BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB...

34
10 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut : a. Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi b. Pola persebaran sumber daya c. Distribusi pendapatan Pemerintah yang menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian atau dengan perkataan lain, dengan kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju keadaan yang diinginkannya. Dengan melalui kebijakan fiskal, antara lain pemerintah dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional, dapat mempengaruhi kesempatan kerja, dapat mempengaruhi tinggi rendahnya investasi nasional, dan dapat mempengaruhi distribusi penghasilan nasional (Wikipedia: 2018).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

10

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah

untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan

pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda

dengan kebijakan moneter, yang bertujuan menstabilkan perekonomian

dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.

Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.

Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat

memengaruhi variabel-variabel berikut :

a. Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi

b. Pola persebaran sumber daya

c. Distribusi pendapatan

Pemerintah yang menjalankan kebijakan fiskal adalah dengan maksud

untuk mempengaruhi jalannya perekonomian atau dengan perkataan lain,

dengan kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya

perekonomian menuju keadaan yang diinginkannya. Dengan melalui

kebijakan fiskal, antara lain pemerintah dapat mempengaruhi tingkat

pendapatan nasional, dapat mempengaruhi kesempatan kerja, dapat

mempengaruhi tinggi rendahnya investasi nasional, dan dapat

mempengaruhi distribusi penghasilan nasional (Wikipedia: 2018).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

11

Tahun 1936 Keynes menerbitkan bukunya “The General Theory of

Employment Interest And Money” (Teori Umum Tentang Kesempatan

Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan

fiskal. Kebijakan fiskal sering dikaitkan dengan Keynesianisme, teori-teori

ekonomi Keynesian didasarkan pada keyakinan bahwa tindakan proaktif

dari pemerintah adalah satu-satunya cara untuk mengarahkan

perekonomian. Ini berati bahwa pemerintah harus menggunakan kekuatan

guna meningkatkan permintaan agregat dengan meningkatkan belanja dan

menciptkan kondisi uang mudah didapatkan, dimana akan merangsang

perekonomian dengan menciptakan lapangan kerja dan kemakmuran pada

akhirnya meningkat.

a. Konsep Dasar Kebijakan Fiskal Dilihat Dari Situasi dan Kondisi

Perekonomian Negara

1. Kebijakan Fiskal Ekspansif: peningkatan belanja pemerintah dan /

atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan

permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini

adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan

angka pengangguran.

2. Kebijakan Fiskal Kontraktif: pengurangan belanja pemerintah

dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan

permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini

adalah untuk mengontrol inflasi.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

12

b. Tujuan

1. Mengatasi Inflasi

2. Mengatasi pengangguran

3. Menciptakan pertumbuhan ekonomi

c. Fungsi

1. Alokasi

Fungsi kebijakan fiskal yang pertama adalah fungsi alokasi. Yaitu

pengalokasian atau atau mengatur sumberdaya yang sudah ada pada

masyarakat agar bisa lebih maksimal mengelolanya

2. Distribusi

Fungsi yang kedua adalah fungsi distribusi yaitu pemerataan hasil

pendapatan negara ke masyarakat secara totalitas, tidak hanya

orang-orang tinggi saja yang menikmati hasil pendatapan Negara,

namun masyarakat pun ikut serta menikmatinya.

3. Stabilitas

Fungsi yang terakhir adalah fungsi stabilitas yaitu menjaga sumber

daya-sumberdaya yang sudah ada agar setabil seperti kebutuhan

pokok masyarakat, lowongan pekerjaan atau kesempatan kerja yang

memadai.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

13

2.1.2. Pengertian Perpajakan Secara Umum

Perpajakan secara umum pajak menurut Brotodiharjo dalam

Sukardji (2014:1) “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat

dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat

ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengat tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan”.

Sedangkan menurut Undang Undang No. 28 tahun 2007 tentang

KUP pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa bedasarkan

UU dengan tidak mendapat imbalan secaralangsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kesimpulan

dari berbagai pengertian pajak adalah :

a. Iuran rakyat yang diberikan kepada negara.

b. Bersifat memaksa

c. Dikenakan kepada orang pribadi atau badan

d. Dilandasi peraturan Undang Undang

e. Tidak mendapat imbalan secara langsung

f. Digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

14

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi Penerimaan Pajak

Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi

penerimaan pajak yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal adalah faktor yang berkaitan dengan direktorat jenderal pajak

sendiri yang berupa keterbatasan akses terhadap data wajib pajak, data

wajib Pajak belum seluruhnya terekam pada sistem yang ada, jumlah

pegawai tidak sebanding dengan jumlah wajib pajak, dan adanya

pembebasan pajak bagi pengusaha tertentu. Faktor eksternal yang

mempengaruhi penerimaan pajak diantaranya adalah faktor wajib

pajak dan faktor makro ekonomi. Dari wajib pajak berupa rendahnya

kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan pajaknya dengan benar,

adanya usaha penghindaran Pajak dengan melakukan tax planning, dan

adanya wajib Pajak yang tidak melaporkan kegiatan usahanya

(Suparmoko,2005:18) dalam (Ai Nety 2017).

Kondisi-kondisi makro ekonomi tertentu berpengaruh terhadap

penerimaan pajak. Faktor makro ekonomi tersebut diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Nilai Tukar Rupiah

b. Tingkat Suku Bunga

c. Pertumbuhan ekonomi

d. Harga Minyak di pasar Internasional

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

15

2.1.4. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) yang

bertanggung jawab atas kebijakan perpajakan, pajak penghasilan (PPh)

didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau

badan (subjek pajak/Wajib Pajak) atas penghasilan yang diterima atas

diperoleh (objek pajak) dalam Tahun Pajak. Ketentuan PPh telah diatur

dalam sejumlah pasal dalam UU PPh. Salah satunya adalah Pasal 17.

Dalam UU No. 36 Tahun 2008 (revisi) tentang PPh, Pasal 17 berfungsi

dalam mengatur tarif yang diberlakukan Pemerintah terhadap Subjek

Pajak. Sebagaimana yang termaksud dalam UU No.36 Tahun 2008, PPh

Pasal 17 menjelaskan secara terperinci tentang tarif yang digunakan

untuk menghitung penghasilan kena pajak. Subjek pajak/Wajib Pajak

yang dimasukkan dalam UU ini meliputi Wajib Pajak (WP) orang pribadi

dalam negeri dan WP badan dalam negeri/bentuk usaha tetap. Berikut

adalah tarif pajak yang diatur dalam PPh pasal 17. Tarif tersebut adalah

yang ditentukan oleh pemerintah dan mewajibkan wajib pajak bagi

individual untuk tertib membayar pajak.

Pemerintah lewat PPh pasal 31 E menjelaskan, wajib pajak tidak

perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas

tersebut. Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00

(lima puluh miliar rupiah) adalah sebagai batasan maksimal peredaran

bruto yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan dalam negeri untuk

dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31 E

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

16

ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Peredaran bruto adalah

penjualan atau penerimaan hasil usaha. Dalam Laporan Laba Rugi

(income statement) sering dibedakan antara penghasilan yang berasal dari

usaha dan non usaha. Nah istilah peredaran bruto adalah penghasilan

bruto (sebelum dikurangi beban pokok dan biaya) yang berasal dari

usaha. Sehingga maksud peredaran bruto sebesar Rp50.000.000.000,00

jelas tidak termasuk penghasilan lain-lain yang berasal dari penghasilan

non usaha. Alasan diberikannya insentif ini adalah Untuk mendukung

program pemerintah dalam rangka pemberdayaan UMKM. Mengurangi

beban pajak bagi WP badan UMKM akibat penerapan tarif tunggal PPh

Badan (Bayu,2017)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif Pajak

Sampai dengan Rp50.000.000 5%

Di atas Rp50.000.000-Rp250.000.000 15%

Di atas Rp250.000.000-Rp 500.000.000 25%

Di atas Rp 500.000.000 30%

Sedangkan yang diatur dalam PP no 46 adalah Bagi Wajib Pajak

Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan

peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, akan

dikenai pajak dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

17

sebesar 1% (satu persen). Ketentuan ini diatur dalam Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan

dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki

Peredaran Bruto Tertentu. Dalam PP tersebut diatur juga tentang kriteria

Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang tidak dapat memanfaatkan

aturan ini.

a. Wajib Pajak badan yang belum beroprasi secara komersial

b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu satu tahun setelah

beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp

4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta) dan mewajibkan

wajib pajak dalam ketentuan PP no 46 adalah Wajib Pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk

bentuk usaha tetap.

b) Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari

jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto

tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak

Saat ini PP 46 Tahun 2013 sudah digantikan dengan PP 23 tahun 2018

adapun perubahan pada tarif dan pengecualian wajib pajak sebagai

berikut :

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

18

- Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebelumnya

dikenakan tarif 1% kini turun menjadi 0,5%

- Dihilangkannya pengecualian terhadap dua jenis wajib pajak yaitu:

a. Wajib pajak badan yang belum beroperasi secara komersial

b. Wajib pajak orang probadi yang melakukan kegiatan usaha

perdagangan dan atau jasa yang dalam usahanya

menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar

pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan

menggunkan sebagian atau seluruh tempat untuk

kepentungan umumyang tidak diperuntukan untuk tempat

usaha atau berjualan.

Dengan dihapuskannya pengecualian terhadap dua jenis wajib

pajak tersebut, maka PP 23 memiliki cakupan yang lebih luas

terhadap wajib pajak.

2.1.5. Pengertian Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)

Pengertian /Definisi Nilai Tukar Mata Uang atau Kurs

Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep Purchasing Power

Parity ( PPP ) yang pertama kali dikemukakan oleh (Gustav Cassell

1922:2) dalam (Ai Nety ,2017). Kemudian berkembang konsep dengan

pendekatan neraca pembayaran (balance of payment theory) dan konsep

selanjutnya adalah pendekatan moneter (monetary approach).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

19

Nilai mata uang dari suatu negara yang cenderung menurun

menunjukkan negara tersebut mempunyai tingkat inflasi yang tinggi.

Inflasi suatu negara lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain berarti

harga barang-barang di negara tersebut naik lebih cepat dari negara lain.

Hal ini akan berakibat ekspor akan turun dan impor akan naik karena

harga barang-barang negara bersangkutan lebih mahal bila dibandingkan

dengan barang-barang negara lain. Dengan demikian supply dari mata

uang asing akan turun dan demand akan naik, sehingga nilai mata uang

asing akan naik (nilai mata uang domestik akan turun atau terdepresiasi).

Nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara

lain. Kebijakan nilai tukar rupiah dilakukan untuk mengendalikan

transaksi neraca pembayaran. Krisis ekonomi yang dialami oleh

Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya diawali dengan jatuhnya nilai

tukar rupiah dan mata uang asing lainnya terhadap nilai dolar Amerika.

Asumsi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS dibutuhkan

untuk merupiahkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran dalam RAPBN

maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN )yang nilai

aslinya dalam dolar AS. Pos penerimaan dalam RAPBN maupun

Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) yang nilainya dalam

dolar AS adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang antara

lain dari ekspor baik migas maupun non-migas. Di samping itu ada juga

penerimaan dari pajak yang dalam hal ini bisa dari PPh maupun PPN

hasil ekspor migas maupun non -migas. Dalam kondisi kurs yang stabil

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

20

akan mendorong dunia usaha menjalankan kegiatannya dengan tenang

khusunya bagi usaha yang menggunakan valuta asing dalam transaksinya.

Fluktuasi kurs yang ekstrim dapat mengakibatkan perusahaan merugi

atau bahkan kolaps dan tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya.

Dalam menghitung penghasilan neto untuk kepentingan perpajakan,

kerugian akibat selisih kurs merupakan biaya yang dapat dikurangkan

dari penghasilan bruto sehingga semakin besar kerugian akibat selisih

kurs maka semakin kecil keuntungan yang diperoleh perusahaan

sehingga Pajak Penghasilan yang dibayar juga semakin kecil. (Dietrich

Lerche, 2007 : 1) dalam (Ai Nety,2017)

2.1.6. Pengertian Kebijakan Akuntansi

Kebijakan Akuntansi menurut PSAK 25 (Penyesuaian 2014)

Kebijakan akuntansi adalah prinsip, dasar, konvensi, peraturan dan praktik

tertentu yang diterapkan entitas dalam penyusunan dan penyajian laporan

keuangan. Kesalahan periode sebelumnya adalah kelalaian untuk

mencantumkan, dan kesalahan dalam mencatat, dalam laporan keuangan

entitas untuk satu atau lebih periode sebelumnya yang timbul dari

kegagalan untuk menggunakan, atau kesalahan penggunaan, informasi

andal yang:

a. Tersedia ketika penyelesaian laporan keuangan untuk periode

tersebut; dan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

21

b. Secara rasional diharapkan dapat diperoleh dan dipergunakan

dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan tersebut.

Kesalahan tersebut termasuk dampak kesalahan perhitungan

matematis, kesalahan penerapan kebijakan akuntansi, kekeliruan atau

kesalahan interpretasi fakta, dan kecurangan.

Material kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam

mencatat pos-pos laporan keuangan adalah material jika, baik secara

sendiri atau bersama, dapat mempengaruhi keputusan ekonomik

pengguna laporan keuangan. Materialitas bergantung pada ukuran dan

sifat dari kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam

mencatat tersebut dengan memperhatkan keadaan terkait. Ukuran atau

sifat dari pos laporan keuangan, atau gabungan dari keduanya, dapat

menjadi faktor penentu.

Penerapan retrospektif adalah penerapan kebijakan akuntansi baru

untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain seolah-olah kebijakan

tersebut telah diterapkan.

Penerapan prospektif suatu perubahan kebijakan akuntansi dan

pengakuan dampak perubahan estimasi akuntansi, masing-masing

adalah:

a. Penerapan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa

dan kondisi lain yang terjadi setelah tanggal perubahan kebijakan

tersebut; dan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

22

b. Pengakuan dampak perubahan estimasi akuntansi pada periode

berjalan dan periode mendatang yang dipengaruhi oleh

perubahan tersebut.

Penyajian kembali retrospektif adalah koreksi pengakuan,

pengukuran, dan pengungkapan jumlah unsur-unsur laporan keuangan

seolah-olah kesalahan periode sebelumnya tidak pernah terjadi.

Ketika suatu PSAK secara spesifik berlaku untuk suatu transaksi,

peristiwa atau kondisi lain, kebijakan akuntansi yang diterapkan pos

tersebut menggunakan PSAK tersebut. Dalam hal tidak ada PSAK

yang secara spesifik berlaku untuk transaksi, peristiwa atau kondisi

lain, maka manajemen menggunakan pertimbangannya dalam

mengembangkan dan menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang

menghasilkan informasi yang relevan dan andal.

Entitas memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi secara

konsisten untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang serupa,

kecuali suatu PSAK secara spesifik mengatur atau mengizinkan

pengelompokkan pos-pos dengan kebijakan akuntansi yang berbeda

adalah hal yang tepat. Jika suatu PSAK mengatur atau mengizinkan

pengelompokkan tersebut, maka kebijakan akuntansi yang tepat

dipilih dan diterapkan secara konsisten untuk setiap kelompok.

Entitas mengubah suatu kebijakan akuntansi hanya jika perubahan

tersebut:

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

23

a. Dipersyaratkan oleh suatu PSAK; atau

b. Menghasilkan laporan keuangan yang memberikan informasi yang

andal dan lebih relevan tentang dampak transaksi, peristiwa atau

kondisi lainnya terhadap posisi keuangan, kinerja keuangan atau arus

kas entitas.

Penerapan Perubahan Kebijakan Akuntansi:

a. Entitas mencatat perubahan kebijakan akuntansi akibat dari penerapan

awal suatu PSAK sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisi

dalam PSAK tersebut, jika ada; dan

b. Jika entitas mengubah kebijakan akuntansi untuk penerapan awal

suatu PSAK yang tidak mengatur ketentuan transisi untuk perubahan

tersebut, atau perubahan kebijakan akuntansi secara sukarela, maka

entitas menerapkan perubahan tersebut secara retrospektif.

Ketika perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif, maka

entitas menyesuaikan saldo awal setiap komponen ekuitas yang

terpengaruh untuk periode sajian paling awal dan jumlah komparatif

lainnya diungkapkan untuk setiap periode sajian seolah-olah kebijakan

akuntansi baru tersebut sudah diterapkan sebelumnya.

Perubahan Estimasi Akuntansi

Dampak perubahan estimasi akuntansi diakui secara prospektif dalam

laporan laba rugi pada:

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

24

a. Periode perubahan, jika dampak perubahan hanya pada periode

itu; atau

b. Periode perubahan dan periode mendatang, jika perubahan

berdampak pada keduanya.

Sepanjang perubahan estimasi akuntansi mengakibatkan perubahan

aset dan laibilitas, atau terkait dengan suatu pos ekuitas, perubahan

estimasi akuntansi tersebut diakui dengan menyesuaikan jumlah tercatat

pos aset, liabilitas, atau ekuitas yang terkait pada periode perubahan.

Berikut adalah bidang yang menimbulkan perbedaan kebijakan akuntansi

dan karena itu diperlukan pengungkapan atas perlakuan akuntansi terpilih:

a. Umum

a) Kebijakan konsolidasi

b) Konversi atau penjabaran mata uang asing meliputi pengakuan

keuntungan dan kerugian pertukaran

c) Kebijakan penilaian menyeluruh seperti harga perolehan, daya beli

umum, nilai penggantian

d) Peristiwa setelah tanggal neraca

e) Sewa guna usaha, sewa beli atau transaksi cicilan dan bung

f) Pajak

g) Kontrak jangka panjang

h) Franchise atau waralaba

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

25

b. Aktiva

a) Piutang

b) Persediaan (persediaan dan barang dalam proses) dan beban pokok

penjualannya

c) Aktiva dapat disusutkan dan penyusutan

d) Tanaman belum menghasilkan

e) Tanah yang dimiliki untuk pembangunan dan biaya pembangunan

f) Investasi pada anak perusahaan, investasi dalam perusahaan

asosiasi dan investasi lain

g) Penelitian dan pengembangan

h) Paten dan merek dagang

i) Goodwill

c. Kewajiban dan penyisihan

a) Jaminan

b) Komitmen dan kontinjensi

c) Biaya pensiun dan tunjangan hari tua

d) Pesangon dan uang penggantian

d. Keuntungan dan kerugian

a) Metode pengakuan pendapatan

b) Pemeliharaan, reparasi-perbaikan (repairs), dan penyempurnaan–

penambahan (improvement)

c) Untung-rugi penjualan aktiva

d) Akuntansi Dana, wajib atau tak wajib, termasuk pembebanan dan

pengkreditan langsung ke perkiraan surplus.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

26

2.1.6.1. Kebijakan Akuntansi Persediaan

PSAK 14 Persediaan menyarankan penggunaan metode identifikasi

khusus untuk menentukan biaya persediaan, jika metode itu bisa

dipraktikkan. Persediaan juga bisa diukur menggunakan salah satu dari

beberapa model biaya lain sejauh penerapannya konsisten, yang di

antaranya adalah metode biaya rata-rata dan metode masuk pertama

keluar pertama (biasa disebut metode FIFO). PSAK 14 secara tegas

melarang penggunaan metode masuk terakhir keluar pertama (biasa

disebut metode LIFO). Mengacu pada alternatif-alternatif metode yang

diperbolehkan oleh PSAK 14, entitas menetapkan untuk menerapkan

metode tertentu, misalnya metode FIFO. Penerapan metode tertentu

oleh entitas itulah yang dimaksud dengan kebijakan akuntansi.

a. FIFO

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2014) merumuskan FIFO

sebagai berikut, “formula MPKP / FIFO mengasumsikan barang

dalam persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau digunakan

terlebih dahulu sehingga yang tertinggal dalam persediaan akhir

adalah yang dibeli atau diproduksi kemudian”. Sedangkan menurut

Syafi’I Syakur Ahmad (2009;136) pengertian metode penilaian FIFO

adalah : “Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang dagangan

yang pertama dibeli adalah barang dagangan yang pertama dijual

(the first merchandise purchased is the first merchasndise sold),

karena harga pokok penjualan dinilai berdasarkan harga pokok

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

27

persediaan pertama masuk maka harga pokok persediaan yang

tersisa terdiri dari harga pokok persediaan yang terakhir kali masuk.”

Semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan

sama pada akhir bulan terlepas dari apakah yang dipakai adalah

sistem persediaan perpetual atau periodik. Hal ini disebabkan karena

yang akan menjadi bagian dari harga pokok penjualan adalah

barang-barang yang akan dibeli terlebih dahulu,dan karenanya

dikeluarkan lebih dulu terlepas dari apakah harga pokok penjualan

dihitung seiring barang dijual sepanjang periode akuntansi (sistem

perpetual) atau sebagai residu pada akhir periode akuntansi (sistem

periodik). Selain dianjurkan oleh pemerintah , metode FIFO banyak

digunakan oleh perusahaan-perusahaan karena :

1. Perhitungan dan pelaksanaannya sederhana

2. Nilai persediaan akhir pada neraca sesuai dengan harga yang

berlaku sekarang

3. Dapat menghindari kerusakan dan keusangan persediaan

b. Rata-Rata

Menurut Kieso, Weygant dan Warfield (2007;417) pengertian

metode rata-rata yaitu : “Average cost method to calculate the price

of items contained in the inventory on the basic of the average cost

of the same goods are available for a period.” Maksudnya adalah :

“Metode biaya rata-rata menghitung harga pos-pos yang terdapat

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

28

dalam persediaan atas dasar biaya rata-rata barang yang sama yang

tersedia selama satu periode.” Pemakaian metode rata-rata biasanya

dapat dibenarkan dari sisi praktis, bukan karena alasan konseptual.

Metode ini mudah diterapkan, objektif dan tidak dapat dimanfaatkan

untuk memanipulasi laba seperti halnya beberapa metode penentuan

harga persediaan lainnya. Selain itu, metode pendukung metode

biaya rata-rata berpendapat bahwa secara umum perusahaan tidak

mungkin mengukur arus fisik persediaan secara khusus, dan

karenanya lebih baik menghitung biaya persediaan atas dasar harga

rata-rata.

Metode penilaian rata-rata, yaitu :

1. Metode rata-rata sederhana (simple average method)

Harga beli dari setiap kali melakukan pembelian dibagi dengan

jumlah pembelian yang dilakukan pada akhir periode.

2. Metode rata-rata tertimbang (weighted average method)

Harga beli dari setiap kali pembelian dikalikan dengan unit yang

dibeli dibagi dengan jumlah unit pembelian, dilakukan pada akhir

periode.

2.1.6.3. Kebijakan Akuntansi Depresiasi

Penyusutan adalah proses akuntansi untuk mengalokasikan baiay

aset berwujud menjadi biaya secara sistematis dan nasional terhadap

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

29

periode yang diharapkan dapat memanfaatkan penggunaan aset

tersebut.(Keiso dkk 2011)

Jumlah yang dapat disusutkan dialokasi ke setian periode akuntansi

selama masa manfaat aktiva dengan berbagai metode yang sistematis,

metode yang dapat digunakan sebagai berikut :

a. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)

Metode ini disebut juga Straight-Line Method dan merupakan

metode yang paling sering digunakan untuk menghitung beban

penyusutan. Metode ini fokus pada penyusutan sebagai fungsi dari

waktu dan bukan dari fungsi penggunaan. Rumus perhitungannya

sebagai berikut:

Namun penggunaan metode ini dinilai kurang realistis karena

kegunaan aktiva sama setiap tahunnya.

b. Metode Saldo Menurun

Metode penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan cara ini,

beban depresiasi tahun pertama lebih besar daripada tahun

berikutnya. Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru

akan dapat digunakan dengan lebih efisien dibanding aktiva yang

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

30

tua. Demikian juga dengan biaya perbaikan dan pemeliharaannya.

Aktiva yang baru akan memerlakukan akan memerlukan biaya

pemeliharaan dan perbaikan yang lebih sedikit dibanding aktiva

lama.Dengan metode ini diharapkan jumlah beban depresiasi dan

biaya pemeliharaan serta perbaikan dari tahun ke tahun akan relatif

stabil. Di tahun pertama, bila depresiasinya besar maka biaya

pemeliharaannya kecil. Sebaliknya di tahun terakhir beban depresiasi

kecil sedangkan biaya pemeliharaannya besar.

2.1.6.4. Penilaian Piutang

Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2010) memberikan definisi atau

pengertian piutang adalah jumlah yang dapat ditagih/diklaim dari

seseorang atau perusahaan lain yang diharapkan akan dilunasi

dengan kas.

a. Jenis Piutang

Ada beberapa jenis piutang yang lazim dimiliki sebuah perusahaan

bisnis. Jenis-jenis akuntansi piutang yang umum tersebut adalah

Piutang Dagang (Account Receivable), Piutang Wesel (Notes

Receivable), dan Piutang Lain-lain. Penjelasan secara singkat tentang

masing-masing jenis piutang akan disampaikan berikut ini.

a) Piutang Dagang atau Account Receivable

Dikenal juga dengan istilah Piutang Usaha. Piutang usaha

merupakan sejumlah tagihan yang muncul dari pembelian kredit

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

31

yang dilakukan. Piutang usaha biasanya akan memiliki jangka

waktu 30 sampai 60 hari untuk dilunasi oleh pemilik utang. Tipe

piutang ini merupakan tipe piutang yang paling besar yang dimiliki

oleh perusahaan. Piutang usaha penting untuk dianalisis karena

jarang sekali transaksi jual-beli dalam jumlah besar dilakukan

secara tunai. Dalam praktiknya, piutang dagang yang bernilai besar

ini mengkhawatirkan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan track

record pembelinya. Jika pembelinya merupakan orang yang disiplin

dalam melunasi, maka perusahaan tidak harus mencadangkan

kerugian piutang. Perusahaan punya landasan kepercayaan bahwa

pembeli akan melunasinya. Berbeda dengan pembeli dengan track

record utang yang buruk, perusahaan kemungkinan akan memiliki

beban kerugian piutang yang besar juga.

b) Piutang Wesel atau Notes Receivable

Piutang wesel sebenarnya penguatan dari piutang dagang. Dalam

praktiknya, piutang wesel merupakan sebuah janji tertulis yang

tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang di tanggal tertentu

dimasa yang akan datang akibat transaksi jual-beli secara kredit di

masa sekarang. Janji tertulis tersebut seringkali juga dikenal dengan

istilah lain, yaitu surat promes. Dalam surat promes, tertera

perjanjian kapan terjadi transaksi jual-beli secara kredit dan

pernyataan bahwa pembeli akan menyanggupi kewajibannya untuk

melunasi utang tersebut dengan nilai tertentu di masa depan. Sub

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

32

jenis dari piutang wesel adalah piutang wesel berbunga, di mana

sesuai namanya, piutang ini disertai dengan tingkat bunga tertentu.

Rumus untuk menentukan berapa nominal bunga piutang wesel itu

adalah :

rate (suku bunga) piutang wesel x waktu pelunasan x jumlah

piutang wesel

c) Piutang Lain-lain atau Other Receivable

Piutang lain-lain merupakan apapun bentuk tagihan yang tidak

terklasifikasi dalam jenis piutang dagang dan piutang wesel.

Beberapa contoh piutang yang termasuk dalam jenis piutang lain-

lain adalah piutang dividen, piutang bunga, uang muka pembelian,

tagihan langganan untuk pengembalian tempat barang, dan tuntutan

kerugian pada perusahaan asuransi.

b. Kerugian Piutang

Piutang dagang yang dimiliki oleh perusahaan belum tentu seluruhnya

dapat ditagih. Piutang usaha yang tidak dapat tertagih biasanya

dimanakan kerugian piutang dan dalam akuntansi dicatat dalam akun

kerugian piutang.

Terdapat dua metode yang digunakan untuk mencatat adanya kerugian

piutang yaitu:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

33

a) Metode Cadangan (Allowence Method)

Metode cadangan digunakan apabila kerugian piutang yang biasa

terjadi cukup besar jumlahnya. Tiga hal yang penting yang perlu

diperhatikan dalam penerapan metode ini adalah :

1. Kerugian piutang tidak tertagih ditentukan jumlahnya melalui

taksiran dan dibandingkan dengan penjualan pada periode

akuntansi yang sama dengan periode terjadinya penjualan

2. Jumlah piutang yang ditaksir tidak dapat diterima, dicatat dengan

mendebet rekening Kerugian Piutang dan mengkredit rekening

Cadangan Kerugian Piutang

3. Kerugian piutang yang sesungguhnya terjadi dicatat dengan

mendebet rekening Cadangan Kerugian Piutang dan mengkredit

rekening Piutang Dagang pada saat dihapus dari pembukuan

Bila terjadi penerimaan kembali piutang yang telah dihapus maka

perusahaan membuat dua ayat jurnal yaitu :

1. Ayat jurnal untuk mencatat kembali piutang yang telah dihapus

sehingga tercatat kembali dipembukuan sebagai piutang

2. Jurnal untuk mencatat penerimaan kas dari piutang yang telah

dihapus

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

34

b) Metode Penghapusan Langsung (Direct Method)

Dalam penerapan metode ini jumlah kerugian tidak perlu ditaksir

dan dalam pembukan tidak perlu digunakan Cadangan Kerugian

Piutang. Apabila suatu piutang diyakini tidak dapat tertagih lagi,

maka kerugian akibat piutang tersebut langsung didebetkan kedalam

rekening Kerugian Piutang dan pada rekening piutang dagang

dikreditkan. Bila ditunjau dari penanding (Maching Concept)

metode ini tidak memberikan gambaran penanding yang tepat baik

dalam laporan laba rugi atau dalam neraca perusahaan. Karena

rekening Kerugian Piutang hanya akan menunjukan jumlah

kerugian yang diderita.

2.1.7. Pengertian Akuntansi Positif

Watts dan Zimmerman (1986, 1990) memberikan gambaran

tentang praktik akuntansi yang didesain untuk menjelaskan dan

memprediksi apa yang akan dilakukan perusahaan dan apa yang tidak

akan dilakukan perusahaan secara khusus, misalnya pemilihan metode

akuntansi. Teori akuntansi positif menjelaskan bagaimana akuntansi

keuangan dapat digunakan untuk meminimalisasi biaya keagenan dari

setiap pihak yangterlibat dalam kontrak yang masing-masingpihak

mengutamakan kepentingannya (Deegan, 2004) dalam Bayu Rochmad

2013. Teori akuntansi positif menggunakan perspektif ekonomi untuk

menjelaskan tentang perilaku manajemen dalam pemilihan kebijakan

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

35

akuntansi (Mangos dan Lewis 1995). Asumsi ekonomi dalam teori

akuntansi positif membuat kerangka piker menjadi terlalu sempit.

Asumsi ini menghalangi para peneliti terdahulu untuk memperluas

penelitian dan konteks penelitian yang lebih komplek. Mangos dan

Lewis (1995) mengkritik asumsi ekonomi murni sebagai dasar

penjelasan perilaku dalam pemilihan metode akuntansi.

Tiga hipotesis yang diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986) :

a. Hipotesis Biaya Politik

Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap,

makin besar biaya politik yang mesti ditanggung oleh perusahaan,

manajer cenderung lebih memilih prosedur akuntansi yang

menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa sekarang menuju

masa depan. Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu

dimensi politik pada pemilihan kebijakan akuntansi. Perusahaan-

pemsahaan yang ukurannya sangat besar mungkin dikenakan

standar kinerja yang lebih tinggi, dengan penghargaan terhadap

tanggung jawab lingkungan, hanya karena mereka merasa bahwa

mereka besar dan berkuasa. Jika perusahaan besar juga memiliki

kemampuan meraih profit yang tinggi, maka biaya politik bisa

diperbesar.

Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi

biaya politik pada poin-poin waktu tertentu. Persaingan luar negeri

mungkin mengarah pada menurunnya profitabilitas kecuali

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

36

perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa mempengaruhi proses

politik untuk bisa melindungi impor secara keseluruhan. Salah satu

cara untuk melakukan ini adalah dengan mengadopsi kebijakan

akuntansi income-decreasing (pendapatan menurun) dalam rangka

meyakinkan pemerintah bahwa profit sedang turun.

b. Hipotesis Kontrak Hutang

Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap,

makin dekat suatu perusahaan terhadap pelanggaran pada

akuntansi yang didasarkan pada kesepakatan utang, maka

kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan manajer

perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba

yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini

Alasannya adalah laba yang dilaporkan yang makin meningkat

akan menurunkan kelalaian teknis. Sebagian besar dari perjanjian

hutang berisi kesepakatan bahwa pemberi pinjaman harus bertemu

selama masa perjanjian. Sebagai contoh, perusahaan yang

mendapat pinjaman boleh sepakat memelihara level tertentu dari

hutang terhadap harta, laporan bunga, modal kerja, dan harta

pemilik saham.

Jika kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang

tersebut bisa memberikan/mengeluarkan penalti, seperti

pembatasan dividen atau tambahan pinjaman. Dengan jelas,

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

37

prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi kegiatan

perusahaan dalam operasional perusahaan itu sendiri. Untuk

mencegah, atau paling tidak menunda, pelanggaran semacam itu,

perusahaan bisa memilih kebijakan akuntansi tertentu yang bisa

meningkatkan laba masa kini. Berdasarkan hipotesis kesepakatan

hutang, ketika perusahaan mendekati kelalaian, atau memang

sudah berada dalam lalai/cacat, lebih cenderung untuk melakukan

hal ini

c. Hipotesis Rencana Bonus

Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap,

para manajer perusahaan dengan rencana bonus cenderung untuk

memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang

dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini.

Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer

perusahaan, seperti orang-orang lain, menginginkan imbalan yang

tinggi. Jika imbalan mereka bergantung, paling tidak sebagian,

pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka

kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka pada

periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi

mungkin. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan

memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang

dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja, sesuai dengan

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

38

karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan

penurunan pada laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa

yang akan datang, dengan taktor-faktor lain tetap sama. Namun

nilai masa kini (present value) dari kegunaan manajer dari lini

bonus masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan

memberikan perubahan menuju masa kini.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

39

2.2. Tinjau Pustakan / Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Penulis

Judul

Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1 Ai Nety

Sumidartini .

2017

Pengaruh Nilai

Tukar Rupiah

Serta Tingkat

Suku Bunga

Terhadap

Penerimaan

Pajak Pada

Direktorat

Jenderal Pajak

Independen:

nilai tukar rupiah

terhadap dollar

amerika (X1), dan

suku bunga

Sertifikat Bank

Indonesia (SBI) 3

bulanan (X2).

Dependent:

penerimaan pajak

(Y)

1. Terdapat pengaruh antara nilai

tukar rupiah dengan penerimaan

pajak dengan pengaruh sebesar

47,90% dengan sifat searah (positif),

dimana ketika dolar Amerika

mengalami apresiasi terhadap rupiah

maka perusahaan yang melakukan

ekspor barang akan mendapatkan

selisih lebih karena perbedaan kurs

dan selisih lebih tersebut merupakan

penghasilan yang merupakan objek

Pajak.

2. Terdapat pengaruh antara tingkat

suku bunga dengan penerimaan pajak

sebesar 52,20 % dengan sifat tidak

searah (negatif), dimana ketika

tingkat bunga tinggi maka biaya

perusahaan akan naik (karena bunga

adalah biaya) sehingga harga pokok

naik, laba berkurang, dan pajak

terutang berkurang. 3. Terdapat

hubungan yang signifikan antara,

nilai tukar rupiah, dan tingkat suku

bunga secara bersama-sama terhadap

penerimaan pajak dimana hasil

analisis linier berganda tiga variabel

menunjukkan nilai korelasi ( R )

yang dihasilkan model regresi

nilainya mendekati 1 yaitu 0,560.

2 Bayu, 2108 Pengaruh

Inflasi,

Pertumbuhan

Ekonomi Dan

Tarif Pajak

Terhadap

Penerimaan

Pajak Yang

Dimoderasi

Oleh Kebijakan

Akuntansi

(Studi Kasus

Pada

Perusahaan

Food and

Baverage Yang

Terdaftar Di

BEI Periode

2015-2017)

independen: Inflasi

(X1) , Pertumbuhan

Ekonomi (X2),

Tarif Pajak (X3)

Dependen :

Pendapatan Pajak

(Y)

1. Inflasi berpengaruh terhadap

penerimaan pajak

2. Pertumbuhan ekonomi

berpengaruh terhadap pendapatan

pajak

3. Tarif pajak berpengaruh terhadap

penerimaan pajak

4. Perana kebijakan akuntansi sebagai

moderasi inflasi terhadap penerimaan

pajak dapat memperkuat penerimaan

pajak

5. Peran kebijakan akuntansi sebagi

moderasi pertumbuhan ekonomi

terhadap penerimaan pajak dapat

memperkuat penerimaan pajak

6. Peran kebijakan akuntansi sebagai

moderasi tarif pajak terhadap

penerimaan pajak dapat memperkuat

penerimaan pajak

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

40

3 Bayu Rochmad,

(2013)

Pengaruh

Leverage,

Bonus Plan,

Dan Kekuatan

Buruh

independen: (X)

leverage,Bonus

plan

dan kekuatan buruh

Dependen :

Kebijakan

akuntansi (Y)

Leverage merupakan variabel

independen yang berpengaruh negatif

terhadap pemilihan kebijakan

akuntansi. Hal ini berarti semakin

tinggi leverage, maka akan memilih

kebijakan

akuntansi yang menurunkan laba.

Bonus plan merupakan variabel

independen yang berpengaruh positif

terhadap pemilihan kebijakan

akuntansi. Hal ini berarti semakin

tinggi bonus plan, maka akan

memilih kebijakan akuntansi yang

menaikan laba. Kekuatan buruh

merupakan variabel independen yang

berpengaruh negatif terhadap

pemilihan kebijakan akuntansi. Hal

ini berarti semakin tinggi kekuatan

buruh , maka akan memilih kebijakan

akuntansi yang menaikan laba.

4 Muhamad

Yunanto, (2016)

DAMPAK

KEBIJAKAN

FISKAL

TERHADAP

SEKTOR

INDUSTRI

independen: (X)

kebijakan vskal

Dependen : Sektor

Industri (Y)

Berdasarkan fakta empiris dapat

disimpulkan bahwa kebijakan fiskal

berdampak terhadap sektor industri.

Hal ini berdasarkan pada hasil

analisis IRF yang menunjukkan

adanya respon positif dari variabel

sektor industri terhadap guncangan

variabel penerimaan pajak dan

pengeluaran pemerintah.Hasil

analisis variance decomposition

menunjukkan persentase kontribusi

terbesar berasal dari variabel tingkat

suku bunga BI. Efektifitas Alat

Kebijakan Fiskal dalam upaya

peningkatan daya saing sangat

ditentukan dengan penentuan tujuan

dan subyek kebijakan serta pilihan

bauran kebijakan fiskal yang cocok.

Randy Al

Syafassi , 2011

Analisis

Pengaruh Suku

Bunga SBI,

Fluktuasi Kurs

Dollar AS dan

Tingkat Inflasi

Terhadap

Penerimaan

Pajak

Penghasilan

Independen : Suku

Bunga SBI (X1),

Fluktuasi Kurs

Dollar AS (X2) dan

Tingkat Inflasi (X3)

Dependen:

Penerimaan Pajak

Penghasilan (Y)

1. Kenaikan suku bunga SBI akan

menyebabkan kenaikan penerimaan

pajak penghasilan dan suku bunga

SBI akan berpengaruh terhadap

penurunan pajak penghasilan.

2.Kenaikan kurs USD akan

menyebabkan kenaikan penerimaan

pajak penghasilan dan kurs USD

akan berpengaruh terhadap

penurunan pajak penghasilan

3. Kenaikan inflasi akan

menyebabkan kenaikan penerimaan

pajak penghasilan dan inflasi akan

berpengaruh terhadap penurunan

pajak penghasilan

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

41

6 Mispiyanti, Ika

Neni Kristianti

(2017)

ANALISIS

PENGARUH

PDRB,

INFLASI,

NILAI KURS,

DAN TENAGA

KERJA

TERHADAP

PENERIMAAN

PAJAK

Independen : PDRB

(X1), Inflasi (X2)

dan Tenaga Kerja

(X3) Nilai Kurs

(X4) Dependen:

Penerimaan Pajak

Penghasilan (Y)

Berdasarkan hasil penelitian dan

diskusi mengenai analisis Pengaruh

PDRB, inflasi, nilai kurs, dan tenaga

kerja terhadap penerimaan pajak pada

Kabupaten Cilacap, Banyumas,

Purbalingga, Kebumen dan

Purworejo, maka dapat ditarik

kesimpulan yaitu secara parsial,

PDRB dan tenaga kerja berpengaruh

positif terhadap penerimaan pajak

pada Kabupaten Cilacap, Banyumas,

Purbalingga, Kebumen dan

Purworejo sedangkan inflasi dan nilai

kurs tidak berpengaruh terhadap

penerimaan pajak pada Kabupaten

Cilacap, Banyumas, Purbalingga,

Kebumen dan Purworejo

7 Sari Zawitri,

2016

Tingkat

Kepatuhan

Wajib Pajak

Badan Usaha

Setelah

Diberlakukanya

Taruf 1%(Final)

PPh (Studi

Kasus KPP

Pratama

Pontianak)

,2016

Independen :-

Dependen: Tingkat

Kepatuhan (Y)

terdapat peningkatan kepatuhan wajib

pajak badan di KPP Pratama

Pontianak sesudah adanya kebijakan

pajak 1% perbulan dari omzet

(peredaran bruto), jika dibandingkan

sebelum adanya kebijakan. Hal ini

ditunjukkan, dari total 91 responden

tingkat kepatuhan pajak sebelum

adanya kebijakan pajak 1% dari

omzet /bulan sebesar 51% memiliki

tingkat kepatuhan pajak yang rendah,

edangkan, sesudah adanya kebijakan

pajak 1% dari omzet /bulan 52%

2.3. Hipotesis

1.2.2. Pengaruh Kenaikan Tingkat Mata Uang Terhadap Penerimaan Pajak

Menurut Ai Nety (2017) Terdapat pengaruh antara nilai tukar rupiah

dengan penerimaan pajak dengan sifat searah (positif), dimana ketika dolar

Amerika mengalami apresiasi terhadap rupiah maka perusahaan yang

melakukan ekspor barang akan mendapatkan selisih lebih karena

perbedaan kurs dan selisih lebih tersebut merupakan penghasilan yang

merupakan objek Pajak. Meneruskan dari penelitian terdahulu maka

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

42

memastikan lagi seberapa besar pengaruh kenaikan tingkat nilai mata uang

terhadap penerimaan pajak pengahsilan (PPh).

H1: Kenaikan tingkat mata uang berpengaruh terhadap penerimaan

pajak

1.3.2. Pengaruh Kenaikan Tingkat Mata Uang Terhadap Penerimaan Pajak

Yang Dimoderasi Kebijakan Akuntansi

Dikarenakan 90% bahan baku produksi Indonesia yang masih

mengandalkan impor, jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah akan

mengakibatkan lebih banyak jumlah rupiah yang harus dikeluarkan untuk

mendapatkan satu dollar. Karena lebih banyak rupiah yang dikeluarkan

untuk mendapatkan satu dollar, maka harga bahan baku produksi impor

yang harus dibayar oleh Indonesia akan menjadi lebih mahal yang secara

otomatis akan meningkatkan jual barang dan jasa di masyarakat. Harga

jual barang dan jasa yang mengalami peningkatan di masyarakat akan

berpengaruh terhadap penurunan daya konsumsi masyarakat yang akan

berpengaruh pula terhadap penurunan pendapatan perusahaan. Apakah

kebijakan akuntansi dapat memoderasi kenaikan tingkat mata uang

terhadap penerimaan pajak.

H2: Kebijakan akuntansi memperkuat hubungan tingkat mata uang

terhadap penerimaan pajak

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4727/3/BAB 2.pdf · Kerja, Bunga dan Utang), yang merupakan dasar dari teori kebijakan fiskal.

43

2.4. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

H2

H1

Tingkat

Mata Uang

Penerimaan

Pajak

Kebijakan

Akuntansi