BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf ·...

20
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Praanggapan merupakan bagian dari pragmatik yang sangat menarik untuk diteliti. Melalui praanggapan dapat diketahui berjalan sesuai tujuan atau tidaknya suatu komunikasi, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan yang dimaksud penutur. Memang jarang ditemui penelitian yang membahas khusus tentang praanggapan. Berikut ini dikaji hasil penelitian terdahulu yang relevan atau yang berkisar pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini. Peneliti menemukan dua penelitian yang relevan sebagai acuan diadakannya penelitian ini yaitu penelitian dari Setia Cristiana dan Eri Astuti. Penelitian yang pertama berjudul Kajian Praanggapan Iklan Makanan pada Enam Stasiun Televisioleh Setia Cristiana tahun 2012 dari program studi pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto membahas kajian praanggapan pada iklan makanan pada enam stasiun televisi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu kajian praanggapan iklan makanan di televisi yang meliputi enam stasiun televisi. Metode yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kedua berjudul “Analisis Praanggapan Wacana Iklan Busana Wanita pada Tabloid Wanita Indonesia Edisi April - Juni 2013oleh Eri Astuti tahun 2014 dari program studi pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto menganalisis iklan busana wanita 6 Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Praanggapan merupakan bagian dari pragmatik yang sangat menarik untuk

diteliti. Melalui praanggapan dapat diketahui berjalan sesuai tujuan atau tidaknya

suatu komunikasi, karena penutur berharap lawan tuturnya mengetahui praanggapan

yang dimaksud penutur. Memang jarang ditemui penelitian yang membahas khusus

tentang praanggapan. Berikut ini dikaji hasil penelitian terdahulu yang relevan atau

yang berkisar pada masalah yang sejenis dengan penelitian ini. Peneliti menemukan

dua penelitian yang relevan sebagai acuan diadakannya penelitian ini yaitu penelitian

dari Setia Cristiana dan Eri Astuti.

Penelitian yang pertama berjudul “Kajian Praanggapan Iklan Makanan pada

Enam Stasiun Televisi” oleh Setia Cristiana tahun 2012 dari program studi pendidikan

Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Purwokerto membahas kajian praanggapan pada iklan makanan pada

enam stasiun televisi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu

kajian praanggapan iklan makanan di televisi yang meliputi enam stasiun televisi.

Metode yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Penelitian kedua berjudul “Analisis Praanggapan Wacana Iklan Busana

Wanita pada Tabloid Wanita Indonesia Edisi April - Juni 2013” oleh Eri Astuti tahun

2014 dari program studi pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto menganalisis iklan busana wanita

6

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

7

pada tabloid Wanita Indonesia edisi April - Juni 2013. Sumber data yang digunakan

dalam penelitian tersebut yaitu analisis praanggapan iklan busana wanita pada tabloid

Wanita Indonesia edisi April - Juni 2013. Metode yang digunakan dalam menganalisis

data menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Dari penelitian terdahulu itu menunjukan bahwa penelitian tentang

praanggapan sudah pernah dilakukan oleh peneliti. Namun, penelitian mengenai

praanggapan pada film “Habibie dan Ainun” karya Faozan Rizal belum ada. Alasan

peneliti mengkaji praanggapan pada film karena peneliti berasumsi bahwa banyak

terdapat bentuk-bentuk dan macam-macam yang terdapat dalam film tersebut dan

belum pernah ada yang mengkajinya. Oleh karena itu, penelitian praanggapan pada

film ini perlu dilakukan dengan tujuan agar penelitian ini dapat melengkapi hasil

penelitian sebelumnya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu data, sumber

data, dan hasil akhir penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

pernyataan pada film “Habibie dan Ainun”, sedangkan penelitian sebelumnya

mengkaji tentang praanggapan pada iklan. Sumber data dalam penelitian ini yaitu file

film “Habibie dan Ainun”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

yaitu pendeskripsian tentang praanggapan.

B. Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

berkomunikasi oleh masyarakat sebagai pemakainya. Bahasa yang baik berkembang

berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya.

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

8

Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan

adaptasi. Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting

dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat menjalankan kehidupan

sosialnya. Banyak pengertian bahasa yang telah dibuat oleh pakar bahasa, definisi

tersebut dapat ditemukan dalam kamus atau dari beberapa buku teks tentang bahasa.

1. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota

suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri

(Kridalaksana, 2008: 24). Menurut Depdiknas (2008: 116) bahasa adalah sistem

lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk

bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Keraf (2004: 1) menyatakan

bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu

dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara bertahap dan dapat

dikaidahkan (Chaer dan Leoni, 1995: 15).

Dari beberapa definisi mengenai bahasa menurut beberapa ahli diatas, dapat

disimpilkan bahwa Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam kehidupan

manusia. Masyarakat berbahasa tergantung pada penggunaan bahasa yang digunakan

oleh penutur bahasa di dalam situasi interaksi yang sebenarnya. Bahasa adalah alat

komunikasi. Karena, dengan bahasa kita bisa saling berinteraksi dengan orang lain

secara baik. Bahasa sebagai alat komunikasi juga mempunyai fungsi-fungsi dan

ragam-ragam tertentu.

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

9

2. Fungsi Bahasa

Menurut Keraf (2004: 3) fungsi bahasa dapat diturunkan dari motif

pertumbuhan bahasa itu sendiri, bila ditinjau kembali sejarah pertumbuhan bahasa

sejak awal hingga sekarang. Dasar dan motif pertumbuhan bahasa itu dalam garis

besarnya dapat berupa: bahasa untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa sebagai alat

komunikasi, bahasa untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, serta bahasa

untuk mengadakan kontrol sosial.

Pertama, bahasa untuk menyatakan ekspresi diri yaitu bahasa menyatakan

secara terbuka segala sesuatu yang tersirat oleh pikiran dan perasaan manusia. Unsur-

unsur yang mendorong manusia mengespresikan dirinya dengan bahasa adalah (1)

agar menarik perhatian orang lain terhadap kita, (2) keinginan manusia untuk

membebaskan diri dari semua tekanan emosi. Pada taraf permulaan, bahasa pada

anak-anak sebagian berkembang sebaga alat untuk menyatakan dirinya sendiri.

Sebagai contoh: Ia menangis bila lapar dan haus. Ketika mulai belajar berbahasa, ia

menyatakan kata-kata untuk menyatakan lapar, haus dsb. Hal tersebut berlangsung

terus hingga hinggga seorang menjadi dewasa; keadaan hatinya, suka dukanya,

semuanya diungkapkan dengan bahasa agar tekanan-tekanan jiwanya dapat tersalur.

Kedua, bahasa sebagai alat komunikasi. Komunikasi merupakan akibat lebih

jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak

diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan

semua yang kita rasakan, pikiran yang kita ketahui kepada orang lain. Bahasa sebagai

alat komunikasi merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

10

dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan sesama warga. Mengatur

berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan, dan mengarahkan masa

depanserta memungkinkan manusia memetik hasil-hasil yang berguna bagi masa kini

dan masa yang akan datang.

Ketiga, bahasa untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Melalui

bahasa seseorang anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal segala adat-

istiadat, tingkah laku, dan tata-krama masyarakatnya. Ia mencoba menyesuaikan

dirinya (adaptasi) dengan semuanya melalui bahasa. Seorang pendatang baru dalam

masyarakat pun harus melakukan hal yang sama. Bila ingin hidup tentram dan

harmonis dibutuhkan penyesuaian diri, untuk itu diperlukan bahasa, yaitu bahasa

masyarakat tersebut. Bila ia dapat menyesuaikan dirinya maka ia pun dengan mudah

membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata-krama masyarakat tersebut.

Keempat, bahasa untuk mengadakan kontrol sosial. Kontrol sosial merupakan

usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk orang lain. Tingkah laku

itu dapat bersifat terbuka (overt: yaitu tingkah laku yang dapat diamati atau

diobsevasi), maupun yang bersifat tertutup (covert: yaitu Tingkah laku yang tidak

dapat diobservasi). Semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik jika dapat diatur

dengan menggunakan bahasa. Semua tutur pertama-tama dimaksudkan untuk

mendapat tangggapan, baik tanggapanyang berupa tutur, maupun tanggapan yang

berbentuk perbuatan atau tindakan. Seorang pemimpin akan kehilangan wibawa, bila

bahasa yang dipergunakan untuk menyampaikan intruksi atau penerangan kepada

bawahannya, adalah bahasa yang kacau dan tidak teratur. Kekacauan dalam bahasanya

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

11

akan menggagalkan pula usahanya untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-

tanduk bawahannya.

C. Pragmatik

1. Pengertian Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa

yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar,

dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang

dibicarakan (Verhaar: 2001: 14). Menurut Kridalaksana (2008: 198) pragmatik adalah

syarat-syarat yang mengakibatkan serasitidaknya pemakaian bahasa dalam

komunikasi.

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau

penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini

lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang

dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang

digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur

(Yule, 2006: 3). Menurut Depdiknas (2008: 1209) menyatakan pragmatik yaitu

berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi atau tidaknya pemakaian

bahasa dalam komunikasi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik

merupakan cabang ilmu bahasa tentang makna yang mempelajari relasi bahasa dengan

konteksnya yang mengakibatkan serasi atau tidaknya pemakaian bahasa dalam

komunikasi. Jadi, makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat

konteks (context dependent) atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur.

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

12

D. Praanggapan (Presupposition)

1. Pengertian Praanggapan

Yule (2006: 43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah

sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu

tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Levinson (dalam

Nababan, 1987: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya

dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar

belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna.

Menurut Nababan menyatakan bahwa praanggapan berasal dari perdebatan

dalam ilmu falsafah, khususnya tentang hakekat rujukan (apa-apa, benda/keadaan dan

sebagainya) yang dirujuk atau dihunjuk oleh kata, frasa atau kalimat dan ungkapan-

ungkapan rujukan (Lubis, 1993: 59). Sejalan dengan hal tersebut, Gottlob Frenge

mengemukakan suatu penjelasan tentang hal ini yang masuk akal dan diterima oleh

pakar-pakar waktu itu yaitu kalau ada suatu pernyataan, maka selalu ada praanggapan

bahwa nama-nama atau kata benda yang dipakai baik sederhana atau majemuk,

mempunyai suatu rujukan.

Jikalau orang mengatakan Kepler meninggal dalam kesengsaraan, maka ada

praanggapan bahwa nama “Kepler” merujuk kepada sesuatu benda atau menghunjuk

kepada seseorang nyata (Lubis, 1993: 59). Stalnaker mengatakan bahwa praanggapan

adalah sesuatu yang dijadikan oleh si pembicara dalam pembicaraan sebagai dasar

pembicaraan (Lubis, 1993: 63). Praanggapan menurut Nababan istilah preposisi

adalah turunan dari bahasa Inggris presupposition yang berarti perkiraan dan

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

13

prasangkaan (Mulyana, 2005: 14). Menurut Kridalaksana (2008: 198) praanggapan

adalah syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat.

Sebuah kalimat dapat mempresuposisikan dan mengimplikasikan kalimat yang

lain. Sebuah kalimat dikatakan mempresuposisikan kalimat yang lain ketidakbenaran

kalimat yang kedua (yang dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama

(yang mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. (Wijana, 1996: 37).

Praanggapan itu sebenarnya diketahui benar tidaknya dengan ungkapan kebahasaan

khususnya dengan ketetapan dalam peniadaan (constancy under negation) tetap

kebenarannya walaupun kalimatnya ditiadakan.

Contoh praanggapan dalam kalimat “Kuliah analisis wacana diberikan di

semester V”. Dari kalimat tersebut maka dapat ditarik praanggapan bahwa Ada kuliah

analisis wacana, dan Ada semester V. Andaikata kalimat ini kita negatifkan maka

akan berbunyi “Kuliah analisis wacana tidak diberikan disemester V”. Walaupun

kalimat tersebut dinegatifkan maka, praanggapannya tetap sama yaitu Ada kuliah

analisi wacana, dan Ada semester V (Nababan dalam Lubis, 1993: 60).

Dalam konteks dialog, Stalnager mengatakan bahwa praanggapan adalah

“pengetahuan bersama” antara pembicara dan pendengar. Sumber praanggapan adalah

pembicara. Artinya perkiraan pengetahuan tentang sesuatu dimulai oleh pembaca

ketika pembicara tersebut mulai mengutarakan suatu tuturan. Hal itu bisa terjadi

karena pembicara memperkirakan orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal

yang akan diucapkannya.

Contoh:

Joko : “Ayam bangkokku sudah laku lagi.”

Amin : “Harganya seperti kemarin?.”

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

14

Dialog di atas memperlihatkan jika pembicara pertama tidak perlu

mengutarakan terlebih dahulu suatu pemberitahuan bahwa ia mempunyai ayam

bangkok. Hal itu dikarenakan, pembicara sudah beraanggapan (memperkirakan)

bahwa orang yang diajak bicara sudah mengetahui hal dan maksudnya. Bahkan

jawaban Amin mengisyaratkan, bahwa kemungkinan besar Amin sudah mengetahui

ayam bangkok yang dijual temannya pada waktu sebelumnya. Oleh karena itu Amin

tidak perlu bertanya lagi “Apa kamu punya ayam bangkok?”

Contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan antara

pembicara dengan pasangan bicaranya, maka akan semakin banyak kedua pihak

berbagi pengalaman dan pengetahuan, dan semakin banyak pula praanggapan antara

mereka yang tidak perlu diutarakan secara verbal. Oleh karena itu penggunaan

praanggapan hanya ditunjukkan kepada pendengar yang menurut pembicara, memiliki

pengetahuan seperti yang dimiliki pembicara.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa

praanggapan diartikan secara berbeda dari tiap-tiap ahli bahasa. Tetapi, para ahli

menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat

menyimpulkan dari berbagai pendapat bahwa fenomena tersebut penting untuk diteliti

dengan mengkaji anggapan awal yang tersirat pada sebuah ungkapan kebahasaan

sebagai bentuk respon awal pendengar dalam menghadapi ungkapan kebahasaan

tersebut.

2. Bentuk Praanggapan

a. Praanggapan Semantik

Praanggapan semantik adalah praanggapan yang dapat ditarik dari pernyataan

atau kalimat melalui leksikon atau kosakatanya. Contoh praanggapan semantik yaitu,

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

15

“Ade tidak jadi pergi, Sepeda motornya mogok” dari kata-kata yang ada dalam

pernyataan tersebut maka dapat kita tarik praanggapan bahwa Ade seharusnya pergi

dan Ade mempunyai sepeda motor. Contoh pernyataan lain adalah dalam kalimat

“Dodo telah berhenti merokok”, dari kata-kata yang dipakai dalam pernyataan itu

terkandung beberapa peranggapan yaitu “Dodo selama ini biasa merokok” dan “Dodo

tidak merokok lagi”. (Chaniago, 1997: 2.15).

b. Praanggapan Pragmatik

Chaniago (1997: 2.15) menyatakan bahwa praanggapan pragmatik adalah

praanggapan yang ditarik berdasarkan atas konteks ketika suatu kalimat atau

pernyataan itu diucapkan. Konteks disini dapat berupa situasi, pembicara, dan lain-

lain. Pada praanggapan pragmatik merupakan sesuatu hal yang sudah jelas diketahui

dan menjadi pendapat orang banyak. Contoh praanggapan pragmatik yaitu pada

percakapan sebagai berikut. Pada suatu waktu datang seorang tamu laki-laki ke rumah

Tono. Tono adalah seorang direktur suatu perusahaan. Tono pun mempersilahkan

tamu itu untuk masuk dan duduk diruang tamu. Tamu itu ternyata teman Tono ketika

sekolah di SMA. Dia bernama Santo yang saat ini belum bekerja.

Sambil duduk Santo mengatakan:

Santo : “Aku merasa capai sekali karena berjalan kaki terlalu jauh. Tidak ada

kendaraan.”

Tono : (segera kebelakang mengambil air minum dan mempersilakan Santo

meneguknya) “Silakan diminum Santo!”

Santo : “Terima kasih kau tahu benar aku merasa haus.”

Dari percakapan diatas dapat diketahui bahwa ketika Santo bercerita tentang proses

sampainya kerumah Tono, Tono beranggapan bahwa Ada sesuatu yang diminta oleh

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

16

Santo dan Santo ingin minum. Selain itu, berdasarkan percakapan diatas dapat

diketahui percakapan praanggapan semantik kalimat tamu ialah Santo merasa capai,

dan tidak ada kendaraan di jalan. Dalam hal ini tampak perbedaan antara praanggapan

semantik dan pranggapan pragmatik.

3. Macam-macam Praanggapan

Sumarno dalam (Chaniago, dkk. 1997: 4.21) memberikan beberapa contoh

macam praanggapan yaitu: (a) praanggapan yang menjelaskan gambaran yang

ditentukan, (b) kata verba yang mengandung kenyataan (faktive), (c) kata verba

implikatur, (d) kata verbal yang mengganti keadaan, (e) pengulangan, (f) kata waktu,

(g) kalimat yang ada topik atau fokusnya, (h) kata bandingan, (i) aposisi renggang, (j)

kondisional yang berlawanan, dan (k) praanggapan pertanyaan.

a. Praanggapan yang Menyatakan Gambaran yang ditentukan

Praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan adalah praanggapan

yang menerangkan, menunjukkan, dan memperlihatkan adanya suatu gambaran yang

telah ditentukan dalam suatu kalimat atau ujaran. Contoh dalam kalimat “Tono (tidak)

melihat orang yang berkepala dua”. Pada kalimat tersebut mengandung

praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan yaitu “Ada orang berkepala

dua.” Contoh lain yaitu “Anak belakang rumah itu anak Manja. Pada kalimat

tersebut mengandung praanggapan yang menyatakan gambaran yang ditentukan yaitu

“Ada anak dibelakang rumah.” Contoh tersebut adalah bentuk praanggapan yang

didasarkan pada gambaran yang sudah ditentukan. Frase yang dicetak tebal tersebut

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

17

memberikan gambaran dari mana kalimat tersebut. Dengan demikian praanggapannya

dapat digambarkan dari frase tersebut.

b. Kata Verba yang Mengandung Kenyataan (Faktive)

Kata verba yang mengandung kenyataan (Faktive) merupakan kata verba (kata

kerja) yang menggambarkan proses, perbuatan atau keadaan sesuai dengan fakta atau

kenyataan yang ada. Contoh praanggapan kata verba yang mengandung kenyataan

yaitu pada tuturan sebagai berikut, “(tidak) aneh kalau Amerika itu suka durian”.

Kata tidak aneh dalam kalimat tersebut menunjukan bahwa kata tersebut mengandung

kenyataan bahwa “Orang Amerika kebanyakan menyukai durian”. Maka praanggapan

dari kalimat tesebut adalah “Orang amerika itu suka durian”. Contoh lain yaitu,

“Marta (tidak) menyesal membuang benda itu” praanggapan dari kalimat tersebut

adalah “Marta membuang benda itu”. Contoh tersebut merupakan bentuk praanggapan

yang didasarkan pada kata verba yang mengandung kenyataan (factive). Perhatikan

kata yang divetak tebal, kata kerja tersebut menyatakan suatu kondisi atau keadaa n.

c. Kata Verba Implikatur

Implikatur adalah arti atau aspek dari arti pragmatik. Dengan demikian hanya

sebagian besar saja arti dari literal (harfiah) itu yang turut mendukung arti sebenarnya

dari sebuah kalimat, selebihnya berasal dari fakta-fakta disekeliling kita (atau dunia

ini) menurut situasi dan kondisinya (Lubis, 1993: 67). Jadi, kata verba implikatur

dapat diartikan sebagai kata verba atau kata kerja yang menyiratkan sesuatu yang

berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Contoh praanggapan yang merupakan

kata verba implikatur yaitu terdapat dalam kalimat “Saya tidak lupa beli buku” kata

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

18

tidak lupa merupakan kata kerja implikatur dari kalimat tersebut, maka

praanggapannya adalah “saya harus membeli buku.” Contoh lain yaitu, “Saya

berhasil menipu anak itu” kata berhasil merupakan kata kerja implikatur, kata

“berhasil” menunjukan bahwa “saya telah (terjadi) menipu anak itu,” jadi

praanggapannya yaitu “saya menipu anak itu.” Contoh diatas adalah bentuk

praanggapan yang didasarkan pada kata verba implikatur. Kata “(tidak) lupa” dan kata

“berhasil” adalah kata kerja implikatur.

d. Kata Verbal yang Mengganti Keadaan

Tarigan (2009: 101) menyatakan bahwa kata keadaan merupakan semua kata

yang dapat dibuat atau dipakai dalam perbandingan dan komparasi. Jadi, kata verba

yang mengganti keadaan merupakan kata kerja yang telah mengalami proses, cara

atau perbuatan yang mengganti suatu keadaan. Contoh praanggapan yang merupakan

kata verba yang mengganti keadaan yaitu terdapat dalam kalimat, “Dia sudah/belum

berhenti membaca surat itu” kata dia sudah/belum berhenti menunjukan kata verba

yang mengganti keadaan, atau menggambarkan keadaan yang dibentuk dari kata

verbal. Jadi praanggapannya “dia membaca surat itu”. Contoh lain yaitu “Dia

sudah/belum selesai membaca surat itu”. Praanggapannya sama yaitu “Dia membaca

surat itu”. “Dia sudah/belum selesai” menggambarkan keadaan yang dibentuk dari

kata verbal.

e. Kata Verba yang Menyatakan Pengulangan

Kata verba yang menyatakan pengulangan merupakan proses pengulangan

suatu keadaan, kejadian atau peristiwa atau aktivitas yang telah dilakukan

sebelumnya. Contoh praanggapan yang menyatakan kata verba pengulangan yaitu

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

19

terdapat dalam kalimat, “Dia kembali berkuasa” dan pada kalimat “Dia (tidak) akan

mencuri lagi”. Kata “ kembali dan (tidak) akan” pada kalimat tersebut

menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan atau keadaan yang pernah terjadi. Jadi

praanggapan pada kalimat pertama adalah “dia pernah berkuasa” dan praanggapan

pada kalimat kedua adalah “dia pernah mencuri”.

f. Praanggapan Kata Waktu

Pranggapan berdasarkan kata waktu yaitu pranggapan yang menggambarkan

suatu keadaan waktu. Contoh praanggapan yang menyatakan waktu yaitu terdapat

dalam kalimat “Aku tidak mencuci piring, ketika Ali tidur”. Praanggapannya Ali

Tidur. “Sejak saya pindah ke Amerika, Amat (tidak) membenci Ibunya”

Praanggapannya “Saya pindah ke Amerika.”Kedua kalimat tersebut menunjukan

praanggapan waktu yang ditunjukkan pada kata “ketika” dan “sejak”. Karena kata

sejak dan ketika merupakan kata penunjuk waktu.

g. Kalimat yang Ada Topik atau Fokusnya

Praanggapan berdasarkan kalimat yang ada topik atau fokusnya merupakan

praanggapan yang berisi pokok pembicaraan atau tema yang sedang dibicarakan.

Contoh praanggapan yang didasarkan oleh kalimat yang mempunyai topik atau

fokusnya yaitu terdapat dalam kalimat “(bukan) Ali yang mencuri uang itu”

praanggapannya “Ali mencuri uang. ” Kalimat lainnya misalnya “Yang menyanyi itu

bukan Ali” praanggapannya “ada orang yang menyanyi. ”Kata “(bukan) Ali” dan

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

20

“yang menyanyi itu” menunjukkan topik atau fokus dari kalimat tersebut. Dari

kalimat-kalimat tersebut akan menghasilkan praanggapan seperti tersebut diatas.

h. Kata Bandingan

Pranggapan berdasarkan bandingan adalah bentuk pranggapan yang

menggambarkan suatu perbandingan. Contoh praanggapan yang menyatakan

perbandingan yaitu terdapat dalam kalimat “Anak saya (tidak) bisa melompat lebih

jauh dari Ali”. Praanggapannya “Ali bisa melompat.” Contoh lainnya seperti “Anak

saya (tidak) bisa melompat sejauh Ali”. Praanggapannya “Ali bisa melompat”. Kata

”sejauh” dan frase “lebih jauh” pada kalimat tersebut adalah bentuk kata

perbandingan.

i. Apposisi Renggang

Aposisi adalah kata atau frase yang menjelaskan frase atau klausa lain yang

mendahuluinya. Sedangkan apposisi renggang merupakan kata atau frase yang dipakai

dalam ungkapan yang dibatasi oleh jeda dalam ujaran atau oleh koma dalam tulisan

(Kridalaksana, 2008: 18). Contoh praanggapan yang manggambarkan aposisi

renggang yaitu terdapat dalam kalimat “Paijem, yang saya perkenalkan kepadamu

kemarin, (tidak) akan pulang pagi ini”. Praanggapannya “saya memperkenalkan

Paijem kepadamu kemarin.” Contoh kalimat lain yaitu “Pencuri itu, yang sedang

ditangkap itu, masih muda”. Praanggapannya “orang itu ditangkap. ”Klausa “yang

saya perkenalkan kapadamu kemarin” dan “yang sedang ditangkap itu” merupakan

perluasan subjek yang dalam hal ini merupakan apposisi renggangnya.

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

21

j. Kondisional yang Berlawanan

Kondisional yang berlawanan merupakan bentuk praanggapan yang maknanya

berlawanan atau bertentangan dengan makna yang lain. Contoh praanggapan yang

dibengun berdasarkan kondisi yang berlawanan yaitu dalam kalimat

“Kalau/Andaikata anak itu bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan terlambat”.

Praanggapannya “Anak itu tidak bangun sebelum jam lima.” Atau kalimat

“Kalau/Andaikata anak itu tidak bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan melihat

pencurian itu. ” Praanggapannya “Anak itu bangun sebelum jam lima. ” Kata “kalau”

atau kata “andaikata” pada kalimat tersebut adalah kata yang menunjukkan keadaan

barlawanan. Kata-kata tersebut akan membentuk praanggapan seperti tersebut di atas.

k. Praanggapan Pertanyaan

Praanggapan pertanyaan adalah bentuk praanggapan yang dibangun

berdasarkan bentuk tanya. Contoh praanggapan yang menyatakan pertanyaan yaitu

terdapat dalam kalimat “Kamu membeli apa di toko itu” kalimat tersebut merupakan

kalimat tanya, dari kalimat pertanyaan tersebut akan muncul praanggapannya yaitu

“kamu membeli sesuatu ditoko itu.” Contoh praanggapan pertanyaan yang lainnya

yaitu kalimat “Apakah ibu sudah tidur?” Maka muncul praanggapan bahwa “Ibu

tidur”.

E. Film

1. Pengertian Film

Pada Hakekatnya, film merupakan pengisahan kejadian dalam waktu. Tetapi

kejadian dalam film tidak berkonotasi pada “kelampauan”, melainkan berkonotasi

pada “kekinian”, pada sesuatu yang “sedang” terjadi. Film juga termasuk medium

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

22

audio-visual, karena suara ikut berperan di dalamnya. Apakah itu suara manusia

(dialog, monolog), suara musik, atau hanya sound effeck. Film berhubungan dengan

suara manusia karena pelaku-pelaku dalam film adalah manusia. Sedangkan musik

dibutuhkan untuk memperkuat irama film (Pamusuk, 1991: 16).

2. Bagian-bagian dalam Film

a. Tokoh

Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 165) adalah orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu, seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut

Nurgiyantoro (1998: 167-168) Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai

pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin

disampaikan kepada pembaca. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong

penyampai pesan, bahkan merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian dan keinginan-

keinginan pengarang.

Nurgiyantoro (1998: 176-177) mengemukakan dua jenis tokoh berdasarkan

segi peran atau pentingnya tokoh yaitu: (1) Tokoh UtamaTokoh utama adalah tokoh

yang diutamakan penceritanya. Tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai

pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. (2) Tokoh Tambahan merupakan

tokoh-tokoh yang dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan

kehadirannya hanya jika ada keterkaitanya dengan tokoh utama secara langsung

ataupun tidak langsung.

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

23

b. Penokohan

Pada film terdapat tokoh-tokoh sebagai pelakunya. Film menampilkan tokoh-

tokohnya secara analitik (langsung). Tokoh dalam film tidaklah dibangun dengan

sebuah kata-kata, melainkan tokoh itu langsung hadir dihadapan penonton film,

dengan pertolongan gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan di layar putih. Atau

seperti yang dikatakan oleh Pudovkin dalam Pamusuk (1991: 29). Hal yang penting

bagi penulis skenario bukanlah kata-kata yang ditulisnya, melainkan imaji visual

(visual image) yang ditimbulkan oleh kata-kata tersebut. Dengan kata lain, penulis

skenario tidak “bergulat” dengan kata-kata, melainkan “bergulat” dengan plastic

material, dengan barang-barang atau benda-benda nyata visual yang bisa dipotret

kamera.

Dari penampilan tokoh-tokoh dalam film secara langsung itulah sehingga

penonton mengetahui sifat (watak), sikap-sikap, dan kecenderungan-kecenderungan

sang tokoh. Dengan kata lain, gambar-gambar yang nampak di layar putih akan

berbicara sendiri mengenai tokoh-tokoh yang ada dalam film. Sifat seseorang dalam

film dapat diungkapkan melalui benda-benda atau lingkungan sekitarnya. Banyak

orang menonton film hanya satu kali karena prinsip ekonomis, maka tugas penulis

skenario dan sutradaralah untuk menampilkan hal-hal yang mudah dikenali dan

mudah diingat. Tokoh yang cocok untuk film adalah tokoh yang bersahaja, mudah

diingat, dan mudah dikenal sehingga sutradara tidak perlu memperkenalkannya

berkali-kali. (Asrul dalam Pamusuk, 1991: 30).

c. Alur atau Plot

Menurut Pamusuk (1991: 19) menyatakan bahwa plot merupakan pengisahan

kejadian dalam waktu. Hanya saja, harus ditambahkan unsur sebab-akibat. Dengan

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

24

demikian, alur adalah pengisahan kejadian dengan tekanan pada sebab-musabab.

Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2007: 49) alur adalah jalan cerita atau

rangkaian peristiwa yang sambung bersambung berdasarkan hukum sebab akibat yang

secara erat berkaitan mendukung struktur cerita rekaan. Sebab sebuah alur tidak hanya

mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi.

Dengan sambung bersambungnya peristiwa maka terjadilah sebuah cerita.

Menurut Pamusuk (1991: 23) bahwa film mempunyai keterbatasan ruang dan

keterbatasan teknik. Jangka waktu putar film biasanya berkisar antara satu setengah

jam hingga dua jam. Oleh karena itu film lebih sering memakai alur tunggal saja. Cara

lain untuk memfilmkan cerita beralur ganda ialah dengan membuat film berseri.

Sehingga sutradara film harus memperhatikan unsur tegangan (suspense), sehingga

bisa memancing rasa ingin tahu penonton untuk mengikuti cerita film secara

keseluruhan.

d. Lattar atau Setting

Menurut Himawan (2008: 62) setting adalah seluruh latar bersama propertinya.

Setting yang digunakan dalam film umumnya dibuat senyata-nyatanya dengan

konteks ceritanya. Setting harus mampu meyakinkan penontonnya jika filn tersebut

tampak sungguh-sungguh terjadi pada lokasi dan waktu sesuai konteks cerita filmnya.

Salah satu hal yang mendukung dalam film adalah setting. Tanpa itu cerita pada film

tidak mungkin dapat berjalan.

Menurut Pamusuk (1991: 34) latar dalam film ditampilkan secara visual

melalui gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan, sehingga apa yang terlihat di

layar putih seolah-olah sedang terjadi dalam kehidupan sesungguhnya (kehidupan

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/2944/4/BAB II.pdf · menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang. Sehingga, penulis dapat menyimpulkan dari berbagai

25

nyata). Lattar dalam film juga mempunyai fungsi dramatik. Oleh sebab itu, seorang

penulis skenario harus hati-hati dalam mencari dan memilih barang-barang atau

benda-benda yang paling ekspresif, jelas, dan tepat diantara sekian banyak barang-

barang atau benda-benda yang tersedia dalam kehidupan ini.

Kajian Praanggapan Pada…, Ervina Khoerowati, FKIP, UMP, 2016