BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian...

17
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullying Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam waktu yang cukup panjang dan berulang yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain, dimana terdapat ketidakseimbangan kekuatan dan korban tidak memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya. Sullivan (2000) menjelaskan bahwa bullying termasuk ke dalam bentuk perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan sadar oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang yang lain dengan tujuan menyakiti. Rigby (2008) menyatakan bahwa bullying merupakan penyalahgunaan kekuatan secara sistematis dalam berhubungan dengan orang lain. Olweus (2003) melengkapi definisi bullying dengan menambahkan bentuk dalam bullying. Menurutnya bullying dapat terjadi dalam bentuk verbal, fisik dan relasional. Perilaku bullying merupakan perilaku agresif yang serius. Perilaku agresif dapat terjadi karena berbagai faktor. Menurut teori General Aggression Model (GAM), faktor- faktor tersebut dapat berasal dari luar individu (situasional) dan personal (Anderson & Carnagey, 2004). Dalam teorinya, Anderson menyatakan agresi disebabkan oleh adanya sekumpulan faktor yang kemudian diterima, dipersepsi, dan dimaknai oleh seseorang berdasarkan sikap dan ketrampilan masing-masing. Kemudian individu tersebut akan menghubungkannya dengan keadaan sosial di sekitar individu lalu mengekspresikannya dalam bentuk tingkah laku agresi. Faktor-faktor situasional yang dapat memicu terbentuknya perilaku agresi antara lain budaya sekolah ( bullying yang dilakukan guru atau teman sebaya), teknologi dan norma kelompok (O’Connell, 2003). Faktor

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Bullying

Bullying memiliki berbagai definisi yang beragam yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

waktu yang cukup panjang dan berulang yang dilakukan oleh satu orang atau lebih

terhadap orang lain, dimana terdapat ketidakseimbangan kekuatan dan korban tidak

memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya. Sullivan (2000) menjelaskan bahwa

bullying termasuk ke dalam bentuk perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan

sadar oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau sekelompok orang yang

lain dengan tujuan menyakiti. Rigby (2008) menyatakan bahwa bullying merupakan

penyalahgunaan kekuatan secara sistematis dalam berhubungan dengan orang lain.

Olweus (2003) melengkapi definisi bullying dengan menambahkan bentuk dalam

bullying. Menurutnya bullying dapat terjadi dalam bentuk verbal, fisik dan relasional.

Perilaku bullying merupakan perilaku agresif yang serius. Perilaku agresif dapat

terjadi karena berbagai faktor. Menurut teori General Aggression Model (GAM), faktor-

faktor tersebut dapat berasal dari luar individu (situasional) dan personal (Anderson &

Carnagey, 2004). Dalam teorinya, Anderson menyatakan agresi disebabkan oleh adanya

sekumpulan faktor yang kemudian diterima, dipersepsi, dan dimaknai oleh seseorang

berdasarkan sikap dan ketrampilan masing-masing. Kemudian individu tersebut akan

menghubungkannya dengan keadaan sosial di sekitar individu lalu mengekspresikannya

dalam bentuk tingkah laku agresi. Faktor-faktor situasional yang dapat memicu

terbentuknya perilaku agresi antara lain budaya sekolah (bullying yang dilakukan guru

atau teman sebaya), teknologi dan norma kelompok (O’Connell, 2003). Faktor

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

situasional lain yang juga mempengaruhi perilaku bullying adalah media. Perry (1987

dalam O’Connell, 2003) menyatakan bahwa media juga dapat mempengaruhi

terbentuknya perilaku bullying pada anak. Tayangan televisi yang menampilkan candaan

yang kasar, menghina, dan mengandung kekerasan ditampilkan sebagai perilaku yang

menghibur dan dapat diterima oleh orang lain sehingga hal ini dapat dianggap pembaca

sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang lain. Faktor yang turut

mempengaruhi perilaku bullying selain faktor situasional adalah faktor personal meliputi

harga diri (Anderson & Carnagey, 2004), temperamen (Olweus, 2003), dan keluarga

(O’Connell, 2003) yang memberikan kecenderungan individu untuk menampilkan

perilaku agresi.

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu perilaku

dapat dikatakan sebagai bullying apabila (a) dilakukan secara sadar dan sengaja, (b)

berulang kali dalam waktu yang relatif lama, (c) terdapat ketidakseimbangankekuatan,

(d) sistematis dan terorganisir, (e) bertujuan untuk meyakiti orang lain dalam hal ini

korban, (f) dan dapat terjadi dalam beberapa bentuk, yaitu dalam bentuk verbal, fisik dan

mental.

2.1.1. Bentuk-bentuk Bullying

Berdasarkan bentuknya menurut Olweus (dalam Sari, 2011) bullying dibagi ke

dalam tiga kategori, yaitu bullying secara verbal, fisik dan relasional.

1. Verbal

Bentuk bullying ini berhubungan dengan verbal atau kata-kata. Tindakan

yang termasuk di dalamnya adalah memaki, menghina, mengejek, memfitnah,

memberi julukan yang tidak menyenangkan, mempermalukan di depan umum,

menuduh, menyoraki, menyebarkan gosip yang negatif dan membentak.

2. Fisik

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

Bentuk bullying ini yang paling terlihat karena bersifat langsung dan

terdapat kontak fisik antara korban dan pelaku. Contoh perilakunya seperti

memukul, meludahi, menampar, mendorong, menjambak, menjewer, menimpuk,

menendang, dan berbagai ancam kontak fisik lainnya.

3. Relasional.

Bentuk bullying ini berhubungan dengan semua perilaku yang bersifat

merusak hubungan dengan orang lain. Tindakan yang termasuk dengan sengaja

mendiamkan seseorang, mengucilkan seseorang, penolakan kelompok, pemberian

gesture yang tidak menyenangkan seperti memandang sinis, merendahkan dan

penuh ancaman.

Astuti (2008) juga mengemukakan mengenai bentuk-bentuk bullying, antara

lain:

1. Fisik.

Contohnya adalah menggigit, menarik rambut, memukul, menendang,

mengunci, dan mengintimidasi korban di ruangan atau dengan mengitari,

memelintir, menonjok, mendorong, mencakar, meludahi, mengancam, dan

merusak barang-barang milik korban, penggunaan senjata dan perbuatan kriminal.

2. Non-fisik.

Terbagi dalam bentuk verbal dan non-verbal. Verbal contohnya panggilan

telepon yang meledek, pemalakan, pemerasan, mengancam, atau intimidasi,

menghasut, berkata jorok pada korban, berkata menekan, dan menyebarluaskan

kejelekan korban. Sedangkan non-verbal terbagi menjadi langsung dan tidak

langsung. Non-verbal tidak langsung diantaranya adalah manipulasi pertemanan,

mengasingkan, tidak mengikutsertakan, mengirim pesan menghasut, curang, dan

sembunyisembunyi. Non-verbal langsung contohnya gerakan kasar atau

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

mengancam, menatap, muak mengancam, menggeram, hentakan mengancam atau

menakuti.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying

Perilaku bullying dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun secara umum

ada dua faktor yang berinteraksi, yaitu: faktor personal dan faktor situasional

(Anderson & Carnagey, 2004). Faktor personal meliputi pola asuh ibu dan ayah serta

harga diri (self-esteem). Sedangkan faktor situasional meliputi norma kelompok dan

sekolah. O’Connell (2003) menguraikan faktor-faktor tersebut di atas sehingga dapat

menyebabkan timbulnya perilaku bullying.

1. Pola Asuh Orangtua

Pola asuh dari orangtua sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku

seorang anak. Orangtua yang menggunakan bullying sebagai cara untuk proses

belajar anak akan membuat anak beranggapan bahwa bullying adalah perilaku

yang wajar dan bisa diterima dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam

mendapatkan apa yang mereka inginkan. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed

dan Braithwaite (2004) menyatakan bahwa keluarga merupakan faktor yang

paling berpengaruh dalam menentukan keterlibatan seseorang pada perilaku

bullying. Selain itu, penelitian Olweus (2003) menyebutkan bahwa terdapat

hubungan antara pola asuh orang tua dengan dengan perilaku agresif pada remaja.

2. Harga Diri

Harga diri dikatakan dapat mempengaruhi perilaku bullying. Seorang anak

yang memiliki harga diri negatif atau harga diri rendah, anak tersebut akan

memandang dirinya sebagai orang yang tidak berharga. Rasa tidak berharga

tersebut dapat tercermin pada rasa tidak berguna dan tidak memiliki kemampuan

baik dari segi akademik, interaksi sosial, keluarga dan keadaan fisiknya. Harga

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

diri rendah dapat membuat seorang anak merasa tidak mampu menjalin hubungan

dengan temannya sehingga dirinya menjadi mudah tersinggung dan marah.

Akibatnya anak tersebut akan melakukan perbuatan yang menyakiti temannya.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Septrina, Liow,

Sulistiyawati, dan

Andrian (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara harga diri dengan perilaku bullying dimana semakin tinggi harga

diri maka semakin rendah perilaku bullying.

3. Norma kelompok

Menurut O’Connell (2003), norma kelompok dapat membuat perilaku

bullying sebagai perilaku yang wajar dan dapat diterima. Biasanya anak yang

terlibat dalam perilaku bullying agar dapat diterima dalam kelompok.

Jika kelompoknya melakukan perilaku bullying terhadap siswa lain

biasanya siswa yang tergabung dalam kelompok itu akan mendukung anggota

kelompoknya yang melakukan perilaku bullying. Selain itu, kelompok

menggunakan perilaku bullying sebagai cara untuk mengajarkan norma-norma

yang dianut dalam kelompok pada siswa lain yang ingin bergabung dengan

kelompok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari (2008) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang positif antara norma kelompok dengan perilaku

bullying yang dilakukan siswa SMA.

4. Sekolah

Budaya sekolah juga dapat mempengaruhi perilaku bullying. Menurut

O’Connell (2003), guru dan pihak sekolah yang bersikap tidak peduliterhadap

kekerasan yang dilakukan oleh para siswa dapat meningkatkan perilaku bullying

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

di sekolah. Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini,

anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku

mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying

berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan

masukan yang negatif pada siswanya misalnya berupa hukuman yang tidak

membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati

antar sesama anggota sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djuwita

(2009) menunjukkan bahwa faktor situasional yang berperan secara signifikan

adalah bullying yang dilakukan guru di sekolah.

2.1.3. Karakteristik Pelaku Bullying

Karakteristik yang umum dimiliki oleh pelaku bullying adalah (a) memiliki

keinginan untuk mendominasi orang lain, (b) kurang atau tidak berempati terhadap

perasaan orang lain, (c) hanya peduli dengan keinginannya sendiri, (d) sulit melihat

sesuatu dari sudut pandang orang lain, (e) tingkah lakunya cenderung impulsif, (f)

agresif, (g) intimidatif, (h) dan suka memukul (Olweus, 2003). Dari beberapa

karakteristik ini, dapat disimpulkan bahwa motivasi seseorang melakukan bullying

bisa berdasarkan kebencian, perasaan iri dan dendam atau bisa juga untuk

menyembunyikan rasa malu dan gelisah serta mendorong rasa percaya diri dengan

menganggap orang lain tidak ada artinya.

2.2. Pengertian Konformitas

Myers (1999) mengemukakan bahwa konformitas merupakan perubahan perilaku

sebagai akibat dari tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk

selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari

celaan maupun keterasingan.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

Sears (1994) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu

karena disebabkan oleh orang lain menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas.

Konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling

banyak terjadi pada masa remaja. Agar remaja dapat diterima dalam kelompok acuan

maka penampilan fisik merupakan potensi yang dimanfaatkan untuk memperoleh hasil

yang menyenangkan yaitu merasa terlihat menarik atau merasa mudah berteman.

Zebua dan Nurdjayadi (2001) mengemukakan bahwa konformitas pada remaja

umumnya terjadi karena mereka tidak ingin dipandang berbeda dengan teman-temannya.

Pada remaja, tekanan teman sebaya lebih dominan. Hal ini disebabkan oleh besarnya

keinginan untuk menjaga harmonisasi dan penerimaan sosial dalam kelompok.

Berundt, dkk (Steinberg, 1989) mengungkapkan bahwa konformitas remaja

dengan teman sebayanya menguat pada masa remaja awal (12-14 tahun) dan remaja

tengah (15-17 tahun) dibandingkan pada usia sebelum remaja dan remaja akhir.

Konformitas muncul pada masa remaja awal yaitu antara 13 tahun sampai 16 atau

17 tahun, yang ditunjukkan dengan cara menyamakan diri dengan teman sebaya dalam

hal berpakaian, bergaya, berperilaku, berkegiatan dan sebagainya. Sebagian remaja

beranggapan bila mereka berpakaian atau menggunakan aksesoris yang sama dengan

yang sedang diminati kelompok acuan, maka timbul rasa percaya diri dan kesempatan

diterima kelompok lebih besar. Oleh karena itu, remaja cenderung menghindari

penolakan dari teman sebaya dengan bersikap konform atau sama dengan teman sebaya.

Myers, (1993) menyatakan bahwa konformitas mengarah pada suatu perubahan tingkah

laku ataupun kepercayaan seseorang sebagai hasil dari tekanan kelompok baik secara

nyata maupun tidak nyata. Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, dapat diambil tiga

hal pokok dari konformitas, yaitu:

1. Penyesuaian

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

Penyesuaian ini dilakukan individu terhadap norma yang berlaku dalam

kelompok tertentu.

2. Perubahan

Perubahan yang terjadi sebagai hasil dari penyesuaian individu terhadap suatu

norma kelompok tertentu. Perubahan meliputi keyakinan, sikap maupun perilaku.

3. Tekanan kelompok.

Tekanan kelompok ini sebagai penyebab individu melakukan penyesuaian.

Tekanan kelompok ini dapat bersifat nyata maupun imajinasi.

Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan

perubahan perilaku remaja sebagai usaha untuk menyesuaikan diri dengan norma

kelompok acuan baik ada maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu

tuntutan tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun

memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku

tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut. Konformitas terhadap teman sebaya

adalah kecenderungan berperilaku sama dengan orang lain akibat adanya tekanan

individu atau kelompok. Tekanan tersebut dapat berupa tekanan secara langsung

atau tidak langsung dengan tujuan supaya individu diterima orang lain atau

terhindar dari masalah.

2.2.1. Jenis Konformitas

Menurut Myers (2005) terdapat dua jenis konformitas, yaitu compliance dan

acceptance.

1. Compliance

Individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan kelompok, sementara

secara pribadi ia tidak menyetujui tingkah laku tersebut.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

2. Acceptance

Tingkah laku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok

yang diterimanya.

2.2.2. Aspek-aspek Konformitas

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-

ciri yang khas. Sears (dalam Mahardhika, 2010). mengemukakan secara eksplisit

bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut:

1. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan

ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan

kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan

memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang

satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh

manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka

akan semakin kompak kelompok tersebut. Kekompakan tersebut dapat

dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Penyesuaian Diri

Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang

semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa dekat

dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi mereka

untuk mengakui kita, dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita.

kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila kita

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok

tertentu.

b. Perhatian terhadap Kelompok

Peningkatan konformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut

sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah kita ketahui,

penyimpangan menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering

menyimpang pada saatsaat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan

bahkan bias dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang

dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan

semakin kecil kemungkinan untuk tidak meyetujui kelompok.

2. Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat

sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat

kelompok. Kesepakatan tersebut dapat di pengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Kepercayaan

Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya

kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan

terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun

orang yang berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan

anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak

mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat

mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai sebuah

kesepakatan.

b. Persamaan Pendapat

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat

dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran

orang yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang

dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan

persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin

tinggi.

c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok

Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain maka

orang tersebut akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang

menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam pandangan

orang lain. Jadi kesimpulan bahwa orang yang menyimpang akan

menyebabkan penurunan kesepakatan, ini merupakan aspek penting dalam

melakukan konformitas.

3. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela

melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya

tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan tersebut dapat di pengaruhi

oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan

meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang

diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

menimbulkan ketaatan yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif

pokok untuk mengubah perilaku seseorang.

b. Harapan Orang Lain

Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena

orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila

permintaan diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat

menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah

satu cara untuk memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan

individu dalam situasi yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur

sedemikian rupa sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak

mungkin timbul.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi

konformitas (Baron dan Byrne,1994), yaitu:

1. Kohesivitas

Semakin besar kohesivitas, maka akan tinggi keinginan individu untuk

melakukan konformitas terhadap kelompok. Sarwono (2001) menambahkan

kohesivitas adalah perasaan keterpaduan, antar anggota kelompok. Semakin besar

keterpaduan atau cohesiveness maka semakin besar pula pengaruhnya pada

perilaku individu.

2. Ukuran kelompok.

Sehubungan dengan hal ini masih terdapat perdebatan mengenai besar

kecilnya jumlah anggota dalam suatu kelompok yang mempengaruhi

konformitas. Namun jika jumlah anggota melebihi tiga orang akan meningkatkan

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

konformitas. Besarnya kelompok, kelompok yang kecil lebih memungkinkan

melakukan konformitas daripada kelompok yang besar Sarwono (2001).

3. Ada-tidaknya dukungan sosial.

Penelitian Ash’s (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001) memperlihatkan

bahwa subjek penelitiannya ternyata terbuka terhadap tekanan sosial dari

kelompok yang selalu sepakat dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya

individu akan menolak untuk melakukan konformitas jika ia mendapat dukungan

dari orang-orang lain yang tidak sependapat dengan dirinya.

4. Perbedaan jenis kelamin.

Perempuan lebih tinggi intensitasnya dalam melakukan konformitas

daripada pria, karena pada perempuan lebih melekat keinginan untuk mengubah

penampilan yang berhubungan dengan mode. Para perempuan lebih menginginkan

penampilan yang selalu berubah-ubah sesuai perkembangan mode yang terbaru.

Sedangkan pria tidak terlalu memusingkan hal tersebut sebagai suatu prioritas

utama. Hal ini dapat dibuktikan bahwa perempuan cenderung lebih sering

ditemukan di Mall untuk belanja yang berlebihan.

2.2.4. Konformitas Teman Sebaya

Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan mempengaruhi aspek-

aspek kehidupan remaja. Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau

tingkah laku orang lain di karenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan

oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa

remaja. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya ada remaja dapat menjadi positif

dan negatif.

Orang tua, guru dan orang dewasa lainnya dapat membantu remaja untuk

menghadai tekanan teman sebaya (Brown, 1990; Clasen & Brown, 1987). Para remaja

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

membutuhkan banyak kesempatan untuk berbicara dengan teman sebaya dan orang

dewasa tentang dunia sosial mereka dan tekanan-tekanan yang ada. Perubahan

perkembangan yang terjadi pada remaja kadang membawa rasa tidak aman. Para

remaja muda sangat mudah terganggu karena rasa tidak aman tersebut dan banyaknya

perubahan perkembangan yang terjadi dalam kehiduan mereka. Untuk mengatasi

tekanan ini, remaja muda perlu mengalami kesempatan untuk sukses, baik di dalam

maupun di luar sekolah, yang meningkatkan rasa kepemilikan akan kontrol atas

dirinya sendiri. Remaja mempelajari bahwa dunia sosial dapat dikontrol. Orang lain

mungkin berusaha untuk mengontrolnya, tapi para remaja ini dapat memunculkan

kontrol pribadi atas tindakan mereka dan pengaruh orang lain (Bandura, 1989, 1991).

2.2.5. Fungsi Kelompok Teman Sebaya

Sifat dasar dari hubungan antar teman sebaya melalui perubahan yang penting

pada masa remaja. Teman sebaya adalah individu dan tingkat kematangan dan

umumnya kurang lebih sama. Teman sebaya menyediakan sarana untuk perbandingan

secara sosial dan sumber informasi tentang dunia di luar keluarga. Hubungan teman

sebaya yang baik mungkin diperlukan untuk perkembangan sosial yang normal pada

masa remaja. Ketidakmampuan remaja untuk ’masuk’ ke dalam suatu lingkungan

sosial pada masa kanak-kanak atau masa remaja dihubungkan dengan berbagai

masalah dan gangguan. Jadi, pengaruh teman sebaya dapat positif dan negatif. Salah

satu aspek kepribadian yang akan sangat mewarnai perilaku individu adalah adalah

konsep diri. Terdapat berbagai rumusan yang berbeda tentang definisi konsep diri

menurut para ahli. Hal ini diakibatkan oleh sudut pandang yang digunakan untuk

melihat konsep diri oleh para ahli berbeda. Berikut beberapa definisi tentang konsep

diri.

2.3. Penelitian yang Relevan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

Menurut penelitian Faradila Kartika Sari (2011) mengenai “Hubungan antara

konformitas kelompok teman sebaya dan perilaku bullying pada siswa SMK X Jakarta

Barat” diketahui melalui perhitungan korelasi Gamma. Berdasarkan analisis statistik

tabel diperoleh koefisien nilai value sebesar 0,724 dengan t = 0,002 < 0,01. Dengan

demikian, maka dapat dibuat interpretasi bahwa terdapat hubungan positif yang cukup

dan signifikan antara konformitas kelompok teman sebaya dan perilaku bullying pada

taraf signifikansi 5%. Berdasarkan koefisien korelasi Gamma sebesar 0,724,

menunjukkan bahwa semakin tinggi konformitas, maka semakin sering perilaku bullying

pada siswa SMK X Jakarta Barat terwakili oleh sebanyak 26 siswa pada item nomor 36

mereka suka ikut-ikutan apa yang dilakukan oleh teman kelompok dan item nomor 32

mereka menolak sekelompok dengan teman yang bodoh. Artinya siswa ikut-ikutan dalam

hal memilih teman kelompok dan ikut-ikutan tidak mau sekolompok dengan teman yang

bodoh memiliki kecenderungan konformitas kelompok teman sebaya yang tinggi dan

cenderung sering melakukan perilaku bullying di sekolah. Sebaliknya semakin rendah

konformitas kelompok teman sebaya, maka semakin jarang perilaku bullying pada siswa

SMK X Jakarta Barat yang terwakili oleh 12 siswa pada item nomor 17 mereka menolak

bolos sekolah, meskipun mereka dimusuhi teman kelompoknya dan item nomor 18 yaitu,

mereka berteman dengan siapapun meskipun teman tidak populer. Artinya siswa akan

menolak membolos sekolah meskipun dijauhi teman kelompoknya dan mereka juga

berteman dengan siapapun, maka kecenderungan memiliki konformitas kelompok teman

sebayanya rendah dan jarang melakukan perilaku bullying di sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian Mahardayani (2012) diketahui dari 180 orang remaja

94 % menyatakan pernah melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap orang lain.

Tindakan tidak menyenangkan yang paling sering dilakukan adalah mengejek dan

memberi julukan. Sasaran atau kepada siapa tindakan tidak menyenangkan tersebut

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

dilakukan adalah 50 % kepada teman sekelas, 16 % adik kelas, 14 % kepada anak dari

sekolah lain, 7 % kepada kakak kelas, 5 % kepada guru dan 8 % lain-lain. Selain sebagai

pelaku bullying juga diketahui dari 180 orang remaja 96 % menyatakan pernah menerima

perilaku bullying. Bentuk perilaku bullying yang pernah diterima adalah 18 % responden

menjawab ejekan, 15 % julukan, 10 % pukulan, 7 % fitnah, 7 % tuduhan, 6 % dilempar

barang, 6 % ancaman, 6 % celaan, 5 % tendangan, 5 % makian, 4 % dijegal, 3 %

dipermalukan di depan umum, 2 % dipalak, 2 % diludahi, 2 % dikucilkan, 1 % dicekik,

dan 1 % lain-lain. Pelaku dari perilaku bullying tersebut adalah 49 % responden

menjawab yang melakukan perilaku bullying terhadapnya adalah teman sekelas, 18 %

anak dari sekolah lain, 13 % kakak kelas, 7 % adik kelas, 4 % guru, dan 9 % lain-lain.

Sedangkan apa yang dilakukan terhadap perilaku bullying yang diterima, 34 % respon

menjawab membalas perilaku bullying yang diterima, 16 % diam, 13 % bicara pada

pelaku, 11 % tidak menghiraukan tindakan tersebut, 10 % menganggap lucu situasi, 6 %

menghindar, 5 % meminta pertolongan orang lain, 5 % lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian Sukma (2009) analisis regresi sederhana

menunjukkan seberapa besar hubungan antara konsep diri dengan konformitas terhadap

kelompok teman sebaya pada aktivitas clubbing melalui rxy = -0,340 dengan p = 0,021

(p<0,05). Arah hubungan negatif menunjukkan bahwa semakin positif konsep diri maka

konformitas terhadap kelompok teman sebaya pada aktivitas clubbing semakin rendah,

sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara konsep diri

dengan konformitas terhadap kelompok teman sebaya pada aktivitas clubbing siswa

kelas XI SMA Negeri 1 Purwokerto dapat diterima.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang diperoleh, maka hipotesis yang dikemukakan

penulis pada bab 2 akan diuji, yaitu :

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bullyingrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7358/2/T1_132008604_BAB II.pdf · sebagai perilaku yang wajar dalam hubungan sosial dengan orang

Ada hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dan perilaku

bullying pada siswa kelas VIII SMP Negri 08 Salatiga.

Hasil analisis : Diperoleh koefisien korelasi sebesar rxy= 0,512** , p= 0,000 <

0,05 dengan demikian ada hubungan yang signifikan antara Konformitas Teman Sebaya

dengan Perilaku Bullying Siswa. Maka hipotesis DITERIMA.