Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

17
BAB VII PBB, BPHTB, BEA MATERAI, DAN PAJAK DAERAH 7.1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Objek Pajak PBB 1. Yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan. 2. Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada di bawahnya, termasuk tanah pekarangan, sawah, empang dan perairan pedalaman (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ). 3. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi, tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat yang diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ). Termasuk dalam pengertian bangunan : a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut; b. Jalan tol; c. Kolam renang; d. Pagar mewah; e. Tempat olah raga; f. Galangan kapal, dermaga; g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ). B. Dikecualikan dari pengenaan PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ) 1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh keuntungan. Contoh objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB itu seperti : pesantren atau sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan lain-lain . 2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu seperti museum. 3. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 4. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani sesuatu hak. 5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan

description

PBB

Transcript of Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

Page 1: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

BAB VII

PBB, BPHTB, BEA MATERAI, DAN PAJAK DAERAH

7.1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

A. Objek Pajak PBB

1. Yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan.

2. Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada di bawahnya, termasuk tanah pekarangan, sawah, empang dan perairan pedalaman (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ).

3. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi, tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat yang diusahakan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994).Termasuk dalam pengertian bangunan :

a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;

b. Jalan tol;

c. Kolam renang;

d. Pagar mewah;

e. Tempat olah raga;

f. Galangan kapal, dermaga;

g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;

h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat (Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 ).

B. Dikecualikan dari pengenaan PBB (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 JO Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 )

1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang

ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak memperoleh

keuntungan. Contoh objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB itu seperti : pesantren atau

sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan lain-lain .

2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau sejenis

dengan itu seperti museum.

3. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan asas

perlakuan timbal balik.

4. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah pengembalaan

yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani sesuatu hak.

5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri

Keuangan

Page 2: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

2

C. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan

1. Penanggung PBB adalah orang atau badan yang :

a. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;

b. Memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;

c. Memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau;

d. Memperoleh manfaat atas bangunan

2. Apabila suatu bidang dan bangunan tidak diketahui secara jelas siapa yang akan

menanggung pajaknya maka yang menetapkan adalah Direktorat Jenderal Pajak.

Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti; Apakah ada perjanjian antara pemilik

dan penyewa yang mengatur, siapa yang menanggung kewajiban pajaknya dan siapa yang

secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut.

D. Penghitungan PBB

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penghitungan PBB terhutang :

1. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP )

2. NJOPTKP

3. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

4. Tarif Pajak

Uraian masing-masing faktor adalah sebagai berikut :

1. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) berdasarkan tabel yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak

2. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah NJOP yang tidak

dikenakan PBB yaitu Rp. 12.000.000,-

3. NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak yang besarnya ditetapkan sebesar 20 % dan 40 %

(khusus untuk perumahan dengan NJOP Rp 1 miliar) dari NJOP.

4. Tarif pajak adalah sebesar 0,5 %.

5. Rumus untuk mengitung PBB adalah sebagai berikut : PBB = 0,5 % x NJKP. Atau

= 0,5% X (20% atau 40% X ( NJOP-NJOPTKP))

1. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)

1. NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara

wajar. Apabila tidak terdapat transaksi secara wajar, NJOP ditentukan melalui

perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP

Pengganti.

2. Nilai jual sebagai DPP PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan

kelompok B (523/KMK.04/1998).

3. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu

ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.

2. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

- NJOPTKP adalah batas minimal NJOP yang menurut ketentuan UU tidak dikenakan pajak

Page 3: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

3

- NJOPTKP ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk

setiap wajib pajak.

- Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota, ditetapkan oleh Kepala Kanwil

Ditjen Pajak atas nama Menteri Keuangan berdasarkan pendapat Pemda setempat,

- Apabila seorang wajib pajak memiliki beberapa objek pajak, maka yang diberikan

NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang mempunyai nilai jual paling besar,

Sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi dengan

NJOPTKP,

3. NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak

1. NJKP adalah nilai jual yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu

persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.

2. Besarnya NJKP ditetapkan sebesar :

a. Obyek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % (empat puluh persen

) dari Nilai jual Objek Pajak;

b. Objek pajak lainnya :

- Sebesar 40 % ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual

Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah ) atau lebih;

- Sebesar 20 % (dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Pajak

Objeknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Contoh Penghitungan PBB :

Pak Kasno terkenal sebagai tuan tanah, selain memiliki sawah yang luas juga memiliki Rumah

mewah di Wilayah Madiun, data sawah dan rumah Kasno sbb :

- Luas sawah 5 Hektar ( 1 hektar = 10.000 m2),

- Untuk rumah, luas tanah adalah 500 m2 dan bangunan 200 m2,

- NJOP Sawah sebesar 10.000 per m2,

- NJOP tanah rumah sebesar 100.000 per m2 dan bangunan sebesar 1.000.000 per m2,

Pertanyaan : Hitunglah total PBB Pak Kasno?

Jawaban,

1. Menentukan NJOP untuk seluruh tanah dan bangunan,

a. Sawah, luas = 5 ha X 10.000 M2 = 50.000 M2

NJOP sawah = Harga X luas = 10.000 x 50.000 = Rp. 500.000.000,-

b. Rumah, NJOP tanah = 100.000 X 500 = Rp. 50.000.000,-

NJOP bangunan = 1.000.000 X 200 = Rp. 200.000.000,-

NJOP rumah (tanah &bangunan) = 250.000.000

Total NJOP sawah dan rumah = 750.000.000

Page 4: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

4

2. Menentukan NJOPTKP yaitu apabila seorang mempunyai lebih dari satu obyek maka

NJOPTKP hanya terhadap satu obyek saja yang terbesar (sawah) berupa pengurangan NJOP

yang tidak dikenakan pajak sebesar 12.000.000,-, sehingga NJOP sebagai dasar penghitungan

sbb :

NJOP Sawah = 500.000.000,-

NJOPTKP = 13.000.000,-

NJOP sebagai dasar penghitungan sawah = 487.000.000

NJOP sbg dasar penghitungan rumah (tetap) = 250.000.000

3. Menentukan NJKP (nilai jual kena pajak) yaitu 20% dari NJOP

NJKP Sawah = 20% X 487.000.000 = 97.400.000,-

NJKP Rumah = 20% X 250.000.000 = 50.000.000,-

4. Menentukan PBB (tarif X NJKP)

PBB sawah = 0,5% X 97.400.000 = 487.000

PBB Rumah = 0,5% X 50.000.000 = 250.000

Jadi Total PBB pak Kasno = 737.000,-

E. Saat dan Tempat PBB Terutang

1. Saat PBB Terutang

Saat yang menentukan pajak bumi dan bangunan terutang adalah menurut keadaan objek

pajak pada tanggal 1 Januari,

2. Tempat PBB Terutang

Untuk daerah Jakarta, PBB terutang di wilayah DKI Jakarta;

Untuk daerah lainnya, PBB terutang di wilayah Kabupaten Dati II atau Kotamadya Dati

II;

yang meliputi letak objek pajak

7.2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan (BPHTB)

A. OBJEK BPHTB ( Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 )

a. Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

b. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam butir a

meliputi :

1). Pemindahan hak karena :

a. jual beli;

b. tukar-menukar;

c. hibah;

d. hibah wasiat;

e. waris;

Page 5: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

5

f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

h. penunjukkan pembeli dalam lelang;

i. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

j. penggabungan usaha;

k. peleburan usaha;

l. pemekaran usaha;

m. hadiah.

2). Pemberian hak baru karena :

a. kelanjutan pelepasan hak;

b. diluar pelepasan hak.

c. Hak atas sebagaimana dimaksud dalam butir a adalah :

1. hak milik;

2. hak guna usaha;

3. hak guna bangunan;

4. hak pakai;

5. hak milik atas satuan rumah susun;

6. hak pengelolaan.

B. OBJEK BPHTB YANG DIKECUALIKAN

a. Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek

pajak yang diperoleh :

- perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik ;

- negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan

guna kepentingan umum ;

- badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri ;

- orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak

adanya perubahan nama :

- karena wakaf :

- karena warisan :

- untuk digunakan kepentingan ibadah.

b. Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaan pajaknya

diatur dengan Peraturan Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000

C. SUBJEK BPHTB

a. Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah

dan atau bangunan.

b. Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada butir a yang dikenakan kewajiban membayar pajak

Page 6: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

6

menjadi Wajib Pajak menurut Undang-undang ini.

D. TARIF DAN DASAR PENGENAAN BPHTB

Tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Dasar Pengenaan :

1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.

2. Nilai Perolehan Objek Pajak di atas dalam hal :

a. Jual beli adalah harga transaksi;

b.Tukar- menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

c. Hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

d.Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar objek pajak

tersebut;

e. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak adalah nilai pasar objek pajak

tersebut;

f. Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah

lelang;

g.Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum

tetap adalah nilai pasar objek pajak tersebut;

h.Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar

objek pajak tersebut;

i. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak

tersebut.

3. Apabila Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud diatas tidak diketahui atau lebih

rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan

Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah

Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.

4. Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud diatas belum

ditetapkan, Menteri keuangan dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Bumi

dan Bangunan.

5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional setinggi-

tingginya Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).

6. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Pajak dikurangi dengan

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

7. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai

Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.

8. BPHTB = 5% x NPOPKP

Contoh :

Page 7: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

7

a. Wajib Pajak "A" membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehen Objek Pajak

(harga transaksi) Rp.29.000.000.-. Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan tersebut

yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebesar Rp.

35.000.000,- maka dipakai sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan adalah Rp. 35.000.000,- dan bukan Rp. 29.000.000,-.

b.Pada tanggal 2 Januari 1998, Wajib Pajak "A" membeli tanah dengan Nilai Perolehan

Objek Pajak Rp 24.000.000,-. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp

30.000.000,-. Karena Nilai Perolehan Objek Pajak berada dlbawah Nilai Perolehan

Objek Pajak Tidak Kena Pajak, maka perolehan hak atas tanah tersebut tidak dikenakan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

c. Pada tanggal 1 Februari 1998, Wajib Pajak "A" membeli tanah dengan Nilai Perolehan

Objek Pajak Rp 52.000.000,-. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp

30.000.000,-. Maka, Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah (Rp 52.000.000,00

- Rp 30.000.000,00) Rp 22.000.000,- sehingga BPHTB = 5% X 22.000.000 =

1.100.000,-

9. Pengenaan objek pajak yang diatur khusus dengan Peraturan Pemerintah.

a. BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah 50%

(lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang (PP No. 111 Tahun 2000).

b.Hak pengelolaan :

Departemen, lembaga pemerintahan non departemen, PEMDA Tk I & II, lembaga

pemerintahan lainnya, PERUM PERUMNAS terhutang 0% (nol persen).

Apabila penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud pada huruf a, maka BPHTB

terutangnya 50% dari BPHTB.

Keterangan : Kewajiban membayar BPHTB sebesar 0% harus dinyatakan dengan Surat

Keterangan Bebas ( SKB ) BPHTB yang diterbitkan oleh KPPBB.

E. Saat Pajak Terhutang

Saat pajak terhutang dibedakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan, karena :

- Jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,

pemisahan hak yang menyebabkan peralihan hak, hadiah, peleburan usaha, dan pemekaran

usaha adalah sejak tanggal dibuat dan penandatanganan akta;

- Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;

- Hibah Wasiat, Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya

ke Kantor Pertanahan (Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000);

- Pemberian hak baru atas tanah sebagi kelanjutan pelepasan hak dan pemberian hak baru diluar

pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;

- Putusan hakim sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.

Page 8: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

8

F. Tempat Pajak Terhutang.

Tempat pajak yang terhutang adalah di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, atau

Kotamadya Daerah Tingkat II, atau Propinsi Daerah Tingkat I untuk Kotamadya

Admlnlstratif yang meliputil letak tanah dan atau bangunan .

G. Saat Pelunasan Pajak Terhutang

Pajak yang terhutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan

7.3. Pajak Bea Materai

Bea Materai adalah Pajak atas dokumen yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas

hukum. Adapun dasar hukum dari diterapkannya pajak atas bea meterai adalah sebagai berikut :

- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea meterai

- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang perubahan tarif bea meterai dan

besarnya pengenaan harga nominal yang dikenakan bea materai. Peraturan ini sekaligus

mencabut peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 .

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000 , tentang bentuk,ukuran, dan

warna benda meterai desain tahun 2000.

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 560/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda

meterai desain tahun 2000.

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.04/2000, tentang perubahan atas Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 133/KMK.04/2000 tentang bentuk, ukuran, dan warna benda

meterai desain tahun 2000.

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133a/KMK.04/2000 , tentang pengadaan, pengelolaan

dan penjualan benda meterai

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 , tentang pelunasan bea meterai

dengan menggunakan cara lain

- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133c/KMK.04/2000 , tentang pemusnahan benda

meterai

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122a/PJ/2000 tentang tata cara pelunasan

bea meterai dengan menggunakan benda meterai.

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122b/PJ/2000 tentang tata cara pelunasan

bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan mesin teraan meterai

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122c/PJ/2000 tentang tata cara pelunasan

bea meteri dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan teknologi percetakan.

- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-122d/PJ/2000 tentang tata cara pelunasan

bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan sistem komputerisasi

Page 9: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

9

Objek dan Tarif Bea Meterai

Pada hakekatnya objek untuk bea meterai adalah dokumen. Dalam hal ini bentuk dokumen yang

menjadi objek dari bea meterai adalah sebagai berikut:

1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa, surat hibah, surat

pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai

perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Tarif bea meterai untuk dokumen

jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).

2. Akta-akta notaris termasuk salinannya. Tarif bea meterai untuk dokumen jenis ini adalah

Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).

3. Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya. Tarif bea meterai untuk dokumen

jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah)

4. a. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 atau harga nominal yang

dinyatakan dalam mata uang asing :

- Yang menyebutkan penerimaan uang

- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank

- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank

- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi

atau diperhitungkan

b. Apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp

1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah )

c. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea

meterai.

5. Surat berharga seperti wesel , promes dan aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp

1.000.000,00. Tarif bea meterai untuk dokumen ini Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ).

Namun apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp

1.000.000,00 tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga

nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 tidak terutang bea meterai.

6. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp

1.000.000,00 maka tarif bea meterainya adalah Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun

apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00

maka tarif bea meterainya Rp 3000,00 ( tiga ribu rupiah ). Apabila harga nominalnya tidak

lebih dari Rp 250.000,00 maka tidak terutang bea meterai.

7. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan serta surat-surat yang semula tidak

dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau

digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula , yang akan digunakan sebagai alat

pembuktian di muka pengadilan. Tarif bea meterai yang dikenakan sebesar Rp 6.000,00 (

enam ribu rupiah ).

Page 10: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

10

8. Berdasarkan bunyi pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 , maka tarif bea

meterai untuk cek dan bilyet giro ditetapkan sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tanpa

batas pengenaan besarnya harga nominal. Tarif ini berlaku efektif per 1 Mei 2000

Yang Dikecualikan Sebagai Objek Bea Meterai

Dokumen-dokumen yang bukan termasuk objek bea meterai adalah sebagai berikut :

1. Dokumen yang berupa surat penyimpanan barang , konosemen, surat angkutan

penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan pada ketiga surat tersebut,

bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas

tanggungan pengirim dan surat-surat sejenis lainnya.

2. Segala bentuk ijazah.

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pesiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang

kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan

pembayaran itu.

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara dan kas pemerintah daerah.

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan

dengan itu dari kas negara, kas pemerintah.

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern oganisasi

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang, uang tabungan kepada

penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.

8. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apa

pun.

Saat Dan Pihak Yang Terutang Bea Meterai

A. Saat terutang bea meterai adalah sebagai berikut :

1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak. Saat terutangnya bea meterai atas dokumen

yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk

siapa dokumen itu dibuat, misalnya cek.

2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak. Saat terutangnya bea meterai adalah

pada saat dokumen tersebut selesai dibuat, yang ditutup dengan tandatangan dari

pihak-pihak yang bersangkutan.

3. Dokumen yang dibuat di luar negeri. Saat terutangnya bea meterai adalah pada saat

dokumen tersebut digunakan di Indonesia.

B. Pihak yang terutang bea meterai. Bea meterai terutang oleh pihak yang menerima atau

pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan

menentukan lain.

Cara Pelunasan Bea Meterai

1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai. Yaitu

Page 11: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

11

a. Meterai tempel harus direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas

dokumen yang dikenakan bea meterai.

b. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan

c. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun

dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan

ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel

d. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan

sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.

2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan, yaitu :

a. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai

b. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan

c. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi

d. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan alat lain dan teknologi tertentu (Lihat

KMK No. 133b/KMK.04/2000).

7.4. PAJAK DAERAH

Dasar Hukum Pajak Daerah UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000 tentang

pajak Daerah

Yang dimaksud Pajak Daerah adalah

1. Iuran wajib 2. Oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah 3. Tanpa imbalan langsung yang seimbang,4. Dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 5. Digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan

Daerah

Jenis Pajak Daerah :

A. Pajak Propinsi terdiri dari :1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

B. Pajak Kabupaten/Kota :1. Pajak Hotel; 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame; 5. Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; 7. Pajak Parkir

Page 12: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

12

7.4.1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

7.4.1.1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKP)

Kendaraan bermotor adalah :1. Beroda dua/lebih beserta gandengannya 2. Digunakan di semua jenis jalan darat, 3. Digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya 4. Yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak

kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor :1. Kend. Bukan Umum = 1,5%2. Kend. Umum = 1% 3. Alat berat dan alat besar = 0,5%Dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), Untuk masa 12 bulan dibayar dimuka didaerah tempat didaftarkan kendaraan

DPP dihitung perkalian dari 2 (dua) unsur pokok;1. Nilai Jual/harga pasaran;2. Bobot yg mencerminkan kadar kerusakan jalan Yang ditetapkan oleh Mendagri dgn pertimbangan Menkeu

5.4.1.2. Pajak Kendaraan di Atas AirDikenakan terhadap Kendaraan di atas air :

1. Ukuran isi kotor kurang dari 20 M3 atau kurang dari GT 7;

2. Digunakan untuk penangkapan ikan dgn mesin lebih dari 2 PK;

3. Untuk kepentingan pesiar perseorangan yang meliputi yacht/pleasure ship/sporty ship;

4. Untuk kepentingan angkutan perairan daratan.

Tarif Pajak = 1,5% X DPP

Untuk masa 12 bulan dibayar dimuka didaerah tempat didaftarkan kendaraan DPP dihitung sesuai harga pasar kendaraan di atas air yang ditetapkan oleh Mendagri dgn pertimbangan Menkeu

7.4.2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) / Kendaraan di Atas Air

Dikenakan hanya karena adanya penyerahan hak atas kendaraan bermotor / kendaraan di atas airSeperti penjualan, hibah, warisan

Tarif Pajak :A. Untuk penyerahan pertama :

1. Kend. Bukan Umum = 10 %2. Kend. Umum = 10 % 3. Alat berat dan alat besar = 3 %

B. Untuk penyerahan kedua & selanjutnya :1. Kend. Bukan Umum = 1 %2. Kend. Umum = 1 % 3. Alat berat dan alat besar = 0,03 %

C. Untuk penyerahan karena warisan 1. Kend. Bukan Umum = 0,1 %2. Kend. Umum = 0,1 % 3. Alat berat dan alat besar = 0,03 %

Page 13: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

13

Pengecualian pengenaan pajak kendaraan dan bea balik nama kendaraan yaitu kendaraan yang dimiliki oleh :

1. Pemerintah Pusat, Pemda 2. Kedutaan, konsulat, perwakilan asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas

timbal balik;3. Subjek pajak lainnya yang ditetapkan dengan Perda Khusus untuk kendaraan diatas air ditambah yang dimiliki oleh :4. Orang pribadi atau badan atas kendaraan diatas air perintis;

7.4.3. PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR (PBBKB)

Dikenakan atas bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air Yang meliputi bensin, solar, Gas

Tarif pajak = 5 % X DPP

DPP adalah harga jual Dipungut oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor (Pertamina)

7.4.4.. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Dikenakan atas :1. Pengambilan 2. Pemanfaatan, atau 3. Pengambilan & pemanfaatan Air bawah tnh dan permukaan

Tarif Pajak : Air Bawah tanah = 20 % dari DPP Air Permukaan = 10 % dari DPP

DPP adalah nilai perolehan air yang ditentukan berdasar kreteria a.l. :• Jenis sumber air;• lokasi sumber air;• tujuan pengambilan • volume;• kualitas air;• luas areal• musim pengambilan, atau pemanfaatan, • Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan

Dikenakan di Daerah tempat air berada

Dikecualikan dari Pajak Pengamblan pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air adalah :

• Dilakukan o/ Pem. Pusat dan Pemerintah Daerah;• Dilakukan o/ BUMN dan BUMD untuk air permukaan yg khusus didirikan untuk

menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber air;

• Untuk kepentingan pengairan pertanian rakyat;• Untuk keperluan dasar rumah tangga;• Lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

Page 14: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

14

7.4.5. Pajak Hotel

Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk:• Fasilitas penginapan jk. pendek;• Pelayanan penunjang • Fasilitas olah raga dan hiburan Khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum;• Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel

Tarif Pajak maks = 10% dari DPP

DPP = jumlah pembayaran ke hotel

7.4.6. Pajak Restoran

Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

Tidak termasuk objek pajak Restoran adalah:• Pelayanan usaha jasa boga atau katering;• Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannya

tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

Tarif Pajak maks. = 10 % dari DPP

DPP adalah Jumlah pembayaran kepada restoran

Dikenakan didaerah restoran berada

7.4.7. Pajak Hiburan

Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.

Tidak termasuk objek pajak hiburan adalah hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti dlm pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan.

Tarif Pajak maks. = 35 % dari DPP

DPP = Jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar u. menonton dan/atau menikmati hiburan

Dikenakan didaerah tmpat hiburan

7.4.8. Pajak Reklame

Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.

Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah:

• Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;

• penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Tarif pajak = 25% dari DPPDPP adalah nilai sewa reklame

Page 15: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

15

7.4.9. Pajak Penerangan Jalan (PPJ)

Objek PPJ adalah penggunaan tenaga listrik, di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemda,

Dikecualikan PPJ adalah:• Penggunaan listrik oleh Pem. Pusat dan Pemda;• Listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, perwakilan asing,

dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik;• Listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan

izin dari instansi teknis terkait;• penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah

Subyek Pajak = pengguna listrik

Tarif Pajak maks = 10% DPP

DPP adalah nilai jual listrik

Khusus untuk industri dan migas DPP adalah 30% dari nilai jual sehingga tarif Pajak = 10%x 30% = 3%

Dipungut di Daerah tempat penggunaan tenaga listrik

7.4.10. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Bahan Galian gol C adalah Asbes; batu tulis; batu setengah permata; batu kapur; batu apung; batu permata; bentonit;

dolomit; feldspar; garam batu (halite); grafit; granit/andesit; gips; kalsit; kaolin; leusit; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; yarosif; zeolit; basal; trakkit.

Tarif pajak maks = 20% dari DPP

DPP = Nilai jual / nilai pasar

Dikenakan didaerah tempat diambil

7.4.11. Pajak Parkir

Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, yang memungut bayaran

Bukan objek pajak Parkir adalah:• Penyelenggara Parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemda,• Penyelenggara parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan

lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik;• Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Perda

Tarif pajak maks = 20% dari DPPDPP = jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir

Dipungut di wilayah parkir berlokasi

Page 16: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

16

7.4.12. Pembagian Hasil Pajak Daerah

Pajak Kabupaten seluruhnya untuk kabupaten/kodya/Dati II Untuk Pajak Propinsi diserahkan ke Dati II :Minimal 30% untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;, Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Minimal 70 % untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor serta Pajak Pengambilan

dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Page 17: Perpajakan 2 Bab Vii Pbb Bphtb Bea Materai Dan Pajak Daerah

17

DAFTAR PUSTAKA

Gunadi, Akuntan Pajak Pengasilan,2002.Mardiasmo, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta, Edisi Revisi, 2005Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir

dengan Undang Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

_____, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 17 tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.

_____, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 18 tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

_____, Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

_____, Undang Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.

_____, Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 34 tahun 2000 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.

_____, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3636) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4174).

_____, Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 255, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4057)

_____, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-70/PJ/2009 tanggal 9 April 2009Tentang Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

_____, Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 181/PMK.03/2008 Tanggal 28 Desember 2008Tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, Serta Tata Cara Pengambilan Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan