BAB II LANDASAN TEORI -...

34
10 BAB II LANDASAN TEORI Kisah Debora, Yael dan ibu Sisera dalam kitab Hakim-hakim agak unik dibandingkan dengan kisah tentang kaum perempuan lain dalam Perjanjian Lama. Kisah ini menunjukkan beberapa dinamika kehidupan sosial perempuan yang terjadi, seperti Debora sebagai satu-satunya hakim perempuan, ia juga disebut sebagai nabiah dan pemimpin perang melawan bangsa Kanaan; serta Yael sebagai ibu rumah tangga yang membunuh Sisera, panglima tentara Kanaan. Kedua perempuan ini memberikan gambaran tentang hubungan antar perempuan yang bersolider untuk melakukan pekerjaan besar bagi Israel. Sebaliknya, ibu Sisera menggambarkan tipikal ibu-ibu di dunia Israel Kuno yang tinggal di rumah dan menanti kepulangan anaknya. Guna mengkaji lebih dalam mengenai hubungan solidaritas antar perempuan dalam kisah Debora, Yael dan ibu Sisera ini, maka diperlukan beberapa kajian teoritis. Landasan teori dalam bab ini akan diawali dengan pembahasan mengenai konsep solidaritas sosial secara umum dalam masyarakat dan solidaritas sosial antara perempuan dengan perempuan lain dalam hubungan persaudarian (sisterhood), diikuti oleh pembahasan tentang tafsir feminis, kemudian diakhiri dengan kajian mengenai kehidupan kaum perempuan dalam dunia Israel Kuno. A. SOLIDARITAS SOSIAL 1. Solidaritas Sosial dalam Masyarakat Hidup bersama bagi manusia merupakan hal penting dalam kehidupan sosial. Setiap manusia dikodratkan untuk berelasi dengan orang lain sebagai bagian dari kelompok atau komunitas tertentu yang tercermin dalam interaksi sosial. Hubungan ini

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Kisah Debora, Yael dan ibu Sisera dalam kitab Hakim-hakim agak unik

dibandingkan dengan kisah tentang kaum perempuan lain dalam Perjanjian Lama.

Kisah ini menunjukkan beberapa dinamika kehidupan sosial perempuan yang terjadi,

seperti Debora sebagai satu-satunya hakim perempuan, ia juga disebut sebagai nabiah

dan pemimpin perang melawan bangsa Kanaan; serta Yael sebagai ibu rumah tangga

yang membunuh Sisera, panglima tentara Kanaan. Kedua perempuan ini memberikan

gambaran tentang hubungan antar perempuan yang bersolider untuk melakukan

pekerjaan besar bagi Israel. Sebaliknya, ibu Sisera menggambarkan tipikal ibu-ibu di

dunia Israel Kuno yang tinggal di rumah dan menanti kepulangan anaknya.

Guna mengkaji lebih dalam mengenai hubungan solidaritas antar perempuan

dalam kisah Debora, Yael dan ibu Sisera ini, maka diperlukan beberapa kajian teoritis.

Landasan teori dalam bab ini akan diawali dengan pembahasan mengenai konsep

solidaritas sosial secara umum dalam masyarakat dan solidaritas sosial antara

perempuan dengan perempuan lain dalam hubungan persaudarian (sisterhood), diikuti

oleh pembahasan tentang tafsir feminis, kemudian diakhiri dengan kajian mengenai

kehidupan kaum perempuan dalam dunia Israel Kuno.

A. SOLIDARITAS SOSIAL

1. Solidaritas Sosial dalam Masyarakat

Hidup bersama bagi manusia merupakan hal penting dalam kehidupan sosial.

Setiap manusia dikodratkan untuk berelasi dengan orang lain sebagai bagian dari

kelompok atau komunitas tertentu yang tercermin dalam interaksi sosial. Hubungan ini

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

11

menjadi kebutuhan penting manusia sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan lainnya.

Hubungan saling melengkapi dan saling membutuhkan antara individu dengan individu

lainnya dalam masyarakat ini dapat membentuk solidaritas sosial.

Konsep solidaritas sosial merupakan sumbangan pemikiran August Comte

(1798-1857) dalam menjelaskan tentang prinsip-prinsip keteraturan sosial dalam

perspektif positivisnya mengenai masyarakat. Menurutnya, agama dilihat sebagai

sumber utama solidaritas sosial dan konsensus. Isi kepercayaan agama mendorong

individu untuk berdisiplin dalam mencapai tujuan yang mengatasi kepentingan individu

dan meningkatkan perkembangan ikatan emosional yang mempersatukan individu

dalam keteraturan sosial. Ikatan emosional ini didukung oleh kepercayaan dan

partisipasi bersama dalam kegiatan pemujaan.1

Sosiolog lain yang terkenal dengan teori solidaritas sosial adalah Emile

Durkheim (1858-1917). Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia

memerlukan solidaritas. Menurutnya, solidaritas sosial adalah suatu keadaan hubungan

antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan

yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini

lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional,

karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu derajat

konsensus terhadap prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.2

Durkheim melihat konsep solidaritas di dalam masyarakat sebagai wadah yang

paling sempurna bagi kehidupan bersama antara manusia yang mengalami

perkembangan dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Ia menekankan

pada arti penting pembagian kerja dalam masyarakat, karena menurutnya pembagian

kerja adalah untuk meningkatkan solidaritas. Di dalam masyarakat yang sederhana,

1 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern – Jilid I, editor M. Z. Lawang (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), 89-90.

2 Johnson, Teori Sosiologi, 181.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

12

setiap orang melakukan hal yang pada dasarnya sama dan memiliki pengalaman yang

sama, sehingga mempunyai nilai bersama. Sebaliknya, di dalam masyarakat modern

setiap orang memiliki pekerjaan yang berbeda dan berbagai tugas yang terspesialisasi,

sehingga mereka tidak lagi memiliki pengalaman bersama.3

Perubahan dalam pembagian kerja ini mempunyai implikasi yang besar bagi

struktur masyarakat. Durkheim tertarik pada perubahan cara yang menghasilkan

solidaritas sosial dan bagaimana para anggota melihat dirinya sebagai bagian dari suatu

keseluruhan. Untuk menangkap hal tersebut, Durkheim mengacu pada dua tipe

solidaritas, yaitu solidaritas mekanik dan organik.

a. Solidaritas Mekanik

Durkheim menjelaskan bahwa solidaritas mekanik didasarkan pada suatu

kesadaran kolektif bersama dalam masyarakat.4 Kesadaran ini menunjuk pada

totalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga

masyarakat yang sama itu. Solidaritas mekanik merupakan solidaritas yang

tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat yang sama dan menganut

kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Oleh karena itu, sifat

individualitas tidak berkembang, individual ini akan terus-menerus dilumpuhkan

oleh tekanan yang besar untuk konformitas. Meskipun demikian, menurut

Durkheim masyarakat primitif mempunyai nurani koletif yang lebih kuat, yakni

pengertian, norma dan kepercayaan yang lebih banyak dianut bersama.5

Indikator lain yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah kerasnya

nilai-nilai atau hukum yang bersifat menekan atau represif. Durkheim

mendefenisikan suatu tindakan sebagai tindakan pidana ketika menyinggung

3 George Ritzer, Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir

Postmodern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 144. 4 Emile Durkheim, The Division of Labour in Society (New York: The Free Press, 1984), 84. 5 Ritzer, Teori Sosiologi, 148-150.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

13

kesadaran kolektif.6 Hukum yang bersifat represif ini menjustifikasi setiap

perilaku sebagai sesuatu yang jahat apabila mengancam atau melanggar kesadaran

kolektif yang kuat dalam masyarakat. Hukuman pada perilaku kejahatan

memperlihatkan pelanggaran moral dari masyarakat yang dipandang sudah

merusak keteraturan sosial. Hal ini kemudian menyebabkan orang-orang sangat

mirip di dalam tipe masyarakat tersebut.7

b. Solidaritas Organik

Solidaritas organik ditandai oleh orang-orang di dalam masyarakat modern yang

melakukan sederet tugas yang relatif sempit, sehingga membutuhkan orang lain.

Mereka membutuhkan berbagai jenis pelayanan yang disediakan orang lain agar

dapat hidup di dunia modern. Oleh karena itu menurut Durkheim, masyarakat

modern dipersatukan oleh spesialisasi orang-orang dengan pembagian tugas dan

kebutuhan mereka untuk layanan-layanan dari orang lain. Spesialisasi itu tidak

hanya mencakup para individu, tetapi juga kelompok-kelompok, struktur-struktur

dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, pembagian kerja dalam masyarakat

berfungsi untuk meningkatkan kapasitas reproduksi dan ketrampilan pekerja, serta

sebagai kondisi yang diperlukan untuk pengembangan intelektual dan material

dalam masyarakat.9 Pembagian kerja ini memiliki karakter moral yang lebih

penting, yaitu menciptakan perasaan solidaritas antara dua atau lebih orang.10

Masyarakat dengan solidaritas organik dipandang sebagai suatu sistem

fungsi yang berbeda dan dipersatukan oleh hubungan yang pasti. Setiap individu

6 Durkheim, The Division, 32. 7 Ramadhani Setiawan, “Solidaritas Mekanik ke Solidaritas Organik: Suatu Ulasan Singkat

Pemikiran Emile Durkheim,” dalam http://riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/SOLIDARITAS-MEKANIK-KE-SOLIDARITAS-ORGANIK.pdf, diunduh pada 01 oktober 2014 pukul 10.48 WIB.

8 Ritzer, Teori Sosiologi, 145-147. 9 Durkheim, The Division, 12. 10 Durkheim, The Division, 17.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

14

harus memiliki wilayah tindakan dan kepribadian sendiri sehingga individualitas

tumbuh pada saat yang sama sebagai bagian dari masyarakat. Persaingan yang

kurang dan diferensiasi yang lebih banyak memungkinkan orang untuk lebih

bekerja sama dan semua orang didukung oleh dasar sumber daya yang sama. Oleh

karena itu, perbedaan memungkinkan ikatan-ikatan yang bahkan lebih besar

daripada yang dimungkinkan oleh persamaan.11

Masyarakat dengan solidaritas organik dicirikan oleh hukum restitutif

yang menghendaki para pelanggar memberikan ganti rugi atas kejahatan mereka.

Di dalam masyakat demikian, pelanggaran dilihat sebagai perbuatan melawan

individu tertentu atau masyarakat daripada melawan sistem moral itu sendiri.12

Hukum ini dianggap sesuai dengan kondisi organik masyarakat karena bersifat

memulihkan keadaan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan dan

melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu

atau kelompok yang berspesialisasi dalam masyarakat. Hukum restitutif bekerja

melalui badan-badan khusus, yaitu pengadilan, hakim, pengacara dan meliputi

hukum perdata, komunal, prosedural.13 Tipe hukum ini tidak selalu menunjukkan

penderitaan di pihak pelaku, tetapi memulihkan hubungan yang telah terganggu

dari bentuk normal.

Konsep solidaritas sosial yang dikemukan oleh Comte dan Durkheim ini lahir

dalam konteks masyarakat yang bercorak sistem pertanian menjadi sistem industri pada

masa revolusi Perancis. Mereka menjadi saksi dari berbagai ketidakteraturan yang

ditimbulkan oleh revolusi Perancis pada masa itu. Banyak orang yang meninggalkan

usaha pertanian dan beralih ke pekerjaan industri yang ditawarkan oleh pabrik-pabrik

yang sedang berkembang, sehingga terjadi perubahan besar-besaran di bidang

11 Ritzer, Teori Sosiologi, 151. 12 Ritzer, Teori Sosiologi, 152. 13 Durkheim, The Division, 69-70.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

15

manufaktur, pertambangan, transportasi dan teknologi yang memiliki dampak yang

besar terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya di dunia.

Konsep solidaritas Comte dan Durkheim ini telah memberikan kontribusi yang

besar bagi pemahaman masyarakat tentang hubungan antara individu atau kelompok

berdasarkan nilai yang dianut bersama. Konsep ini mengkaji hubungan solidaritas

dalam masyarakat secara umum yang tidak menggambarkan adanya kelas-kelas sosial

seperti gender, status sosial maupun ras. Guna membantu penulis menganalisa

solidaritas antara kaum perempuan dalam kisah Debora, Yael dan ibu Sisera, maka

kajian teoritis yang membahas mengenai interaksi dan solidaritas antara perempuan

dengan perempuan lain dalam hubungan persaudarian (sisterhood) yang dikemukakan

oleh kaum feminis juga menjadi penting untuk dikaji.

2. Solidaritas Sosial antara Perempuan

Konsep mengenai solidaritas sosial antara perempuan dalam hubungan

persaudarian telah menjadi perhatian para feminis. Istilah persaudarian sendiri

digunakan di antara kaum feminis untuk mengekspresikan hubungan antara perempuan

yang tidak bertalian secara biologi, tetapi terikat dalam solidaritas dan kesediaan untuk

menjaga dan membantu kaum perempuan lainnya yang dimarginalkan. Aspek

fundamental dari persaudarian didasarkan pada kemampuan perempuan untuk maju

bersama-sama dalam cara yang berbeda dan tidak terbatas pada ras atau etnis tertentu.

Meskipun perbedaan usia, ras, kelas dapat menjadi penghambat dalam ikatan ini,

namun tujuan dan cita-cita yang sama dapat menjadi pertimbangan untuk

memungkinkan perempuan terikat dalam perjuangan bersama.14

14 Natália Fontes de Oliveira, “Sisterhood across Different Races and Ethnicities,” dalam

http://www.letras.ufmg.br/poslit/08_publicacoes_pgs/Em%20Tese%2017/17-3/TEXTO%209%20NAT%C3%81LIA.pdf, diunduh pada Kamis, 27 November 2014 pukul 01.40 WIB.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

16

Ikatan persaudarian sering merujuk kepada feminisme, partisipasi dalam

gerakan perempuan, dukungan terhadap perempuan lainnya, maupun pengakuan

terhadap kualitas kehidupan perempuan yang sering mengalami ketidakdilan sosial.

Penggunaan kata persaudarian menyiratkan bahwa perempuan saling berhubungan satu

sama lain dengan cara yang berbeda dari hubungan antara perempuan dengan laki-laki.

Namun di dalam konteks kehidupan perempuan yang berbeda, istilah persaudarian ini

dapat memiliki arti yang berbeda pula. Pada tahun 1970, feminis berkulit hitam menulis

tentang pemahaman-pemahaman yang kurang tepat tentang konsep persaudarian di

antara feminis berkulit putih kelas menengah-atas. bell hooks merupakan salah satu

feminis yang mengkritik teori feminisme Amerika sebagai sekedar kebangkitan

feminisme Amerika kulit putih, karena tidak mampu mengakomodir kehadiran

perempuan kulit hitam. Lebih spesifik, hooks mengkritik gagasan rasis dan kelas

perempuan berkulit putih ini dalam gerakan pembebasan perempuan dan mengomentari

penggunaan istilah “persaudarian.”15

hooks menyatakan bahwa seksisme yang menjadikan perempuan sebagai

korban penindasan dilakukan oleh struktur sosial, oleh individu-individu yang

mendominasi dan menindas, serta oleh perempuan sendiri yang disosialisasikan untuk

berperilaku seperti yang seharusnya dalam kaitan dengan status quo. Menurutnya,

ideologi supremasi laki-laki mendorong perempuan untuk percaya bahwa mereka tidak

bernilai, sehingga keterikatan dengan laki-laki akan memberikan nilai bagi perempuan.

Perempuan juga diajarkan bahwa perempuan lainnya adalah “musuh alami,” sehingga

mereka tidak dapat bersatu dalam ikatan solidaritas.16

15 Linda Napikoski, “Sisterhood: Feminisme Defenition,” dalam

http://womenshistory.about.com/od/feminism/a/Sisterhood_Feminism_Definition.htm, diakses pada Kamis, 27 November 2014 pukul 01.33 WIB.

16 bell hooks, Feminist Theory: From Margin to Center (London: Pluto Press, 2000), 43.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

17

hooks mendesak kaum perempuan untuk menciptakan ikatan dengan perempuan

lain. Namun, hal ini akan menjadi sulit karena perempuan terpisah oleh perilaku seksis,

ras, kelas dan hak-hak istimewa perempuan. Gerakan feminis menjadi langkah hooks

untuk memperkuat dan meningkatkan ikatan persaudarian sehingga meluruskan

pandangan perempuan bahwa tanpa adanya ikatan persaudarian, penindasan seksis

yang dialami perempuan juga tidak akan berakhir. Selain itu, kekuatan solidaritas

perempuan dapat mengubah paradigma penindasan dalam masyarakat yang merugikan

kaum perempuan.17

Kaum perempuan dapat diperkaya ketika mereka terikat satu sama lain, namun

model persaudarian yang diciptakan kelompok perempuan borjuis kulit putih tidak

dapat digunakan untuk menopang perempuan dari kelompok yang berbeda. Dalam

analisis mereka, dasar untuk ikatan persaudarian adalah menjadi korban penindasan.

Konsep ikatan ini secara langsung merefleksikan pemikiran supremasi laki-laki yang

mensosialisasikan perempuan untuk menjadi korban. Hal ini berarti bahwa perempuan

harus menerima diri mereka sebagai “korban” dalam rangka memahami bahwa gerakan

feminis relevan dengan kehidupan mereka. Dalam pemahaman ini, kaum perempuan

dapat meninggalkan gerakan feminis ketika mereka tidak lagi memiliki identitas

sebagai “korban.” hooks melihat metode ini sangat menjamin keberadaan perempuan

borjuis kulit putih dari berbagai gangguan dan ketidaknyamanan.18

Lebih lanjut hooks menyatakan bahwa untuk mengembangkan solidaritas antara

perempuan, kaum feminis tidak boleh terikat pada syarat-syarat yang ditetapkan oleh

ideologi budaya yang dominan. Ikatan persaudarian dapat terbentuk berdasarkan

komitmen politik dalam gerakan feminis yang bertujuan untuk mengakhiri penindasan

seksis. Untuk mencapai tujuan ini, perempuan harus merekonstruksi keterikatan dan

17 hooks, Feminist Theory, 44. 18 hooks, Feminist Theory, 45-46.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

18

kesadaran perempuan terhadap seksisme. Perempuan bekerja sama untuk mengekspos,

memeriksa dan menghilangkan pemahaman seksis yang disosialisasikan oleh laki-laki

dalam diri mereka, sehingga mendorong gerakan feminis untuk membantu perempuan

mengatasi keterasingan akibat sosialisasi seksis tersebut.19

Penghalang jalan solidaritas perempuan lain yang dikemukakan oleh hooks

adalah rasisme. Secara historis, banyak perempuan kulit hitam yang melihat perempuan

kulit putih sebagai pihak dengan otoritas yang dominan. Meskipun dalam budaya

patriarki, perempuan kulit putih dianggap sebagai superior yang lebih kejam dari kaum

laki-laki kulit putih. Hal inilah yang menyebabkan perempuan kulit hitam tidak tertarik

untuk mendukung gerakan feminis. Gerakan feminis lebih dipandang sebagai sebuah

gerakan yang mendukung perempuan borjuis kulit putih.20 Pada tahun-tahun terakhir,

isu rasisme menjadi topik yang diterima dalam diskusi feminis. Akan tetapi, isu ini

muncul bukan sebagai hasil dari perempuan kulit hitam yang memberi perhatian

terhadapnya, melainkan sebagai hasil masukan perempuan kulit putih yang

mengindikasikan bagaimana rasisme bekerja pada masa itu.21

Rasisme hanya akan menjadi permasalahan feminisme ketika perempuan kulit

putih menyadari bahwa hal tersebut sangat berhubungan dengan penindasan seksis.

Menurut hooks, perempuan akan mengetahui bahwa para feminis kulit putih mulai

menghadapi isu rasisme secara serius ketika mereka tidak hanya mengakui rasisme

dalam gerakan feminis, tetapi berjuang melawan penindasan yang berkaitan dengan isu

tersebut. Perempuan kulit putih akan memahami bahwa mereka telah membuat

komitmen politik untuk menghilangkan rasisme ketika mereka membantu mengubah

arah gerakan feminis dan berupaya untuk melupakan isu rasis yang telah berakar dalam

diri mereka, sehingga mereka tidak akan melanggengkan penindasan ras dan melukai

19 hooks, Feminist Theory, 47. 20 hooks, Feminist Theory, 50. 21 hooks, Feminist Theory, 52.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

19

perempuan non-kulit putih. Menurut hooks, hal ini merupakan gerakan radikal yang

menjadi landasan solidaritas politik antara perempuan kulit putih dan perempuan kulit

hitam, namun patut untuk diperjuangkan.22

Sejalan dengan isu seksis dan rasis, isu kelas sosial juga memberikan kesulitan

dalam solidaritas antar perempuan. Perempuan dengan kelas yang lebih tinggi memiliki

hak istimewa dalam kehidupan sosial, berbeda dengan perempuan yang berada di kelas

bawah. hooks berargumen bahwa untuk membangun persaudarian, perempuan harus

mengkritik dan menolak eksploitasi kelas, serta menghilangkan hak istimewa yang

dimiliki oleh kelas atas. Menurutnya, jelas bahwa sejumlah besar perempuan kulit

putih, terutama yang berasal dari kelas menengah ke atas telah memberikan dukungan

ekonomi terhadap gerakan feminis, berbeda dengan perempuan yang berada di kelas

bawah.23 Hal ini menyebabkan perempuan yang berada di bawah garis kemiskinan

tetap mendapatkan perlakuan eksploitatif. Jika perempuan miskin mampu mengatur

agenda pemikiran feminis, maka perjuangan kelas mungkin telah mendapatkan

perhatian yang lebih menonjol. Akan tetapi, perempuan borjuis kulit putih tidak pernah

menunjukkan bagaimana hak istimewa kelas terkait dengan penindasan seksis,

sehingga isu ini belum sepenuhnya berada di bawah lingkup gerakan feminis.24

Berdasarkan pemaparan mengenai ikatan persaudarian yang dikemukakan

hooks ini, isu-isu yang berkaitan dengan perilaku seksis, ras dan kelas sosial masih

menjadi permasalahan yang disadari atau tidak, melekat pada hubungan kaum

perempuan. Hal ini menjadi tembok pemisah antara perempuan dengan sesamanya

sehingga kecenderungan untuk memberikan rasa aman masih terfokus pada diri sendiri.

Selama isu-isu ini tetap menjadi pusat perhatian para perempuan secara pribadi, maka

upaya untuk memperbaiki kehidupan kaum perempuan lain yang mengalamai berbagai

22 hooks, Feminist Theory, 56-57. 23 hooks, Feminist Theory, 61. 24 hooks, Feminist Theory, 62.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

20

ketidakadilan sosial tidak dapat tercapai. Lebih ironis lagi, hal ini menjadi peluang bagi

laki-laki untuk memperkuat posisinya sebagai supremasi atas perempuan.

Sumber utama yang dipakai para feminis, termasuk hooks, lebih banyak berupa

pengalaman kaum perempuan Barat yang menyebabkan kecenderungan untuk men-

generalisasikan pengalaman mereka. Hal ini menyebabkan munculnya tokoh feminis

Asia yang mengkritisi hal tersebut, seperti Chandra Talpade Mohanty. Menurut

Mohanty, tindakan penghomogenisasian pengalaman para perempuan Barat hanya

mengukuhkan analisis feminis yang bersifat eurosentris dan mengingkari berbagai

pengalaman dari kelompok-kelompok non-Barat.25 Banyak kasus yang menempatkan

perempuan dunia ketiga dalam konteks “semua perempuan,” dengan pemahaman

bahwa semua perempuan di dunia adalah sama, padahal perempuan hidup dalam

konteks yang berbeda sehingga perjuangan pembebasan kaum perempuan di dunia

ketiga tentu sangat jauh berbeda dengan perjuangan perempuan di dunia pertama.

Mohanty menaruh perhatian pada pembahasan para feminis Barat mengenai

para perempuan di dunia ketiga. Ia melihat bahwa di mata para perempuan Barat, para

perempuan dunia ketiga adalah sekelompok orang yang “tidak berdaya” yang bersifat

homogen. Mereka dipandang sebagai korban-korban implisit budaya dan struktur sosial

ekonomi tertentu.26 Di dalam kritiknya terhadap konstruksi teoritis seperti ini, Mohanty

berpendapat bahwa tindakan ini merekonstruksikan para perempuan dunia ketiga

sebagai para korban yang hidup di bawah berbagai lapisan penindasan dan yang harus

direpresentasikan oleh para feminis Barat karena mereka tidak mampu untuk

merepresentasikan diri sendiri. Bagi Mohanty, gagasan ini semakin melestarikan

25 Chandra Talpade Mohanty, “Under Western Eyes: Feminist Scholarship and Colonial

Discourses” dalam Reina Lewis dan Sara Mills, ed., Feminist Postcolonial Theory: A Reader (Edinburgh, UK: Edinburgh University Press, 2003), 68.

26 Mohanty, “Under Western, 54.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

21

keunggulan para perempuan Barat terhadap non-Barat.27 Kritik Mohanty ini

mengindikasikan pentingnya menemukan sendiri keberadaan perempuan dunia ketiga

yang telah diasingkan dari partisipasi penuh untuk menyuarakan pembebasan mereka.

Sudah saatnya gerakan feminis lebih memperhatikan konteks sosial di mana perempuan

itu berada sehingga tidak menciptakan pemahaman yang palsu mengenai kesamaan

penindasan, kepentingan dan perjuangan di antara perempuan secara global.

Hubungan persaudarian di negara-negara dunia ketiga memiliki dimensi yang

berbeda. Dalam masyarakat agraris, para perempuan memiliki peranan penting dalam

pertanian. Di Afrika Barat, misalnya, kaum perempuan memberdayakan diri secara

berkelompok untuk mengelolah lahan pertanian mulai dari mencangkul, menanam

sampai memanen tanpa bergantung kepada laki-laki. Mereka memiliki status yang kuat

karena memiliki ladang dan hasil panen, serta mendominasi pasar lokal. Sementara di

India, perempuan secara berkelompok mengontrol pertanian sehingga mereka memiliki

lebih banyak kebebasan, status dan kekuasaan sosial. Laki-laki hanya diperlukan untuk

membajak.28 Interaksi antara kaum perempuan dalam konteks Negara agraris seperti ini

telah menunjukkan adanya solidaritas di antara mereka dalam hubungan kerja sama

yang terbentuk dari aktivitas sehari-hari yang membentuk nilai saling percaya dalam

memenuhi kepentingan bersama.

Pembahasan-pembahasan di atas telah memberikan beberapa gambaran

mengenai hubungan persaudarian dan perkembangannya di beberapa belahan dunia.

Berbagai bentuk hubungan dan interaksi antara perempuan dengan perempuan lain

yang ditunjukkan ini akan membantu penulis untuk melihat bagaimana dinamika sosial

dan hubungan antar perempuan yang tampak dalam kitab Hakim-hakim 4 dan 5.

27 Mohanty, “Under Western, 68. 28 “Women's Status in Agricultural Societies” dalam

http://www.public.iastate.edu/~cfford/WomensStatusinAgriculturalSocietiesF08.ppt, diakses pada Sabtu, 07 Februari 2015 pukul 11.38 WIB. Bahan ini disadur dari Marvin Harris, One Kind (USA: Harper Perennial, 1990).

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

22

B. TAFSIR FEMINIS

Ketika pembaca Alkitab hendak menginterpretasi teks yang berkaitan dengan

perempuan, termasuk kisah Debora, Yael dan ibu Sisera, maka penting untuk dikaji

dari kacamata feminis. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa teks Alkitab ditulis oleh

laki-laki sehingga memiliki semangat patriarkal yang kental dan tafsiran androsentris

yang menempatkan perempuan sebagai alat untuk melegitimasi peranan laki-laki.

Pendekatan ini akan membantu para pembaca untuk memberikan kajian yang kritis

mengenai peranan perempuan pada masa lalu sehingga posisi perempuan sebagai kelas

kedua dapat direkonstruksi dalam tatanan sosial yang patriarkal.

Beberapa teolog wanita dan mahasiswa teologi di awal tahun 1960-an

mengembangkan suatu jurusan teologi baru dalam pemikiran Kristen kontemporer yang

disebut sebagai teologi feminis.29 Teologi ini dipengaruhi oleh gerakan teologi

pembebasan dan berkembang sebagai reaksi protes terhadap dominasi serta penindasan

terhadap kaum perempuan yang berlangsung di dalam dan di luar gereja selama

berabad-abad.30 Titik tolak teologi feminis adalah bagaimana menata dan mengangkat

sebagai wacana teologi kehidupan serta pengalaman perempuan yang selama ini berada

di bawah ketertindasan dan ketidakadilan, serta dianggap sebagai kelas yang lebih

rendah oleh masyarakat.31

Teologi feminis terus berkembang untuk merekonstruksi paradigma gender agar

perempuan dapat terlibat sebagai manusia yang utuh dalam kekristenan. Hubungan

antara perempuan dan laki-laki seharusnya menjadi kesatuan yang saling melengkapi,

sehingga memberikan kebebasan baik bagi perempuan maupun laki-laki untuk

29 Agung Wibisana Surya, Arti dan Makna Keberadaan: Studi Kritis Hermeneutik Teologi

Feminis tentang Penggantian Nama Allah Tritunggal: Bolehkah Panggilan Allah Bapa Diganti dengan Allah Ibu? (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002), 13-14.

30 Anne Hommes, Perubahan Peranan Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat (Jakarta-Yogyakarta: BPK Gunung Mulia-Kanisius, 1992), 86.

31 Asnath Niwa Natar, Perempuan Indonesia: Berteologi dalam Konteks (Yogyakarta: Pusat Studi Feminis Fakultas Theologia Universitas Kristen Duta Wacana, 2004), 52.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

23

memajukan diri dan melangsungkan kehidupan yang tidak menyalahi kodrat manusia.

Guna mencapai tujuan ini, para teolog feminis telah berupaya membangun teologi

mereka berdasarkan metode dan pendekatan masing-masing sehingga teologi feminis

memiliki aneka ragam pendekatan dalam penafsiran dan analisis teks Alkitab.

Susan Brayford menyebutkan bahwa pendekatan feminis dalam studi biblika

dapat ditelusuri kemunculannya melalui publikasi The Woman’s Bible oleh Elizabeth

Cady Stanton pada tahun 1895.32 Dalam bukunya, Stanton dan rekan-rekannya

menafsirkan bagian-bagian Alkitab yang secara langsung merujuk dan menonjolkan

kaum perempuan. Mereka menyalahkan penggunaan Alkitab sebagai senjata yang

melegitimasi penindasan terhadap kaum perempuan. Akan tetapi, pendekatan Stanton

ini dianggap terlalu radikal oleh kaum feminis lainnya karena menyerang Alkitab dan

otoritas Alkitab secara terbuka.33

Pasca-Stanton, pendekatan feminis dalam membaca Alkitab relatif diam sampai

tahun 1970-an ketika para teolog seperti Phyllis Trible, Rosemary Ruether dan

Elizabeth Schüssler Fiorenza mulai menantang eksklusivitas yang berpusat pada laki-

laki.34 Carolyn Osiek kemudian mengklasifikasikan lima posisi utama hermeneutik

yang dikembangkan oleh para ahli feminis yang terlihat melalui karya mereka, yaitu

rejectionist, loyalist, revisionist, sublimationist dan liberationist.35

1. Rejectionist

Pendekatan hermeneutik rejectionist dipelopori oleh Mary Daly dan dipengaruhi

oleh Stanton. Daly melihat Alkitab sebagai sesuatu yang telah korup dan tidak

dapat diperbaiki lagi, sehingga pilihan satu-satunya adalah menolak Alkitab

32 Susan Brayford, “Feminist Criticism: Sarah Laughs Last,” dalam Joel M. LeMon dan Kend

Harold Richard, ed., Method Matters: Essays on the Interpretation of the Hebrew Bible in Honor of David L. Petersen (Atlanta: Society of Biblical Literature, 2009), 314.

33 Brayford, “Feminist Criticism, 314. 34 Brayford, “Feminist Criticism, 314. 35 Carolyn Osiek, “The Feminist and the Bible: Hermeneutical Alternatives,” HTS Teologies

Studies / Theoligical Studies Vol. 53, No. 4 (1997), 960.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

24

sepenuhnya dan semua tradisi keagamaan.36 Pandangan ini mengarah kepada

dualisme yang baru, yaitu laki-laki melambangkan kejahatan dan perempuan

melambangkan kebaikan. Hermeneutik rejectionist ini kemudian menjadi bentuk

teologis separatisme yang paling radikal.37 Heather McKay kemudian

mengusulkan kepada penganut aliran ini untuk meninggalkan integritas Alkitab,

bukan Alkitab itu sendiri. Alkitab sebagai produk sejarah dan budaya

menyediakan akses untuk mendengar suara-suara pada masa lalu yang

menampilkan secara minim mengenai perempuan dan peranannya. Penganut

paham ini, seperti Cheryl Exum, kemudian berupaya untuk menggali dengan teliti

teks-teks Alkitab untuk menemukan suara-suara yang teredam dan membawa

suara-suara ini keluar untuk dianalisis dan dikritik.38

2. Loyalist

Pendekatan hermeneutik loyalist berbanding terbalik dengan rejectionist. Para

penganutnya memiliki premis dasar, yaitu keabsahan Alkitab sebagai firman

Allah yang tidak dapat ditolak. Alkitab merupakan ungkapan otoritas Allah

sehingga tidak mungkin menindas. Namun jika terlihat demikian, maka kesalahan

terletak pada penafsir, tradisi penafsiran dan keterbatasan pengetahuan yang

direfleksikan melalui penafsiran mereka, bukan pada teks Alkitab. Pendekatan

loyalist menekankan pesan kemerdekaan dan kemanusiaan yang sejati. Laki-laki

dan perempuan dimaksudkan untuk hidup dalam kebahagiaan sejati dan saling

menghargai dalam rencana ilahi, bukan dalam pola-pola penindasan.39 Terhadap

pendekatan ini, Osiek menyadari bahwa kaum loyalist masih sangat rentan

terhadap godaan untuk merenggangkan sejarah dan arti harafiah dari teks Alkitab,

36 Brayford, “Feminist Criticism, 314; Osiek, “The Feminist, 960. 37 Osiek, “The Feminist, 961. 38 Brayford, “Feminist Criticism, 315. 39 Osiek, “The Feminist, 961-962.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

25

serta memiliki kecenderungan untuk mengabaikan implikasi politik dari apa yang

dilihat sebagai hasil penafsiran dari teks yang problematis. McKay menambahkan

bahwa kaum loyalist memberikan wewenang yang terlalu besar kepada Alkitab

dengan cara menekankan secara berlebihan peranan yang dimainkan perempuan

atau dengan menyajikan cerita yang bersifat ambigu melalui cara yang positif.40

3. Revisionist

Pendekatan revisionist mengambil jalan tengah antara rejectionist dan loyalist.

Penganut pendekatan ini mengakui bahwa teks-teks Alkitab bersifat androsentris

dan sering dikonstruksikan dan diperkuat dari sudut pandang patriarkal.

Revisionist menyalahkan berbagai perbedaan keadaaan sosial dan sejarah yang

dihubungkan dengan penulisan, pembacaan dan penafsiran teks Alkitab sebagai

penyebab rusaknya kebaikan yang terdapat dalam Alkitab. Mereka berpendapat

bahwa tradisi yang ada dapat dipulihkan dengan menggali teks dan konteks

Alkitab untuk menemukan jejak yang penting dan perlawanan yang dilakukan

oleh perempuan. Phyllis Trible dapat dikategorikan dalam pendekatan ini.41

Dalam menafsirkan cerita-cerita cinta dan teks-teks teror dalam Alkitab secara

retorik, Trible dibawa untuk menemukan pesan yang baik dalam teks

androsentris, namun tetap memperhatikan isu-isu misogini dalam teks. Teks dan

tafsiran yang mendukung penindasan laki-laki terhadap perempuan diakui Trible

berasal dari masa lalu. Karenanya, Trible meminta pembaca untuk menanggapi

pesan-pesan afirmatif yang ditemukan dalam teks Alkitab untuk mengubah

masyarakat di masa kini maupun masa depan. Terhadap pendekatan ini, Osiek

dan McKey menekankan bahwa jelas pendekatan revisionist merevisi penafsiran-

40 Brayford, “Feminist Criticism, 315. 41 Lihat Phyllis Trible, Texts of Terror: Literarry-Feminist Readings of Biblical Narratives

(Philadelphia: Fortress Press, 1984).

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

26

penafsiran dan menawarkan tantangan baru terhadap tradisi yang ada. Meskipun

demikian, teks Alkitab yang bersifat endrosentris tidak dapat diubah.42

4. Sublimationist

Pendekatan sublimationist memfokuskan pada gambaran dan simbol feminin

untuk menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kualitas maskulin dan

feminin. Banyak penganut pendekatan ini yang memfokuskan perhatiannya pada

simbol-simbol yang dikaitkan dengan kualitas feminin seperti mengasuh, merawat

dan menciptakan. Simbol lain yang menjadi fokus sublimationist misalnya Israel

sebagai mempelai perempuan Tuhan, dan gereja sebagai mempelai Kristus.

Menurut Osiek dan McKay, pendekatan ini membawa dampak pada

kecenderungan untuk mengabaikan isu-isu politik dan sosial yang menyatu dalam

teks-teks, karena sublimationist lebih menaruh perhatian pada bidang psikologi.43

5. Liberationist

Pendekatan terakhir adalah liberationist yang diprakarsai oleh Letty M. Russell

dan lainnya, dan kemudian dikembangkan oleh Elizabeth Schüssler Fiorenza dan

Rosemary Ruether.44 Berdasarkan pada teologi pembebasan, pendekatan ini

mengakui dan memahami bahwa penindasan terhadap kaum perempuan sebagai

bagian dari pola dominasi dan kekuasaan. Liberationist menganggap bahwa inti

pesan dari Alkitab adalah pembebasan manusia dari penindasan, baik fisik

maupun spiritual, serta memelihara tujuan dari interpretasi Alkitab; atau dengan

kata lain disebut sebagai transformasi. Jika teks-teks Alkitab yang ditafsirkan

tidak menunjukkan kesetaraan yang penuh bagi kaum perempuan, maka tafsiran

tersebut tidak dapat dipertimbangkan sebagai firman Allah.45

42 Brayford, “Feminist Criticism, 315-316. 43 Osiek, “The Feminist, 964-965; Brayford, “Feminist Criticism, 316. 44 Osiek, “The Feminist, 965. 45 Brayford, “Feminist Criticism, 316.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

27

Berbagai pendekatan di dalam kritik feminis ini menunjukkan bahwa

perempuan memiliki pengalaman, pandangan dan asumsi yang berbeda terhadap

Alkitab. Meskipun demikian, analisis feminis terhadap teks Alkitab bukanlah kegiatan

yang bersifat privat, tetapi memiliki ciri publik dan komunal. Para feminis sama-sama

menaruh perhatian pada isu patriarki dan androsentrisme yang sangat dominan dalam

teks-teks Alkitab, sehingga penafsiran-penafsiran yang ditawarkan bertujuan untuk

menghadirkan kembali suara perempuan yang hilang.

Berdasarkan berbagai macam cara pandang, pemaknaan dan metode yang

dikembangkan, maka penulis memfokuskan pada pendekatan liberationist untuk

menganalisa kisah dalam Hakim-hakim 4 dan 5. Peranan Debora sebagai hakim, nabi

dan pemimpin perang telah memberikan gambaran baru tentang kedudukan perempuan

yang tidak hanya dominan dalam ranah domestik, tapi juga dalam ranah publik. Selain

itu, peranan Debora dan Yael yang memberikan kemenangan bagi Israel telah

menunjukkan bahwa bukan hanya laki-laki, tetapi perempuan juga dapat melakukan

tindakan besar bagi kaumnya. Hal-hal ini secara jelas menunjukkan bahwa perempuan

telah memiliki status dan peranan penting pada masa itu. Akan tetapi, karena pola

dominasi patriarki yang begitu dominan, perempuan ini kehilangan suara dalam

interpretasi teks dan bagian kitab lain. Untuk mengklaim kembali suara perempuan

yang hilang dan menyuarakan pembebasan bagi perempuan dari berbagai pola

dominasi, maka pendekatan liberationist dapat digunakan. Guna memahami

pendekatan liberationist secara mendalam, penulis akan memaparkan metode yang

dipakai oleh penganutnya, seperti Letty M. Russell dan Elizabeth Schüssler Fiorenza.

Russell mengatakan bahwa berita Alkitab dapat menjadi firman yang

membebaskan bagi mereka yang mendengar dan bertindak dalam iman. Akan tetapi,

berita Alkitab ini juga perlu dibebaskan dari penafsiran seksis yang mendominasi

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

28

pikiran dan tindakan kita.46 Dalam upaya berteologi feminis, Alkitab perlu dibebaskan

bukan saja dari tafsiran-tafsiran bias gender yang telah ada, namun juga dari bias

patriarkal yang ada di dalam teks Alkitab itu sendiri. Ketika perempuan berteologi

feminis, mereka mengekspresikan fakta bahwa pengalaman yang mereka bicarakan

merupakan aksi untuk mencari kesetaraan sebagai manusia.47

Russell menawarkan metode aksi-refleksi dalam tafsiran feminis. Metode ini

berdasarkan dua pilar, yaitu pengalaman perempuan dan konteks perempuan.48

a. Pengalaman perempuan mendorong setiap pribadi dalam suatu komunitas iman

untuk memberikan perhatian secara utuh dalam rangka menemukan cara baru

untuk berpikir dan menentukan pemahaman yang baru tentang iman. Pendekatan

ini menjadikan setiap orang percaya berkeyakinan bahwa mereka memiliki suara

sendiri terhadap pemaknaan iman yang akan memampukan individu untuk

menetapkan ekualitas dan keadilan bagi anggota komunitas.

b. Teologi feminis lahir dari pengalaman perempuan dalam berbagai konteks.

Bagaimana suatu konteks tradisi dideskripsikan dan diinterpretasi sangat

tergantung pada siapa yang menginterpretasinya, bagaimana dia melakukannya

dan bagaimana situasi pada saat itu. Karena terdapat begitu banyak konteks, maka

interpretasi teks sangat tergantung kepada pembaca dan situasi mereka.

Lebih lanjut, Russell menyebutkan bahwa penekanan pada “persaudarian”

adalah pemahaman pertama untuk kaum feminis karena kebanyakan tulisan teologi

dikerjakan oleh dan dalam pengalaman laki-laki. Perempuan harus mendukung satu

sama lain untuk mentransformasi teologi feminis. Usaha ini akan mengikat perempuan

46 Letty M. Russell, “Introduction: Liberating the Word,” dalam Letty M. Russell, ed., Feminist

Interpretation of the Bible (Philadelphia: The Westminster Press, 1985), 11. 47 Zohreh Abdekhodaie, “Letty M. Russell: Insights and Challenges of Christian Feminism”

(MTS, Thesis, University of Waterloo, 2008), 58, dalam https://uwspace.uwaterloo.ca/bitstream/handle/10012/3564/THESIS%20FINAL%202.pdf?sequence=1, diunduh pada Rabu, 22 Oktober 2014 pukul 13.50 WIB.

48 Abdekhodaie, “Letty M. Russell, 48-49.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

29

bersama-sama menuju upaya kolektif dalam berteologi, serta mendorong perempuan

untuk menemukan peran aktif mereka dalam memberikan kontribusi bagi perjuangan

kaum perempuan terhadap tradisi patriarki yang telah berkuasa selama berabad-abad.49

Sependapat dengan Russell, Fiorenza dalam Anne M. Clifford menyatakan

bahwa walaupun Alkitab berasal dalam unsur-unsur yang secara potensial berciri

patriarki di zaman purba, namun ia memiliki unsur lain yang secara potensial berciri

liberatif, tidak saja bagi kaum perempuan tetapi juga untuk setiap orang yang

mengalami penindasan di dalam sistem patriarki.50 Menurutnya, penafsiran teks Alkitab

harus menempatkan perhatian pada perjuangan kaum perempuan untuk

mentransformasi struktur patriarki baik dalam masa Alkitab maupun masa kini,

daripada hanya memfokuskan pada teks androsentris dan otoritasnya. Teologi feminis

harus menjadikan perempuan sebagai subjek dalam merekonstruksi secara kritis makna

teologis Alkitab dan untuk mengklaim otoritas mereka.51 Oleh karena itu, tafsiran-

tafsiran feminis harus dimulai dengan hermeneutik investigasi52 terhadap interpretasi

kontemporer Alkitab yang bersifat androsentris dan juga terhadap teks Alkitab sendiri.

Pendekatan liberationist yang telah dipaparkan ini akan menjadi pijakan bagi

penulis untuk menganalisa teks Hakim-hakim 4 dan 5. Pendekatan ini diharapkan dapat

membebaskan pembaca dari tafsiran androsentris sehingga dapat menempatkan

kembali posisi perempuan dalam sejarah sebagai subjek yang dibaca dan diinterpretasi

untuk menentukan makna teks, khususnya dalam pola hubungan dan interaksi dengan

sesama, baik perempuan maupun laki-laki.

49 Abdekhodaie, “Letty M. Russell, 56. 50 Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis (Maumere: Ledalero, 2002), 92. 51 Elizabeth Schüssler Fiorenza, But She Said: Feminist Practices of Biblical Interpretation

(Boston: Beacon Press, 1992), 8. 52 Hermeneutic of suspicion tidak diterjemahkan secara harafiah karena kata “kecurigaan” lebih

bermuatan negatif dan tidak memberikan ruangan akan munculnya sesuatu yang konstruktif (Tim Penulis, Membaca Alkitab dengan Mata Baru: Tafsir Feminis Kritis untuk Pembebasan dan Transformasi (Jakarta: Asian Women’s Resource Centre for Cultural and Theology, 2013), 19).

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

30

C. PEREMPUAN DALAM DUNIA ISRAEL KUNO

Hubungan solidaritas antara perempuan yang akan dikaji dalam kisah Debora,

Yael dan ibu Sisera tidak dapat dipisahkan dari status mereka sebagai perempuan yang

hidup dalam konteks Israel Kuno. Kehidupan perempuan dalam dunia Israel Kuno

hanya dapat dipahami dengan mengidentifikasi konteks kehidupan pada masa itu yang

terdiri dari tiga level organisasi sosial, yaitu rumah tangga, klan dan suku.

1) Rumah tangga

Keluarga dan rumah tangga merupakan dua konsep yang berbeda, namun saling

berhubungan. Menurut Nesta Anderson, keluarga merupakan sekelompok kerabat

yang tinggal bersama ataupun tidak, dengan fungsi utama untuk memperoleh

keturunan secara biologis (dapat juga dilakukan melalui adopsi). Sedangkan,

rumah tangga adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu atau lebih

struktur dengan melaksanakan kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan mendukung kehidupan anggotanya.53 Rumah tangga dibentuk oleh satu

atau beberapa individu dengan memperhatikan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi fungsi rumah tangga dalam komposisi dan pembagian kerja,

seperti hubungan kekerabatan, jenis kelamin, usia, etnis, ras maupun status sosial

dan ekonomi. Siklus dalam kehidupan rumah tangga juga sangat terikat dengan

kehidupan anggotanya, sehingga rumah tangga selalu berubah seiring dengan

adanya kelahiran, kematian dan pernikahan.54

Dalam bahasa Ibrani, keluarga disebut bêt ‘āb yang berarti “rumah sang

bapa.” S. Bendor menyebutkan bahwa bêt ‘āb terdiri dari ayah dan istri(-istri)nya,

anak-anak laki-laki dan istri(-istri)nya, anak-anak perempuan yang belum

53 Nesta Anderson, “Finding the Space between Spatial Boundaries and Social Dynamics: The

Archeology of Nested Household,” dalam Kerri S. Barlie dan Jamie C. Brandon, Household Chores and Household Choices: Theorizing the Domestic Sphere in Historical Archaeology (Tuscaloosa, Alabama: The University of Alabama Press, 2004), 111.

54 Anderson, “Finding the, 111-112.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

31

menikah dan keturunan dari anak laki-laki.55 Sementara Gale A. Yee menyebut

bêt ‘āb sebagai istilah yang komprehensif untuk menunjuk kepada keluarga inti

dan keluarga besar. Keluarga inti terdiri dari orang tua dan anak-anak, sedangkan

keluarga besar terdiri dari dua atau lebih keluarga inti yang terkait oleh

kekerabatan patrilineal. Seperti keluarga inti, dalam keluarga besar anggota

keluarga tinggal bersama, terkadang tiga sampai empat generasi dengan otoritas

yang terletak pada bapa keluarga.56

Rumah tangga memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai tempat tinggal,

tempat bereproduksi dan tempat melakukan kegiatan ekonomi. Fungsi ekonomi

yang berkaitan dengan produksi dan konsumsi anggota rumah tangga menjadi

fungsi rumah tangga yang paling penting dalam masyarakat agraris Israel Kuno,

sehingga setiap anggota keluarga bekerja untuk memberikan sumbangan bagi

ekonomi rumah tangga.57 Berbagai peraturan diatur untuk kelangsungan hidup

dalam rumah tangga, seperti hak kesulungan (bĕkōrâ) dan sistem kepemilikan

tanah (nakhlăhâ).58

2) Klan

Gabungan dari beberapa bêt ‘āb yang tinggal bersama dalam satu desa atau kota

kecil disebut klan (mišpāhāh).59 Norman K. Gottwald mendefenisikan mišpāhāh

sebagai “perkumpulan perlindungan keluarga-keluarga” yang terdiri dari

sekelompok keluarga yang tinggal bersama dalam satu desa atau desa yang

berdekatan, saling membantu untuk meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi,

55 S. Bendor, The Social Structure of Ancient Israel: The Institution of the Family (beit ab) from

the Settlement to the end of the Monarchy (Jerusalem, Israel: Ben Zvi Press, 2000), 48. 56 Gale A. Yee, Poor Banished Children of Eve: Woman as Evil in the Hebrew Bible

(Minneapolis: Fortress Press, 2003), 35. 57 Carol Meyers, Discovering Eve: Ancient Israelite Women in Context (Oxford: Oxford

University Press, 1988), 140-141. 58 Philip J. King dan Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2010), 53. 59 Paula McNutt, Reconstructing the Society of Ancient Israel (Louisville, Kentucky:

Westminster John Knox Press, 1999), 91.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

32

menjadi bagian dalam tentara suku dan secara individu maupun berkelompok

terlibat dalam menetapkan hukum masyarakat lokal. Tindakan ini dilakukan

dalam situasi darurat yang bertujuan untuk mengembalikan bêt ‘āb kepada

keadaan normal sebagai unit yang otonom. Sedangkan dalam keadaan normal,

mišpāhāh pada dasarnya berfungsi untuk menjamin ketentraman keluarga yang

termasuk di dalamnya,60 seperti melindungi warisan, sebagai hakim dan

penengah, membantu dalam acara perkawinan, serta mempertahankan tempat-

tempat ibadah yang didirikan oleh para tua-tua.61

3) Suku

Suku (šēbet) dibentuk dari kumpulan kota-kota kecil atau kumpulan beberapa

klan yang hidup di kota yang sama. Dalam Alkitab, šēbet seringkali mengacu

pada dua belas suku Israel dan berhubungan dengan bêt ‘āb dan mišpāhāh.62

Menurut C. H. J. de Geus dalam McNutt, suku merupakan sebuah konsep

geografis sebagai sarana untuk memungkinkan orang Israel dari satu wilayah

berhubungan dengan orang Israel di wilayah lainnya sebagai bagian dari satu

Negara atau kekuasaan. Oleh karena itu, suku tidak terpisah dari Israel secara

keseluruhan.63 Suku juga menjadi istilah yang dipakai untuk mengidentifikasikan

batas wilayah dan area administrasi, serta sebagai tempat melakukan ibadah

khusus untuk wilayah dan masyarakat lokal.64 Menurut Gottwald, Israel sebagai

konfederasi suku-suku merupakan unit sosial dan budaya terluas yang terkait

dengan egaliter suku Yahweh. Ciri mendasar dari konfederasi ini adalah kultus

Yahweh yang sama, hukum dan ideologi yang sama, bertanggung jawab pada

60 Norman K. Gottwald, The Tribes of Yahweh: A Sociology of the Religion of Liberated Israel

1250-1050 B.C.E (Maryknoll, New York: Orbis Books, 1979), 340. 61 Bendor, The Social, 118. 62 Bendor, The Social, 87-88. 63 McNutt, Reconstructing the, 87. 64 Bendor, The Social, 92.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

33

sistem ekonomi yang egaliter, serta kesiapan untuk melawan bangsa asing yang

mengancam kehidupan.65

Ketiga level organisasi sosial ini merupakan konteks kehidupan masyarakat

yang menyatukan orang Israel. Perempuan dan laki-laki melaksanakan aktivitas sehari-

hari sesuai dengan pembagian kerja yang telah diatur dalam unit-unit tersebut. Di

dalam teks-teks Perjanjian Lama, peranan dan kedudukan perempuan dalam berbagai

konteks kehidupan masyarakat tidak menjadi perhatian para penulis/penyunting teks.

Oleh karena itu, upaya untuk merekonstruksi peran gender di dalam masyarakat Israel

telah dilakukan oleh para teolog agar dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai

kedudukan dan peranan kaum perempuan pada masa itu. Upaya ini dilakukan dengan

berbagai pendekatan, seperti antropologi, sosiologi, arkeologi maupun sosial sains.

Phyllis A. Bird melakukan penelitian terhadap kedudukan kaum perempuan

menurut kitab Amsal dan tulisan-tulisan sejarah. Kitab Amsal menggambarkan

perempuan dalam tiga tipe, yaitu ibu yang mengasuh dan memelihara, istri yang

memperhatikan suami, serta perempuan asing.66 Dalam tulisan-tulisan sejarah juga

didapati perempuan yang dominan sebagai ibu dan istri. Perempuan ditampilkan

dengan berbagai peran, pekerjaan dan profesi seperti gundik, perempuan sundal, nabi,

hakim, bidan dan perawat, perempuan bijak, penyanyi kultus dan pelayan raja.67

Menurut Bird, gambaran-gambaran tentang perempuan ini pada umumnya ditampilkan

dengan tujuan untuk menunjukkan kedudukan perempuan sebagai pembantu dalam

cerita dan aktivitas laki-laki.68

65 Gottwald, The Tribes, 338. 66 Phyllis A. Bird, Missing Persons and Mistaken Identities: Women and gender in Ancient

Israel (Minneapolis: Fortress Press, 1997), 30. 67 Phyllis A. Bird, “Images of Women in the Old Testament,” dalam Norman K. Gottwald, ed,

The Bible and Liberation: Political and Social Hermeneutics (Maryknoll, New York: Orbis Books, 1983), 252.

68 Bird, Missing Persons, 13.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

34

Meskipun demikian, Carol Meyers dalam McNutt mengemukakan bahwa tidak

adanya tanda-tanda dominasi perempuan dalam teks Perjanjian Lama, tidak selalu

berarti bahwa perempuan didominasi; dan fakta bahwa perempuan kurang terlihat

secara publik juga tidak berarti bahwa kehadiran mereka kurang penting bagi

masyarakat.69 Hal ini tampak pada posisi dan jabatan penting para perempuan dalam

kehidupan masyarakat yang masih menganut sistem teokrasi di Israel, misalnya sebagai

nabiah (Miryam, Keluaran 15:20; Debora, Hakim-hakim 4:4; Hulda, 2 Raja-raja 22:14;

Noaja, Nehemiah 6:14;) dan hakim (Debora, Hakim-hakim 4:4).

Carol Meyers merupakan salah satu ahli Alkitab feminis yang berusaha untuk

merekonstruksi peranan perempuan dan laki-laki dalam dunia Israel Kuno. Dalam

pembahasannya mengenai kehidupan Israel kuno pada masa pra-monarki yaitu pada

Zaman Besi I, keadaan masyarakat mulai tertata dari rumah tangga, klan dan suku

sehingga tatanan kehidupan rumah tangga merupakan unit utama yang berfungsi

sebagai pusat ekspresi budaya, sosial, politik dan ekonomi manusia.70 Dalam kehidupan

rumah tangga, terdapat tiga aktivitas yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki,

yaitu prokreasi (reproduksi), produksi (subsistence) dan proteksi (pertahanan/

perlindungan).71

Aktivitas prokreasi merupakan kegiatan biologis yang menjadi tanggung jawab

perempuan, sementara aktivitas proteksi merupakan aktivitas yang hampir sepenuhnya

dilakukan oleh laki-laki. Aktivitas melahirkan dan membesarkan anak telah menyita

hampir seluruh energi perempuan, sehingga seluruh perhatian perempuan terpusat di

ranah domestik. Hal ini merupakan salah satu faktor penghambat keterlibatan

perempuan dalam aktivitas produksi. Peranan laki-laki dalam melakukan dua aktivitas

69 McNutt, Reconstructing the, 95. 70 Carol L. Meyers, ”Procreation, Production, and Protection: Male-Female Balance in Early

Israel,” dalam Charles E. Carter dan Carol L. Meyers, ed., Community, Identity, and Ideology: Social Science Approaches to the Hebrew Bible (Winona Lake, Indiana: Eisenbrauns, 1996), 494.

71 Meyers, ”Procreation, Production, 494.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

35

yaitu produksi dan proteksi menyebabkan status dan kekuasaan laki-laki lebih tinggi

dibandingkan perempuan yang hanya melakukan satu aktivitas, yaitu prokreasi.72

Meyers mengemukakan bahwa terdapat indikasi yang merujuk pada perubahan

lingkungan dan keadaaan demografik yang menyebabkan pergeseran dalam

keseimbangan perempuan dan laki-laki. Menurutnya, pembagian tugas kerja antara

perempuan dan laki-laki sangat dipengaruhi oleh partisipasi laki-laki dalam aktivitas

proteksi (militer). Awal pembentukan kerajaan Israel diwarnai dengan peperangan yang

terus terjadi. Untuk menghadapi kondisi ini, kaum Israel yang tidak dilengkapi dengan

prajurit-prajurit profesional terpaksa harus menyediakan sejumlah prajurit yang dapat

dipanggil sewaktu-waktu. Taktik ini menyebabkan beberapa laki-laki direkrut dari

keterlibatan mereka di dalam aktivitas produksi dalam keluarga masing-masing. Di

masa inilah para perempuan memberikan porsi yang besar dengan menggantikan tugas

laki-laki dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.73

Selain faktor militer, keadaan Israel sebagai bangsa yang baru mengharuskan

masyarakat untuk membuka tempat hunian baru di pegunungan Palestina. Alam yang

keras mengharuskan orang Israel untuk mengeluarkan tenaga yang besar agar dapat

menghasilkan tanah yang produktif, hutan belantara harus dibersihkan, waduk harus

digali untuk penyimpanan air hujan karena sumber air tidak dapat diakses dengan

mudah, serta sistem terasering yang cocok untuk konteks lahan kering harus dibangun

di lereng bukit untuk memudahkan pertanian. Aktivitas-aktivitas ini menjadi tanggung

jawab laki-laki. Ketika mereka melakukan pekerjaan ini, kaum perempuan akan

melakukan kegiatan produksi lain, seperti bercocok tanam secara berkelompok.74

Keterlibatan perempuan dalam aktivitas produksi ini menunjukkan bahwa status

perempuan dalam aktivitas rumah tangga tidak dapat dipandang lebih rendah dari laki-

72 Meyers, ”Procreation, Production, 494. 73 Meyers, ”Procreation, Production, 497-498. 74 Meyers, ”Procreation, Production, 498-499.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

36

laki. Tugas perempuan dalam aktivitas prokreasi dan produksi dapat dikatakan

seimbang dengan tugas laki-laki dalam aktivitas proteksi dan produksi. Hal ini

menunjukkan bahwa perempuan mampu menaikkan status dan peranannya di mata

masyarakat. Selain dalam kegiatan produksi, khususnya di bidang pertanian,

keterlibatan perempuan Israel Kuno dalam aktivitas sehari-hari lainnya akan dikaji

secara mendalam pada pembahasan berikut.

1. Perempuan dalam Kehidupan Sosial

Kehidupan dan pekerjaan perempuan Israel Kuno terpusat pada rumah tangga

dan tanggung jawabnya terhadap keluarga. Gambaran ideal mengenai perempuan

dewasa adalah statusnya sebagai ibu dari anak-anak dan pengatur rumah tangga yang

memberikan kesejahteraan bagi keluarganya.75 Ibu berperan untuk merawat anak-anak

setidaknya sampai waktu penyapihan (sekitar berumur tiga tahun), mendidik anak-

anak, serta menyediakan makanan dan pakaian untuk seluruh anggota keluarga.76

Kegiatan produksi perempuan untuk menyiapkan makanan dan membuat baju inilah

yang paling penting untuk dilakukan dalam rumah tangga.77

Kegiatan menyiapkan makanan dan membuat baju bukanlah tugas yang hanya

dilakukan di dalam rumah dan memerlukan energi yang sedikit. Kegiatan ini

membutuhkan proses yang kompleks dan waktu yang relatif lama. Roti yang menjadi

makanan pokok orang Israel membutuhkan serangkaian proses panjang. Butir-butir

gandum harus direndam, digiling dan dihaluskan menjadi tepung; tepung kemudian

dicampur menjadi adonan dan dipanggang menjadi roti. Pengolahan biji-bijian gandum

membutuhkan paling kurang dua jam dalam sehari. Hal ini belum termasuk pencarian

75 Bird, Missing Persons, 58. 76 Bird, Missing Persons, 61. 77 Jennie R. Ebeling, Women’s Lives in Biblical Times (New York: T&T Clark International,

2010), 32.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

37

bahan bakar dan pengontrolan api pada saat pemanggangan roti. Prosedur untuk

mengolah bahan makanan lain seperti zaitun, herbal, buah dan susu agar dapat bertahan

lama juga membutuhkan waktu yang serupa. Dengan berbagai variasi musim yang ada,

dapat dikatakan bahwa perempuan biasanya menghabiskan 10 jam atau lebih waktunya

untuk melakukan aktivitas di dalam maupun di luar rumah. Hal ini menunjukkan beban

kerja perempuan yang besar. Aktivitas-aktivitas perempuan juga membutuhkan

ketrampilan dalam menggunakan teknologi yang sangat tinggi, sehingga perempuan

dewasa di Israel Kuno perlu mempelajari berbagai ketrampilan agar dapat mengubah

bahan mentah menjadi siap dikonsumsi.78 Demikian pula seorang perempuan perlu

mempelajari cara pembuatan bahan pakaian dari perempuan dewasa lainnya, mulai dari

membuat benang sampai menjahit pakaian.

Aktivitas rumah tangga perempuan sering dilakukan di sotoh atau di halaman

rumah ketika musim panas secara berkelompok, baik bersama anggota keluarga

maupun tetangga yang berdekatan. Untuk membakar roti, perempuan menggunakan

tungku yang lebih besar yang berada di luar rumah. Tungku ini sering dipakai bersama

oleh beberapa rumah tangga atau komunitas yang lebih besar. Sementara menunggu

giliran untuk membakar roti, perempuan secara berkelompok akan melakukan aktivitas

lain seperti menjahit atau menyulam perlengkapan rumah tangga, misalnya permadani,

selimut, tirai dengan menggunakan wol, serabut, rami maupun bulu domba.79 Selain

beraktivitas di halaman rumah, kelompok perempuan juga melakukan pekerjaan lain,

seperti menimba air dan mengisi palungan untuk memberi minum kambing domba.80

Aktivitas yang dilakukan secara berkelompok menjadi bukti adanya jaringan atau

78 Carol Meyers, “The Family in Early Israel,” dalam John J. Collins dan Carol Meyers,

Families in Ancient Israel (Louisville, Kentucky: Westminster John Knox Press, 1997), 25. 79 Ebeling, Women’s Lives, 51. 80 Ebeling, Women’s Lives, 46.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

38

ikatan antara perempuan yang membentuk persekutuan yang dekat dan saling berbagi

pengetahuan ketika bekerja sama.

Perempuan Israel Kuno juga bertanggung jawab untuk membuat kerajinan

tangan berupa perabotan rumah tangga seperti kendi, keranjang dan keramik.

Perempuan dengan keahlian ini memperoleh status dan nilai yang tinggi dalam

keluarganya.81 Pembuatan perabotan rumah tangga melibatkan penggunaan bahan

kimia yang kompleks, sehingga dapat dikatakan bahwa keahlian seorang perempuan

Israel Kuno mencakup bidang perencanaan, ketrampilan dan pengetahuan teknologi.82

Perempuan dewasa yang telah menjadi seorang ibu memiliki peran kritis dalam

proses sosialisasi dan edukasi anak-anak. Perempuan tidak hanya melahirkan untuk

meneruskan keturunan dan memberikan nama; tetapi juga mengasuh dan

memperkenalkan anak-anak pada kehidupan sosial, kebudayaan, perilaku, norma-

norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat.83 Sejak dini anak-anak belajar mengenai

tradisi agama dengan mengajarkannya di rumah dan mengunjungi tempat ibadah yang

dilakukan dengan dukungan dari anggota keluarga perempuan lainnya. Seorang ibu

juga memiliki peranan sendiri untuk mempersiapkan anak perempuan sebagai seorang

istri dan ibu di masa depan dengan melatih ketrampilan khusus perempuan.84

Di dalam tradisi Israel Kuno, anak perempuan yang sudah menikah akan

mendapatkan hamba (na’arah) sebagai bagian dari mahar yang diterima oleh pengantin

muda dari keluarganya.85 Na’arah adalah pelayan perempuan yang sering berada di

bawah kontrol dan pimpinan perempuan lain sebagai nyonyanya. Pada umumnya

mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau pelayan pribadi (Kejadian 24:61),

81 Ebeling, Women’s Lives, 56. 82 Meyers, “The Family, 25-26. 83 Meyers, Discovering Eve, 149. 84 Bird, Missing Persons, 59. 85 Carolyn S. Leeb, Away from the Father’s House: The Social Location of na’ar and na’arah in

Ancient Israel (England: Sheffield Academic Press, 2000), 127.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

39

meskipun tampak beberapa pekerjaan pertanian yang juga dilakukan (Rut 2:8).

Kehadiran mereka selalu ditampilkan sebagai sosok yang patuh kepada tokoh

perempuan utama. Mereka juga sering “dikirim” keluar (Amsal 9:3) untuk melakukan

perjalanan dengan membawa pesan kepada pihak tertentu.86

2. Perempuan dalam Kehidupan Spiritual

Argumen dan asumsi mengenai status dan peranan perempuan Israel Kuno yang

termarginal dan tersubordinasi dalam kegiatan keagamaan merupakan pemahaman

umum bagi orang Israel sebagai masyarakat nomaden dengan struktur kekerabatan

patrilineal. Sementara, partisipasi dan peranan perempuan dalam kehidupan keagamaan

Israel Kuno lebih luas dan lebih penting daripada yang dapat dilukiskan. Gambaran

perempuan yang terbatas dalam kegiatan keagamaan ini dipengaruhi oleh pemahaman

tentang posisi dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.

Bird mengemukakan tiga unsur utama dari pemahaman umum tentang

perempuan yang mempengaruhi tempat dan tugasnya secara langsung dalam kultus

Israel, yaitu (1) siklus bulanan perempuan, (2) tersubordinasinya perempuan dalam

keluarga yang menempatkan kedudukan wanita di bawah otoritas laki-laki, baik ayah,

suami maupun saudara laki-laki juga berdampak pada tersubordinasinya perempuan di

ruang publik di mana masyarakat diwakili oleh laki-laki, serta (3) pemahaman tentang

pekerjaan utama perempuan dan tugasnya yang berpusat pada pekerjaan rumah tangga

dalam peran sebagai istri dan ibu.87

Lebih lanjut, Bird berupaya untuk merekonstruksi peranan perempuan di bidang

keagamaan dengan cara menampilkan sejarah perempuan yang tersembunyi dan

melihat agama melalui mata perempuan, sehingga sudut pandang dan kehadiran

86 Leeb, Away from, 126-127. 87 Bird, Missing Persons, 88.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

40

perempuan tampak dalam hasil akhir. Menurutnya, agama Israel kuno merupakan

agama perempuan dan laki-laki yang memerlukan perhatian kritis dan tanggung jawab

yang sama. Untuk memahami agama Israel sebagai agama bersama, maka peranan,

aktivitas dan pengalaman perempuan harus ditampilkan.88

Bukti terkaya untuk kegiatan keagamaan perempuan ditemukan dalam teks

Perjanjian Lama yang berkaitan dengan periode pra-monarki yang menyediakan

gambaran kepemimpinan perempuan, seperti Miryam yang memimpin orang Israel

menyanyikan lagu kemenangan (Keluaran 15:20-21), serta disejajarkan dengan Musa

dan Harun sebagai pemimpin orang Israel (Bilangan 12:2-8, Mikha 6:4); perempuan-

perempuan yang melayani di depan Kemah Pertemuan (Keluaran 38:8, 1 Samuel 2:22);

Debora yang dihormati sebagai “Ibu di Israel” (Hakim-hakim 5:7), sebagai hakim, nabi

dan pemimpin perang (Hakim-hakim 4:4-10; 5:7, 12-15), serta sebagai penyanyi yang

merayakan kemenangan Israel (Hakim-hakim 5:1); anak perempuan Yefta yang

memulai ritual perkabungan (Hakim-hakim 11:34-40); ibu Mikha yang mempersiapkan

tempat suci bagi keluarganya (Hakim-hakim 17:1-13); Hana dan Penina yang

menyertai suami mereka pada ziarah tahunan ke Silo dan dibagikan porsi persembahan

korban (1 Samuel 1:1-4); serta Hana yang berdoa, bernazar di dekat bait suci dan

akhirnya menepati nazarnya dengan mempersembahkan anaknya (1 Samuel 1:9-28).

Gambaran-gambaran ini memberikan porsi yang besar tentang peranan perempuan

dalam aktivitas keagamaan.89

Berbeda dengan masa pra-monarki, pada masa monarki dan pasca-monarki

kegiatan keagamaan perempuan menjadi terbatas. Dua nabiah perempuan, Hulda (2

Raja-raja 22:14-20) dan nabiah90 tidak bernama dalam Yesaya 8:3 merupakan

88 Bird, Missing Persons, 83-84. 89 Bird, Missing Persons, 91. 90 Arti kata nĕbi’â dalam ayat ini diperdebatkan. Akan tetapi, menurut Bird istilah dalam Yesaya

8:3 jelas menunjuk kepada nabiah, bukan istri. Bird, Missing Persons, 92.

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

41

perempuan-perempuan yang berperan dalam kultus agama. Sisanya dianggap tidak sah

karena tidak berhubungan dengan ritus Israel, seperti qĕdēšôt (Hosea 4:14 dan Ulangan

23:18); ratu dan ibu ratu yang memperkenalkan kultus dan patung berhala (Maakha, 1

Raja-raja 15:13; Izebel, 1 raja-raja 18:19; Atalya, 2 Raja-raja 11:18); perempuan yang

menenun sarung (2 Raja-raja 23:7); perempuan-perempuan yang meremas adonan

sebagai persembahan ratu sorga (Yeremia 7:17-18; 44:15-25); perempuan-perempuan

yang menangis (Yehezkiel 8:14); serta perempuan yang terlibat dalam sihir dan nabiah

palsu (Yehezkiel 13:17-23). Sedangkan pada masa pasca-monarki, hanya terdapat satu

nabiah bernama Noaja (Nehemia 6:14). Penurunan jumlah kaum perempuan dalam

kegiatan keagamaan selama masa monarki tampaknya mencerminkan konsekuensi dari

sentralisasi kultus YHWH di bawah kendali kerajaan dan kecenderungan untuk

memberhalakan tempat ibadah lokal.91

Selain gambaran kepemimpinan, pemaparan di atas juga menunjukkan peranan

perempuan Israel Kuno dalam kultus ibadah, seperti melayani di pintu Kemah

Pertemuan, bernyanyi dan menari. Perempuan yang melayani di depan pintu Kemah

Pertemuan (Keluaran 38:8, 1 Samuel 2:22) tidak dijelaskan bentuk pelayanan apa yang

dilakukan, tapi tampaknya memiliki fungsi dalam kultus. Sementara, kegiatan

bernyanyi dan menari memang tidak selalu berkaitan dengan kultus keagamaan, akan

tetapi perempuan memainkan peranan yang penting dalam bagian ini. Perempuan

bernyanyi dalam ibadah secara individu, kelompok dan juga dalam jumlah yang besar

yang mungkin berkaitan dengan pemujaan dalam tempat ibadah (Keluaran 15:21, 1

Samuel 18:6, 1 Tawarikh 25:5, 2 Tawarikh 35:5, Ezra 2:65).92

Lebih lanjut, teks Alkitab juga menunjukkan kaum perempuan yang

diperkenankan memberikan korban bakaran dan persembahan, serta merayakan hari

91 Bird, Missing Persons, 91-92. 92 Mary J. Evans, Women in the Bible: An Overview of All the Crucial Passages on Women’s

Roles (Illinois: InterVarsity Press, 1983), 29.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

42

besar atau hari raya keagamaan. Kebanyakan korban-korban bakaran dibawa oleh laki-

laki sebagai perwakilan rumah tangga. Akan tetapi, dalam Imamat 12:6 dan 15:28-29

menunjukkan bahwa perempuan dapat membawa korban bakaran. Berbeda dengan

korban bakaran, persembahan dibawa secara individu oleh perempuan dan laki-laki,

misalnya dalam Keluaran 35:22. Mengenai perayaan hari keagamaan, kaum laki-laki

diharuskan untuk “menghadap hadirat Tuhan” tiga tahun sekali, sedangkan kaum

perempuan tidak berada di bawah kewajiban tersebut. Meski demikian, tidak ada

hukum yang melarang jika perempuan berkeinginan untuk menghadiri perayaan hari

besar keagamaan. Teks Perjanjian Lama yang menunjukkan partisipasi perempuan

dalam hari besar keagamaan misalnya dalam perayaan hari raya tujuh minggu (Ulangan

16:10-11) dan perayaan hari raya pondok daun (Ulangan 16:13-15).93

Berdasarkan pemaparan-pemaparan ini, jelas menunjukkan bahwa upaya para

ahli untuk merekonstruksi kedudukan dan peranan perempuan dalam dunia Israel Kuno

telah memberikan paradigma dan gambaran yang baru mengenai keberadaan kaum

perempuan yang tersembunyi di balik teks dan tafsiran androsentris. Hal menarik yang

ditemukan dari pembahasan tentang rekonstruksi ini adalah pembagian kerja antara

perempuan dan laki-laki terjadi secara seimbang ketika orientasi kehidupan berpusat

pada kehidupan keluarga atau rumah tangga, sehingga baik laki-laki maupun

perempuan tidak boleh menganggap dirinya sebagai superior yang pada akhirnya

menciptakan ketidakadilan sosial. Demikian juga di dalam tatanan sosial lainnya,

seperti dalam kegiatan keagamaan, perempuan memiliki peranan yang sentral.

Pembahasan-pembahasan dalam bab ini menjadi titik tolak penulis untuk

menganalisa hubungan solidaritas antar perempuan dalam budaya patriarki pada masa

hakim-hakim atau pra-monarki di dunia Israel Kuno melalui kisah Debora, Yael dan

93 Evans, Women in, 28.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12367/2/T2_752013002_BAB II... · dan lembaga-lembaga.8 Menurutnya, ... 11 Ritzer, Teori Sosiologi,151.

43

ibu Sisera. Guna mendapatkan analisa yang lebih mendalam, pada bab berikutnya

penulis akan melakukan studi hermenutik terhadap teks Hakim-hakim 4 dan 5. Studi ini

akan membantu penulis untuk mendapatkan uraian yang lebih jelas tentang konteks

sosial pada masa itu, status-status sosial, relasi-relasi sosial maupun peran-peran yang

dimainkan oleh Debora, Yael dan ibu Sisera beserta tokoh lainnya di dalam teks.