BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi...8 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi...

31
8 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi Persepsi merupakan pandangan ataupun pendapat seorang terhadap suatu kejadian (Aruan & Trianingsih, 2006). Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera lalu diteruskan ke otak untuk dilakukan proses interprestasi, dan kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Sunaryo, 2002). Menurut KBBI persepsi adalah (1) tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; (2) proses seorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2008). Selain itu Rangkuti (2002) mengatakan persepsi adalah proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan masukan serta informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Dengan demikian persepsi dapat diartikan sebagai proses

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi...8 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi...

  • 8

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    1.1 Persepsi

    2.1.1 Definisi Persepsi

    Persepsi merupakan pandangan ataupun pendapat

    seorang terhadap suatu kejadian (Aruan & Trianingsih,

    2006). Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi

    merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali

    oleh proses penginderaan yaitu proses diterimanya

    stimulus oleh alat indera lalu diteruskan ke otak untuk

    dilakukan proses interprestasi, dan kemudian individu

    menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi

    (Sunaryo, 2002). Menurut KBBI persepsi adalah (1)

    tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; (2)

    proses seorang mengetahui beberapa hal melalui

    pancainderanya (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

    Nasional Republik Indonesia, 2008). Selain itu Rangkuti

    (2002) mengatakan persepsi adalah proses bagaimana

    individu memilih, mengorganisasikan, dan

    menginterpretasikan masukan serta informasi untuk

    menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Dengan

    demikian persepsi dapat diartikan sebagai proses

  • 9

    diterimanya rangsangan melalui pancaindera yang

    didahului oleh perhatian sehingga individu mampu

    mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal

    yang diamati atau dilakukan, baik yang ada diluar

    maupun dalam diri individu. Manusia secara umum

    menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang

    sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus

    ada proses di mana ada informasi yang di peroleh lewat

    memori organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan

    peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang

    mempengaruhi individu yang mencetuskan suatu

    pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir

    yang dalam proses perseptual merupakan proses yang

    paling tinggi (Hill G, 2000).

    Persepsi merupakan hasil yang didapatkan dari

    pengamatan terhadap suatu objek yang melalui proses

    penginderaan yaitu diterimanya stimulus dari luar oleh

    alat indera lalu diteruskan ke saraf pusat yaitu otak untuk

    dilakukan proses interprestasi, dan kemudian individu

    menyadari tentang sesuatu.

  • 10

    2.1.2 Macam-macam Persepsi

    Persepsi terbagi menjadi dua yaitu: External

    perception dan Self-perception. External perception yaitu

    persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang

    datang dari luar diri individu. Sedangkan self-perception,

    yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang

    yang berasal dari dalam diri individu.

    2.1.3 Aspek – aspek persepsi

    Baron dan Bryne, juga Myers ( dalam Gerungan, 1996 )

    menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga

    komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu :

    1. Komponen kognitif ( komponen perceptual ), yaitu

    komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,

    pandangan, keyakinan, yaitu hal – hal yang

    berhubungan dengan bagaimana orang

    mempersepsi terhadap objek sikap.

    2. Komponen afektif ( komponen emosional ), yaitu

    komponen yang berhubungan dengan rasa senang

    atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa

    senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa

    tidak senang merupakan hal yang negatif.

  • 11

    3. Komponen konatif ( komponen perilaku, atau action

    component ), yaitu komponen yang berhubungan

    dengan kecenderungan bertindak terhadap obejek

    sikap. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya

    kecenderungan bertindak atau berperilaku seorang

    terhadap objek sikap.

    Rokeach ( Walgito, 2003 ) memberikan pengertian

    bahwa dalam persepsi terkandung komponen

    kognitif, komponen afektif dan juga komponen

    konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak

    atau berperilaku.

    Maka aspek – aspek persepsi yang berupa sikap

    terbagi menjadi tiga komponen yaitu komponen

    kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.

    2.1.4 Proses pembentukan persepsi

    Menurut Mishra (2008) tahap pembentukan persepsi

    meliputi lima tahap yaitu stimulus, registrasi,

    interprestasi, output, dan perilaku atau reaksi.

    a. Stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna

    lebih bila sering diperhatikan dibandingkan dengan

    yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus

  • 12

    merupakan daya dari suatu obyek yang bisa

    mempengaruhi persepsi.

    b. Registrasi. Proses ini meliputi mekanisme fisiologi.

    Kemampuan mendengar dan melihat seseorang

    mempengaruhi persepsi seseorang.

    c. Interprestasi. Tahap ini merupakan tahap yang

    paling krusial. Tanpa interprestasi dari sebuah

    peristiwa, persepsi tidak akan didapatkan.

    d. Output. Hasil dari proses persepsi akan

    menghasilkan perubahan dari perilaku, keyakinan,

    dan perasaan.

    e. Perilaku. Perilaku muncul dari output yang

    dihasilkan. Perilaku merupakan respon yang

    bergantung dari situasi dan lebih lanjut lagi akan

    meningkatkan masukan baru.

  • 13

    Proses terjadinya presepsi dapat digambarkan

    dalam bagian berikut:

    Sumber: Mishra (2008)

    Jadi berdasarkan penjelasan diatas maka proses

    pembentukan persepsi yaitu adanya stimulus dari

    luar yang mempengaruhi indera penglihatan atau

    pendengaran, kemudian adanya penerimaan yang

    mempengaruhi perilaku dan keyakinan dan

    menghasilkan perilaku atau respon terhadap objek.

    stimulus registration Interpretation

    output

    Behavior

    reaction

  • 14

    2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

    Menurut Kozier (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi

    persepsi seseorang adalah :

    a. Variabel demografis ( meliputi usia, jenis kelamin,

    ras, dan suku bangsa). Etnisitas atau suku

    adalah klasifikasi atau afilasi dengan setiap

    kelompok dasar yang dibedakan oleh adat,

    karakteristik, bahasa, atau faktor pembeda lain

    yang sejenis. Perbedaan ini meluas termasuk ke

    struktur keluarga, bahasa, kesukaan makanan,

    kode, moral dan ekspresi emosi. Untuk

    pengaturan suatu standar perilaku beberapa

    kelompok budaya mengembangkan orientasi

    rasa bersalah dan rasa malu (Wong, D. L.,

    Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L.,&

    Schwartz, P. 2003).

    b. Variabel sosio-psikologis, yaitu faktor sosial dan

    emosional.

    Faktor sosial dapat berasal dari keluarga dan luar

    lingkungan keluarga. Keluarga mempunyai nilai-

    nilai yang akan ditanamkan terhadap anak.

    Proses tersebut disebut proses sosialisasi, yaitu

    proses ketika anak mendapat keyakinan, nilai,

  • 15

    dan perilaku tertentu untuk dapat berfungsi

    dalam kelompok tersebut (Wong, D. L., Eaton, M.

    H., Wilson, D., Winkelstein, M. L.,& Schwartz, P.

    2003).

    c. Tekanan sosial, merupakan pengaruh dari teman

    kelompok yang dapat mempengaruhi dalam

    persepsi mengenai suatu hal.

    d. Cues of action, dapat berupa isyarat internal atau

    eksternal misalnya perasaan lemah, gejala yang

    tidak menyenangkan atau anggapan seseorang

    terhadap kondisi orang terdekat yang menderita

    suatu penyakit.

    Beberapa faktor yang mempengaruhi

    persepsi di atas secara garis besar dapat di bagi

    menjadi faktor internal dan eksternal. Internal

    seperti faktor demografi, psikologis dan

    emosional, status kesehatan, nilai dan

    kepercayaan dan kebutuhan. Faktor eksternal

    seperti tekanan sosial, lingkungan, peran dan

    pengalaman masa lalu.

  • 16

    2.2 Tinjauan Mengenai Mahasiswa

    Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar

    dan sedang mengikuti program pendidikan di universitas

    (Direktorat pendidikan UI, 2008). Menurut Kamus Besar

    Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah mereka yang sedang

    belajar di perguruan tinggi (Poerwadarminta, 2005: 375).

    Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu

    yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik

    negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat

    dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat

    intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan

    perencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak

    dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung

    melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan

    prinsip yang saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia

    yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi

    (Dwi Siswoyo, 2007: 121).

    Berdasarkan penjelasan diatas maka mahasiswa

    diartikan sebagai peserta didik yang menuntut ilmu dalam

    suatu institusi yang memiliki pola pikir yang kritis, cepat dan

    tepat dalam bertindak yang merupakan sifat yang cenderung

    dimiliki oleh tiap mahasiswa dan juga berpikir yang matang

    terhadap sesuatu yang ingin diraihnya dan melakukan

  • 17

    sesuatu dengan mandiri dan selalu berpikir ke depan

    tentang apa yang ingin dicapai.

    2.3 Perilaku Merokok

    2.3.1 Pengertian Perilaku Merokok

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999)

    perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap

    rangsangan atau lingkungan. Sedangkan menurut

    Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu

    reaksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya

    (dalam Notoatmodjo, 2003).

    Perilaku dalam pandangan biologis adalah

    merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

    bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya

    adalah suatu aktifitas dari pada manusia itu sendiri

    (dalam Notoatmodjo, 2003).

    Perilaku atau aktifitas yang ada pada individu atau

    organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi

    sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang

    mengenai individu atau organisme itu (dalam Walgio,

    2004).

    Walgio (2004) juga membedakan perilaku manusia

    menjadi perilaku refleksif dan non-refleksif.

  • 18

    Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas

    reaksi spontan terhadap stimulus yang mengenai

    organisme dan merupakan perilaku yang alami dan

    bukan perilaku yang dibentuk. Misalnya reaksi jari

    yang spontan bila terkena pisau.

    Perilaku non-refleksif adalah perilaku yang

    dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran otak

    yang dapat dibentuk dan dikendalikan sehingga

    dapat berubah dari waktu ke waktu sebagai hasil

    belajar. Perilaku non-refleksif ini disebut dengan

    perilaku psikologis.

    Dari beberapa definisi diatas, maka dapat

    disimpulkan bahwa perilaku dalam penelitian ini adalah

    individu yang diwujudkan dengan tindakan atau aktifitas

    terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini

    rangsangan tersebut adalah rokok.

    2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

    Perilaku merupakan resultan dari berbagai macam

    aspek internal dan eksternal, fisik dan psikologis. Perilaku

    tidak berdiri sendiri akan tetapi selalu berkaitan dengan

    factor-faktor lain. Green dan Keuter (dalam Baequni, 2004)

  • 19

    menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor,

    yaitu :

    a. Faktor predisposing

    Adalah faktor yang ada dalam diri individu, yang

    termasuk didalamnya adalah sikap, nilai dan

    kepercayaan.

    b. Faktor reinforcing

    Faktor ini merupakan konsekuensi positif dari perilaku

    seperti penerimaan kelompok, atau konsekuensi negatif

    seperti sanksi sosial.

    c. Faktor enabling

    Faktor ini adalah kondisi lingkungan yang secara umum

    memungkinkan suatu perilaku dilakukan atau

    menghalangi perilaku tersebut.

    Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa

    sebagian semua perilaku berasal dari tiga faktor

    tersebut. Pada perilaku merokok, pengaruhnya pada

    individu yang merokok atau berhenti merokok dalam

    predisposing faktor termasuk sikap tentang merokok,

    kepercayaan dan pengetahuan tentang efek kesehatan

    akibat merokok. Faktor reinforcing secara sosial

    termasuk dukungan sosial, pengaruh kelompok, iklan

    rokok. Sedangkan pada faktor enabling termasuk

  • 20

    ketersediaan dan harga rokok. Hal inilah yang

    menimbulkan adanya perilaku merokok pada individu

    (dalam Baequni, 2004).

    Selain itu menurut serafino (2002) munculnya perilaku

    merokok juga didukung oleh faktor-faktor, yaitu:

    a. Faktor sosial

    Perilaku merokok berasal dari teman dekat,

    khususnya dengan yang berjenis kelamin sama.

    Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai

    dorongan untuk mengadakan hubungan dengan

    orang lain atau dengan kata lain individu mempunyai

    dorongan sosial. Dengan danya dorongan sosial ini,

    individu akan mencari orang lain untuk mengadakan

    interaksi. Didalam interaksi sosial tersebut, individu

    akan menyesuaikan diri dengan yang lain atau

    sebaliknya, sehingga perilaku individu tidak dapat

    lepas dari lingkungan sosialnya.

    b. Faktor psikologis

    Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan

    individu merokok, diantaranya adalah untuk relaksasi

    atau ketenangan dan mengurangi kecemasan atau

    ketegangan.

  • 21

    c. Faktor biologis

    Faktor genetik dapat juga mempengaruhi individu

    untuk mempunyai ketergantungan rokok, misalnya

    ada salah satu orang tua yang perokok.

    Dari beberapa urutan yang telah disebutkan

    diatas, dapat disimpulkan bahwa determinan perilaku

    merokok pada individu dipengaruhi oleh factor

    adanya pengaruh orang tua, teman, faktor

    kepribadian, dan pengaruh adanya iklan media

    massa maupun elektronik.

    2.3.3 Tahap-tahap Individu Menjadi Perokok

    Kebiasaan merokok tidak terjadi secara kebetulan, para

    perokok akan melalui beberapa tahap sebelum individu

    benar-benar menjadikan rokok sebagai bagian dari

    hidupnya. Untuk menjadi seorang perokok regular,

    Laventhal dan Clearly (dalam Friedman, 2004)

    mengungkapkan empat tahapan tersebut,

    diantaranya:positif affect smoking.

    a. Tahap persiapan (Preparation stage)

    Pada tahap ini terjadi pembentukan opini pada diri

    individu mengenai rokok. Salah satunya ialah melalui

    tayangan iklan-iklan televise. Pembentukan opini dan

  • 22

    sikap terhadap rokok ini adalah awal dari suatu

    kebiasaan merokok. Pada tahap ini pengaruh

    perkembangan sikap yang intense terhadap perilaku

    merokok dan citra yang muncul dari merokok sangat

    berpengaruh. Semua ini diperoleh dari observasi sendiri

    terhadap orang lain atau lingkunagn terdekat, media dan

    sekitarnya.

    b. Tahap Inisiasi (Initation stage)

    Tahap ini adalah tahap coba-coba, jika seseorang

    remaja beranggapan bahwa dengan merokok ia akan

    terlihat dewasa, maka ia akan memulainya dengan

    mencoba beberapa batang rokok.

    c. Menjadi Perokok (Habit Formation Stage)

    Tahap ini merupakan tahap yang paling penting,

    pada tahap ini seorang individu mulai melabel dirinya

    sebagai perokok dan pilihannya menjadi seorang

    perokok berkaitan dengan konsep dirinya. Pada tahap ini

    pula individu mulai mengalami ketergantungan secara

    fisik pada rokok (kecanduan). Kecanduan secara fisik

    terbentuk ketika individu mengalami ketergantungan

    pada efek dari nikotin yang ada pada tembakau. Nikotin

    memproduksi suatu zat yang disebut epinephrine, yang

    menimbulkan peningkatan secara fisiologis yang

  • 23

    membuat individu merasa nikmat apabila sedang

    merokok. Selanjutnya perokok akan mengalami

    ketergantungan akan keberadaan nikotin dalam aliran

    darah individu. Simptom yang timbul jika seorang tidak

    merokok dalam sehari saja adalah cemas, rasa lelah

    dan tidak tenang.

    d. Perokok tetap (maintenance stage)

    Merupakan tahap akhir, dimana kebiasaan merokok

    dapat berlangsung seumur hidup. Merokok menjadi

    suatu kebiasaan yang dibutuhkan serta memiliki aspek

    psikologis dan fisiologis. Para perokok mulai belajar

    untuk mengatur level nikotin (faktor biologis) dan

    keadaan psikologisnya (emosional).

    2.4 Tinjauan Mengenai Rokok

    2.4.1 Bahaya Secondhand Smoke Bagi kesehatan

    Secondhand smoke merupakan asap yang dihasilkan

    dari kombinasi yang berbeda. Seconhand smoke berasal

    dari asap yang dihembuskan oleh perokok dan hasil

    pembakaran rokok itu sendiri (CDC, 2009). Seseorang yang

    menghirup secondhand smoke, maka sama artinya dia

    sedang merokok.

  • 24

    Kandungan racun pada secondhand smoke lebih

    berbahaya daripada asap rokok utama. Kandungan racun

    dalam secondhand smoke mencapai tiga sampai empat kali

    lebih beracun daripada asap rokok pertama (WHO, 2008).

    Hal ini disebabkan tembakau terbakar pada temperatur yang

    cukup rendah ketika rokok sedang tidak dalam proses

    pembakaran. Temperatur rendah membuat rokok tidak

    terbakar sempurna dan membuat zat kimia yang dikeluarkan

    lebih banyak (Aditama, 2003).

    Berada disekitar perokok membuat seseorang

    menghirup zat yang berbahaya. Hal itu disebabkan tidak

    ada ambang batas minimum kadar secondhand smoke.

    Meskipun hanya sedikit secondhand smoke yang dihisap,

    hal itu dapat membahayakan kesehatan tubuh. Berikut

    beberapa dampak yang disebabkan karena menghirup

    secondhand smoke (CDC, 2009).

    1. Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)

    Bayi di bawah usia satu tahun memiliki potensi yang

    lebihbesar terhadap bahaya asap rokok. Sudden Infant

    Death Syndrome (SIDS) merupakan sa;lah satu potensi

    bahaya yang dapat terjadi pada bayi. Kematian bayi

    karena SIDS belum diketahui penyebabnya dengan

  • 25

    jelas. Dan umumnya terjadi sebelum bayi berusia satu

    tahun.

    Asap rokok dicurigai menjadi salah satu penyebab

    terjadi SIDS. Hal ini disebabkan adanya perubahan pada

    otak dan paru-paru yang mempengaruhi bayi bernafas.

    Ibu yang merokok selama kehamilan, membuat berbagai

    zat berbahaya mempengaruhi perkembangan otak bayi.

    Oleh karena itu ibu perokok memliki kemungkinan lebih

    besar memiliki bayi meninggal karena SIDS. Bayi yang

    berada disekitar perokok juga memiliki resiko yang

    sama.

    2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Masalah Paru

    Seorang ibu yang terpapar secondhand smoke memiliki

    resiko lebih besar memliki bayi dengan berat bayi lahir

    rendah (BBLR). Perkembangan paru bayi juga

    mengalami keterlambatan pada ibu perokok. Bayi yang

    terpapar secondhand smoke selama dalam kandungan

    memiliki kondisi paru-paru yang buruk ketika lahir.

    3. Asma dan Infeksi Telinga

    Secondhand smoke dapat memicu terjadinya serangan

    asma pada anak. Anak-anak yang berada di sekitar

    perokok memiliki resiko terkena serangan asma yang

    lebih buruk dan sering terjadi. Selain itu anak dengan

  • 26

    orang tua yang merokok juga memiliki resiko terkena

    infeksi telinga.

    4. Kanker Paru

    Seconhand smoke mengandung berbagai zat beracun

    yang berbahaya bagi paru-paru. Menghirup secondhand

    smoke baik dirumah ataupun di tempat kerja

    meningkatkan potensi terkena kanker paru sebanyak 20-

    30%.

    5. Penyakit Jantung

    6. Menghirup secondhand smoke menyebabkan platelet

    dalam darah menyatu. Secondhand smoke juga

    merusak lapisan pembuluh darah mengakibatkan

    platelet menempel dipembuluh darah. Perubahan ini

    dapat menyebabkan seseorang mengalami serangan

    jantung mendadak.

    Maka rokok dapat dikatakan sebagai suatu hasil produk

    olahan tembakau yang memiliki banyak kandungan zat

    pada setiap bagian rokok yang berbahaya bagi tubuh,

    baik yang digunakan oleh perokok aktif maupun perokok

    pasif yang hanya menghirup asap rokok tersebut, dan

    penyakit yang sering ditemui akibat rokok yaitu Sudden

    Infant Death Syndrome (SIDS), Berat Bayi Lahir Rendah

    (BBLR) dan masalah paru, asma dan infeksi telinga,

  • 27

    kanker paru, penyakit jantung dan juga merusak lapisan

    pembuluh darah mengakibatkan platelet menempel

    dipembuluh darah.

    2.5 Akibat Merokok Bagi Kesehatan

    Bahaya rokok bagi kesehatan tidak dapat

    disangsikan lagi. Berbagai buku dan penelitian

    menunjukkan bahwa rokok sangat berbahaya bagi

    kesehatan seseorang. Jika tidak diambil tindakan segera,

    maka pada tahun 2030 jumlah kematian akibat rokok tiap

    tahunnya akan mencapai angka delapan juta orang

    (WHO, 2010) dan rokok setidaknya berhubungan dengan

    29 jenis penyakit.

    Penyakit yang ditimbulkan karena perilaku merokok

    meliputi kanker, penyakit jantung, paru, dan kaitannya

    dengan kehamilan (CDC, 2009). Kanker yang timbul

    karena prilaku merokok diantaranya kanker mulut, rongga

    mulut, faring, esophagus, laring, paru, leher rahim,

    kandung kemih, dan ginjal. Penyakit yang berhubungan

    dengan jantung yaitu jantung koroner, penyakit pembuluh

    perifer, aneurisme aortic abdomen, dan aterosklerosis.

    Bahaya rokok juga dapat menyebabkan gangguan

    pada kehamilan yang meliputi komplikasi pada

  • 28

    kehamilan, kelahiran premature, berat badan bayi lahir

    rendah (BBLR), kelahiran mati, dan sindrom kematian

    mendadak pada bayi. Selain itu, rokok dapat

    meningkatkan resiko stroke dan Chronic Obstructive

    Pulmonary Disorder (COPD).

    Maka akibat merokok bagi kesehatan sangat

    beragam dan proses terjadi penyakit yang telah

    dijelaskan pada bagian diatas tersebut bergantung pada

    perilaku merokok, baik perokok aktif maupun pasif.

    2.6 Profesionalitas Perawat

    2.6.1 Definisi Perawat

    Perawat adalah seseorang yang telah lulus

    pendidikan keperawatan, baik di dalam maupun di luar

    negeri sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.

    (PERMENKES RI NO.1239 Tahun 2001 tentang Registrasi

    dan Praktek perawat). Keperawatan adalah suatu bentuk

    pelayanan profesional sebagai bagian integral dari

    pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-

    spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,

    keluarga atau masyarakat yang sehat maupun sakit yang

    mencankup siklus hidup manusia. (Seminar Nasional

    Keperawatan, 1983 ). Perawat profesional adalah Perawat

  • 29

    yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan

    pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau

    berkolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain sesuai dengan

    kewenanganya.(Depkes RI, 2002).

    Menurut Oerip dan Oetomo (2000), Profesional

    artinya ahli dalam bidangnya. Jika seorang mengaku

    profesional maka ia harus mampu menunjukkan bahwa dia

    ahli dalam bidangnya. Harus mampu menunjukkan kualitas

    yang tinggi dalam pekerjaannya. Berbicara mengenai

    profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap

    profesinya. Secara sederhana profesionalisme yang

    diartikan perilaku, cara, dan kualitas yang menjadi ciri suatu

    profesi. Seseorang dikatakan profesional apabila

    pekerjaanya memiliki ciri standar teknis atau etika suatu

    profesi. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu

    tertentu secara mendalam yang hanya mungkin di peroleh

    dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga

    kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya

    yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Sanjaya,

    2006).

  • 30

    2.6.2 Peran Perawat

    Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang

    lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan

    sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik

    dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan

    yang bersifat konstan.

    1. Pemberi Asuhan Keperawatan

    Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat

    membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya

    melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan

    asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik,

    meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan emosi,

    spiritual dan sosial.

    2. Pembuat Keputusan Klinis

    Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik

    keperawatan. Untuk memberikan perawatan yang

    efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis

    melalui proses keperawatan.

    3. Pelindung dan Advokat Klien

    Sebagai pelindung, perawat membantu

    mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan

    mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya

    kecelakaan serta melindungi klien dari kemungkinan

  • 31

    efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostic

    atau pengobatan.

    4. Manager Kasus

    Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat

    mengkoordinasi aktivitas anggota tim kesehatan lainnya,

    misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur

    kelompok yang memberikan perawatan pada klien.

    5. Rehabilitator

    Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali

    ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan,

    atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan

    lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan

    emosi yang mengubah kehidupan mereka. Disini,

    perawat berperan sebagai rehabilitator dengan

    membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin

    dengan keadaan tersebut.

    6. Pemberi Kenyamanan

    Perawat klien sebagai seorang manusia, karena

    asuhan keperawatan harus ditujukan pada manusia

    secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka

    memberikan kenyamanan dan dukungan emosi

    seringkali memberikan kekuatan bagi klien sebagai

    individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang

  • 32

    unik. Dalam memberi kenyamanan, sebaiknya perawat

    membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik

    bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.

    7. Komunikator

    Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien

    dan keluarga, antar sesame perawat dan profesi

    kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas.

    Dalam memberikan perawatan yang efektif dan

    membuat keputusan dengan klien dan keluarga tidak

    mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas

    komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam

    memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.

    8. Penyuluh

    Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada

    klien konsep dan data-data tentang kesehatan,

    mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas

    perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal

    yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam

    pembelajaran. Perawat menggunakan metode

    pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan

    kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang

    lain misalnya keluarga dalam pengajaran yang

    direncanakannya.

  • 33

    9. Kolaborator

    Peran perawat disini dilakukan karena perawat

    bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,

    fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya

    mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang

    diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam

    penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

    10. Edukator

    Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam

    meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala

    penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga

    terjadi perubahab perilaku dari klien setelah dilakukan

    pendidikan kesehatan.

    11. Konsultan

    Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi

    terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat

    untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan

    klien tehadap informasi tentang tujuan pelayanan

    keperawatan yang diberikan.

    12. Pembaharu

    Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan

    mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang

  • 34

    sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian

    pelayanan keperawatan.

    Dengan demikian perawat profesional merupakan

    individu yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di

    dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang

    undangan yang berlaku dan mempunyai sikap dan ahli

    dibidang kesehatan atau pekerjaannya. Dan juga

    mempunyai peran sebagai pemberi asuhan

    keperawatan, pembuat keputusan Klinis, pelindung dan

    advokat klien, manager kasus, rehabilitator, pemberi

    kenyamanan, komunikator, penyuluh, kolaborator,

    edukator, konsultan, pembaharu.

    2.6.3 Fungsi Perawat

    Definisi fungsi itu sendiri adalah suatu pekerjaan

    yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat

    berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. dalam

    menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan

    berbagai fungsi diantaranya:

    1. Fungsi Independen

    Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada

    orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan

    tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan

  • 35

    sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka

    memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti

    pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan

    oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,

    pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan

    aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan dan

    kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai,

    pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

    2. Fungsi Dependen

    Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan

    kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

    Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang

    diberikan. Hal ini biasanya silakukan oleh perawat

    spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat

    primer ke perawat pelaksana.

    3. Fungsi Interdependen

    Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang

    bersifat saling ketergantungan di antara satu dengan

    yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk

    pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam

    pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan

    keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit

    kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim

  • 36

    perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun

    lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan

    pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam

    pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.

    Peranan perawat sangat menunjukkan sikap

    kepemimpinan dan bertanggung jawab untuk

    memelihara dan mengelola asuhan keperawatan serta

    mengembangkan diri dalam meningkatkan mutu dan

    jangkauan pelayanan keperawatan. Maka perawat

    diharapkan mampu melakukan fungsinya baik dalam

    fungsi independen, fungsi dependen, maupun fungsi

    interdependen.

    2.6.4 Kajian Mengenai Profesionalitas Perawat

    Keperawatan profesional merupakan gambaran

    dan penampilan secara menyeluruh perawat dalam

    melakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode

    etik keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian

    dan pelayanan keperawatan, praktik keperawatan,

    pengelolaan institusi keperawatan pendidikan klien

    (individu, keluarga dan masyarakat) dan juga

    keperawatan sebagai profesi dituntut semakin sadar

    akan kedudukan, peran dan tanggung jawabnya

  • 37

    sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam

    pembangunan bangsa melalui upaya peningkatan

    kualitas pelayanan keperawatan.

    Pembentukan sikap profesional ini dapat dibina

    dan ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan

    sumber daya manusia, yaitu melalui pendidikan

    keperawatan berkelanjutan baik pada tingkat pendidikan

    profesional pemula maupun pada tingkat sarjana,

    melakukan studi banding ke berbagai rumah sakit

    model, dan meningkatkan frekuensi kegiatan

    pembahasan kasus yang diharapkan secara langsung

    dapat mempengaruhi sikap, menambah pengetahuan

    dan keterampilan profesional. (Emi, 2003 : 16 ).

    Selain pembentukan sikap profesional untuk

    meningkatkan kualitas pelayanan standar praktik dalam

    memberikan asuhan keperawatan juga merupakan

    komitmen profesi keperawatan dalam melindungi

    masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh

    anggota profesi maka tenaga keperawatan dituntut

    untuk terus berbenah kearah profesionalisme.

    Sebagai tenaga kesehatan, perawat juga mampu

    menunjukkan dan meningkatkan asuhan keperawatan

    dalam promosi kesehatan terkait pola hidup sehat

  • 38

    dalam upaya memberikan kenyamanan dan kepuasan

    bagi klien.