BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada...

16
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam Pengecoran lost foam (evaporative casting) merupakan salah satu metode logam dengan menggunakan pola polystyrene foam. Metode ini ditemukan dan dipatenkan oleh Shroyer pada tahun 1958 (Shroyer, 1958 dalam Sutiyoko 2011). Pada tahun 1964, konsep penggunaan cetakan pasir kering tanpa pengikat telah dikembangkan dan dipatenkan oleh Smith (Smith, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Proses pengecoran lost foam dilakukan dalam beberapa tahap. Pengecoran lost foam yang dikombinasikan dengan pemvakuman cetakan (V-Proses) menjadikan jenis pengecoran ini sebagai salah satu teknologi manufaktur yang sangat baik dan memiliki biaya yang cukup efektif dalam memproduksi benda yang mendekati bentuk bendanya dibanding pengecoran konvesional (Liu,dkk., 2002 dalam Sutiyoko 2011). Vakum proses telah dikembangkan di Jepang pada tahun 1971 dan diperkenalkan pada pengecoran logam saat pertemuan musim semi tahun 1972 (Kumar dan Ghaindhar, 1998 dalam Sutiyoko 2011). Pengecoran lost foam dimulai dengan membuat pola polystyrene foam (styrofoam) dengan kerapatan / massa jenis tertentu sesuai yang direncanakan. Dalam beberapa aplikasi, bagian-bagian pola dilem untuk mendapatkan bentuk keseluruhan dari benda yang komplek. Sistem saluran dirangkai dengan cara dilem menyatu dengan rangkaian pola. Beberapa pola dapat dilakukan pengecoran dengan dirangkai dalam satu sistem saluran. Pola yang telah terangkai dengan sistem saluran diistilahkan dengan cluster (Brawn, 1992 dalam Sutiyoko 2011). Sistem saluran memiliki pengaruh besar terhadap adanya cacat pada benda cor misalnya saluran masuk bawah akan menyebabkan porositas dan cacat lipatan (folded) paling sedikit dibanding saluran samping atau atas (Shahmiri dan Karrazi, 2007 dalam Sutiyoko 2011). Pola dan sistem saluran dilapisi (coating) dengan cara dimasukkan ke larutan pelapis dari bahan tahan panas (refractory) atau larutan refractory tersebut langsung dicatkan pada pola dan sistem saluran lalu dikeringkan. Penambah, pengalir dan saluran masuk ditempatkan pada tempat yang diperlukan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Cluster yang telah kering diletakkan

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengecoran Lostfoam

Pengecoran lost foam (evaporative casting) merupakan salah satu metode logam

dengan menggunakan pola polystyrene foam. Metode ini ditemukan dan dipatenkan oleh

Shroyer pada tahun 1958 (Shroyer, 1958 dalam Sutiyoko 2011). Pada tahun 1964,

konsep penggunaan cetakan pasir kering tanpa pengikat telah dikembangkan dan

dipatenkan oleh Smith (Smith, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Proses pengecoran lost foam

dilakukan dalam beberapa tahap. Pengecoran lost foam yang dikombinasikan dengan

pemvakuman cetakan (V-Proses) menjadikan jenis pengecoran ini sebagai salah satu

teknologi manufaktur yang sangat baik dan memiliki biaya yang cukup efektif dalam

memproduksi benda yang mendekati bentuk bendanya dibanding pengecoran

konvesional (Liu,dkk., 2002 dalam Sutiyoko 2011). Vakum proses telah dikembangkan

di Jepang pada tahun 1971 dan diperkenalkan pada pengecoran logam saat pertemuan

musim semi tahun 1972 (Kumar dan Ghaindhar, 1998 dalam Sutiyoko 2011).

Pengecoran lost foam dimulai dengan membuat pola polystyrene foam (styrofoam)

dengan kerapatan / massa jenis tertentu sesuai yang direncanakan. Dalam beberapa

aplikasi, bagian-bagian pola dilem untuk mendapatkan bentuk keseluruhan dari benda

yang komplek. Sistem saluran dirangkai dengan cara dilem menyatu dengan rangkaian

pola. Beberapa pola dapat dilakukan pengecoran dengan dirangkai dalam satu sistem

saluran. Pola yang telah terangkai dengan sistem saluran diistilahkan dengan cluster

(Brawn, 1992 dalam Sutiyoko 2011). Sistem saluran memiliki pengaruh besar terhadap

adanya cacat pada benda cor misalnya saluran masuk bawah akan menyebabkan

porositas dan cacat lipatan (folded) paling sedikit dibanding saluran samping atau atas

(Shahmiri dan Karrazi, 2007 dalam Sutiyoko 2011). Pola dan sistem saluran dilapisi

(coating) dengan cara dimasukkan ke larutan pelapis dari bahan tahan panas (refractory)

atau larutan refractory tersebut langsung dicatkan pada pola dan sistem saluran lalu

dikeringkan. Penambah, pengalir dan saluran masuk ditempatkan pada tempat yang

diperlukan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Cluster yang telah kering diletakkan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

6

pada wadah dan pasir silika dimasukkan di sekeliling pola. Pasir yang menimbun pola

dipadatkan dengan cara digetarkan pada frekuensi dan amplitudo tertentu. Pasir yang

dipadatkan dengan penggetaran densitas pasir meningkat 12,5% dibandingkan tanpa

digetarkan (Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Pasir dengan ukuran AFS (Average

Fineness Number) grain fineness number tertentu akan mengisi bagian-bagian yang

kosong dari cluster dan akan menahan cluster saat pengisian logam cair. Pola tersebut

dapat dibungkus/ dikapsul dengan dua lapis plastik dan pasirnya divakum. Vakum akan

mengeraskan cetakan dan kekerasan cetakan diatas 85 dapat tercapai (Kumar,dkk., 2007

dalam Sutiyoko 2011). Logam cair dimasukkan melalui saluran tuang dan pola akan

terurai karena panas logam cair saat masuk ke pola. Hasil uraian pola akan melewati

lapisan dan keluar melalui pasir. Setelah cukup dingin, benda cor diambil dan dilakukan

perlakuan panas jika diperlukan (Matson,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011).

Perkembangan penggunaan metode pengecoran lost foam mengalami peningkatan cukup

besar sejak tahun 1990. Pada tahun 1997 sebanyak 140.700 ton aluminium, besi cor dan

baja sudah diproduksi dengan proses pengecoran lost foam (Hunter, 1998 dalam

Sutiyoko 2011).

2.1.1 Pola Polystyrene Foam/Styrofoam.

Massa jenis dan ukuran butiran polystyrene foam memegang peranan penting

dalam pengecoran lost foam. Massa jenis yang rendah diperlukan untuk meminimalisir

jumlah gas yang terbentuk pada saat pola menguap. Gas akan keluar ke atmosfer melalui

coating/ pelapis dan celah-celah pasir. Pembentukan gas lebih cepat daripada keluarnya

gas tersebut ke atmosfer maka akan terbentuk cacat dalam benda cor. Pembentukan gas

tergantung pada massa jenis pola polystyrene foam dan temperatur penuangan. Gas

terbentuk makin banyak apabila massa jenis pola dinaikkan pada temperatur tuang

konstan. Massa jenis pola tetap dan temperatur tuang dinaikkan maka gas akan terbentuk

lebih banyak karena pola akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih banyak pada

temperatur lebih tinggi. Pengecoran pada baja memerlukan massa jenis polystyrene foam

yang lebih rendah dibanding pada pengecoran besi cor kelabu, besi cor bergrafit bulat

atau besi cor mampu tempa. Pengecoran besi cor memerlukan massa jenis polystyrene

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

7

foam lebih rendah dibanding pada pengecoran tembaga dan pengecoran tembaga

memerlukan massa jenis polystyrene foam lebih rendah dibanding pada aluminium

(Kumar,dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Perbandingan luas permukaan dan volume

pola harus diperhatikan. Gas yang terbentuk harus keluar melalui coating dipermukaan

pola. Ukuran butir polystyrene foam yang lebih kecil akan meningkatkan kehalusan pola

dan mampu untuk mengisi tempat-tempat yang sempit dari pola (Sikora, 1978 dalam

Sutiyoko 2011). Massa jenis polystyrene foam secara umum berbanding terbalik dengan

massa jenis hasil benda cor. Hal ini berarti jika pengecoran menggunakan dengan massa

jenis polystyrene foam lebih rendah maka massa jenis benda cor akan lebih tinggi (Kim

dan Lee, 2007 dalam Sutiyoko 2011).

2.1.2 Pasir Cetak

Pasir cetak dapat digunakan secara terus menerus selama masih mampu menahan

temperatur cairan ketika dituangkan (Lal, 1981 dalam Sutiyoko 2011). Pasir silika, pasir

zirkon, pasir olivine dan kromate dapat digunakan sebagai pasir cetak pada pengecoran

lost foam. Penggunaan pasir yang mahal seperti pasir zirkon dan kromite dapat

dilakukan untuk mendapatkan tingkat reklamasi pasir yang tinggi (Clegg, 1985 dalam

Sutiyoko 2011). Kekuatan cetakan pasir ditentukan oleh resistansi gesek antar butir

pasir. Kekuatan cetakan pasir akan lebih tinggi jika menggunakan pasir dengan bentuk

angular walaupun jika menggunakan bentuk rounded/ bulat akan memberikan densitas

yang lebih tinggi (Dieter, 1967; Green, 1982 dalam Sutiyoko 2011). Perubahan bentuk

pasir dari angular ke rounded akan menaikkan densitasnya sekitar 8-10% (Hoyt,dkk.,

1991 dalam Sutiyoko 2011). Densitas pasir cetak dapat ditingkatkan dengan digetarkan.

Pasir leighton buzzard dapat dinaikkan densitasnya sebesar 12,5% dengan digetarkan

(Butler, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Waktu pengisian logam cair ke dalam cetakan akan

lebih lama apabila menggunakan pasir cetak yang memiliki ukuran lebih kecil.

Kecepatan penuangan semakin besar dengan bertambahnya ukuran pasir cetak (Sands

dan shivkumar, 2003 dalam Sutiyoko 2011). Hal ini disebabkan karena rongga-rongga

antar pasir akan semakin kecil dengan mengecilnya ukuran pasir sehingga gas hasil

degradasi lebih sulit keluar melalui pasir. Pada pengecoran Al- 7%Si, ukuran pasir cetak

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

8

memiliki faktor dominan dalam menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor

(Kumar,dkk., 2008 dalam Sutiyoko 2011). Pemilihan jenis pasir cetak dan metode

pemadatan sangat penting untuk mendapatkan permeabilitas yang tepat dan mencegah

deformasi pola. Ukuran butir pasir yang dipilih tergantung pada kualitas dan ketebalan

lapisan coating. Ukuran butir pasir AFS 30-45 menjamin permeabilitas yang baik untuk

pola yang terdekomposisi menjadi gas dan cairan (Acimovic, 1991 dalam Sutiyoko

2011).

2.1.3 Alumunium

Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat

fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi,

formability yang baik dan sebagai penghantar panas/listrik yang baik sehingga banyak

digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati

urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak bumi (crustal abundance) setelah oksigen dan

silikon. (Durika,2013)

a. Sifat fisik alumunium

Alumunium mempunyai sifat fisik hantaran listrik yang tinggi. Hantaran listrik

alumunium kira kira 65% dari hantaran listrik tembaga, tetapi massa jenisnya kira kira

sepertiganya memungkinkan untuk memperluas penampanya, oleh karena itu

alumunium dapat digunakan untuk kabel tembaga. Ketahanan korosi berubah menurut

kemurnianya, pada umumnya untuk kemurnian 99,0% atau diatasnya dapat

dipergunakan di udara dan tahan dalam bertahun tahun. (Durika,2013)

Tabel 2.1 Sifat fisik alumunium.

Sifat Fisik

Wujud Padat

Massa jenis 2,70 gram/cm3

Massa jenis wujud cair 2,373 gram/cm3

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

9

Titik lebur 933,47 K, 660,32oC

Titik didih 2792 K, 2519oC, 4566

oF

Kalor jenis (25oC) 24,2 J/mol K

Resistasi listrik 28,2 n m

Koduktivitas Termal (300K) 237 W/m K

Pemuaian termal (25oC) 23,1 µm/m K

Modulus young 70 Gpa

Modulus Geser 26 Gpa

Poisson ratio 0,35

Kekerasan skala Mohs 2,75

Kekerasan skala Vikers 167 Mpa

Kekerasa skala Brinnel 245 Mpa

Sumber: (Durika,2013)

b. Sifat mekanik alumunium.

Untuk sifat mekanik sendiri seperti terlihat pada tabel 2.2 tergantung dari

seberapa besar kemurnian alumunium itu sendiri, karena untuk mendapatkan alumunium

dengan kekuatan mekanik yang baik, dapat menambahkan unsur logam lain sebagai

sebagai paduannya, antara lain: Cu, Mg, Zn, Si, Mn, Ni dan sebagainyabaik secara satu

persatu maupun besama sama. Berikut adalah tabel sifat sifat mekanik alumunium.

(Durika,2013)

Tabel 2.2 sifat mekanik alumunium.

Sifat – sifat

Kemurnian Al (%)

99,996 > 99,0

Dianil 75% dirol

dingin

Dianil H18

Kekuatan Tarik (Kg/mm2)

Kekuatan luluh (0,2%)(kg/mm2)

Perpanjangan (%)

Kekerasan Brinnel

4,9

1,3

48,8

17

11,6

11,0

5,5

27

9,3

3,5

35

23

16,9

14,8

5

44

Sumber: (Durika,2013)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

10

2.1.4 Penuangan

Suhu penuangan paduan Al-7%Si yang lebih tinggi akan meningkatkan kekasaran

permukaan benda cor. Superheat (suhu diatas temperatur cair) yang lebih tinggi akan

menurunkan tegangan permukaan cairan logam, Hal ini akan menjadikan cairan logam

mudah terserap ke celah-celah diantara pasir yang menyebabkan kekasaran benda cor

meningkat (Kumar,dkk.,2007 dalam Sutiyoko 2011). Temperatur tuang memiliki faktor

dominan dalam menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor (Kumar,dkk.,

2008 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan penuangan logam cair memiliki pengaruh besar

terhadap kualitas benda cor. Kecepatan penuangan aluminium cair berkisar 0,015-0,02

m/s untuk mendapatkan jumlah dan jenis cacat pada benda cor yang minimal

(Bates,dkk., 2001 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan pengisian logam dan keluarnya

hasil dekomposisi polystyrene foam tergantung pada banyak faktor diantaranya massa

jenis foam, ikatan foam, ketebalan coating, temperatur logam dan kecepatan bagian

depan logam cair (Bates,dkk., 1995 dalam Sutiyoko 2011). Kecepatan aliran logam

meningkat dengan bertambahnya temperatur tuang. Gas tidak terdeteksi sampai pada

suhu 525 oC, terdeteksi sepanjang 5 mm pada suhu 750

oC dan lebih panjang dari 2 cm

pada suhu 1050 oC (Shivkumar,dkk., 1995 dalam Sutiyoko 2011). Gas yang terbentuk

meningkat 230% pada temperatur 750 – 1300 oC (Yao,dkk., 1997 dalam Sutiyoko

2011).

2.1.5 Diagran Fase Paduan Alumunium Silikon

Grafik 2.1 Diagram fasa Al-Si

( Sumber : Tottendan MacKenzie, 2003)

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

11

2.2 Proses Pengecoran Logam

Menurut (Groover,2010). jenis cetakan yang digunakan proses pengecoran dapat

diklasifikan menjadi dua katagori :

1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai.

2. Pengecoran dengan cetakan permanen.

2.2.1 Pengecoran Lostfoam (evaporative casting)

Pengecoran lost foam (evaporative casting) merupakan salah satu metode logam

dengan menggunakan pola polystyrene foam. Metode ini ditemukan dan dipatenkan oleh

Shroyer pada tahun 1958 (Shroyer, 1958 dalam Sutiyoko 2011). Pada tahun 1964,

konsep penggunaan cetakan pasir kering tanpa pengikat telah dikembangkan dan

dipatenkan oleh Smith (Smith, 1964 dalam Sutiyoko 2011). Proses pengecoran lost foam

dilakukan dalam beberapa tahap (Gambar 1). Pengecoran lost foam yang

dikombinasikan dengan pemvakuman cetakan (V-Proses) menjadikan jenis pengecoran

ini sebagai salah satu teknologi manufaktur yang sangat baik dan memiliki biaya yang

cukup efektif dalam memproduksi benda yang mendekati bentuk bendanya dibanding

pengecoran konvesional (Liu, dkk., 2002 dalam Sutiyoko 2011). Vakum proses telah

dikembangkan di Jepang pada tahun 1971 dan diperkenalkan pada pengecoran logam

saat pertemuan musim semi tahun 1972 (Kumar dan Ghaindhar, 1998 dalam Sutiyoko

2011). Pengecoran lost foam dimulai dengan membuat pola polystyrene foam

(styrofoam) dengan kerapatan / massa jenis tertentu sesuai yang direncanakan. Dalam

beberapa aplikasi, bagian-bagian pola dilem untuk mendapatkan bentuk keseluruhan dari

benda yang komplek. Sistem saluran dirangkai dengan cara dilem menyatu dengan

rangkaian pola. Beberapa pola dapat dilakukan pengecoran dengan dirangkai dalam satu

sistem saluran. Pola yang telah terangkai dengan sistem saluran diistilahkan dengan

cluster (Brawn, 1992 dalam Sutiyoko 2011). Sistem saluran memiliki pengaruh besar

terhadap adanya cacat pada benda cor misalnya saluran masuk bawah akan

menyebabkan porositas dan cacat lipatan (folded) paling sedikit dibanding saluran

samping atau atas (Shahmiri dan Karrazi, 2007 dalam Sutiyoko 2011).

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

12

Gambar 2.2 Tahap proses pengecoran lost Foam

(Sumber : www.sfsa.org)

Pola dan sistem saluran dilakukan pelapisan (coating) dengan cara dimasukkan ke

larutan pelapis dari bahan tahan panas (refractory) atau larutan refractory tersebut

langsung dicatkan pada pola dan sistem saluran lalu dikeringkan. Penambah, pengalir

dan saluran masuk ditempatkan pada tempat yang diperlukan (Butler, 1964 dalam

Sutiyoko 2011). Cluster yang telah kering diletakkan pada wadah dan pasir silika

dimasukkan di sekeliling pola. Pasir yang menimbun pola dipadatkan dengan cara

digetarkan pada frekuensi dan amplitudo tertentu. Pasir yang dipadatkan dengan

penggetaran densitas pasir meningkat 12,5% dibandingkan tanpa digetarkan (Butler,

1964 dalam Sutiyoko 2011). Pasir dengan ukuran AFS (Average Fineness Number)

grain fineness number tertentu akan mengisi bagian-bagian yang kosong dari cluster dan

akan menahan cluster saat pengisian logam cair. Pola tersebut dapat dibungkus/ dikapsul

dengan dua lapis plastik dan pasirnya divakum. Vakum akan mengeraskan cetakan dan

kekerasan cetakan diatas 85 dapat tercapai (Kumar, dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011).

Logam cair dimasukkan melalui saluran tuang dan pola akan terurai karena panas logam

cair saat masuk ke pola. Hasil uraian pola akan melewati lapisan dan keluar melalui

pasir. Setelah cukup dingin, benda cor diambil dan dilakukan perlakuan panas jika

diperlukan (Matson, dkk., 2007 dalam Sutiyoko 2011). Perkembangan penggunaan

metode pengecoran lost foam mengalami peningkatan cukup besar sejak tahun 1990

(Gambar 2). Pada tahun 1997 sebanyak 140.700 ton aluminium, besi cor dan baja sudah

diproduksi dengan proses pengecoran lost foam (Hunter, 1998 dalam Sutiyoko 2011).

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

13

2.3 Uji Tarik

Uji tarik adalah pemberian gaya atau tegangan tarik kepada material

denganmaksud untuk mengetahui atau mendeteksi kekuatan dari suatu material.

Tegangan tarik yang digunakan adalah tegangan aktual eksternal atau perpanjangan

sumbu benda uji. Uji tarik dilakuan dengan cara penarikan uji dengan gaya tarik secara

terusmenerus, sehingga bahan (perpajangannya) terus menerus meningkat dan teratur

sampai putus, dengan tujuan menentukan nilai tarik. Mengetahui kekuatan tarik suatu

bahan dalam pembebanan tarik, dimana garis gaya harus berhimpit dengan garis sumbu

bahan sehingga pembebanan terjadi beban tarik lurus. Tetapi jika gaya tarik sudut

berhimpit maka yang terjadi adalah gaya lentur. Hasil uji tarik tersebut mencatat

fenomena hubungan antara tegangan-regangan yang terjadi selama proses uji tarik

dilakukan. Mesin uji tarik seringdiperlukan dalam kegiatan engineering untuk

mengetahui sifat-sifat mekanik suatu material. Mesin uji tarik terdiri dari beberapa

bagian pendukung utama, diantaranya :kerangka, mekanikme pencekam spesimen,

sistem penarik dan mekanikme, sertasistem pengukur. Uji tarik banyak dilakukan untuk

melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data

pendukung bagi spesifikasi bahan. Uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu

yang bertambah secara kontiniu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai

perpanjang yang dialami benda uji. ( Salindeho,dkk.,2011.)

2.3.1 Tegangan-Regangan Teknis

Sifat-sifat mekanik material yang dikuantifikasikan salah satunya dengan kuat

tarik dapat diperoleh dengan pengujian tarik. Pengujian tarik uniaksial atau uji satu arah,

benda uji diberi beban atau gaya tarik pada satu arah dan gaya yang diberikan bertambah

besar secara kontinu. Benda uji akan bertambah panjang dengan bertambah gaya yang

diberikan. Berdasarkan hasil pengujian tarik yaitu berupa data gaya dan perpanjangan,

maka dapat dianilisis untuk menentukan tegangan dan regangan secara teknis, (

Salindeho,dkk.,2011.) yaitu persamaannya:

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

14

2.3.2 Tegangan Teknis

Tegangan yang didapatkan dari kurva tegangan teoritik adalah tegangan yang

membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara

membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji itu. (

Salindeho,dkk.,2011.)

)1.2.(..........).........( 2mmN

A

P

O

Dimana,

P = gaya yang diberikan pada benda uji (N)

AO = luas penampang awal benda uji (mm2)

Regangan yang didapatkan adalah regangan linear rata-rata, yang diperoleh dengan cara

membagi perpanjangan (gage length) benda uji, dengan panjang awal.

( Salindeho,dkk.,2011.)

)2.2.......(..........1

O

O

O L

LL

L

L

Dimana,

L = Pertambahan panjang (mm)

L0 = Panjang awal (mm)

L1 = Panjang akhir (mm)

Menarik suatu benda uji secara terus menerus sampai putus, akan mendapatkan

profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.2.

Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.

Memudahkan pembahasan, Gambar 2.1 dimodifikasi dari hubungan antara gaya tarikan

dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan mekanik dan regangan

(stress vs strain), ( Salindeho,dkk.,2011.)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

15

2.3.3 Tegangan-Regangan Sejati

Tegangan-regangan teknik tidak memberikan indikasi karekteristik deformasi

yang sesungguhnya, karena kurva tersebut semuanya berdasarkan pada dimensi awal

benda uji, sedangkan selama pengujian terjadi perubahan dimensi. Pada tarik untuk

logam liat, akan terjadi penyempitan setempat pada saat beban mencapai harga

maksimum. Karena pada tahap ini luas penampang lintang benda uji turun secara cepat,

maka beban yang dibutuhkan untuk melanjutkan deformasi akan segera mengecil. (

Salindeho,dkk.,2011.)

Gambar 2.3 Kurva tegangan-regangan teknis

( Sumber : fhianunikoe.blogspot.com)

Tegangan-regangan teknik juga menurun setelah melewati beban maksimum.

Keadaan sebenarnya menunjukkan, logam masih mengalami pengerasan regangan

sampai patah sehingga tegangan yang dibutuhkan untuk melanjutkan deformasi juga

bertambah besar. Tegangan yang sesungguhnya adalah beban pada saat manapun dibagi

dengan luas penampang lintang benda uji, Ao dimana beban itu bekerja. Tegangan-

regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) dari benda uji,

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

16

sementara untuk mendapatkan tegangan-regangan sejati diperlukan luas area dan

panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva

tidaklah terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada

rentang terjadinya pengerasan regangan, yaitu setelah titik luluh terlampaui. Secara

khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking (pengecilan

penampang). Tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara

aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal Ao bernilai konstan pada

saat penghitungan tegangan AoP / . Sementara pada kurva tegangan-regangan sejati

luas area aktual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu

menahan peningkatan tegangan karena AiP /' . ( Salindeho,dkk.,2011.)

Hubungan tegangan-regangan sejati dan tegangan-regangan teknis, yaitu dengan

persamaan sebagai berikut: ( Salindeho,dkk.,2011.)

)4.2(....................).........(),1(1

)3.2.(..........).........(),1( 2

oon

mmN

Dimana :

tegangan sejati (N/mm2)

regangan sejati (%)

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

17

Gambar 2.4 Perbandingan antara kurva tegangan regangan teknik Dengan kurva tegangan

regangan sejati ( Sumber : fhianunikoe.blogspot.com)

2.4 Pengamatan Struktur Mikro

Strukturmikro paduan Al-Si terbagi tiga yaitu hypoeutektik, eutektik dan

hypereutektik. Hypoeutektik adalah paduan aluminium dengan komposisi silikon

dibawah 11.7% (Gambar 2.28.a), eutektik adalah paduan dengan komposisi 11.7-12%

(Gambar 2.28.b), dan hypereutektik adalah paduan dengan komposisi silikon diatas

komposisi 12% (Gambar2.28.c). Berbagai unsur yang lain seperti Fe, Cu, Mg, Ni, Zn

ditambahkan untuk mendapatkan sifat aliran yang baik serta memiliki sifat mekanis

yang baik (Ivan dan Suyitno,2009)

Gambar 2.5.Tipe strukturmikro hypoeutektik, eutektik, dan hypereutektik aluminium silikon. (a).

Komposisi hypoeutektik paduanA319 ,(b). Komposisi eutektik paduan A339. (c). Komposisi

hypereutektik paduan A390

(Sumber : ASM Handbook vol.9 2004 dalam Ivan dan Suyitno,2009).

Daerah didekat komposisi eutektik pada 577°C, 11.7%Si bila dituang dan

didinginkan akan didapat serpih Si dalam matriks Al. Eutektik yang terbentuk pada

larutan padat 1%Si merupakan silikon murni. Proses pembekuan yang lama pada paduan

Al-Si menghasilkan strukturmikro yang sangat kasar dan eutektik terdiri dari Silikon

yang berbentuk pelat dengan jumlah yang cukup banyak (ASM Handbook vol.9 2004

dalam Ivan dan Suyitno,2009).

2.5 Pengaruh temperatur tuang terhadap struktur mikro

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

18

Paduan yang memiliki eutektik kasar menunjukkan keliatan yang rendah karena

struktur pelat silikon bersifat rapuh. Kandungan silikon yang tinggi memberikan struktur

hipereutektik pada Al-Si, namun pada proses pemesinan akan mengalami kesulitan

karena pada strukturmikro mengandung partikel silikon yang keras. (Ivan dan

Suyitno,2009)

Struktur mikro paduan aluminium 356.1 diamati pada temperatur tuang 680,

710, dan 740oC serta pada kerapatan polystyrene foam 0,0077 g/cm

3 saja serta pada

ukuran mesh pasir (Gambar 2.6). (Ivan dan Suyitno,2009)

a b

c d

e

a

f

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

19

Gambar 2.6.Struktur mikro A356 pada temperatur tuang. (a. b.)Temperatur tuang 680oC (c.

d.)Temperatur tuang 710oC (e. f.)Temperatur tuang 740

oC

(Sumber : ASM Handbook vol.9 2004 dalam Ivan dan Suyitno,2009).

Struktur mikro paduan aluminium 356.1 memperlihatkan dua struktur utama

yaitu tipe aluminium dendrite yang berwarna putih dan tipe eutektik silikon. Struktur

mikro pada temperatur tuang 680oC, memperlihatkan struktur aluminium denderit

mendominasi permukaan coran sementara eutektik eutektik silikon membentuk

serpihan-serpihan tebal dan panjang diantara dendrite. Struktur mikro pada temperatur

tuang 710oC memperlihatkan struktur β-eutektik silikon tipis dan pendek serta mulai

melebar diantara dendrite, sementara struktur aluminium denderit yang terurai pada

permukaan coran menjadi semakin kecil bulat lonjong. Struktur mikro pada temperatur

tuang 740oC, memperlihatkan struktur aluminium denderit yang terurai pada permukaan

coran menjadi semakin kecil bulat atau mendekati bulat, sedangkan struktur β-eutektik

silikon semakin tipis dan pendek serta semakin melebar diantara dendrite. (Ivan dan

Suyitno,2009)

Struktur mikro paduan aluminium 356.1 secara umum terlihat mengalami

perubahan dengan naiknya temperatur penuangan.α-aluminium dendrite yang

mendominasi permukaan coran pada temperatur 680oC menjadi bulat atau hampir bulat

pada temperatur penuangan 740oC. Dengan bertambahnya temperatur penuangan β-

eutektik silikon yang berupa serpihan-serpihan panjang dan tebal pada temperatur

penuangan 680oC menjadi serpihan-serpihan pendek dan halus diantara dendrite pada

temperatur tuang 740oC. Temperatur tuang yang tinggi akan menyediakan waktu

pembekuan yang lebih panjang dan struktur mikro yang tumbuh lebih halus. (Ivan dan

Suyitno,2009)

Pertumbuhan β-eutektik silikon pada temperatur tuang rendah terdapat diantara

DAS (Dendrite Arm Spacing) yang sempit sedangkan pada temperatur tuang yang tinggi

Si terurai menjadi lebih luas diantara DAS.β-eutektik silikon pada temperatur tuang

680oC memiliki waktu pembekuan yang singkat dan pada ruang yang sempit sehingga

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengecoran Lostfoam II.pdf · digunakan di bidang teknik misal bahan pada struktur pesawat. Aluminium menempati urutan ke-3 dari unsur unsur dalam kerak

20

struktur yang dihasilkan berbentuk serpihan panjang dan tebal. β-eutektik silikon pada

temperatur tuang 710oC memiliki waktu pembekuan yang agak panjang sehingga

membentuk struktur mikro berupa serpihan yang mulai mengecil dan lebih pendek. β-

eutektik silikon pada temperatur pembekuan 740oC mempunyai waktu pembekuan yang

lebih lama sehingga membentuk struktur mikro yang lebih pendek dan lebih halus.

Perubahan bentuk ini akibat adanya perbedaan kecepatan pembekuan seperti

yang diutarakan oleh Venkataramani dkk, (1999) kecepatan pembekuan berkurang

dengan meningkatnya temperatur penuangan pada cetakan pasir dan metode pengecoran

evaporative. Efek dari perubahan laju pembekuan yang lambat menyebabkan struktur

mikro menjadi lebih halus sehingga ketahanan coran untuk menahan beban deformasi

semakin berkurang. (Ivan dan Suyitno,2009)