BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00590-mn bab...

31
9 9 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pemasaran Konsep yang paling dasar melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari perasaan kekurangan. Kebutuhan meliputi kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, kehangatan, dan rasa aman. Kebutuhan sosial akan rasa memiliki dan kasih sayang, serta kebutuhan individual akan pengetahuan dan ekspresi diri. Pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai orang lain. 2.1.2 Manajemen Pemasaran Perusahaan memiliki suatu tingkat harapan permintaan atas produk-produknya. Pada suatu saat tertentu mungkin tidak ada permintaan, permintaannya memadai, permintaannya tidak teratur, atau terlalu banyak permintaan dan manajemen pemasaran harus mencari cara untuk menghadapi semua situasi permintaan yang berbeda-beda ini. Manajemen pemasaran didefinisikan yakni sebagai analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian dari program-program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00590-mn bab...

    9 

  9 

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pemasaran

Konsep yang paling dasar melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia.

Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari perasaan kekurangan. Kebutuhan meliputi

kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, kehangatan, dan rasa aman. Kebutuhan sosial

akan rasa memiliki dan kasih sayang, serta kebutuhan individual akan pengetahuan dan

ekspresi diri. Pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang

membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan,

lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai orang lain.

2.1.2 Manajemen Pemasaran

Perusahaan memiliki suatu tingkat harapan permintaan atas produk-produknya. Pada

suatu saat tertentu mungkin tidak ada permintaan, permintaannya memadai, permintaannya

tidak teratur, atau terlalu banyak permintaan dan manajemen pemasaran harus mencari

cara untuk menghadapi semua situasi permintaan yang berbeda-beda ini. Manajemen

pemasaran didefinisikan yakni sebagai analisis, perencanaan, implementasi, dan

pengendalian dari program-program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan

memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai

tujuan perusahaan.

  10

2.1.3 Pemasaran Jasa

Selama beberapa dekade terakhir, perekonomian global berkembang kea

rah bisnis jasa. Berbagai perusahaan beralih ke bisnis jasa dikarenakan pertumbuhan

pesat sektor jasa yang dibarengi pula dengan menurunnya kontribusi sektor

manufaktur yang ditilik dari presentasenya terhadap Gross Domestic Product (GDP).

Secara singkat dijelaskan bahwa sektor jasa memainkan peranan yang

sangat krusial bagi perekonomian saat ini. Akan tetapi pemasaran jasa (service

marketing) tidak identik dengan pemasaran barang.berfokus pada prinsip pokok

pemasaran jasa,dan memaparkan karekteristik unik juga tantangan pemasaran jasa.

Salah satu definisi jasa yang banyak dikutip dalam literature pemasaran jasa

adalah versi Kotler & Keller (2009), adalah “setiap tindakan atau perbuatan yang

dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat

intangible (tidak berwujud fifik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”.

Produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Maksudnya

adalah, ada produk jasa murni dan ada juga jasa yang menggunakan produk fisik.

Dalam praktiknya,tidaklah mudah membedakan barang dan jasa, seringkali

pembelian barang dibarengi dengan unsur jasa atau pelayanan. Demikian pula

sebaliknya, suatu jasa sering diperluas diperluas dengan cara memasukan atau

menambakan produk fisik pada penawaran jasa tersebut. Pemasaran jasa inilah yang

mengungkapkan sejumlah perbedaan antara jasa dan barang, sebagai berikut :

a. Jasa tidak berwujud fisik.

b. Jasa sangat bervariasi, karena salah satu komponen pokok berbagai

jenis jasa adalah manusia (baik karyawan yang melayani maupun

pelanggan yang terlibat dalam proses produksi jasa).

  11

c. Jasa tidak tahan lama dang sangat sensitif terhadap waktu (time

bound).

d. Pembelian jasa tidak lantas dibarengi kepemilikan atas jasa yang

dibayarkan. Pembayaran sering dilakukan untuk pemakaian akses,

atau penyewaan item-item tertentu.

e. Konsumen jasa tidak memiliki kendali sepenuhnya terhadap jasa

yang mereka beli. Konsumen jasa seringkalo justru ‘menyerahkan

diri’ pada proses penyampaian jasa sebagaimana yang telah

dirancang oleh penyedia jasa tersebut.

Table 2.1 Karateristik Jasa dan Implikasi Manajemen

karakteristik Implikasi Manajemen

Intangibility a. Produk bersifat abstrak : lebih berupa

tindakan atau pengalaman

b. Kesulitan dalam evaluasi alternative

penawaran jasa : persepsi

konsumen terhadap risiko

c. Tidak dapat dipajang : diferensiasi

sulit dilakukan

d. Tidak ada hak paten : hambatan

masuk (entry barriers) rendah

Inseparability a. Konsumen terlibat dalam produksi :

kontak dan interaksi penting sekali

b. Pelanggan lain juga terlibat : masalah

  12

pengendalian

c. Karyawan mencerminkan dan

mewujudkan bisnis jasa : relasi pribadi

d. Lingkungan jasa : mendiferensiasikan

bisnis

e. Kesulitan dalam produksi missal :

pertumbuhan membutuhkan jaringan

kerjasama

Heterogeneity a. Standarisasi sulit dilakukan : sangat

tergantung pada sumber daya

manusia yang terlibat

b. Kualitas sulit dikendalikan :

heterogenitas lingkungan

Parishability a. Tidak dapat disimpan : tidak ada

persediaan

b. Masalah pada beban periode puncak :

produktivitas rendah

c. Sulit menentukan harga jasa : masalah

penetapan harga

Lack of ownership a. Pelanggan tidak dapat memiliki jasa :

jasa disewakan

Sumber : Tjiptono (2009)

  13

2.1.4 Strategi Pemasaran Jasa

1. Rantai Jasa-Laba

Rantai jasa laba yang menghubungkan laba perushaan dengan karyawan seta

kepuasan pelanggan. Rantai ini terdiri dari lima mata rantai :

a. Kualitas jasa internal : Penyeleksian dan pelatihan karyawan yang superior,

lingkungan kerja yang berkualitas, serta dukungan kuat bagi mereka yang

bertugas menangani pelanggan.

b. Karyawan jasa yang puas dan produktif : karyawan yang lebih puas, setia

dan bekeerja keras

c. Nilai jasa yang lebih besar : penciptaan nilai pelanggan dan penyampaian

jasa yang lebih efektif dan efisien.

d. Pelanggan yang puas dan setia : pelanggan puas yang tetap setia,

melakukan pembelian kembali, dan mengajak pelanggan lain.

e. Laba serta pertumbuhan jasa yang sehat : kinerja perusahaan jasa yang

superior

2. Mengelola Diferensiasi Jasa

Menurut pandangan pelanggan, jasa dari penyedia jasa itu sama, sehinggan mereka

kurang peduli dengan penyedia dan lebih mempertimbangkan harganya. Solusi untuk

persaingan harga adalah mengembangkan penawaran, penyampaian, serta citra yang

berbeda. Penawaran dapat meliputi sifat-sifat inovatif. Perusahaan jasa dapat membedakan

penyampaian jasa mereka dengan memiliki karyawan yang berhubungan dengan pelanggan

(customer contact people) yang lebih terampil dan bisa diandalkan.

3. Mengelola Kualitas Pelayanan Jasa

  14

Kemampuan perusahaan jasa untuk mempertahankan pelanggannya tergantung

pada seberapa konsistens perusahaan menyampaikan nilai kepada mereka.

4. Mengelola Produktivitas Jasa

Penyedia jasa dapat melatih karyawan yang sudah ada lebih baik lagi, atau

mengangkat karyawan baru yang akan bekerja lebih keras atau lebih terampil, atau penyedia

jasa dapat menambah jumlah jasa mereka dengan mengorbankan beberapa kualitas.

2.2 Produk Jasa

Setiap organisasi pada dasarnya memiliki beragam tujuan, di antaranya

mempertahankan survivalibility, meraih tingkat penjualan tertentu, bertumbuh dan

berekspansi dan seterusnya. Upaya mencapai tujuan tersebut direalisasikan melalui

pengembangan dan penawaran suatu produk barang atau jasa kepada pasar

individual maupun organisasi yang mungkin membutuhkan dan tertarik untuk

membelinya.

Sementara, itu konsumen memiliki beragam kebutuhan dan keinginan yang

dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi/menggunakan produk tersebut. Hanya saja,

konsumen seringkali membuat skala prioritas dan berusaha mencari dan membeli

produk yang dinilan paling sesuia juga memuaskan. Hal ini dikarenakan oleh

keterbatasan daya beli, kesediaan untuk membeli, dan kompetensi pembeli yang

membuat tidak semua kebutuhan dan keinginan biasa direalisasikan.

Kotler & Keller (2009) mendefinisikan produk sebagai “segala sesuatu yang

bisa ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan”. Meskipun definisi di

atas bersifat luas namun dapat diidentifikasikan adanya keragaman dalam

  15

penawaran produk. Menurutnya ada lima macam kategori penawaran produk

berdasarkan spectrum barang dan jasa :

a. Produk fisik murni. Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk

fisik tanpa ada jasa atau pelayanan yang melengkapinya.

b. Produk fisik dengan jasa pendukung. Ketegori ini berupa produk fisik

yang disertai dengan satu atau beberapa jenis pelengkap untuk

meningkatkan daya tarik paroduk bagi para konsumen.

c. Hybrid. Dalam kategori ini, komponen jasa dan barang sama besar

porsinya.

d. Jasa utama yang dilengkapi dengan barang dan jasa minor. Penawaran

terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan

(pelengkap).

e. Jasa murni. Penawaran hamper seluruhnya berupa jasa.

  16

Table 2.2 Perbedaan Ekonomik antara Komoditas, Barang, Jasa, Pengalaman dan

Transformasi

Penawaran

Ekonomik

Komoditas Barang Jasa Pengalaman transformasi

Perekonomian Agraris Industry Jasa Pengalaman Transformasi

Fungsi Ekonomi Extract Make Deliver Stage Guide

Karakteristik

Penawaran

Fungible Tangible Intangible Memorable Effectual

Atribut Kunci Natural Baku Customized Personal Individual

Metode

Penawaran

Disimpan

dalam

jumlah

besar

Disimpan

setelah

produksi

Diberikan

sesuai

permintaan

Dirasakan

selama

durasi

tertentu

Dipertahankan

terus-menerus

sepanjang

waktu

Penjual Trader Manufacturer Provider Stager Elicitor

Pembeli Market Customer Client Guest Aspirant

Faktor yang

Dicari

Karakteristik Fitur Manfaat Sensasi Sifat (Traits)

Sumber : Tjiptono (2009)

 

 

  17

2.3 Perilaku Komsumen

2.3.1 Definisi Perilaku Konsumen

AMA ( American Marketing Association) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut,

perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara kognisi, afeksi, perilaku, dan

lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan dalam proses pertukaran di hidup

mereka. Definisi tersebut memuat 3 hal penting, yaitu :

a. Perilaku konsumen yang bersifat dinamis, sehingga susah ditebak atau

diramalkan.

b. Melibatkan interaksi kognisi, afeksi, perilaku, dan kejadian di sekitar atau

lingkungan seorang konsumen.

c. Melibatkan pertukaran seperti, menukar barang milik penjual dengan uang

yang dimiliki pembeli.

    Definisi sederhana dari perilaku konsumen merupakan sebuah tindakan yang

langsung terlihat dalam mendapatkan, menggunakan, dan menghabiskan produk

termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Definisi yang lebih

luas menurut Hawkins,cs,Mc Graw Hill (2001) adalah “consumer behavior is the

study of individuals, groups, or organization and processes they use to select,

secure, use and dispose to satisfy needs and the impact of these processes have on

the consumer and society”

Definisi tersebut lebih luas jika dibandingkan dengan definisi tradisoinal yang

hanya berfokus pada pembeli dan penjual. Definisi secara luas ini mengarah pada

pengaruh tidak langsung pada konsumen, selain itu juga konsekuensi yang

melibatkan lebih dari pembeli dan penjual, yaitu masyarakat luas.

  18

2.3.2 Persepsi Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), individu bertindak dan bereaksi

berdasarkan persepsi mereka, tidak berdasarkan realitas yang obyektif. Jadi, bagi

pemasaran, persepsi konsumen, jauh lebih penting dari pengetahuan merek

mengenai realitas yang obyektif. Karena jika seseorang berpikiran mengenai

realitas, itu bukanlah realitas yang sebenarnya, tetapi ada yang dipikirkan

konsumen sebagai realitas, yang akan mempengaruhi tindakan mereka, kebiasaan

membeli, kebiasaan bersaing, dan sebagainya. Dan, karena individu membuat

keputusan dan mengambil tindakan berdasarkan apa yang mereka rasakan sebagai

realitas, maka para pemasar perlu sekali memahami gagasan persepsi secara

keseluruhan dan sebagai konsep yang berhubungan dengannya, sehingga mereka

dapat lebih mudah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi atribut produk.

Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih,

mengatur, dan menafsirkan stimulasi ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal

mengenai dunia.

    Menurut Sutoj (2001), persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima

oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan.

Sensai datang dan diterima oleh manusia melalui panca indera, yaitu mata, telinga,

hidung, mulut dan kulit yang disebut juga system sensorik. Input sensorik atau

sensasi yang diterima oleh sistem sensorik manusia disebut juga dengan stimulasi.

  19

2.3.3 Keputusan Konsumen

Memutuskan berati memilih salah satu dari dua atau lebih dari alternatif

yang ada. Di dalam pengambilan keputusan konsumen, sebagai pemecah suatu

masalah konsumen harus berfokus pada tujuan awal mereka yang mereka cari dan

mereka inginkan. Konsumen membuat keputusan tentang perilaku atau tindakan

mana yang harus dilakukan untuk mencapai keinginan mereka.

Pembuat keputusan konsumen sebenarnya merupakan suatu aliran interaksi

antara proses faktor lingkungan, kognitif dan afektif serta tindakan perilaku. Ada

beberapa tahap dalam dapat di identifikasikan, yaitu :

1. Tahap pertama, ,emcangkup pengenalan masalah.

2. Tahap kedua, mencari alternative masalah.

3. Tahap ketiga, mengevaluasi alternative dan kemudian memilih.

4. Tahap keempat, melakukan pembelian.

5. Tahap kelima, menggunakan produk yang dibeli dan melakukan evaluasi

ulang.

2.4 Kegagalan Jasa (Service Failure)

Idealnya, setiap jasa atau layanan disampaikan dengan benar sejak pertama

kali. Bila hal ini mampu direalisasikan tentu saja klien atau pelanggan akan merasa

puas. Elemen ini seperti manusia dalam proses penyampaian berbagai macam jasa

relatif kuat peranannya. Kepuasan pelanggan seringkali awat sulit diwujudkan,

penyampaian jasa pun terkadang terjadi kesalahan, masalah atau kegagalan. Bila hal

ini dibiarkan klien atau pelanggan jelas merasa kecewa, marah, dan tidak puas dan

bisa menyebabkan negatif WOM, beralih ke provider lain, dan bahkan menuntun

provider selaku penyedia jasa.

  20

Sekalipun organisasi jasa telah berusaha melakukan yang terbaik dalam

rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan kliennya, seringkali tetap saja kegagalan

jasa (Service Failure) tidak dapat dihindari. Lovelock and Wright (2005) medefinisikan

kegagalan jasa sebagai berikut : “persepsi pelanggan bahwa satu aspek tertentu atau

lebih dalam penyerahan jasa tidak memenuhi harapan mereka”.

Apabila perusahaan acuh atau bahkan menerima kegagalan jasa ini sebagai

bagian dari bisnisnya sehari-hari, maka perusahaan bersangkutan akan mendapatkan

masalh besar. Kunci setiap perusahaan agar sukses adalah bersifat proaktif dalam

menekan setiap kemungkinan terjadinya kegagalan jasa dan membekali karyawan

mereka dengan serangkaian pemulihan yang efektif guna memperbaiki kegagalan

tersebut.

2.4.1 Penyebab Kegagalan Jasa

Dalam suatu perusahaan kegagalan dalam bisnis merupakan hal yang

biasa,kegagalan bisa disebabkan dari dalam maupun dari luar perusahaan. Oleh

karena ini, baiknya setiap perusahaan harus waspada sebab perusahaan jasa memiliki

banyak resiko yang besar dalam memenuhi kebutuhan pelanggan jika dibandingkan

dengan perusahaan yang menawarkan produk berupa barang.

Beberapa sumber kegagalan ini lah yang harus dievaluasi oleh setiap

perusahaan,sebab apabila kegagalan tersebut dibiarkan terus-menerus bisa

berpengaruh dengan aktivitas perusahaan. Dari beberapa sumber ini lah yang

menjadi indikator-indikator penting untuk mengukur seberapa seringkan kegagalan

yang dialami oleh perusahaan.

Menurut McColl-Kennedy (2003), mengelompokkan sumber penyebab

kegagalan jasa ke dalam 4 faktor, sebagai berikut

  21

2.4.2 Komplain Pelanggan

2.4.2 Komplain Pelanggan

Pengaduan merupakan suatu pernyataan resmi tentang ketidakpuasan

dengan setiap aspek suatu pengalaman jasa. Apabila konsumen mengalami

pertemuan jasa yang tidak memuaskan, reaksi awal mereka (sering tidak disadari)

adalah menilai apa yang dipertaruhkan. Studi tentang pengaduan pelanggan telah

mengidentifikasi dua tujuan utama pengaduan :

a. Konsumen akan mengadu untuk mengganti suatu kerugian ekonomis,

dengan berupaya mendapatkan pengembalian uang atau meminta jasa

tersebut dikerjakan kembali. Mereka dapat mengambil tindakan hukum

jika masalahnya tetap tak terselesaikan.

b. Mengadu untuk membangkitkan kembali harga diri. Apabila mereka

diperlakukan tidak hormat akan membuat mereka menjadi emosional

atau marah

 

  22

Table 2.3 Sumber Penyebab Kegagalan Jasa

No Kategori Deskripsi

1 Layanan 1. Layanan yang tidak tersedia :

produk keliru

2. Harga keliru

3. Layanan yang terlalu lambat :

lama menunggu

2 Penyedia jasa 1. Tindakan dan perilaku karyawan

yang tidak sepatutnya

3 Hal-hal diluar kendali

penyedia jasa

1. Faktor lingkungan non-manusia

2. Perilaku organisasi lain

4 Pelanggan 1. Perilaku pelanggan yang tidak

bisa dihindari

2. Perilaku pelanggan yang bisa

dihindari

3. Perilaku pelanggan lain

Sumber : McColl-Kennedy (2003)

  23

2.4.2 Komplain Pelanggan

Pengaduan merupakan suatu pernyataan resmi tentang ketidakpuasan

dengan setiap aspek suatu pengalaman jasa. Apabila konsumen mengalami

pertemuan jasa yang tidak memuaskan, reaksi awal mereka (sering tidak disadari)

adalah menilai apa yang dipertaruhkan. Studi tentang pengaduan pelanggan telah

mengidentifikasi dua tujuan utama pengaduan :

c. Konsumen akan mengadu untuk mengganti suatu kerugian ekonomis,

dengan berupaya mendapatkan pengembalian uang atau meminta jasa

tersebut dikerjakan kembali. Mereka dapat mengambil tindakan hukum

jika masalahnya tetap tak terselesaikan.

d. Mengadu untuk membangkitkan kembali harga diri. Apabila mereka

diperlakukan tidak hormat akan membuat mereka menjadi emosional

atau marah

Studi perilaku complain ini telah dilakukan oleh society of consumer affairs

professional (Lovelock,2001) menunjukan bahwa mayoritas konsumen yang

mengalami masalah serius melakukan berbagai upaya untuk menyampaikan

komplain. Studi ini merangkum data tentang presentase responden yang pernah

mengalami masalah setidaknya sekali dalam setahun terakhir dengan masing-masing

bentuk jasa yang diteliti. Beberapa temuan penting lainya dari studi tersebut adalah :

a. 57 % responden pernah mengalami minimal 1 kali masalah dengan

produk atau jasa yang dibeli selama 12 bulan terakhir.

b. Rata-rata 73 % dari mereka yang mempunyai masalah serius mengambil

beberapa tindakan untuk memperbaikinya.

  24

c. Hanya 34 % di antara mereka yang mengambil tindakan puas dengan

cara penyelesaian masalah bersangkutan.

d. Di antara mereka yang tidak puas dengan hasil komplainnya, 89 %

mengatakan bahwa mereka tidak akan menggunakan jasa perusahaan

yang sama lagi.

e. Rata-rata dibutuhkan 3,4 kontak dalam rangka menyelesaikan masalah

pelanggan yang paling serius.

f. Semakin tinggi jenjang manajemen yang harus dihubungi dalam rangka

menyelesaikan suatu masalah, semakin rendah tingkat kepuasan

pelanggan.

g. Seorang pelanggan yang mengalami masalah akan ketidakpuasaan ini,

rata-rata akan memberitahukan kepada orang-orang disekitar mereka

lebih banyak dari pada memberitahukan rasa puas mereka

 

 

 

 

 

 

 

  25

Gambar 2.1 Alternatif Reaksi Pelanggan Bila Terjadi Ketidakpuasaan 

 

Hdhdhdhdhdh

Sumber : Tjiptono (2009)

Terjadi Ketidakpuasaan

Mengambil Tindakan Tidak Mengambil Tindakan

Melakukan Privat Action

Melakukan Direct Action

Melakukan Public Action

Berhenti membeli produk di perusahaan tersebut

Memperingatkan rekan/keluarga tentang perusahaan tersebut

Menempuh jalur hokum untuk mendapatkan ganti rugi

Komplain ke instansi pemerintah/swasta

Komplain ke produsen atau distributor

Menuntut ganti rugi dari produsen/distributor 

  26

2.5 Pemulihan Jasa (Service Recovery)

2.5.1 Pengertian Pemulihan Jasa (Service Recovery)

(service recovery) adalah upaya-upaya sistematis oleh perusahaan setelah

kegagalan jasa untuk memperbaiki suatu masalah dan mempertahankankan

kehendak baik pelanggan. Suatu perusahaan jasa yang melakukan kesalahan baik

disengaja maupun tidak sehingga mengakibatkan pelanggan yang datang semakin

berkurang, harus segera melakukan service recovery. Apabila tidak segera diatasi

maka akan semakin lemah nya loyalitas pelanggan dan akibatnya pertumbuhan

pelanggan baru tidak terjadi. Sangat penting perusahaan memiliki strategi-strategi

pemulihan yang efektif karena bahkan satu masalah jasa pun dapat

menghancurkan kepercayaan pelanggan kepada perusahaan tersebut dalam kondisi

berikut :

a. Kegagalan itu sangat memalukan (misalnya, ketidak jujuran terang-

terangan dari pihak penyedia jasa).

b. Masalah itu merupakan suatu pola kegagalan, bukan hanya suatu

kejadian terpisah.

c. Upaya pemulihan tidak memadai yang malah berakibat memperbesar

masalah ketimbang memperbaikinya.

Menurut Tjiptono (2005) “pemulihan jasa merupakan salah satu determinan

signifikan kepuasan dan loyalitas pelanggan”. Upaya mempertahankan jalinan relasi

dengan pelanggan yang tidak puas melalui implementasi kebijakan pemulihan jasa

yang efektif telah menjadi focus utama sebagian besar strategi retensi pelanggan.

Pada hakikatnya pemulihan jasa merupakan tindakan yang dilakukan penyedia jasa

  27

untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan terjadinya kegagalan jasa untuk

mempertahankan customer goodwill (lovelock and wright,2001). Dalam program

pemulihan perusahaan-perusahaan menambah manfat-manfaat pokok yang

ditawarkan produk inti sekaligus meningkatkan komponen layanan dalam rantai nilai

perusahaan (Kotler,2001). Menurut Roger (2001),kecepatan perusahaan dalam

menangani keluhan sangatlah penting karena pelanggan akan merasa lebih puas

atau terpuaskan dengan penanganan keluhan yang dilakukan secara cepat dan

efisien. Pelanggan yang mengeluh sebenarnya masih memberikan kesempatan bagi

penyedia pihak jasa/barang untuk memberikan kepuasan kepada mereka.

Proses penangan pemulihan jasa yang efektif dimulai dari identifikasi

keluhan yang diberikan dan penentuan sumber keluhan yang diberikan dan

penentuan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan

mengeluh,langkah tersebut merupakan langkah yang vital,karena menentukan

efektifitas. Sumber masalah tersebut perlu diatasi,ditindaklanjuti,diselesaikan dan

diupayakan agar di masa mendatang tidak timbul lagi masalah seperti itu. Respon

pelanggan setelah mengalami ketidakpuasan pada layanan produk/jasa suatu

perusahaan dapat bermacam-macam,di antaranya :

1. Melakukan tindakan sehingga banyak orang yang akan

mengetahui,seperti complain ke perusahaan,complain ke pihak

ketiga,melaporkan ke pihak berwajib

2. Melakukan tindakan pribadi yang tidak frontal,seperti pindah ke

produk/jasa lain atau bahkan melakukan negative WOM.

3. Tidak melakukan tindakan apapun.

  28

Menurut Becker (2000) menyatakan: “An important outcome of the growth

of the service sector over the latter part of the 20th century has been an increased

understanding of how the effective management of service differs from the

tradisional management of productio’’). Hal penting dalam perkembangan sampai

abad 20, ditemukan bahwa manajemen service yang efektif dibandingkan

tradisional adalah hal yang harus diprioritaskan. Becker (2000) menyatakan

“Service recovery has become a cornerstone in the total quality endeavors of

customer contact service providers”. Pendapat ini menunjukan bahwa service

recovery menjadi penentu keberhasilan daru kualitas yang diberikan oleh

perusahaan.

Beberapa alat yang dapat digunakan untuk memperoleh feedback dari

pelanggan adalah survei pasar, kartu kritik dan saran, mistery shopping, focus group

discussion. Evaluasi dari feedback yang diberikan pelanggan dapat dilakukan secara

berkala seperti tiap tiga bulan, satu semester, atau bahkan tiap tahun sekali. Apabila

evaluasi langsung ditindak-lanjuti dengan upaya perbaikan, maka pelanggan akan

kembali percaya dan perusahaan akan mengalami kemajuan pesat.

Menurut Lovelock & Wirtz (2004), terdapat 3 dimensi dan beberapa indikator

keadilan dalam proses pemulihan jasa (service recovery) yaitu :

1. Keadilan procedural (procedural justice) berhubungan dengan

kebijakan dan peraturan yang pelanggan harus lalui untuk

memperoleh keadilan. Disini pelanggan mengharapkan perusahaan

untuk menunjukan tanggung jawab, yang merupakan kunci awal

dari prosedur yang adil, diikuti oleh proses service recovery yang

mudah dan responsif. Hal ini juga termasuk fleksibilitas sistem dan

pertimbangan masukan dari pelanggan.

  29

2. Keadilan interaksi (interactional justice) yang melibatkan karyawan

perusahaan yang menyediakan pemulihan jasa dan perilakunya

terhadap pelanggan. Memberikan penjelasan mengenai kegagalan

dan melakukan usaha untuk menyelesaikan masalah adalah sangat

penting. Namun, usaha pemulihan harus dirasakan sungguh-

sungguh, jujur, dan sopan.

3. Keadilan hasil (outcome justice) berkaitan dengan kompensasi yang

pelanggan terima sebagai hasil dari kerugian dan ketidaknyamanan

yang muncul akibat kegagalan jasa. Hal ini termasuk kompensasi

yang bukan hanya untuk kegagalan saja, namun juga waktu, usaha,

dan energi yang digunakan selama proses pemulihan jasa.

Selain pendapat diatas, Brown & Tax juga memberikan definisi beberapa

komponen penting dalam tiga dimensi keadilan jasa (Zeithaml, Bitner, &

Gremler, 2006) yaitu :

1. Keadilan procedural yaitu kebijakan, peraturan, dan kecepatan

dalam proses komplain.

a. Pelanggan ingin komplain ditangani dengan cepat, dan

diharapkan oleh pihak pertama yang pelanggan kontak.

b. Pelanggan ingin perusahaan dapat bersikap fleksibel dalam

prosedur, sehingga usaha pemulihan dapat disesuaikan

dengan keadaan individu pelanggan.

c. Pelanggan ingin adanya kejelasan, kecepatan, dan

kebebasan dari hambatan dalam prosedur.

  30

2. Keadilan interaksi (interactional justice) yaitu perlakuan khusus 

yang diterima pelanggan selama proses penanganan komplain. 

a. Pelanggan ingin diperlakukan dengan sopan

b. Pelanggan ingin diperlakukan dengan perhatian

c. Pelanggan ingin diperlakukan dengan jujur

3. Keadilan hasil (outcome justice)yaitu hasil yang pelanggan

terima dari komplain yang disampaikan.

a. Pelanggan mengharapkan hasil akhir atau kompensasi

sesuai dengan tingkat ketidakpuasan.

b. Pelanggan mengharapkan hasil atau kompensasi sesuai

dengan kesalahan yang di perbuat perusahaan

c. Pelanggan ingin diberi kompensasi yang tidak lebih ataupun

tidak kurang dari pelanggan lain yang mengalami hal yang

sama.

d. Pelanggan mengharapkan perusahaan dapat memberikan

pilihan dalam kompensasi.

2.5.2 Pemecahan masalah yang efektif

Panduan pemecahan masalah agar efektif :

1) Bertindaklah dengan cepat.

2) Akuilah kesalahan tetapi jangan membela diri.

  31

3) Tunjukanlah bahwa anda memahami masalah tersebut dari sudut

pandang masing-masing pelanggan.

4) Jangan berdebat dengan pelanggan.

5) Hargailah perasaan pelanggan.

6) Jangan langsung menuduh pelanggan.

7) Jelaskanlah langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan

masalah tersebut.

8) Informasikanlah kemajuan penanganan kepada pelanggan.

9) Pertimbangkanlah kompensasi.

10) Gigihlah untuk meraih kembali kepercayaan

  32

Gambar 2.2 Komponen sistem pemulihan jasa yang efektif

+ =

Umpan balik

Sumber : Lovelock 2005

 

 

 

 

 

 

Lakukan pekerjaan dengan benar sejak awal

Penaganan pengaduan efektif

Kepuasan dan Loyalitas Meningkat

Identifikasi pengaduan jasa

Selesaikan pengaduan dengan efektif

Belajar dari pengalaman pemulihan

Lakukan riset, Pantau pengaduan, kembangkan budaya “pengaduan sebagai peluang”.

Kembangkan sistem dan pelatihan yang efektif dalam menangani

Lakukan analisis akar penyebab

  33

2.6 Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty)

Loyalitas pelanggan merupakan reaksi atau akibat dari terciptanya kepuasan

pelanggan sebagai implementasi dari keberhasilan pelayanan yang berkualitas dalam

memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan yang loyal adalah mereka yangantusiasme

terhadap merek atau prouk yang digunakannya. Pelanggan yang loyal kepada

keputusan pembeliannya tidak lagi mempertimbangkan faktor–faktor yang

berpengauh dalam penentuan pilihan seperti tingkat harga, jarak, kualitas, dan

atribut lainnya, karena telah tertanam dalam dirinya bahwa produk atau jasa yang

dibeli sesuai dengan harapn dan mampu memenuhi kebutuhan.

Pelanggan yang loyal sangat besar artinya bagi perusahaan, begitu juga

pelanggan layanan internet Flash Unlimited yang loyal sangat penting bagi

perusahaan. Karena pelanggan yang loyal berarti kelangsungan hidup perusahaan,

dan tentu saja meningkatkan profitabilitas perusahaan. Pemahaman loyalitas

pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari transaksinya saja atau pembelian

berulang.

2.6.1 Definisi Pelanggan

Definisi customer loyalty berasal dari kata custom, yang diartikan sebagai

“membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan “mempraktekan kebiasaan”.

Pelanggan adalah seorang yang menjadi terbiasa untuk membeli karena kebiasaan.

Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan iteraksi yang serinh selama periode

waktu tertentu. Tanpa adanya pembelian yang kuat dan pembelian yang berulang,

orang tersebut bukanlah pelanggan, melainkan ia hanyalah seorang pembeli

(Griffin,2005).

Seorang pelanggan bisa dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan

tersebut menunjukan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi

  34

dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam kurun waktu

tertentu. Dapat disimpulkan bakwa pelanggan adalah semua orang yang menuntut

perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu, yang akan memberikan

pengaruh pada performasi perusahaan.

2.6.2 Pengertian Loyalitas Pelanggan

Kotler (2005) mengatakan “The long term success of the particular barnd is

not based on the number of consumer who purchase”. Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa konsumen yang loyal tidak diukur dari berapa banyak mereka

membeli, tetapi dari seberapa sering dia melakukan pembelian ulang termasuk

merekomendasikan kepada orang lain.

Griffin (2005), definisi pelanggan loyal adalah pelanggan yang membeli

berulang kali secara teratur atau membeli produk atau jasa dengan merek yang

sama. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelanggan yang

loyal dimaknai sebagai pelanggan yang melakukan pembelian berulang, pelanggan

yang dengan antusias merekomendasikan kepada orang lain.

2.6.3 Loyalitas dan Siklus Pembelian

Setiap pelanggan yang membeli produk, ia bergerak melalui suatu siklus

yang dinamakan siklus pembelian. Menurut Griffin (2005) ada lima tahap siklus

pembelian, yaitu :

1. Kesadaran, pada tahap ini perusahaan mulai membentuk “pangsa pikiran”

yang dibutuhkan untuk mempossikan ke dalam pikiran calon pembeli bahwa

produk tersebut lebih unggul dibanding pesaing. Kesadaran dapat timbul

melalui iklan, komunikasi WOM serta kegiatan pemasaran lainnya. Pada

  35

tahap ini, iklan atau tipu daya pemasaran perusahaan lain dpat dengan

mudah merebut pelanggan.

2. Pembelian awal, pembelian awal merupakan langkah awal untuk

membangun suatu loyalitas. Baik dilakukan secara on-line ataupun off-line,

pembelian pertama bisa dikatakan pembelian percobaan. Perusahaan dapat

menanamkan kesan positif atau negative terhadap pelanggan dengan

produk yang mereka tawarkan.

3. Evaluasi pasca pembelian, setelah dilakukan pembelian, secara sadar atau

tidak pelanggan akan mengevaluasi transaksi pembelian tersebut. Bila

pembeli merasa puas tahap ke 4 kemungkinan bisa terjadi.

4. Keputusan membeli kembali, komitmen membeli kembali merupakan sikap

yang paling penting bagi loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Tahap

ini seringkali merupakan langkah selanjutnya yang terjadi secara alamiiah

bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan suatu

produk tertentu.

5. Pembelian kembali, tahap terakhir ini adalah pembelian yang aktula. Untuk

dapat dianggap bener-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali

dari perusahaan yang sama.

  36

2.6.4 Karakteristik Loyalitas Pelanggan

loyalitas pelanggan dapat menjadi tolak ukur yang dapat diandalkan

perusahaan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan. Pelanggan yang loyal

menurut Griffin (2005) mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya :

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur, pelanggan yang telah

melakukan pembelian produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka

adalah yang melakukan pembelian pada perusahaan yang sama.

2. Membeli antar lini produk dan jasa, membeli produk yang ditawarkan

dan dibutuhkan oleh pelanggan. Pelanggan membeli secara teratur,

hubungan jeni ini sangat kuat dan berlangsung lama dan membuat

mereka tidak akan terpengarug terhadap produk pesaing lainnya.

3. Merekomendasikan kepada orang lain. Membeli produk yang

ditawarkan dan dibutuhkan oleh pelanggan dan melakukan pembelian

secara teratur. Setelah itu mereka mendorong relasi dan keluarga

mereka agar membeli atau menggunakan produk tersebut. Dengan

cara seperti ini sadar atau tidak mereka sudah melakukan pemasaran

yang mendatangkan pelanggan baru bagi perusahaan.

4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan pesaing, mereka tidak mudah

terpengaruh dengan tarikan atau bujukan dari pesaing yang memiliki

produk sejenis.

  37

2.7 Penelitian Terdahulu

  Menurut Christopher W. Craighead dkk (2004) dalam jurnalnya menyebutkan

keberhasilan upaya pemulihan layanan dan akhirnya penilaian kualitas layanan

tersebut didasarkan pada persepsi pelanggan. Namun semua pelanggan tidak sama

atau berbeda-beda maka dengan demikian persepsi kegagaan pelayanan dan upaya

pemulihan mungkin berbeda. Perbedaan ini, potensial pelanggan dan pandangan

serta persepsi mereka inilah yang menjadi dasar dari penelitian ini.

Berfokus pada faktor-faktor pra-pemulihan, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan wawasan atau informasi bagaimana seorang pelanggan dapat

“tersegmentasi” bila terjadi kegegalan layanan. Walaupun faktor lainnya akhirnya

dapt membuktikan pentingnya literature saai ini dan perlu dijadikan pertimbangan

terlebih dahulu.

Kelley and Davis (dikutip dari jurnal Christopher W, dkk 2004) juga

menyebutkan bahwa, pelanggan dengan tingkat komitmen organisasi juga memiliki

harapan yang tinggi untuk proses dalam pemulihan jasa. Responden dalam

penelitian ini diminta untuk berpartisipasi sejauh mana mereka setia akan suatu

layanan yang diberikan oleh perusahaan.

  38

2.8 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Struktur Kerangka Pemikiran

H 1 H 2

H 3

Sumber : Penulis (2011)

Telkomsel - Flash

Service Failure

( x )

1. Layanan

2. Penyedia Jasa

3. Hal-hal diluar kendali penyedia jasa

4. pelanggan

Service Recovery

( Y )

1. Procedural justice

2. Interactional justice

3. Outcome justice

Customer Loyalty

( Z )

1. Pembelian lini produk

2. Memberikan referensi kepada orang lain

3. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan pesaing

  39

Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran yang diuraikan maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 1 : Diduga service failure berpengaruh secara signifikan terhadap service recovery

Hipotesis 2 : Diduga service recovery berpengaruh secara signifikan teradap customer loyalty

Hipotesis 3 : Diduga service failure berpengaruh secara signifikan terhadap customer loyalty