BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

17
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi Regional Daerah Lampung Pada penelitian di Lembar Tanjungkarang geologi regional diawali dengan para peneliti ahli geologi asal belanda. Sehingga penelitian berlanjut terus hingga ke daerah lampung yang kemudian dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan. Di tahun 1970 dimulai penelitian dengan mencari berbagai endapan, seperti endapan emas epitermal, batuan keras yang terkait serta endapan tembaga porfiri. Kemudian di tahun 1993 dilakukan pembuatan sintesis geologi regional dengan menggabungkan bagian-bagian dari geologi daerah Lampung. Pada Mei-Juni serta September 1985 hingga 1986 dilakukan pemetaan geologi Lembar Tanjungkarang yang dilakukan oleh bidang pemetaan geologi. Dari peta geologi Tanjung Karang dapat diketahui bahwa penyusun formasi pada daerah penelitian merupakan formasi Lampung dengan umur Quarter-tersier. Sebaran tuff riolitik, batu lempung tuffan, batu pasir tuffan, tuff padu serta tuff batuapung yang merupakan formasi pada daerah ini. Gambar 2.1 Peta Geologi Region (modifikasi dari Mangga dkk., 1993).

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Geologi

2.1.1 Geologi Regional Daerah Lampung

Pada penelitian di Lembar Tanjungkarang geologi regional diawali dengan para

peneliti ahli geologi asal belanda. Sehingga penelitian berlanjut terus hingga ke

daerah lampung yang kemudian dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan. Di

tahun 1970 dimulai penelitian dengan mencari berbagai endapan, seperti endapan

emas epitermal, batuan keras yang terkait serta endapan tembaga porfiri. Kemudian

di tahun 1993 dilakukan pembuatan sintesis geologi regional dengan

menggabungkan bagian-bagian dari geologi daerah Lampung. Pada Mei-Juni serta

September 1985 hingga 1986 dilakukan pemetaan geologi Lembar Tanjungkarang

yang dilakukan oleh bidang pemetaan geologi. Dari peta geologi Tanjung Karang

dapat diketahui bahwa penyusun formasi pada daerah penelitian merupakan formasi

Lampung dengan umur Quarter-tersier. Sebaran tuff riolitik, batu lempung tuffan,

batu pasir tuffan, tuff padu serta tuff batuapung yang merupakan formasi pada

daerah ini.

Gambar 2.1 Peta Geologi Region (modifikasi dari Mangga dkk., 1993).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

6

Pada Gambar 2.1 merupakan peta geologi yang memperlihatkan daerah penelitian

yaitu Desa Rejomulyo, Kecamatan Karang Anyer, Kabupaten Lampung Selatan

yang termasuk dalam formasi Lampung (Qtl). Batuan malihan (metamorphic rock)

adalah satuan geologi tertua Tanjung Karang yang merupakan bagian dari formasi

Kompleks Gunung Kasih (Pzg). Pada formasi ini terdapat batuan sekis, gneiss,

kuarsit, serta pualam yang tersingkap direruntuhan batuan penutup kuarter dan

sentuhan tektonik dengan sedimen kapur.

2.1.2 Fisiografi Dan Stratigrafi

Gambar 2.2 Fisiografi dan Stratigrafi regional Lampung (Mangga dkk.,1993).

Stratigrafi kuarter adalah endapan yang dapat dikelompokan menjadi empat bagian

sebagai berikut:

1. Endapan tuff Lampung

Endapan ini tersebar luas menutupi daerah Utara serta Timur di peta Tanjung

Karang. Endapan terbesar terendapkan di lingkungan marin serta secara komplek

bergabung bersama endapan marin halus. Komposisi dari tuff terdiri atas dasitik

hingga liparitik dengan kadar gelas dan batuapung yang tinggi. Pusat erupsi diduga

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

7

berapa di teluk Lampung, oleh karena itu endapan tuff Lampung berangsur ke arah

Utara.

2. Endapan basal Sukadana

Umur yang dimiliki dari endapan ini sama dengan endapan tuff Lampung.

Penyusun dari batuan ini merupakan Basal olivine. Sedangkan untuk plato basal

memiliki kerucut silinder yang kecil dan baru.

3. Endapan batuan andesit muda

Endapan yang terdiri dari tiga erupsi utama yaitu erupsi Betung, erupsi Rajabasa

dan erupsi vulkanik Ratai. Untuk bagian Barat Laut pada Lembar Tangjung Karang

terdapat beberapa pusat erupsi tua dan kecil.

4. Endapan aluvial dan sungai

Endapan ini dapat ditemui di sepanjang sungai-sungai utama dari pantai. Sungai

sekampung yang berada di Rawa Sragi merupakan cekungan aluvial utama. Pada

daerah pantai di bagian Timur sebagian besar tersusun dari daratan pasang surut

serta kompleks beting pantai, dimana di sepanjang pantai bagian Barat serta Selatan

Tanjung Karang terdapat beting-beting pasir dan karang kecil.

Pada daerah penelitian (Mangga dkk., 1993), disusun oleh beberapa satuan/formasi

batuan dari tua ke muda sebagai berikut:

Berikut ini formasi di sekitar daerah penelitian berdasarkan gambar di atas yaitu:

1. Formasi Lampung ( QTL)

Pada Formasi Lampung (QTL) terstuktur oleh tuf pumisan, batupasir tufan.

2. Granodiorit Branti (Kgdb)

Granodiorit Baranti ini merupakan granodiorite dengan butiran sedang, yang

terbentuk dari biotit subhedral. Pada bagian utara di daerah Bandar Lampung

terdapat satuan ini; dan

3. Satuan Endapan Gunungapai Muda (Qhpv)

Di daerah formasi Lampung dapat disebut bahwa satuan adalah satuan

termuda, karena hasil dari endapan gunungapi Betung yang umurnya Kuarte,

dimana batuan penyusun merupakan atas breksi, dan tuf, lava (andesit-basalt).

Satuan Formasi Breksi (Qhpv) terdiri atas breksi gunungapi, lava dan tuff

bersusunan andesit-basal.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

8

2.2 Sifat Kelistrikan Batuan

Batuan merupakan medium listrik, oleh karena itu batuan memiliki nilai tahanan

jenis atau resistivitas. Resistivitas suatu batuan merupakan hambatan dari batuan

terhadap aliran listrik, yang mempegaruhi resistivitas sebuah batuan terdiri dari

kadar air, porositas, dan mineral. Menurut Telford dkk., (1990) aliran arus listrik

pada mineral dan batuan digolongkan dalam beberapa macam berikut:

1. Konduksi Secara Elektronik (Ohmik)

Terjadi jika mineral dan batuan memiliki cukup besar elektron bebas yang

mengakibatkan arus listrik dialirkan dalam mineral dan batuan tersebut oleh

elektron-elektron bebas, yang mengakibatkan arus nya mudah mengalir pada

batuan yang mengandung banyak logam;

2. Konduksi Secara Elektrolitik

Pada sebagian besar batuan adalah penghantar yang mempunyai resitivitas tinggi

dan pengantar yang buruk. Batuan biasanya bersifat porus dan mempunyai pori-

pori yang terisi oleh fluida, khususnya air. Batuan-batuan tersebut menjadi

elektrolit dalam air, dimana konduktivitas dan resistivitas batuan porus itu

bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Jika kandungan air di dalam

sebuah batuan semakin berlimpah, maka nilai konduktivitas semakin besar, begitu

juga sebaliknya; dan

3. Konduksi Secara Dielektrik

Konduksi yang bersifat dielektrik ada ketika batuan dan mineral mengalir ke aliran

arus listrik, dimana dalam artian sebuah batuan atau mineral memiliki elektron

bebas dalam skala kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Pengaruh medan listrik

dari luar, elektron dalam batuan akan berpindah dan berkumpul berpisah dari inti,

dan terjadi polarisasi (Hendrajaya dan Arif., 1990).f

Tabel 2. 1 Nilai resistivitas batuan (Telford dkk., 1990).

No Jenis Batuan Resistivitas Batuan (Ξ©m)

1 Udara (Air) ~

2 Air Tanah (Ground Water) 30 - 100

3 Lempung (Clay) < 20

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

9

5 Kerikil (Gravel)

100 - 600

6 Batupasir (Sandstone) 30 - 500

7 Lempung (Clay) 10 - 100

8 Tufa/Tuff 20 - 200

9 Batulempung tufan 6 - 20

10 Kerikil Kering (Dry Gravel) 600 – 10.000

2.3 Resistivitas Batuan

Resistivitas atau sifat fisis batuan, merupakan kemampuan untuk dilewati arus

listrik, jika batuan semakin sulit dilewati oleh arus listrik maka besar resistivitas

yang diberikan oleh batuan semakin besar (Suyanto dan Utomo, 2013). Hukum

Ohm menjadi konsep dasar resistansi, jika arus listrik di alirkan pada sebuah resistor

menyebabkan terbentuknya perubahan potensial di ujung-ujung hambatan tersebut

Oleh George Simon Ohm (1826), hubungannya adalah sebagai berikut

𝑅 =𝑣

𝑖 (2.1)

atau

𝑣 = 𝑖𝑅 (2.2)

Dengan:

R = Resistansi bahan (Ξ©)

i = Arus (A)

v = Tegangan (V)

Resistansi (Ohm) merupakan fungsi dari sifat bahan dan ukuran atau daya hambat

listrik suatu material yang dialiri arus listrik. Hukum Ohm mengasumsikan jika

resistansi itu tidak terikat dengan arus, disebabkan oleh resistansi konstan, namun

ada resistansi tidak konstan, disebut dengan non linier. Dengan hal ini, resistansi

(R) suatu elemen pada non-linear masih dirumuskan dengan persamaan (2.1).

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

10

2.4 Potensial Dalam Medium Homogen

Menurut hukum ohm (Telford, 1990), jika ada sebuah keadaan dalam bentuk

medium homogen isotropis dialiri arus listrik dengan rapat arus π˜‘ dan kuat medan

listrik Ξ•, maka dapat dituliskan:

π˜‘ = 1

πœŒπ›¦ (2.3)

Ξ• dalam volt meter dan ρ adalah resistivitas (𝛺) medium. Medan listiriik Ξ•

merupakan sebuah bagian dari gradien dari potensial skalar sebagai berikit:

𝛦 = βˆ’ βˆ‡π˜ (2.4)

Kemudian memasukkan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.4), diperoleh:

π˜‘ = 1

πœŒβˆ‡π˜ (2.5)

dalam keadaan tidak ada muatan sumber:

βˆ‡ π˜‘ = 0 (2.6)

βˆ‡ π˜‘ = βˆ’βˆ‡βˆ‡(1

𝜌𝘝) = 0 (2.7)

dari persamaan (2.7), dengan menggunakan teorema vektor, diperoleh:

βˆ‡1

𝜌. βˆ‡π˜ +

1

𝜌 βˆ‡2 𝘝 = 0 (2.8)

Didapatkan dari persamaan laplace dalam bentuk potensial harmonik, yang

ditimbulkan dari medium homogen isotropis, dan diperoleh suku pertama sama

dengan nol sebagai berikut:

βˆ‡2 𝘝 = 0 (2.9)

Dimana tinjauan bumi dalam bentuk koordinat bola, sehingga operator Laplacian

digambarkan dalam bentuk:

βˆ‡2 𝘝 = 1

π‘Ÿ2

πœ•

πœ•π‘Ÿ(π‘Ÿ2 πœ•π‘£

πœ•π‘Ÿ) +

1

π‘Ÿ2 sin πœƒ

πœ•

πœ•πœƒ(sin πœƒ

πœ•π‘£

πœ•πœƒ) +

1

π‘Ÿ2 𝑠𝑖𝑛2πœƒ

πœ•2𝘝

πœ•πœ‘2 = 0 (2.10)

Persamaan Laplace disederhanakan karena dianggap simetri sehingga potensial

akan berupa fungsi dari r saja, dituliskan:

βˆ‡2 𝘝 = π˜₯2𝘝

π˜₯π‘Ÿ2+

2

π‘Ÿ 𝑑𝑣

π‘‘π‘Ÿ (2.11)

dari persamaan (2.11) dikalikan π‘Ÿ2 yang kemudaia diintegralkan terhadap π‘‘π‘Ÿ,

sehingga diperoleh:

𝑑𝑣

π‘‘π‘Ÿ =

𝘈

π‘Ÿ2 (2.12)

hasilnya akan diintegralkan terhadap dr, sehingga persamaan nya menjadi:

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

11

𝘝 = βˆ’ 𝘈

π‘Ÿ+ 𝐡

(2.13)

A dan B merupakan sebuah konstanta.

Gambar 2.3 Sumber titik terkubur arus di tanah homogen. (Telford, 1990).

2.4.1 Elektroda Arus Tunggal Dalam Sebuah Permukaan Medium Homogen

Gambaran umumnya berupa elektroda arus diletakkan di atas permukaan bumi

dengan menganggap udara bebas di atasnya mempunyai konduktivitas bernilai nol.

Kemudian dengan persamaan Laplace dalam koordinat bola untuk nilai B bernilai

sama dengan nol, pada bidang batas permukaan (z = 0) diperoleh sehingga:

𝛦2 = πœ•π˜

πœ•π‘§|𝑧 = 0 = 0 karena 𝜎 π‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž = 0 (2.14)

Arus total yang mengalir melalui permukaan pada setengah bola di medium bawah

permukaan, dirumuskan menjadi:

𝐼 = 2πœ‹π‘Ÿ2π˜‘ = βˆ’2πœ‹π‘Ÿ2 1

𝜌

π‘‘π˜

π‘‘π‘Ÿ (2.15)

dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

π‘‘π˜

π‘‘π‘Ÿ= βˆ’

𝐼

2πœ‹π‘Ÿ2 (2.16)

Konstanta integrasi didapat jika mengacu di persamaan (2.12) dan (2.16) sehingga:

𝘈 = βˆ’πΌπœŒ

2πœ‹ (2.17)

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

12

dan terakhir didapatkan persamaan :

𝘝 = βˆ’πœŒπΌ

2πœ‹π‘Ž (2.18)

2.4.2 Elektroda Arus Ganda Dalam Sebuah Permukaan Medium Homogen

Adanya garis ekipotensial yang tegak lurus di garis aliran arus disebabkan karena

sumber arus ganda di permukaan. Arus diinjeksikan melalui elektroda C1 dan C2,

namun untuk beda potensial diukur pada elektroda potensial P1 dan P2 (Gambar

2.4).

Gambar 2.4 Pola Distribusi Potensial dan Arus yang Disebabkan Oleh Sumber

Arus Ganda di Permukaan. (Telford, 1990).

Gambar 2.5 Bentuk Susunan Elektroda Arus Ganda pada Permukaan Homogen

(Telford, 1990).

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

13

Pada permukaan medium homogen persamaan potensial pada elektroda arus ganda,

yaitu:

𝘝𝘱1 = 𝐼𝜌

2πœ‹ (

1

π‘Ÿ1βˆ’

1

π‘Ÿ2) (2.19)

𝘝𝘱2 = 𝐼𝜌

2πœ‹ (

1

π‘Ÿ3βˆ’

1

π‘Ÿ4) (2.20)

Persamaan (2.19) dan (2.20) diperoleh nilai beda potensial didapatkan menjadi:

βˆ† 𝘝 = 𝘝𝘱1 βˆ’ 𝘝𝘱2 (2.21)

βˆ† 𝘝 = 𝐼𝜌

2πœ‹ (

1

π‘Ÿ1βˆ’

1

π‘Ÿ2βˆ’

1

π‘Ÿ3+

1

π‘Ÿ4) (2.22)

Kemudian, diperoleh persamaan nilai resistivitas semunya:

𝜌 = 𝐾 βˆ†π˜

𝐼 (2.23)

dengan K adalah koreksi di pengolahan data yang merupakan nilai faktor geometri

dimana nilai besarnya bergantung dengan nilai jenis konfigurasi yang dipakai,

menjadi:

𝐾 = 2πœ‹ [(1

π‘Ÿ1βˆ’

1

π‘Ÿ2) βˆ’ (

1

π‘Ÿ3βˆ’

1

π‘Ÿ4)]

βˆ’1

(2.24)

2.5 Metode Geolistrik

Salah satu metode dalam geofisika yang melakukan pengukuran di permukaan

tanah dengan tujuan memperoleh pengetahuan tentang lapisan suatu batuan atau

bahkan mineral dengan memanfaatkan ilmu geofisika sesuai dengan prinsip pada

setiap lapisan-lapisan yang mempunyai nilai resistivitas yang berbeda yaitu metode

geolistrik adalah (Telford dkk., 1990). Untuk invertigasi dalam jangka panjang

metode ini bagus, karena efek dari faktor luar kecil sebagai contoh hujan, jadi

pengukuran dapat terlaksana dengan musim lain (Sjodahl dkk., 2006).

Prinsip metode ini yaitu arus diinjeksikan ke permukaan bumi melalui elektroda

arus dan potensial, dengan demikian didapatkan besar nilai lapisan pada batuan.

Harga beda potensial tergantung tahanan jenis dari batuan pada setiap lapisan.

Maka dari nilai yang diperoleh dapat diperoleh informasi tentang jenis batuan dan

struktur dari setiap lapisan bawah permukaan. Dari nilai yang diperoleh di lapangan

disebut nilai resistivitas semu, dan akan diolah menjadi nilai sebenarnya (Adawiyah

dkk., 2018).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

14

2.6 Konsep Dasar Resistivitas Semu

Metode geolistrik resistivitas dilandaskan bahwa bumi memiliki sifat homogen

isotropis. Dengan anggapan bahwa resistivitas terukur adalah resistivitas

sebenarnya dan tidak tersangkut oleh jarak spasi elektroda. Bumi terdiri dari lapisan

dengan tahanan jenis tidak sama, menyebabkan potensial yang terukur itu dari

pengaruh lapisan. Jadi pada harga resistivitas yang terukur tidak termasuk nilai

resistivitas pada satu lapisan itu, khususnya pada elektroda nya yang lebar.

Nilai resistivitas semu menurut Telford dkk., (1990) adalah

Οπ‘Ž =π›₯𝑣

𝑖 .

2Ο€

[(1

π‘Ÿ1βˆ’

1

π‘Ÿ2)βˆ’(

1

π‘Ÿ3βˆ’

1

π‘Ÿ4)]

(2.25)

atau

πœŒπ‘Ž = 𝐾 βˆ†π‘£

𝑖 (2.26)

dimana faktor geometri pada persamaan 2.5.

𝐾 =2πœ‹

[(1

ᴦ1 βˆ’

1

ᴦ2)βˆ’(

1

ᴦ3βˆ’

1

ᴦ4)]

(2.27)

Dengan (π†π‘Ž) adalah Resistivitas yang terukur sebenarnya adalah resistivitas semu.

ρɑ = resistivitas semu

K = faktor geometri (m)

π›₯𝒗 = beda potensial (V)

i = kuat arus (A)

Resistivitas semu ini akan mendapatkan hasil yang sama pada medium homogen

dan non homogen dan kondisi pengukuran yaitu V dan I-nya sama.

Gambar 2.6 Konsep resistivitas semu (Telford., 1990).

Nilai resistivitas semu dinyatakan dalam persamaan (2.25) dan (2.26) (Telford dkk.,

1990).

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

15

Faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah berikut:

1. Ukuran butir penyusun batuan. Kebebasan arus semakin baik, jika semakin

kecil besar butirnya, yang akan mereduksi nilai tahanan jenis;

2. Komposisi mineral dari batuan. Kandungan mineral clay (lempung) tinggi

mengakibatkan nilai resistivitasnya rendah;

3. Kandungan air;

4. Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan meningkatnya

kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai konduktor; dan

5. Kepadatan batuan,semakin padat maka semakin besar nilai resistivitas.

Nilai resistivitas pada batuan berubah jika batuan mengandung banyak air atau

bersifat porus yang menyebabkan nilai resistivitas semakin rendah. Air

memberikan peranan penting dalam menurunnya resistivitas dari batuan (Telford

dkk., 1990).

2.7 Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner adalah salah satu konfigurasi dalam metode geolistrik yang

digunakan dalam ekplorasi geolistrik dengan susunan jarak antar elektrodanya sama

panjang (Gambar 2.7). Target kedalaman yang mampu dicapai dengan konfigurasi

Wenner adalah π‘Ž

2. Konfigurasi Wenner memiliki kelebihan yaitu, resolusi horizontal

yang baik, sensitivitas terhadap lateral yang baik tetapi kurang baik terhadap

penetrasi arus terhadap kedalaman.

Gambar 2.7 Susunan elektroda konfigurasi Wenner (Telford dkk., 1990).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

16

Dari Gambar 2.4 bahwa jarak 𝐴𝑀 = 𝑁𝐡 = π‘Ž dan jarak 𝐴𝑁 = 𝑀𝐡 = 2π‘Ž, dapat

ditentukan faktor geometrinya:

𝐾 =2πœ‹

(1

π‘Žβˆ’

1

2π‘Ž) βˆ’ (

1

2π‘Žβˆ’

1

π‘Ž)

𝐾 =2πœ‹

(1

π‘Ÿ1βˆ’

1

π‘Ÿ2) βˆ’ (

1

π‘Ÿ3βˆ’

1

π‘Ÿ4 )

𝐾 =2πœ‹

2

π‘Žβˆ’

2

2π‘Ž

𝐾 =2πœ‹

4π‘Žβˆ’2π‘Ž

2π‘Ž

𝐾 =2πœ‹2π‘Ž

2π‘Ž2

𝐾 =2πœ‹

1

π‘Ž

𝐾 = 2πœ‹π‘Ž (2.28)

Pada konfigurasi Wenner ini jika semakin besar jarak elektroda maka makin dalam

tanah yang dapat diukur. Konfigurasi ini digunakan untuk pengukuran mapping dan

sounding. Kelebihan dalam konfigurasi ini yaitu memiliki resolusi horizontal yang

baik, ketelitian dalam pembacaan, bagus untuk penetrasi kedalaman, cocok untuk

daerah yang mengandung banyak noise. Konfigurasi ini merupakan konfigurasi

yang sederhana, sehingga dalam melakukan akuisisi data sumber daya manusia nya

sedikit, pengukuran dilakukan cepat sehingga waktu yang diperlukan cepat dan

akan memperkecil biaya.

2.8 Konfigurasi Wenner-Schlumberger

Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah salah satu metode geolistrik, dengan

penggabungan konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Jarak spasi nya

tetap, dengan perbandingan jarak antar elektroda C1 dan C2 dengan spasi antara P1

dan P2. Jadi jika jarak elektroda P1 dan P2 merupakan a, maka jarak antara

elektroda C1 dan C2 yaitu (2na+a). Pada konfigurasi ini jarak elektrodanya konstan.

Setiap konfigurasi memiliki sensitivitas masing-masing. Pada konfigurasi ini

kelebihannya yaitu memiliki cakupan secara horizontal, penetrasi kedalaman yang

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

17

baik, namun sangat sensitif terhadap perubahan horizontal, sehingga konfigurasi

Wenner-Schlumberger ini baik digunakan untuk survei kedalaman.

Gambar 2.8 Susunan konfigurasi Wenner-Schlumberger (Telford dkk., 1990).

Pada masing-masing elektroda potensial (M dan N), dapat dihitung beda potensial

di konfigurasi ini. Potensial pada titik M yang disebabkan pada titik A dapat

dirumuskan

π˜π΄π‘€ =𝐼𝜌

2πœ‹π‘Ÿπ‘€π΄

(2.29)

Sedangkan pada titik N dapat dirumuskan

π˜π΄π‘=

𝐼𝜌

2πœ‹π‘Ÿπ‘π΄

(2.30)

Analog dengan potensial yang disebabkan pada titik A, jadi potensial titik M yang

disebabkan pada titik B masing-masing dapat dituliskan

π˜π‘€π΅=

𝐼𝜌

2πœ‹π‘Ÿπ‘€π΅

(2.31)

π˜π‘π΅=

𝐼𝜌

2πœ‹π‘Ÿπ‘π΅

(2.32)

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

18

Nilai dari potensial total yaitu jumlahn dari kedua potensial dimana arahnya saling

berlawanan yang menyebabkan tegangan pada titik M yaitu

π˜π΄π‘ + π˜π‘€π΅ = (𝐼𝘱

2πœ‹π‘Ÿπ΄π‘) + (

𝐼𝘱

2πœ‹π‘Ÿπ‘€π΅) (2.33)

π˜π΄π‘ + π˜π‘€π΅ =𝐼𝘱

2πœ‹(

1

π‘Ÿπ΄π‘€+

1

π‘Ÿπ‘€π΅) = π˜π‘€ (2.34)

Sedangkan pada titik N dirumuskan

π˜π΄π‘ + π˜π‘π΅ = (𝐼𝘱

2πœ‹π‘Ÿπ΄π‘) + (

𝐼𝘱

2πœ‹π‘Ÿπ‘π΅) (2.35)

π˜π΄π‘ + π˜π‘π΅ =𝐼𝘱

2πœ‹(

1

π‘Ÿπ΄π‘+

1

π‘Ÿπ‘π΅) = π˜π‘ (2.36)

Sehingga nilai beda potensial antara titik M dan N dapat dirumuskan

βˆ†π˜ = π˜π‘€ βˆ’ π˜π‘ =𝐼𝘱

2πœ‹(

1

π‘Ÿπ΄π‘€βˆ’

1

π‘Ÿπ‘π΅) βˆ’

𝐼𝘱

2πœ‹(

1

π‘Ÿπ΄π‘βˆ’

1

π‘Ÿπ‘π΅) (2.37)

βˆ†π˜ =𝐼𝘱

2πœ‹[(

1

π‘Ÿπ΄π‘€βˆ’

1

π‘Ÿπ‘€π΅) βˆ’ (

1

π‘Ÿπ΄π‘βˆ’

1

π‘Ÿπ‘π΅)] (2.38)

𝜌 =βˆ†π˜

𝐼2πœ‹ [(

1

π‘Ÿπ΄π‘€βˆ’

1

π‘Ÿπ‘€π΅) βˆ’ (

1

π‘Ÿπ΄π‘βˆ’

1

π‘Ÿπ‘π΅)]

βˆ’1

(2.39)

𝜌 =βˆ†π˜

𝐼𝐾 (2.40)

𝐾 = 2πœ‹ [(1

π‘Ÿπ΄π‘€βˆ’

1

π‘Ÿπ‘€π΅) βˆ’ (

1

π‘Ÿπ΄π‘βˆ’

1

π‘Ÿπ‘π΅)]

βˆ’1

(2.41)

(1

π‘Ÿπ΄π‘€βˆ’

1

π‘Ÿπ‘€π΅) βˆ’ (

1

π‘Ÿπ΄π‘βˆ’

1

π‘Ÿπ‘π΅) = (

1

π‘›Ι‘βˆ’

1

(𝑛+1)Ι‘) βˆ’ (

1

(𝑛+1)Ι‘ βˆ’

1

𝑛ɑ) =

2

𝑛(𝑛ɑ+Ι‘) (2.42)

𝐾 = 2πœ‹ [2

𝑛(𝑛ɑ+Ι‘)]

βˆ’1

(2.43)

𝐾 = πœ‹π‘›(𝑛 + 1)Ι‘ (2.44)

Sehingga nilai resistivitas semu nya :

𝜌 = πœ‹π‘› (𝑛 + 1) Ι‘ Ξ”π˜

𝐼 (2.45)

Dengan :

𝜌 : resistivitas semu (m)

Ι‘ : jarak spasi elektroda (m)

I : arus (ampere)

βˆ†V : beda potensial (volt)

Kelebihan dalam konfigurasi ini adalah cakupan secara horizontal, penetrasi

kedalaman baik, sangat sensitive terhadap perubahan horizontal oleh karena itu baik

untuk kedalaman, resolusi horizontal baik serta jangkauan lebih dalam dibanding

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

19

denga konfigurasi Wenner. Oleh karena itu perlu dilakukan konfigurasi lain untuk

mendapatkan hasil lebih dalam lagi, agar penampang yang di peroleh lebih dalam.

2.9 Definisi Bungker

Bungker merupakan sejenis bangunan pertahanan militer. Bungker ini biasanya

dibangun di bawah tanah, dan banyak dibangun pada masa Perang Dunia I dan II.

Pada masa Perang Dingin, bunker-bunker besar ini dibangun dengan tujuan

mengantisipasi kemungkinan perang nuklir (Darwinto, 2012). Ada beberapa contoh

bungker yang diketahui bawah permukaan. Salah satunya yaitu terowongan bawah

permukaan. Terowongan merupakan material yang berada di bawah permukaan

yang terkubur dan sebuah tembusan di bawah permukaan tanah atau gunung.

Umumnya benda ini terbuka pada bagian atas dan bawah nya atau bagian kedua

ujungnya yang terbuka. Menurut Raharjo (2004) ahli teknik sipil menyebutkan

bahwa terowongan merupakan sebuah tembusan di bawah permukaan yang

memiliki panjang minimal 0,1 mil (160,9 meter), untuk underpass yang lebih kecil

dari panjang minimal.

Ada beberapa klasifikasi terowongan menurut penyusun, fungsi dan cara

pelaksanaanya ;

1. Berdasarkan material penyusun

Berdasarkan media material yang dilalui dalam kegiatan konstruksi pembangunan

terowongan, ada beberapa jenis sebagai berikut:

a) Terowongan Gali-Tutup (Cut and Cover)

Dengan menggali, membangun struktur, serta menimbun kembali dengan material

lain terowongan ini dibangun;

b) Terowongan Batuan (Rock Tunnels)

Menggunakan metode pengeboran atau peledakan yang merupakan cara

pengolahan kontruksi terowongan batuan pada batuan masif; dan

c) Terowongan Tanah Lunak (Soft Ground Tunnels)

Melalui lapisan tanah lunak seperti lempung, pasir, atau batuan lunak.

2. Berdasarkan Fungsinya

Berdasarkan fungsinya dibagi menjadi beberapa yaitu:

a) Terowongan Lalu Lintas (Traffic)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

20

Berdasarkan fungsi pada lalu lintas, yaitu digunakan untuk terowongan jalan-raya,

pejalan kaki, bawah laut, dan terowongan kereta api bawah permukaan;

b) Terowongan Angkutan

Digunakan untuk pembangkit listrik, penyedia air, intake, drainase, dan industri.

Sedangkan sebagai angkutan berfungsi untuk kepentingan masyarakat. Contoh nya

digunakan untuk mengalirkan air dengan tujuan untuk saluran pembuangan, untuk

mengalirkan air hujan dengan tujuan agar tidak terjadi banjir, air untuk komsumsi,

saluran kabel listrik, atau pembangkit listrik dan untuk angkutan di dalam daerah

industri pabrik; dan

c) Terowongan Tambang

Dapat digunakan untuk terowongan utama dan akses pertambangan, eksplorasi,

eksploitasi, pelayanan rute, darurat yang digunakan dalam dunia pertambangan.

3. Berdasarkan Cara Pelaksanaanya

Berdasarkan cara pelaksanaannya, klasifikasi terowongan ini dibagi menjadi

beberapa bagian yaitu:

a) Micro Tunnel

Penggunaan untuk penempatan jalur pipa, kabel, dan jaringan air. Berkisar dari 60

cm sampai dengan 100 cm untuk ukuran terowongan, secara modern dengan alat

otomatis untuk pengerjaannya;

b) Terowongan Dongkrak (Jacking)

Jika dilakukan penggalian dengan panjang yang terbatas, seperti dalma

pembangunan underpass;

c) Terowongan Melalui Tanah Lunak (Soft Ground)

Terowongan yang di buat melalui tanah lempung, pasir dan batuan lunak (Soft

Rock); dan

d) Terowongan Bawah Air (Underwater)

Jalur batuan atau tanah lunak merupakan jalur yang dilewati terowongan ini.

Dengan membuat trench didasar air kemudian menampatkan precast tuben lining

dan menggunakan teknik sambung kedap air merupakan metode pembuatan

terowongan.

Dalam penelitian yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini, objek yang diduga

menjadi terowongan tempat penelitian ini yaitu jika berdasarkan material penyusun

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Geologi 2.1.1 Geologi ...

21

merupakan terowongan gali tutup yang terbuat dari campuran semen dengan kerikil

atau kerakal, berdasarkan fungsinya terowongan ini merupakan terowongan

angkutan saluran air (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Terowongan yang diduga menjadi objek penelitian.