BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar Disiplinan...

14
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian tentang disiplin telah banyak di definisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Ahli yang satu mempunyai batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan, dan keteraturan terhadap perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar secara terarah dan teratur. Dengan demikian siswa yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar. Disiplin akan memudahkan siswa dalam belajar secara terarah dan teratur. Menurut Hurlock (dalam Wulandari, 2009), disiplin yaitu suatu cara masyarakat untuk mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok. Tujuan seluruh disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasinya. Sedangkan menurut Pridjodarminto (dalam Wulandari, 2009), menyatakan bahwa disiplin adalah kondisi yang menunjukkan ketaatan, kepatuhan, keteraturan, ketertiban yang tercipta melalui binaan keluarga, pendidikan dan

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar Disiplinan...

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Disiplinan Belajar

2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar

Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda – beda, oleh karena itu

disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian tentang disiplin telah

banyak di definisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Ahli yang satu mempunyai

batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

Siswa yang memiliki disiplin akan menunjukkan ketaatan, dan keteraturan

terhadap perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar secara terarah dan teratur.

Dengan demikian siswa yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan

mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang sangat penting dalam

kehidupan manusia terutama siswa dalam hal belajar. Disiplin akan memudahkan

siswa dalam belajar secara terarah dan teratur.

Menurut Hurlock (dalam Wulandari, 2009), disiplin yaitu suatu cara

masyarakat untuk mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok. Tujuan

seluruh disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai

dengan peran – peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu

diidentifikasinya. Sedangkan menurut Pridjodarminto (dalam Wulandari, 2009),

menyatakan bahwa disiplin adalah kondisi yang menunjukkan ketaatan, kepatuhan,

keteraturan, ketertiban yang tercipta melalui binaan keluarga, pendidikan dan

10

pengalaman. Sedangkan menurut Rachman (dalam Wulandari, 2009) disiplin adalah

upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam

mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib

berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya. Menurut Adi

(2005), “Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple,” yakni seorang yang

belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.

Slameto (2003), “belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sesuai dengan

kedua pendapat tentang pengertian belajar di atas, terkandung pengertian bahwa

belajar adalah serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang dengan

tujuan untuk memperoleh perubahan secara menyeluruh dalam tingkah lakunya,

sebagai hasil dari pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dari

seluruh pengertian di atas diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud disiplin belajar

adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

keteraturan dan atau ketertiban.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari disiplin belajar

adalah a) agar individu berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku, b) agar

individu dapat terkontrol dalam membentuk pola tingkah laku yang baik dan benar, c)

11

agar individu mampu mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian

dari luar, d) agar seseorang memperoleh keseimbangan antara hukuman dan

penghargaan terhadap hak-hak orang lain.

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar

Menurut Tu’u (2004), mengatakan ada empat faktor dominan yang

mempengaruhi dan membentuk disiplin yaitu: a) kesadaran diri, sebagai pemahaman

diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Selain itu

kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi terwujudnya disiplin. Disiplin yang

terbentuk atas kesadarn diri akan kuat pengaruhnya dan akan lebih tahan lama

dibandingkan dengan disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman, b)

pengikutan dan ketaatan, sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan –

peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya

kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat, c) alat

pendidikan, untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku

yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan, d) hukuman, seseorang

yang taat pada aturan cenderung disebabkan karena dua hal, yang pertama karena

adanya kesadaran diri, kemudian yang kedua karena adanya hukuman. Hukuman

akan menyadarkan, mengoreksi, dan meluruskan yang salah, sehingga orang kembali

pada perilaku yang sesuai dengan harapan. Lebih lanjut Tu’u (2004), menambahkan

masih ada faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan disiplin yaitu, a)

teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru oleh orang lain. Dalam hal ini

siswa lebih mudah meniru apa yang mereka lihat sebagai teladan (orang yang

12

dianggap baik dan patut ditiru) daripada dengan apa yang mereka dengar. Karena itu

contoh dan teladan disiplin dari atasan, kepala sekolah dan guru-guru serta penata

usaha sangat berpengaruh terhadap disiplin para siswa, b) lingkungan berdisiplin kuat

pengaruhnya dalam pembentukan disiplin dibandingkan dengan lingkungan yang

belum menerapkan disiplin. Bila berada di lingkungan yang berdisiplin, seseorang

akan terbawa oleh lingkungan tersebut, c) latihan berdisiplin, disiplin dapat tercapai

dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan. Artinya melakukan disiplin secara

berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari – hari.

Slameto (2003), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin

belajar banyak jenisnya yang digolongkan kedalam dua jenis, yaitu: faktor intern dan

faktor eksternal. Faktr intern adalah faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar

(seperti keluarga, sekolah dan masyarakat), sedangkan faktor intern adalah faktor

yang berasala dari dalam diri siswa itu sendiri, (seperti jasmani, psiologis, dan

kelelahan). Contoh-contoh hambatan dalam belajar antara lain; ada anggapan dari

siswa seperti “untuk apa belajar, masa depanku suram”; persaingan berat pada waktu

di bangku studi; biaya terlalu tinggi; mutu pendidikan sekolah rendah; sikap siswa

asal bersekolah dari pada nganggur.

2.1.3. Cara Belajar yang Baik dan Efektif

Hamalik (2001), mengemukakan bahwa cara belajar adalah kegiatan-kegiatan

yang dilaksanakan sesuai dengan situasi belajarnya, misalnya kegiatan-kegiatan

dalam mengikuti pelajaran, menghadapi ulangan/ujian dan sebagainya. Selanjutnya

Hamalik (2001), menjelaskan bahwa cara belajar siswa adalah kegiatan – kegiatan

13

yang dilaksanakan siswa pada situasi belajar tertentu, kegiatan-kegiatan tersebut

merupakan pencerminan usaha belajar yang dilakukannya. Cara belajar merupakan

sebuah masalah yang dihadapi oleh setiap siswa dan wajib diatasi dengan baik agar

tidak merintangi suksesnya studi. Masalah-masalah yang diantaranya, kesukaran

mengatur waktu, kemalasan membaca buku, ketidaktahuan dalam meringkas

pelajaran, kesulitan mengikuti dan menghafal pelajaran maupun di saat menempuh

ujian. Hamalik (2001), berikut ini disarankan cara-cara belajar yang baik adalah

sebagai berikut:

1) Memiliki kondisi fisik yang tetap sehat; kondisi fisik yang sehat akan sangat

mendukung semangat siswa dalam belajar. Sebaliknya kondisi fisik yang

tidak sehat hanya akan membuat siswa menjadi lemas dan malas belajar.

Karena kondisi fisik yang tidak sehat akan mengganggu siswa dalam

berkonsentrasi belajar.

2) Memiliki jadwal belajar di rumah yang disusun dengan baik dan teratur; agar

tidak bingung dan membosankan karena ketidakaturannya waktu belajar,

maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah menyusun jadwal belajar

agar bisa belajar dengan teratur dan pemusatan pada belajarpun bisa berjalan

dengan baik. Setelah jadwal tersusun, siswa diharapkan memiliki disiplin

terhadap diri sendiri, patuh dan taat dengan rencana belajar yang telah

dijadwalkan

3) Memilii kamar atau tempat belajar yang sesuai dan kondisif untuk belajar

4) Menyiapkan perabotan sekolah yang baik sebelum belajar

14

5) Penerangan yang memadai.

2.1.4. Aspek-Aspek Disiplinan Belajar

Menurut Arikunto (1990) dalam penulisan mengenai disiplinannya membagi

tiga macam indikator kedisiplinan, yaitu: Perilaku kedisiplinan di dalam kelas,

Perilaku kedisiplinan di luar kelas di lingkungan sekolah dan perilaku kedsiplinan di

rumah. Tu’u (2004) dalam penulisan mengenai disiplin sekolah mengemukakan

bahwa indikator yang menunjukan pergeseran/perubahan hasil belajar siswa sebagai

kontribusi mengikuti dan menaati peraturan sekolah adalah meliputi: dapat mengatur

waktu belajar di rumah, rajin dan teratur belaja, perhatian yang baik saat belajar di

kelas, dan ketertiban diri saat belajar di kelas. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam

penulisan ini penulis membagi indikator disiplin belajar menjadi tiga macam, yaitu:

a. Disiplin menaati belajar di sekolah

b. Disiplin menaati belajar di rumah

c. Disiplin dalam perhatian yang baik saat belajar di kelas

2.1.5. Ciri-ciri Disipilin Belajar

Prayitno (1995), menyatakan ciri siswa kurang disiplin belajar sebagai berikut:

a) siswa datang ke sekolah sekedar presensi, b) setelah jam pelajaran dimulai siswa

tidak segera masuk ke kelas, c) pada saat jam pelajaran kosong siswa sering gaduh

dan meninggalkan kelas pergi ke kantin, d) siswa belajar jika ada ulangan saja, e)

siswa kadang mencontek pada saat ulangan dan siswa mengerjakan pekerjaan rumah

(PR) di sekolah saja. Siswa yang disiplin dalam belajar memiliki ciri-ciri sebagai

berikut: a) memiliki waktu belajar yang teratur, b) belajar dengan menyicil (sedikit

15

demi sedikit), b) menyelesaikan tugas pada waktunya, c) belajar dalam suasana yang

mendukung.

2.2. Layanan Bimbingan Belajar

2.2.1. Pengertian Layanan Bimbingan Belajar

Winkel dan Hastuti (2004), menerangkan bahwa Layanan bimbingan belajar

adalah suatu layanan yang bertujuan untuk mengembangkan diri siswa dengan sikap

dan kebiasaan belajar yang baik, berusaha mengatasi kesulitan belajar, serta tuntunan

kemampuan yang berguna dalam kehidupan dan perkembangan yang optimal. Dalam

kenyataan, pelaksanaan bimbingan belajar dihadapkan pada banyak kesulitan dan

hambatan. Sebagian dari hambatan itu timbul karena keadaan dunia pendidikan

sekolah di Negara Indonesia yang masih dalam taraf perkembangan; sebagian timbul

karena sikap keluarga yang mengharapkan ini dan itu atau kurang mendukung usaha

belajar anak; sebagaian timbul karena sikap siswa dan mahasiswa sendiri yang kurang

mampuh mengatur dirinya sendiri; sebagan lagi timbul karena guru kurang mampuh

dalam mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam layanan bimbingan belajar,

antara lain adalah pengenalan terhadap permasalahan yang dihadpi peserta didik dan

mengetahui sebab-sebab permasalahan tersebut. Hal-hal tersebut akan sangat

mempermudah dalam pelaksanaan bimbingan belajar, selain dorongan atau motivasi

dari dalam diri siswa itu sendiri untuk menyelesaikan permasalahan belajarnya.

Pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah dimaksudkan untuk membantu

siswa tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kemampuan setiap

16

siswa agar dapat menemukan pribadi dan kedewasaannya di dalam masyarakt. Dalam

proses pertumbuhan dan perkembangan itu, siswa mengalami pembentukan diri

sebagai mahkluk individu dan mahkluk sosial. Akan tetapi proses pertumbuhan dan

perkembangan tidak seslalu berjalan lurus sesuai yang diharapkan karena ada

beberapa hambatan yang harus dihadapi siswa, tidak terkecuali mengenai disiplin

belajar. Hambatan didalam belajar itu dapat berasal dari dirinya sendiri, akan tetapi

tidak sedikit kemungkinan dari dirinya. Apalagi bahwa kemampuan manusia

berbeda-beda. Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta dari program bimbingan dan

konseling untuk meningkatkan disiplin belajar siswa.

Layanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah merupakan bagian yang

terpadu dan tak terpisahkan dari keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah dan

mencakup seluruh tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling. Oleh karena itu upaya

bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya memungkinkan peserta didik

mengenal dan menerima diri sendiri serta mengenal dan menerima lingkungannya

secara positif dan dinamis, serta mengambil keputusan, mengarahkan, dan

mewujudkan diri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkan

dimasa depan.

Dalam proses pemberian bantuan, program layanan bimbingan dan konseling

juga bekerja sama dengan guru mata pelajaran karena guru mata pelajaran dianggap

lebih kenal karakteristik dari siswa. Dari guru mata pelajaran pulalah didapati siswa

yang mengalami masalaha dalam disiplin belajar, yaitu dengan cara memperhatikan

prestasi belajar yang diperolehnya, membandingkan prestasi belajar yang telah

17

dicapai oleh siswa tersebut dengan nilai rata-rata kelas ataupun dengan cara

memperhatikan kedudukan seorang siswa dalam kelompok (ranking). Siswa yang

menunjukan nilai kurang atau dibawa rata-rata dipandang peserta didik yang

mengalami masalah dalam disiplin belajar.

2.2.2. Teknik Self-Modelling

Menurut Hosford dan Visser (dalam Wulandari, 2009), yang dimaksud diri

sebagai model adalah suatu prosedur dimana klien melihat dirinya sebagai model

dengan cara menampilkan perilaku tujuan yang diharapkan. Klien mempraktekkan

perilaku kemudian direkam. Peran konselor dalam pemodelan diri sebagai model

yaitu memberikan penguatan reinforcement terhadap perilaku yang baik dan yang

salah diperbaiki. Dalam prosedur ini tidak hanya melibatkan pemodelan tetapi juga

praktek (yang dilakukan klien) dan umpan balik (yang dilakukan konselor).

Beberapa tujuan dan strategi diri sebagai teknik Self-Modelling menurut

Cormier (dalam Wulandari, 2009), 1) membentuk perilaku pada klien Siswa yang

kurang disiplin tingkah lakunya menjadi lebih disiplin, 2) menampilkan perilaku yang

sudah diperoleh dengan cara yang tepat atau pada saat yang diharapkan, 3)

mengurangi rasa takut dan cemas. Ketika siswa terlambat masuk sekolah dia

cenderung memilih untuk membolos. Di berikan suatu perlakuan untuk membentuk

tingkah laku baru agar siswa tidak takut, 4) memperoleh ketrampilan sosial. Siswa

dapat mematuhi aturan dalam sekolah sehingga dia dapat menyesuaikan diri dengan

peraturan baru dalam sekolah, 5) mengubah perilaku verbal Membentuk tingkah laku

baru pada siswa agar lebih baik.

18

2.2.3. Tahap-Tahap Layanan Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar yang dimaksud dalam penulisan ini adalah bimbingan

belajar yang dilaksanakan dalam layanan bimbingan kelompok. Menurut Prayitno

(1995), menjelaskan bahwa terdapat empat tahap dalam bimbingan kelompok, yaitu:

Tahap I Pembentukan

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap

memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya

para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun

harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun

seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga

masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa

bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan

diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses

pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas

kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak

mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka

Tahap II Peralihan

Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada

kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota

kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan

kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya

para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya,

19

yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya

kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan

selamat.

Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) menjelaskan kegiaatan

yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah

para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas

suasana yang terjadi; 4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5) bila

perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin,

yaitu: 1) menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka, 2) tidak

mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya,

3) mendorong dibahasnya suasana perasaan, 4) membuka diri, sebagai contoh dan

penuh empati.

Tahap III Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang

menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu

mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus

dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan

yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan

dorongan dan penguatan serta penuh empati.

Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: 1) masing-masing

anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan, 2) menetapkan

20

masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu, 3) anggota membahas masing-

masing topik secara mendalam dan tuntas.

Kegiatan selingan; kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat

terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota

kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam

dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam

pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

Tahap IV Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah

pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai

oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai

seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan

bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri

kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu

kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini,

yaitu: 1) Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri,

2) Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

3) Membahas kegiatan lanjutan. 4) Mengemukakan pesan dan harapan.

Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan

kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah

21

para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam

suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.

2.3. Hasil Penelitian yang Relevan

Penulisan Mardia (2011), tentang meningkatkan disiplin Belajar siswa melalui

bimbingan belajar dengan menggunakan metode Self modeling, menerangkan bahwa

metode self modeling dapat meningkatkan disiplin belajar siswa kelas X SMAN 1

Atinggola, Gorontalo Utara. Setelah dilakukannya uji normalitas selanjutnya

dilakukan uji t dan dari hasil perhitungan diperoleh harga sebesar 57.5.

sedang dari daftar distribusi t pada taraf nyata 1% diperoleh (28) = 2.05.

Temyata harga 1ebih besar dari , atau harga telah berada

diluar daerah penerimaan , sehingga dapat disimpulkan bahwa ditolak dan

menerima .

Penulisan Wulandari (2005), Tentang Penerapan Bimbingan Kelompok

Dengan Teknik Self Modelling Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa,

menyimpulkan bahwa penerapan Bimbingan kelompok dengan strategi self modelling

dapat meningkatkan disiplin belajar siswa kelas X SMK Negeri 1 Kota Mojokerto.

Sesuai hasil analisis data dengan menggunakan uji t dapat diketahui N=6 dan r=0 p

table =0,016 berada dalam daerah penolakan atau lebih kecil dari α=0,05 yang artinya

Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini

membuktikan bahwa ada perbedaan tingkat disiplin belajar siswa sebelum dan

22

sesudah diberikan perlakuan bimbingan belajar dengan strategi Self modelling pada

siswa kelas X SMK Negeri 1 Kota Mojokerto.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori diatas, maka hipotesis yang akan dikemukakan dalam

penulisan ini adalah teknik self modeling melalui bimbingan belajar meningkatkan

kedisiplinan belajar siswa kelas X SMAN 2 Salatiga.