BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri...

16
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock, 2010) pada masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self- efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang siswa yang self- efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena siswa tersebut tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal (Santrock, 2010). Bandura (dalam Santrock, 2010) percaya bahwa self efficacy adalah faktor penting yang mempengaruhi prestasi siswa. Self efficacy punya kesamaan dengan motivasi untuk menguasai dan motivasi instrinsik. Stipek dan Maddux (dalam Santrock, 2010) menjelaskan self efficacy adalah keyakinan “Aku bisa”; ketidakberdayaan adalah keyakinan bahwa “Aku tidak bisa”. Murid dengan self efficacy tinggi setuju dengan pernyataan seperti “Saya tahu bahwa saya akan mampu menguasai materi ini” dan “Saya akan bisa mengerjakan tugas ini.” Perasaan self efficacy remaja mempengaruhi pilihan aktivitas, tujuan, dan usaha serta persistensi mereka dalam aktivitas-aktivitas kelas.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock, 2010)

pada masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa

menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-

efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya, seorang siswa yang self-

efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian

karena siswa tersebut tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya

mengerjakan soal (Santrock, 2010).

Bandura (dalam Santrock, 2010) percaya bahwa self efficacy adalah faktor

penting yang mempengaruhi prestasi siswa. Self efficacy punya kesamaan dengan

motivasi untuk menguasai dan motivasi instrinsik. Stipek dan Maddux (dalam

Santrock, 2010) menjelaskan self efficacy adalah keyakinan “Aku bisa”;

ketidakberdayaan adalah keyakinan bahwa “Aku tidak bisa”. Murid dengan self

efficacy tinggi setuju dengan pernyataan seperti “Saya tahu bahwa saya akan mampu

menguasai materi ini” dan “Saya akan bisa mengerjakan tugas ini.” Perasaan self

efficacy remaja mempengaruhi pilihan aktivitas, tujuan, dan usaha serta persistensi

mereka dalam aktivitas-aktivitas kelas.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

9

2.1.1. Pengertian Efikasi Diri

Bandura (dalam Feist & Feist, 2010) mendefinisikan efikasi diri sebagai

keyakinan seseorang dalam kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk

kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan kejadian dalam lingkungan.

Bandura beranggapan bahwa keyakinan atas efikasi seseorang adalah landasan

dari agen manusia. Manusia yang yakin bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu

yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadian di lingkungannya,

akan lebih mungkin untuk bertindak dan lebih mungkin untuk menjadi sukses

daripada manusia yang mempunyai efikasi diri yang rendah.

Efikasi diri tidak hanya merupakan konsep global atau yang

digeneralisasikan, seperti harga diri (self-esteem) atau kepercayaan diri (self-

confidence) (Feist & Feist, 2010). Walaupun self-efficacy adalah karakteristik

internal yang mempengaruhi perilaku dan reaksi dalam cara yang relatif konstan

dan terprediksi, self-efficacy juga ditentukan oleh situasi. Orang dapat

mempunyai self-efficacy yang tinggi dalam satu situasi dan mempunyai self-

efficacy yang rendah dalam situasi lainnya.

Efikasi diri yang tinggi dan rendah berkombinasi dengan lingkungan yang

responsif untuk menghasilkan empat variabel prediktif (Bandura, 1997). Ketika

efikasi diri yang tinggi dan lingkungan responsif, hasilnya kemungkinan besar

akan tercapai. Saat efikasi rendah berkombinasi dengan lingkungan yang

responsif, manusia mungkin akan merasa depresi karena mengobservasi bahwa

orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu sulit untuknya. Saat

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

10

seseorang dengan efikasi diri yang tinggi menemui situasi lingkungan yang tidak

responsif, biasanya akan meningkatkan usahanya untuk mengubah lingkungan.

Orang tersebut dapat melakukan protes-protes, kegiatan aktivis sosial, atau

bahkan kekuatan untuk memulai perubahan; namun saat semua usaha tersebut

gagal, Bandura berhipotesis bahwa orang tersebut akan menyerah malakukan

hal tersebut dan mencari lingkungan baru yang lebih responsif. Terakhir, saat

efikasi diri yang rendah dikombinasikan dengan lingkungan yang tidak

responsif, orang-orang akan merasa apatis, segan, dan tidak berdaya (Feist &

Feist, 2010).

2.1.2. Sumber Efikasi Diri

Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari,

dan dikembangkan dari empat sumber informasi yaitu Enactive attainment and

performance accomplishment (pengalaman keberhasilan dan pencapaian

prestasi), Vicarious experience (pengalaman orang lain), Verbal persuasion

(persuasi verbal), Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis

dan psikologis). Di mana pada dasarnya keempat hal tersebut adalah stimulasi

atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif (positive

arousal) untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Hal

ini mengacu pada konsep pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat

meningkatkan perasaan atas efikasi diri (Bandura, dalam Lazarus et.al., 1980).

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

11

Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut, yaitu:

Pertama, Enactive attainment and performance accomplishment

(pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi) yaitu sumber ekspektasi

efikasi diri yang penting, karena berdasar pengalaman siswa secara langsung.

Siswa yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan

keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya. pengalaman keberhasilan siswa

ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan,

sehingga dapat mengurangi kegagalan.

Kedua, Vicarious experience (pengalaman orang lain) yaitu mengamati

perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar siswa. Melalui model

ini efikasi diri siswa dapat meningkat, terutama jika siswa merasa memiliki

kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang

menjadi subjek belajarnya. Siswa mempunyai kecenderungan merasa mampu

melakukan hal yang sama. Peningkatan efikasi diri siswa ini dapat meningkatkan

motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan

menjadi efektif jika subjek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak

kesamaan karakteristik antara siswa dengan model, kesamaan tingkat kesulitan

tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh

model.

Ketiga, Verbal persuasion (persuasi verbal) yaitu siswa mendapat bujukan

atau sugesti untuk percaya bahwa siswa dapat mengatasi masalah-masalah yang

akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan siswa untuk berusaha

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

12

lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi efikasi diri yang

tumbuh dengan sumber-sumber efikasi diri ini biasanya tidak bertahan lama,

apalagi jika kemudian siswa mengalami peristiwa traumatis yang tidak

menyenangkan.

Keempat, Physiological state and emotional arousal (keadaan fisiologis

dan psikologis). Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi

efikasi diri. Gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan

fisiologis yang lemah yang dialami siswa akan dirasakan sebagai suatu isyarat

akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan

mengancam akan cenderung dihindari.

Empat hal tersebut dapat menjadi sumber bagi tumbuh dan

berkembangnya efikasi diri siswa. Dengan kata lain, efikasi diri dapat

diupayakan untuk meningkat dengan membuat manipulasi melalui empat hal

tersebut.

2.1.3. Dimensi-Dimensi Efikasi Diri

Bandura (1997) menyebutkan bahwa dimensi-dimensi dalam efikasi diri,

meliputi:

a. Besar Pengharapan

Adalah besarnya harapan terhadap kemungkinan hasil dari suatu perilaku,

yaitu suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu menyebabkan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

13

hasil tertentu yang bersifat khusus. Besar pengharapan efikasi diri (self

efficacy)) dapat diketahui melalui indikator-indikator dibawah ini:

1) Tingkat kesulitan tugas yang diyakini dapat diselesaikan.

2) Analisis pilihan perilaku yang akan dicoba (merasa mampu

dilakukan).

3) Upaya menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas

kemampuannya.

b. Luas Pengharapan

Merupakan keyakinan sejauh mana perilaku tertentu akan menimbulkan

konsekuensi atau hasil tertentu, konsekuensi-konsekuensi akan terjadi bila

suatu perilaku dilakukan oleh seseorang, hanya saja kemampuan seseorang

untuk menampilkan perilaku terbatas maka pengharapan seseorang terhadap

suatu konsekuensi atau hasil terbatas pula. Hal ini merupakan luas bidang

perilaku yang diyakini berhasil dicapai siswa dengan indikator:

1) Pengharapan terbatas pada bidang perilaku khusus yaitu

keyakinan/kemantapan dalam menjalankan bidang tugas selama ini.

2) Pengharapan yang menyebar meliputi berbagai bidang perilaku yaitu

keyakinan atau kemantapan dalam menjalankan tugas lain yang belum

pernah dikerjakannya.

c. Kemantapan Pengharapan

Harapan akan dapat membentuk perilaku secara tepat. Suatu keyakinan

bahwa seseorang akan berhasil dalam bertindak sesuai dengan hasil yang

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

14

diharapkan. Aspek ini menunjukkan bahwa harapan orang berkaitan dengan

kesanggupan melakukan sesuatu perilaku yang dikehendaki. Kemantapan

pengharapan tergantung pada situasi beberapa informasi berupa persepsi dari

hasil tindakan yang didapatkan melalui kehidupan, modeling, peristiwa

verbal dan keadaan emosi yang mengancam. Dapat dilihat melalui indikator

di bawah ini:

1) Bertahan dalam usahanya yaitu bertahan dalam menghadapi tugas dan

tantangan pekerjaan sebagai siswa.

2) Keuletan dalam berusaha dalam menghadapi tugas-tugas tantangan

studi.

2.1.4. Ciri-Ciri Efikasi Diri

Bandura (1997) memaparkan mengenai perbedaan ciri-ciri orang yang

mempunyai self-efficacy yang tinggi dan rendah, antara lain:

a. Orang yang mempunyai self-efficacy rendah (yang ragu-ragu akan

kemampuannya):

1. Orang yang menjauhi tugas-tugas yang sulit.

2. Berhenti dengan cepat bila menemui kesulitan.

3. Memiliki cita-cita yang rendah dan komitmen yang buruk untuk tujuan

yang telah dipilih.

4. Berfokus pada akibat yang buruk dari kegagalan.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

15

5. Cenderung mengurangi usaha karena lambat memperbaiki keadaan

dari kegagalan yang dialami, mudah mengalami stres dan depresi.

b. Orang yang mempunyai self-efficacy tinggi (yang mempunyai kepercayaan

yang kuat akan kemampuannya):

1. Mendekati tugas-tugas yang sulit sebagai tantangan untuk

dimenangkan.

2. Menyusun tujuan-tujuan yang menantang dan memelihara komitmen

untuk tugas-tugas tersebut.

3. Mempunyai usaha yang tinggi atau gigih.

4. Memiliki pemikiran strategis.

5. Berpikir bahwa kegagalan yang dialami karena usaha yang tidak

cukup sehingga diperlukan usaha yang tinggi dalam menghadapi

kesulitan.

6. Cepat memperbaiki keadaan setelah mengalami kegagalan.

7. Mengurangi stres.

2.1.5. Cara Meningkatkan Efikasi Diri (Self-Efficacy) Siswa

Ormrod (2008) menjelaskan beberapa upaya dalam rangka meningkatkan

self-efficacy siswa, antara lain:

1. Mengajarkan pengetahuan dan kemampuan dasar sampai dikuasai.

2. Memperlihatkan catatan kemajuan siswa tentang keterampilan-

keterampilan yang rumit.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

16

3. Memberikan tugas yang menunjukkan bahwa siswa dapat berhasil

hanya dengan kerja keras dan pantang menyerah.

4. Meyakinkan siswa bahwa dirinya bisa sukses, sambil menunjukkan

contoh teman sebaya yang sebelumnya sukses melakukan hal yang

sama.

5. Memperlihatkan model rekan-rekan sebaya yang sukses kepada para

siswa.

6. Memberikan tugas besar dan kompleks dalam aktivitas-aktivitas

kelompok kecil.

2.2. Peer Guidance

2.2.1. Pengertian Peer Guidance

Sunaryo, dkk (2007) menyebutkan bahwa bimbingan teman sebaya

merupakan bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik

lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan

atau pembinaan oleh konselor.

Sunaryo, dkk (2007) juga menjelaskan bahwa peserta didik yang menjadi

pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik

lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi, baik akademik maupun non-

akademik. Selain itu, pembimbing sebaya juga berfungsi sebagai mediator yang

membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

17

perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan

bantuan bimbingan atau konseling.

Pembimbing sebaya juga muncul dari keyakinan bahwa remaja memiliki

hak untuk berpartisipasi dalam mengembangkan program yang melayani remaja

lain dan hak bersuara dalam bentuk kebijakan yang akan berdampak pada

remaja. Oleh karena itu dengan menciptakan kemitraan yang efektif antara guru

Bimbingan dan Konseling dengan pembimbing sebaya merupakan sesuatu yang

kritis bagi kesuksesan program Bimbingan dan Konseling di sekolah (Sunarti,

2010).

2.2.2. Landasan Perlunya Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance)

Salah satu alasan mengapa diadakan bimbingan teman sebaya adalah

karena kebanyakan dari remaja (peserta didik) lebih nyaman dan lebih sering

menceritakan masalahnya kepada teman sebayanya dari pada kepada orang yang

lebih dewasa. Perkembangan teman sebaya pada masa remaja sangat

dimungkinkan diperlukannya layanan ini. Pada perkembangan teman sebaya

masa remaja ini terjadi peralihan dari dependent menjadi independent. Remaja

sudah mulai melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua dan berlatih

untuk mandiri. (Athia & Benty, 2011)

Athia & Benty (2011) menambahkan, tidak jarang saat orang tua

mencampuri urusan remaja maka remaja tersebut merasa keberatan. Sama halnya

ketika seorang guru BK menanyakan sesuatu kepada remaja (peserta didik) maka

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

18

respon yang ditimbulkan seakan-akan menutupi sesuatu tersebut. Hal inilah yang

mendorong perlunya menunjuk seorang murid yang dianggap pantas atau

memenuhi kualifikasi sebagi pembimbing teman sebaya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sunarti (2010), bahwa seorang remaja

dalam kelompok sebayanya memiliki pengaruh yang besar dalam bagaimana ia

berperilaku, baik perilaku yang positif maupun perilaku yang negatif.

Kepercayaan pada Pembimbing Sebaya di mata kelompoknya benar-benar

merupakan dasar yang penting dalam menciptakan Pembimbing Sebaya tersebut.

Dalam berkomunikasi dengan sebayanya, Sunarti menjelaskan bahwa

Pembimbing Sebaya biasanya menggunakan bahasa yang sama sehingga

informasi akan lebih mudah dipahami. Pembimbing Sebaya juga merupakan

suatu cara untuk memberdayakan remaja, dalam hal ini menawarkan kesempatan

bagi remaja untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berdampak

positif bagi remaja serta mengakses pelayanan yang remaja butuhkan.

2.2.3. Peran Seorang Pembimbing Sebaya

Sunarti (2010) menyebutkan bahwa pembimbing sebaya diharapkan

mampu berperan menjadi fasilitator, motivator, dan educator untuk sebayanya,

oleh karena itu pembimbing sebaya diharapkan dapat :

a. Menjadi model positif yang dapat dicontoh oleh teman sebayanya.

b. Menjadi pemimpin bagi teman sebayanya untuk berpartisipasi aktif dalam

kegiatan yang positif di lingkungannya.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

19

c. Dapat menjadi sumber informasi bagi teman sebayanya akan program yang

ada.

d. Selain menjadi teman, seorang pembimbing sebaya juga dapat menjadi tempat

curhat (dalam batas kemampuannya) bagi teman sebayanya dan memberi

solusi yang sesuai dengan kebutuhan remaja yang bermasalah.

e. Pembimbing sebaya dapat menjadi teman/mitra dalam berkarya di

lingkungannya.

f. Pembimbing sebaya mampu melakukan penjangkauan atau pendekatan pada

teman-teman yang bermasalah dan memberikan informasi agar terhindar dan

keluar dari permasalahan yang dihadapinya.

g. Secara tidak langsung pembimbing sebaya dapat menjadi pelaku kontrol

terhadap perilaku dirinya dan teman sebayanya.

2.2.4. Kriteria Pembimbing Sebaya

Sunarti (2010) menyebutkan bahwa untuk dapat memenuhi peranannya

sebagai pembimbing sebaya remaja harus memenuhi beberapa kriteria di bawah

ini :

1. Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya.

2. Berminat secara pribadi terhadap program Bimbingan dan Konseling.

3. Lancar berkomunikasi.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

20

4. Memiliki ciri-ciri kepribadian yang terpuji seperti: ramah, luwes dalam

pergaulan, berinisiatif, kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal

baru, mau belajar dan suka menolong.

2.2.5. Langkah-Langkah Bimbingan Teman Sebaya

Sunarti (2010) menyebutkan langkah-langkah dalam bimbingan teman

sebaya, antara lain:

1. Pembentukan Pembimbing Sebaya

Pada awal tahun pelajaran, atau dalam langkah penyusunan program

pengajaran, guru BK memprogramkan mengenai pembentukan pembimbing

sebaya, caranya dapat melalui seleksi oleh guru BK atau melalui angket

sosiometri, siswa yang dipilih hendaknya adalah siswa yang populer dalam

tiap kelasnya, hal ini penting agar siswa yang bermasalah di kelas mau

membuka diri dalam memecahkan masalahnya, selain populer dianjurkan juga

siswa yang mempunyai prestasi baik agar dalam memberikan pembimbingan

kepada teman sebayanya mereka memiliki ketrampilan yang lebih.

2. Pelatihan Pembimbing Sebaya

Setelah proses seleksi calon pembimbing sebaya dilakukan, langkah

berikutnya adalah mengadakan pelatihan kepada pembimbing sebaya, guru

Bimbingan dan Konseling dan tim harus memberikan semacam penataran

kepada siswa-siswa yang telah terpilih di kelas, lama pelatihan disesuaikan

dengan kebutuhan dan materi yang akan diberikan. Waktu yang diambil

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

21

jangan sampai mengganggu tugas pokok siswa-siswa dalam mengikuti

pelajaran, jadi waktu pelatihan hendaknya dilaksanakan setelah selesai

sekolah atau di hari-hari yang tidak efektif ( hari minggu atau hari libur

lainnya). Dalam pelatihan tersebut hendaknya juga dibuat kesepakatan-

kesepakatan atau aturan main yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh

pembimbing sebaya.

3. Pelaksanaan Kegiatan

Dalam kegiatan ini guru Bimbingan dan Konseling memberikan serangkaian

tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa yang menjadi pembimbing sebaya

seperti yang telah disepakati bersama dalam pelatihan misalnya :

a. Mencatat dan melaporkan mengenai data presensi siswa di kelasnya.

b. Mencatat dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di

kelasnya.

c. Melakukan kunjungan rumah kepada siswa yang tidak masuk tanpa

keterangan atau sakit, guna mencari informasi atau membesuk teman

sekelasnya.

d. Melakukan pencatatan terhadap siswa yang konsultasi atau curhat.

e. Melaporkan siswa-siswa yang memerlukan penanganan khusus oleh Guru

Bimbingan dan Konseling.

f. Menjadi sumber informasi bagi guru Bimbingan dan Konseling.

g. Menjadi kepanjangan tangan guru Bimbingan dan Konseling dalam

menyampaikan informasi kepada siswa.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

22

4. Tahap Akhir atau Evaluasi

Setelah tahap demi tahap kegiatan dilakukan yaitu: pembentukan pembimbing

sebaya, pelatihan pembimbing sebaya dan pelaksanaan kegiatan pembimbing

sebaya, maka tahap yang paling akhir yang harus dilakukan adalah tahapan

evaluasi. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan mengetahui sejauh mana

kegiatan Pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat terlaksana dan sejauh

mana pembimbing sebaya dapat melaksanakan peran dan fungsinya seperti

yang telah dirumuskan dan dijelaskan dalam tahap awal kegiatan.

2.3. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan Buhrmester (dalam Santrock, 2010)

menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan dengan teman

sebaya meningkat secara drastis, dan disaat yang sama kedekatan hubungan

remaja remaja dengan orang tua menurun secara drastis. Hasil penelitian

Buhrmester didukung oleh temuan Nickerson & Nagle (Suwarjo, 2008) bahwa

pada masa remaja komunikasi dan kepercayaan terhadap orang tua berkurang,

dan beralih kepada teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan akan kelekatan

(attachment).

Menurut penelitian Kartika Nur Fathiyah dan Farida Harahap (2008)

tentang Konseling Sebaya untuk Meningkatkan Efikasi Diri Remaja terhadap

Perilaku Berisiko, menjelaskan adanya kecenderungan peningkatan efikasi diri

siswa yang diberi konseling sebaya sebesar 26,08%. Pada konselor sebaya

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3572/3/T1_132009112_BAB II.pdf · 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy)

23

peningkatan skor efikasi diri sebesar 14,3 %. Secara kualitatif hasil penelitian

menunjukkan peningkatan efikasi diri subjek penelitian ditinjau dari kognitif,

emosi, afektif dan kecenderungan perilakunya.