BAB II LANDASAN TEORI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM...
12
BAB II
LANDASAN TEORI
GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN AKTIVITAS SOSIAL
A. Guru Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Untuk memudahkan suatu konsep yang dapat dijadikan suatu
pengertian guru, maka perlu ditinjau dari beberapa pendapat para ahli
pendidikan. Meskipun mereka berbeda pendapat, tetapi mempunyai
maksud yang sama.
Guru adalah orang yang kerjanya mengajar.1 Dalam masyarakat
Jawa, guru dilacak melalui akronim gu dan ru. “Gu” diartikan dapat
digugu (dianut) dan “ru” bisa diartikan ditiru (dijadikan teladan).2 Hal
senada juga diungkapkan oleh al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh
Zainuddin dkk. bahwa guru adalah “pendidik dalam artian umum yang
bertugas serta bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran”.3 Jadi,
guru adalah semua orang yang berusaha mempengaruhi, membiasakan,
melatih, mengajar serta memberi suri tauladan dalam membentuk pribadi
anak didik dalam bidang ibadah, jasmani, rohani, intelektual dan
ketrampilan yang akan dipertanggungjawabkan pada orang tua murid,
masyarakat serta kepada Allah.
Sedangkan pengertian guru Pendidikan Agama Islam dalam Kapita
Selekta Pendidikan Agama Islam adalah yang menggunakan rujukan hasil
Konferensi Internasional tentang pengertian guru Pendidikan Agama Islam
adalah sebagai murabbi, muallim dan muaddib.
1 D. Anton Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, t.th.),
hlm. 30 2 Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 26 3 Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm. 50
13
Pengertian murabbi adalah guru agama harus orang yang memiliki
sifat rabbani, yaitu bijaksana, terpelajar dalam bidang pengetahuan tentang
rabb.
Pengertian muallim adalah seorang guru agama harus alimun
(ilmuwan), yakni menguasai ilmu teoritik, memiliki kreativitas, komitmen
yang sangat tinggi dalam mengembangkan ilmu serta sikap hidup yang
selalu menjunjung tinggi nilai di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
pengertian ta’dib adalah itegrasi antara ilmu dan amal.4
Jadi, pengertian guru PAI adalah guru yang mengajar bidang studi
PAI yang mempunyai kemampuan sebagai pendidik serta bertanggung
jawab terhadap peserta didik.
2. Sifat-sifat Guru PAI
Dalam hal ini, ada beberapa pendapat tentang sifat-sifat guru PAI
antara lain sebagai berikut:
a. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, sifat-sifat guru adalah sebagai
berikut:
1) Guru hendaknya robbani dalam segala tujuan, tingkah laku dan pola pikirnya. Maksudnya, dalam mendidik guru harus memiliki dali sebagai pedoman terhadap materi yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ali Imran ayat 79, yaitu:
مـا كان لبشر أن يؤتيه اهللا الكتاب والحكم والنبوة ثم يقول للـناس كونوا عبادا لي من دون اهللا ولكن كونوا ربانيني بما
)79: عموان-ال. (كنتم تعلمون الكتاب وبما كنتم تدرسون
Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani,
4 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 11-12.
14
karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (QS. Ali Imran: 79)5
2) Guru hendaknya ikhlas dalam pekerjaannya. 3) Guru hendaknya mempunyai sifat sabar dalam mendidik.
Maksudnya, guru hendaknya dapat dijadikan sebagai contoh dalam amal dan perbuatannya. Firman Allah dalam surat ash-Shaff ayat 2-3:
كبر مقتا عند اهللا أن . ياأيها الذين أمنوا لم تقولون ما التفعلون )3-2: الصاف. (تقولوا ما التفعلون
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu perbuat.amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. ash-Shaff: 2-3)6
4) Guru hendaknya bersifat jujur dalam menyampaikan apa yang diserukan kepada anak didik. Maksudnya, guru harus berpengetahuan luas terhadap apa yang diajarkannya agar matri yang disampaikan dapat dipahami oleh murid. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 79:
... متا كنبمو ابون الكتلمعت متا كنبم نيانيبوا ركون لكـنو )79: عموان-ال. (تدرسون
... akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang rabbani karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (QS. Ali Imran: 79)7
5) Guru hendaknya selalu membekali diri dengan berbagai macam ilmu dan terus menerus mengadakan pengkajian. Maksudnya, guru harus dapat menyesuaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode yang sesuai.
6) Guru hendaknya menguasai berbagai macam metode pelajaran dan menggunakannya dengan tepat. Maksudnya, guru harus dapat menyikapi siswa dalam berbagai situasi dan kondisi.
7) Guru hendaknya mampu mengadakan pengelolaan terhadap siswa serta tegas dan dapat berlaku adil. Maksudnya, guru harus dapat mendidik murid sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
5 Soenarjo, dkk., al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 89. 6 Ibid., hlm. 928. 7 Ibid., hlm. 89.
15
8) Guru hendaknya memahami jiwa anak, sehingga dapat memperlakukan siswanya sesuai dengan kemampuannya. Maksudnya, guru harus bisa memahami problem yang dihadapi murid.8 Firman Allah dalam surat al-Fatikhah ayat 7:
النيال الضو همليوب عضغر المغي همليع تمعأن اط الذينصر . )7:الفاحتة(
Yaitu jalan orang-orang yang Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan (pula bukan) jalan mereka yang sesat. (QS. al-Fatikhah: 7)9
9) Guru harus bersifat adil Maksudnya guru hendaknya tidak membeda-bedakan murid. Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 8:
بأقر ودلوا هدلوا اععلى أال تم عان قوـنش كمنـرمجال يو )8: املائدة. (هللا خبري بما تعملونللتقوى واتقوا اهللا إن ا
... dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Maidah: 8)10
b. Menurut al-Ghazali dalam bukunya Samsul Nizar, sifat-sifat guru
adalah sebagai berikut:
1. Sabar dalam menanggapi pertanyaan murid. Maksudnya, guru harus sabar dalam menanggapi pertanyaan murid, sehingga murid merasa diperhatikan oleh guru.
2. Senantiasa bersifat kasih tanpa pilih kasih (objektif). Maksudnya, guru hendaknya menyayangi murid tanpa membedakan antara murid yang satu dengan lain.
3. Duduk dengan sopan, tidak riya’ atau pamer. Maksudnya, guru harus senantiasa menjadi contoh bagi muridnya dalam berbagai hal termasuk duduk dengan sopan, tidak riya dan pamer.
4. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang zalim dengan maksud mencegah tindakannya. Maksudnya, guru hendaknya jangan menyobongkan diri, karena pada hakekatnya ilmu itu dari Allah.
8 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam
Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1992), hlm. 239-246 9 Ibid., hlm. 6. 10 Ibid., hlm. 158.
16
5. Bersikap tawadhu’ dalam pertemuan ilmiah. Maksudnya, guru hendaknya memiliki sikap rendah diri dan tidak sombong dalam pertemuan.
6. Sikap dan pembicaraan hendaknya tertuju pada topik persoalan. Maksudnya, guru dalam mengajar hendaknya tertuju pada topik persoalan dan tidak nglantur.
7. Memiliki sifat bersahabat dengan murid-muridnya. Maksudnya, guru harus mengetahui sifat murid. Oleh karena itu, guru harus bersahabat dengan murid.
8. Menyantuni dan tidak membentuk orang-orang bodoh. Maksudnya, guru hendaknya dapat menyantuni anak didik dan menjadikan anak didik untuk belajar dengan baik.
9. Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya. Maksudnya, guru hendaknya dapat membimbing murid dan menjadikan murid yang bodoh dapat bersemangat untuk belajar.
10. Berani untuk berkata tidak tahu terhadap masalah yang Anda persoalkan. Maksudnya, seorang guru harus jujur apabila muridnya bertanya tentang apa yang tidak diketahui guru.
11. Menyampaikan hujjah yang benar. Maksudnya, seorang guru harus menyampaikn materi dengan benar dan tidak menyesatkan murid.11
c. Menurut Athiyah al-Abrasy, sifat-sifat guru adalah sebagai berikut:
1. Zuhud. Zuhud artinya adalah guru agama Islam tidak boleh berpandangan materialistik, tetapi harus mempunyai rasa ikhlas mencari keridhaan Allah.
2. Bersih jiwa dan raganya. Seorang guru harus bersih jiwa dan raganya, jauh dari dosa-dosa dan kesalahan serta terhindar dari dosa-dosa besar dan lain-lain.
3. Ikhlas dalam pekerjaan Maksud ikhlas di sini adalah guru harus sesuai dengan apa yang dikatakan dengan perbuatan, melakukan apa yang diucapkan dan tidak malu mengatakan aku tidak tahu, apabila ada yang tidak diketahuinya.
4. Bersifat pemaaf Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati dan lain lain.
5. Bersifat kebapakan Artinya, bisa menjadi orang tua yang baik terhadap anak didiknya.
6. Mengerti tentang tabiat murid
11 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 88.
17
Guru harus mengetahui tabiat pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar tidak kesasar dalam mendidik.
7. Menguasai materi pelajaran Seorang guru harus menguasai materi pelajaran dan memperdalam pengetahuannya.12
Demikian beberapa sifat guru PAI yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh pendidikan Islam yang masing-masing berbeda tetapi
saling melengkapi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seorang guru PAI harus
mempunyai sifat-sifat di atas, yaitu: ikhlas, sabar, tawadhu’, jujur, adil,
senantiasa bersifat kasih tanpa pilih kasih, tidak riya’, tidak takabur,
pemaaf dan dapdat menguasai materi pelajaran. Oleh karena itu, apabila
sifat-sifat tersebut dilaksanakan dengan baik, maka proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik.
3. Kepribadian Guru PAI
Kepribadian yang dimiliki guru agama adalah merupakan salah
satu faktor yang menentukan dan paling berpengaruh baik dan tidaknya,
disiplin dan tidaknya guru agama dalam melaksanakan tugasnya. Dr.
Zakiah Daradjat dalam buku Kepribadian Guru mengatakan sebagai
berikut:
“Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik”.13
Pendapat tersebut memberikan pengertian bahwa kepribadian guru
agama merupakan faktor yang sangat penting dalam melaksanakan tugas
kependidikannya, begitu juga seorang guru agama dalam melaksanakan
tugas, kepribadian yang dimilikinya juga lebih banyak menentukannya.
Oleh karena itu, kepribadian guru termasuk guru agama akan berpengaruh
terhadap apa yang dikerjakannya, bahkan kepribadian yang dimiliki itu
12 Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustani A.
Ghani dan Djohar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 139-141. 13 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 16.
18
menentukan segala langkah dan perbuatannya. Sehingga kepribadian itu
bisa diketahui identitasnya baik yang positif maupun negatif.
Adapun untuk mengetahui aspek-aspek kepribadian dapat diketahui
dalam Pengantar Filsafat Pendidikan Islam oleh Drs. D. Marimba, sebagai
berikut:
1. Aspek jasmaniah, yaitu aspek yang berhubungan dengan tingkah laku
luar yang mudah nampk dan ketahuan dari luar. Misalnya, cara
berbuat, cara berbicara dan sebagainya.
2. Aspek kejiwaan, yaitu aspek yang tidak dapat dilihat dan ketahuan dari
luar. Misalnya, cara berfikir, sikap dan minat.
3. Aspek kerohanian, yaitu aspek kejiwaan yang lebih abstrak, yaitu
falsafah hidup dan kepercayaan.14
Jadi, kepribadian guru agama merupakan faktor terpenting dalam
melaksanakan kepribadian, bahkan kepribadian yang dimiliki oleh guru
agama itu menentukan segala langkah dan perbuatannya. Selain itu,
kepribadian juga memiliki tiga aspek, yaitu: aspek jasmaniah, aspek
kejiwaan dan aspek kerohanian.
4. Tugas Guru PAI
Seorang yang telah menerima jabatan guru berarti ia telah menerima
sebuah tanggung jawab yang besar, apalagi bagi guru agama yang selalu
menjadi contoh bagi anak didiknya, baik di sekolah maupun di
masyarakat, untuk membimbing, mengajar dan mendidik putra putri
mereka agar kelak menjadi anak yang berguna bagi masyarakat dan dapat
memikul tanggung jawab guru sebagai warga negara yang baik.
Muhammad Uzer Utsman mengelompokkan tugas guru menjadi tiga
kelompok yaitu dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas
kemasyarakatan.15
14 Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1989),
hlm. 17. 15 Moh. Uzer Utsman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992),
hlm. 6-7.
19
a. Tugas Bidang Profesi
Guru merupakan suatu profesi, artinya suatu jabatan/pekerjaan
yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Oleh karena itu,
jabatan guru itu tidak dilakukan oleh sembarang orang di luar profesi
bidang pendidikan. Tugas guru dalam bidang profesi itu meliputi:
mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedang melatih
adalah mengembangkan ketrampilan kepada siswa. Kaitannya dengan
tugas guru bidang profesi dalam hadis disebutkan :
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه : عـن اىب هريـرة رضى اهللا عنه قال 16)رواه البخارى(اهله فانتظر الساعة وسلم اذا وسد االمر اىل غري
Dari Abu Hurairah ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw.: Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang tidak ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. (HR. Bukhari)
b. Tugas Bidang Kemanusiaan
Dalam hal ini guru dalam sekolah dapat menjadikan dirinya
sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia
menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan,
hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar.
c. Tugas Bidang Kemasyarakatan
Masyarakat menempatkan guru pada tempat terhormat di
lingkungannya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat
memperoleh pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan
bangsa menuju kepada pembentukan manusia Indonesia yang
berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu keberadaan guru dalam hal ini
merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak dapat mungkin
digantikan oleh komponen manapun. Dan guru tidak hanya diperlukan
oleh murid di dalam kelas, dalam arti mentransfer pengetahuan, namun
juga diperlukan oleh masyarakat di lingkungannya dalam
16 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1992), hlm. 26.
20
menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat. Ia mempunyai tanggung jawab besar untuk ikut serta
dalam mewujudkan kehidupan bangsa. Oleh karena itu guru
mempunyai komponen-komponen yang menunjang profesinya sebagai
guru.
Adapun menurut S. Nasution, bahwa tugas guru meliputi sebagai
berikut:
1) Seorang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugasnya
ini guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang apa
yang diajarkannya. Sebagai tindak lanjut tugas ini, maka guru
harus memiliki pengetahuan yang diberikan kepada anak didiknya
terlebih dahulu harus ia pelajari. Dalma hubungan ini, pendidikan
guru dalam berbagai bentuknya, seperti Program Penyetaraan DII
dan DIII, latihan servis pelajaran jarak jauh dan sebagainya sangat
penting. Selain itu, dipandang perlu menyediakan fasilitas
memperbaiki nasib guru dan peningkatan kesejahteraan hidupnya,
sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
2) Guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya
merupakan suatu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari,
sehingga guru tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang
dikehendaki dari mata pelajaran tersebut. Hal ini akan lebih
nampak pada mata pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkan
bahwa anak-anak akan antusias pada mata pelajaran itu. Guru yang
tidak menunjukkan keberanian untuk berpikir intuitif, tidak akan
dapat membina anak-anak yang mempunyai keberanian.
3) Guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisplin,
cermat berfikir mencintai pelajarannya atau mematikan idealisme
dan picik dalam pandangannya.17
17 S. Nasution, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara,
1992), hlm. 16-17.
21
Dari ketiga fungsi guru tersebut tergambar bahwa seorang
pendidik selain seorang yang memiliki pengetahuan yang
diajarkannya, juga sebagai orang yang berkepribadian baik,
berpandangan luas dan berjiwa besar.
Menurut Zakiah Daradjat tentang tugas yang diemban oleh guru
agama adalah bahwa guru agama mempunyai tugas yang cukup berat
yaitu membina pribadi anak di samping mengajarkan pengetahuan
agama.18
Maka tugas guru agama tidak hanya memberikan pembinaan
pribadi anak supaya menjadi taat pada agama sesuai dengan ajaran
Islam yang telah diterima. Adapun yang dijadikan suri tauladan dalam
pembinaan pribadi anak adalah Nabi saw. sebagaimana Firman Allah
SWT. dalam surat al-Ahzab ayat 21:
)21: األحزاب(لقد كان لكم في رسول اهللا أسوة حسنة
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu. (QS. al-Ahzab: 21)19
Apa yang dikemukakan di atas tidaklah tugas itu ringan, karena
di samping menyampaikan ilmu juga mendidik yang memerlukan
kesabaran dan ketelitian kerja yang diarahkan untuk mematuhi aturan
agama, sehingga dalam melaksanakan tugas dapat menuju pada tujuan
yang telah ditetapkan.
5. Kedudukan Guru Agama dalam Pandangan Islam
Islam sangat menghormati orang yang mau menjadi guru agama,
karena guru agama berarti da’i yang meyampaikan pelajaran yang baik
dan menyuruh kepada jalan Allah dengan hikmah. Sebagaimana
disebutkan dalam Firman Allah QS. an-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
18 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang: 2003), hlm. 77 19 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1996), hlm. 670.
22
بالتي هي مادلهجة ونسعظة الحوالمة وبالحكم كببيل رإىل س عاد وهبيله وس نل عض نبم لمأع وه كبإن ر نسلم أحأع دينتهبالم
)125: النحل(
Suruhlah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan pelajaran yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih Mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan Dia-lah yang lebih Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. an-Nahl: 125)20
Demikianlah penghargaan yang besar terhadap kedudukan guru
dalam pandangan Islam, sehingga Islam memerintahkan untuk menyeru
kepada jalan yang benar, yaitu jalan yang mendapat petunjuk Tuhan.
B. Aktivitas Sosial
1. Pengertian Aktivitas Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa
“aktivitas” adalah suatu kegiatan atau usaha/pekerjaan.21 “Sosial” adalah
hal yang berkenaan dengan kemasyarakatan atau perlu adanya
komunikasi.22 Dengan demikian yang dimaksud aktivitas sosial adalah
kegiatan guru pendidikan agama Islam yang berhubungan dengan
masyarakat di suatu wilayah.
Sedangkan pengertian aktivitas sosial dalam bahasa Inggris yaitu
activity socialling referring to therapy groups, any activity that result in
the interaction of individual with other members of group.23 Artinya,
aktivitas sosial mengacu pada terapi kelompok, di mana aktivitas itu
mengakibatkan interaksi individu dengan anggota kelompok yang lain
Dalam melakukan aktivitas sosial tersebut diperlukan adanya
interaksi individu, sebab interaksi sosial ini merupakan syarat utama
20 Ibid., hlm. 421. 21 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 17. 22 Ibid., hlm. 855. 23 Benyamin B. Wolman, Dictionary of Behavioral Science, (New York: Van Nostrand
Reinhold Company, 1973), hlm. 8.
23
terjadinya aktivitas sosial. Interaksi sosial ini merupakan hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang per-orang, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia.24 Dalam interaksi ini, maka perilaku seseorang tidak
terlepas dengan lingkungan dan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Berkaitan dengan hal ini, Lewin’s beranggapan bahwa “...behavior is
dependent upon a connection or combination of persons and
environments”.25 Artinya, ... perilaku adalah bergantung pada kombinasi
atau hubungan pada orang dan lingkungan.
Sementara itu, pengertian aktivitas sosial atau interaksi sosial
menurut Abu Achmadi adalah “suatu hubungan antara dua individu atau
lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”.26 Di sisi lain,
dalam interaksi juga diperlukan adanya komunikasi. Tanpa komunikasi,
suatu aktivitas sosial tidak berjalan dengan baik.
2. Interaksi dan Aktivitas Sosial
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan
individu, antara kelompok dengan kelompok dan antara individu dengan
kelompok. Proses tersebut didasarkan pada adanya kebutuhan, seperti
misalnya untuk diterima orang lain, untuk menjadi anggota suatu
kelompok, diakui dan seterusnya.27
Telah diketahui bahwa pada dasarnya manusia adalah sebagai
makhluk sosial, sebagai makhluk individu, manusia mempunyai dorongan
untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai
makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain, berarti manusia mempunyai dorongan sosial.
24 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
hlm. 67. 25 Mc Nergney dan Robert F, Teachers Development, (New York: Macmillan Publising,
1981), hlm. 14. 26 Abu Achmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 53. 27 Soerjono Soekamto, Memperkenalkan Psikologi, (Jakarta: Rajawali, 1982), hlm. 11.
24
Dengan adanya dorongan sosial pada manusia, maka manusia akan
mencari orang lain untuk mengadakan hubungan (interaksi). Dengan
demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia dengan manusia
yang lain.
Jadi, karena manusia tersebut adalah bagian dari masyarakat dalam
kegiatan sosialpun diperlukan adanya interaksi, dengan harapan agar
aktivitas sosial yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik. Dasar adanya
aktivitas sosial dalam hidup masyarakat adalah sebagaimana dalam hadits
nabi sebagai berikut:
ه ابي ـنقال ع لمسه وليلى اهللا عص بين النة عرين : ... روع اهللا فىو ) رواه اىب داود. (العبد ماكان العبد فى عون اخيه
Dari Abu Hurairah ra., dari nabi saw. beliau bersabda: “.... Dan Allah akan menolong hambanya sebagaimana ia menolong saudaranya” (HR. Daud)28
Berdasarkan hadits tersebut, jelas bahwa manusia itu diperintah untuk saling tolong menolong dengan sesamanya, sebab Allah akan menolongbya, apabila ia menolong saudaranya. Namun demikian, tolong menolong ini hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang baik, bukan sebaliknya.
Mengenai cara berinteraksi Allah SWT telah memberikan petunjuk yang mengandung nilai sosial yang mengutamakan orang lain daripada perasaan diri sendiri dan kepentingan pribadi serta kerjasama dengan orang lain. Dalam QS. Ali Imran ayat 159 Allah SWT. berfirman:
نفضوا من فبما رحمة من اهللا لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب ال : عمران- ال (رمألحولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في ا
159( “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kami berlaku lemah lembut kepada mereka sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
28 Imam Abi Daud, Sunan Abi Daud, (Beirut: Darul Fikr, 1992), hlm. 292.
25
maafkanlah mereka, mohonkan ampun mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan itu”. (QS. Ali Imran: 159)29
Islam telah meletakkan prinsip-prinsip yang dapat membuat suatu
masyarakat saling bekerjasama dan memperkuat satu sama lain, sehingga
tidak tampak di dalamnya suatu perbedaan. Di antara prinsip-prinsip itu
adalah perintah untuk bekerjasama dalam kebaikan. Abu Zahrah
mengatakan bahwa kerjasama (taawun) adalah ikatan yang paling kuat di
antara anggota masyarakat,30 karena adanya kerjasama antar anggota
masyarakat akan meringankan beban mereka. Pepatah mengatakan “Berat
sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
Suatu contoh tentang hal ini, “Pada bulan Ramadhan ada aktivitas
sosial yaitu memberikan santunan kepada anak yatim dan fakir miskin.
Bila beban dana ini dipikul oleh beberapa orang saja akan terasa berat dan
sebaliknya bila beban itu ditanggung oleh semua anggota masyarakat akan
terasa ringan. Dan dari semua aktivitas yang dilakukan, maka interaksi
sangat berpengaruh. Dalam interaksi sosial tersebut ada kemungkinan
individu dapat menyelesaikan dengan orang lain atau sebaliknya. dengan
kata lain, bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan
sekitarnya atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai
dengan keadaan individu, atau sesuai dengan apa yang diinginkan
individu. Bahkan oleh Weber dikatakan bahwa di dalam interaksi di mana
tidak ada saling menyesuaikan (mutual orientation) antara orang satu
dengan orang yang lain, dengan orang yang lain, maka di situ tidak ada
hubungan antar hubungan sosial, meskipun ada sekumpulan orang yang
diketemukan bersamaan.31
Apabila tujuan interaksi sosial selalu dikaitkan dengan kekayaan
materiil, kekuasaan, prestise dan ketenaran, hanya akan mendatangkan
29 Ibid., hlm. 103. 30 Muhammad Abu Zahrah, Tanzih al-Islam li al-Mujtama, terj. Shadiq Noor Rahmad,
Membangun Masyarakat Islam, (Jakarta: Pustaka al-Firdaus, 1994), hlm. 13. 31 George Ritzar, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajawali
Press, 1992), hlm. 44.
26
kesedihan dan kekecewaan belaka. Selain itu, di dalam pergaulan hidup
seorang harus dapat mempertahankan kehormatan diri, integritas serta
mengerti perasaan dan motivasi tingkah laku pihak lain (tepo sliro).32
3. Bentuk-bentuk aktivitas sosial
Aktivitas sosial dapat diartikan sebagai suatu hubungan antara dua
individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebalinya.
Aktivitas sosial atau hubungan timbal balik tersebut dapat terjadi dalam
berbagai bentuk yaitu kerjasama (cooperation), persaingan (competition),
pertikaian (pertentangan ataupun akomodasi). Bentuk-bentuk aktivitas
sosial tersebut dapat terjadi secara terus menerus, bahkan dapat
berlangsung seperti lingkaran tanpa berujung. Aktivitas sosial tersebut bisa
bermula dari setiap bentuk kerjasama, persaingan dan pertikaian kemudian
dapat berubah lagi menjadi kerjasama, begitu seterusnya, misalnya suatu
pertikaian untuk sementara waktu dapat terselesaikan kemudian dapat
bekerjasama berubah menjadi persaingan, apabila persaingan ini
memuncak, maka dapat terjadi pertikaian.33
a. Kerjasama
Kerjasama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama
antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan bersama.34 Kerjasama dapat terjadi dalam
kehidupan apabila manusia mempunyai kepentingan yang sama, tujuan
yang sama ataupun kegiatan yang sama, kerjasama ini di samping
sebagai perwujudan manusia pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai muslim juga mempunyai nilai agama yang tinggi,
sebab Islam juga menekankan pentingnya kerjsama, bantu membantu
32 Soerjono Sukanto, Memperkenalkan Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 17 33 Abdul Syani, Sosiologi Sistematika dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm.
156. 34 Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 79.
27
tolong menolong dalam kebaikan dan takwa sebagaimana Firman Allah
SWT. dalam QS. al-Maidah ayat 2 :
وتعاونوا على البر والتقوى وال تعاونوا على اإلثم والعدوان واتقوا )2:املائدة (.اهللا إن اهللا شديد العقاب
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (QS. al-Maidah: 2)35
Dalam kehidupan sosialpun kerjasama sangat diperlukan sebab
dalam usaha untuk mencapai tujuan tidak selamanya manusia mampu
mencapinya sendiri banyak hal yang memerlukan orang lain untuk
mencapai atau memecahkannya. Betapa pentingnya kerjasama,
digambarkan oleh Charles H Cooley sebagaimana dikutip Sorjono
Sukanto dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar, sebagai berikut:
“Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna”.36
b. Persaingan
Persaingan merupakan suatu usaha dari seseorang untuk
mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya. Sesuatu itu bisa
berbentuk benda atau popularitas tertentu.37 Persaingan dapat terjadi di
semua bidang kehidupan manusia misalnya persaingan di bidang
ekonomi, kebudayaan, kedudukan dan jabatan politik, persaingan
karena perbedaan ras, dan sebagainya. Bila persaingan tersebut terjadi
35 Soenarjo, op. cit., hlm. 157. 36 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
hlm. 98. 37 Abdul Syani, op. cit., hlm. 157.
28
dalam batas-batas kewajaran maka akan membawa dampak yang
positif, sebab akan membawa seseorang untuk berprestasi melebihi
orang lain. Misalnya kompetisi kejujuran, meraih rangking 1 di sekolah
dan sebagainya. Namun bila persaingan terjadi dalam ketidakwajaran
maka akan menimbulkan pertikaian karena menghalalkan segala cara.
Mengenai kompetisi ini Allah SWT memerintahkan kepada kita
sebagaimana Firman Allah QS. al-Baqarah ayat 148:
أت بكموا يكونا تم نات أيريبقوا الختا فاسليهوم وة ههلكل وجوء قديريلى كل شا إن اهللا عميع148: البقرة. (اهللا ج(
Dan tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya, maka berlomba-lombalah kamu dalam membuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (di hari kiamat) sesungguhnya Allah Maka Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Baqarah: 35)38
c. Pertikaian
Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang secara
negatif, artinya di satu pihak bermaksud mencelakakan atau paling
tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya.39 Pertikaian dapat
terjadi karena salah penafsiran terhadap suatu aktivitas yang dilakukan
oleh orang lain. Pertikaian juga dapat terjadi akibat suasana kompetitif.
Akibat kompetitif ini mengakibatkan bangkitnya nafsu untuk
menjatuhkan dan menghancurkan persaingannya. Mengenai kejelasan
tentang hal tersebut Allah berfirman dalam QS. al-Hujurat ayat 6:
جاءكم فاسق بنبأ فتبينوا أن تصيبوا قوما ياأيها الذين أمنوا إن ادمنين ملتا فعلى موا عبحصالة فته6: احلجرات . (بج(
Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu. (QS. al-Hujurat: 37)40
38 Soeanrjo, op. cit., hlm. 38. 39 Abdul Syani, op. cit., hlm. 158. 40 Soenarjo, op. cit., hlm. 846.
29
d. Akomodasi
Akomodasi adalah keadaan hubungan antara kedua belah pihak
yang menunjukkan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan
norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Akomodasi
sebenarnya suatu bentuk aktivitas sosial yang merupakan
perkembangan dari bentuk pertikaian di mana masing-masing pihak
melakukan penyesuaian dan berusaha mencapai kesepakatan untuk
tidak saling bertentangan.41 Dapat dipahami bahwa akomodasi
meurpakan terminal dari pertikaian pada tahap ini pihak yang bertikai
mencari pemecahan konflik, pencarian jalan keluar oleh kedua belah
pihak. Persoalan mereka dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah
untuk mencapai mufakat. Dengan musyawarah semua akan terlibat
dalam penyelesaian persoalan sehingga dapat dicapai kesepakatan
konsep persoalan ini sudah tercantum dalam sub ke-IV dalam pancasila
sekaligus pilihan cepat sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat
as-Syura ayat 38:
والذين استجابوا لربهم وأقاموا الصلوة وأمرهم شورى بينهم ومما )38: الشورى. (رزقناهم ينفقون
Dan bagi orang-orang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. (QS. as-Syura: 38)42
Jadi, dalam beraktivitas sosial memerlukan adanya interaksi sosial
yang merupakan kunci dari jawaban sosial. Oleh karena itu, interaksi
sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama, bertemunya orang
perorangan secara badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan
hidup dalam suatu kelompok sosial. Kehidupan sosial itu tercermin dalam
bentuk hubungan sosial yang didasari oleh rasa kasih sayang, tolong
41 Abdul Syani, op. cit., hlm. 159. 42 Soenarjo, op. cit., hlm. 789.
30
menolong, hormat menghormati, tenggang rasa dan sebagainya, yang
semua itu merupakan ukhuwah yang berlaku antar umat Islam khususnya,
maupun antar individu-individu manusia pada umumnya.
4. Faktor yang Mendasari Timbulnya Aktivitas Sosial
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa salah satu sifat manusia adalah
sebagai makhluk sosial, di samping sebagai makhluk individual. Sebagai
makhluk individual manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan
hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan makhluk sosial memiliki
dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain sehingga
dengan motif sosial tersebut manusia akan mencari orang lain untuk
mengadakan hubungan (interaksi).
Begitu pula dengan aktivitas sosial, manusia yang terlibat di
dalamnya juga memerlukan adanya interaksi serta komunikasi. Tanpa
interaksi dan komunikasi, maka aktivitas sosial tidak akan berjalan dengan
lancar walaupun begitu interaksi yang kelihatannya sederhana merupakan
suatu proses yang sebenarnya cukup kompleks. Adapun faktor-faktor yang
mendasari timbulnya aktivitas sosial yaitu:
a. Faktor imitasi
b. Faktor sugesti
c. Faktor identifikasi
d. Faktor simpati.43
Untuk lebih jelasnya keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1) Faktor imitasi
Yang dimaksud imitasi adalah dorongan untuk meniru orang
lain. menurut Gabriel Torde seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya
berdasarkan imitasi saja. Terdapat pendapat ini sukarlah orang
menerima seluruhnya. Memang imitasi memiliki peranan penting
dalam kehidupan masyarakat atau dalam interaksi sosial, namun
31
demikian interaksi bukanlah satu-satunya faktor yang mendasari
aktivitas sosial. Dan imitasi tidaklah berlangsung dengan sendirinya,
sehingga individu yang satu akan dengan sendirinya mengimitasi
individu yang lain.44
Untuk mengadakan imitasi (meniru) ada faktor psikologi yang
berperan. Dengan kata lain, imitasi tidak berlangsung secara otomatis,
tetapi ada faktor lain yang berperan sehingga seorang mengadakan
imitasi. Bagaimana orang dapat mengimitasi sesuatu kalau orang yang
bersangkutan tidak menerima terhadap yang diimitasi itu. Dengan
demikian untuk mengimitasi sesuatu perlu adanya sikap menerima, ada
sikap mengagumi terhadap yang diimitasi itu, karena imitasi tidak
berlangsung dengan sendirinya.45
2) Faktor Sugesti
Yang dimaksud sugesti adalah pengaruh psikis baik yang datang
dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain yang pada
umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang
bersangkutan. Oleh karena itu, sugesti dapat dibedakan menjadi 2
yaitu:
a) Auto sugesti yaitu sugesti terhadap diri sendiri, sugesti yang datang
dari dalam diri individu yang bersangkutan
b) Hetero sugesti yaitu sugesti yang datang dari orang lain.46
Sugesti juga mempunyai peranan yang besar dalam
pembentukan nama-nama, kelompok, prasangka, norma susila, norma
politiik dan lain-lainnya. Dalam pengertian Ilmu Jiwa Sosial sugesti
dapat dirumuskan suatu proses di mana seorang individu menerima
sesuatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku dari orang lain
43 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Rifika Aditama, 2002), hlm. 58. 44 Ibid. 45 Bimo Walgito, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003),
hlm. 59. 46 Ibid.
32
tanpa kritik terlebih dahulu. Ada beberapa syarat yang memudahkan
sugesti terjadi atau diterima orang lain antara lain:
a) Sugesti karena hambatan berfikir
b) Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah
c) Sugesti karena otoritas
d) Sugesti karena mayoritas
e) Sugesti karena “will to believe”.47
Dengan kelima faktor tersebut, sugesti akan diterima di
masyarakat.
3) Faktor identifikasi
Dalam psikologi, identitas berarti dorongan untuk menjadi
identif (sama) dengan orang lain.48 Identifikasi dilakukan orang kepada
orang lain yang dianggapnya ideal dalam suatu segi untuk memperoleh
sistem norma, sikap dan nilai yang dianggapnya ideal dan yang masih
kekurangan pada dirinya.
Proses identifikasi itu terjadi secara otomatis bawah sadar dan
objek identifikasi itu dipilih secara rasional, tetapi berdasarkan
penilaian subjektif, berperasaan. Ikatan yang terjadi antara orang
mengidentifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam
daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya.
Lagi pula imitasi dapat berlangsung antara orang yang tidak kenal,
sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi diri dengan orang
tersebut merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan
berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.49
4) Faktor simpati
Selain faktor-faktor di atas, faktor simpati juga memegang
peranan dalam kegiatan sosial. Simpati merupakan perasaan tertarik
47 W.A. Gerungan, op. cit., hlm. 61. 48 Bimo Walgito, op. cit., hlm. 63. 49 W.A. Gerungan, loc. cit., hlm. 67.
33
kepada orang lain.50 Oleh karena itu imitasi timbul tidak atas dasar
logis rasional, melainkan atas perasaan atau emosi. Dalam simpati
orang merasa terterik kepada orang lain yang seakan-akan berlangsung
dengan sendirinya, apa sebabnya merasa tertarik sering tidak
memberikan penjelasan lebih lanjut. Di samping individu juga
mempunyai kecenderungan untuk menolak orang lain, yang disebut
dengan antipati. Jadi, kalau simpati itu bersifat positif, maka antipati
bersifat negatif.51
Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa simpati timbul tidak
atas dasar logis irasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi,
seperti juga pada proses identifikasi, pada identifikasi dorongan
utamanya ialah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh, ingin
belajar dari orang lain yang dianggapnya ideal. Jadi pada simpati
dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin kerjasama dengan
orang lain. sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya ialah ingin
mengetahui jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dengan orang lain
yang dianggapnya ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan
kerjasama antara dua orang lebih orang yang setaraf. Hubungan
identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti
yang lain dalam sifat-sifat yang dikagumi. Simpati bermaksud
bekerjasama sedangkan identifikasi bermaksud belajar.52
50 Ibid., hlm. 69. 51 Bimo Walgito, op. cit., hlm. 64. 52 W.A. Gerungan, op. cit., hlm. 70.