BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

50
1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan Musyarakah merupakan salah satu produk lembaga keuangan syariah seperti Koperasi, Baitul Maal Tanwil (BMT), atau Bank Syariah. Pembiayaan Musyarakah sendiri terdiri dari dua teori yaitu pembiayaan dan musyarakah. a. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata credere yang berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang oleh badan usaha berdasarkan kepercayaan. Secara bahasa pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu uang yang dikeluarkan untuk mengadakan atau mendirikan sesuatu. Pembiayaan dapat juga diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan baik perorangan maupun kelembagaan untuk mendukung suatu usaha yang telah direncanakan. (Veithzal, Et.Al, 2010: 68) Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah pengertian pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2014: 82).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

1

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembiayaan Musyarakah

1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah merupakan salah satu produk lembaga keuangan

syariah seperti Koperasi, Baitul Maal Tanwil (BMT), atau Bank Syariah.

Pembiayaan Musyarakah sendiri terdiri dari dua teori yaitu pembiayaan dan

musyarakah.

a. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata credere yang berarti

percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan

oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang oleh badan usaha

berdasarkan kepercayaan. Secara bahasa pembiayaan berasal dari kata biaya,

yaitu uang yang dikeluarkan untuk mengadakan atau mendirikan sesuatu.

Pembiayaan dapat juga diartikan sebagai pendanaan yang diberikan oleh

suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang direncanakan,

baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan

adalah pendanaan yang dikeluarkan baik perorangan maupun kelembagaan

untuk mendukung suatu usaha yang telah direncanakan. (Veithzal, Et.Al,

2010: 68)

Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah

pengertian pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

bank syariah dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2014: 82).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

2

Sedangkan pengertian pembiayaan atau qardh dalam fiqih muamalah

secara bahasa berarti potongan yaitu istilah yang diberikan untuk suatu modal

usaha, dimana sesuatu ini terputus atau terpotong. Sedangkan pembiayaan

(qardh) secara istilah berarti penyerahan dari pihak lain sesuatu yang bernilai

kebendaan. Pengertian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut

Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pembiayaan

adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

a. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, dan salam,

istishna.

b. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

c. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiyah bittamlik.

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qordh

e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk trasaksi multi

jasa

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan UUS

dan pihak lain yan mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana

untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Dari pengertian mengenai

pembiayaan tersebut dapat disimpulkan bahwa:

a. Sesuai dengan fungsinya, dalam transaksi pembiayaan bank syariah

bertindak sebagai peyedia dana.

b. Setiap nasabah penerima fasilitas (debitur) yang telah mendapat

pembiayaan dari bank syariah apapun jenisnya, setelah jangka waktu

tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank

syariah berikut imbalan atau bagi hasil.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

3

b. Pengertian Musyarakah

Musyarakah berasal dari kata syarika yang berarti persekutuan. Secara

etimologi as-syarikah atau al-musyarakah mengandung makna al-ikhtilāt wa

al-imtijāz yaitu percampuran. Dalam lisan al-Arab disebutkan as-syirkah dan

as-syarikah mengandung makna yang sama mukhalatatu as-syarikaini

(bercampur atau bergabungnya dua orang) untuk melalukan kerja sama.

(Asmuni, 2004: 160)

Menurut ulama Malikiyah, Syirkah (musyarakah) adalah suatu izin

untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap

harta mereka. Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali diuraikan bahwa syirkah

adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang

mereka sepakati. Sedangkan mazhab Hanafi mendefinisikan syirkah yang

berupa akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dengan

modal dan keuntungan. Dikemukakan pula dengan adanya akad syirkah yang

disepakati kedua belah pihak, maka semua pihak yang mengikat diri berhak

bertindak hukum terhadap harta syarikat itu dan berhak mendapatkan

keuntungan sesuai yang disepakati. (Haroen, 2007:166)

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal

13 April 2000 bahwa, kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan

kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara

lain melalui pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad

kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-

masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa

keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

(Haroen, 2007:166)

Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.

32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana

dijabarkan dalam lampiran 6 bahwa penyaluran dana masyarakat dapat

dilakukan dalam bentuk musyarakah yaitu akad kerjasama usaha patungan

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

4

antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha

yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan

nisbah yang disepakati. (Luqman, 2006:44)

Jadi secara istilah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak

atau lebih untuk memberikan suatu usaha tertentu di mana masing-masing

pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan

bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan

kesepakatan. (Antonio, 2000: 90) Dan prinsip Musyarakah dijalankan

berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya untuk

diberikan dalam bentuk proyek usaha, dan partisipasi ini di jalankan

berdasarkan sistem bagi hasil baik dalam keuntungan maupun kerugian.

Syarat-syarat yang berkenaan dengan kontrak musyarakah berdasarkan

kesepakatan yang telah dibicarakan antara kedua belah pihak (Bank dan

partner) umumnya pihak bank memberikan modal dan manajemen usahanya

kepada partner, al- Musyarakah boleh dilakukan antara individu. Individu

dengan lembaga dan antara lembaga berbadan hukum. (Aziz, 1990: 52)

2. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musyarakah

Salah satu rukun yang harus dipenuhi ketika mengadakan kesepakatan dalam

transaksi perseroan mengharuskan adanya ijab dan qabul sekaligus, sebagaimana

layaknya transaksi yang lain. Bentuk ijab-nya adalah: “Aku mengadakan

perseroan dengan anda dalam masalah ini”, kemudian yang lain menjawab

(qabul): ”Aku terima”. Akan tetapi, tidak harus selalu memakai ungkapan di atas,

yang penting maknanya sama. Artinya, didalam menyatakan ijab dan qabul

tersebut harus ada makna yang menunjukakan, bahwa salah satu di antara mereka

mengajak kepada yang lain, baik secara lisan ataupun tulisan untuk mengadakan

kerja sama (perseroan) dalam suatu masalah.

Syarat sahnya dan tidaknya transaksi perseroan amat tergantung kepada

sesuatu yang ditransaksikan, yaitu harus sesuatu yang bisa dikelola, dapat

diwakilkan sehingga sesuatu yang bisa dikelola tersebut sama-sama mengikat para

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

5

pihak. (Taqiyudin, 1996: 153) Menurut Imam Hanafi hanya ada dua rukun dan

syarat musyarakah, yaitu ijab dan qabul. Tetapi menurut para ulama menjabarkan

lebih lanjut rukun musyarakah di dalam Fatwa mengenai pembiayaan musyarakah

No: 08/DSN MUI/IV/2000, yaitu:

a) Ucapan (shigot), penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus

dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam

mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan

kontrak (akad).

2. Penerimaan dari penawaran dilakukan secara kontrak.

3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan

menggunakan cara- cara komunikasi modern.

b) Para pihak yang berkontrak; harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal

berikut:

1. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

2. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra

melaksanakan kerja sebagai wakil.

3. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam

proses bisnis normal.

4. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk

mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang

untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan

kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang

disengaja.

5. Seorang mintra tidak diizinkan untuk mencairkan atau

menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

c) Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)

1. Modal

a. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang

nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

6

barang-barang, properti dan sebagainya. Jika modal bentuk aset,

harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati para mitra.

b. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan

atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain kecuali

atas dasar kesepakatan.

c. Pada prinsipnya. dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,

namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan. LKS dapat

meminta jaminan.

2. Kerja

a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan

musyarakah akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan

syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari

yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan

tambahan bagi dirinya.

b. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama

pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing masing dalam

organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

3. Keuntungan

a. Keutungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan

perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau

penghentian musyarakah.

b. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas

dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di

awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh

mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tententu,

kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.

c. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi

jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.

d. Sistem pembagian keuntungan harus tentuang dengan jelas dalam

akad.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

7

4. Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut

saham masing-masing dalam modal.

d) Biaya Operasional dan Persengketaan

1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara para pihak. maka penyelesaiannya dilakukan

melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan

melalui musyawarah.

3. Landasan Hukum Musyarakah

Dasar hukum syariah yang mendasari konsep musyarakah ini adalah al-

Qur’an, al- Hadits dan Ijma (Antonio, 2000: 90-91) yaitu:

a. Al-Qur’an QS. Shaad 24

Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu

dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya.

Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu

sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali

orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat

sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;

Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan

bertaubat.

b. Al-Hadits

عن أبي هريرة, رفعه قال : ان الله يقول : أ نا ثالث الشركين, مالم يخن أحدهما صاحبه, فاذا

خانه خرجت من بينهما )رواه أبوا داود والحاكم عن أبي هريرة(

“Dari hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa

Rasulullah saw. telah Bersabda, “Allah swt. telah berkata kepada saya;

menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

8

keduanya tidak menghianati yang lain, seandainya berkhianat maka saya

keluar dari penyertaan tersebut” (HR.Abu Dawud no.2936, dalam kitab

al-Buyu, dan Hakim).

c. Ijma

Ibnu Qudama dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata: ”kaum muslimin

telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global

walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya”.

d. Landasan hukum positif

Musyarakah ini diatur dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dengan

aturan pelaksana Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.

32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana

dijabarkan dalam lampiran 6, juga terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah

Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000.

Pembiayaan musyarakah disahkan pada Februari 1996 dan sudah mulai

diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1998.

Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat

dikatakan bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam,

sebagai dasar hukumnya telah jelas dan tegas.

4. Jenis-jenis Musyarakah

Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: musyarakah

kepemilikan dan musyarakah akad. Musyarakah kepemilikan terjadi karena

warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu asset

oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah akad tercipta dengan cara

kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa mereka memberikan modal

musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah

akad terbagi menjadi empat jenis, yaitu:

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

9

1. Syirkah al-‘Inan

Syirkah al-‘Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak

memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam

kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana

yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak,

baik dalam dana mupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik

sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis

al-Musyarakah ini.

2. Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau

lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan

berpartisipasi dalam kerja. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al

musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja,

tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.

3. Syirkah A’maal

Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk

menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari

pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap

sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order

pembuatan seragam sebuah kantor. Al-musyarakah ini kadang-kadang

disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.

4. Syirkah wujuh

Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki

reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang

secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara

tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan

jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis al-

musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit

berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut

sebagai musyarakah piutang (Antonio, 2000:161-162).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

10

5. Penerapan dan Skema Pembiayaan Musyarakah

Menurut Veithzal Rifai (2008: 122) Penerapan pembiayaan musyarakah

dalam perbankan diaplikasikan kedalam bentuk:

1. Pembiayaan dalam modal kerja, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang

bergerak dalam bidang konstruksi, industri, perdagangan, dan jasa.

2. Pembiayaan investasi; dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak

dalam bidang industri.

3. Pembiayaan secara sindikasi; baik untuk kepentingan modal kerja maupun

investasi.

Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi musyarakah

dilakukan bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. (Yahya,

2014: 139) Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh bank

Indonesia dilakukan untuk:

1. Meneliti apakah pemberian informasi lengkap telah disampaikan oleh bank

kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan

perjanjian musyarakah telah.

2. Menguji apakah perhitungan bagi basil telah dilakukan sesuai prinsip

syariah.

3. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan

musyarakah.

4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah.

5. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis

kegiutan usaha yang bertentangan dengan syariah.

Dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank

syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi musyarakah dengan para

nasabah. Selain itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar

berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan

pengawasan.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

11

Manfaat dan syirkah (musyarakah) adalah sebagai berikut:

1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat

keuntungan usaha meningkat.

2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah

pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau basil

usaha sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow atau arus

kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

4. Bank akan lebih efektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-

benar halal, aman, dan menguntungkan. Karena keuntungan yang riil dan

benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga

tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu

jumlah bunga. Tetapi berapapun keuntungun yang dihasilkan nasabah,

bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan risiko yang terdapat dalam musyarakah terutama pada

penerapannya dalam pembiayaan, yaitu:

1. Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut

dalam kontrak.

2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.

Melalui pembiayaan musyarakah, kebutuhan nasabah untuk mendapatkan

tambahan modal kerja dapat terpenuhi setelah mendapatkan pembiayaan dari

lembaga keuangan bank maupun non bank. Selain dipergunakan untuk pembiayaan

modal kerja, secara umum pembelian barang investasi dun pembiayaan proyek.

Bagi lembaga keuangan pembiayaan ini memberi manfaat berupa keuntungan dari

hasil pembiayaan usaha. Namun disamping bagi hasil, lembaga keuangan juga akan

mendapatkan fee based income (administrasi, komisi asuransi, dan komisi notaris)

(Burhanudin, 2010: 68).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

12

Dalam pembiayaan musyarakah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

memberikan modal sebagian dari total keseluruhan modal yang dibutuhkan. LKS

dapat menyertakan modal sesuai porai yang disepakati dengan nasabah. Misalnya,

LKS memberikan modal sebesar 70%, dan 30% sisanya berasal dari modal nasabah.

Pembagian hasil keuntungan, tidak harus dihitung sesuai porsi modal yang

ditempatkan, akan tetapi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal, misalnya

60% untuk nasabah, dan 40% untuk LKS. (Ismail, 2011: 181-182) Untuk lebih

jelasnya lihat skema musyarakah di bawah ini:

1. Akad Pembiayaan Musyarakah

3. Modal 30% 2. Modal 70%

Bagi Hasil 60% Bagi Hasil 40%

Bagi Hasil 30% Bagi Hasil 70%

Gambar 2.1

Skema Pembiayan Musyarakah

KERJA SAMA USAHA

SHAHIBUL MAAL 2

(Nasabah)

SHAHIBUL MAAL 1

(LKS)

5. PENDAPATAN

6. MODAL

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

13

Keterangan Skema:

1. LKS (Shahibul Maal 1) dan nasabah (Shahibul Maal 2) menandatangani

akad pembiayaan.

2. LKS menyerahkan dana sebesar 70% dari kebutuhan proyek usaha yang

akan dijalankan.

3. Nasabah menyerahkan dana 30% dan menjalankan usaha sesuai dengan

kontrak.

4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh nasabah, dapat dibantu oleh

LKS atau menjalankan bisnisnya sendiri, LKS memberikan kuasa kepada

nasabah untuk mengelola usaha.

5. Hasil usaha atas kerja sama yang dilakukan antara LKS dan nasabah dibagi

sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan,

misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk LKS. Namun dalam hal

terjadinya kerugian, maka LKS akan menanggung kerugian sebesar 70%

dan nasabah menanggung kerugian sebesar 30%.

6. Setelah kontrak berakhir, maka modal dikembalikan kepada masing-

masing mitra kerja, yaitu 70% dikembalikan kepada LKS dan 30%

dikembalikan kepada nasabah.

Secara umum, berakhirnya syirkah karena beberapa hal (Nawawi, 2012:158)

sebagai berikut :

1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan yang

lainnya.

2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan mengelola harta.

3. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika anggota syirkah lebih dari

dua, yang batal hanya yang meninggal dunia.

4. Salah satu pihak berada dibawah pengampunan.

5. Jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi

saham syirkah.

Mayoritas ulama, kecuali mazhab Maliki, berpendapat bahwa musyarakah

adalah salah satu bentuk kontrak yang dibolehkan. Maka, tiap mitra berhak

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

14

menghentikannya kapan saja ia inginkan, sama halnya dalam kontrak

perwakilan. Ketika salah satu mitra meninggal, salah satu ahli warisnya yang

baligh dan berakal sehat dapat menggantikan posisi mitra yang meninggal

tersebut. Namun, hal ini memerlukan persetujuan ahli waris lain dan mitra

musyarakah. Hal demikian juga berlaku jika salah satu mitra kehilangan

kompetensi hukumnya.

Adapun hikmah dari syirkah (musyarakah) adalah manusia tidak dapat

hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan.

Ajaran Islam, mengajarkan supaya kita menjalin kerja sama dengan siapa pun

6. Dimensi dan Indikator Pembiayaan Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk

memberikan suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan

kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan

risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Antonio, 2000: 90)

Menurut Yopie Maelani (2013) Dimensi dari pembiayaan musyarakah yang menjadi

tolak ukur tingkat keberhasilannya adalah sebagai berikut:

1. Kerjasama adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan dua orang atau juga lebih

supaya dapat mencapai tujuan aupun target yang sebelumnya sudah

direncanakan atau disepakti secara bersama. Kerjasama disini antara shahibul

maal (BMT) dengan mudharib (nasabah). Indikatornya adalah komitmen,

kepercayaan, dan bertanggungjawab.

2. Prinsip Syariah merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara

bank dan pihak lain untuk menyimpan dana, dan atau pembiayaan kegiatan

usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah. Indikatornya

adalah bagi hasil, halal (bebas riba), dan saling tolong-menolong.

3. Bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha

antara penyedia dana dan pengelola dana. (Rofiq. 2004: 153). Indikatornya

adalah transparan, pembagian keuntungan (nisbah) bagi hasil, dan pembagian

kerugian.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

15

B. Pend’ampingan

1. Pengertian Pendampingan

Pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana

hubungan antara pendamping dengan yang didampingi adalah hubungan

dialogis (saling mengisi) diantara dua subjek. Diawali dengan memahami

realitas masyarakat dan memperbaharui kualilas realitas ke arah yang lebih baik.

(Ismawan, dkk, 1994: 40)

Kementrian Sosial Republik Indonesia mendefinisikan pendampingan

sosial sebagai suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan

Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan

masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat

dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan

kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial

dasar, lapangan pekerjaan, dan fasilitas pelayanan publik lainnya. (Departemen

Sosial RI, 2005: 14)

Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan dan penguatan (empowering).

(Adi, 2003: 96) Dari definisi yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa

pendampingan merupakan upaya untuk menyertakan masyarakat dalam

mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai

kualitas kehidupan yang lebih baik. Kegiatan pendampingan merupakan upaya

berkelanjutan yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan pengertian pendampingan di atas, Ismawan mengatakan

bahwa pendampingan adalah orang yang bertugas untuk mewujudkan kelompok

swadaya masyarakat yang sukses dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan

dan keterampilan anggota, menghidupkan dinamika kelompok dan usaha

(produktif) anggota. (Ismawan, dkk,1994: 30) Dalam kaitannya dengan

pendampingan yang dilakukan di BMT Islamic Centre, maka BMT Islamic

Centre bertindak sebagai pendamping yang mendampingi para anggota yang

mendapatkan pembiayaan musyarakah dari BMT Islamic Centre.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

16

2. Fungsi dan Tujuan Pendampingan

Tanggungjawab seorang pendamping sangat dipengaruhi terhadap

pengetahuannya terhadap tujuan dan fungsi pendampingan, adapun fungsi

pendampingan ialah tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai. Namun

menurut wiryasaputra (2006:87) beberapa fungsi pendampingan adalah sebagai

berikut:

1. Fungsi Penyembuhan (Healing), fungsi ini di pakai pendamping ketika

melihat keadaan yang perlu dikembalikan ke keadaan semula atau

mendekati keadaan semula. Fungsi ini biasa untuk membantu orang yang

didampingi menghilangkan gejala-gejala dan tingkah laku yang

disfungsional dan dapat berfungsi kembali secara normal sama seperti

sebelum mengalamin krisis.

2. Fungsi Membimbing (Guiding), fungsi membimbing ini dilakukan pada

waktu orang harus mengambil keputusan tertentu tentang masa depannya.

Dalam hal ini, klien sedang dalam proses pengambilan keputusan.

3. Fungsi Menopang (Sustaining), fungsi ini dilakukan bila klien tidak

mungkin kembali ke keadaan semula. Fungsi menopang digunakan

sekarang sebagaimana adanya, kemudian berdiri di atas kaki sendiri

dalam keadaan baru, bertumbuh secara penuh dan utuh.

4. Fungsi Memperbaiki Hubungan (Renconciling), fungsi ini dipakai untuk

membantu klien bila mengalami konflik batin dengan pihak lain yang

mengakibatkan putus dan rusaknya hubungan relasi. Fungsi

membebaskan (Liberating, empowering, capacity building), fungsi ini

dapat juga disebut sebagai ‘membebaskan” (liberating) atau

“memampukan” (empowering) dan memperkuat (capacity building).

Keberhasilan pendampingan di ukur melalui beberapa tujuan yang ingin

dicapai. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa tujuan dari pendampingan

adalah sebagai pemberdayaan dan penguatan. Namun, lebih spesifik Twelvetrees

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

17

sebagaimana yang dikutip oleh Meerada Saryati Aryani (2003:35) bahwa tujuan

dari pendampingan adalah:

a. Memastikan bahwa perubahan yang konkret terjadi di lingkungan tersebut.

b. Memungkinkan orang-orang yang diajak bekerja untuk menggabungkan

kepercayaan dan kemampuan dalam menangani permasalahan.

Bahwasanya Pincus dan Minahan (2000:36) mengemukakan dalam Andriani:

a. Meningkatkan kemampuan dari orang dalam memecahkan masalah dan

mencontohkannya.

b. Menghubungkan orang dengan sistem yang menyediakan mereka berbagai

sumber, pelayanan dan kesempatan.

c. Meningkatkan keefektifan dan kemudahan pelaksanaan dari sistem

tersebut.

d. Memberikan sumbangan pada pembangunan kebijakan sosial dan

memperbaiki kebijakan sosial.

3. Prinsip Pendampingan

Adapun prinsip-prinsip pendampingan menurut Karsidi (2007:137) usaha

yang bisa diterapkan para lembaga-lembaga pendamping usaha adalah sebagai

berikut:

a) Belajar Dari Masyarakat

Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa melakukan

pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. lni

berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi

pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk

memecahkan masalah sendiri.

b) Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku

Masyarakat sebagai pelaku konsekuensi dari psinsip pertama adalah

perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukan’

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

18

sebagai pelaku atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati semi kesediaan

belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai

narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu sendiri.

Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan.

Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan

agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa

kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.

c) Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman

Salah satu prinsip pendampingan untuk memajukan usaha mereka adalah

pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini

bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan

tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak

hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan lokal (bahkan tradisional)

masyarakat sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak

lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun

sebaliknya, telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari

luar diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat memecahkan masalah

mereka. Bahkan dalam banyak hal, pengetahuan modern dan inovasi dari

luar malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi karena pengetahuan

lokal masyarakat dan pengecahuan dari luar atau inovasi, harus dipilih secara

arif dan atau saling melengkapi satu sama lainnya.

4. Tugas Pendamping

Adi (2003:23) menuliskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh seorang

pendamping, yaitu:

1. Menjalin kontak dengan individu, kelompok atau organisasi.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

19

2. Mengembangkan profil komunitas, menilai (asses), kebutuhan, dan

sumber daya masyarakat.

3. Mengembangkan analisis strategis, merencanakan sasaran, tujuan jangka

pendek, dan tujuan jangka panjang.

4. Memfasilitasi kemapanan kelompok-kelompok sasaran.

5. Bekerja secara produktif dalam mengatasi konflik, baik konflik antar

kelompok ataupun organisasi.

6. Mengelola sumber daya yang ada termasuk waktu dan dana.

7. Mendukung kelompok dan oganisasi guna mencapai sumber daya yang

dibutuhkan, misalnya dalam hal dana dilakukan dengan pembuatan

proposal pemohonan dana.

8. Memonitor perkembangan program atau kegiatan terutama pemanfaatan

sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

9. Menarik diri dari kelompok yang sudah berkembang dan memfasilitasi

proses perpisahan yang efektif.

10. Mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi strategi yang serupa.

5. Dimensi dan Indikator Pendampingan

Pola pendampingan menurut Aslihah Burhan (2009: 7) yang akan dijadikan

tolak ukur tingkat keberhasilannya dan indikator pendampingannya adalah sebagai

berikut:

1. Memotivasi

Dalam rangka meningkatkan kinerja dari usaha yang dilakukan nasabah

pembiayaan musyarakah, BMT Islamic Centre senantiasa menumbuhkan

semangat kemandirian dan profesionalisme nasabahnya melalui dukungan

moril. Ini dilakukan agar nasabah termotivasi untuk dapat melunasi

kewajiban tepat pada waktunya.

2. Pendidikan dan pelatihan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

20

Pendidikan dan pelatihan disesuaikan dengan tingkat perkembangan

kelompok, mulai dari penyadaran diri, motivasi kelompok, administrasi

organisasi dan keuangan, motivasi usaha kolektif, kepemimpinan sampai

dengan analisa situasi. Misalnya bagi nasabah pembiayaan musyarakah

yang usahanya dibiayai dari BMT, BMT memberikan pendidikan berupa

bagaimana pola pelemparan dana pada nasabah mereka, analisa pelaporan

dana. Selain itu juga BMT memberikan pelatihan ke BMT-an.

3. Bimbingan dan Konsultasi

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari pendidikan dan pelatihan yang

telah dijalankan dan diarahkan kepada kasus atau pennasalahan yang lebih

spesifik.

4. Monitoring dan Evaluasi

Mengadakan kunjungan monitoring kepada pengusaha yang mendapatkan

pembiayaan, pada setiap kunjungan dicatat setiap perkembangan usaha

dan mengevaluasi/ menilai keberhasilan debitur. Waktu monitoring dan

evaluasi bisa dilakukan secara mingguan, bulanan maupun triwulan

tergantung dari kebutuhan. Sedangkan alat/ instrumen yang bisa

digunakan adalah pembuatan laporan (naratif dan matrik) dan pembuatan

format monitoring untuk mengetahui omzet maupun kendala-kendala

usaha yang dihadapi oleh para pelaku usaha.

C. Konsep Usaha Mikro

1. Pengertian Usaha Mikro

Menurut Rudjito (2003) usaha mikro diartikan sebagai model usaha

yangpaling kecil, biasanya dilakukan di rumah dan sebagian besar tenaga

kerjanya oleh kerabat keluarga, seperti dagang. Usaha kecil adalah kegiatan

ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau

hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. Ada beberapa pengertian usaha mikro

menurut para ahli, data resmi atau berdasarkan perundang-undangan usaha mikro

yang mengatur jenis dari usaha-usaha yang ada di Indonesia, antara lain:

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

21

a. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 UMKM memiliki

ketentuan sebagai berikut:

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan

ataubadan usaha perorangan yang memenuhi usaha mikro, sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari

usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersil atau

hasil penjualan tahunan sebagimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Menurut Menteri Keuangan

Adapun Usaha Mikro sebagaimana yang dimaksud menurut Keputusan

Menteri Keuangan (Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003),

yaitu usaha produktif milik keluarga atau peorangan Warga Negara Indonesia

dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling

banyak Rp 50.000.000,00.

c. Menurut Badan Pusat Statistik

Badan Pusat statistik (BPS) memberikan definisi Usaha Mikro berdasarkan

kuantitas tenaga kerja, Usaha Mikro memiliki tenaga kerja 1 sampai 4 orang,

Usaha Kecil yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 orang sampai dengan 19

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

22

orang, sedangkan usaha menengah merupakan usaha yang memiliki jumlah

tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang atau lebih.

2. Permasalahan Usaha Mikro

Salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan adalah

dengan pemberdayaan UMKM. Pengertian UKM tidak selalu sama pada setiap

negara, tergantung pada konsep yang digunakan negara tersebut. Usaha Mikro

dapat mencakup paling sedikit dua aspek yaitu penyerapan tenaga kerja dan

pengelompokkan perusahaaan dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dapat diserap.

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, tentang kriteria usaha kecil

adalah sebagai berikut:

1. Usaha Mikro, yakni memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000

(lima puluh juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Memiliki

hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta).

2. Usaha Kecil, yakni memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima

puluh juta) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta)

tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil

penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta) sampai dengan

paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta).

3. Usaha Menengah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima

ratus juta) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh

milyar) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau Memiliki

hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus

juta) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar).

Hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Joko

dan Sri, 2006), menunjukkan bahwa usaha mikro memiliki permasalahan yang

dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung mengikuti kaidah

administrasi standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut

mengakibatkan sulitnya menilai kinerja usaha mikro.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

23

2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat ketat

3. Modal terbatas

4. Pengalaman manajerial perusahaan terbatas.

5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan

biaya untuk mencapai efesiensi yang tinggi.

6. Kemampuan pemasaran, negosiasi dan diversifikasi pasar yang terbatas.

7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah,

karena keterbatasan sistem administrasi.

Dalam meningkatkan jumlah UKM di Indonesia masih diperlukannya usaha

lebih. Posisi Usaha Mikro yang sangat penting, ternyata masih banyak mengalami

permasalahan. Menurut Tulus (2002) masalah mendasar yang dihadapi oleh usaha

mikro meliputi:

1. Keterbatasan Sumber daya Manusia (SDM)

Keterbatasan SDM merupakan salah satu kendala usaha mikro diIndonesia,

terutama dalam aspek-aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi,

pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi

bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar.

Keterbatasan ini menghambat usaha mikro di Indonesia untuk dapat bersaing

di pasar domestik maupun pasar internasional.

2. Kesulitan Pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi

perkembangan Usaha Mikro. Hasil studi lintas negara yang dilakukan

Jamesdan Akrasane di sejumlah negara ASEAN menunjukkan bahwa

termasuk growth constrains yang dihadapi oleh banyak pengusaha mikro

kecil dan menengah (kecuali Singapura). Salah satu aspek yang terkait dalam

masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik

dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun pasar ekspor.

3. Keterbatasan Finansial

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

24

Usaha mikro, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah finansial:

mobilitas modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja, seperti

finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi

pertumbuhan output jangka panjang. Kendala ini disebabkan karena lokasi

bank yang terlalu jauh bagi banyak usaha yang tinggal di daerah yang relatif

terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele-

tele,dan kurang informasi mengenai sistem-sistem perkreditan yang ada dan

prosedur.

4. Masalah Bahan Baku

Keterbatasan bahan baku dan (input-input lainnya) juga sering menjadi salah

satu kendala serius dalam pertumbuhan output atau kelangsungan produksi

bagi banyak usaha mikro di Indonesia.

5. Keterbatasan Teknologi

Usaha Mikro di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama

atau tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang

sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat

rendahnya total factor productifity dan efisiensi di dalam proses produksi,

khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro) disebabkan oleh banyak

faktor, diantaranya keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-

mesin baru atau menyempurnakan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat

produksi baru.

Sedangkan menurut Mudrajad Kuncoro dalam Harian Bisnis Indonesia

pada tanggal 21 Oktober 2008 mengungkapkan bahwa ada tujuh tantangan yang

harus dihadapi UKM dalam era krisis global, yaitu:

1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan

operasi. Kebanyakan UKM dikelola oleh perorangan yang merangkap

sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan

tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

25

2. Akses industri kecil terhadap lembaga kredit formal rendah sehingga

mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal

sendiri atau sumber lain, seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara,

bahkan rentenir.

3. Sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status

badan hukum. Mayoritas UKM merupakan perusahaan perorangan yang

tidak berakta notaris, 4,7% tergolong perusahaan perorangan berakta

notaris, dan hanya 1,7% yang sudah memiliki badan hukum (PT/ NV, CV,

Firma, atau Koperasi).

4. Tren nilai ekspor menunjukkan betapa sangat berfluktuatif dan berubah-

ubahnya komoditas ekspor Indonesia selama periode 1999-2006

5. Pengadaan bahan baku, masalah terbesar yang dihadapi dalam pengadaan

bahan baku adalah mahalnya harga, terbatasnya ketersediaan, dan jarak

yang relatif jauh. Ini karena bahan baku bagi UKM yang berorientasi

ekspor sebagian besar berasal dari luar daerah usahan tersebut berlokasi.

6. Masalah utama yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja

adalah tidak terampil dan mahalnya biaya tenaga kerja. Regenerasi

perajin dan pekerja terampil relatif lambat. Akibatnya, di banyak sentra

ekspor mengalami kelangkaan tenaga terampil untuk sektor tertentu.

7. Dalam bidang pemasaran, masalahnya terkait dengan banyaknya pesaing

yang bergerak dalam industri yang sama, relatif minimnya kemampuan

bahasa asing sebagai suatu hambatan dalam melakukan negosiasi, dan

penetrasi pasar di luar negeri

Menurut Sri Lestari (2009: 118) untuk memenuhi kebutuhan permodalan

tersebut, UMK paling tidak menghadapi beberapa masalah. yaitu:

1. Masih rendahnya atau terbatasnya akses UMK terhadap berbagai

informasi, layanan, fasilitas keuangan yang disediakan oleh keuangan

formal, baik bank, maupun non bank misalnya dana BUMN dan ventura.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

26

2. Prosedur dan persyaratan perbankan yang terlalu rumit sehingga pinjaman

yang diperoleh tidak sesuai kebutuhan baik dalam hal jumlah maupun

waktu. Kebanyakan perbankan masih menempatkan agunan material

sebagai salah satu persyaratan dan cenderung mengesampingkan

kelayakan usaha.

3. Tingkat bunga yang dibebankan dirasakan masih tinggi. Kurangnya

pembinaan, khususnya dalam manajemen keuangan, seperti perencanaan

keuangan, penyusunan proposal dan lain sebagainya.

D. Konsep Perkembangan Usaha Mikro

1. Pengertian Perkembangan Usaha

Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha atau

wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas

(Anoraga, 2007:66). Jika hal ini dapat dilakukan oleh setiap wirausaha, maka

besarlah harapan untuk dapat menjadikan usaha yang semula kecil menjadi skala

menengah bahkan menjadi sebuah usaha besar.

Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar

dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu titik atau

puncak menuju kesuksesan. Perkembangan usaha di lakukan oleh usaha yang sudah

mulai terproses dan terlihat ada kemungkinan untuk lebih maju lagi. Menurut Purdi

E. Chandra (2000: 121) Perkembangan usaha merupakan suatu keadaan tejadinya

peningkalan omset penjualan.

Perkembangan usaha merupakan suatu bentuk usaha untuk usaha itu sendiri

agar dapat berkembang menjadi lebih baikuntuk mencapai pada satu titik

kesuksesan dan keuntungan. Perkembangan usaha akan dilihat dari proses jalannya

usaha itu sendiri dan kemungkinan adanya usaha tersebut tumbuh dan berkembang.

Kegiatan bisnis dapat dimulai dari merintis usaha (starting), membangun

kerjasama ataupun membeli usaha orang lain atau yang lebih dikenal dengan

franchising. Namun perlu diperhatikan adalah kemana arah bisnis tersebut akan

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

27

dibawa. Maka dari itu, dibutuhkan suatu pengembangan dalam memperkuas dan

mempertahankan bisnis tersebut agar dapat berjalan dengan baik. Untuk

melaksanakan pengembangan bisnis dibutuhkan dukungan dari berbaga aspek

seperti bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM, teknologi, dan lain-lain.

Menurut Mohammad Jafar Hafsah (2004: 43-44) pengembangan Usaha Kecil

dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara

pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh

UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:

1) Penciptaan lklim Usaha yang Kondusif

Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain

dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta

penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

2) Bantuan Pemodalan

Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang

tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,

baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal,

skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha

Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan

Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank.

3) Perlindungan Jenis Usaha

Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan

usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari

pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah

yang bermuara kepada saling menguntungkan (win win solution).

4) Pengembangan Kemitraan

Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara

UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk

menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk

memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

28

demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku

bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

5) Pelatihan

Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek

kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta

keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu

diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan dilapangan untuk

mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

6) Membentuk Lembaga Khusus

Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam

mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuh

kembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka

mengatasi permasalahan baik internal maupun ekstemal yang dihadapi oleh

UKM.

7) Memantapkan Asosiasi

Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara

lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan

untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.

8) Mengembangkan Promosi

Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar

diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang

dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan

mitra usahanya.

9) Mengembangkan Kerjasama yang Setara

Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan

dunia usaha UKM untuk menginventarisir berbagai isu isu mutakhir yang

terkait dengan perkembangan usaha.

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

29

2. Peranan Usaha Mikro

Dalam perspektif perkembangannya, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Di akui,

bahwa UMKM memainkan peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi, tidak hanya di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.

Di negara maju UMKM sangat penting, tidak hanya kelompok usaha tersebut

menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar (UB), seperti halnya

di negara sedang berkembang, tetapi juga kontribusi terhadap pembentukan atau

pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari

usaha besar (Tulus, 2002: 1).

Usaha mikro kecil di Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk

dikembangkan karena pasar yang luas, bahan baku yang mudah di dapat serta sumber

daya manusia yang besar merupakan variabel pendukung perkembangan dari usaha

kecil tersebut. Akan tetapi perlu dicermati beberapa hal seiring perkembangan usaha

kecil rumahan seperti: perkembangan usaha harus diikuti dengan pengelolaan

manajemen yang baik, perencanaan yang baik akan meminimalkan kegagalan,

penguasaan ilmu pengetahuan akan menunjang keberlanjutan usaha tersebut,

mengelola sistem produksi yang efisien dan efektif, serta melakukan terobosan dan

inovasi yang menjadikan pembeda dari pesaing merupakan langkah menuju

keberhasilan dalam mengelola usaha tersebut.

3. Dimensi dan Indikator Perkembangan Usaha

Menurut Jeaning Beaver dalam Muhammad Soleh, tolok ukur tingkat

keberhasilan dan perkembangan perusahaan kecil dapat dilihat dari peningkatan omset

penjualan (2008: 25). Tolok ukur perkembangan usaha haruslah merupakan parameter

yang dapat diukur sehingga tidak bersifat nisbi atau bahkan bersifat maya yang sulit

untuk dapat dipertanggungjawabkan. Semakin konkrit tolok ukur itu semakin mudah

bagi semua pihak untuk memahami serta membenarkan atas diraihnya keberhasilan

tersebut.

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

30

Para peneliti (Kim dan Choi, 1994; Lee dan Miller, 1996; Lou, 1999; Miles at

all, 2000; Hadjimanolis, 2000) menganjurkan peningkatan omset penjualan,

penumbuhan tenaga kerja, dan penumbuhan pelanggan sebagai pengukuran

perkembangan usaha (Mohammad Soleh, 2008: 26). Alur tolak ukur yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Modal Usaha

Modal adalah sejumlah harga yang dipergunakan untuk menjalankan usaha,

modal berupa uang tunai, barang dagangan dan sebagainya. Semua kegaiatan

usaha dapat mendapat hasil diperlukan sejumlah modal untuk membiayai

aktivitas usahanya karena tanpa adanya modal aktivitas tersebut tidak dapat

berjalan dengan apa yang diinginkan (Sukirno, 2000). Kemampuan financial

perusahaan dalam menjalankan usaha untuk memproduksi barang dan jasa.

Macam-macam modal usaha, antara lain:

c. Modal sendiri, yaitu modal yang diperoleh dari pemiliki usaha itu sendiri.

Modal sendiri terdiri dari tabungan, sumbangan, hibah, saudara, dan lain

sebagainya.

d. Modal pinjaman, yaitu modal yang biasanya diperoleh dari pihak luar

perusahaan dan biasanya diperoleh dari pinjaman.

e. Modal patungan, yaitu selain modal sendiri atau pinjaman, juga bisa

menggunakan modal usaha dengan cara berbagi kepemilikan usaha dengan

orang lain.

2. Omset Penjualan

Keluruhan jumlah penjualan barang/jasa dalam kurun waktu tertentu, yang

dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh. Jumlah total hasil produksi

yang dapat dijual dalam sekali bakulan/penjualan yang dihasilkan oleh

pengusaha UKM. Adapun omset penjualan ini dapat dihitung dengan

mengalikan total jumah yang terjual dengan harga. Perubahan pada omzet dapat

dilihat apakah omzet mengalami kenaikan,penurunan atau tetap.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

31

3. Keuntungan Usaha

Keuntungan atau laba adalah kelebihan penghasilan di atas biaya selama satu

periode akuntansi. Sementara pengertian laba yang dianut oleh struktur

akuntansi sekarang ini adalah selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar

kecilnya laba sebagai pengukuran kenaikan sangat bergantung pada ketepatan

pengukuran pendapatan dan biaya.Keuntungan dihitung dengan rumus total

pendapatan (TR) selama satu bulan dikurangi biaya total (TC) atau TR-TC

selama satu bulan. Perubahan pada keuntungan dapat dilihat apakah omset

mengalami kenaikan, penurunan atau tetap.

4. Jenis Produk

Adalah barang/ jenis produk yang dijual. Indikatornya adalah jenis produk yang

dijual pelaku usaha.

5. Jumlah Pelanggan

Pelanggan bisa di sebut juga konsumen. Sehingga, Indikatornya adalah jumlah

kosumen yang membeli produk dari pelaku usaha tersebut.

E. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi merupakan upaya peningkatan kapasitas produksi

untuk mencapai penambahan output, yang diukur menggunakan Produk Domestik

Bruto (PDB) maupun Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) dalam suatu

wilayah (Ismayanti, 2010: 4).

Pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita dalam jangka

panjang. Tekanannya pada tiga aspek yaitu: proses, output perkapita, dan janga

panjang. Dari sinilah dapat melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu

melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke

waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri (Adisasmita,

2013: 1).

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan peningkatan output agregat atau

pendapatan riil. Kedua peningkatan tersebut biasanya akan dihitung perkapita atau

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

32

selama jangka waktu yang cukup panjang sebagai akibat peningkatan penggunaan

input. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses perubahan kondisi dari

perekonomian suatu negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih

baik selama periode tertentu (Tarigan, 2005: 46). Dari aspek dinamis melihat

bagaimana suatu perekonomian suatu perekonomian berkembang atau berubah

dari waktu ke waktu.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di setiap negara. Setiap

negara akan berupaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi paling optimal. Hal

ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas akan membawa manfaat

bagi masyarakat yang luas. Dalam pertumbuhan ekonomi terdapat teori-teori dari

para tokoh ekonomi (Dumairy, 1996: 55) di antaranya:

a. Teori Pertumbuhan Endogen

Teori ini mengatakan bahwa penumbuhan GNP yang persisten, yang

ditentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi dan bukan oleh

kekuatan-kekuatan di luar sistem. Perilaku aliran modal negara-negara

berkembang (dari negan miskin ke negara kaya) turut memicu konsep

penumbuhan endogen.

Untuk menggambarkan pendekatan penumbuhan endogen, akan dibahas

penumbuhan endogen Romer. Romer dikenal sebagai pakar pertumbuhan

ekonomi dan pernah menjadi salah satu kandidat penerima Nobel di bidang

ekonomi Bidang kajian yang menarik perhatian Ramer adalah penumbuhan

ekonomi. Tetapi dengan perspektif yang lebih luas. Ramer memasukkan

komponen teknologi endogen hasil penelitian dan pengembangan (research &

development) dan ilmu pengetahuan ke dalam model pertumbuhan (Dumairy,

1996: 91).

Teori yang dikemukan oleh Romer menyajikan sebuah kerangka teori

yang lebih luas dalam menganalisis proses pertumbuhan ekonomi. Teori ini

mencoba untuk mengindentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

33

mempengaruhi proses penumbuhan ekonomi yang berasal dari dalam

(endogenous) sistem ekonomi itu sendiri. Kemajuan teknologi dianggap hal

yang bersifat endogen, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari

keputusan para pelaku ekonomi dalam berinvestasi dibidang ilmu pengetahuan.

Model Romer ini menganggap ilmu pengetahuan sebagai salah satu

bentuk modal. Ilmu pengetahuan merupakan suatu input terpenting dalam

proses produksi. Hanya berkat ilmu pengetahuan orang dapat menciptakan

metode baru dalam berproduksi sehingga memproleh keuntungan ekonomi dan

ilmu pengetahuan yang ada sekarang tercipta karena adanya inovasi serta

perbaikan dimasa lalu. Lebih jauh lagi, Romer menekankan bahwa teknologi

dan ilmu mengatakan merupakan faktor penentuan cepat atau lambatnya laju

perekonomian suatu negara.

Teori ini dengan jelas menggambarakan tentang bagaimana akumulasi

modal tidak mengalami diminishing returns, namun justru akan mengalami

increasing returns dengan adanya spesialiasi dan investasi di bidang SDM dan

ilmu pengetahuan.

b. Teori Pertumbuhan Klasik

Adam Smith yang mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam

sebuah buku yang berjudul “An Inquiry Into the Nature and Cause of the Wealth

of Nastions” tahun 1776. Menurut Adam Smith, ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok

barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta teknologi yang

digunakan.

c. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan Neo-Klasik ini dikemukan oleh solow-swan yang

menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan

teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Solow-swan

menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtisusi

antara capital dan tenaga kerja (Tarigan, 2014: 52) .

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

34

Teori solow-swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar

dapat menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu

banyak mencampuri/mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya

sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Hal ini membuat teori mereka

dan pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka

dinamakan pemikiran teori neo-klasik. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga

sumber, yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan

peningkatan teknologi-teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau

kemajuan teknik sehingga produktivitasnya per kapita meningkat (Tarigan,

2014: 61).

Dalam modal neo-klasik sangat memperhatikan faktor kemajuan teknik,

yang dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia

(SDM), mutu SDM adalah menyangkul keahlian dan moral. Oleh sebab itu,

pemerintahan perlu mendorong terciptanya kreativitas dalam kehidupan

masyarakat agar produktivitas per tenaga kerja terus meningkat (Tarigan, 2014:

54).

Teori pertumbuhan Neo-Klasik ini dikemukakan juga oleh Harrod-

Domar yang menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi supaya

perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh (steady growth) dalam

jangka panjang. Teori Harrod-Domar mengingatkan kita sebagai akibat

investasi yang dilakukan tersebut pada masa berikutnya barang-barang modal

perekonomian akan bertambah ( Sukirno, 2010).

Inti dari pertumbuhan Harrod-Domar adalah suatu realisasi jangka

pendek antara peningkatan investasi (pembentukan capital) dan pertumbuhan

ekonomi. Dua variabel fundamental dari model ini adalah pembentukan

investasi dan ICOR ( Incremental Capital Output Ratio). Jika Y= output, K=

stok kapital dan I = investasi, maka ICOR adalah K/Y , Penambahan kapita

dibagi pertumbuhan output, sama seperti I/Y , sejak K = I dalam definisi.

Model Harrod-Domar ini adalah modifikasi yang didasari pada model

masing-masing dari Domar dan Harrod. Model ini lebih memfokuskan pada

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

35

laju pertumbuhan investasi I/I. Terdapat dalam model, Investasi (I) ditetapakan

harus tumbuh atas suatu persentase konstan, sejak marginal provensity to save,

yakni rasio dari pertumbuhan tabungan (S) terhadap peningkatan pendapatan

(Y) dan ICOR keduanya konstan.

Teori Harrod-Domar ini memperlihatkan kedua fungsi dari pembentukan

modal dalam kegiatan ekonomi. Teorinya, pembentukan modal dipandang

sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian

untuk menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan

menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Apabila suatu masa tertentu

dilakukan pembentukan modal, maka pada masa berikutnya perekonomian

tersebut mempunyai kesanggupan yang lebih besar untuk menghasilkan

barang-barang, selain itu Harrod-Domar menganggap pula bahwa pertambahan

dalam kesanggupan memproduksi itu tidak sendirinya menciptakan

pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional.

Sehingga meskipun kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan

nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi akan tercipta, apabila

pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan jika dibandikan dengan masa

sebelumnya. Teori Harrod-Domar menggunakan pemisalan, yaitu:

1. Pada tahap pemulaan perekonomian telah mencapai tingkat kesempatan

kerja penuh dan alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat

sepenuhnya digunakan.

2. Perekonomian terdiri dari dua sektor rumah tangga dan sektor perusahaan,

berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak termasuk.

3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proposional dengan pendapatan

nasional dan keadaan ini berarti fungsi tabungan diniali dari titik nol.

4. Kecondongan menabung besarnya tetap dan begitu juga perbandingan

diantara model dengan jumlah produksi yang lazim disebut rasio modal

produksi (Capital Output Ratio) dan perbandingan diantara pertambahan

modal dengan jumlah pertambahan produksi yang lazim disebut rasio

pertambahan modal produksi (Incremental Output Ratio).

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

36

Pokok penjelasan dari teori tersebut bahwa penanaman modal yang

dilakukan masyarakat dalam waktu tertentu digunakan untuk tujuan. Pertama

untuk mengganti alat-alat modal yang tidak dapat digunakan lagi. Kedua untuk

memperbesar jumlah alat-alat modal yang tersedia dalam masyarakat.

A. Teori Produksi

Secara umum, produksi dapat diartikan sebagai kegiatan optimalisasi dari

faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan lain-lainnya oleh perusahaan

untuk menghasilkan produk berupa barang-barang dan jasa-jasa. Secara teknis,

kegiatan produksi dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa input untuk

menghasilkan sejumlah output. Secara ekonomi, produksi didefinisikan sebagai

usaha manusia untuk menciptakan atau menambah daya atau nilai guna dari suatu

barang atau benda untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Berdasarkan pada kepentingan produsen, tujuan produksi adalah untuk

menghasilkan barang yang dapat memberikan laba. Tujuan tersebut dapat tercapai,

jika barang atau jasa yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh

karena itu, dapat dikatakan bahwa sasaran kegiatan produksi adalah melayani

kebutuhan masyarakat atau untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat umum.

Sehingga produksi itu tidak terbatas pada pembutannya saja tetapi juga

penyimpanan, distribusi, pengangkutan pengeceran, pemasaran kembali, upaya-

upaya mensiasati regulator atau mencari celah hukum demi memperoleh keringanan

pajak atau lainnya.

Produksi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menambah nilai suatu objek

atau membuat objek baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.

Menurut Sugiarto (2007) produksi adalah kegiatan yang mengubah input menjadi

output, kegiatan produksi biasanya dinyatakan dalam produksi. Sadono sukirno

(2010) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan sifat hubugan diantara

faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor produksi

dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi disebut sebagai output.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

37

Faktor-faktor produksi selain tenaga kerja yaitu tanah, modal dan mesin atau

teknologi, pengertian isitilah tenaga kerja dan tanah telah jelas, namun definisi

modal merupakan sesuatu yang rumit. Para ekonomi menggunakan istilah modal

(capital) untuk mengacu pada stok berbagai peralatan dan struktur yang digunakan

dalam produk. Artinya modal ekonomi mencerminkan akumulasi barang yang

dihasilkan di masa lalu yang sedang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa

yang baru (Mankiw, 2009: 501).

Fungsi produksi menurut Robert S Pindyck dan Daniel L Rubinfield

meyetakan dalam bentuk rumus, yaitu sebagai berikut:

Q = f (K, L, R, T)

Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja dan ini

meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan, R adalah kekayaan

alam, dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah

produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu

sacara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat

produksinya (Sukirno, 2016:195).

Persamaan tersebut merupakan suatu pernyataan matematik yang pada

dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah

modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang

digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan

memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda

juga. Selain itu, untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan gabungan

faktor produksi yang berbeda.

B. Konsep Koperasi Syariah

1. Pengertian Koperasi

Secara etimologi koperasi berasal dari bahasa lnggris, yaitu cooperation (co:

bersama dan operation: kerja) yang artinya bekerja sama. Sedangkan secara

terminologi, koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan

badan hukum atau orang-orang yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

38

meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan

(Hasan, 2003: 161).

Menurut Undang-Undang No. 12 tahun I967 tentang pokok-pokok

perkoperasian, koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat berwatak

sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan

tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (UU

No. 12, 1967: Pasal 3).

Menurut Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian

menyatakan bahwa, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang

seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan

prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyak yang berdasar atas

asas kekeluargaan (UU No. 25, 1992: Pasal 1).

Koperasi merupakan kumpulan orang bukan kumpulan modal. Koperasi

harus betul-betul mengabdi kepada kepentingan perikemanusiaan dan bukan

kepada kebendaan. Kerjasama dalam koperasi didasarkan pada rasa persamaan

derajat dan kesadaran para anggotanya. Koperasi adalah milik bersama para

anggota, pengurus, maupun pengelola. Usaha tersebut diatur sesuai dengan

keinginan musyawarah melalui rapat anggota.

2. Dasar Hukum Koperasi

Prinsip Koperasi berdasarkan UU No. 17 Th. 2012. yaitu: modal tendiri dari

simpanan pokok dan Surat Modal Koperasi (SMK). Lebih detail tentang ketentuan

pengaturan koperasi BMT diatur dengan Keputusan Menteri Koperasi Usaha Kecil

dan Menengah No. 91 Tahun 2004 (Kepmen No.91/KEP /M.KUKM/ IIX /2004).

Dalam ketentuan ini koperasi BMT disebut sebagai Koperasi Jasa Keuangan

Syariah (KJKS). Dengan ketentuan tersebut, maka BMT yang beroperasi secara

sah di wilayah Republik Indonesia adalah BMT yang berbadan hukum koperasi

yang izin operasionalnya dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil

dan Usaha Menengah atau departemen yang sama di masing-masing wilayah

kerjanya.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

39

Selain harus sesuai dengan Kepmen No. 9l/Kep/M.KUKM/lX/2004 ini,

koperasi BMT (KJKS) harus juga tunduk dengan koperasi yaitu Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.

3. Jenis-Jenis Koperasi

Salah satu tujuan pendirian koperasi didasarkan kepada kebutuhan dan kepentingan

para anggotanya. Perbedaan kepentingan inilah yang menyebabkan Koperasi dibentuk

dalam beberapa jenis yaitu:

1. Koperasi Produksi

Koperasi Produksi melakukan usaha produksi atau menghasilkan barang.

Barang-barang yang dijual di koperasi adalah hasil produksi anggota koperasi.

2. Koperasi Konsumsi

Koperasi Konsumsi menyediakan semua kebutuhan para anggota dalam bentuk

barang antara lain berupa: bahan makanan, pakaian, alat tulis atau peralatan

rumah tangga.

3. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi Simpan Pinjam melayani para anggotanya untuk menabung dengan

mendapatkan imbalan. Bagi anggota yang memerlukan dana dapat meminjam

dengan memberikan jasa kepada koperasi.

4. Koperasi Serba Usaha

Koperasi Serba Usaha (KSU) terdiri atas berbagai jenis usaha. Seperti menjual

kebutuhan pokok dan barang-barang hasil produksi anggota, melayani simpan

dan pinjam.

4. Koperasi Syariah

Lernbaga Keuangan Syariah (LKS) terdiri dari dua kelompok lembaga yakni

lembaga keuangan berbentuk bank dan lembaga keuangan berbentuk bukan bank.

Lembaga keuangan yang berbentuk bank mencakup Bank Umum Syariah (BUS) dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sedangkan lembaga keuangan yang bukan

berbentuk bank adalah Unit Usaha Syariah (UUS) dan Baitual Maal wa Tamwil

(BMT).

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

40

Berawal dari lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai sentral

perekonomian yang benuansa Islam, maka bemunculan lembaga-lembaga keuangan

yang lain yaitu ditandai dengan tingginya semangat bank konvensional untuk

mendirikan lembaga keuangan Islam yaitu bank syariah. Tetapi karena operasionalisasi

bank syariah di Indonesia kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah,

maka muncul usaha unluk mendirikan lembaga keuangan mikro seperti BPR syariah

dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasioanalisasi di daerah-

daerah.

Perkembangan BMT cukup pesat, hingga akhir 2001 PINBUK (Pusat lnkubasi

Bisnis Usaha Kecil) mendata ada 2938 BMT terdaftar dan 1828 BMT yang melaporkan

kegiatannya. Sampai dengan tahun 2003, jumlah BMT yang berhasil diinisiasi dan

dikembangkan sebanyak 3.200 BMT dan tersebar di 27 provinsi. Perkembangan

tersebut membuktikan bahwa BMT sangat dibutuhkan masyarakat kecil dan

menengah. Karena BMT didaerah sangat membantu masyarakat dalam rangka

pemenuhan kebutuhan ekonomi syariah sangat sesuai dengan konsep Lembaga

Keuangan Menurut al-Qur’an. Walaupun dalam al-Qur‘an tidak menyebut konsep

Lembaga Keuangan secara eksplisit, namun a1-Qur‘an telah sejak lama memberikan

aturan dan prinsip prinsip dasar yang menjadi landasan bagi Pembentukan Organisasi

Ekonomi modern. Seperti konsep pencatatan (Akuntansi dalam istilah ekonomi

modern), baik laporan keuangan (rugi laba perubahan Modal dan Administasi bisnis

yang lain) secara jelas telah diatur dalam al-Qur‘an.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah Republik Indonesia Nomor 9l/Kep/IV/KUKM/lX/2004 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah memberikan pengertian

bahwa Koperasi Simpan Pinjam Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah adalah

koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan

simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Dengan demikian semua BMT yang ada di

Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan Legal

kegialan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

41

Dari segi usahanya, koperasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Koperasi

yang bersifat tunggal (single purpose) yaitu koperasi yang hanya menjalankan satu

bidang usaha, seperti koperasi yang hanya berusaha dalam bidang konsumsi, bidang

kredit atau produksi. Koperasi serba usaha (multi purpose) yaitu koperasi yang

berusaha dalam berbagai (banyak) bidang, seperti koperasi yang melakukan pembelian

dan penjualan.

Koperasi merupakan syirkah baru yang diciptakan oleh para ahli ekonomi dan

banyak sekali manfaatnya, yaitu memberi keuntungan kepada para anggota, memberi

lapongan kerja bagi karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil

koperasi untuk membangun rumah ibadah serta dana sosial.

Menurut pandangan ulama, koperasi (syirkah ta’uwuniyah) dalam islam adalah

menggunakan akad musyarakah, yakni suatu perjanjian kerja sama antara dua orang

atau lebih, di satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain melakukan

usaha atas dasar profit sharing menurut perjanjian, dan diantara syarat sah musyarakah

itu adalah keuntungan setiap tahun dengan persentase tetap kepada salah satu pihak

dari musyarakah tersebut.

5. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Setelah penulis melakukan penelusuran kepustakaan untuk mengetahui hasil-

hasil penelitian terdahulu atau penelitian-penelitian yang pernah dilakukan lembaga-

lembaga atau perorangan, yang permasalahannya sama atau mirip dengan

permasalahan yang akan diteliti:

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

42

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu yang Relevan

NO Penelitian

Tahun

Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan dan

Perbedaan

1 Lukytawati A,

Herdiana P,

Salahuddin El

Ayubbi, dan

Ranti Wiliasih

(2013)

Akses UMKM terhadap

Pembiayaan Mikro

Syariah dan Dampaknya

Terhadap

Perkembangan Usaha:

Kasus BMT Tadbirul

Ummah, Kabupaten

Bogor, (Jurnal)

Hasil regresi logit

menunjukkan dummy jenis

usaha, umur, omset usaha

dan dummy akses

simpanan merupakan

faktor yang mempengaruhi

akses UMKM terhadap

pembiayaan BMT.

Pembiayaan mikro syariah

BMT yang diberikan

mampu meningkatkan

keuntungan UMKM

sebesar 6,21 persen dari

keuntungan usaha rata-rata

Rp 79,12 juta menjadi Rp

84,03 juta per tahun.

Berdasarkan hasil regresi

linear berganda OLS,

pembiayaan syariah BMT

berpengaruh positif dan

signifikan terhadap

perubahan keuntungan

usaha.

Persamaan:

terdapat persamaan

pada variabel

penelitiannya yaitu

perkembangan

usaha.

Perbedaann:

terdapat perbedaan

yaitu lebih fokus

terhadap akses

UMKM terhadap

pembiayaannya

dan lokasi

penelitiannya.

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

43

2 Fitriani

Prastiawati dan

Emile Satia

Darma (2016)

Peran Pembiayaan

Baitul Maal Wa Tamwil

terhadap Perkembangan

Usaha dan Peningkatan

Kesejahteraan

Anggotanya dari Sektor

Mikro Pedagang Pasar

Tradisional, (Jurnal).

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa

pembiayaan BMT pada

pedagang pasar tradisional

yang menjadi anggota

BMT di Bantul, tidak

berpengaruh signifikan

terhadap persepsi

pedagang tersebut tentang

perkembangan usahanya

dan peningkatan

kesejahteraannya

(walaupun arahnya sudah

benar positif). Namun

demikian, persepsi

pedagang tersebut tentang

perkembangan usahanya

berpengaruh positif

signifikan terhadap

persepsi peningkatan

kesejahteraannya

Persamaaan:

terdapat persamaan

pada variabel

penelitiannya yaitu

pembiayaan BMT

terhadap

perkembangan

usaha mikro.

Perbedaan:

terdapat perbedaan

pada penelitian ini

yaitu lebih fokus

terhadap persepsi

nasabah, lokasi

penelitian, dan

metode

penelitiannya yaitu

menggunakan

metode kualitatif.

3 Ridwan

Widagdo &

Nurul Qomar

(2016)

Pengaruh Pembiayaan

Murabahah dan

Musyarakah Terhadap

Perkembangan Usaha

Mikro di BMT Gunung

Jati, (Jurnal).

Hasil penelitian diketahui

bahwa variabel

pembiayaan murabahah

(X1) berpengaruh positif

dan signifikan terhadap

perkembangan usaha

mikro (Y) dengan nilai

thitung > dari ttabel yaitu 2,603

Persamaan:

terdapat persamaan

variabel pada

penelitian ini yaitu

pengaruh

pembiayaan

musyarakah

terhadap

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

44

> 1,668 dengan taraf

signifikansi 0,014 < 0,05,

variabel pembiayaan

musyarakah (X2) tidak

berpengaruh positif dan

tidak signifikan terhadap

perkembangan usaha

mikro (Y) dengan nilai

thitung < ttabel yaitu 0,853 <

1,668 dengan taraf

signifikansi 0,400 > 0,05,

dan secara simultan

variabel pembiayaan

murabahah dan

musyarakah memiliki

pengaruh positif dan

signifikan terhadap

perkembangan usaha

mikro (Y) dengan nilai

Fhitung> Ftabel yaitu 11,355 >

3,14.

perkembangan

usaha mikro.

Perbedaan:

terdapat perbedaan

pada penelitian ini

yaitu jenis

pembiayaan

murabahah dan

lokasi

penelitiannya.

4 Henita Sahany

(2015)

Pengaruh Pembiayaan

Murabahah dan

Mudharabah Terhadap

Perkembangan Usaha

Mikro Kecil Menengah

(UMKM) BMT El-

Syifa Ciganjur,

Di ukur dengan beberapa

indikator seperti

pembiayaan yang diterima,

peningkatan laba,

peningkatan omset

penjualan, peningkatan

pendapatan dan asset

usaha.

Persamaan:

terdapat persamaan

pada variabel

penelitian yaitu

tentang pengaruh

pembiayaan BMT

terhadap

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

45

(Skripsi). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa

pembiayaan murabahah

dan mudhrabah

mempunyai pengaruh

positif terhadap

perkembangan UMKM

nasabah BMT El-Syifa

Ciganjur.

perkembangan

UMKM.

Perbedaan:

terdapat perbedaan

pada jenis

pembiayaan dan

lokasi

penelitiannya.

5 Biutty

Widayanti

(2016)

Pengaruh Pembiayaan

Mudharabah dan

Musyarakah terhadap

Perkembangan Usaha

Nasabah (Studi Kasus

Koperasi Jasa Keuangan

Syariah Baitut Tanwil

Muhammadiyah

Mentari Kademangan

Dan Koperasi Syariah

Muhammadiyah Blitar.

(Skripsi)

Hasil penelitian yang

peneliti lakukan dapat

diketahui bahwa 1)

Pembiayaan Mudharabah

berpengaruh signifikan

terhadap perkembangan

usaha nasabah. 2)

Pembiayaan Musyarakah

juga berpengaruh

signifikan terhadap

perkembangan usaha

nasabah.

Persamaan:

terdapat persamaan

pada variabel

penelitian yaitu

pengaruh

pembiayaan

musyarakah

terhadap

perkembangan

usaha.

Perbedaan:

terdapat perbedaan

pada penelitian ini

yaitu jenis

pembiayaan

murabahah dan

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

46

lokasi

penelitiannya.

6 Muhammad

Zaky Baridwan

(2016)

Peran Pendampingan

Dalam Mendorong

Perkembangan Usaha

Anggota BMT (Studi

Pada KSU-BMT UMJ)

(Skripsi)

Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui

bagaimana pola

pendampingan yang

dilakukan oleh KSU-BMT

UMJ kepada para

anggotanya, agar dilihat

apakah sudah sesuai

dengan standar tertentu

atau tidak. Lalu

mengetahui kendala-

kendala yang sering

dihadapi oleh para

pendamping dan

penyelesaiannya. Dan yang

terakhir mencari tahu

pendampingan berperan

dalam mendorong usaha

anggota.

Persamaann:

terdapat persamaan

pada variabel

penelitian yaitu

meneliti

perkembangan

usaha melalui

pendampingan dari

BMT.

Perbedaan:

tedapat perbedaan

yaitu lokasi dan

metode

penelitiannya

menggunakan

metode kualitatif.

7 Ernanda

Kusuma Dewi

dan Ayu Astari

(2017)

Peran pembiayaan

mudharabah dalam

pengembangan kinerja

usaha mikro pada BMT

(baitul maal wat

tamwil), (Jurnal).

Tulisan ini merupakan

artikel konseptual untuk

mengetahui peran

pembiayaan mudharabah

pada BMT (Baitul Maal

wat Tamwil) dalam

pengembangan kinerja

usaha mikro.

Persamaan:

terdapat persamaan

dari penelitian ini

yaitu meneliti

perkembangan

usaha melalui

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

47

Pengembangan kinerja

usaha mikro dapat

berkembang dengan

beberapa faktor seperti

pembinaan dan

pengawasan. Pembiayaan

mudharabah merupakan

pembiayaan yang sangat

sesuai dengan usaha mikro.

Sehingga diharapkan

pembiayaan mudharabah

mempunyai peran dalam

pengembangan kinerja

usaha mikro.

melalui

pembiayaan BMT.

Perbedaan:

terdapat perbedaan

pada penelitian ini

yaitu lokasi

penelitian dan jenis

pembiayaannya.

8 Weni

Angriyani

(2018)

Pengaruh efektivitas

pembiayaan baitul maal

wat tamwil terhadap

pemberdayaan usaha

mikro (studi kasus bmt

amanah ray medan).

Skripsi minor (D-III)

Hasil penelitian yang

peneliti lakukan adalah

sebagai berikut: 1. Adanya

pengaruh yang signifikan

antara efektivitas

pembiayaan dengan

pemberdayaan usaha

mikro. Hal ini dapat dilihat

dari table coefficients

bahwa tingkat signifikan

dari efektivitas

pembiayaan BMT sebesar

0,000 lebih kecil dari 0,05

dengan nilai thitung (15,212)

>ttabel (2,630)

Persamaan:

terdapat persamaan

pada variabel

penelitian yaitu

meneliti usaha

mikro melalui

peran pembiayaan

BMT.

Perbedaan:

tedapat perbedaan

yaitu lokasi

penelitian dan pada

penelitian ini lebih

fokus pada

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

48

2. Dari persamaan model Y

= 6,117 + 0,688X,

diketahui bahwa jika

variabel X (efektivitas

pembiayaan BMT) dalam

satu kali pembiayaan

disalurkan ke nasabah

usaha mikro. Maka akan

berdampak pada variabel Y

(pemberdayaan usaha

mikro) sebanyak 6.8 Kali.

efektivitas

pembiayaannya.

6. Kerangka Pemikiran

Lembaga keuangan mikro syariah dinilai dapat membantu mengatasi salah satu

permasalahan ekonomi, yaitu permasalahan finansial. Salah satu lembaga yang

berupaya mengatasi masalah tersebut adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT). BMT

merupakan salah satu lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia yang

beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah dengan dua fungsi utama yaitu baitul

maal dan baitul tamwil (Soemitra, 2009).

Persoalan pendanaan merupakan salah satu dilema yang sangat krusial bagi

berkelanjutan usaha mikro, dan untuk mengatasi persoalan tersebut salah satunya

dengan mengajukan pembiayaan musyarakah pada BMT Islamic Centre. Pembiayaan

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memberikan

suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau

amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan (Antonio, 2000: 90).

Disamping akses permodalan, BMT juga memiliki peran lain, yaitu

memberdayakan masyarakat dan pelaku usaha dengan mengadakan pendampingan.

Pendampingan adalah suatu strategi (cara untuk mencapai tujuan) dimana hubungan

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

49

antara pendamping dengan yang didampingi adalah hubungan dialogis (saling

mengisi) diantara dua subjek. Diawali dengan memahami realitas masyarakat dan

memperbaharui kualilas realitas ke arah yang lebih baik (Ismawan, dkk, 1994: 40).

Sehingga dengan diperolehnya dana dari pembiayaan musyarakah dan

pendampingan khususnya oleh BMT Islamic Centre Kab. Cirebon kepada para

pelaku usaha mikro, diharapkan akan membantu mengembangkan usahanya.

Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar dapat

berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu tilik atau puncak

menuju kesuksesan. Berikut dibawah ini gambar kerangka pemikiran peneliti:

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

G. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian yang diajukan, maka titik tolak untuk merumuskn hipotesis adalah

rumusan masalah dan kerangka berfikir. Adapun hipotesis dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Pembiayaan

Musyarakah (X1)

Perkembangan Usaha

Anggota BMT (Y)

Pendampingan (X2)

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah

50

H1: Pembiayaan Musyarakah berpengaruh positif signifikan terhadap

Perkembangan UsahaMikro Anggota BMT.

H2: Pendampingan berpengaruh positif signifikan terhadap Perkembangan Usaha

Mikro Anggota BMT.

H3: Pembiayaan Musyarakah dan Pendampingan berpengaruh positif signifikan

terhadap Perkembangan Usaha Mikro Anggota BMT.