm,air + Heat loss in radiation and

convection + Ash loss + FD fan credit ........................................ (II.33)

Dimana: Ltotal : Total kehilangan panas [%]

Ucl : Karbon yang tidak terbakar [%]

Lstack : Heat in dry flue gas [%]

Lm,h : Moisture pada hidrogen didalam bahan bakar [%]

Lm,air : Moisture pada udara didalam bahan bakar [%]

14. Effisiensi

Efisiensi boiler didefinisikan oleh fraksi panas pembakaran total yang

dilepaskan yang dialihkan ke air dan uap. Hal ini dihitung dengan mengurangi

semua jenis kerugian dari masukan energi bahan bakar. Metode ini disebut

metode heat loss. Efisiensi boiler dapat dihitung dengan persamaan di bawah

ini:

Ξ· = (1 – Ltotal) x 100 ................................................................................ (II.34)

Dimana: Ξ· : Efisiensi [%]

Ltotal : Total kehilangan panas [%]

Fuel Heat Input

Perhitungan fuel heat input dilakukan untuk mengetahui jumlah kalor yang

masuk kedalam ruang bakar dengan memperhitungkan losses yang terjadi didalam

ruang bakar. Nilai fuel heat input diketahui menggunakan pesamaan pada buku

(Basu P. , 2015) sebagai berikut:

Qi = οΏ½Μ‡οΏ½uap

1βˆ’ πΏπ‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ ............................................................................................. (II.35)

Dimana: Qi : Fuel heat input [kW]

οΏ½Μ‡οΏ½uap : Laju kalor total pembangkitan uap [kW]

Ltotal : Total kehilangan panas [%]

Mass Balance

Keseimbangan massa menentukan komponen penting seperti pembagian abu

bakar dan menghabiskan batu kapur antara kolektor partikulat dan pengeringan bed.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-33

Ini juga memerlukan perhatian khusus pada boiler CFB, terutama dengan

kemampuan menangkap belerang.

Bahan bakar dan sorbent adalah dua jenis zat padat utama yang dimasukkan

ke dalam ruang bakar CFB. Bagian dari bahan bakar muncul sebagai produk gas

SO2 dan CO2. Sisa bahan bakar muncul sebagai produk limbah di berbagai lokasi

pada bed. Terkadang bahan tambahan ditambahkan untuk menjaga keseimbangan.

Input dan output dari aliran padat pada boiler CFB tercantum di bawah ini:

Tabel II.7 Mass balance pada boiler CFB

(Basu P. , 2006)

Pengetahuan tentang masing-masing komponen dari masukan dan keluaran

aliran padat diperlukan untuk perancangan sistem umpan / drainase system dan

hopper / debit cerobong. Desain berlebihan dari sistem pembuangan abu

menghasilkan pemborosan ruang dan biaya modal yang lebih tinggi. Desain yang

mendasari menyebabkan overloading, dan mungkin kegagalan total sistem

penanganan yang solid. Dengan demikian penting untuk mengetahui bagaimana

total limbah padat yang dihasilkan dalam pembakar didistribusikan di antara aliran

padat yang berbeda. Nilai heat balance dketahui menggunakan pesamaan pada

buku (Basu P. , 2015) sebagai berikut:

1. Kebutuhan bahan bakar

Kebutuhan bakar bakar adalah jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk tiap

satuan waktu pada proses pembangkitan uap dengan kondisi yang diinginkan.

Kebutuhan bahan bakar dapat dihitung sebagai berikut:

�̇�𝑐 = 𝑄𝑖

𝐻𝐻𝑉 ................................................................................................. (II.36)

Dimana: �̇�𝑐 : Kebutuhan bahan bakar [π‘˜π‘”

𝑠]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-34

Qi : Fuel heat input [kW]

HHV : Nilai pembakaran atas [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

2. Laju aliran abu batubara

Ma = ASH x �̇�𝑐 ....................................................................................... (II.37)

Dimana: Ma : Laju aliran abu batubara [π‘˜π‘”

𝑠]

ASH : Jumlah abu pada batubara

�̇�𝑐 : Kebutuhan bahan bakar [π‘˜π‘”

𝑠]

3. Laju aliran fly ash (10% dari total abu)

οΏ½Μ‡οΏ½π‘“π‘Ž = 0,1 x Ma ....................................................................................... (II.38)

Dimana: οΏ½Μ‡οΏ½π‘“π‘Ž : Laju aliran fly ash [π‘˜π‘”

𝑠]

4. Laju aliran sorbent

οΏ½Μ‡οΏ½π‘ π‘œπ‘Ÿπ‘π‘’π‘›π‘‘ = �̇�𝑐 x Lq ................................................................................. (II.39)

Dimana: οΏ½Μ‡οΏ½π‘ π‘œπ‘Ÿπ‘π‘’π‘›π‘‘ : Laju aliran abu batubara [π‘˜π‘”

𝑠]

Lq : Batu kapur yang dibutuhkan [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

5. Total abu

οΏ½Μ‡οΏ½π‘Žπ‘ β„Ž = �̇�𝑐 x Wa ..................................................................................... (II.40)

Dimana: οΏ½Μ‡οΏ½π‘Žπ‘ β„Ž : Total abu [π‘˜π‘”

𝑠]

Wa : Limbah padat yang diproduksi [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

6. Laju aliran primary air

οΏ½Μ‡οΏ½π‘π‘Ž = �̇�𝑐 x Mpa ...................................................................................... (II.41)

Dimana: οΏ½Μ‡οΏ½π‘π‘Ž : Laju aliran primay air [π‘˜π‘”

𝑠]

Mpa : Primary air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

7. Laju aliran udara

οΏ½Μ‡οΏ½π‘Žπ‘–π‘Ÿ = �̇�𝑐 x Mwa ..................................................................................... (II.42)

Dimana: οΏ½Μ‡οΏ½π‘Žπ‘–π‘Ÿ : Laju aliran udara [π‘˜π‘”

𝑠]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-35

Mda : Theoritical dry air [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

8. Laju aliran gas buang

�̇�𝑓𝑔 = �̇�𝑐 x Wc ....................................................................................... (II.43)

Dimana: �̇�𝑓𝑔 : Laju aliran gas buang [π‘˜π‘”

𝑠]

Wc : Total berat gas buang [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘”π‘π‘]

Furnace Cross Section

Tidak seperti boiler berbahan bakar batubara, kecepatan rata-rata cross-

sectional boiler CFB perlu diperiksa dengan hati-hati. Untuk mendapatkan manfaat

maksimum dari proses fluidized yang cepat, bed harus dioperasikan dalam batas-

batas kecepatan kecepatan dan sirkulasi tertentu. Tabel II.7 menyajikan tingkat

pelepasan panas pada beberapa boiler CFB komersial besar. Meskipun pelepasan

panas tergantung pada sifat bahan bakar dan preferensi pabrikan, tingkat pelepasan

panas umumnya berkisar antara 3,0 – 4,5 MW/m2 di bagian atas bed. Tingkat

pelepasan panas volumetrik bukanlah kriteria desain utama pada boiler CFB. Tabel

II.7, bagaimanapun, menghitung ini dan ditemukan mendukung kisaran 0,08 – 0,15

MW/m3. Bahaya erosi dan kebutuhan daya kipas tinggi mungkin menjadi alasan

untuk tingkat pelepasan panas yang rendah. Aturan umum untuk menghindari erosi

ruang bakar adalah penggunaan kecepatan fluidisasi yang tidak melebihi 5 m/s

(Basu P. , 2006). Nilai furnace cross section dketahui menggunakan pesamaan pada

buku (Basu P. , 2015) sebagai berikut:

1. Kebutuhan kalor pembakaran

Kalor yang dilepaskan oleh bahan bakar tidak seutuhnya diserap oleh air karena

adanya kerugian yang terjadi saat proses perpindahan kalor. Kerugian tersebut

dapat diakibatkan oleh pembakaran yang tidak sempurna, pelepasan kalor

kelingkungan melalui abu. Kebutuhan kalor pembakaran untuk proses

pembakaran dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

�̇�𝑏𝑏 = �̇�𝑐 x LHV ..................................................................................... (II.44)

Dimana: �̇�𝑏𝑏 : Kebutuhan kalor pembakaran [π‘˜π½

𝑠]

�̇�𝑐 : Kebutuhan bahan bakar [π‘˜π‘”

𝑠]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-36

LHV : Nilai pembakaran bawah [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

2. Pelepasan panas (Heat release)

Meskipun heat release tergantung pada sifat bahan bakar dan preferensi

produsen, laju pelepasan panas umumnya berkisar diantara 3,0 – 4,5 MW/m2

di bagian atas bed. Tingkat pelepasan panas volumetrik bukanlah kriteria

desain utama pada boiler CFB. Untuk mengetahui nilai heat release dapat

menggunakan Tabel II.8 sebagai berikut:

Tabel II.8 Heat release untuk komersial CFB boiler

(Basu P. , 2015)

3. Luas penampang bed

Luas penampang bed dapat diketahui dengan mebagi jumlah fuel heat input

dengan heat release pada bagian ats bed. Sehingga luas penampang bed

adalah sebagai berikut:

Abed = 𝑄𝑖

π»π‘’π‘Žπ‘‘ π‘Ÿπ‘’π‘™π‘’π‘Žπ‘ π‘’ .................................................................................... (II.45)

Dimana: Abed : Luas penampang bed [m2]

Qi : Fuel heat input [kW]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-37

4. Massa jenis gas buang pada temperatur 850 ̊C

Dengan nilai Molecular mass of flue gas sebesar 29,5 [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘šπ‘œπ‘™] dan niali konstanta

gas sebesar 8,314 x 10-2 [π‘š3 . π‘π‘Žπ‘Ÿ

π‘˜π‘šπ‘œπ‘™ . 𝐾]. Nilai massa jenis gas buang dapat dicari

menggunakan persamaan berikut:

ρf = n x 𝑃

𝑅𝑔 π‘₯ π‘‡π‘“π‘’π‘Ÿπ‘›π‘Žπ‘π‘’ ................................................................................. (II.46)

Dimana: ρf : Massa jenis gas buang [π‘˜π‘”

π‘š3]

n : Molecular mass of flue gas [ π‘˜π‘”

π‘˜π‘šπ‘œπ‘™]

Rg : Konstanta gas [π‘š3 . π‘π‘Žπ‘Ÿ

π‘˜π‘šπ‘œπ‘™ . 𝐾]

Tfurnace : Temperatur ruang bakar [K]

5. Kecepatan fluidasi pada temperatur 850 ̊C

Bahaya erosi dan kebutuhan daya kipas tinggi mungkin menjadi alasan untuk

tingkat pelepasan panas yang rendah. Aturan umum untuk menghindari erosi

pada ruang bakar adalah penggunaan kecepatan fluidisasi yang tidak melebihi

5 m/s (Basu P. , 2006).

vfluidizing = �̇�𝑓𝑔

ρ x 𝐴𝑏𝑒𝑑 .................................................................................... (II.47)

Dimana: vfluidizing : Kecepatan fluidasi [π‘˜π‘”

𝑠]

�̇�𝑓𝑔 : Laju aliran gas buang [π‘˜π‘”

𝑠]

ρ : Massa jenis gas buang [π‘˜π‘”

π‘š3]

6. Luas yang dibutuhkan primary air

Udara utama masuk melalui bagian bawah furnace untuk membuat partikel bed

menjadi tefluidasi. Untuk menjaga bed agar tetap terfluidasi, bahkan di bawah

beban rendah, maka digunakan penampang sempit. Hal ini membantu menjaga

kecepatan fluidasi yang sama di atas dan di bawah tingkat udara sekunder di

bawah semua kondisi operasi. Sehingga luas yang dibutuhkan primary air yang

dibutuhkan adalah sebagai berikut:

Apa = οΏ½Μ‡οΏ½π‘π‘Ž

οΏ½Μ‡οΏ½π‘Žπ‘–π‘Ÿ x Abed .................................................................................... (II.48)

Dimana: Apa : Luasyang dibutuhkan primary air [m2]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-38

οΏ½Μ‡οΏ½π‘π‘Ž : Laju aliran primay air [π‘˜π‘”

𝑠]

οΏ½Μ‡οΏ½π‘Žπ‘–π‘Ÿ : Laju aliran udara [π‘˜π‘”

𝑠]

7. Bentuk penampang, lebar = 0,5 panjang

Lebar (atau kedalaman) ruang bakar seharusnya tidak begitu besar sehingga

mengakibatkan penetrasi udara sekunder yang buruk ke ruang bakar dan

penyebaran bahan volatil yang tidak seragam. Meskipun tidak ada aturan yang

tersedia saat ini, unit operasi dapat memberikan panduan yang baik untuk

memilih rasio ini.

a. Lebar

W = (𝐴𝑏𝑒𝑑

2 )0,5 ..................................................................................... (II.49)

Dimana: W : Lebar [m]

Abed : Luas penampang bed [m2]

b. Panjang

B = 𝐴𝑏𝑒𝑑

π‘Š ............................................................................................ (II.50)

Dimana: B : Panjang [m]

W : Lebar [m]

Furnace Height

Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui dimensi-dimensi dan tinggi

ruang bakar yang dibutuhkan dalam perancangan ruang bakar. Nilai furnace height

diketahui menggunakan pesamaan pada buku (Basu P. , 2015) sebagai berikut:

1. Koefisien perpindahan panas

Nilai koefisien perpindahan panas dapat dicari menggunakan Tabel II.9

sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-39

Tabel II.9 Perpindahan panas pada fluidized bed boiler

(Basu P. , 2006)

2. Temperatur dinding ruang bakar

Temperatur logam pada pipa evaporator umumnya 25 Β°C lebih panas dari pada

temperature saturasi air. Temperatur dinding ruang bakar dapat dihitung

menggunakan persamaan sebagai berikut:

Twall = Tsat + 25 [ ̊C] ................................................................................ (II.51)

Dimana: Twall : Temperatur dinding ruang bakar [ ̊C]

Tsat : Temperatur saturasi [ ̊C]

3. Laju kalor di evaporator

Laju kalor di evaporator adalah sejumlah kalor yang dibutuhkan untuk

memproduksi uap melalui proses pemanasan air umpan pada evaporator. Data

didapatkan dari basic design sistem boiler hasil simulasi menggunakan

software GateCycle yang terdapat pada lampiran 2. Sehingga nilai laju kalor di

evaporator dapat dihitung sebagai berikut:

οΏ½Μ‡οΏ½eva = msteam x (h3 – h2) ........................................................................... (II.52)

Dimana: οΏ½Μ‡οΏ½eva : Laju kalor di evaporator [MW]

οΏ½Μ‡οΏ½π‘ π‘‘π‘’π‘Žπ‘š : Laju aliran steam [π‘˜π‘”

𝑠]

h2 : Enthalpy keluar economizer [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

h3 : Enthalpy masuk superheater [π‘˜π½

π‘˜π‘”]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-40

4. Log mean temperature difference

LMTD = βˆ†π‘‡1βˆ’ βˆ†π‘‡2

ln (βˆ†π‘‡1βˆ†π‘‡2

) ..................................................................................... (II.53)

a. Counter current flow

βˆ†T1 = Thi – Tco

βˆ†T2 = Tho – Tci

b. Co-current flow

βˆ†T1 = Thi – Tci

βˆ†T2 = Tho – Tco

Dimana: LMTD : Log mean temperature difference [ ̊C]

Tci : Cold temperature input [ ̊C]

Tco : Cold temperature output [ ̊C]

Thi : Hot temperature input [ ̊C]

Tho : Hot temperature output [ ̊C]

5. Luas evaporator

Luas evaporator dapat dihitung dengan membagi laju kalor di evaporator

dengan log mean temperature difference dan koefisien perpindahan panas.

Sehingga luas evaporator adalah sebagai berikut:

Aeva = οΏ½Μ‡οΏ½π‘’π‘£π‘Ž

𝐿𝑀𝑇𝐷 π‘₯ π‘ˆβ„Ž ....................................................................................... (II.54)

Dimana: Aeva : Luas evaporator [m2]

οΏ½Μ‡οΏ½eva : Laju kalor di evaporator [MW]

Uh : Koefisien perpindahan panas [π‘˜π‘Š

π‘š2 .𝐾]

6. Rasio luas permukaan aktual dengan luas dinding proyek

Ruang bakar boiler CFB biasanya dibangun dari panel wall tube . Jika tube

dengan diameter luar D berada pada pitch p; Rasio luas aktual dan luas dinding

yang diproyeksikan adalah:

Ax = πœ‹ π‘₯

𝐷

2 + 𝑝 βˆ’ 𝐷

𝑝 ....................................................................................... (II.55)

Dimana: Ax : Rasio luas permukaan aktual dengan ruang bakar

D : Diameter [inch]

p : Pitch [inch]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-41

7. Luas proyek yang dibutuhkan

Luas proyek yang dibutuhkan adalah luas evaporator dibagi dengan rasio luas

permukaan aktual dengan luas dinding proyek. Sehingga luas proyek yang

dibutuhkan adalah sebagai beikut:

A = π΄π‘’π‘£π‘Ž

𝐴π‘₯ ................................................................................................... (II.56)

Dimana: A : Luas ruang bakar [m2]

Aeva : Luas evaporator [m2]

Ax : Rasio luas permukaan aktual dengan ruang bakar

8. Luas roof

Luas roof memiliki nilai yang sama dengan luar penampang bed. Sehingga luas

roof adalah sebagai berikut:

Aroof = Abed .............................................................................................. (II.57)

Dimana: Aroof : Luas roof [m2]

Abed : Luas penampang bed [m2]

9. Luas dinding ruang bakar

Dinding ruang bakar berfungsi sebagai tempat penguapan air. Dinding ini

berupa pipa-pipa yang berisi air yang berderet secara vertical yang dipanaskan

oleh kalor dari hasil pembakaran bahan bakar. Luas dinding ruang bakar

merupakan pengurangan dari luas proyek yang dibutuhkan dikurangi dengan

luas roof. Sehingga luas dinding ruang bakar adalah sebagai berikut:

Awall = A – Aroof ....................................................................................... (II.58)

Dimana: Awall : Luas dinding ruang bakar [m2]

Aroof : Luas penampang roof [m2]

10. Opening area

Opening area adalah luas dinding yang tidak menghantarkan panas. Opening

area pada dinding diasumsikan 30% luas penampang bed. Sehingga opening

area adalah sebagai berikut:

Aunvailable = 0,3 x Abed ............................................................................... (II.59)

Dimana: Aunvailable : Luas dinding yang tidak menghantarkan panas [m2]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-42

Abed : Luas penampang bed [m2]

11. Luas dinding ruang bakar keseluruhan

Luas dinding ruang bakar keseluruhan adalah jumlah luas dinding ruang bakar

dengan opening area pada ruang bakar sebesar 30%. Sehingga luas dinding

ruang bakar keseluruhan adalah sebagai berikut:

Awall(total) = Awall + Aunvailable ..................................................................... (II.60)

Dimana: Awall(total) : Luas dinding ruang bakar keseluruhan [m2]

Aunvailable : Luas dinding yang tidak menghantarkan panas [m2]

12. Tinggi ruang bakar

L = π΄π‘€π‘Žπ‘™π‘™(π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™)

2 π‘₯ (π‘Š + 𝐡) .......................................................................................... (II.61)

Dimana: L : Tinggi ruang bakar [m]

W : Lebar [m]

B : Panjang [m]

Ketebalan Dinding Furnace

Dinding furnace tersusun dari beberapa lapisan dan berbagai jenis dinding.

Dinding ini berfungsi untuk mengisolasis panas yan terjadi didalam ruang bakar

sehingga akan mengurangi panas yang terbuang ke lingkungan. Lapisan dalam

harus memiliki ketahanan yang tinggi pada temperatur yang tinggi, karena langsung

berhubungan dengan gas asap panas hasil pembakaran. Temperatur lapisan luar

diusahakan mendekati temperatur lingkungan yaitu sekitar 25 – 35 ̊C. Ketebalan

dinding furnace dapat diketahui menggunakan pesamaan pada buku (Incropera &

Dewitt, 2011) sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-43

Gambar II.11 Skematik perpindahan kalor pada dinding furnace

(Incropera & Dewitt, 2011)

1. Ketebalan dinding furnace bagian luar dapat dicari dengan persamaan:

οΏ½Μ‡οΏ½d2 = οΏ½Μ‡οΏ½cv

𝐾2

𝐿2 π‘₯ 𝐴 π‘₯ (𝑇2 βˆ’ 𝑇3) = β„Žπ‘œ π‘₯ (𝑇3 βˆ’ 𝑇4)

L2 = 𝐾2 π‘₯ (𝑇2βˆ’π‘‡3)

β„Žπ‘œ π‘₯ (𝑇3βˆ’π‘‡4) ...................................................... (II.62)

Dimana: L2 : Ketebalan dinding luar furnace [m]

K2 : Konduktivitas termal dinding luar furnace [ π‘Š

π‘š . 𝐾]

ho : Koefisien perpindahan panas konveksi [ π‘Š

π‘š2 . 𝐾]

T : Temperatur [̊C]

2. Ketebalan dinding furnace bagian dalam dapat dicari dengan persamaan:

οΏ½Μ‡οΏ½d1 = οΏ½Μ‡οΏ½d2

𝐾1

𝐿1 π‘₯ 𝐴 π‘₯ (𝑇1 βˆ’ 𝑇2) =

𝐾2

𝐿2 π‘₯ 𝐴 π‘₯ (𝑇2 βˆ’ 𝑇3)

L1 = 𝐾1 π‘₯ (𝑇1βˆ’π‘‡2)

π‘˜2 π‘₯ (𝑇2βˆ’π‘‡3) π‘₯ 𝐿2 .................................... (II.63)

Dimana: L1 : Ketebalan dinding dalam furnace [m]

K1 : Konduktivitas termal dinding dalam furnace [ π‘Š

π‘š . 𝐾]

K2 : Konduktivitas termal dinding luar furnace [ π‘Š

π‘š . 𝐾]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-44

T : Temperatur [̊C]

Perancangan Pipa Evaporator

Pipa evaporator yang digunakan dalam perancangan harus dapat mentransfer

panas dari hasil pembakaran kedalam air sehingga menjadi uap. Pipa evaporator

ini harus dapat menahan tekanan yang terjadi didalam pipa maupun diluar pipa

untuk mencegah terjadinya ledakan akibat tekanan berlebih dan kebocoran pada

pipa. Standar yang digunakan untuk merancangan pipa evaporator ini

menggunakan ASME B31.1 Pressure Piping. Untuk mengetahui ketebalan tekanan

desain dapat dicari menggunakan persamaan sebagai berikut:

t = 𝑃𝑠 π‘₯ 𝐷

2 π‘₯ ((𝑆 π‘₯ 𝐸 π‘₯ π‘Š) + (𝑃𝑠 π‘₯ π‘Œ) .......................................................................... (II.64)

Dimana: t : Ketebalan tekanan desain [inch]

PS : Tekanan desain [bar]

D : Diameter luar [inch]

S : Stresses allowable [bar]

E : Faktor kualitas sambungan pipa

W : Faktor pengurangan kekuatan akibat pengelasan

Y : Koefisien

Untuk mengetahui faktor pengurangan kekuatan pipa dari proses pengelasan

dapat dicari menggunakan Tabel II.10 sebagai berikut:

Tabel II.10 Faktor pengurangan kekuatan pipa dari proses pengelasan

(ASME, 2015)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap ...

II-45

Untuk mengetahui nilai koefisien Y dapat dicari menggunakan Tabel II.11

sebagai berikut: Tabel II.11 Koefisien Y

(ASME, 2015)

Ketebalan minimum yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan persamaan

sebagai berkut:

tm = t + c .................................................................................................. (II.65)

Dimana: tm : Ketebalan minimum [inch]

t : Ketebalan tekanan desain [inch]

c : Mechanical, stress and erosion allowance [inch]

Jumlah pipa yang dibutuhkan untuk evaporator dapat dicari menggunakan

persamaan sebagai berikut:

NT = 2 π‘₯ (π‘Š+𝐡)

π‘π‘–π‘‘π‘β„Ž ........................................................................................... (II.66)

Dimana: NT : Jumlah pipa [tube]

W : Lebar [m]

B : Panjang [m]