BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00590-mn bab...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00590-mn bab...
9
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pemasaran
Konsep yang paling dasar melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia.
Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari perasaan kekurangan. Kebutuhan meliputi
kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, kehangatan, dan rasa aman. Kebutuhan sosial
akan rasa memiliki dan kasih sayang, serta kebutuhan individual akan pengetahuan dan
ekspresi diri. Pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang
membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan,
lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai orang lain.
2.1.2 Manajemen Pemasaran
Perusahaan memiliki suatu tingkat harapan permintaan atas produk-produknya. Pada
suatu saat tertentu mungkin tidak ada permintaan, permintaannya memadai, permintaannya
tidak teratur, atau terlalu banyak permintaan dan manajemen pemasaran harus mencari
cara untuk menghadapi semua situasi permintaan yang berbeda-beda ini. Manajemen
pemasaran didefinisikan yakni sebagai analisis, perencanaan, implementasi, dan
pengendalian dari program-program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan
memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai
tujuan perusahaan.
10
2.1.3 Pemasaran Jasa
Selama beberapa dekade terakhir, perekonomian global berkembang kea
rah bisnis jasa. Berbagai perusahaan beralih ke bisnis jasa dikarenakan pertumbuhan
pesat sektor jasa yang dibarengi pula dengan menurunnya kontribusi sektor
manufaktur yang ditilik dari presentasenya terhadap Gross Domestic Product (GDP).
Secara singkat dijelaskan bahwa sektor jasa memainkan peranan yang
sangat krusial bagi perekonomian saat ini. Akan tetapi pemasaran jasa (service
marketing) tidak identik dengan pemasaran barang.berfokus pada prinsip pokok
pemasaran jasa,dan memaparkan karekteristik unik juga tantangan pemasaran jasa.
Salah satu definisi jasa yang banyak dikutip dalam literature pemasaran jasa
adalah versi Kotler & Keller (2009), adalah “setiap tindakan atau perbuatan yang
dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat
intangible (tidak berwujud fifik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”.
Produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Maksudnya
adalah, ada produk jasa murni dan ada juga jasa yang menggunakan produk fisik.
Dalam praktiknya,tidaklah mudah membedakan barang dan jasa, seringkali
pembelian barang dibarengi dengan unsur jasa atau pelayanan. Demikian pula
sebaliknya, suatu jasa sering diperluas diperluas dengan cara memasukan atau
menambakan produk fisik pada penawaran jasa tersebut. Pemasaran jasa inilah yang
mengungkapkan sejumlah perbedaan antara jasa dan barang, sebagai berikut :
a. Jasa tidak berwujud fisik.
b. Jasa sangat bervariasi, karena salah satu komponen pokok berbagai
jenis jasa adalah manusia (baik karyawan yang melayani maupun
pelanggan yang terlibat dalam proses produksi jasa).
11
c. Jasa tidak tahan lama dang sangat sensitif terhadap waktu (time
bound).
d. Pembelian jasa tidak lantas dibarengi kepemilikan atas jasa yang
dibayarkan. Pembayaran sering dilakukan untuk pemakaian akses,
atau penyewaan item-item tertentu.
e. Konsumen jasa tidak memiliki kendali sepenuhnya terhadap jasa
yang mereka beli. Konsumen jasa seringkalo justru ‘menyerahkan
diri’ pada proses penyampaian jasa sebagaimana yang telah
dirancang oleh penyedia jasa tersebut.
Table 2.1 Karateristik Jasa dan Implikasi Manajemen
karakteristik Implikasi Manajemen
Intangibility a. Produk bersifat abstrak : lebih berupa
tindakan atau pengalaman
b. Kesulitan dalam evaluasi alternative
penawaran jasa : persepsi
konsumen terhadap risiko
c. Tidak dapat dipajang : diferensiasi
sulit dilakukan
d. Tidak ada hak paten : hambatan
masuk (entry barriers) rendah
Inseparability a. Konsumen terlibat dalam produksi :
kontak dan interaksi penting sekali
b. Pelanggan lain juga terlibat : masalah
12
pengendalian
c. Karyawan mencerminkan dan
mewujudkan bisnis jasa : relasi pribadi
d. Lingkungan jasa : mendiferensiasikan
bisnis
e. Kesulitan dalam produksi missal :
pertumbuhan membutuhkan jaringan
kerjasama
Heterogeneity a. Standarisasi sulit dilakukan : sangat
tergantung pada sumber daya
manusia yang terlibat
b. Kualitas sulit dikendalikan :
heterogenitas lingkungan
Parishability a. Tidak dapat disimpan : tidak ada
persediaan
b. Masalah pada beban periode puncak :
produktivitas rendah
c. Sulit menentukan harga jasa : masalah
penetapan harga
Lack of ownership a. Pelanggan tidak dapat memiliki jasa :
jasa disewakan
Sumber : Tjiptono (2009)
13
2.1.4 Strategi Pemasaran Jasa
1. Rantai Jasa-Laba
Rantai jasa laba yang menghubungkan laba perushaan dengan karyawan seta
kepuasan pelanggan. Rantai ini terdiri dari lima mata rantai :
a. Kualitas jasa internal : Penyeleksian dan pelatihan karyawan yang superior,
lingkungan kerja yang berkualitas, serta dukungan kuat bagi mereka yang
bertugas menangani pelanggan.
b. Karyawan jasa yang puas dan produktif : karyawan yang lebih puas, setia
dan bekeerja keras
c. Nilai jasa yang lebih besar : penciptaan nilai pelanggan dan penyampaian
jasa yang lebih efektif dan efisien.
d. Pelanggan yang puas dan setia : pelanggan puas yang tetap setia,
melakukan pembelian kembali, dan mengajak pelanggan lain.
e. Laba serta pertumbuhan jasa yang sehat : kinerja perusahaan jasa yang
superior
2. Mengelola Diferensiasi Jasa
Menurut pandangan pelanggan, jasa dari penyedia jasa itu sama, sehinggan mereka
kurang peduli dengan penyedia dan lebih mempertimbangkan harganya. Solusi untuk
persaingan harga adalah mengembangkan penawaran, penyampaian, serta citra yang
berbeda. Penawaran dapat meliputi sifat-sifat inovatif. Perusahaan jasa dapat membedakan
penyampaian jasa mereka dengan memiliki karyawan yang berhubungan dengan pelanggan
(customer contact people) yang lebih terampil dan bisa diandalkan.
3. Mengelola Kualitas Pelayanan Jasa
14
Kemampuan perusahaan jasa untuk mempertahankan pelanggannya tergantung
pada seberapa konsistens perusahaan menyampaikan nilai kepada mereka.
4. Mengelola Produktivitas Jasa
Penyedia jasa dapat melatih karyawan yang sudah ada lebih baik lagi, atau
mengangkat karyawan baru yang akan bekerja lebih keras atau lebih terampil, atau penyedia
jasa dapat menambah jumlah jasa mereka dengan mengorbankan beberapa kualitas.
2.2 Produk Jasa
Setiap organisasi pada dasarnya memiliki beragam tujuan, di antaranya
mempertahankan survivalibility, meraih tingkat penjualan tertentu, bertumbuh dan
berekspansi dan seterusnya. Upaya mencapai tujuan tersebut direalisasikan melalui
pengembangan dan penawaran suatu produk barang atau jasa kepada pasar
individual maupun organisasi yang mungkin membutuhkan dan tertarik untuk
membelinya.
Sementara, itu konsumen memiliki beragam kebutuhan dan keinginan yang
dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi/menggunakan produk tersebut. Hanya saja,
konsumen seringkali membuat skala prioritas dan berusaha mencari dan membeli
produk yang dinilan paling sesuia juga memuaskan. Hal ini dikarenakan oleh
keterbatasan daya beli, kesediaan untuk membeli, dan kompetensi pembeli yang
membuat tidak semua kebutuhan dan keinginan biasa direalisasikan.
Kotler & Keller (2009) mendefinisikan produk sebagai “segala sesuatu yang
bisa ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan”. Meskipun definisi di
atas bersifat luas namun dapat diidentifikasikan adanya keragaman dalam
15
penawaran produk. Menurutnya ada lima macam kategori penawaran produk
berdasarkan spectrum barang dan jasa :
a. Produk fisik murni. Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk
fisik tanpa ada jasa atau pelayanan yang melengkapinya.
b. Produk fisik dengan jasa pendukung. Ketegori ini berupa produk fisik
yang disertai dengan satu atau beberapa jenis pelengkap untuk
meningkatkan daya tarik paroduk bagi para konsumen.
c. Hybrid. Dalam kategori ini, komponen jasa dan barang sama besar
porsinya.
d. Jasa utama yang dilengkapi dengan barang dan jasa minor. Penawaran
terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan
(pelengkap).
e. Jasa murni. Penawaran hamper seluruhnya berupa jasa.
16
Table 2.2 Perbedaan Ekonomik antara Komoditas, Barang, Jasa, Pengalaman dan
Transformasi
Penawaran
Ekonomik
Komoditas Barang Jasa Pengalaman transformasi
Perekonomian Agraris Industry Jasa Pengalaman Transformasi
Fungsi Ekonomi Extract Make Deliver Stage Guide
Karakteristik
Penawaran
Fungible Tangible Intangible Memorable Effectual
Atribut Kunci Natural Baku Customized Personal Individual
Metode
Penawaran
Disimpan
dalam
jumlah
besar
Disimpan
setelah
produksi
Diberikan
sesuai
permintaan
Dirasakan
selama
durasi
tertentu
Dipertahankan
terus-menerus
sepanjang
waktu
Penjual Trader Manufacturer Provider Stager Elicitor
Pembeli Market Customer Client Guest Aspirant
Faktor yang
Dicari
Karakteristik Fitur Manfaat Sensasi Sifat (Traits)
Sumber : Tjiptono (2009)
17
2.3 Perilaku Komsumen
2.3.1 Definisi Perilaku Konsumen
AMA ( American Marketing Association) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut,
perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara kognisi, afeksi, perilaku, dan
lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan dalam proses pertukaran di hidup
mereka. Definisi tersebut memuat 3 hal penting, yaitu :
a. Perilaku konsumen yang bersifat dinamis, sehingga susah ditebak atau
diramalkan.
b. Melibatkan interaksi kognisi, afeksi, perilaku, dan kejadian di sekitar atau
lingkungan seorang konsumen.
c. Melibatkan pertukaran seperti, menukar barang milik penjual dengan uang
yang dimiliki pembeli.
Definisi sederhana dari perilaku konsumen merupakan sebuah tindakan yang
langsung terlihat dalam mendapatkan, menggunakan, dan menghabiskan produk
termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Definisi yang lebih
luas menurut Hawkins,cs,Mc Graw Hill (2001) adalah “consumer behavior is the
study of individuals, groups, or organization and processes they use to select,
secure, use and dispose to satisfy needs and the impact of these processes have on
the consumer and society”
Definisi tersebut lebih luas jika dibandingkan dengan definisi tradisoinal yang
hanya berfokus pada pembeli dan penjual. Definisi secara luas ini mengarah pada
pengaruh tidak langsung pada konsumen, selain itu juga konsekuensi yang
melibatkan lebih dari pembeli dan penjual, yaitu masyarakat luas.
18
2.3.2 Persepsi Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), individu bertindak dan bereaksi
berdasarkan persepsi mereka, tidak berdasarkan realitas yang obyektif. Jadi, bagi
pemasaran, persepsi konsumen, jauh lebih penting dari pengetahuan merek
mengenai realitas yang obyektif. Karena jika seseorang berpikiran mengenai
realitas, itu bukanlah realitas yang sebenarnya, tetapi ada yang dipikirkan
konsumen sebagai realitas, yang akan mempengaruhi tindakan mereka, kebiasaan
membeli, kebiasaan bersaing, dan sebagainya. Dan, karena individu membuat
keputusan dan mengambil tindakan berdasarkan apa yang mereka rasakan sebagai
realitas, maka para pemasar perlu sekali memahami gagasan persepsi secara
keseluruhan dan sebagai konsep yang berhubungan dengannya, sehingga mereka
dapat lebih mudah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi atribut produk.
Persepsi didefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih,
mengatur, dan menafsirkan stimulasi ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal
mengenai dunia.
Menurut Sutoj (2001), persepsi sebagai proses dimana sensasi yang diterima
oleh seseorang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diinterpretasikan.
Sensai datang dan diterima oleh manusia melalui panca indera, yaitu mata, telinga,
hidung, mulut dan kulit yang disebut juga system sensorik. Input sensorik atau
sensasi yang diterima oleh sistem sensorik manusia disebut juga dengan stimulasi.
19
2.3.3 Keputusan Konsumen
Memutuskan berati memilih salah satu dari dua atau lebih dari alternatif
yang ada. Di dalam pengambilan keputusan konsumen, sebagai pemecah suatu
masalah konsumen harus berfokus pada tujuan awal mereka yang mereka cari dan
mereka inginkan. Konsumen membuat keputusan tentang perilaku atau tindakan
mana yang harus dilakukan untuk mencapai keinginan mereka.
Pembuat keputusan konsumen sebenarnya merupakan suatu aliran interaksi
antara proses faktor lingkungan, kognitif dan afektif serta tindakan perilaku. Ada
beberapa tahap dalam dapat di identifikasikan, yaitu :
1. Tahap pertama, ,emcangkup pengenalan masalah.
2. Tahap kedua, mencari alternative masalah.
3. Tahap ketiga, mengevaluasi alternative dan kemudian memilih.
4. Tahap keempat, melakukan pembelian.
5. Tahap kelima, menggunakan produk yang dibeli dan melakukan evaluasi
ulang.
2.4 Kegagalan Jasa (Service Failure)
Idealnya, setiap jasa atau layanan disampaikan dengan benar sejak pertama
kali. Bila hal ini mampu direalisasikan tentu saja klien atau pelanggan akan merasa
puas. Elemen ini seperti manusia dalam proses penyampaian berbagai macam jasa
relatif kuat peranannya. Kepuasan pelanggan seringkali awat sulit diwujudkan,
penyampaian jasa pun terkadang terjadi kesalahan, masalah atau kegagalan. Bila hal
ini dibiarkan klien atau pelanggan jelas merasa kecewa, marah, dan tidak puas dan
bisa menyebabkan negatif WOM, beralih ke provider lain, dan bahkan menuntun
provider selaku penyedia jasa.
20
Sekalipun organisasi jasa telah berusaha melakukan yang terbaik dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan kliennya, seringkali tetap saja kegagalan
jasa (Service Failure) tidak dapat dihindari. Lovelock and Wright (2005) medefinisikan
kegagalan jasa sebagai berikut : “persepsi pelanggan bahwa satu aspek tertentu atau
lebih dalam penyerahan jasa tidak memenuhi harapan mereka”.
Apabila perusahaan acuh atau bahkan menerima kegagalan jasa ini sebagai
bagian dari bisnisnya sehari-hari, maka perusahaan bersangkutan akan mendapatkan
masalh besar. Kunci setiap perusahaan agar sukses adalah bersifat proaktif dalam
menekan setiap kemungkinan terjadinya kegagalan jasa dan membekali karyawan
mereka dengan serangkaian pemulihan yang efektif guna memperbaiki kegagalan
tersebut.
2.4.1 Penyebab Kegagalan Jasa
Dalam suatu perusahaan kegagalan dalam bisnis merupakan hal yang
biasa,kegagalan bisa disebabkan dari dalam maupun dari luar perusahaan. Oleh
karena ini, baiknya setiap perusahaan harus waspada sebab perusahaan jasa memiliki
banyak resiko yang besar dalam memenuhi kebutuhan pelanggan jika dibandingkan
dengan perusahaan yang menawarkan produk berupa barang.
Beberapa sumber kegagalan ini lah yang harus dievaluasi oleh setiap
perusahaan,sebab apabila kegagalan tersebut dibiarkan terus-menerus bisa
berpengaruh dengan aktivitas perusahaan. Dari beberapa sumber ini lah yang
menjadi indikator-indikator penting untuk mengukur seberapa seringkan kegagalan
yang dialami oleh perusahaan.
Menurut McColl-Kennedy (2003), mengelompokkan sumber penyebab
kegagalan jasa ke dalam 4 faktor, sebagai berikut
21
2.4.2 Komplain Pelanggan
2.4.2 Komplain Pelanggan
Pengaduan merupakan suatu pernyataan resmi tentang ketidakpuasan
dengan setiap aspek suatu pengalaman jasa. Apabila konsumen mengalami
pertemuan jasa yang tidak memuaskan, reaksi awal mereka (sering tidak disadari)
adalah menilai apa yang dipertaruhkan. Studi tentang pengaduan pelanggan telah
mengidentifikasi dua tujuan utama pengaduan :
a. Konsumen akan mengadu untuk mengganti suatu kerugian ekonomis,
dengan berupaya mendapatkan pengembalian uang atau meminta jasa
tersebut dikerjakan kembali. Mereka dapat mengambil tindakan hukum
jika masalahnya tetap tak terselesaikan.
b. Mengadu untuk membangkitkan kembali harga diri. Apabila mereka
diperlakukan tidak hormat akan membuat mereka menjadi emosional
atau marah
22
Table 2.3 Sumber Penyebab Kegagalan Jasa
No Kategori Deskripsi
1 Layanan 1. Layanan yang tidak tersedia :
produk keliru
2. Harga keliru
3. Layanan yang terlalu lambat :
lama menunggu
2 Penyedia jasa 1. Tindakan dan perilaku karyawan
yang tidak sepatutnya
3 Hal-hal diluar kendali
penyedia jasa
1. Faktor lingkungan non-manusia
2. Perilaku organisasi lain
4 Pelanggan 1. Perilaku pelanggan yang tidak
bisa dihindari
2. Perilaku pelanggan yang bisa
dihindari
3. Perilaku pelanggan lain
Sumber : McColl-Kennedy (2003)
23
2.4.2 Komplain Pelanggan
Pengaduan merupakan suatu pernyataan resmi tentang ketidakpuasan
dengan setiap aspek suatu pengalaman jasa. Apabila konsumen mengalami
pertemuan jasa yang tidak memuaskan, reaksi awal mereka (sering tidak disadari)
adalah menilai apa yang dipertaruhkan. Studi tentang pengaduan pelanggan telah
mengidentifikasi dua tujuan utama pengaduan :
c. Konsumen akan mengadu untuk mengganti suatu kerugian ekonomis,
dengan berupaya mendapatkan pengembalian uang atau meminta jasa
tersebut dikerjakan kembali. Mereka dapat mengambil tindakan hukum
jika masalahnya tetap tak terselesaikan.
d. Mengadu untuk membangkitkan kembali harga diri. Apabila mereka
diperlakukan tidak hormat akan membuat mereka menjadi emosional
atau marah
Studi perilaku complain ini telah dilakukan oleh society of consumer affairs
professional (Lovelock,2001) menunjukan bahwa mayoritas konsumen yang
mengalami masalah serius melakukan berbagai upaya untuk menyampaikan
komplain. Studi ini merangkum data tentang presentase responden yang pernah
mengalami masalah setidaknya sekali dalam setahun terakhir dengan masing-masing
bentuk jasa yang diteliti. Beberapa temuan penting lainya dari studi tersebut adalah :
a. 57 % responden pernah mengalami minimal 1 kali masalah dengan
produk atau jasa yang dibeli selama 12 bulan terakhir.
b. Rata-rata 73 % dari mereka yang mempunyai masalah serius mengambil
beberapa tindakan untuk memperbaikinya.
24
c. Hanya 34 % di antara mereka yang mengambil tindakan puas dengan
cara penyelesaian masalah bersangkutan.
d. Di antara mereka yang tidak puas dengan hasil komplainnya, 89 %
mengatakan bahwa mereka tidak akan menggunakan jasa perusahaan
yang sama lagi.
e. Rata-rata dibutuhkan 3,4 kontak dalam rangka menyelesaikan masalah
pelanggan yang paling serius.
f. Semakin tinggi jenjang manajemen yang harus dihubungi dalam rangka
menyelesaikan suatu masalah, semakin rendah tingkat kepuasan
pelanggan.
g. Seorang pelanggan yang mengalami masalah akan ketidakpuasaan ini,
rata-rata akan memberitahukan kepada orang-orang disekitar mereka
lebih banyak dari pada memberitahukan rasa puas mereka
25
Gambar 2.1 Alternatif Reaksi Pelanggan Bila Terjadi Ketidakpuasaan
Hdhdhdhdhdh
Sumber : Tjiptono (2009)
Terjadi Ketidakpuasaan
Mengambil Tindakan Tidak Mengambil Tindakan
Melakukan Privat Action
Melakukan Direct Action
Melakukan Public Action
Berhenti membeli produk di perusahaan tersebut
Memperingatkan rekan/keluarga tentang perusahaan tersebut
Menempuh jalur hokum untuk mendapatkan ganti rugi
Komplain ke instansi pemerintah/swasta
Komplain ke produsen atau distributor
Menuntut ganti rugi dari produsen/distributor
26
2.5 Pemulihan Jasa (Service Recovery)
2.5.1 Pengertian Pemulihan Jasa (Service Recovery)
(service recovery) adalah upaya-upaya sistematis oleh perusahaan setelah
kegagalan jasa untuk memperbaiki suatu masalah dan mempertahankankan
kehendak baik pelanggan. Suatu perusahaan jasa yang melakukan kesalahan baik
disengaja maupun tidak sehingga mengakibatkan pelanggan yang datang semakin
berkurang, harus segera melakukan service recovery. Apabila tidak segera diatasi
maka akan semakin lemah nya loyalitas pelanggan dan akibatnya pertumbuhan
pelanggan baru tidak terjadi. Sangat penting perusahaan memiliki strategi-strategi
pemulihan yang efektif karena bahkan satu masalah jasa pun dapat
menghancurkan kepercayaan pelanggan kepada perusahaan tersebut dalam kondisi
berikut :
a. Kegagalan itu sangat memalukan (misalnya, ketidak jujuran terang-
terangan dari pihak penyedia jasa).
b. Masalah itu merupakan suatu pola kegagalan, bukan hanya suatu
kejadian terpisah.
c. Upaya pemulihan tidak memadai yang malah berakibat memperbesar
masalah ketimbang memperbaikinya.
Menurut Tjiptono (2005) “pemulihan jasa merupakan salah satu determinan
signifikan kepuasan dan loyalitas pelanggan”. Upaya mempertahankan jalinan relasi
dengan pelanggan yang tidak puas melalui implementasi kebijakan pemulihan jasa
yang efektif telah menjadi focus utama sebagian besar strategi retensi pelanggan.
Pada hakikatnya pemulihan jasa merupakan tindakan yang dilakukan penyedia jasa
27
untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan terjadinya kegagalan jasa untuk
mempertahankan customer goodwill (lovelock and wright,2001). Dalam program
pemulihan perusahaan-perusahaan menambah manfat-manfaat pokok yang
ditawarkan produk inti sekaligus meningkatkan komponen layanan dalam rantai nilai
perusahaan (Kotler,2001). Menurut Roger (2001),kecepatan perusahaan dalam
menangani keluhan sangatlah penting karena pelanggan akan merasa lebih puas
atau terpuaskan dengan penanganan keluhan yang dilakukan secara cepat dan
efisien. Pelanggan yang mengeluh sebenarnya masih memberikan kesempatan bagi
penyedia pihak jasa/barang untuk memberikan kepuasan kepada mereka.
Proses penangan pemulihan jasa yang efektif dimulai dari identifikasi
keluhan yang diberikan dan penentuan sumber keluhan yang diberikan dan
penentuan sumber masalah yang menyebabkan pelanggan tidak puas dan
mengeluh,langkah tersebut merupakan langkah yang vital,karena menentukan
efektifitas. Sumber masalah tersebut perlu diatasi,ditindaklanjuti,diselesaikan dan
diupayakan agar di masa mendatang tidak timbul lagi masalah seperti itu. Respon
pelanggan setelah mengalami ketidakpuasan pada layanan produk/jasa suatu
perusahaan dapat bermacam-macam,di antaranya :
1. Melakukan tindakan sehingga banyak orang yang akan
mengetahui,seperti complain ke perusahaan,complain ke pihak
ketiga,melaporkan ke pihak berwajib
2. Melakukan tindakan pribadi yang tidak frontal,seperti pindah ke
produk/jasa lain atau bahkan melakukan negative WOM.
3. Tidak melakukan tindakan apapun.
28
Menurut Becker (2000) menyatakan: “An important outcome of the growth
of the service sector over the latter part of the 20th century has been an increased
understanding of how the effective management of service differs from the
tradisional management of productio’’). Hal penting dalam perkembangan sampai
abad 20, ditemukan bahwa manajemen service yang efektif dibandingkan
tradisional adalah hal yang harus diprioritaskan. Becker (2000) menyatakan
“Service recovery has become a cornerstone in the total quality endeavors of
customer contact service providers”. Pendapat ini menunjukan bahwa service
recovery menjadi penentu keberhasilan daru kualitas yang diberikan oleh
perusahaan.
Beberapa alat yang dapat digunakan untuk memperoleh feedback dari
pelanggan adalah survei pasar, kartu kritik dan saran, mistery shopping, focus group
discussion. Evaluasi dari feedback yang diberikan pelanggan dapat dilakukan secara
berkala seperti tiap tiga bulan, satu semester, atau bahkan tiap tahun sekali. Apabila
evaluasi langsung ditindak-lanjuti dengan upaya perbaikan, maka pelanggan akan
kembali percaya dan perusahaan akan mengalami kemajuan pesat.
Menurut Lovelock & Wirtz (2004), terdapat 3 dimensi dan beberapa indikator
keadilan dalam proses pemulihan jasa (service recovery) yaitu :
1. Keadilan procedural (procedural justice) berhubungan dengan
kebijakan dan peraturan yang pelanggan harus lalui untuk
memperoleh keadilan. Disini pelanggan mengharapkan perusahaan
untuk menunjukan tanggung jawab, yang merupakan kunci awal
dari prosedur yang adil, diikuti oleh proses service recovery yang
mudah dan responsif. Hal ini juga termasuk fleksibilitas sistem dan
pertimbangan masukan dari pelanggan.
29
2. Keadilan interaksi (interactional justice) yang melibatkan karyawan
perusahaan yang menyediakan pemulihan jasa dan perilakunya
terhadap pelanggan. Memberikan penjelasan mengenai kegagalan
dan melakukan usaha untuk menyelesaikan masalah adalah sangat
penting. Namun, usaha pemulihan harus dirasakan sungguh-
sungguh, jujur, dan sopan.
3. Keadilan hasil (outcome justice) berkaitan dengan kompensasi yang
pelanggan terima sebagai hasil dari kerugian dan ketidaknyamanan
yang muncul akibat kegagalan jasa. Hal ini termasuk kompensasi
yang bukan hanya untuk kegagalan saja, namun juga waktu, usaha,
dan energi yang digunakan selama proses pemulihan jasa.
Selain pendapat diatas, Brown & Tax juga memberikan definisi beberapa
komponen penting dalam tiga dimensi keadilan jasa (Zeithaml, Bitner, &
Gremler, 2006) yaitu :
1. Keadilan procedural yaitu kebijakan, peraturan, dan kecepatan
dalam proses komplain.
a. Pelanggan ingin komplain ditangani dengan cepat, dan
diharapkan oleh pihak pertama yang pelanggan kontak.
b. Pelanggan ingin perusahaan dapat bersikap fleksibel dalam
prosedur, sehingga usaha pemulihan dapat disesuaikan
dengan keadaan individu pelanggan.
c. Pelanggan ingin adanya kejelasan, kecepatan, dan
kebebasan dari hambatan dalam prosedur.
30
2. Keadilan interaksi (interactional justice) yaitu perlakuan khusus
yang diterima pelanggan selama proses penanganan komplain.
a. Pelanggan ingin diperlakukan dengan sopan
b. Pelanggan ingin diperlakukan dengan perhatian
c. Pelanggan ingin diperlakukan dengan jujur
3. Keadilan hasil (outcome justice)yaitu hasil yang pelanggan
terima dari komplain yang disampaikan.
a. Pelanggan mengharapkan hasil akhir atau kompensasi
sesuai dengan tingkat ketidakpuasan.
b. Pelanggan mengharapkan hasil atau kompensasi sesuai
dengan kesalahan yang di perbuat perusahaan
c. Pelanggan ingin diberi kompensasi yang tidak lebih ataupun
tidak kurang dari pelanggan lain yang mengalami hal yang
sama.
d. Pelanggan mengharapkan perusahaan dapat memberikan
pilihan dalam kompensasi.
2.5.2 Pemecahan masalah yang efektif
Panduan pemecahan masalah agar efektif :
1) Bertindaklah dengan cepat.
2) Akuilah kesalahan tetapi jangan membela diri.
31
3) Tunjukanlah bahwa anda memahami masalah tersebut dari sudut
pandang masing-masing pelanggan.
4) Jangan berdebat dengan pelanggan.
5) Hargailah perasaan pelanggan.
6) Jangan langsung menuduh pelanggan.
7) Jelaskanlah langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
8) Informasikanlah kemajuan penanganan kepada pelanggan.
9) Pertimbangkanlah kompensasi.
10) Gigihlah untuk meraih kembali kepercayaan
32
Gambar 2.2 Komponen sistem pemulihan jasa yang efektif
+ =
Umpan balik
Sumber : Lovelock 2005
Lakukan pekerjaan dengan benar sejak awal
Penaganan pengaduan efektif
Kepuasan dan Loyalitas Meningkat
Identifikasi pengaduan jasa
Selesaikan pengaduan dengan efektif
Belajar dari pengalaman pemulihan
Lakukan riset, Pantau pengaduan, kembangkan budaya “pengaduan sebagai peluang”.
Kembangkan sistem dan pelatihan yang efektif dalam menangani
Lakukan analisis akar penyebab
33
2.6 Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty)
Loyalitas pelanggan merupakan reaksi atau akibat dari terciptanya kepuasan
pelanggan sebagai implementasi dari keberhasilan pelayanan yang berkualitas dalam
memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan yang loyal adalah mereka yangantusiasme
terhadap merek atau prouk yang digunakannya. Pelanggan yang loyal kepada
keputusan pembeliannya tidak lagi mempertimbangkan faktor–faktor yang
berpengauh dalam penentuan pilihan seperti tingkat harga, jarak, kualitas, dan
atribut lainnya, karena telah tertanam dalam dirinya bahwa produk atau jasa yang
dibeli sesuai dengan harapn dan mampu memenuhi kebutuhan.
Pelanggan yang loyal sangat besar artinya bagi perusahaan, begitu juga
pelanggan layanan internet Flash Unlimited yang loyal sangat penting bagi
perusahaan. Karena pelanggan yang loyal berarti kelangsungan hidup perusahaan,
dan tentu saja meningkatkan profitabilitas perusahaan. Pemahaman loyalitas
pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari transaksinya saja atau pembelian
berulang.
2.6.1 Definisi Pelanggan
Definisi customer loyalty berasal dari kata custom, yang diartikan sebagai
“membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan “mempraktekan kebiasaan”.
Pelanggan adalah seorang yang menjadi terbiasa untuk membeli karena kebiasaan.
Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan iteraksi yang serinh selama periode
waktu tertentu. Tanpa adanya pembelian yang kuat dan pembelian yang berulang,
orang tersebut bukanlah pelanggan, melainkan ia hanyalah seorang pembeli
(Griffin,2005).
Seorang pelanggan bisa dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan
tersebut menunjukan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi
34
dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam kurun waktu
tertentu. Dapat disimpulkan bakwa pelanggan adalah semua orang yang menuntut
perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu, yang akan memberikan
pengaruh pada performasi perusahaan.
2.6.2 Pengertian Loyalitas Pelanggan
Kotler (2005) mengatakan “The long term success of the particular barnd is
not based on the number of consumer who purchase”. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa konsumen yang loyal tidak diukur dari berapa banyak mereka
membeli, tetapi dari seberapa sering dia melakukan pembelian ulang termasuk
merekomendasikan kepada orang lain.
Griffin (2005), definisi pelanggan loyal adalah pelanggan yang membeli
berulang kali secara teratur atau membeli produk atau jasa dengan merek yang
sama. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pelanggan yang
loyal dimaknai sebagai pelanggan yang melakukan pembelian berulang, pelanggan
yang dengan antusias merekomendasikan kepada orang lain.
2.6.3 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap pelanggan yang membeli produk, ia bergerak melalui suatu siklus
yang dinamakan siklus pembelian. Menurut Griffin (2005) ada lima tahap siklus
pembelian, yaitu :
1. Kesadaran, pada tahap ini perusahaan mulai membentuk “pangsa pikiran”
yang dibutuhkan untuk mempossikan ke dalam pikiran calon pembeli bahwa
produk tersebut lebih unggul dibanding pesaing. Kesadaran dapat timbul
melalui iklan, komunikasi WOM serta kegiatan pemasaran lainnya. Pada
35
tahap ini, iklan atau tipu daya pemasaran perusahaan lain dpat dengan
mudah merebut pelanggan.
2. Pembelian awal, pembelian awal merupakan langkah awal untuk
membangun suatu loyalitas. Baik dilakukan secara on-line ataupun off-line,
pembelian pertama bisa dikatakan pembelian percobaan. Perusahaan dapat
menanamkan kesan positif atau negative terhadap pelanggan dengan
produk yang mereka tawarkan.
3. Evaluasi pasca pembelian, setelah dilakukan pembelian, secara sadar atau
tidak pelanggan akan mengevaluasi transaksi pembelian tersebut. Bila
pembeli merasa puas tahap ke 4 kemungkinan bisa terjadi.
4. Keputusan membeli kembali, komitmen membeli kembali merupakan sikap
yang paling penting bagi loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Tahap
ini seringkali merupakan langkah selanjutnya yang terjadi secara alamiiah
bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan suatu
produk tertentu.
5. Pembelian kembali, tahap terakhir ini adalah pembelian yang aktula. Untuk
dapat dianggap bener-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali
dari perusahaan yang sama.
36
2.6.4 Karakteristik Loyalitas Pelanggan
loyalitas pelanggan dapat menjadi tolak ukur yang dapat diandalkan
perusahaan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan. Pelanggan yang loyal
menurut Griffin (2005) mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya :
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur, pelanggan yang telah
melakukan pembelian produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka
adalah yang melakukan pembelian pada perusahaan yang sama.
2. Membeli antar lini produk dan jasa, membeli produk yang ditawarkan
dan dibutuhkan oleh pelanggan. Pelanggan membeli secara teratur,
hubungan jeni ini sangat kuat dan berlangsung lama dan membuat
mereka tidak akan terpengarug terhadap produk pesaing lainnya.
3. Merekomendasikan kepada orang lain. Membeli produk yang
ditawarkan dan dibutuhkan oleh pelanggan dan melakukan pembelian
secara teratur. Setelah itu mereka mendorong relasi dan keluarga
mereka agar membeli atau menggunakan produk tersebut. Dengan
cara seperti ini sadar atau tidak mereka sudah melakukan pemasaran
yang mendatangkan pelanggan baru bagi perusahaan.
4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan pesaing, mereka tidak mudah
terpengaruh dengan tarikan atau bujukan dari pesaing yang memiliki
produk sejenis.
37
2.7 Penelitian Terdahulu
Menurut Christopher W. Craighead dkk (2004) dalam jurnalnya menyebutkan
keberhasilan upaya pemulihan layanan dan akhirnya penilaian kualitas layanan
tersebut didasarkan pada persepsi pelanggan. Namun semua pelanggan tidak sama
atau berbeda-beda maka dengan demikian persepsi kegagaan pelayanan dan upaya
pemulihan mungkin berbeda. Perbedaan ini, potensial pelanggan dan pandangan
serta persepsi mereka inilah yang menjadi dasar dari penelitian ini.
Berfokus pada faktor-faktor pra-pemulihan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wawasan atau informasi bagaimana seorang pelanggan dapat
“tersegmentasi” bila terjadi kegegalan layanan. Walaupun faktor lainnya akhirnya
dapt membuktikan pentingnya literature saai ini dan perlu dijadikan pertimbangan
terlebih dahulu.
Kelley and Davis (dikutip dari jurnal Christopher W, dkk 2004) juga
menyebutkan bahwa, pelanggan dengan tingkat komitmen organisasi juga memiliki
harapan yang tinggi untuk proses dalam pemulihan jasa. Responden dalam
penelitian ini diminta untuk berpartisipasi sejauh mana mereka setia akan suatu
layanan yang diberikan oleh perusahaan.
38
2.8 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3 Struktur Kerangka Pemikiran
H 1 H 2
H 3
Sumber : Penulis (2011)
Telkomsel - Flash
Service Failure
( x )
1. Layanan
2. Penyedia Jasa
3. Hal-hal diluar kendali penyedia jasa
4. pelanggan
Service Recovery
( Y )
1. Procedural justice
2. Interactional justice
3. Outcome justice
Customer Loyalty
( Z )
1. Pembelian lini produk
2. Memberikan referensi kepada orang lain
3. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan pesaing
39
Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran yang diuraikan maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Diduga service failure berpengaruh secara signifikan terhadap service recovery
Hipotesis 2 : Diduga service recovery berpengaruh secara signifikan teradap customer loyalty
Hipotesis 3 : Diduga service failure berpengaruh secara signifikan terhadap customer loyalty