BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR...

53
26 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini memuat pokok landasan bahasan untuk kepentingan penelitian. Disajikan berupa variabel, oleh penjelasan dari topik dan tema yang diangkat, penjabaran dari permasalahan-permasalahan yang terjadi pada proyek, landasan teori yang menjabarkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Dari hasil kajian- kajian landasan tersebut maka didapatkan sebuah hipotesis. 2.1 Variabel Penelitian Yang Berkaitan Variable pada penelitian ini yaitu terfokus pada lokasi permukiman pesisir Desa Tanjung Pasir yang mempunyai permasalahan kekumuhan dan selalu menjadi langganan rob atau abrasi, serta mencari masalah-masalah yang ada, sehingga dapat dipecahkan dengan konsep desain, sebagaimana yang sudah dilampirkan dan dijabarkan dalam bab satu. 2.2 Definisi Dan Landasan Terhadap Perancangan Lingkup sustainable development (redevelopment, model penanganan permukiman kumuh dan pembangunan/pengembangan permukiman ke arah horizontal/vertikal), permukiman pesisir dan budaya nelayan serta sustainable ecology (lahan basah, mangrove dan keanekaragaman ekosistem pesisir)

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

26

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini memuat pokok landasan bahasan untuk kepentingan penelitian.

Disajikan berupa variabel, oleh penjelasan dari topik dan tema yang diangkat,

penjabaran dari permasalahan-permasalahan yang terjadi pada proyek, landasan teori

yang menjabarkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Dari hasil kajian-

kajian landasan tersebut maka didapatkan sebuah hipotesis.

2.1 Variabel Penelitian Yang Berkaitan

Variable pada penelitian ini yaitu terfokus pada lokasi permukiman

pesisir Desa Tanjung Pasir yang mempunyai permasalahan kekumuhan dan

selalu menjadi langganan rob atau abrasi, serta mencari masalah-masalah

yang ada, sehingga dapat dipecahkan dengan konsep desain, sebagaimana

yang sudah dilampirkan dan dijabarkan dalam bab satu.

2.2 Definisi Dan Landasan Terhadap Perancangan

Lingkup sustainable development (redevelopment, model penanganan

permukiman kumuh dan pembangunan/pengembangan permukiman ke arah

horizontal/vertikal), permukiman pesisir dan budaya nelayan serta sustainable

ecology (lahan basah, mangrove dan keanekaragaman ekosistem pesisir)

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

27 2.2.1 Sustainable Development (Pengembangan secara berkelanjutan)

Definisi konsep pembangunan berkelanjutan diinteprestasikan oleh

beberapa ahli secara berbeda-beda. Namun demikian pembangunan

berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan bahwa kebutuhan

manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu

strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien.

Ada pula pakar yang memberikan rumusan untuk lebih menjelaskan

makna dari pembangunan yang berkelanjutan (Abdurrahman, 2003):

- Emil Salim

Pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah suatu

proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya

alam dan sumberdaya manusia, dengan menyerasikan sumber alam

dengan manusia dalam pembangunan (Yayasan SPES, 1992 :3). Ada

beberapa asumsi dasar serta ide pokok yang mendasari konsep

pembangunan berlanjut ini, yaitu:

a. Proses pembangunan ini mesti berlangsung secara berlanjut, terus

menerus di topang oleh sumber alam, kualitas lingkungan dan

manusia yang berkembang secara berlanjut.

b. Sumber alam terutama udara, air dan tanah memiliki ambang batas,

dimana penggunaannya akan menciutkan kualitas dan kuantitasnya.

Penciutan ini berarti berkurangnya kemampuan sumber alam

tersebut untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan,

sehingga menimbulkan gangguan pada keserasian sumber alam

dengan daya manusia.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

c. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan k

Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya

pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya

kualitas fisik, pada harapan hidup, pada turunnya tingkat kematian

dan lain sebagainya.

Dipahami bahwa konsep pem

didukung oleh

pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri, tetapi saling

terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis, keterkaitan ant

komponen dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut (Munasinghe

1995).

Sumber:

� Redevelopment

Merupakan salah satu dari tiga kategori

sebagai perangkat pelaksanaan yang didasarkan kepada sifat dan

peremajaan yaitu

Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup.

Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya

pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya

kualitas fisik, pada harapan hidup, pada turunnya tingkat kematian

dan lain sebagainya.

ipahami bahwa konsep pembangunan berkelanjutan didirikan atau

didukung oleh 3 pilar, yaitu: ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketiga

pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri, tetapi saling

terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis, keterkaitan ant

komponen dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut (Munasinghe

Gambar 2.1 Tiga pilar pembangunan berkelanjutan

Sumber: http://www.damandiri.or.id/file/sulistionoipbbab2.pdf

Redevelopment

Merupakan salah satu dari tiga kategori peremajaan dan sekaligus

sebagai perangkat pelaksanaan yang didasarkan kepada sifat dan

peremajaan yaitu:

28

ualitas hidup.

Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya

pada kualitas hidup, yang antara lain tercermin pada meningkatnya

kualitas fisik, pada harapan hidup, pada turunnya tingkat kematian

bangunan berkelanjutan didirikan atau

dan lingkungan. Ketiga

pendekatan tersebut bukanlah pendekatan yang berdiri sendiri, tetapi saling

terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Secara skematis, keterkaitan antar 3

komponen dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut (Munasinghe-Cruz,

http://www.damandiri.or.id/file/sulistionoipbbab2.pdf

peremajaan dan sekaligus

sebagai perangkat pelaksanaan yang didasarkan kepada sifat dan tingkat/skala

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

29

1. Konservasi dan Preservasi.

2. Gentrifikasi dan Rehabilitasi.

3. Redevelopment (pembangunan kembali)

Redevelopment atau pembangunan kembali adalah upaya penataan

kembali suatu kawasan dengan cara mengganti sebagian dari, atau seluruh,

unsur-unsur lama dari kawasan tersebut dengan unsur-unsur yang lebih baru

dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas serta kualitas lingkungan

kawasan tersebut. Yang merupakan upaya penataan kembali suatu kawasan

dengan terlebih dahulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana dari

sebagian atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat

dipertahankan lagi kehadirannya. Contoh:

1. Perombakan beberapa gedung bioskop untuk kemudian dijadikan pusat

perbelanjaan bertingkat 3 yang bersifat multiguna.

2. Perombakan persil-persil kecil pertokoan di sepanjang jalan penting

pada kawasan komersial di pusat kota, untuk kemudian dibangun pusat

perbelanjaan bertingkat yang bersifat multiguna.

3. Rencana pembangunan kembali Segi-Tiga Senen Jakarta.

4. Rencana pemanfaatan bekas landasan udara Kemayoran sebagai sistem

sirkulasi utama.

Kebijaksanaan Pembangunan kembali suatu kawasan kota diambil

dan/atau digariskan berdasarkan penilaian atas, (a) Tingkat permasalahan

yang dihadapi, (b) Potensi dan (c) Prospek yang dimiliki kawasan kota

tersebut. Hasil kajian atas ketiga penilaian tersebut sangat menentukan tingkat

kebijaksanaan dan pelaksanaan dari peremajaan suatu wilayah, artinya apakah

perlu dilakukan peremajaan yang bersifat menyeluruh, sebagian atau

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

30

memanfaatkan potensi dari aset yang ada/yang dimiliki seoptimum mungkin

dengan membatasi perombakan struktur kawasan pada lokasi-lokasi yang

strategis saja.

Untuk terciptanya suatu proses redevelopment yang baik pada suatu

wilayah, maka biasanya kategori peremajaan jenis ini dilakukan bersamaan

dengan melakukan kebijakan Konsolidasi Lahan yang nantinya sangat

berguna untuk pengaturan pertanahannya.

� Model penanganan permukiman kumuh

Model penanganan permukiman kumuh dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan kondisi status tanah, kepadatan bangunan, tingkat

kekumuhan, kesesuaian dengan RUTR, sehingga model penanganan yang ada

adalah:

Permukiman di atas tanah yang sebagian adalah ilegal dengan kondisi

sebagai berikut:

- Tingkat kekumuhan yang tinggi.

- Penggunaan tata guna tanah yang tidak sesuai RUTR.

Pada kondisi ini maka model penanganan yang tepat adalah

peremajaan. Beberapa alternatif yang dapat dipakai sebagai bentuk

peremajaan adalah:

a. Pemindahan penduduk (Resettlement)

b. Pembangunan/pengembangan permukiman ke arah vertikal.

� Pembangunan/Pengembangan ke arah horizontal/vertikal

Merupakan salah satu dari empat kategori peremajaan suatu model yang

menjadi acuan dalam upaya untuk memperbaiki permukiman yang

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

31

mengalami degradasi lingkungan. Beberapa model dalam menangani masalah

permukiman kumuh antara lain:

- Model Land Sharing.

- Model Resettlement.

- Pembangunan/pengembangan permukiman ke arah horizontal/vertikal.

- Program Perbaikan Kampung/ Kampung Improvement Program (KIP).

Pembangunan/pengembangan permukiman ke arah horizontal

merupakan cara perkembangan mengarah keluar, artinya daerah bertambah

sedangkan ketinggian dan kuanitas lahan terbangun (coverage) tetap sama,

terjadi pada daerah pinggir kota. Pembangunan/pengembangan permukiman

ke arah vertikal merupakan suatu model penanganan permukiman kumuh

dengan mengubah kondisi lingkungan permukiman yang sangat padat

penduduknya dan dinilai tidak memenuhi syarat lagi sebagai tempat hunian

yang layak. Cara yang dilakukan dalam pembangunan permukiman ke arah

vertikal adalah dengan memperkecil lahan untuk permukiman tetapi dengan

meningkatkan luas lantai. Lahan sisa (residual land) dimanfaatkan untuk

penempatan fungsi produktif misalnya komersial, perkantoran atau pusat

hiburan dan penempatan prasarana lingkungan (jalan dan utilitas umum) dan

sarana lingkungan (fasos dan fasum). Pembangunan permukiman ke arah

vertikal merupakan sebagai suatu bangunan rumah bertingkat yang terdiri atas

satuan atau unit dengan batasan yang jelas baik ukuran maupun luasnya.

Pembangunan kembali pada kawasan permukiman kumuh secara

vertikal maksimal 4 (empat) lantai dengan maksud sebagai berikut:

1. Supaya dapat menampung seluruh penghuni.

2. Harga tanah di pusat kota relatif tinggi.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

32

3. Sebagian tanah digunakan untuk kebutuhan sosial.

4. Sebagian tanah dijual kepada pihak swasta atau pemerintah guna

memperkecil biaya pembangunan untuk meringankan harga sewa atau

cicilan.

5. Sebagian tanah diserahkan pada pemerintah untuk membangun

infrastruktur dan fasilitas sosial lainnya sebagai pendukung kawasan.

2.2.2 Permukiman Pesisir

� Karakteristik fisik lingkungan

a. Secara topografi, merupakan pertemuan antara darat dan air, dataran

landai, serta sering terjadi erosi, abrasi dan sedimentasi yang bisa

menyebabkan pendangkalan badan perairan. Topografi tanah dapat

dibedakan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:

- Daerah perbukitan dengan kemiringan dataran 20-60 % (di darat)

- Daerah relatif datar/kemiringan 0-20 % (di darat dan termasuk

daerah pasang surut)

- Daerah rawa atau di atas air.

b. Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah

tinggi, terdapat tekanan air laut terhadap air tanah serta merupakan

daerah retensi sehingga run-off air rendah.

c. Secara geologi, sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah

lunak, serta rawan bencana tsunami.

d. Secara penggunaan lahan memiliki hubungan intensif antara air dan

elemen kota.

e. Secara klimatologi memiliki dinamika iklim, cuaca, angin, suhu dan

kelembaban tinggi.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

33

f. Pergeseran fungsi badan perairan laut sebagai akibat kegiatan di

sekitarnya menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan, seperti

pencemaran.

� Karakteristik perumahan dan permukiman

a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahan/permukiman di

kawasan pesisir dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu:

- Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis

tertentu di suatu lokasi di pantai, yang kemudian menetap dan

berkembang secara turun-temurun membentuk suatu klan/komunitas

tertentu serta cenderung bersifat sangat homogen, tertutup dan

mengembangkan tradisi dan nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya

merupakan karakter dan ciri khas permukiman tersebut.

- Perkembangan sebagai daerah alternatif permukiman, karena

peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar

dan kumuh.

b. Tahapan perkembangan kawasan perumahan/permukiman di pesisir

adalah:

- Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan

sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat. Masih berupa

suatu kelompok permukiman di pantai dan di atas air.

- Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya

(kepentingan perdagangan) maka kawasan perairan merupakan

prasarana transportasi dan dapat diduga perkembangan fisik kota

yang cenderung memanjang di pantai (linear).

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

34

- Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya

kegiatan fungsional, sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan

makin tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak

kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis

fungsi perairan tidak berarti mengalami penurunan, bahkan

mengalami peningkatan (makin beragam).

c. Kawasan permukiman di atas air cenderung rapat (kepadatan bangunan

tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor,

dll). Dominasi kawasan perumahan/permukiman nelayan, yang

umumnya kumuh dan belum tertata.

d. Pola perumahan dipengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3

(tiga), yaitu:

- Daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah.

- Daerah relatif datar cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu

pola Grid atau Linear dengan tata letak bangunan berada di kiri-

kanan jalan atau linear sejajar dengan (mengikuti) garis tepi pantai.

- Daerah atas air pada umumnya cenderung memiliki pola cluster,

yang tidak teratur dan organik. Pada daerah-daerah yang telah ditata

umumnya menggunakan pola grid atau linear sejajar garis badan

perairan.

e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai

orientasi kegiatan berbasis perairan. Perkembangan selanjutnya

orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan),

maka orientasi bangunan cenderung menghadap ke arah darat dan lebih

mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesibilitas.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

35

f. Secara arsitektural, bangunan pada permukiman di kota pantai

dibedakan atas:

- Bangunan di atas tanah.

- Bangunan panggung di darat.

- Bangunan panggung di atas air.

- Bangunan rakit di atas air (pernah ada dan saat ini sudah jarang

dijumpai)

Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun

modern, sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-

masing.

g. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana,

tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh

angin, tsunami, gempa, dll.

h. Sering terjadinya kebakaran karena kelalaian, penggunaan

bahan/peralatan berbahaya dan mudah terbakar, serta belum tersedianya

sarana dan pedoman penanggulangan kebakaran, khususnya untuk

perumahan di atas air.

� Karakteristik sarana dan prasarana lingkungan

a. Mempunyai aksesibilitas yang sangat tinggi sebab dapat dicapai dari

darat dan dari air, sehingga peran dermaga/pelabuhan menjadi titik

pertumbuhan.

b. Sistem dan pola jaringan jalan di darat umumnya sudah terpola,

memadai serta dapat melayani fungsi-fungsi yang ada. Hanya beberapa

konstruksi jalan perlu disesuaikan dengan standar dan tingkat pelayanan

yang harus disediakan. Jalan setapak dan beberapa jalan lingkungan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

36

umumnya berpola organik mengikuti pola perumahan. Sistem jaringan

jalan di daerah pasang surut dan bertanah lunak umumnya

menggunakan konstruksi batu (dengan perkerasan atau makadam) atau

konstruksi kayu, sedangkan jaringan jalan di atas air sepenuhnya

menggunakan konstruksi kayu. Pola jaringan jalan umumnya tidak

teratur/ organik mengikuti perkembangan bangunan dan tidak bisa

dilalui oleh kendaraan roda 4.

c. Sistem drainase memerlukan penanganan relatif lebih rumit, karena

merupakan daerah retensi yang sering tergenang air/banjir dan menjadi

muara daerah hulunya.

d. Pembuangan air limbah memerlukan penanganan khusus, karena muka

air tanah yang tinggi serta menjadi muara daerah hulunya. Masyarakat

cenderung membuang air limbah langsung ke badan air, baik dari kakus

individu maupun MCK.

e. Kebutuhan air bersih biasanya belum tercukupi karena pada umumnya

belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan

kondisi air tanah yang dijadikan sumber air bersih kebanyakan payau,

sehingga perlu penjernihan air.

f. Umumnnya sampah dibuang/ditimbun di pinggir laut atau dibuang

langsung ke laut sehingga sering menimbulkan bau serta menjadi

sarang lalat dan nyamuk.

g. Sistem penanggulangan bahaya kebakaran (sarana, prasarana, tata cara

dan pedoman), khususnya di atas air memerlukan penanganan serius.

Beberapa permukiman pesisir dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Refshauge, 2003):

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

37

- Kota Pantai/Coastal Cities-penduduk lebih dari 20,000 orang.

- Kampung Kota Pantai/Coastal Towns -3,000-20,000 orang.

- Desa Pantai/Coastal Villages-jumlah populasi hingga 3,000 orang.

- Daerah Berpusat di Pantai/Inland Coastal Centres.

- Permukiman Pantai Baru/New Coastal Settlements.

� Ketentuan perencanaan lingkungan permukiman yang terintegrasi

pusat perkotaan dengan ketentuan SNI

Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan sebagai

berikut:

a. Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang

diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau

dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah

setempat, dengan kriteria sebagai beriku, (1) kriteria keamanan, (2)

kriteria kesehatan, (3) kriteria kenyamanan, (4) kriteria

keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibilitas), (5) kriteria

fleksibilitas, (6) kriteria keterjangkauan jarak dan (7) kriteria

lingkungan berjati diri.

b. Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas

status kepemilikannya dan memenuhi persyaratan administratif, teknis

dan ekologis.

c. Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan

mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta

pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan

mungkin tumbuh di kawasan yang dimaksud.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

38

Ketentuan dasar fisik lingkungan perumahan harus memenuhi faktor-

faktor berikut ini:

a) Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat,

kecuali dengan rekayasa/ penyelesaian teknis.

b) Kemiringan lahan tidak melebihi 15% (lihat Tabel 2.1) dengan

ketentuan:

1) Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan

bermorfologi datar-landai dengan kemiringan 0-8%.

2) Diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%.

Tabel 2.1 Kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemiringan lereng

Peruntukan Lahan

Kelas Sudut Lereng (%) 0-3 3-5 5-10 10-15 15-20 20-30 30-40 >40

Jalan raya Parkir

Taman bermain Perdagangan

Drainase Permukiman

Trotoar Bidang resapan

septic

Tangga umum Rekreasi

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Data dasar lingkungan perumahan

- 1 RT: terdiri dari 150–250 jiwa penduduk.

- 1 RW: (2.500 jiwa penduduk) terdiri dari 8–10 RT.

- 1 kelurahan (≈lingkungan): (30.000 jiwa penduduk) terdiri dari 10–12

RW.

- 1 kecamatan: (120.000 jiwa penduduk) terdiri dari 4–6

kelurahan/lingkungan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

39

- 1 kota: terdiri dari sekurang-kurangnya 1 kecamatan.

Asumsi dasar lingkungan perumahan

- Jumlah penghuni rumah rata-rata: 5 jiwa.

- Kecepatan rata-rata pejalan kaki: 4.000 m / jam.

- Jarak ideal jangkauan pejalan kaki: 400 m.

Penggolongan

Acuan penggolongan sarana hunian ini berdasarkan beberapa

ketentuan/peraturan yang telah berlaku, berdasarkan tipe wujud fisik

arsitektural dibedakan atas:

a) Hunian Tidak Bertingkat

Hunian tidak bertingkat adalah bangunan rumah yang bagian huniannya

berada langsung di atas permukaan tanah, berupa rumah tunggal, rumah

kopel dan rumah deret. Bangunan rumah dapat bertingkat dengan

kepemilikan dan dihuni pihak yang sama.

b) Hunian Bertingkat

Hunian bertingkat adalah rumah susun (rusun) baik untuk golongan

berpenghasilan rendah (rumah susun sederhana sewa), golongan

berpenghasilan menengah (rumah susun sederhana) dan maupun

golongan berpenghasilan atas (rumah susun mewah≈apartemen).

Bangunan rumah bertingkat dengan kepemilikan dan dihuni pihak yang

berbeda dan terdapat ruang serta fasilitas bersama.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

40

Tabel 2.2 Penggolongan sarana hunian

Penggolongan Hunian

Berdasarkan Wujud Fisik Arsitektural

Berdasarkan Keterjangkauan Harga

Jenis Penyediaan

Fasilitas Penunjang

Jenis Target Pasar

Pemakai Kepemilikan

Hunian Tidak Bertingkat

Rumah tunggal

Berupa sarana lingkungan

bersama

Privat/sewa

Rumah kopel

Privat/sewa

Rumah deret

Privat/sewa

Hunian Bertingkat => rumah susun

Berupa fasilitas bersama dalam

bangunan hunian

Rumah susun sederhana

sewa

Gol. Ekonomi rendah

Sewa

Rumah susun sederhana

Gol. Ekonomi menengah

Privat/sewa

Rumah susun mewah

Gol. Ekonomi

tinggi Privat/sewa

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Hunian bertingkat (≈ rumah susun)

Hunian bertingkat dapat dikembangkan pada kawasan-lingkungan

perumahan yang direncanakan untuk kepadatan penduduk >200 Jiwa/ha,

berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah atau dokumen rencana lainnya,

yaitu kawasan-kawasan:

a) Pusat kegiatan kota.

b) Kawasan-kawasan dengan kondisi kepadatan penduduk sudah

mendekati atau melebihi 200 jiwa/ha.

c) Kawasan-kawasan khusus yang karena kondisinya memerlukan rumah

susun, seperti kawasan-kawasan industri, pendidikan dan campuran.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

41

Tabel 2.3 Kebutuhan rumah susun berdasarkan kepadatan penduduk

Klasifikasi Kawasan

Kepadatan Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat

Kepadatan penduduk

< 150 jiwa/ha 151-200 jiwa/ha 200-400 jiwa/ha

> 400 jiwa/ha

Kebutuhan Rumah Susun

Alternatif (untuk

kawasan tertentu)

Disarankan (untuk pusat-pusat kegiatan

kota dan kawasan tertentu)

Disyaratkan (peremajaan lingkungan

permukiman perkotaan)

Disyaratkan (peremajaan lingkungan

permukiman perkotaan)

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Kebutuhan lahan bagi sarana pada unit RW (2.500 jiwa penduduk)

1. Balai pertemuan warga luas lahan min. 300 m.

2. Pos hansip luas lahan min. 12 m.

3. Gardu listrik luas lahan min. 30 m.

4. Telepon umum, bis surat, bak sampah kecil luas lahan min. 30 m.

5. Parkir umum luas lahan min. 100 m (standar satuan parkir = 25 m)

Sarana pendidikan dan pembelajaran

Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan

pendidikan yang akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran

ini akan menyediakan ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat

mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap secara optimal. Oleh

karena itu dalam merencanakan sarana pendidikan harus memperhatikan:

a) Berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area

perencanaan.

b) Optimasi daya tampung dengan satu shift.

c) Effisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara

terpadu.

d) Pemakaian sarana dan prasarana pendukung.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

42

e) Keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan

berbagai jenis sarana lingkungan lainnya.

Tabel 2.4 Kebutuhan program ruang minimum

No. Jenis Sarana Program Ruang

1. Taman Kanak-

kanak Memiliki minimum 2 ruang kelas @ 25-30 murid. Dilengkapi dengan

ruang-ruang lain dan ruang terbuka/bermain ± 700 m²

2. Sekolah Dasar Memiliki minimum 6 ruang kelas @ 40 murid dilengkapi dengan ruang-

ruang lain dan ruang terbuka/bermain ± 3000-7000 m² 3. SLTP

4. SMU

5. Taman Bacaan Memiliki minimum 1 ruang baca @ 15 murid

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Tabel 2.5 Kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran

No Jenis

Sarana

Jumlah Penduduk Pendukung

(jiwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana

Standard (m²/jiwa)

Kriteria

Keterangan Luas Lantai

Min. (m²)

Luas Lahan Min. (m²)

Radius pencapaian

Lokasi dan Penyelesaian

1. Taman Kanak-kanak

1.250

216 termasuk

rumah penjaga 36 m²

500 0,28 m²/j 500 m²

Di tengah kelompok

warga. Tidak menyebrang jalan raya. Bergabung

dengan taman sehingga menjadi

pengelompokan kegiatan.

2 rombongan prabelajar @

60 murid dapat bersatu

dengan sarana lain

2. Sekolah Dasar

1.600 633 2000 1,25 1000 m² Kebutuhan harus

berdasarkan perhitungan

dengan rumus 2, 3

dan 4. Dapat digabung dengan sarana

pendidikan lain, mis. SD, SMP,

SMA dalam satu

komplek

3. SLTP 4.800 2.282 9000 1,88 1000 m² Dapat dijangkau dengan

kendaraan umum.

Disatukan dengan

lapangan olah raga. Tidak

selalu harus di pusat

lingkungan

4. SMU 4.800 3.835 12.500 2,6 3000 m²

5. Taman Bacaan 2.500 72 150 0,09 1000 m²

Di tengah kelompok

warga tidak menyeberang

jalan lingkungan.

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

43

Tabel 2.6 Kebutuhan sarana kesehatan

No. Jenis Sarana

Jumlah Penduduk pendukung

(jiwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana

Standard (m²/jiwa)

Kriteria

Keterangan Luas

Lantai Min. (m²)

Luas Lahan Min. (m²)

Radius pencapaian

Lokasi dan penyelesaian

1. Posyandu 1.250 36 60 0,048 500

Di tengah kelompok

tetangga tidak menyeberang

jalan raya.

Dapat bergabung

dengan balai warga atau

sarana hunian

2. Balai

Pengobatan Warga

2.500 150 300 0,12 1000 m²

Di tengah kelompok

tetangga tidak menyeberang

jalan raya.

Dapat bergabung

dalam lokasi balai warga

3. BKIA/Klinik

Bersalin 30000 1.500 3000 0,1 4000 m²

Dapat dijangkau dengan

kendaraan umum

4.

Puskesmas Pembantu dan

Balai Pengobatan Lingkungan

30000 150 300 0,006 1.500 m² -idem-

Dapat bergabung

dalam lokasi kantor

kelurahan

5. Puskesmas dan

Balai Pengobatan

120000 420 1000 0,008 3000 m² -idem-

Dapat bergabung

dalam lokasi kantor

kecamatan

6. Tempat Praktek

Dokter 5000

18 - - 1.500 m² -idem-

Dapat bersatu dengan rumah tinggal/tempat usaha/apotik

7. Apotik/Rumah

Obat 30000 120 250 0,025 1.500 m² -idem-

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Sarana peribadatan

Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat

dengan memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut dan

tata cara atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah

agamanya. Adapun jenis sarana ibadah untuk agama Islam, direncanakan

sebagai berikut:

a) Kelompok penduduk 250 jiwa, diperlukan musholla/langgar.

b) Kelompok penduduk 2.500 jiwa, disediakan masjid.

c) Kelompok penduduk 30.000 jiwa, disediakan masjid kelurahan.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

44

d) Kelompok penduduk 120.000 jiwa, disediakan masjid kecamatan.

Tabel 2.7 Kebutuhan sarana peribadatan

No. Jenis

Sarana

Jumlah Penduduk penukung

(jiwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana Standard

(m²/jiwa)

Kriteria

Luas Lantai Min. (m²)

Luas Lahan Min. (m²)

Radius pencapaian

Lokasi dan Penyelesaian

1. Musholla/ Langgar

250 45 100 bila

bangunan tersendiri

0,36 100 m²

Di tengah kelompok tetangga. Dapat

merupakan bagian dari bangunan sarana lain

2. Masjid Warga

2.500 300 600 0,24 1000 m²

Di tengah kelompok tetangga tidak

menyeberang jalan raya. Dapat bergabung

dalam lokasi balai warga.

3. Masjid

Lingkungan (Kelurahan)

30000 1.800 3.600 0,12 Dapat dijangkau

dengan kendaraan umum

4. Masjid

Kecamatan 120000 3.600 5.400 0,03

Berdekatan dengan pusat

lingkungan/kelurahan. Sebagian sarana

berlantai 2, KDB 40 %

5. Sarana ibadah

agama lain

Tergantung sistem

kekerabata/ hirarki

lembaga

Tergantung kebiasaan setempat

Tergantung kebiasaan setempat

- - -

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Sarana perdagangan dan niaga

Menurut skala pelayanan, penggolongan jenis sarana perdagangan dan

niaga adalah:

a) Toko/warung (skala pelayanan unit RT≈250 penduduk), yang menjual

barang-barang kebutuhan sehari-hari.

b) Pertokoan (skala pelayanan 6.000 penduduk), yang menjual barang-

barang kebutuhan sehari-hari yang lebih lengkap dan pelayanan jasa

seperti wartel, fotocopy dan sebagainya.

c) Pusat pertokoan dan atau pasar lingkungan (skala pelayanan unit

kelurahan≈30.000 penduduk) yang menjual keperluan sehari-hari

termasuk sayur, daging, ikan, buah- buahan, beras, tepung, bahan-bahan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

45

pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat-alat pendidikan, alat-

alat rumah tangga, serta pelayanan jasa seperti warnet, wartel dan

sebagainya.

d) Pusat perbelanjaan dan niaga (skala pelayanan unit kecamatan≈120.000

penduduk) yang selain menjual kebutuhan sehari-hari, pakaian, barang

kelontong, elektronik, juga untuk pelayanan jasa perbengkelan,

reparasi, unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi, tempat

hiburan serta kegiatan niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank,

industri kecil dan lain-lain.

Tabel 2.8 Jenis sarana perdagangan dan niaga

No. Jenis Sarana

Jumlah Penduduk pendukung

(jiwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana Standard

(m²/jiwa)

Kriteria

Luas Lantai Min. (m²)

Luas Lahan Min. (m²)

Radius pencapaian

Lokasi dan Penyelesaian

1. Toko/

Warung 250

50 (termasuk gudang)

100 (bila berdiri sendiri)

0,4 300 m²

Di tengah kelompok tetangga. Dapat

merupakan bagian dari sarana lain

2. Pertokoan 6000 1.200 3000 0,5 2000 m²

Di pusat kegiatan sub lingkungan KDB 40 % Dapat berbentuk

P&D

3.

Pusat Pertokoan +

Pasar Lingkungan

30000 13.500 10000 0,33 Dapat dijangkau

dengan kendaraan umum

4.

Pusat Perbelanjaan dan Niaga

(toko + pasar + bank + kantor)

120.000 36.000 36.000 0,3

Terletak dijalan utama. Termasuk

sarana parkir sesuai ketentuan setempat

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Sarana kebudayaan dan rekreasi

Penetapan jenis/macam sarana kebudayaan dan rekreasi pada suatu

daerah sangat tergantung pada kondisi setempat area tersebut, yaitu

menyangkut faktor-faktor:

a) Tata kehidupan penduduknya.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

46

b) Struktur sosial penduduknya.

Tabel 2.9 Kebutuhan sarana kebudayaan dan rekreasi

No. Jenis Sarana

Jumlah Penduduk pendukung

(jiwa)

Kebutuhan Per Satuan Sarana

Standard (m²/jiwa)

Kriteria

Luas Lantai Min. (m²)

Luas Lahan Min. (m²)

Radius pencapaian

Lokasi dan Penyelesaian

1. Balai

Warga/Balai Pertemuan

2.500 150 300 0,12 100 m²

Di tengah kelompok tetangga. Dapat

merupakan bagian dari bangunan sarana lain

2. Balai

Serbaguna/Balai Karang Taruna

30000 250 500 0,017 100 m² Di pusat lingkungan.

3. Gedung

Serbaguna 120.000 1.500 3000 0,025 100 m²

Dapat dijangkau dengan kendaraan umum

4. Gedung Bioskop

120.000 1000 2000 0,017 100 m² Terletak di jalan utama. Dapat merupakan bagian dari pusat perbelanjaan

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

Sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olah raga

Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan, yang

mempunyai arti sebagai suatu lansekap, hardscape, taman atau ruang rekreasi

dalam lingkup urban. Peran dan fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH)

ditetapkan dalam Instruksi Mendagri no. 4 tahun 1988, yang menyatakan

"Ruang terbuka hijau yang populasinya didominasi oleh penghijauan baik

secara alamiah atau budidaya tanaman, dalam pemanfataan dan fungsinya

adalah sebagai areal berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga

kehidupan wilayah perkotaan.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

47

Tabel 2.10 Sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olah raga

No. Jenis Sarana

Jumlah Penduduk pendukung

(jiwa)

Kebutuhan Luas Lahan

Min. (m²)

Standard (m²/jiwa)

Radius pencapain

(m)

Kriteria Lokasi dan Penyelesaian

1. Taman/Tempat Main 250 250 1 100 Di tengah kelompok

tetangga.

2. Taman/Tempat Main 2.500 1.250 0,5 1000 Di pusat kegiatan

lingkungan.

3. Taman dan Lapangan

Olah Raga 30000 9000 0,3

Sedapat mungkin berkelompok dengan sarana pendidikan.

4. Taman dan lapangan

Olah Raga 120.000 24.000 0,2

Terletak di jalan utama. Sedapat mungkin

berkelompok dengan sarana pendidikan.

5. Jalur Hijau - - 15 m Terletak menyebar.

6. Kuburan/Pemakaman

Umum 120.000

Mempertimbangkan radius pencapaian dan

area yang dilayani.

Sumber: Acuan diambil dari, SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman

Yang Terintegrasi Dengan Pusat Perkotaan

� Tipologi pesisir Indonesia, karakteristik dan sebarannya

(GEOGRAFIA OnlineTM Malaysian Journal of Society and Space 1

(76 - 84)

A. PESISIR BERBATU

1. Pesisir berbatu, ekosistem bukan hutan dan dibudidayakan:

Material dasar yang dominan didaerah pesisir adalah berbatu.

Tipe pesisir ini telah dibudidayakan oleh masyarakat maka

kemungkinan mengalami proses destruksional khususnya oleh

proses erosi di wilayah daratan. Beberapa vegetasi dominan yang

tumbuh di tipe pesisir ini jenis tumbuhan pantai yang kurang

ekonomis. Oleh karena itu kemungkinan pembudidayaan pesisir ini

untuk kepentingan pertanian khususnya lahan kering.

Tersebar di 20 provinsi, terpanjang di Provinsi Bangka

Belitung (438, 85 km atau 13,86 %). Terpendek di Provinsi

Lampung (3.25 km).

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

48

2. Pesisir berbatu, ekosistem hutan dan tidak dibudidayakan:

Tipe pesisir ini merupakan daerah yang masih relatif asli dan

sesuai untuk kawasan lindung, karena pesisirnya berbatu dengan

ekosistem hutan dan relatif belum tersentuh oleh intervensi manusia

(pembudidayaan). Kemungkinan besar tipe pesisir ini berada pada

daerah asal vulkanik dan struktural. Arah pengembangan yang

mungkin dapat dilakukan dengan resiko minimal adalah

pegembangan pariwisata.

Tersebar di 28 provinsi. Terpanjang terdapat di Provinsi

Irianjaya (Papua) Barat (1.587,69 km atau 18,33%). Terpendek

terdapat di provinsi Irian Timur (11, 19 km atau 0,13 %).

3. Pesisir berbatu, ekosistem hutan dan dibudidayakan:

Pesisir berbatu umumnya memiliki tingkat intensitas

pembudidayaan yang relatif rendah, karena material bebatuan sulit

untuk diusahakan. Kemungkinan pengembangan usaha adalah di

sektor pertambangan. Karena tipe pesisir ini berada pada ekosistem

hutan, maka pembudidayaan disektor kehutanan dan pertambangan

perlu diwaspadai, kerana boleh menjadi “ancaman” bagi

kelangsungan wilayah pesisir tipe ini.

Tersebar di 12 provinsi. Terpanjang terdapat di provinsi

Maluku Utara (404,33 km atau 36,83 %) dan terpendek terdapat di

Provinsi Jawa Tengah (8,09 km).

4. Pesisir berbatu dan ekosistem terumbu karang dibudidayakan:

Diantara jenis pesisir berbatu, pesisir tipe ini paling produktif.

Pesisir berbatu merupakan daerah potensial tumbuhnya ekosistem

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

49

terumbu karang. Pesisir tipe ini juga potensial bagi tumbuhnya

beranekaragam jenis ikan dan vegetasi perairan laut dan pesisir.

Selan itu keindahan alam yang menawan juga merupakan nilai

ekonomi yang tinggi (strategis). Oleh karena itu sebagian besar

pesisir ini telah dibudidayakan. Beberapa kemungkinan

pembudidayaan oleh manusia antara lain disektor perikanan dan

pariwisata.

Tersebar di 23 provinsi. Terpanjang terdapat di Provinsi Riau

(1.315,09 km atau 15,92 %). Dan terpendek di Provinsi Bali (27 km

atau 0.33 %).

B. PESISIR BERPASIR

1. Pesisir berpasir, ekosistem bukan hutan dan dibudidayakan:

Pesisir ini didominasi oleh material pasir. Karena tipe ini jenis

ekosistemnya bukan hutan, maka kemungkinan besar ditumbuhi oleh

jenis vegetasi pantai atau padang rumput. Oleh karena itu pesisir

seperti ini produktivitasnya relatif rendah. Meskipun demikian

daerah seperti ini telah mengalami intensitas pembudidayaan yang

cukup tinggi khususnya untuk kegiatan pemukiman perdesaan

dengan kegiatan pembudidayaan sektor pertanian. Kemungkinan

pengembangan lainnya adalah sektor pariwisata, mengingat pesisir

berpasir disukai oleh wisatawan.

Tersebar di 19 provinsi. Terpanjang terdapat di Provinsi

Maluku (2.892,90 km atau 31,07 %). Dan terpendek di Provinsi

Kalimantan Timur (1,63 km atau 0.02 %).

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

50

2. Pesisir berpasir, ekosistem bukan hutan dan tidak dibudidayakan:

Sesuai dengan karakter ekosistemnya yang terdiri dari pantai

berpasir dan hutan serta relatif belum tersentuh pembudidayaan oleh

manusia, maka tipe pesisir ini sesuai untuk kawasan lindung pantai

yang akan melindungi daerah belakangnya.

Tersebar di 27 provinsi. Terpanjang terdapat di Provinsi

Sulawesi Tengah (976.01 km atau 16.05 %). Terpendek di Provinsi

Kalimantan Timur (8.02 km atau 0,13 %).

3. Pesisir berpasir, ekosistem hutan dan dibudidayakan:

Secara ekologis, pesisir ini memiliki karakter yang sama

dengan pesisir nomer 2, namun tipe pesisir ini telah dibudidayakan

oleh manusia. Kemungkinan pembudidayaan sangat tergantung pada

ketersediaan sumberdaya yang ada. Jika sumberdaya hutan dan

tambang menjadi komoditas yang diusahakan, maka resiko

kerusakan pesisir tinggi. Sebaliknya jika arah pengembangannya

pada sektor pariwisata maka resiko lingkungan lebih kecil. Selain itu

pada tipe pesisir ini juga dimungkinkan tumbuhnya penduduk

perdesaan dengan budidaya pertanian dan perikanan.

Tersebar di 18 provinsi. Terpanjang terdapat di Provinsi

Maluku Utara (740,12 km atau 34,94 %). Terpendek terdapat di

Provinsi Maluku (1.67 km atau 0.07 %).

4. Pesisir berpasir dan ekosistem mangrove di budidayakan:

Pesisir berpasir dengan ekosistem mangrove biasanya

berlokasi di sekitar muara sungai. Pesisir tipe ini memiliki

produktivitas dan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, karena

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

51

mangrove merupakan habitat yang baik bagi tumbuhkembangnya

beranekaragam komunitas hewan, ikan dan vegetasi pantai. Oleh

karena potensi dan letaknya yang strategis, pesisir tipe ini sebagian

besar telah dibudidayakan oleh manusia secara intensif bahkan

eksploitatif, sehingga cenderung over-eksploitation dan

menyebabkan kerusakan lingkungan. Beberapa jenis pembudidayaan

pesisir antara lain perikanan, tambak, industry, permukiman dan

pertanian.

Tersebar di 21 provinsi. Terpanjang terdapat di Riau (715,02

km atau 31,40 %). Terpendek terdapat di Provinsi Lampung (1,62

km atau 0,07 %).

5. Pesisir berpasir, ekosistem terumbu karang dan dibudidayakan:

Pesisir tipe berpasir dengan ekosistem terumbu karang

umumnya memiliki daya tarik yang paling baik, selain keindahan

terumbukarang, jenis pasirnya yang berwarna putih (sebagai

hancuran dari material terumbu karang dan hewan laut) banyak

menarik wisatawan. Oleh karena itu sebagian besar wilayah ini telah

banyak ditempati oleh penduduk untuk pemukiman dan

dikembangkan untuk sektor pariwisata. Tipe pesisir ini sebaiknya

dilindungi dari kegiatan-kegiatan pembudidayaan yang merusak

lingkungan, misalnya penambangan pasir.

Tersebar di 19 provinsi. Terpanjang terdapat di Provinsi

Maluku (845,06 km atau 32,84 %). Terpendek terdapat di Provinsi

Bengkulu (11.00 km atau 0,43 %).

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

52

C. PESISIR BERLUMPUR

1. Pesisir berlumpur, ekosistem bukan hutan dan dibudidayakan:

Pesisir belumpur selalu berasosiasi dengan keberadaan DAS

(Daerah Aliran Sungai), dimana endapan lumpur merupakan hasil

pengendapan dari daerah atasnya (hiterland). Oleh karena itu tipe

pesisir ini tergolong pesisir kontruktif. Perkembangan delta dan

perlumpuran di tepi pantai merupakan contoh tipe pesisir ini. Jika

ekosistem yang ada bukan hutan dan telah dibudidayakan oleh

manusia , maka sebagian besar tipe pesisir ini telah tumbuh menjadi

kawasan permukiman. Sebagian besar permukiman-permukiman dan

kota yang berkembang di Indonesia berada pada tipe pesisir

berlumpur dan ekosistem non hutan. Tipe pesisir ini adalah tipe

pesisir yang mengalami pembudidayaan paling intensif dan telah

mengalami tekanan lingkungan tinggi. Sebagai contoh adanya

reklamasi pantai dan pembukaan usaha tambak.

Tersebar di 31 provinsi. Terpanjang terdapat di Maluku

(689,74 km atau 12,74 %). Terpendek di Provinsi Jawa Tengah

(17,26 km atau 0,31 %).

2. Pesisir berlumpur, ekosistem hutan dan tidak dibudidayakan:

Pesisir berlumpur dengan ekosistem hutan yang belum

dibudidayakan menunjukkan bahwa jenis pesisir ini relatif masih asli

dan belum terjadi kerusakan lingkungan. Tipe pesisir ini merupakan

barrier atau cadangan ekosistem pesisir yang harus dijaga dan

dilestarikan. Tipe pesisir ini sebaiknya diarahkan untuk kawasan

lindung atau suaka alam atau cagar alam.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

53

Tersebar di 16 provinsi. Terpanjang terdapat di di Provinsi

Sulawesi Tengah (930,09 atau 25, 21 %). Terpendek di Provinsi

Riau (5,53 km atau 0,15 %).

3. Pesisir berlumpur dan ekosistem hutan dibudidayakan:

Pesisir berlumpur dan ekosistem hutan adalah kawasan lindung

yang cukup baik, namun tidak jarang pesisir tipe ini juga telah

banyak dibudidayakan. Beberapa jenis pembudidayaan diantaranya

adalah untuk kepentingan permukiman dan perikanan, khususnya

tambak. Jika pembudidayaan tidak dilakukan secara arif dan

bijaksana, maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kerusakan

ekosistem pesisir tipe ini semakin parah.

Tersebar di 23 provinsi. Terpanjang di Provinsi Jawa Timur

(483,42 km atau 12,98 %). Terpendek di Provinsi Kalimantan Timur

(7,37 km atau 0,20 %).

4. Pesisir berlumpur dan ekosistem mangrove dibudidayakan:

Tipe pesisir berlumpur, mangrove dan dibudidayakan adalah

tipe pesisir yang memiliki nilai ekonomi dan produktivitas tinggi,

namun juga mengalami eksploitasi dan kerusakan (degradasi)

lingkungan paling berat. Tipe pesisir ini terjadi konversi ekosistem

besar-besaran ekosistem mangrove untuk dibudidayakan menjadi

tambak ikan, tambak udang, tambak garam, industri, permukiman

dan bahkan reklamasi pantai juga dilakukan. Kerusakan ekosistem

ini juga menyebabkan kerusakan pada ekosistem daratan seperti

adanya instrusi, sedimentasi, dan banjir kota. Tipe pesisir ini

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

54

memerlukan pengawasan dan pengendalian yang ketat dari ancaman

kerusakan lingkungan.

Tersebar di 26 provinsi. Terpanjang terdapat di Provinsi

Kalimantan Timur (1.932,05 km atau 18,22 %). Terpendek terdapat

di Provinsi Jawa Tengah (19,03 km atau 0,18 %).

2.2.3 Nelayan

� Kajian kondisi sosial, budaya dan ekonomi penduduk

Penduduk kawasan

Keberadaan penduduk dan sebaran permukiman penduduk yang

mendiami kawasan pemukiman nelayan lingkup Pulau Jawa dikategorikan

menjadi:

a. Penduduk Tionghoa, yang mendiami lokasi pemukiman jauh dari area

perairan. Pekerjaan utama penduduk Tionghoa ini adalah berdagang.

Perumahan penduduk Tionghoa berdiri sejajar memanjang/linear,

searah dengan jalur jalan utama di luar kawasan. Kelompok perumahan

penduduk Tionghoa yang membentuk pola pemukiman

memanjang/linear di sepanjang sisi jalan, dengan tujuan bahwa aktifitas

perdagangan sebagai mata pencaharian utama akan mendekati akses

kepada konsumen, terutama kedekatan terhadap aksesibilitas di pusat

kota.

b. Penduduk Pribumi yang bekerja sebagai nelayan tradisional dan

mendiami lokasi pemukiman mendekati perairan/pantai. Rata-rata

komposisi perumahan berbentuk kelompok/cluster dan berorientasi

menghadap ke arah perairan. Kelompok perumahan penduduk asli

pribumi yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan/pencari ikan

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

55

membentuk pola pemukiman berkelompok/cluster, tetapi masih

berorientasi menuju perairan/pantai. Diantara kelompok-kelompok

pemukiman ini masih banyak menyisakan ruang-ruang terbuka/open

space, yang sangat diperlukan bagi para nelayan untuk menjemur hasil

olahan ikan dan memperbaiki jala/ngiteng.

c. Penduduk pendatang umumnya berasal dari daerah Madura. Mereka

mulai menempati lokasi pemukiman pada tahun 1954. Rata-rata mereka

bekerja tidak jauh dari kegiatan perairan dan perikanan, baik sebagai

buruh nelayan bagi mereka yang tidak memiliki perahu, nelayan harian

lepas bagi yang memiliki perahu sendiri, pedagang ataupun sebagai

pengolah ikan dan sektor informal lainnya di sekitar pemukiman.

Kelompok perumahan pendatang dibangun diantara rumah-rumah

penduduk asli. Mereka memanfaatkan setiap ruang terbuka yang ada

sebelumnya, untuk didirikan rumah. Karena kebutuhan lahan untuk

perumahan bagi penduduk pendatang semakin besar, mulai dilakukan

pengurugan pantai/reklamasi yang dilaksanakan secara liar dan

mengganggu aktifitas dermaga. Pola pemukiman di sekitar perairan

semakin tidak teratur. Karena masing-masing penduduk nelayan

menginginkan akses dari rumah tinggal menuju ke tempat tambatan

perahu/dermaga sedekat mungkin.

Mata pencaharian dan ekonomi

Mata pencaharian penduduk permukiman nelayan lingkup Pulau Jawa

yaitu, (1) nelayan, (2) wiraswasta, (3) sektor-sektor yang berhubungan

dengan perikanan yaitu usaha pengolahan ikan, baik pada skala besar maupun

skala rumah tangga, (4) pengelolaan dan penyewaan kapal, (5) perdagangan

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

56

hasil tangkapan dan pengolahan ikan, (6) serta penjualan perlengkapan

penangkapan ikan.

Rusaknya habitat ekosistem perikanan di sekitar wilayah perairan telah

mengakibatkan penurunan jumlah ikan, sehingga para nelayan harus berlayar

selama lebih dari 3 jam pelayaran dari wilayah kawasan untuk mendapatkan

hasil tangkapan ikan dalam jumlah yang cukup maksimal. Hal ini tentunya

hanya dapat dilakukan oleh nelayan-neleyan yang memiliki perahu yang

cukup besar dan dilengkapi oleh motor tempel. Sedangkan nelayan-nelayan

kecil akan membutuhkan waktu lama untuk berlayar menangkap ikan. Itu

sebabnya, banyak nelayan-nelayan kecil yang membutuhkan waktu antara

10–15 hari untuk menangkap ikan, kemudian pulang ke rumah selama 2–3

hari, kemudian pergi berlayar lagi.

Tabel 2.11 Musim melaut dan musim angin

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nop Des

Angin Barat Musim untuk melaut Angin Timur

Angin Barat

Sumber:

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:4na9TyYTuA4J:wardoyo.staff.gunadarma.a

c.id/Publications/files/373/Teluk%2BNaga.pdf+&cd=1&hl=en&ct=clnk

Para nelayan di Pulau Jawa pada umumnya memiliki jadwal kapan

mereka melaut dan kapan tidak melaut. Pada bulan Maret–Juli adalah musim

yang tepat untuk melaut, sedangkan bulan Agustus–September adalah Musim

Angin Timur dan Bulan Oktober–Februari adalah Musim Angin Barat. Pada

musim-musim angin tersebut, para nelayan tidak banyak yang melaut.

Selama para suami pergi berlayar menangkap ikan, para istri mengolah

ikan hasil tangkapan untuk dibuat menjadi ikan asin, terasi, mangut, kerupuk

udang dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena hasil olahan ikan akan

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

57

membuat nilai jualnya menjadi lebih tinggi dari pada hasil tangkapan ikan

yang dijual langsung.

Sosial budaya

Sebagian besar penduduk di kawasan permukiman lingkup Pulau Jawa

adalah pemeluk agama Islam/Muslim. Sarana dan prasarana peribadatan yang

ada di sekitar kawasan sudah mencukupi. Sehingga kegiatan agama yang ada

di sekitar kawasan cukup tinggi. Sikap masyarakat terhadap kehidupan

sehari-hari dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keagamaan yang mereka

anut. Sehingga meskipun masyarakat menganut agama yang berbeda-beda,

tingkat toleransi agama di antara mereka cukup tinggi. Pola bentukan ruang

pada kawasan menunjukan karakter pola perumahan yang berorientasi pada

sarana peribadatan, dimana dalam kawasan ditunjukan pada pola perumahan

yang berorientasi pada bangunan Masjid dan Klenteng. Karakter sosial

banyak mempengaruhi penataan pola perumahan di sekitar tempat ibadah

tersebut, yaitu pertama adalah Ikatan kekerabatan berdasarkan kesamaan

kepercayaan, menyebabkan mereka yang memiliki kesamaan

kepercayaan/agama, berkelompok membuat pola perumahan yang saling

berdekatan dan berusaha mendekati pusat-pusat tempat peribadatan, kedua

adalah sikap Community Leader pada masyarakat beragama, menyebabkan

pemuka agama memiliki posisi dan kondisi yang lebih dibandingkan

masyarakat awam pada umumnya. Sehingga ada kecenderungan mereka

hidup berkelompok mendekati posisi tempat tinggal pemimpin agama yang

dianut.

Dari kedua kondisi tersebut, secara fisik pola perumahan membentuk

Pola Clustered dengan sistem memusat pada tempat/fasilitas ibadah

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

58

(Centralized Depend On Social/Cultural Facilities). Dari beberapa tempat

peribadatan di sekitar kawasan, terdapat ruang terbuka yang selain digunakan

untuk kegiatan beribadah, juga dimanfaatkan warga sekitar untuk kegiatan

sosial dan kegiatan komunal sehari-hari. Bahkan karena letaknya yang sangat

strategis, ruang terbuka menjadi Landmark kawasan, bukan saja sebagai pusat

orientasi pemukiman di sekitarnya, tetapi juga sebagai petunjuk arah bagi

para nelayan yang sedang berlayar di malam hari.

Selain berhubungan dengan pola tata ruang, kegiatan keagamaan

penduduk di sekitar kawasan, berkaitan erat dengan kondisi sosial dan budaya

masyarakat setempat, yaitu kepercayaan mereka akan sesuatu kekuatan yang

lebih berkuasa dan melebihi segalanya di dunia ini, yaitu Sang Pencipta.

Sehingga masih ada kegiatan yang bersifat ritual, yang bertujuan untuk

memberikan penghargaan dan pengorbanan kepada Sang Pencipta atas

rahmat yang telah diterima, dan diwujudkan dengan Upacara Sedekah Laut.

Upacara ini berupa persembahan kepada Sang Pencipta yang diwujudkan

dalam bentuk beraneka ragam makanan dan benda-benda berharga yang

ditempatkan di dalam perahu, kemudian dilabuhkan/dilepas ke tengah laut.

Kegiatan ini melibatkan banyak pengunjung, yaitu masyarakat sekitar

kawasan yang terlibat secara langsung mengikuti kegiatan ini, maupun

pengunjung yang ingin menyaksikannya, karena acara ini sudah diagendakan

sebagai sajian wisata oleh Pemerintah Kabupaten. Untuk itu di sekitar

kawasan di tepi dermaga diperlukan ruang terbuka yang cukup luas dan

memiliki akses langsung ke arah laut. Karena secara spesifik fasilitas ruang

terbuka tersebut tidak tersedia di sekitar kawasan, maka masyarakat

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

59

memanfaatkan ruang fasilitas pendaratan ikan di depan Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) untuk menyelenggarakan U

Dari kenyataan tersebut, terbukti bahwa kondisi sosial b

kawasan membawa pengaruh yang cukup besar bagi pembentukan pola tata

ruang pemukiman di sekitar kawasan.

Dalam kenyataannya pola ruang adalah sangat terintegrasi secara era

dengan kelompok manusia dan segala kegiatannya.

Gambar 2.2 Aktifitas masyarakat yang berhubungan dengan setting ruang pada p

Sumber: YD Ekaputra

2.2.4 Sustainable Ecology

Ekologi

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme

dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani

("habitat") dan logos

mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun

memanfaatkan ruang fasilitas pendaratan ikan di depan Tempat Pelelangan

n (TPI) untuk menyelenggarakan Upacara Sedekah Laut ini.

rsebut, terbukti bahwa kondisi sosial budaya di sekitar

kawasan membawa pengaruh yang cukup besar bagi pembentukan pola tata

ruang pemukiman di sekitar kawasan.

alam kenyataannya pola ruang adalah sangat terintegrasi secara era

dengan kelompok manusia dan segala kegiatannya.

Gambar 2.2 Aktifitas masyarakat yang berhubungan dengan setting ruang pada pemukiman

YD Ekaputra - 2012 - ejournal.unpand.ac.id

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme

dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos

("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara

memanfaatkan ruang fasilitas pendaratan ikan di depan Tempat Pelelangan

udaya di sekitar

kawasan membawa pengaruh yang cukup besar bagi pembentukan pola tata

alam kenyataannya pola ruang adalah sangat terintegrasi secara erat

emukiman

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme

oikos

("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang

interaksi antara

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

60

makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari

makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan

berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor

biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya dan topografi, sedangkan

faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan,

tumbuhan dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-

tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas dan ekosistem

yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan

kesatuan.

Ekosistem

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa

dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara

segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.

Dalam rangka penyusunan kebijakan dan strategi pengelolaan

lingkungan perlu memahami konsep dasar ekologi. Lebih spesifik lagi setelah

kita dapat memahami konsep ekologi dapat digunakan untuk melakukan

identifikasi karakteristik ekologi melalui penelusuran proses ekologi. Proses

ekologi dalam suatu wilayah ekosistem dapat diidentifikasi melalui hubungan

antara komponen lingkungan biofisik dan komponen lingkungan sosial-

budaya, seperti digambarkan secara ringkas pada Gambar 2.3.

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

61

Gambar 2.3 Hubungan antara komponen l

Sumber: Prof Dr Ir Soemarno

Terjadinya penurunan/degradasi kualitas lingkungan adalah akibat

exploitasi lingkungan hidup yang menyimpang (malpraktek) melegalkan

upaya pemanfaatan lahan yang sebenarnya merupakan kawa

dilindungi atau pun ruang terbuka hijau. Meluasnya lahan kritis, miskin dan

terlantar, lahan miring dan tebing sungai longsor, banjir yang melanda di

permukiman dan perumahan, kekeringan di bagian hulu, pencem

kontaminasi air tanah serta

Dampak dari malpraktek tersebut meluas menimpa kembali kehidupan

manusia dan akhirnya dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia.

Gambar 2.4 Komponen utama dalam pengelolaan e

Sumber: Prof Dr Ir Soemarno MS Bahan kajian MK. Dinamika Pengembangan Wilayah PM

Ketiga komponen pembentuk lingkungan tidak terpisah, namun

membentuk satu kesatuan lokalitas dalam suatu ekosistem bentanglaha

sumberdaya alam potensial serta

Hubungan antara komponen lingkungan biofisik dan komponen lingkungan

sosial-budaya

Sumber: Prof Dr Ir Soemarno MS Bahan kajian MK. Dinamika Pengembangan Wilayah PM

pslp-ppsub 2011

Terjadinya penurunan/degradasi kualitas lingkungan adalah akibat

exploitasi lingkungan hidup yang menyimpang (malpraktek) melegalkan

upaya pemanfaatan lahan yang sebenarnya merupakan kawasan yang harus

dilindungi atau pun ruang terbuka hijau. Meluasnya lahan kritis, miskin dan

terlantar, lahan miring dan tebing sungai longsor, banjir yang melanda di

permukiman dan perumahan, kekeringan di bagian hulu, pencemaran dan

erta merosotnya kesehatan dan sanitasi lingkungan.

Dampak dari malpraktek tersebut meluas menimpa kembali kehidupan

manusia dan akhirnya dapat menurunkan kualitas sumberdaya manusia.

Komponen utama dalam pengelolaan ekosistem

r Soemarno MS Bahan kajian MK. Dinamika Pengembangan Wilayah PM

pslp-ppsub 2011

Ketiga komponen pembentuk lingkungan tidak terpisah, namun

membentuk satu kesatuan lokalitas dalam suatu ekosistem bentanglaha

sumberdaya alam potensial serta kawasan budidaya dan non-budidaya

ngkungan biofisik dan komponen lingkungan

MS Bahan kajian MK. Dinamika Pengembangan Wilayah PM

Terjadinya penurunan/degradasi kualitas lingkungan adalah akibat

exploitasi lingkungan hidup yang menyimpang (malpraktek) melegalkan

san yang harus

dilindungi atau pun ruang terbuka hijau. Meluasnya lahan kritis, miskin dan

terlantar, lahan miring dan tebing sungai longsor, banjir yang melanda di

aran dan

ehatan dan sanitasi lingkungan.

Dampak dari malpraktek tersebut meluas menimpa kembali kehidupan

r Soemarno MS Bahan kajian MK. Dinamika Pengembangan Wilayah PM

Ketiga komponen pembentuk lingkungan tidak terpisah, namun

membentuk satu kesatuan lokalitas dalam suatu ekosistem bentanglahan,

budidaya

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

62

merupakan input alam (given), sumberdaya manusia potensial tergantung

pada tingkat penguasaan tekno-budaya (cultural ecology), dampak exploitasi

lingkungan akibat penyalahgunaan praktek pemanfaatan lahan (malpraktek).

Pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur

Ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada

perancangan arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama,

antara lain: Yeang (2006), me-definisikannya sebagai: Ecological design, is

bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy

design. Yeang, menekankan pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim

makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dengan

sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah, diawali

dengan upaya perancangan secara pasif dengan mempertimbangkan bentuk,

konfigurasi, façade, orientasi bangunan, vegetasi, ventilasi alami dan warna.

Integrasi tersebut dapat tercapai dengan mulus dan ramah, melalui 3 tingkatan

yaitu yang pertama integrasi fisik dengan karakter fisik ekologi setempat,

meliputi keadaan tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya.

Kedua, integrasi sistim-sistim dengan proses alam, meliputi cara penggunaan

air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistim pembuangan dari

bangunan dan pelepasan panas dari bangunan dan sebagainya. Yang ketiga

adalah integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan

sumber daya alam yang berkelanjutan. Aplikasi dari ketiga integrasi tersebut,

dilakukannya pada perancangan tempat tinggalnya.

� Wetlands

Lahan Basah adalah kawasan yang terletak di zona peralihan antara

daratan yang kering secara permanen dan perairan yang berair secara

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

63

permanen (Maltby,1991 Dalam Khiatudin.2003). Menurut EPA lahan basah

adalah suatu area dimana air selalu menutupi tanah, baik dimasa saat ini

maupun di sebagian besar waktu dalam setahun, termasuk pada musim

pertumbuhan (EPA,2006). Jenis-jenis lahan basah (wetland) tergantung dari

perbedaan regional dan lokal pada tanah, topografi, iklim, hidrologi, kualitas

air, vegetasi dan berbagai faktor lain termasuk juga aktifitas manusia.

Dua jenis umum lahan basah yang dikenal yaitu tidal wetland dan non-

tidal wetland.

1. Tidal wetland: adalah lahan basah yang berhubungan dengan estuari,

dimana air laut bercampur dengan air tawar dan membentuk lingkungan

dengan bermacam-macam kadar salinitas. Fluktuasi pemasukan air laut

yang tergantung pada pasang surut seringkali menciptakan lingkungan

yang sulit bagi vegetasi, salah satu yang dapat beradaptasi disini adalah

tumbuuhan mangrove dan beberapa tanaman yang tahan terhadap

salinitas.

2. Non-tidal wetland: adalah lahan basah yang biasanya berada di

sepanjang aliran sungi, di bagian yang dangkal dikelilingi oleh tanah

kering. Keberadaannya tergantung musim, dimana mereka akan

mengering pada satu atau beberapa musim di setiap tahunnya. Tipe ini

bisa di ditemui di Amerika atau Alaska. (EPA,2006)

Lahan basah buatan

Lahan basah buatan adalah suatu sistem perawatan yang

mempergunakan proses alamiah yang melibatkan vegetasi lahan basah, tanah

dan mikrobakteri yang berasosiasi di dalamnya dengan tujuan memperbaiki

kualitas air (EPA,2004). Lahan Basah buatan memiliki banyak fungsi

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

64

diantranya untuk filtrasi air. Ketika aliran air melewati lahan basah, mereka

akan berjalan perlahan dan sebagian besar bahan pencemar akan terjerab oleh

vegetasi untuk kemudian terangkat atau berubah bentuk menjadi lebih tidak

berbahaya. Tumbuhan yang hidup dalam lahan basah membutuhkan unsur

hara yang terkandung dalam air. Jika yang tertahan adalah air yang

mengandung bahan pencemar berbahaya bagi lingkungan namun bermanfaat

bagi tumbuhan, maka bahan itu akan diserapnya (Wong, 1997).

Lahan basah memindahkan polutan dari perairan melibatkan proses

yang komplek antara aspek biologi, fisika dan kimia. Pengambilan nutrient

oleh tumbuhan tingkat tinggi dan penyimpanan logam berat di dalam akar

adalah komponen biologi yang paling nyata pada ekosistem lahan basah

(Orson 1992; Rai 1995 dalam Wong 1997). Dalam pengambilan polutan oleh

tumbuhan, transformasi bakteri dan proses fisika-kimia termasuk adsorpsi,

presipitasi dan sedimentasi dalam tanah dan rhizospere di zona akar adalah

mekanisme utama untuk pengangkatan bahan pencemar (Wong,1997).

Ditinjau secara fisik, kimiawi dan biologis, peran lahan basah dalam

proses penghilangan bahan pencemar dari air limbah terjadi menurut salah

satu proses berikut (Wildeman dan Laudon 1989 dalam Khiatudin,.2003)

1. Penyaringan bahan tersuspensi dan koloida yang terdapat dalam air.

2. Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan daun tumbuhan

hidup.

3. Pengikatan atau pertukaran bahan pencemar dengan tanah lahan basah,

bahan tanaman hidup, bahan tanaman mati dan bahan alga hidup.

4. Presipitasi dan netralisasi melalui pembentukan NH3 dan HCO3 dari

penguraian bahan biologis karena kegiatan bakteri.

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

65

5. Presipitasi logam di lapisan oksidasi dan reduksi yang dikatalisir oleh

aktivitas bakteri.

Jenis lahan basah buatan

Menurut jenis aliran air, lahan basah buatan secara umum digolongkan

dalam dua bentuk yaitu aliran horisontal dan aliran vertikal. Dalam sistem

aliran horisontal, air memasuki lahan dari satu titik, mengalir dalam lahan

buatan, kemudian keluar dari titik di ujung lahan basah. Sedangkan pada

aliran vertikal, air merembes atau mengalir secara vertikal baik dari atas ke

arah bawah atau dari bawah ke arah atas sistem untuk keluar dari sistem.

Lahan basah buatan aliran horisontal digolongkan menjadi:

1. Lahan basah buatan yang airnya mengalir di atas permukaan tanah.

2. Lahan basah buatan yang airnya mengalir lewat substrat tempat

tanaman air.

3. Kombinasi bentuk 1 dan 2.

4. Lahan basah buatan hidroponik aliran tipis tanpa substrat.

Gambar 2.5 Jenis-jenis lahan basah buatan aliran horisontal

Sumber: Maulida Khiatudin,2003

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

Lahan basah buatan aliran vertikal digolongkan menjadi

1. Aliran vertikal menurun. Air masuk dari permukaan, merembes ke

substrat hingga

2. Aliran vertikal menanjak. Air disalurkan melaui pipa

melalui saluran yang

Diantara tanaman akuatik yang c

sagu. Sedangkan tanaman

Gambar 2.6

Tanaman mangrove pada

Bakau atau mangrove adalah salah satu tanama

beradaptasi dengan

asin. Endapan yang dihanyutkan oleh

tempat tumbuh yan

Lahan basah buatan aliran vertikal digolongkan menjadi:

Aliran vertikal menurun. Air masuk dari permukaan, merembes ke

substrat hingga mencapai dasar untuk keluar dari sistem.

Aliran vertikal menanjak. Air disalurkan melaui pipa kamud

melalui saluran yang terletak di permukaan substrat. (Khiatudin,2003)

Diantara tanaman akuatik yang cocok ditanam di areal air tawar adalah

sagu. Sedangkan tanaman bakau dan nipah untuk air payau.

Gambar 2.6 Contoh penerapan lahan basah buatan di area tambak i

Sumber: Maulida Khiatudin,2003

mangrove pada tidal wetland sebagai biodiversity

Bakau atau mangrove adalah salah satu tanaman yang mampu

beradaptasi dengan baik dalam lingkungan air, bahkan air payau maupun

Endapan yang dihanyutkan oleh air dari daratan merupakan substrat

tempat tumbuh yang sangat cocok bagi tanaman ini. Kemampuan berbagai

66

Aliran vertikal menurun. Air masuk dari permukaan, merembes ke

kamudian keluar

terletak di permukaan substrat. (Khiatudin,2003)

air tawar adalah

uatan di area tambak ikan

biodiversity pesisir

n yang mampu

baik dalam lingkungan air, bahkan air payau maupun

air dari daratan merupakan substrat

Kemampuan berbagai

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

67

spesies bakau beradaptasi dengan lingkungan basah berbeda-beda. Di

endapan lumpur yang terendam secara permanen hanya spesies Rhizopora

Mucronata yang mampu hidup. Di endapan yang terendam secara periodik

ketika air pasang ukuran menengah, spesies yang mendominasi adalah

Avicennia sp, Soneratia griffithii dan Rhizopora (di pinggiran air). Di

endapan yang dibanjiri oleh air pasang besar normal, semua spesies dapat

hidup tetapi yang mendominasi adalah Rhizopora. Di lahan oleh air pasang

bulan purnama atau bulan gelap, spesies yang utama adalah Bruguiera

gymnorphyza dan Bruguiera cylindrica, Ceriops sp. Sementara di lahan yang

hanya dibanjiri oleh air pasang ekuinoks atau air pasang yang tinggi sekali

ketika bersamaan dengan banjir dari hulu, spesies Bruguiera gymnophora

dominan dan disertai oleh Rhizopora apiculata dan Xylocarpus granatum (

Knox 2001 Dalam Khiatudin 2003).

2.3 Hubungan Definisi Dan Landasan Terhadap Perancangan (Bahasan 2.2)

Dengan Permukiman Kumuh Serta Rob Atau Abrasi

Pada suatu wilayah permukiman pesisir yang mempunyai permasalahan

menyangkut kekumuhan (akibat faktor non alam) dan rob atau abrasi (akibat

faktor alam), maka perlu adanya tindak pembangunan/pengembangan secara

berkelanjutan (sustainable development). Sebagai bentuk pemecahan

masalahnya yaitu dengan redevelopment/pembangunan kembali (karna

bangunan yang ada sudah tidak dapat dipertahankan lagi keberadaanya) yang

model penangananya ke arah pembangunan horizontal/vertikal (agar

mempunyai residual land) sebagai bentuk pemecahan permasalahan

menyangkut kekumuhan. Untuk pemecahan permasalahan menyangkut rob

atau abrasi sebagaimana dari hasil kajian terhadap 10 macam jurnal

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

68

yang sudah terlampir pada bab I (bahasan tinjauan pustaka), maka dapat

disimpulkan alternatif konsep sebagai penangananya yaitu konsep panggung

(ditinjau lagi dengan kondisi eksisting yang ada).

Agar terciptanya suatu pembangunan/pengembangan wilayah

permukiman pesisir yang baik, maka hal-hal yang perlu dikaji sebagai acuan

adalah sebagai berikut:

1. Permukiman pesisir. Melingkupi: Karakteristik fisik lingkungan,

karakteristik perumahan dan permukiman, karakteristik sarana dan

prasarana lingkungan pesisir. Sebagai acuan terhadap permukiman

pesisir yang ingin dibangun.

2. SNI. Sebagai tolak ukur maupun acuan mengenai ketentuan

perencanaan lingkungan permukiman pesisir yang terintegrasi dengan

pusat perkotaan.

3. Tipologi pesisir Indonesia dan karakteristiknya. Sebagai acuan

penilaian terhadap jenis pesisir pada wilayah yang ingin dibangun.

4. Nelayan. Melingkupi: Pemahaman mendalam mengenai kondisi sosial,

budaya dan ekonomi. Sebagai acuan dan penyesuaian terhadap

permukiman pesisir yang ingin dibangun.

Setelah empat hal diatas dikaji secara mendalam, permukiman pesisir

yang akan dibangun nantinya harus melakukan pendekatan secara ekologi,

agar ekosistem pesisir setempat (mangrove) nantinya akan tetap memberikan

interaksi yang menguntungkan bagi penduduknya. Hal-hal yang perlu dikaji

menyangkut sustainable ecology pesisir yaitu:

- Wetlands (lahan basah)

1. Jenis-jenis wetland.

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

69

2. Tanaman mangrove pada tidal wetlands sebagai biodiversity pesisir.

Kedua hal tersebut perlu dikaji menyangkut pendekatan sustainable

ecology, adalah sebagai acuan dan pilihan mengenai interaksi vegetasi

mangrove apa yang cocok dan dikembangkan, serta nantinya akan

dikombinasikan terhadap wilayah permukiman pesisir yang akan dibangun.

2.4 Kaitan Teori Dengan Pemecahan Masalah

Dasar dalam menentukan arah pembangunan/pengembangan bangunan:

Zhand (1999; 24), mengungkapkan tiga cara perkembangan dasar

dalam pembangunan yaitu sebagai berikut:

- Perkembangan Horisontal

Cara perkembangan mengarah keluar, artinya daerah bertambah

sedangkan ketinggian dan kuanitas lahan terbangun (coverage) tetap

sama. Terjadi pada daerah pinggiran.

- Perkembangan Vertikal

Cara perkembangannya mengarah keatas. Artinya daerah pembangunan

dan kuantitas lahan tetap, sedangkan ketinggian bangunan bertambah.

- Perkembangan Interstisial

Cara perkembangan dilangsungkan ke dalam. Artinya daerah dan

ketinggian bangunan tetap, kuantitas lahan terbangun bertambah.

Terjadi transisi antara pusat dan pinggiran kota.

� Alternatif pertama

Dengan notabene wilayah Desa Tanjung Pasir yang dikategorikan

sebagai kawasan permukiman yang terintegrasi dengan pusat perkotaan dan

pusat pelayanan kawasan sekitar wilayah kabupaten, maka penerapan dari

teori perkotaan boleh diterapkan dalam mengatasi permasalahan yang ada.

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

70

Teori pembentuk pola stuktur ruang kawasan

Trancik 1986, merumuskan tiga kategori teori yang secara serial

membentuk pola stuktur ruang yang dapat digunakan untuk menganalisis

hubungan dan pergerakan, struktur dan dimensi aktivitas.yaitu:

- Figure-ground (konfigurasi solid dan void)

Teori tentang figure/ground didapatkan melalui studi mengenai

hubungan tekstural antara bangunan (building mass) dan ruang terbuka

(open space) sebagai bentuk solid (figure) serta open void (ground).

- Linkage (penghubung)

Merupakan analisis melalui pergerakan dan aktivitas yang dapat

menegaskan hubungan dalam suatu tata ruang. Teori ini menjelaskan

hubungan solid-voids dalam sistem pergerakan dan antar kawasan yang

kenyataannya diwujudkan berupa jalan, jalur pedestrian atau ruang

terbuka lainnya. Linkage ini tidak hanya membentuk ruang luar tetapi

juga membentuk struktur kota karena akhirnya diwujudkan dalam

jaringan jalan, pola pergerakan dan sirkulasi.

- Place (tempat)

Teori place lebih menekankan faktor-faktor kultural (budaya) dan

historis (sejarah). Dengan demikian, teori place memberikan

perwujudan bentuk-bentuk lokal. Bentuk-bentuk bangunan dan elemen-

elemen (focal point) tidak hanya sebagai bentuk-bentuk enclosure,

tetapi merupakan bentuk-bentuk yang cocok bagi potensi masyarakat,

sehingga masyarakat dapat menerima nilai-nilai sosiokultural tersebut.

Menurut Trancik (1986), mengemukakan bahwa teori place merupakan

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

71

kombinasi antara teori figure-ground dan linkage yang menekankan

fisik dan visual pada aspek sosial dan budaya serta sejarah.

� Alternatif kedua

Isu utama dalam habitat agenda II,

- Perumahan Layak untuk Semua/Adequate Shelter for All.

- Permukiman yang Berkelanjutan/Sustainable Human Settlement.

Pedoman perumahan dan permukiman di Indonesia:

Berlandaskan UU No.4/1992 mengenai perumahan dan permukiman,

telah dikeluarkan kebijakan dan strategi nasional perumahan dan permukiman

(KSNPP) pada tahun 1999 sebagai suatu pedoman penyusunan kebijakan

teknis, perencanaan, pemrograman dan kegiatan yang terkait dengan

perumahan dan permukiman.

Teori penataan dan pengembangan kawasan dengan interaksi dua arah

(Man–Environment Studies)

Man-Environment Studies, yaitu sebuah studi mengenai hubungan

saling menguntungkan (mutual interaction) antara manusia dengan

lingkungan terbangun di sekitarnya (3 variabel):

1. Karakteristik manusia sebagai pembentuk karakter lingkungan.

2. Lingkungan fisik dan manusia.

3. Mekanisme yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungan

dalam interaksi dua arah.

Ada beberapa aspek fundamental yang melengkapi organisasi

keruangan (Rapoport,1977), yaitu:

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

72

1. Tatanan Ruang -Organization of space yaitu merupakan tatanan

lingkungan dan menciptakan hubungan antara manusia dengan

lingkungannya.

2. Tatanan berdasarkan Makna -Organization of meaning.

3. Tatanan berdasarkan Waktu -Organization of time.

4. Tatanan berdasarkan Komunikasi -Organization of communication.

Definisi dan prinsip teori empiris praktis

Penataan merupakan sebuah kegiatan membentuk benda, energi dan

proses menuju sebuah kebutuhan dan keinginan yang dimiliki seorang atau

sekelompok manusia (Van DerRyn, 1996).

Prinsip sustainable memiliki poin-poin sebagai acuan dalam melakukan

analisa potensi, penataan dan pengembangan di masyarakat (Vales,1991):

- Efisiensi energi (Conserving Energy)

- Penyesuaian terhadap iklim (Working with Climate)

- Membudayakan daur ulang (Minimizing New Resources)

- Menghargai pengguna (Respect for Users)

- Menghargai lingkungan (Respect for Site)

- Menyeluruh (Holism)

Definisi dan prinsip teori fenomenologi

Pada dasarnya berbagai pola penciptaan tempat menghasilkan karakter

permukiman menjadi beberapa tipe dasar dari organisasi ruang berikut

(Norberg-Schulz, 1971):

1. Tipe dasar Cluster.

2. Tipe dasar Row.

3. Tipe dasar Enclosure.

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

73

Karakter permukiman

(Rapoport,1977):

1. Orientasi permukiman

Gambar 2.7 Dwelling Surrounding The Central Space

pola permukiman

Sumber: Studi Kasus

2. Orientasi permukiman

macam organisasi dalam

jalan dan berseberangan

disepanjang jalan dan

Gambar 2.8 Street related housing

Sumber: Studi Kasus

3. Orientasi kearah dalam

Gambar 2.9 The inside

Sumber: Studi Kasus

permukiman dapat dilihat dari organisasi ruang permukiman

permukiman mengelilingi central space.

Dwelling Surrounding The Central Space; Terdapat bermacam bentuk

pola permukiman dengan organisasi yang mirip

Sumber: Studi Kasus Permukiman Nelayan Laino Pantai, Laiworu Kab.Muna

permukiman menyusuri jalan/along the streets. Terdapat

dalam orientasi ini, yaitu rumah berada disepanjang

berseberangan dengan rumah lain atau rumah berada

dan berseberangan dengan unsur air (waterfront).

Street related housing (kiri) dan Waterfront housing (kanan)

Sumber: Studi Kasus Permukiman Nelayan Laino Pantai, Laiworu Kab.Muna

dalam (inside-out city)

The inside-out city; Orientasi ke dalam memiliki domain privat-publik

Sumber: Studi Kasus Permukiman Nelayan Laino Pantai, Laiworu Kab.Muna

permukiman

; Terdapat bermacam bentuk

Permukiman Nelayan Laino Pantai, Laiworu Kab.Muna

Terdapat dua

disepanjang

berada

).

Kab.Muna

publik

Laino Pantai, Laiworu Kab.Muna

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

• Pembahasan mengenai teori alternatif kedua

perancangan permukiman pesisir

- Orientasi

langsung dengan

nelayan tangguh.

- Orientasi

pekerjaan pengolah

kedalam dapat

- Kedua orientasi

organisasi

Gambar 2.10

Pembahasan mengenai teori alternatif kedua terhadap acuan

perancangan permukiman pesisir

waterfront, yaitu orientasi permukiman yang terhubung

dengan jalan dan unsur air akan sangat mendukung

tangguh.

inside-out (terbalik/kedalam) akan sangat

pengolah ikan, karena central space yang menjadi

dapat menjadi ruang pengolahan ikan.

orientasi tersebut tergabung dalam komposisi berulang

ruang.

Gambar 2.10 Orientasi Waterfront (kiri), Orientasi Inside-out (tengah) dan Komposisi

Berulang Dalam Organisasi Ruang (kanan)

Sumber: Rapoport, 1977

74

terhadap acuan

yang terhubung

mendukung pekerjaan

mendukung

yang menjadi orientasi

berulang dalam

(tengah) dan Komposisi

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

75 2.5 Kerangka Berpikir

JUDUL TUGAS AKHIR

PERMUKIMAN PESISIR DENGAN PENDEKATAN EKOLOGI BERKELANJUTAN DI TANJUNG PASIR

Latar Belakang Masalah

1. Desa Tanjung Pasir merupakan permukiman yang termasuk dalam kategori kumuh (non alam)

2. Di wilayah permukiman Desa Tanjung Pasir menjadi langganan terkena rob atau abrasi (alam)

Maksud Dan Tujuan

Penataan kembali Desa Tanjung Pasir dengan konsep permukiman yang dapat menyelesaikan masalah rob atau abrasi dengan pola mangrove sebagai interaksi yang menguntungkan.

Permasalahan

1. Permukiman warga tidak tertata dan padat serta tidak layak dari segi sanitasi.

2. Permukiman warga sangat sering terkena rob atau abrasi dengan ketinggian air ± 60-120 cm.

Analisa

Mengumpulkan data–data permasalahan berdasarkan observasi/survey lapangan, interview, studi literatur dan membaca teori–teori mengenai permukiman pesisir yang mempunyai permasalahan kekumuhan dan rob atau abrasi serta sustainable ecology.

Konsep Bangunan Dan Lingkungan

Sustainable dan tetap menjaga budaya nelayan yang telah terbentuk sejak lama.

SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN

Page 51: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

76 2.6 Hipotesis

Teori yang cocok diterapkan pada permukiman Desa Tanjung Pasir

yang mempunyai masalah dengan kekumuhan dan rob atau abrasi ialah

penggabungan teori Amos Rapoport 1977 (Human Aspects of Urban Form:

Towards a Man-Environment Approach to Urban Form and Design) dengan

teori Roger Trancik 1986 (Finding Lost Space: Theories of Urban Design),

sebagaimana kajian yang sudah diuraikan pada Kaitan Teori Dengan

Pemecahan Masalah (pembahasan 2.4) diatas, serta penerapan teori dari

Yeang 2006 (Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate

of the locality, and low energy design) kepada tiap-tiap huniannya.

Gambar 2.11 Pemetaan daerah Desa Tanjung Pasir (Kampung Garapan)

Sumber: Hasil Olahan Peneliti

2.7 Studi Banding

Studi banding ini mengambil area permukiman pesisir terbaik di

berbagai daerah didalam maupun diluar Indonesia. Penentuan lokasi studi

banding didasari oleh permukiman pesisir yang tertata dan dijadikan daya

tarik dari berbagai aspek serta dapat menjaga interaksi dengan ekosistem

sekitar (mangrove) sehingga terhindar dari permasalahan alam maupun non

alam. Sebagai perbandingan untuk menentukan desain permukiman pesisir

dengan pendekatan sustainable ecology. Disajikan dalam bentuk tabel:

Page 52: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

77

NO 1

LOKASI Kalimantan Timur (Bontang Kuala)

JENIS PERMUKIMAN

Permukiman nelayan Permukiman masyarakat

KONSEP Sustainable dengan

permukiman panggung permukiman panggung

yang berinteraksi dengan

LAYOUT

ACUAN

Permukiman yang sangat tertata, bersih, modern tetapi sangat

kontekstual serta berkelanjutan secara

ekologi

permukiman tradisional

HASIL BAHASAN

Permukiman nelayan dapat dijadikan sebagai pengembangan wisata

komersial sebagai peningkatan

perekonomian penduduknya

Permukiman masyarakat

masalah pasang surut air

Sumber: Hasil Olahan Peneliti

2 3 4

HongKong (Tai-O fishing village)

Kepulauan Seribu (Pulau Untung Jawa)

Holland Utara (Semenanjung

Marken)

Permukiman masyarakat nelayan Tanka

Permukiman nelayan dengan fungsi campuran sebagai home stay wisata

Desa nelayan yang dikembangkan ke arah fungsi wisata

Sustainable dengan permukiman panggung

yang berinteraksi dengan tumbuhan mangrove

Permukiman nelayan dibalut secara modern dari

segi desain hunian

Sustainable ecology +

sustainable culture + Sustainable

economy

Kombinasi antara permukiman tradisional

dengan permukiman modern yang saling

berhubungan sehingga membuat suatu

komunitas

Pengembangan pola permukiman nelayan ke

arah perkerasan tetapi tetap menjaga ekosistem mangrove yang ada, sehingga terciptanya

permukiman yang sehat dari segi sanitasi

Permukiman yasangat baik dari

segi sanitasi, modern tetapi sustainable

culture’nya sangat terasa

Permukiman masyarakat Tanka yang

menyesuaikan konsep permukiman dengan

masalah pasang surut air laut

Pengembangan permukiman nelayan Pulau Untung Jawa dinilai sangat

berhasil, sehingga dapat meningkatan kesejahteraan

penduduknya

Desa nelayan yang sangat berhasil membalut unsur

tradisional dengan unsur modern. Tetapi masih sangat terasa

culture’nya itu sendiri

Sumber: Hasil Olahan Peneliti

Holland Utara (Semenanjung

Marken)

nelayan yang dikembangkan ke arah fungsi wisata

Sustainable ology +

sustainable culture + Sustainable

economy

Permukiman yang sangat baik dari

segi sanitasi, modern tetapi sustainable

culture’nya sangat terasa

Desa nelayan yang sangat berhasil membalut unsur

dengan unsur modern. Tetapi masih sangat terasa

culture’nya itu sendiri

Page 53: BAB II LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/Doc/Bab2/2013-1-00099-AR Bab2001.pdf · belum terjangkau jaringan air bersih/minum kota (PAM/PDAM) dan kondisi

78 2.8 Sistematika Pembahasan

TUJUAN

Peremajaan permukiman pesisir Desa Tanjung Pasir dengan konsep panggung dan sustainable housing serta dengan pendekatan interaksi mangrove

Pendahuluan - Permasalahan umum yang

terdapat pada permukiman pesisir

- Penjelasan pemilihan lokasi - Permasalahan di lokasi

Landasan Teori - Penjabaran mengenai lingkup sustainable development

(redevelopment, model penanganan permukiman kumuh dan pembangunan/pengembangan permukiman ke arah horizontal/vertikal), permukiman pesisir dan budaya nelayan serta sustainable ecology (lahan basah, mangrove dan keanekaragaman ekosistem pesisir)

- Teori-teori yang berkaitan

Analisa Tapak & Bangunan - Zoning tapak - Zoning bangunan - Orientasi massa - Sirkulasi dalam tapak

(Pola jalan, Pola hijau dan Pola penyebaran fasilitas)

- Tipe unit hunian - Modul struktur - Utilitas - Block Plan

Metode Penelitian - Cara pengumpulan data - Proses pengolahan data

Hasil Dan Bahasan Analisa Manusia

- Karakteristik Penduduk - Sosial-Ekonomi-Budaya

Penduduk - Struktur Penduduk - Aktifitas &Waktu Kegiatan - Status Kepemilikkan

Analisa Lingkungan - Sirkulasi dalam tapak - Pencapaian tapak - Kegiatan sekitar tapak - Sosial-Ekonomi-Budaya sekitar - Matahari - Angin - Kebisingan - Utilitas tapak

Kesimpulan Dan Saran

BAB 1 Latar Belakang Permasalahan & Latar Belakang Pemilihan Lokasi

BAB 2 Teori terkait penyelesaian permasalahan & Hipotesis

BAB 3 Proses mencari data

BAB 4 Analisa data-data disertai

kesimpulan sementara

BAB 5 Rangkuman dari hasil analisa dan saran bagi peneliti selanjutnya