BAB II LANDASAN TEORI - · PDF filejaringan kerja dapat ... adalah waktu paling awal suatu...

29
II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Critical Path Method (CPM) CPM (Critical Path Method) merupakan alat analisis proyek yang sudah banyak dikenal di bidang manajemen. Proyek terdiri atas serangkaian kegiatan dan beberapa diantara kegiatan tersebut saling terkait. Suatu kegiatan hanya dapat dilakukan setelah kegiatan sebelumnya selesai dilakukan. Serangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram. CPM adalah suatu teknik analisis untuk perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek dengan metode jalur kritis dengan taksiran tunggal untuk lama satu aktivitas. Arah perhitungan CPM ialah perhitungan maju dan perhitungan mundur. 2.1.1 Definisi Program Evaluation Review Technique (PERT) PERT (Program Evaluation and Review Technique) merupakan alat analisis proyek yang sudah banyak dikenal di bidang manajemen. Proyek terdiri atas serangkaian kegiatan dan beberapa diantara kegiatan tersebut saling terkait. Suatu kegiatan hanya dapat dilakukan setelah kegiatan sebelumnya selesai dilakukan. Serangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram. PERT adalah suatu teknik analisis untuk mengasumsikan ketidakpastian lama waktu aktivitas yang digambarkan dengan probabilitas tertentu dan memerlukan tiga waktu taksiran untuk satu aktivitas. PERT juga memperkenalkan parameter lain yang mencoba mengukur ketidakpastian tersebut secara kuantitatif seperti standar deviasi dan varians (Imam, 1999).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - · PDF filejaringan kerja dapat ... adalah waktu paling awal suatu...

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Critical Path Method (CPM)

CPM (Critical Path Method) merupakan alat analisis proyek yang

sudah banyak dikenal di bidang manajemen. Proyek terdiri atas serangkaian

kegiatan dan beberapa diantara kegiatan tersebut saling terkait. Suatu

kegiatan hanya dapat dilakukan setelah kegiatan sebelumnya selesai

dilakukan. Serangkaian kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah

diagram.

CPM adalah suatu teknik analisis untuk perencanaan, penjadwalan,

dan pengendalian proyek dengan metode jalur kritis dengan taksiran tunggal

untuk lama satu aktivitas. Arah perhitungan CPM ialah perhitungan maju dan

perhitungan mundur.

2.1.1 Definisi Program Evaluation Review Technique (PERT)

PERT (Program Evaluation and Review Technique) merupakan alat

analisis proyek yang sudah banyak dikenal di bidang manajemen. Proyek

terdiri atas serangkaian kegiatan dan beberapa diantara kegiatan tersebut

saling terkait. Suatu kegiatan hanya dapat dilakukan setelah kegiatan

sebelumnya selesai dilakukan. Serangkaian kegiatan tersebut dapat

digambarkan dalam sebuah diagram.

PERT adalah suatu teknik analisis untuk mengasumsikan

ketidakpastian lama waktu aktivitas yang digambarkan dengan probabilitas

tertentu dan memerlukan tiga waktu taksiran untuk satu aktivitas. PERT juga

memperkenalkan parameter lain yang mencoba mengukur ketidakpastian

tersebut secara kuantitatif seperti standar deviasi dan varians (Imam, 1999).

II-2

Terdapat beberapa fungsi untuk melakukan analisis dalam CPM dan PERT,

di antaranya adalah (Wahyu Winarno, 2008).

1. Menganalisis jalur kritis (bisa lebih dari satu).

2. Menganalisis kegiatan yang saling mengganggu bertabrakan.

3. Menganalisis biaya.

4. Menampilkan diagram gantt.

CPM dan PERT memiliki asumsi-asumsi yang sama. Berikut ini

adalah beberapa asumsi-asumsi yang ada di CPM dan PERT.

a. Proyek terdiri atas aktivitas-aktivitas yang terdefinisi dengan jelas.

b. Setiap aktivitas bisa dimulai dan diakhiri tanpa tercampur dengan aktivitas

lain.

c. Setiap aktivitas terkait dengan urutan-urutan pelaksanaan satu sama lain

Penerapan metode PERT bukan hanya pada proyek-proyek besar

dengan waktu pengerjaan yang lama dan dengan ribuan pekerja, tetapi dapat

berfungsi untuk memperbaiki efisiensi pengerjaan proyek bersekala kecil dan

menengah. Seperti, perakitan mobil atau sepeda motor, pembangunan

rumah tinggal, jembatan, jasa konstruksi lainnya, serta proyek-proyek lainnya.

Secara umum PERT membantu dalam hal-hal sebagai berikut (Purnomo,

2004):

1. Perencanaan suatu proyek yang kompleks.

2. Penjadwalan-penjadwalan pekerjaan dalam urutan yang praktis dan

efisien.

3. Mengadakan pembagian kerja dari tetangga kerja dan sumber dana yang

tersedia.

4. Menentukan antara waktu dan biaya.

Mengadakan analisis jaringan untuk suatu proyek diperlukan tiga tipe

data pokok, yaitu taksiran mengenai waktu yang diperlukan untuk setiap

pekerjaan kegiatan. Menganalisis waktu yang diperlukan untuk suatu

II-3

pekerjaan, dugunakan estimasi waktu penyelesaian suatu kegiatan

(Purnomo, 2004).

1. Waktu optimistik (a) adalah waktu kegiatan bila semuanya berjalan baik

tanpa adanya hambatan-hambatan atau penundaan. Hanya ada

probabilitas yang sangat kecil (1 dalam 100) untuk mencapai waktu yang

optimistik (waktu yang paling cepat).

2. Waktu pesimistik (b) adalah waktu kegiatan bila terjadi hambatan atau

penundaan lebih dari semestinnya. Probabilitas yang ada dalam hal ini

sangat kecil (1 dalam 100) untuk mencapai waktu yang pali pesimis

(waktu paling lama).

3. Waktu realistik (m) adalah waktu yang terjadi bila suatu kegiatan

dilaksanakan dalam kondisi normal, dengan penundaan yang bisa

diterima. Hanya ada satu waktu yang mungkin bisa bergerak antara

kedua waktu ekstrim tersebut. Formula untuk menaksir waktu yang

diharapkan (Expeted Time) untuk sebuah aktivitas adalah sebagai

berikut.

Keterangan:

ES = waktu yang diharapkan

a = waktu optimistik

b = waktu pesimistik

m = waktu umum

Pembentukan jaringan CPM dan PERT terdapat simbol-simbol yang

menghubungkan suatu kejadian, pekerjaan, dan aktivitas semua. Berikut ini

adalah simbol-simbol yang digunakan untuk pembentukan CPM dan PERT

(http://ainul.staff.gunadarma.ac.id)

II-4

Tabel 2.1 Simbol-simbol CPM dan PERT

Simbol: Untuk

Kejadian (event): peristiwa dimulai dan berakhirnya suatu pekerjaan

Pekerjaan (aktivitas): peristiwa berlangsungnya suatu pekerjaan

------- Dummy activity: pekerjaan atau aktivitas semu

CPM dan PERT mempunyai langkah-langkah perhitungan masing-masing.

Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan CPM dan PERT:

1. Langkah perhitungan untuk PERT

a. Menggunakan diagram pendahulu

b. Menentukan lintasan kritis

2. Langkah perhitungan untuk CPM

a. Menentukan lintasan kritis percepatan

b. Menentukan biaya percepatan

2.1.2 Perbedaan Critical Path Method (CPM) dan Program Evaluation

Review Technique (PERT)

CPM dan PERT sama-sama digunakan dalam perancangan dan

pengendalian proyek. Kedua-duannya mendeskripsikan aktivitas-aktivitas

proyek dalam jaringan kerja dan dari jaringan kerja tersebut, mampu

dilakukan berbagai analisis untuk pengambilan keputusan tentang waktu,

biaya, serta penggunaan sumber daya.

Terdapat beberapa perbedaan antara CPM dan PERT. Perbedaan

pertama, CPM menggunakan satu jenis waktu untuk taksiran waktu kegiatan

sedangkan PERT menggunakan tiga jenis waktu, yaitu perkiraan waktu

teroptimistik, termungkin dan terpesimis. Perbedaan kedua, CPM digunakan

kala taksiran waktu pengerjaan setiap aktivitas diketahui dengan deviasi

relatif mini atau dapat diabaikan sedangkan PERT digunakan saat taksiran

waktu aktivitas tidak dapat dipastikan seperti aktivitas tersebut sebelum

pernah dilakukan bervariasi waktu yang benar. Perbedaan ketiga, CPM

II-5

menganggap proyek terdiri dari peristiwa susul menyusul. PERT dengan

berbasikan statistik memberikan peluang hadirnya ketidak pastian

(http://ainul.staff.gunadarma.ac.id).

2.1.3 Persyaratan Urutan Pekerjaan

Pertimbangan suatu pekerjaan dilakukan pengurutan adalah karena

berbagai kegiatan tidak dapat dimulai sebelum kegiatan-kegiatan lain

diselesaikan, dan mungkin ada kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan

secara bersamaan dan atau tidak saling bergantung. Konsep waktu dalam

jaringan kerja dapat didefinisikan sebagai berikut.

1. ES (Earliest Start Time) adalah waktu paling awal (tercepat) suatu

kegiatan dapat dimulai dengan memperhatikan waktu kegiatan yang

diharapkan dan persyaratan urutan pengerjaan.

2. LS (Latest Start Time) adalah waktu yang paling lambat untuk dapat

memenuhi suatu kegiatan tanpa penundaan keseluruhan proyek.

3. EF (Earliest Finish Time) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat

diselesaikan, atau sama dengan ES + waktu kegiatan yang diharapkan.

4. LF (Latest Finish Time) adalah waktu paling lambat untuk dapat

menyelesaikan suatu kegiatan tanpa menunda dan penyelesaian proyek

secara keseluruhan, atau sama dengan LS + waktu kegiatan yang

diharapkan.

Diagram jaringan kerja node (lingkaran) yang merupakan lambang

dari suatu event dibagi atas tiga bagian dengan fungsi masing-masing.

Berikut ini adalah tiga bagian dari diagram jaringan kerja node (lingkaran).

aa

a

b c

II-6

Keterangan:

a = Ruang untuk nomor event

b = Ruang untuk waktu paling cepat suatu kegiatan dapat diselesaikan (EF)

c = Ruang untuk waktu paling lambat untuk dapat menyelesaikan suatu

kegiatan tanpa penundaan atau LF (Purnomo, 2004).

2.1.4 Pengertiam Jalur Kritis dan Dummy

Jalur kritis adalah jalur dalam jaringan kerja yang memiliki rangkaian

komponen-komponen kegiatan, dengan total waktu terlama dan menunjukan

waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jalur kritis mempunyai arti penting

dalam suatu proyek, karena kegiatan-kegiatan yang melewati jalur kritis

diusahakan tidak mengalami kelambatan penyelesaian. Pelaksanaan

kegiatan-kegiatan dalam jalur kritis mengalami keterlambatan proyek secara

keseluruhan (Purnomo, 2004).

Jalur kritis mempunyai tiga ciri-ciri khusus, ketiga ciri-ciri tersebut bisa

dijadikan acuan untuk mengetahui jaringan kerja. Berikut ini adalah ciri-ciri

dari jalus keritis.

1. Jalur yang memakan waktu terpanjang dalam suatu proses

2. Jalur dengan tegangan waktu antara selesainya suatu tahap kegiatan

dengan mulainya suatu tahap kegiatan berikutnya.

3. Tidak adanya tegangan waktu tersebut yang merupakan sifat kritis dari

jalur kritis.

Dummy adalah aktivitas yang tidak mempunyai waktu pelaksanaan

dan hanya diperlukan untuk menunjukan kegiatan dengan aktivitas

pendahulu. Dummy diperlukan untuk menggambarkan adannya hubungan

diantara kegiatan. Mengingan dummy merupakan kegiatan semu maka lama

kegiatan dummy adalah nol. Dummy terdiri dari dua macam yaitu

(http://ainul.gunadarma.ac.id):

II-7

1. Gramatical Dummy

Gramatica dummy diperlukan untuk menghindari kekacauan penyebutan

suatu kegiatan apabila terdapat dua atau lebih kegiatan yang berasal dari

peristiwa yang sama (misalnya i) dan berakhir pada suatu peristiwa yang

sama pula (misalnya j). Gramatical dummy akan memudahkan komputer

untuk membedakan kegiatan satu dengan yang lain.

2. Logical Dummy

Logical dummy digunakan untuk memperjelaskan hubungan antara

kegiatan.

2.2. Definisi Linear Programming

Linear programming adalah suatu cara untuk menyelesaikan

persoalan mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas diantara beberapa

aktivitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin dilakukan.

Pengertian lainnya yaitu adalah suatu metode metematis untuk menentukan

cara untuk mencapai hasil yang terbaik (seperti keuntungan atau biaya

terendah) dalam suatu model matematis untuk beberapa persyaratan daftar

digambarkan sebagai persamaan linier (http://wikipedia.com).

Secara umum linear programming ialah salah satu teknik dari riset

operasi untuk memecahkan persoalan optimasi (maksimasi atau minimasi)

dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka

untuk mencari pemecahan yang optimum dengan memperhatikan pembatas-

pembatas yang ada. Sumber yang terbatas harus dicapai suatu hasil yang

optimum dengan perkataan lain bagai mana carannya agar dengan masukan

input yang terbatas dapat menghasilkan keluaran output berupa produksi

barang atau jasa yang optimum (http://ainul,gunadarma.ac.id).

Salah satu keputusan manajer yang sangat penting adalah

penyaluran sumber-sumber yang dimaksud dapat berupa bahan baku,

II-8

peralatan, mesin ruang, waktu, dana dan orang. Semua itu dapat

dipergunakan untuk menghasilkan komoditi tertentu (Winarno, 2008).

Metode analisis yang paling bagus untuk menyelesaikan persoalan

alokasi sumber ialah metode program linier adalah merumuskan masalah

dengan jelas dengan menggunkana sejumlah informasi yang tersedia.

Sesudah masalah terumuskan dengan jelas, maka langkah berikutnya adalah

menterjemahkan masalah ini kedalam model matematika, yang telah

mempunyai cara pemecahan yang lebih mudah dan rapi guna menemukan

jawaban terhadap masalah yang dihadapi. Jawaban yang ditemukan dari

hasil perhitungan lebih mudah dinilai atau deevaluasi kemampuannya satu

dari yang laim dan terdapat jawaban yang terang lebih ampuh akan

ditetapkan sabagai keputusan akhir dan siap untuk dilaksanakan.

2.2.1 Asumsi-Asumsi Dasar

Salah satu ciri khas model linear programming ialah bahwa linear

programing didukung lima macam asumsi yang menjadi tulang punggung

model tersebut. Berikut ini adalah kelima asumsi-asumsi dari linear

programming.

1. Linieritas

Asumsi ini menginginkan agar perbandingan antara input yang satu

dengan input lainnya, atau untuk suatu input dengan output besarnya tetap

dan terlepas (tidak tergantung) pada tingkat produksi.

2. Proposionalitas

Asumsi ini menyatakan bahwa jika peubah pengambilan keputusa, Xj,

berubah maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proposi yang

sama terhadap fungsi tujuan, CjXj, dan juga pada kendalannya aijXj.

II-9

3. Aditivitas

Asumsi ini menyatakan bahwa nilai perameter dari suatu kriteria optimasi

(koefisien pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan) merupakan jumlah

nilai individu-individu Cj dalam model linear programmingtersebut.

4. Divisibilitas

Asumsi ini menyatakan peubah-peubah pengambilan keputusan Xj tidak

perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat), tetapi boleh non integer

(misalkan ½;0,58;38,7226 dan sebagainya).

5. Deterministik

Asumsi ini menghendaki agar semua parameter dalam model linear

programming (yaitu nilai-nilai Cj, aij, dan bi) tetap dan diketahui secara

pasti.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis permasalahan

dalam model linear programming dapat diklasifikasikan dalam tujuh bagian.

Berikut ini adalah ketujuh bagian dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan

dalam analisis permasalahan dalam model linear programming:

1. Latar belakang matematika, khususnya teori persamaan linier.

2. Metode-metode penyelesaian atau metode analisis (misalkan metode

simpleks).

3. Mengembangkan sebuah program komputer dan juga sistem komputernya

untuk dapat manangani permasalahan pemrograman linier.

4. Prosedur pengolahan sistem, termasuk pengolahan matriks (matrix

generators), penulisan laporan (report writers), dan pengolahan data dasar

(data-base managemeny).

5. Pemasukan data, konversi data, dan transkipsi data.

6. Permodelan masalah-masalah dunia nyata

7. Analisis, interprestasi, dan mrenyampaikan hasil-hasil analisis tersebut

untuk peroses pengambilan keputusan lebih lanjut.

II-10

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu persoalan dapat

dipecahkan dengan teknik linier programming. Berikut ini adalah syarat-

syarat yang harus dipenuhi dalam persoalan linier programming:

1. Fungsi objektif harus didefinisikan secara jelas dan dinyatakan sebagai

fungsi objektif yang linier. Misalnya jumlah hasil penjualan harus

maksimum, jumlah biaya transport harus minimum.

2. Harus ada alternatif pemecahan untuk dipilih salah satu yang terbaik.

3. Sumber-sumber dab aktivitas mempunyai sifat dapat ditambahkan.

4. Fungsi objektif dan ketidaksamaan untuk menunjukan adannya

pembatasan harus linier.

5. Variabel keputusan harus positif, tidak boleh negatif.

6. Sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat yang dapat dibagi.

7. Sumber-sumber aktivitas mempunyai jumlah yang terbatas.

8. Aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber. Hal ini berarti ada

hubungan linier antara aktivitas dengan sumber-sumber. Model

programming determistik artinya sumber aktivitas diketahui secara pasti.

Bentuk baku linear programming untuk metode simpleks memiliki ciri-

ciri utama. Berikut ini adalah ciri utama dari bentuk baku linear programming

untuk metode simpleks:

1. Semua kendala harus berada dalam bentuk persamaan dengan nilai

kanan tidak negatif.

2. Semua variabel yang tidak terlibat tidak bernilai negatif.

3. Fungsi objektif dapat berupa maksimasi dan minimasi.

2.2.2 Metode Grafik

Salah satu metode pengoptimalan yang tidak digunakan adalah

grafik. Fungsi tujuan dan kendala permasalahan digambarkan menggunakan

bantuan sumbu absis (horizontal) dan ordinat (vertikal) grafik. Mengingat

keterbatasan sumbu kordinat grafik, solusi grafik hanya tepat digunakan

II-11

untuk dua variabel keputusan. Mengoptimalkan permasalahan dengan jumlah

nilai variabel keputusan lebih dari dua akan dihadapkan pada kesulitan

penggambaran dan penskalaan. Ini merupakan salah satu kelemahan solusi

grafik. Kelemahan lainnya, pelaksanaan akan mengakibatkan kesalahan

penentuan solusi optimal (Siringoringo, 2005).

Metode grafik adalah suatu persoalan linear programming

memfokuskan diri hanya pada perpotongan garis-garis dengan pemakaian

pendekatan dua dimensi. Persoalan linear programming yang lebih dari tiga

dimensi, maka cara aljabar, khususnya alogaritma simplek yang ditempuh.

Dalam prakteknya memang biasannya memakai cara simplek yang sangat

terkenal itu.

Metode grafik ini dengan menerapkan fungsi keuntungan pada

kordinat masing-masing titik yang ada pada ”feasible set” tersebut kemudian

titik dengan laba yang paling besar itulah merupakan titik luas produksi yang

menguntungkan. Di samping itu dapat pula dicari dengan menggambarkan

fungsi keuntungan itu digeser-geserkan kekanan dan kekiri, kemudian akan

terdapat suatu titik yang ada pada ”feasible set” yang disinggung oleh garis

fungsi keuntungan tersebut dan titik itulah merupakan titik luas produksi yang

paling menguntungkan.

Prosedur analisis grafis ini ada empat langkah yang harus ditempuh

jika melakukan cara analisis grafis untuk permasalahan pemrograman linier.

Langkah–langkah tersebut adalah sebagai berikut (Siringoringo, 2005):

1. Rumuskan persoalan linear programming yang bersangkutan kedalam

model matematik sesuai dengan peraturan dan syarat-syarat yang

diperlukan oleh suatu model linear programming, yaitu harus ada fungsi

tujuan, fungsi-fungsi kendala, dan syarat ikatan non negatif.

2. Gambarkan grafik dua dimensi yang menunjukan dimensi dua perubahan

pengambilan keputusan Xj untuk j = 1 dan 2. Kemudian tempatkan fungsi-

II-12

fungsi kendala dalam grafik dua dimensi tersebut, sesuai dengan

persyaratan ketidaksamaannya.

3. Gambarkan fungsi tujuan, secara pararel sehingga menghasilkan apa

yang disebut garis-garis insorvenue atau iso-frofit. Kemudian dipillih mana

garis yang menyinggung titik sudut optimum.

4. Mengetahui beberapa jumlah yang optimum tersebut dapat dianalisis

melalui persamaan simultan.

2.2.3 Metode Simpleks

Salah satu teknik penentuan solusi optimal yang digunakan dalam

linear programming adalah metode simpleks. Penentuan solusi optimal

mengunakan simplek. Penentuan solusi optimal mengunakan simplek

didasarkan pada teknik eliminasi Gauss Jordan. Penentuan solusi optimal

dilakukan dengan memeriksa titik ekstrim (ingat kembali solusi grafik) satu

per satu dengan cara perhitungan interatif. Penentuan solusi optimal dengan

simplek dilakukan tahap demi tahap yang disebut dengan iterasi. Iterasi ke-I

hanya tergantung dari iterasi sebelumnya (i-1) (Siringoringo, 2005).

Metode simplek adalah suatu prosedur ulang yang bergerak dari satu

jawab layak baris ke jawab berikutnya demikian rupa hingga harga fungsi

tujuan terus naik (dalam persoalan maksimasi). Proses ini akan kelanjutan

sampai jawaban optimal (kalau ada) yang memberikan harga maksimum.

2.3. Definisi Line Balancing

Menurut Gasperz (2005), line balancing merupakan penyeimbangan

penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work station

untum meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total idle

time pada suatu stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam

penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu atau unit produk yang

II-13

dispesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus

dipertimbangkan.

Menurut Purnomo (2004), lini perakitan dapat didefinisikan sebagai

sekelompok orang atau mesin yang melakukan tugas skuensial dalam

merakit suatu produk. Lini perakitan merupakan lini peroduksi dimana

material bergerak sacar kontinyu dengan rata-rata laju kedatangan meterial

berdistribusi uniform melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan.

2.3.1 Tujuan Line Balancing

Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi

yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas fasilitas,

tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antara work

station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk

dikelompokan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah

ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Menurut

Kusuma (2001), tujuan line balancing mempunyai 3 ciri-ciri utama. Berikut ini

adalah tujuan utama dari line balancing.

a. Menjaga keseimbangan lintasan pada semua setasiun kerja.

b. Menjaga kelanvaran lintasan produksi pada proses produksi diatas

lintasan perakitan.

c. Keseimbangan lintasan.

Permulaan munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak

seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada

beberapa work station. Menurut Gaspersz (2005), persyaratan umum yang

harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah

dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan

keseimbangan waktu senggang (balance delay). Tujuan dari lintasan

produksi yang seimbang adalah sebagai berikut:

II-14

1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station

sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan

mencegah terjadinya bottle neck.

2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar dan berlangsung terus

menerus.

3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.

2.3.2 Pengertian Assembly line Balancing

Assembly line balancing adalah permasalahan penyeimbangan

beban pada stasiun-stasiun kerja dibagian lini prakitan. Keseimbangan pada

lini perakitan adalah sangat penting karena menentukan seberapa besar

kecepatan dan kedayagunaan (efisiensi) produk (Kusnadi, 2009).

Secara determistik, kecepatan produksi lini perakitan ditentukan oleh

stasiun kerja yang memiliki kecepatan operasi yang paling lambat (waktu

operasi yang terbesar). Hal ini dikarenakan stasiun kerja yang lain harus

mengalami waktu menganggur (idle) baik mrnunggu material input maupun

menunggu daerah WIP (work in process) di depannya menjadi kosong.

Selain itu, jika kecepatan produksi stasiun-stasiun kerja pada lini perakitan

berbeda secara signifikan, efisiensi lini perakitan tersebut menjadi rendah.

Hal ini diakibatkan waktu operasi tidak digunakan sepenuhnya dalam

mentransformasikan barang, akan tetapi ada waktu operasi yang terbuang

dikarenakan idle (menganggur) (Kusnadi, 2009).

Permasalahan ini, diasumsikan ada serangkaian proses dalam lini

perakitan. Setiap proses memiliki waktu operasi yang berbeda-beda. Ada

batasan keterdahuluan yakni sejumlah proses baru dapat dilakukan setelah

proses persyaratanya selesai. Tujuan dari permasalahan ini adalah

menentukan pengelompokan proses-proses pada lini perakitan menjadi

stasiun-stasiun kerja yang akan memaksimumkan efisiensi lini perakitan

tersebut. Terkadang, pada permasalahan ini juga dapat ditambahkan kndala

II-15

seperti jumlah maksimim stasiun kerja atau kecepatan minimum lini perakitan

(waktu operasi maksimum lini prakitan) (Kusnadi, 2009).

Assembly line mempunyai karakteristik-karakteristik dalam setiap

permasalahannya. Berikut ini adalah karakteristik dari permasalahan

assembly line (Kusuma, 2001).

1. Ada sejumlah proses dalam lini perakitan dengan waktu proses masing-

masing.

2. Ada kendala keterdahuluan yang memaksa sebagian proses baru bisa

dimulai setelah proses persyaratannya selesai.

3. Bisa ada kendala tambahan seperti jumlah maksimum stasiun kerja atau

kecepatan minimum lini perakitan,

4. Tujuannya adalah pengelompokan proses-proses perakitan menjadi

stasiun-stasiun kerja tanpa melanggar kendala terdahulu demi tercapai

efisiensi lini perakitan maksimum.

2.3.3 Terminologi Lintasan

Line balancing memiliki berbagai macam terminologi lintasan ada

elemen kerja, stasiun kerja, waktu siklus, waktu stasiun kerja, waktu operasi

dan idle time. Berikut ini adalah penjelasan dari berbagai macam terminologi

lintasan yang telah disebutkan di atas (Purnomo, 2004).

a. Elemen kerja, adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam satu kegiatan

paerakitan.

b. Stasiun kerja, adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja di kerjaan.

c. Waktu siklus (Cycle time), adalah waktu yang diperlukan untuk membuat

satu unit produk pada satu stasiun kerja.

d. Waktu stasiun kerja, adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah setasiun

kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada

stasiun kerja tersebut.

II-16

e. Waktu operasi (ti), adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu

operasi.

f. Delay Time (idle time), adalah selisih antara cycle time dengan waktu

stasiun kerja. Delay time adalah waktu menganggur yang terjadi setiap

stasiun kerja. Berdasarkan idle time dapat dihitung dengan cara

mengurangi waktu yang tersedia dengan waktu yang digunakan.

g. Delay, adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu

yang tersedia. Rumus yang digunakan untuk menentukan balance delay

lini perakitan adalah sebagai berikut.

Keterangan:

n = Jumlah elemen kerja yang ada

CT = Cycle time

N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk

Usaha penyeimbangan yang baik adalah usaha yang dapat menurunkan

balance delay lini.

h. Precedence diagram, adalah diagram yang menggambarkan urutan dan

keterkaitan antara elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian

elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus

memperhatikan precedence diagram.

Mengukur performans sebelum dan sesudah dilakukan proses

keseimbangan lintasan dengan menggunakan kriteria-kriteria. Berikut ini

adalah kriteria-kriteria dari mengukur performans sebelum dan sesudah

proses keseimbangan lintasan.

1. Efisiensi Lini

Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan eaktu yang

tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai

keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang

II-17

sama. Dikembangkan, maka dalam lini perakitan terbentuk stasiun kerja

yang terhubung secara seri. Pendistribusian elemen kerja yang ada

sehingga membentuk stasiun kerja dilakukan dengan berdasarkan waktu

siklus (CT) sehingga waktu yang tersedia setiap stasiun kerja adalah

sebesar CT, dan waktu yang tersedia dalam lini perakitan secara total

adalah CT dikalikan dengan stasiun kerja yang terbentuk. Rumus untuk

menentukan efisiensi lini perakitan setelah proses keseimbangan lintasan

adalah sebagai berikut.

Keterangan:

n = Jumlah elemen kerja yang ada

CT = Cycle time

N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk

Keseimbangan lintasan yang baik adalah jika efisiensi setelah di

seimbangkan lebih besar dari efisiensi sebelum di seimbangkan.

2. Indek Penghalusan (Smoothness Index atau SI)

Indek penghalusan adalah suatu indek yang mempunyai kelancaran relatif

dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk

menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut.

Keterangan:

WSKmax = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk

WSKi = Waktu stasiun kerja I terbentuk

N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk

II-18

2.3.4 Metode Penyeimbangan Lintasan

Seperti telah disebutkan, tujuan penyeimbangan lintasan adalah

meningkatkan efisiensi tiap stasiun kerja dan menyeimbangkan lintasan

setingga seluruh stasiun kerja dalam lintasan bekerja dengan kecepatan

yang sedapat mungkin sama. Melakukannya, sampai saat ini belum ada

metode yang mampu menghasilkan solusi yang optimal, kecuali

menggunakan simulasi komputer. Metode-metode yang telah dikembangkan

selama ini terbatas hanya pada metode heuristik yang menghasilkan solusi

mendekati optimal tetapi menjamin tercapainya solusi optimal. Berikut ini

adalah metode-metode yang digunakan (Kusuma, 2001).

1. Metode Bobot Posisi (Helgesson Birnie)

Metode heuristik yang paling awal ialah metode bobot posisi. Metode ini

diusulkan oleh W.B Helgeson dan D.P Birnie. Metode bobt posisi ini dapat

dijelaskan sebagai berikut (Kusuma, 2001).

a. Hitung kecepatan lintasan yang diinginkan. Kecepatan lintasan aktual

adalah kecepatan lintasan yang diinginkan.

b. Buat matriks terdahulu berdasarkan jaringan kerja perakitan.

c. Hitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu

operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinnya.

d. Urutan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan

bobot posisi terkecil.

e. Lakukan pembebanan operasi pada stasiun kerja mulai dari operasi

dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil, dengan

kriteria total waktu operasi lebih kecil dari kecepatan lintasan yang

ditentukan.

f. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.

g. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan

menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada

poin f di atas.

II-19

h. Ulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang

memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.

2. Metode Kilbridge-Wester Heuristik

Sesuai dengan namanya metode ini dikembangkan oleh Kilbridge dan

Wester. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut

(Purnomo, 2004).

a. Buat precedence diagram dari precedence data yang ada berilah tanda

daerah-daerah yang memuat elemen-elemen kerja yang tidak saling

bergantung.

b. Bentuk waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor dari total

elemen kerja yang ada. Tentukan jumlah stasiun kerja yang mungkin

terbentuk dengan menggunakan formula dibawah ini.

Keterangan:

N = jumlah stasiun kerja

ti = waktu elemen kerja ke-i

c. Distribusikan elemen kerja pada setiap setasiun kerja dengan aturan

bahwa total waktu elemen kerja yang terdistribusi pada sebuah stasiun

tidak boleh melebihi waktu siklus yang ditetapkan.

d. Keluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun kerja, dan

ulangi langkah 3 sampai semua elemen kerja yang ada terdistribusi ke

stasiun kerja.

2.4. Sejarah Analisis Pengendalian Mutu

Mengetahui sejarah tentang penggunaan analisis statistik di bidang

pengendalian mutu. Analisis ini dikenal sejak tahun 1924 yang dikemukanan

oleh Dr. Wolter Shewhart dari perusahaan Bell Telephone Laboratories.

Pemikiran Dr. Shewhart tersebut diterbitkan dalam buku yang berjudul

II-20

Economic control of Quality of Manufactured Product yang merupakan

konsep dasar dari pengendalian mutu suatu barang di perusahaan

manufaktur. Dasarnya adalah untuk mengetahui produk yang dapat diterima

atau produk yang ditolak karena rusak. Tujuannya agar produk yang rusak

tidak dijual kepada konsumen, tetapi harus dimusnahkan, dengan demikian

konsumen hanya akan memperoleh produk (barang/jasa) yang mempunyai

mutu yang telah direncanakan (Suryadi, 2009).

Pengendalian mutu ditujukan untuk mempertahankan standar

kualitas produk yang dijanjikan oleh perusahaan kepada konsumen.

Tindakan pengendalian dapat membantu mempertahankan kinerja proses

produksi dalam batas-batas toleransi yang diijinkan. Pengendalian mutu

secara statistik maka penulis mengenal dua jenis metode statistik yang

berbeda, yaitu pengendalian sampel penerimaan dan pengendalian proses.

Pengambilan sampel penerimaan bertujuan untuk menghemat waktu dan

biaya pemeriksaan, sedangkan pengendalian proses bertujuan untuk

memecah kerugian lebih besar akibat produk cacat dengan mengamati

output yang dihasilkan pada tahapan-tahapan proses produksi (Arman,

2005).

Pengambilan sampel penerimaan berlaku untuk memeriksa partai di

mana keputusan untuk menerima atau menolak suatu partai bahan

ditentukan berdasarkan sampel acak yang diambil dari partai tersebut. Jenis

pemeriksaan ini dilakukan setelah produksi selesai. Pemeriksaan bahan yang

diangkat didalam gerobak kereta api yang tiba dipabrik dan pemeriksaan

rekening untuk pelanggan yang besar.

Pengambilan sampel kendali proses digunakan selama produksi

dilakukan ketika produksi sedang dibuat. Keputusan dalam kasus ini adalah

apakah melanjutkan proses atau menghentikan produksi dan mencari

penyebab kerusakan, yang mungkun berasal dari bahan, operator, atau

mesin. Keputusan ini didasarkan atas sampel acak berkala yang diambil dari

II-21

proses itu. Proses sudah berada di dalam pengendalian statistik, ia harus

tetap di sana kecuali terdapat penyebab kerusakan yang dapat diidentifikasi,

dengan memantau proses tersebut melalui pengambilan sampel maka

keadaan pengendalian yang konstan dapat dipertahankan.

Kedua jenis statistik pengendalian mutu ini berbeda secara

konseptual. Apabila pengembalian sampel penerimaan dilakukan setelah

produksi diselesaikan maka kendali proses dilakukan selama produksi.

Metode-metode ini tidak saling menghilangkan tetapi biasanya lebih

ekonomis bila menggunakan proses selama produksi daripada pengambilan

sampel penerimaan setelah produksi selesai. Namun demikian pengambilan

sampel penerimaan tertentu berguna apabila pemasok tidak dapat dengan

mudah menjamin bahwa ia melakukan proses secara statistik atau

pemeriksaan diperlukan guna menjamin bahwa bahan-bahan memenuhi

perjanjian kontrak atau hukum (Arman, 2005).

Gambar 2.1 Metode Kendali Mutu Secara Statistik

Masing-masing metode kandali mutu tersebut dapat dipergunakan

dengan pengukuran atribut atau variabel. Hal ini menimbulkan empat kasus

yang berbeda, sebagaimana diperluhatkan pada gambar diatas. Keempat

kasus ini juga menimbulkan ukuran sampel yang berbeda dan filosofi

pengendalian yang berbeda, sebagaimana akan diuraikan dalam sisa bab ini.

II-22

2.4.1 Teknik Kendali Mutu

Mutu suatu produk adalah suatu kondisi fisik, sifat, dan kegunaan

suatu barang yang dapat memberi kepuasan konsumen secara fisik maupun

psikologis, sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan. Pengertian dalam

pengendalian mutu sama dengan yang terdapat dalam statistik bahwa

sampel adalah bagian yang mewakili populasi. Sampel dianggap dapat

mewakuli populasi (Suryadi, 2009).

Pengukuran sampel terdapat konsep pengukuran yang dikenal

dengan istilah gaging concepts. Konsep ini diperlukan karena hasil ukuran

suatu sampel dapat berbeda dan pengukuran ulang atas suatu sampel

hasilnya bisa berbeda, perbedaan tersebut bisa juga karena orang yang

mengukur berbeda. Gaging concepts meliputi tiga hal sebagai berikut.

a. Ketepatan (accuracy), yakni kesepakatan tentang ukuran dari suatu alat

ukur.

b. Pengulangan (repeatability), yakni tingkat variasi dari berbagai

pengukuran ulang.

c. Kemampuan memproduksi kembali (reproducibility), yakni tingkat varisi

dari pengukur yang berbeda orang.

Peranan kendali mutu barang atau jasa menjadi bertambah besar

dan penting dengan adanya perkembangan selera akibat peradaban manusia

yang berubah. Perubahan selera tersebut mendorong konsumen untuk selalu

mencari barang yang nilai gunanya lebih sempurna dan baik. Akibat

ditemukan teknologi baru, nilai guna mutu barang menjadi lebih baik dan

sempurna. Hal ini mendorong anggota masyarakat untuk memperbaiki selera

dalam meningkatkan kebutuhan hidupnya, jadi ada hubungan timbal balik

antara adanya perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup

konsumen. Hal ini pun mengakibatkan para produsen harus melakukan

antisipasi secara terus-menerus, agar kelangsungan bisnis dapat

dipertahankan. Memang terdapat berbagai upaya mempertahankan bisnis,

II-23

antara lain dengan membantu mutu barang melalui penggunaan teknologi

dan alat-alat yang digunakan dalam proses produksi, namun demikian proses

produksi melalui produknya perlu diawasi dengan menggunakan suatu

metode (Suryadi, 2009).

Metode statistical quality control sangat bermanfaat sebagai alat

untuk mengendalikan mutu. Pengendalian mutu juga untuk pengawasan

pemakaian bahan-bahan, berarti secara tidak langsung statistical quality

control bermanfaat pula untuk mengawasi tingkat efisiensi, jadi statistical

quality control digunakan sebagai alat untuk mencegah kerusakan dengan

cara menolak dan menerima berbagai produk yang dihasilkan artinya untuk

mengawasi mutu produk. Tujuan pengendalian mutu adalah sebagai berikut.

a. Mengawasi pelaksanaan proses produksi agar sesuai dengan rencana.

b. Mengawasi bahan baku sejak diterima, disimpan, dan dikeluarkan dari

gudang bahan baku.

Statistical quality control dapat dilakukan terhadap produk atau

barang setengah jadi yang merupakan hasil proses produksi. Artinya produk

akhir atau barang setengah jadi diuji melalui pengambilan sampel untuk diuji,

sehingga dapat ditarik suatu gambaran tentang keadaan mesinnya yakni

berjalan baik atau tidak. Pengawasan bahan baku harus dilakukan secara

fisik dan secara kimiawi (Suryadi, 2009).

2.4.2 Peta Kendali (Control Charts)

Peta kendali adalah peta yang dijadikan pedoman dalam

pengendalian mutu. Peta ini kemudian oleh Dr. Shewhart untuk mengetahui

apakah sampel hasil observasi termasik daerah yang diterima (accepted

area) atau daerah yang ditolak (rejected area). Peta tersebut jadi setiap

sampelnya yang diambil bisa berbeda spesifikasi dan ukurannya dari waktu

kewaktu. Data observasi ditabulasikan untuk dipetakan sehingga diperoleh

suatu peta kendali mutu. Penulis lanjutkan membahas dan membuat peta

II-24

kendali, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui yaitu tentang pengukuran

sampel, maksudnya dalam rangka pengedalian mutu akan terdapat hal-hal

yang dapat dikendalikan (controlable), tetapi ada pula hal-hal yang bersifat

tidak terkontrol (uncontrolable) (Suryadi, 2009).

Pengedalian tersebut apabila sampel menunjukkan batas sepesifikasi

(A) artinya sampel masih baik, namun apabila sampel menunjukkan diluar

daerah spesifikasi standar (B) berarti sampel banyak yang diluar mutu.

Artinya proses produksi perlu diperbaiki, namun akan terdapat hal-hal yang

tidak dapat diawasi misalnya akibat kelelahan manusia menjadi tidak cermat

pada saat tertentu, dan bahan-bahan yang rusak karena temperatur naik tiba-

tiba atau sesaat. Secara umum dapat dikatakan bahwa peta kendali (control

charts) digunakan untuk memperoleh informasi berikut:

1. kemampuan proses produksi, artinya apakah mesin-mesin masih berjalan

baik sesuai rencana atau tidak.

2. pengendalian mutu dari produk akhir, agar mutu produk akhir tetap baik

sesuai standar.

Kegunaan peta kendali adalah untuk membatasi toleransi

penyimpangan (variasi) produk yang masih dapat diterima, akibat kelemahan

tenaga kerja, mesin, dan lain-lain. Daerah diantara garis bawah toleransi

dengan garis atas toleransi disebut daerah penerimaan (accepted area).

Penympangan dikarenakan sifat mesin dan tenaga kerja yang tidak

sempurna akan menghasilkan produk yang tidak tepat baik ukuran maupun

bentuknya, biasanya akan terdapat penyimpangan dari rencana.

Penyimpangan tersebut perlu disediakan toleransinya dalam masalah

statistiknya digunakan tingkat kepercayaan 99% dan batas toleransi dapat

sebesar +3 standar penyimpangan dihitung dari rata-rata (Suryadi, 2009).

II-25

2.5. Definisi Transportasi

Menurut Dimyati (1994), transportasi membahas masalah

pendistribusian suatu komoditas atau produk dari sejumlah sumber (supply)

kepada sejumlah tujuan (destination atau demand), dengan tujuan

meminimumkan ongkos pengangkutan yang terjadi. Menurut Purnomo

(2004), pemodelan transportasi adalah masalah pendistribusian sejumlah

produk atau komoditas dari beberapa sumber distribusi (supply) kepada

beberapa daerah tujuan (demand) dengan berpegang pada prinsip biaya

disrtibusi minimal. Selain untuk mencari biaya distribusi minimal, pemodelan

transportasi juga dapat digunakan untuk mencari perolehan atau pendapatan

maksimal dari strategi distribusi komoditi yang mempunyai keuntungan

tertentu.

Persoalan transportasi memiliki ciri-ciri khusus antara lain sebagai berikut:

1. Terdapat sejumlah sumber sebagai pusat distribusi dan sejumlah tujuan

tertentu.

2. Jumlah komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan

yang diminta oleh setiap tujuan, besarnya tertentu.

3. Produk yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan

besarnya sesuai dengan permintaan atau kapasitas sumber.

4. Ongkos pengangkutan dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya

tertentu.

5. Kapasitas sumber harus sama dengan kapasitas tujuan, jika tidak sama

maka harus disamakan dengan jalan menambah dummy pada kapasitas

sumber.

2.5.1 Macam-macam Masalah Transportasi

Masalah transportasi dan penugasan dibagi menjadi dua yaitu

masalah maksimasi dan minimasi. Masalah maksimasi data yang tersaji

II-26

adalah data keuntungan dan pada masalah minimasi data yang tersaji adalah

data kerugian.

1. Masalah Minimasi

Menurut buku Media Anugerah Ayu (1996), masalah ini dapat

diselesaikan melalui enam cara di bawah ini. Berikut ini adalah keenam cara

untuk meyelesaikan masalah minimasi:

a. Menentukan nilai terkecil dalam setiap baris, lalu mengurangkan semua

nilai dalam baris tersebut dengan nilai terkecilnya.

b. Memeriksa apakah setiap kolom telah mempunyai nilai nol, bila sudah

dilanjutkan kepada langkah selanjutnya bila belum maka dialkukan

penentuan nilai terkecil dari setiap kolom yang belum mempunyai nilai

nol, kemudian nilai pada setiap kolom tersebut dikurangkan dengan nilai

terkecilnya.

c. Menentukan apakah terdapat n elemen nol dimana tidak terdapat dua

nilai nol yang berada pada baris atau kolom yang sama, dimana n adalah

jumlah kolom atau baris. Jika ada, maka tabel tersebut telah optimal, jika

belum maka dilanjutkan langkah selajutnya.

d. Melakukan penutupan semua nilai nol dengan menggunakan garis

vertikal atau horizontal seminimal mungkin.

e. Menentukan nilai terkecil dari nilai-nilai yang tidak tertutup garis, lalu

semua nilai yang tidaak tertutup garis dikurangkan dengan nilai terkecil

tersebut, dan nilai yang tertutup oleh dua garis ditambahkan dengan nilai

terkecil tersebut.

f. Kembali kelangkah tiga.

2. Masalah Maksimasi

Menurut buku Media Anugerah Ayu (1996), masalah ini dapat

diselesaikan melalui enam cara di bawah ini. Berikut ini adalah keenam cara

untuk meyelesaikan masalah maksimasi:

II-27

a. Menentukan nilai terbesar dalam setiap baris, lalu mengurangkan semua

nilai dalam baris tersebut dengan nilai terbesarnya.

b. Memeriksa apakah setiap kolom telah mempunyai nilai nol, bila sudah

dilanjutkan kepada langkah selanjutnya bila belum maka dialkukan

penentuan nilai terbesar dari setiap kolom yang belum mempunyai nilai

nol, kemudian nilai pada setiap kolom tersebut dikurangkan dengan nilai

terkecilnya.

c. Menentukan apakah terdapat n elemen nol dimana tidak terdapat dua

nilai nol yang berada pada baris atau kolom yang sama, dimana nadalah

jumlah kolom atau baris. Jika ada, maka tabel tersebut telah optimal, jika

belum maka dilanjutkan langkah selajutnya.

d. Melakukan penutupan semua nilai nol dengan menggunakan garis

vertikal atau horizontal seminimal mungkin.

e. Menentukan nilai terbesar dari nilai-nilai yang tidak tertutup garis, lalu

semua nilai yang tidak tertutup garis dikurangkan dengan nilai terbesar

tersebut, dan nilai yang tertutup oleh dua garis ditambahkan dengan nilai

terbesar tersebut.

f. Kembali kelangkah tiga.

2.5.2 Metode-Metode dalam Transportasi

Menyelesaikan persoalan transportasi dapat dilakukan dengan dua

langkah yaitu, langkah I menentukan solusi awal dan langkah II melakukan

optimalisasi. Langkah-langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Langkah I Menentukan Solusi Awal

Menentukan solusi awal adalah solusi perantara yang belum menunjukan

solusi optimal. Mendapatkan solusi optimal harus dilakukan tahapan lanjut

yang sama sekali berbeda dengan tahapan seperti tahapan yang telah

dilakukan. Mencari solusi awal dapat dilakukan dengan metode-metode

sebagai berikut (Purnomo, 2004):

II-28

a. Metode Pojok Kiri Atas (North West Corner)

Metode ini didasarkan pada aturan atau pengalokasian normatif dari

persediaan dan kebutuhan sumber dalam suatu matriks bisya

transportasi perhitungan besar-besaran ekonomis. Aturan normatif

tersebut yakni membebani semaksimal mungkin sampai batas maksimum

persediaan atau kebutuhan (mana yang tercapai lebih dahulu) pada

matriks alokasi pada ujung kiri atas terus menuju kekanan bawah

sedemikian hingga seluruh kebutuhanakan sumber dapat terpenuhi.

b. Metode Ongkos Terkecil (Least Cost)

Berbeda dengan metode pojok kiri atas yang tidak mempertimbangkan

faktor ongkos, metode ongkos terkecil memberikan prioritas

pengalokasian pada sel yang mempunyai ongkos terkecil.

c. Metode Pendekatan Vogel (Vogel’s Approximation Method)

Metode ini merupakan metode terbaik dari kedua metode diatas.

Penerapan metode ini walaupun tidak selalu menghasilkan pemecahan

optimum akan tetapi dapat menghasilkan pemecahan yang optimal.

Langkah pengerjaan metode VAM adalah dengan menentukan penalty

yaitu selisih dua ongkos terkecil dari tiap kolom dan baris. Pilih penalty

yang terbesar, alokasikan sebanyak mungkin kapasitas sumber atau

kebutuhan pada sel yang mempunyai ongkos terkecil dari setiap baris

dan kolom sedangkan untuk baris dan kolom dengan kapasitas sumber

yang mempunyai nilai nol tidak dilakukan perhitungan penalty.

d. Metode Approkmasi Russell (RAM)

Metode ini untuk setiap baris ditentukan nilai ui yang merupakan biaya

tertinggi pada baris tersebut. Setiap kolom ditentukan niai vj yang

merupakan biaya tertinggi pada kolom tersebut. Setiap kotak variabel Xij

dilakukan perhitungan nilai ∆ij = cij – ui – vj. Pengalokasian dilakukan pada

kotak variabel dengan nilai ∆ij negatif terbesar.

II-29

2. Langkah II Melakukan Optimasi

Tahapan-tahapan yang sudah dilalui diatas bukanlah solusi akhir yang

dicari, tetapi hanya kondisi yang relatif optimal sehingga kita dapat lebih

mudah mengurangi perhitungan-perhitungan interatif. Mencari solusi optimal

terdapat suatu terminologi penting didalam tahapan ini yaitu loop akan

diperoleh dari suatu kondisi yang lebih optimal. Adapun langkah-langkah

dalam optimasi adalah sebagai berikut (Purnomo, 2004).

a. Pilih salah satu penyelesaian awal seperti langkah I

b. Menentukan nilai Ui dan Vj untuk baris dan kolom dengan mengawali U1

= 0. Tentukan Ui dan Vj sisanya dengan menggunakan persamaan : Ui +

Vj = Cij. Perhitungan hanya pada sel-sel yang teralokasi kapasitas

sumber atau kebutuhan.

c. Menentukan nilai tij untuk sel-sel yang tidak teralokasi kapasitas sumber

atau kebutuhan dengan menggunakan nilai Ui dan Vj dengan formula tij =

Ui+Vj- Cij.

d. Semua nilai tij adalah nol atau negatif, solusi optimal telah dicapai. Jika

nilai tij adalah positif terbesar kemudian solusi dilakukan seperti pada

langkah e.

e. Identifikasi suatu putaran tertutup yang diawali dari sel yang mempunyai

nilai tij terbesar, alternatif gerakan bisa ke atas, ke bawah, kekiri atau

kekanan menuju ke sel terisi kapasitas sumber atau kebutuhan kembali

pada sel tij awal.

f. Tandai putaran tertutup dari sel tij dengan tanda positif kemudian

berturut-turut bergantian tanda pada sel-sel yang terkena rute

perpindahan, sel yang bertanda negatif dilakukan pengurangan dan

yang bertanda positif dilakukan penambahan terhadap kapasitassumber

atau kebutuhan yang terpilih.

g. Ulangi pada langkah b, sampai nilai tij sama dengan nol atau negatif.