BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea...

24
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Muljono (2008:1) Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2013:1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Sedangkan Menurut Djajadiningrat dalam Resmi (2013:1) bahwa pajak adalah: Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak adalah suatu pembayaran yang bersifat wajib oleh rakyat kepada Negara sesuai ketentuan Undang-undang atas dasar asas pengabdian dan kepatuhan, tanpa mendapat jasa timbal dari negara secara langsung melainkan pembayaran pajak tersebut digunakan untuk membiayai kepentingan umum. 9

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pajak

Menurut Muljono (2008:1) “Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada

negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2013:1) “Pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Sedangkan Menurut Djajadiningrat dalam Resmi (2013:1) bahwa pajak

adalah:

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas

negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut

peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada

jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan

secara umum.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak adalah suatu pembayaran

yang bersifat wajib oleh rakyat kepada Negara sesuai ketentuan Undang-undang atas

dasar asas pengabdian dan kepatuhan, tanpa mendapat jasa timbal dari negara secara

langsung melainkan pembayaran pajak tersebut digunakan untuk membiayai

kepentingan umum.

9

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

10

2.1.1. Fungsi Pajak

Menurut Pudyatmoko (2009:16) pajak sebagai sebuah realitas yang ada di

masyarakat mempunyai fungsi tertentu. Pada umumnya dikenal adanya dua fungsi

utama pajak, yakni fungsi budgeter (anggaran) dan fungsi regulerend (mengatur).

1. Fungsi Anggaran

Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk

memasukan dana sebesar-besarnya kedalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak

lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukan

kedalam kas negara.

2. Fungsi Mengatur

Disamping mempunyai fungsi sebagai alat penarik dana dari masyarakat untuk

dimasukkan ke dalam kas negara seperti tersebut di atas, pajak mempunyai fungsi

yang lain, yakni fungsi mengatur. Dalam hal ini pajak digunakan untuk mengatur

dan mengarahkan masyarakat ke arah yang dikehendaki pemerintah. Oleh

karenanya fungsi mengatur ini menggunakan pajak untuk dapat mendorong dan

mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan

pemerintah.

2.1.2. Jenis Pajak

Menurut Sudirman dan Antong Amiruddin (2012:10) Pajak itu sendiri

dibagi/digolongkan menjadi beberapa pajak, adapun klasifikasi pajak itu meliputi:

a. Menurut Siapa yang Menanggung Pajak

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

11

1). Pajak Langsung, yaitu pajak yang dipungut pemerintah kepada Wajib Pajak

dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya adalah PPh,

PPnBM dan PBB.

2). Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah kepada

Wajib Pajak secara tidak langsung dan dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama.

b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak

1). Pajak Negara atau Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut dan atau dikelola

oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat

Jenderal Pajak yaitu antara lain PPh, PPN, PPnBM, PBB, BPHTB, dan Bea

Materai.

2). Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut dan/atau dikelola oleh pemerintah

daerah, yang dalam hal ini ditangani oleh Dinas Pendapatan Daerah, yaitu

antara lain:

a. Pajak Kendaraan Bermotor baik di darat maupun di atas air (Provinsi);

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) baik di darat maupun di

atas air (Provinsi);

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air

(Provinsi);

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Restoran (Provinsi);

e. Pajak Hotel (Kabupaten);

f. Pajak Reklame (Kabupaten);

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

12

g. Pajak Restoran (Kabupaten);

h. Pajak Hiburan (Kabupaten);

i. Pajak Penerangan Jalan (Kabupaten);

j. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C (Kabupaten).

2.1.3. Batas Waktu Pembayaran (Penyetoran Pajak)

Menurut Marsyahrul (2005:48) Pembayaran pajak diatur dalam Pasal 9 KUP,

juga dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 541/KMK 04/2000 tanggal 22

Desember 2000, ringkasannya sebagai berikut.

Sarana untuk membayar pajak ialah Surat Setoran Pajak (SSP). Tempat pembayaran

yang ada pada saat ini ialah kantor pos dan giro, serta bank-bank yang ditunjuk oleh

Direktur Jenderal Anggaran.

Jangka waktu pembayaran:

1. Untuk PPh, Pasal 21 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;

2. Untuk PPh, Pasal 22 harus disetor paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya

(bukan Bea Cukai);

3. Untuk PPh, Pasal 22 impor yang dipungut Bea Cukai harus disetor dalam jangka

waktu satu hari setelah pemungutan;

4. Untuk PPh, Pasal 23 dan 26 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan

berikutnya setelah bulan saat terhutangnya pajak;

5. Untuk PPh, Pasal 25 harus disetor paling lamnbat tanggal 15 bulan berikutnya;

6. Untuk SPT, SKPKB dan SKPKBT, SK pembetulan, SK keberatan, putusan

banding, harus dibayar lunas paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

13

Untuk SK pembetulan, SK keberatan, putusan banding mengakibatkan pajak yang

harus dibayar bertambah. Tentang tanggal jatuh tempo pembayaran telah diubah

dengan Kep.Men.Nomor 541/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000.

2.2. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)

Menurut Resmi (2013:74), “Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang

dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam suatu tahun pajak”. Peraturan Perundang-udangan yang mengatur Pajak

Penghasilan di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan

dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, UU No. 17 Tahun 2000,

Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan

Direktur Jenderal Pajak maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

2.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)

Menurut Tatang (2013:209) Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut

prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak

dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau

menambah kekayaan Wajib Pajak.

Pada situasi dan kondisi tertentu, pemerintah mengambil kebijakan perpajakan

tertentu dengan maksud dan tujuan yang tertentu pula. Misalnya untuk memajukan

usaha kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah, pemerintah memberlakukan

tarif pajak yang lebih rendah dari tarif pajak pada umumnya dan biasanya

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

14

pengenaannya bersifat final. Dengan kata lain, terdapat objek pajak penghasilan yang

pengenaan pajaknya diatur tersendiri, yaitu sebagaimana diamanatkan pada pasal 4

ayat (2) Undang-undang PPh. Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis

penghasilan tersebut termasuk sifat,besaran, dan tata cara pelaksanaan pembayaran,

pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila penghasilan berdasarkan pertimbangan tertentu dikenai pajak dengan

tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut

tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum. Adapun

pertimbangan-pertimbangan suatu objek pajak dikenakan PPh yang bersifat final

antara lain:

a. Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan

masyarakat;

b. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak;

c. Berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat

Jenderal Pajak;

d. Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan

e. Memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.

2.2.2. Objek dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2

Menurut Tatang (2013:211) Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal

4 ayat (2) meliputi:

a. PPh Atas Penghasilan Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro, dan Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

15

Pemajakan atas penghasilan berupa bunga deposito, bunga tabungan/jasa giro, dan

diskonto SBI mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131

Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001.

Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk

deposito berjangka, sertifikat deposito, deposit on call baik dalam mata uang

rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan pada atau

diterbitkan oleh bank.

Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang

penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh

masing-masing bank.

Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan adalah bunga yang

diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan diluar negeri

melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang

bank luar negeri di Indonesia. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap orang pribadi

Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun

pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebih Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto

Sertifikat Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto,

terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

2. Dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau

dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang

berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

16

b. Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.

Pemajakan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek

berdasarkan PP No. 41/1994, PP No. 14/1997, KMK 282/KMK.04/1997, dan SE

Dirjen Pajak Nomor: SE-06/PJ.4/1997.

Besarnya pajak penghasilan atas transaksi penjualan saham di bursa efek, sebagai

berikut:

1. Satu per seribu (0,1%) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, untuk semua

transaksi penjualan saham.

2. Tambahan 0,5% (setengah persen) dari nilai jual saham, untuk transaksi

penjualan saham pendiri.

c. Penghasilan Berupa Bunga dan Diskonto Obligasi yang Dijual di Pasar Modal.

Pemajakan atas penghasilan berupa bunga dan diskonto obligasi yang dijual di

pasar modal diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16

Tahun 2009.

Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih

dari 12 (dua belas) bulan.

Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang

obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.

Besarnya pajak penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang dijual di pasar

modal adalah sebagai berikut:

1. Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar 15% (lima belas persen) bagi Wajib

Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Sebesar 20% (dua puluh persen)

atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

17

bagi Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto

bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.

2. Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar 15% (lima belas persen) bagi

Wajib Pajak Dalam Negeri dan bentuk usaha tetap. Sebesar 20% (dua puluh

persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak

berganda bagi Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap.

3. Diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar 15% (lima belas persen) bagi Wajib

Pajak Dalam Negeri dan bentuk usaha tetap. Sebesar 20% (dua puluh persen)

atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda

bagi Wajib Pajak Luar Negeri selain usaha tetap.

4. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib

Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan sebesar 0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan

tahun 2010, sebesar 5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun

2013 dan sebesar 15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.

d. PPh Atas Bunga Simpanan yang Dibayar Kepada Anggota Koperasi Orang

Pribadi.

Pemajakan atas penghasilan bunga yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota

koperasi orang pribadi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009

dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2010.

Besarnya pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayar kepada anggota

koperasi orang pribadi, adalah:

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

18

1. 0% (nol persen) untuk penghasilan bunga simpanan sampai dengan Rp.

240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau

2. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan bunga

simpanan lebih dari Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per

bulan.

e. Pajak Penghasilan Atas Hadiah Dan Penghargaan.

Pemajakan atas penghasilan dari hadiah dan undian diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Nomor-395/PJ./2001 yang berlaku mulai 1 Januari 2001.

Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang

diberikan melalui undian, untuk membedakan pengertian hadiah undian dan

hadiah-hadiah lainnya, ada baiknya diketahui pula definisi hadiah dalam bentuk

lain sesuai dengan peraturan perpajakan, seperti hadiah atau penghargaan

perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu

perlombaan atau adu ketangkasan. Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan

kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang

diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh

penerima hadiah. Sedangkan penghargaan adalah imbalan yang diberikan

sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu. Tidak termasuk dalam

pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan pajak penghasilan adalah

hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada

semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima

langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

19

Atas hadiah undian dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 25% (dua puluh lima

persen) dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final.

f. Penghasilan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham/Pengalihan

Penyertaan Modal Perusahaan Pasangan Usahanya.

Pemajakan atas penghasilan modal ventura dari transaksi penjualan

saham/pengalihan penyertaan modal perusahaan pasangan usahanya berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/KMK.04/1995 dan Surat Edaran

Direktur Jenderal Pajak Nomor SEe-33/pj.4/1995.

Perusahaan modal ventura merupakan sarana dalam rangka mendorong

pemerataan pembangunan dan untuk lebih meningkatkan peran serta dari seluruh

lapisan masyarakat, yaitu dengan melakukan penyertaan modalnya pada

perusahaan pasangan usaha khususnya yang merupakan “usaha kecil dan

menengah atau perusahaan yang bergerak dalam sektor-sektor usaha tertentu”

yang mengingat keadaan perekonomiannya perlu memperoleh prioritas untuk

dikembangkan.

Perusahaan kecil dan menengah pasangan usaha perusahaan modal ventura adalah

perusahaan yang pad saat perusahaan modal ventura melakukan penyertaan

modalnya penjualan bersih pada tahun pajak sebelumnya tidak melebihi Rp.

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setahun. Daalam hal perusahaan kecil dan

menengah pasangan usaha perusahaan modal ventura tersebut melakukan usaha

jasa, maka yang dimaksud dengan penjualan bersih adalah penerimaan bruto. Tarif

sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi dikenakan dengan syarat:

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

20

1. Pasangan usaha merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang melakukan

kegiatan di sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

g. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Pemajakan atas penghasilan sewa tanah dan bangunan diatur dalam PP Nomor 5

Tahun 2002, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002, Keputusan

Dirjen Pajak Nomor Kep-227/Pj./2002.

Penghasilan sewa tanah dan bangunan adalah penghasilan orang pribadi atau

badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,

apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko,

gedung dan industri.

Besarnya PPh yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10%

(sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan

bersifat final. Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua

jumlah yang dibayarkan atau terhutang oleh penyewa dengan nama dan dalam

bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa

termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas

lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah

maupun yang disatukan.

h. Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Pemajakan atas penghasilan dari pengalihan atas tanah dan/atau bangunan diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah beberapa

kali dirubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

21

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dapat berupa:

1. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,

penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain

selain pemerintah;

2. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang

disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk

pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan

khusus;

3. Penjualan, tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain kepada

pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang

memerlukan persyaratan khusus.

Besarnya pajak penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai

pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Dan sebesar 1% (satu persen) dari

jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan

Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya

melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

i. Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi

Pemajakan atas penghasilan usaha jasa konstruksi diatur dalam PP No. 51 Tahun

2008 sebagaimana telah diperbaharui dengan PP No. 40 Tahun 2009.

Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,

layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi

pengawasan pekerjaan konstruksi.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

22

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan

perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan

arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing

beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang

kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana

konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.

Tarif pajak penghasilan untuk usaha jasa konstruksi adalah sebagai berikut:

1. 2% (dua persen) untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia

jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;

2. 4% (empat persen) untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia

jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

3. 3% (tiga persen) untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia

jasa selain penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf “a” dan huruf “b”;

4. 4% (empat persen) untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi

yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

5. 6% (enam persen) untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi

yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

j. Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Pembendaharaan Negara (SPN)

Pemajakan atas diskonto SPN diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 27 Tahun 2008.

Surat utang negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik

dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

23

pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang

terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.

Surat perbendaharaan negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang

Negara yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan

pembayaran bunga secara diskonto.

Diskonto SPN adalah selisih lebih antara nilai nominal pada saat jatuh tempo

dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder atau harga jual di

Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder,

tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.

Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN dikenakan

pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

1. 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha

Tetap (BUT); dan

2. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran

Pajak Berganda (P3B) yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan

di luar negeri dari Diskonto SPN.

k. Deviden yang Diterima Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Pemajakan atas Deviden yang diterima WPOP Dalam Negeri diatur dalam PP No.

19 Tahun 2009 berlaku sejak 1 Januari 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 111/PMK.03/2010.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

24

Deviden adalah bagian laba yang diperoleh pemegang saham, dengan nama dan

dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada

pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

Atas penghasilan berupa deviden yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang

Pribadi Dalam Negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen)

dari jumlah bruto dan bersifat final.

l. Penghasilan Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Pengaturan pengenaan PPh untuk Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto

tertentu dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak Orang

Pribadi dan Badan yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk melakukan

penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terhutang. Hal

ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang

memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan tidak termasuk Bentuk

Usaha Tetap; dan

2. Menerima penghasilan dari usaha (tidak termasuk penghasilan dari jasa

sehubungan dengan pekerjaan bebas) dengan peredaran bruto tidak melebihi

Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)

tahun pajak.

Tidak termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran tertentu

adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan

dan/atau jasa yang dalam usahanya:

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

25

1. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang

menetap maupun tidak menetap; dan

2. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang

tidak diperuntukan bagi tempat usaha atau berjualan Wajib Pajak.

Tidak termasuk Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran tertentu adalah:

1. Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial; atau

2. Wajib Pajak Badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi

secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Besarnya tarif adalah 1% (satu persen).

Dasar Pengenaan Pajak berdasarkan jumlah peredaran bruto dalam satu bulan.

Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha

cabang, selain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai

Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan dibidang perpajakan. Dengan demikian, dapat dihitung besarnya Pajak

Penghasilan dalam 1 (satu) bulan adalah: 1% x jumlah peredaran bruto dalam 1

(satu) bulan, dengan catatan:

1. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha

dalam 1 (satu) tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang

bersangkutan.

2. Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah

melebihi jumlah Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

26

dalam suatu tahun pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan 1%

(satu persen) sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.

3. Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp.

4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu tahun

pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada tahun

pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Pajak Penghasilan.

4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat

final.

2.3. Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Prastowo (2010:26) “kepatuhan adalah aktivitas sehari-hari untuk

mematuhi peraturan perpajakan”.

Sedangkan kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh Nowak dalam

Devano (2006:110) kepatuhan adalah sebagai “suatuiklim” kepatuhan dan kesadaran

pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi sebagai berikut:

1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan perundang-

undangan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan jelas dan lengkap.

3. Menghitung jumlah pajak yang terhutang dengan benar.

4. Membayar pajak yang terhutang tepat pada waktunya.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

27

Tidak dipatuhinya kewajiban-kewajiban perpajakan tersebut, dapat

mengakibatkan Wajib Pajak dikenai sanksi perpajakan yaitu sanksi administrative,

berupa bunga, denda kenaikan serta sanksi pidana denda dan pidana badan (kurungan

atau penjara).

Menurut Pudyatmoko (2009:22) “Wajib Pajak adalah subjek pajak yang telah

memenuhi syarat objektif, selain itu juga syarat subjektif”. Syarat objektif adalah

syarat yang berkaitan dengan sasaran pengenaan pajak (objekpajak). Sebagai contoh

adalah seorang yang telah tinggal di Indonesia yang memperoleh penghasilan dan

penghasilan tersebut memenuhi syarat untuk dikenakannya pajak. Hal ini kiranya

perlu diingat karena tidak semua penghasilan memenuhi syarat untuk dikenakan

pajak, misalnya menyangkut besarnya penghasilan itu sendiri. Bila ternyata

penghasilan tersebut memenuhi syarat untuk dikenakan pajak maka orang yang

mendapatkan penghasilan itu dapat dikatakan telah memenuhi syarat objektif

sehingga wajib membayar pajak dan disebut Wajib Pajak.

Didalam ketentuan, khususnya didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

dimasukan pula sebagai WajibPajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi

pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa KepatuhanWajib Pajak adalah

aktivitas seseorang yang telah memenuhi syarat untuk diwajibkan turut berkontribusi

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

28

dalam pembayaran pajak dan kesadaran seseorang terhadap pemenuhan kewajiban

perpajakannya.

2.3.1. Kewajiban Umum Wajib Pajak

Menurut Pudyatmoko (2009:131) terdapat beberapa kewajiban umum Wajib

Pajak yang harus dipenuhi/dipatuhi, yaitu:

a. Kewajiban Mendaftarkan Diri

Menurut ketentuan Pasal 2 UU No. 28 Tahun 2007, setiap Wajib Pajak yang telah

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat

Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

b. Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan SPT

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan

objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Dalam rangka pemenuhan self assessment

system, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan menetapkan

sendiri pajaknya.

c. Kewajiban Membayar Pajak

Pajak yang hasilnya dimasukan ke dalam kas negara sangat diperlukan untuk

membiayai segala aktivitas dan berjalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu

secara bergotong-royong melalui pajak rakyat diberi beban untuk dipikul bersama.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

29

Akan tetapi tidak setiap warga atau rakyat Indonesia diwajibkan membayar pajak.

Hanya mereka yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak yang mempunyai

kewajiban itu.

d. Kewajiban Membayar Denda

Pemenuhan kewajiban pajak ada kemungkinan terjadi kesalahan, baik itu karena

kealpaan maupun karena unsur kesengajaan dari Wajib Pajak atau penanggung

pajak. Kesalahan seperti itu perlu diluruskan kembali dan kepada wajib pajak

ataupun penanggung pajak dapat dikenakan sanksi berupa denda.

e. Kewajiban Melakukan Pembukuan dan Pencatatan

Berkaitan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, di dalam Pasal 6 Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang (KUHD) ditentukan bahwa setiap warga masyarakat yang

melakukan kegiatan usaha diwajibkan melakukan pembukuan, yang diatur

sedemikian rupa sehingga setiap saat dapat diketahui kewajiban-kewajibannya

terhadap pihak ketiga.

f. Kewajiban Menyerahkan Dokumen Pada Waktu Pemeriksaan

Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan berwenang melakukan

pemeriksaan, baik untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan

maupun untuk tujuan lain. Pihak aparat yang memeriksa mesti diberi kesempatan

untuk mendapatkan akses memeriksa semua dokumen, buku, catatan, maupun

keterangan yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

30

2.4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

BerdasarkanPeraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 2013

tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu.

2.4.1. Maksud dan Tujuan PP No. 46 Tahun 2013

Kebijakan Pemerintah dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah No. 46

Tahun 2013 didasari dengan:

Maksud:

a. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan;

b. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi;

c. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi;

d. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan

negara;

Tujuan:

a. Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan;

b. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat;

c. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan;

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

31

2.4.2. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak yang Dikenai Pajak Penghasilan

Berdasarkan Ketentuan PP No. 46 Tahun 2013

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, objek pajak dan

pengecualian dari objek pajak atas Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP No.

46 Tahun 2013 adalah:

1. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final.

2. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah Wajib Pajak yang

memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha

tetap; dan

b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa

sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp

4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun

pajak.

3. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak orang pribadi yang

melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:

a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang

menetap maupun tidak menetap; dan

b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang

tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

4. Tidak termasuk Wajib Pajak badan, adalah:

a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; dan

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - repository.bsi.ac.idContohnya adalah cukai tembakau, bea materai dan bea balik nama. b. Menurut Siapa yang Memungut Pajak 1). Pajak Negara atau Pajak Pusat,

32

b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi

secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000,00

(empat miliar delapan ratus juta rupiah).

2.4.3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan

PP No. 46 Tahun 2013

Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah 1% (satu persen).

Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1

(satu) tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan. Dalam

hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp

4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu tahun pajak,

Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan.

Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan

yang bersifat final atas usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan. Pajak

Penghasilan terhutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan

jumlah peredaran bruto setiap bulan.