BAB II LANDASAN TEORI A. Komite Sekolah 1. Pengertian...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Komite Sekolah 1. Pengertian...
-
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komite Sekolah
1. Pengertian Komite Sekolah
Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran
serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan
efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada jalur
pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah.1
Komite sekolah dapat juga diartikan suatu badan atau lembaga
non profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang
demokratis oleh para stakeholder pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung
jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.2
Komite sekolah terdiri dari unsur masyarakat yang dapat
berasal dari perwakilan orang tua/wali murid berdasarkan jenjang kelas
yang dipilih secara demokratis, tokoh masyarakat, anggota masyarakat
yang mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan,
tokoh pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi
1 Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 90.
2 Misbah, “Peran dan Fungsi Komite Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan”, Insania,
Vol.14 No.1 (Jan-April, 2009), 3.
-
14
tenagapendidikan/guru, wakil alumni, dan wakil dari siswa (khusus
untuk SLTA).3
Anggota komite sekolah yang berasal dari unsur dewan guru,
yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan
Desa sebanyak-banyaknya berjumlah tiga orang.
Jumlah dari anggota komite sekolah sekurang-kurangnya
sembilan orang dan jumlahnya harus ganjil. Adapun syarat-syarat, hak
dan kewajiban, serta masa keanggotaan komite sekolah ditetapkan
dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).
Sebelum terbentuknya komite sekolah, lebih dahulu kita
mengenal istilah BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan)
pada tiap-tiap sekolah dan juga POMG (Persatuan Orang tua Murid
dan Guru).
2. Kedudukan Komite Sekolah
Komite sekolah berkedudukan pada satuan pendidikan
sekolah, pada seluruh jenjang pendidikan, pendidikan dasar (Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah), hingga pendidikan menengah
(Madrasah Aliyah), baik madrasah negeri maupun swasta.4
Komite sekolah yang berkedudukan di setiap satuan
pendidikan, merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan
hierarkis dengan lembaga pemerintah. Komite sekolah dapat terdiri
dari satuan pendidikan atau berupa satuan pendidikan dalam jenjang
3 Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 100.
4 Ahmad Baedowi dkk, Manajemen Sekolah Efektif (Jakarta: Alvabet, 2015), 291.
-
15
yang sama, atau beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang,
tetapi pada lokasi yang berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan
yang dikelola oleh suatu penyelenggara pendidikan, atau karena
pertimbangan lain.
Pada dasarnya posisi komite sekolah berada ditengah-tengah
antara orang tua murid, murid, guru, masyarakat setempat, dan
kalangan swasta di satu pihak dengan pihak sekolah sebagai institusi,
kepala sekolah, dinas pendidikan wilayahnya, dan pemerintah daerah
di pihak lainnya.5 Peran komite sekolah diharapkan dapat
menjembatani kepentingan keduanya.
Satuan pendidikan dalam berbagai jalur, jenjang dan jenis
pendidikan memiliki penyebaran lokasi dan beragam. Ada madrasah
tunggal, dan ada pula beberapa madrasah yang menyatu dalam satu
komplek. Oleh karena itu maka komite sekolah dapat dibentuk melalui
alternatif sebagai berikut:
a. Komite sekolah/madrasah yang dibentuk di satuan pendidikan.
b. Terdapat beberapa sekolah/madrasah pada satu lokasi yang
berdekatan, atau beberapa madrasaah yang dikelola oleh suatu
penyelengggara pendidikan, atau karena pertimbangan lainnya,
dapat dibentuk koordinator komite sekolah/madrasah.6
5 Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 90.
6 Khaerudin, dkk, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jogjakarta: Nuansa Aksara,
Cet.II, 2007), 250.
-
16
3. Struktur Organisasi Komite Sekolah
Pembentukan komite sekolah dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan demokratis.7 Dilakukan secara transparan adalah bahwa
komite sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh
masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia, kriteria
calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon
anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan.
Dilakukan secara akuntabel adalah bahwa dalam proses pemilihan
anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat.
Struktur kepengurusan komite sekolah ditetapkan berdasarkan
AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua,
sekertaris dan bendahara. Apabila dipandang perlu, kepengurusan
dapat dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan yang
ada.
4. Tujuan Komite Sekolah
Tujuan dibentuknya komite sekolah dimaksudkan agar adanya
suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan
loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah.
Adapun tujuan dibentuknya komite sekolah yang telah
dijelaskan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
7 Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 99.
-
17
044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah sebagai
organisasi masyarakat sekolah adalah sebagai berikut:8
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat
dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan
di satuan pendidikan.
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang
bermutu di satuan pendidikan.
Dengan demikian tujuan dibentuknya komite sekolah adalah
untuk mewadahi partisipasi masyarakat agar ikut serta dalam
operasional manajemen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya,
berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program
sekolah secara proposional, sehingga komite sekolah dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Disamping hal itu, komite sekolah
juga bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar.
5. Peran dan Fungsi Komite Sekolah
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang
tua, masyarakat, dan pemerintah. Akan tetapi ungkapan arif tersebut
sampai saat ini lebih banyak bersifat slogan dan masih jauh dari
harapan yang sebenarnya. Bisa dikatakan tanggung jawab masing-
8 Naziardi dan Nilawati, “Komite Sekolah dan Mutu Pendidikan”, Lentera, Vol.5 No.14 (2014),
71.
-
18
masing masih belum optimal, terutama pada peran serta masyarakat
yang sampai saat ini belum banyak diberdayakan.
Di dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pada pasal 54 dikemukakan: (1) peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan; (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai
sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.9
Secara lebih spesifik, pada pasal 56 disebutkan bahwa di
masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah atau komite
madrasah, yang berperan sebagai berikut.10
a. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah.
b. Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan,, arahan, dan dukungan tenaga, sarana
prasarana, serta pengawasan pendidikan ditingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan
hierarkis.
9 Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 91.
10 Ibid., 92.
-
19
c. Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan
pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana
serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Atas dasar untuk pemberdayaan masyarakat itulah, maka
digulirkan konsep komite sekolah sebagaimana dikemukakan diatas.
Berdasarkan keputusan Mendiknas No. 044/U/2002, keberadaan
komite sekolah berperan sebagai berikut:
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (suppoting agency) baik yang berwujud finansial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (executive) dengan masyarakat di
satuan pendidikan.11
Keempat peran komite tersebut, bukanlah peran yang dapat
berdiri sendiri, melainkan dari keempat peran tersebut saling terkait
11
Ahmad Baedowi dkk, Manajemen Sekolah Efektif, 290.
-
20
antara peran satu dengan yang lainnya.12
Dalam hal ini komite sekolah
mempunyai penjabaran peran dalam kegiatan operasional komite
sekolah ditinjau dari segi fisik pendidikan, adapun penjabarannya
secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency), dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan
pendidikan indikator kinerjanya dengan memberikan masukan dan
pertimbangan mengenai:
1) Kebijakan pendidikan
2) Program pendidikan
3) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
(RAPBS)
4) Kriteria fasilitas pendidikan13
b. Sebagai pendukung (suppoting agency), baik yang berwujud
finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan, indikator kinerjanya yaitu:
1) Memantau kondisi sarana dan prasarana.
2) Menggalang dana dalam rangka pembiayaan pendidikan
3) Mendorong tumbuhnya perhatian masyarakat terhadap
penyelenggara pendidikan yang bermutu.
4) Mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah.14
12
Sri Renani Panjastuti dkk, Komite Sekolah: Sejarah dan Prospeknya di Masa Depan (Yogyakarta: Hikayat Publising, 2008), 81. 13
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 93.
-
21
c. Sebagai pengontrol (controlling agency), dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
pendidikan di satuan pendidikan, indikator kerjanya yaitu:
1) Mengawasi proses pengambilan keputusan di sekolah.
2) Kontrol terhadap perencanaan sekolah.
3) Mengontrol proses pelaksanaan program sekolah.
d. Sebagai mediator, dengan masyarakat di satuan pendidikan,
indikator kinerjanya yaitu:
1) Melakukan kerja sama dengan masyarakat.
2) Menampung aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
3) Menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.15
Apabila komite sekolah dalam setiap satuan pendidikan sudah
dapat melaksanakan keempat perannya tersebut dengan baik,
diasumsikan bahwa komite sekolah tersebut dapat memberikan
dampak terhadap kinerja dalam sistem pendidikan tersebut.16
Dengan
kata lain, keberadaaan dan peran dari komite sekolah perlu juga
menyentuh berbagai indikator kinerja dalam kaitannya dengan
keberhasilan sistem pendidikan dalam upaya memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara optimal.
14
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 94. 15
Syaiful Safala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, 251. 16
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 99.
-
22
Sementara itu untuk menjalankan perannya, komite sekolah
juga berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut:17
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan upaya kerja sama dengan masyarakat (perorangan/
organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan
dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan,dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada
satuan pendidikan mengenai:
1) Kebijakan dan program pendidikan
2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
3) Kriteria kinerja satuan pendidikan
4) Kriteria tenaga pendidikan
5) Kriteria fasilitas pendidikan
6) Hal-hal yang terkait dengan pendidikan.
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan.
f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
17
Naziardi dan Nilawati, “Komite Sekolah dan Mutu Pendidikan”, Lentera, Vol.5 No.14 (2014), 71-72. (70-76)
-
23
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Komite sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan
akuntabilitas sebagai berikut:18
a. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program
sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa
keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran program sekolah.
b. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban bantuan masyarakat
baik berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak),
maupun non materi (tenaga dan pikiran) kepada masyarakat dan
pemerintah setempat.
Adapun secara rinci berdasarkan paparan di atas dapat kita
paparkan peran dan fungsi komite sekolah adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan rapat komite sesuai dengan program yang
ditetapkan.
b. Bersama dengan sekolah/madrasah merumuskan dan menetapkan
visi dan misi.
c. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah menyusun standar
pelayanan pembelajaran di sekolah/madrasah.
18
Khaerudin, dkk, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jogjakarta: Nuansa Aksara, 2007), 252.
-
24
d. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah menyusun rencana
strategi pengembangan sekolah/madrasah.
e. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah menyusun dan
menetapkan rencana program tahunan sekolah/madrasah termasuk
dalam penyusunan dan penetapan RAPBS/M.
f. Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan
kesejahteraan berupa honorium yang diperoleh dari masyarakat
kepada kepala sekolah/madrasah, tenaga pendidik, dan tenaga
kependidikan sekolah/madrasah.
g. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah mengembangkan potensi
ke arah prestasi unggulan, baik yang bersifat akademis (ujian
semester, UAN, maupun yang bersifat non-akademis (keagamaan,
olah raga, seni, dan lain sebagainya).
h. Menghimpun dan menggali sumber dana dari masyarakatuntuk
meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan.
i. Mengelola peran masyarakat berupa non-material(tenaga, pikiran,
yang ditujukan kepada peningkatan kualitas pelayanan
sekolah/madrasah.
j. Mengevaluasi program sekolah/madrasah secara proporsional
sesuai dengan kesepakatan dengan pihak sekolah/madrasah,
meliputi pengawasan penggunaan sarana dan prasarana,
pengawasan keuangan secara berkala dan berkesinambungan.
-
25
k. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkannya
bersama-sama dengan pihak sekolah/madrasah (termasuk juga
dengan melibatkan masyarakat dan orang tua murid).
l. Memberikan respon terhadap kurikulum yang dikembangkan
secara terstandar nasional maupun lokal.
m. Memberikan motivasi, penghargaan (baik yang berupa materi
maupun non-materi) kepada tenaga kependidikan atau kepada
seseorang yang berjasa kepada sekolah/madrasah secara
proporsional.
n. Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar
(sekolah/madrasah) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan di sekolah/ madrasah yang bersangkutan.
o. Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan di
sekolah/ madrasah yang bersangkutan.
p. Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program yang
dikonsultasikan oleh kepala sekolah/madrasah.
q. Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah daerah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sesuai dengan
kebutuhan sekolah/madrasah dan masyarakat.19
Selain peran yang disebutkan diatas, peran nyata yang
dilaksanakan komite sekolah adalah sebagai mitra atau partner bagi
pemerintah daerah maupun sekolah. Badan ini memiliki peran sebatas
19
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011), 189.
-
26
memberikan pertimbangan atau pilihan-pilihan yang harus dilakukan
oleh pemerintah daerah dan sekolah, serta memberikan dukungan,
kontrol, dan menjembatani kepentingan masyarakat dan
penyelenggaraan pendidikan.
Peran komite sekolah memberikan pertimbangan dalam
penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan, mendukung
penyelenggaraan pendidikan, mengontrol dan mediator antara
pemerintah dengan masyarakat. Di samping itu juga berfungsi
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
pendidikan berkualitas, melakukan kerjasama dengan masyarakat,
menampung dan menganalisa aspirasi, memberi masukan, mendorong
orang tua murid dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan,
menggalang dana dari masyarakat dan melakukan evaluasi.
Maka dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, orang tua
dan masyarakat mempunyai potensi yang signifikan dalam berperan
aktif. Antara lain orang tua turut belajar kaitannya dengan birokrasi
kependidikan skala kecil dalam satuan pendidikan (sekolah),
mendorong aktif kegiatan di sekolah, menciptakan situasi keakraban
yaitu dengan diskusi di rumah, dan juga orang tua perlu mengetahui
perkembangan anaknya di sekolah serta turut serta dalam pengadaan
sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar.
-
27
B. Mutu Pendidikan
1. Pengertian Mutu Pendidikan
Program mutu sebenarnya berasal dari dunia bisnis. Dalam
dunia bisnis, baik yang berdifat produksi maupun jasa. Dewasa ini,
mutu bukan hanya menjadi masalah dan kepedulian dalam bidang
bisnis, melainkan juga dalam bidang-bidang lainnya, seperti
permintaan, layanan sosial, pendidikan, bahkan bidang keamanan dan
ketertiban sekalipun.20
Philip B. Crosby mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian
dengan apa yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to
requirement).21
Secara sederhana sebuah produk dikatakan berkualitas
apabila produk tersebut sesuai dengan standar kualitas yang telah
ditentukan yang meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk
jadi. Dari definisi ini, mutu itu diartikan sebagai kesesuaian dengan
standar yang ada. Sebagai contoh dalam sebuah organisasi memproduk
sebuah produk atau barang akan dikatakan bermutu jika barang atau
produk tersebut sudah sesuai dengan standar yang ada. Dalam
organisasi non profit misalnya, di dunia pendidikan memiliki beberapa
standar. Organisasi pendidikan itu dikatakan bermutu jika organisasi
tersebut telah memenuhi standar-standar yang ada.22
20
Nana Syaodih Sukmadinata,dkk, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, dan Instrumen (Bandung: Refika Aditama, 2006), 8. 21
Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu (Malang: UIN Press, 2010), 78. 22
Noer Rohmah dan Zaenal Fanani, Pengantar Manajemen Pendidikan (Malang: Madani, 2017), 205.
-
28
Menurut Goetch dan Davis, bahwasanya kualitas/mutu adalah
suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan layanan, orang, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.23
Sedangkan menurut Umeidi, secara umum mutu adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Dalam
konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses dan
output pendidikan.24
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dalam
mendefinisikan mutu pendidikan adalah pendidikan yang dapat
menghasilkan peserta didik yang unggul dalam pengetahuan akademik
maupun non akademiknya serta mampu menanamkan dan menumbuh
kembangkan pengetahuannya tersebut untuk dijadikan pandangan
hidupnya, serta diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan
dalam keterampilan hidupnya seharihari.25
Konsep tentang mutu pendidikan dengan demikian juga
diartikan secara berbeda-beda, tergantung pada situasi, kondisi dan
sudut pandang. Ada yang berpendapat bahwa mutu pendidikan
ditandai dengan kesesuaian dengan kondisi dan kebutuhan yang berupa
fisik seperti gedung, fasilitas, sarana dan prasarasa dll. Sementara itu
masyarakat umum berpendapat bahwa ukuran mutu yang utama adalah
23
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 554. 24
Umeidi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah, 2001), 25. 25
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah: Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 8.
-
29
besarnya lulusan sekolah dengan nilai yang tinggi.26
Dari sini dapat
ditegaskan bahwa mutu tidak hanya tentang lulusan saja, akan tetapi
mutu juga dapat dilihat dari segi fisik seperti bangunan dan sarana
prasarana yang memadai untuk kelancaran sebuah proses pendidikan.
Dalam peningkatan mutu pendidikan, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, diantaranya yaitu:
a. Siswa
Dalam kaitannya dengan pendidikan, peserta didik
merupakan faktor atau komponen penting dalam pendidikan, oleh
karenaitu pembinaan terhadap anak harus dilaksanakan secara
terus-menerus ke arah kematangan dan kedewasaan. Bisa
dikatakan hampir semua kegiatan disekolah pada akhirnya
ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan potensi dirinya.
Upaya itu akan optimal jika siswa itu sendiri secara aktif
berupaya mengembangkan diri sesuai dengan program-program
yang dilakukan oleh sekolah. Oleh karena itu, sangat penting untuk
menciptakan kondisi agar siswa dapat mengembangkan diri secara
optimal. Sebagai manusia, peserta memiliki karakteristik-
karakteristik tertentu, yaitu:
1) Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga
masihmenjadi tanggung jawab pendidik.
26
Lukman, Indikator Mutu Proses Pendidikan, http://lukmantp.blogspot.com/indikator-mutu-proses-pendidikan, 01 November 2011, diakses tanggal 09 Mei 2019.
http://lukmantp.blogspot.com/
-
30
2) Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya,
sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik.
3) Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang
secara terpadu, yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial,
intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh
untuk bekerja (kaki, tangan, jari), latar belakang sosial, latar
belakang biologis (warna kulit, bentuk tubuh dan lainnya),
serta perbedaan individual.27
Berkenaan dengan siswa, ada beberapa prinsip dasar yang harus
diperhatikan, diantaranya yaitu:
1) Siswa harus diperhatikan sebagai subjek dan bukan objek,
sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap
perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan
kegiatan mereka.
2) Keadaan dan kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari
kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat,
dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan wahana kegiatan
yang beragamsehingga setiap siswa memiliki wahana untuk
berkembang secara optimal.
3) Pada dasarnya siswa hanya akan termotivasi belajar,jika
mereka menyenangi apa yang diajarkan.
27
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), 52.
-
31
4) Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah
kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.28
b. Pendidik
Guru merupakan orang pertama yang mencerdaskan
manusia, orang yang memberi bekal pengetahuan, pengalaman,
dan menanamkan nilai-nilai, budaya, dan agama terhadap anak
didik, dalam prosespendidikan guru memegang peran penting
setelah orang tua di rumah. Di lembaga pendidikan, guru menjadi
orang pertama yang bertugas membimbing, mengajar, dan melatih
anak didik mencapai kedewasaan.29
Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan
dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan,
teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan
kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan,
manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi
dan komunikasi.
Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme
guru kita masih rendah. Faktor-faktor internal seperti penghasilan
guru yang belum mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan
profesi masih dianggap sebagai faktor determinan. Akibatnya,
upaya untuk menambah pengetahuan dan wawasan menjadi
28
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 121. 29
Martinis Yamin, Profesionalisme Guru dan Implementasi KTSP (Jakarta: Putra Grafika, 2009), 47.
-
32
terhambat karena ketidakmampuan guru secara financial dalam
pengembangan SDM melalui peningkatan jenjang pendidikan.
Hal itu juga telah disadari pemerintah sehingga program
pelatihan mutlak diperlukan karena terbatasnya anggaran untuk
meningkatkan pendidikan guru.
Program pelatihan ini dimaksudkan untuk menghasilkan
guru sebagai tenaga yang terampil (skill labour) atau dengan istilah
lain guru yang memiliki kompetensi.
c. Sarana dan Prasarana
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapanyang
secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan,
khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas,
meja, kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang
dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara
tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau
pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju
sekolah. tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses
belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi,
halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen
tersebut merupakan sarana pendidikan.30
Menurut Kepmendikbud No. 053/U/2001 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM), sekolah harus memiliki persyaratan
30
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: Rosda Karya, 2011), 49.
-
33
minimal untuk menyelenggarakan pendidikan dengan serba
lengkap dan cukup seperti, luas lahan, perabot lengkap,
peralatan/laboratorium/media, infrastruktur, dan sarana olahraga.31
Kehadiran Kepmendiknas ini dirasakan sangat tepat karena
dengan keputusan itu diharapkan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah tidak terlalu cepat dan tidak juga tertinggal di bawah
persyaratan minimal, sehingga kualitas pendidikan tidak menjadi
semakin terpuruk.
Selanjutnya, UU Sisdiknas No. 20/2003 pasal 45 ayat (1)
berbunyi, setiap satuan pendidikan menyediakan sarana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Jika kita
lihat kenyataan di lapangan bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu
di beberapa kota di Indonesia saja yang memenuhi persyaratan
SPM, umumnya sekolah negeri dan swasta favorit.
Berdasarkan fakta ini, keterbatasan sarana dan prasarana
pada sekolah-sekolah tertentu, pengadaannya selalu dibebankan
kepada masyarakat. Alasannya pun telah dilegalkan berdasarkan
Kepmendiknas No. 044/U/2002 dan UU Sisdiknas No.20/2003
pasal 56 ayat (1). Dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program
31
Kepmendikbud No. 053/U/2001
-
34
pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah, ayat (2) Dewan pendidikan, sebagai lembaga
mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu
pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan
dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang
tidak mempunyai hubungan hierarkis, dan ayat (3) Komite
sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan
pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana
serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.32
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sarana dan
prasarana merupakan alat penunjang untuk terselenggaranya proses
pendidikan demi tercapainya kualitas pendidikan. Sarana dan
prasarana merupakan komponen yang sangat penting dalam setiap
aktivitas kegiatan, maka keberadaannya merupakan faktor penting
dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
dirumuskan.
d. Hubungan Masyarakat
Hubungan masyarakat didefinisikan sebagai seni dan ilmu
untuk menganalisis kecenderungan, memprediksi konsekuensi-
konsekuensi, menasihati para pemimpin organisasi, dan
32
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 92.
-
35
melaksanakan program yang terencana mengenai kegiatankegiatan
yang melayani,baik kepentingan oraganisasi maupun kepentingan
publik.33
Hubungan sekolah dan masyarakat pada hakikatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan
mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.
Dalam hal ini sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian
penting dari sistem sosial yang lebih besar yaitu masyarakat.
Sekolah dengan masyarakat mempunyai hubungan yang sangat
erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif
dan efisien.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan mesti berada di
tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau harus
berhubungan dengan masyarakat. Baik dalam bentuk kapasitas
hubungan dinas, maupun hubungan dan kerja sama dengan pihak
lain di luar kedinasan. Kegiatan humas pada dasarnya tidak cukup
hanya menginformasikan fakta-fakta tertentu dari sekolah yang
bersangkutan, tetapi juga harus mengemukakan hal-hal sebagai
berikut:
1) Melaporkan tentang pikiran-pikiran yang berkembang dalam
masyarakat tentang masalah pendidikan;
33
Triyo Marno dan Supriyanto, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: Refika Aditama, 2008), 46.
-
36
2) Membantu kepala sekolah bagaimana usaha untuk
memperoleh bantuan dan kerja sama;
3) Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh
bantuan;
4) Menunjukkan pergantian keadaan pendapat umum.
Dengan demikian, pada dasarnya humas tidak hanya
bersifat publisitas belaka, tetapi jauh dari itu bagaimana sekolah
membangun kerja sama dengan pihakpihak lain berupa
networking, di mana kerjasama itu untuk kondisi sekarang
merupakan sesuatu yang sangat vital dan penting dilakukan,
dengan tujuan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan
di sekolah.34
e. Keuangan
Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas memerlukan
tersedianya dana dan sarana yang lengkap dan canggih atau relevan
dengan kebutuhan program-program yang ditangani. Namun dana
yang banyak dan fasilitas yang lengkap dan mahal tidak dengan
sendirinya menjamin tercapainya pendidikan berkualitas, hal itu
akan sangat tergantung pada sistem pengelolaan serta kemampuan
atau keahlian dan moral para petugas yang bertanggung jawab.
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu
sumberdaya yang secara langsung menunjang efektivitas dan
34
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 126.
-
37
efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi
dalam implementasi MBS, yang menuntut kemampuan sekolah
untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan
kepada masyarakat dan pemerintah.35
Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah
merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya
kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-
komponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan
sekolah memerlukan biaya, baik disadari maupun tidak. Paling
tidak ada tiga persoalan pokok dalam pembiayaan pendidikan,
yaitu:
1) Financing, menyangkut dari mana sumber pembiayaan
diperoleh,
2) Budgeting,bagaimana dana pendidikan dialokasikan, dan
3) Accountability, bagaimana anggaran yang diperoleh
digunakan dan dipertanggungjawabkan.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara
garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu: (1)
pemerintah, baik pemerintah pusat, daerah maupun kedua-duanya,
yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi
35
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), 47.
-
38
kepentingan pendidikan; (2) orang tua atau peserta didik; (3)
masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat.36
2. Ciri-ciri Mutu Pendidikan
Era globalisasi merupakan era persaingan mutu. Oleh karena
itu lembaga pendidikan mulai dari tingkat tinggi harus memperhatikan
mutu pendidikan. Lembaga pendidikan berperan dalam kegiatan jasa
pendidikan maupun pengembangan sumber daya manusia harus
memiliki keunggulan-keunggulan yang diperioritaskan dalam lembaga
pendidikan tersebut.
Transformasi menuju sekolah bermutu diawali dengan
mengadopsi dedikasi bersama terhadap mutu oleh dewan sekolah,
administrator, staff, siswa, guru dan komunitas. Proses diawali dengan
mengembangkan visi dan misi mutu untuk wilayah dan setiap sekolah
serta departemen dalam wilayah tersebut.37
Mutu adalah segala sesuatu yang dapat diperbaiki menurut
filosofi manajemen lama “kalau belum rusak jangan diperbaiki”. Mutu
didasarkan pada konsep bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak
ada proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen yang baru
“bila tidak rusak perbaikilah, karena bila tidak dilakukan anda maka
36
Ibid., 48. 37
Jerome S. Arkaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip dan Tata Langkah Penerapan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 10.
-
39
orang lain yang akan melakukan”. Inilah konsep perbaikan
berkelanjutan.38
Pendidikan dikatakan bermutu apabila pendidikan itu mampu
membentuk lulusannya agar memiliki kecakapan hidup yang dapat
meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai calon pemimpin di
muka bumi ini.
Menurut Abdul Rachman Shaleh, ciri-ciri pendidikan yang
bermutu dapat dilihat dari input, proses dan output-nya, sebagai
indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:
a. Input
1) Kebijakan mutu dan harapan.
2) Sumber daya (kesediaan masyarakat).
3) Berorientasi siswa.
4) Manajemen (pembagian tugas, perencanaan, kendali mutu
efisiensi).
b. Proses
1) Pembelajaran, beriorentasi:
a) Learning to know.
b) Learning to do.
c) Learning to be.
d) Learning to live together.
2) Kepemimpinan yang kuat/demokratis.
38
Ibid., 11-14.
-
40
a) Kemampuan manajerial.
b) Kemampuan memobilisasi.
c) Memiliki otonomi luas.
3) Lingkungan: aman, nyaman, manusiawi.
4) Pengelolaan tenaga yang efektif.
a) Perencanaan.
b) Pengembangan.
c) Penilaian.
d) Imbal jasa.
5) Memiliki budaya mutu (kerja sama, merasa memiliki, mau
berubah, mau meningkatkan diri, terbuka).
6) Tim kerja (kompak, cerdas, dinamis).
7) Partisipasi masyarakat tinggi.
8) Memiliki akuntabilitas.
a) Laporan prestasi.
b) Respon/tanggapan masyarakat.
c. Output
1) Prestasi Akademis:
a) NEM
b) STTB
c) Taraf serap
d) Lomba karya ilmiah
e) Lomba keagamaan
-
41
2) Prestasi Non Akademis:
a) Olahraga
b) Kerapian/ketertiban
c) Kepramukaan
d) Kebersihan
e) Toleransi
f) Ketulusan
g) Kesenian
h) Disiplin
i) Kerajinan
j) Solidaritas
k) Silaturrahmi
l) Dan lain-lain.39
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan
merupakan ketercapaian dari standar-standar yang telah ditetapkan.
Adapun untuk mengetahui mutu pendidikan dapat dilihat dari input,
proses, serta outputnya. Dimana input pendidikan merupakan segala
sesuatu yang mendukung proses dalam pendidikan dan output
pendidikan adalah hasil dari sebuah proses.
39
Abdur Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa; Visi, Misi dan Aksi (Jakarta: Grafindo Persada, 2004), 246-248.