BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi...8 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi...8 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi...
-
8
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Persepsi
2.1.1 Definisi Persepsi
Persepsi merupakan pandangan ataupun pendapat
seorang terhadap suatu kejadian (Aruan & Trianingsih,
2006). Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi
merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali
oleh proses penginderaan yaitu proses diterimanya
stimulus oleh alat indera lalu diteruskan ke otak untuk
dilakukan proses interprestasi, dan kemudian individu
menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi
(Sunaryo, 2002). Menurut KBBI persepsi adalah (1)
tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; (2)
proses seorang mengetahui beberapa hal melalui
pancainderanya (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia, 2008). Selain itu Rangkuti
(2002) mengatakan persepsi adalah proses bagaimana
individu memilih, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan masukan serta informasi untuk
menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Dengan
demikian persepsi dapat diartikan sebagai proses
-
9
diterimanya rangsangan melalui pancaindera yang
didahului oleh perhatian sehingga individu mampu
mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal
yang diamati atau dilakukan, baik yang ada diluar
maupun dalam diri individu. Manusia secara umum
menerima informasi dari lingkungan lewat proses yang
sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus
ada proses di mana ada informasi yang di peroleh lewat
memori organisme yang hidup. Fakta ini memudahkan
peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang
mempengaruhi individu yang mencetuskan suatu
pengalaman dari organisme, sehingga timbul berpikir
yang dalam proses perseptual merupakan proses yang
paling tinggi (Hill G, 2000).
Persepsi merupakan hasil yang didapatkan dari
pengamatan terhadap suatu objek yang melalui proses
penginderaan yaitu diterimanya stimulus dari luar oleh
alat indera lalu diteruskan ke saraf pusat yaitu otak untuk
dilakukan proses interprestasi, dan kemudian individu
menyadari tentang sesuatu.
-
10
2.1.2 Macam-macam Persepsi
Persepsi terbagi menjadi dua yaitu: External
perception dan Self-perception. External perception yaitu
persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
datang dari luar diri individu. Sedangkan self-perception,
yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang
yang berasal dari dalam diri individu.
2.1.3 Aspek – aspek persepsi
Baron dan Bryne, juga Myers ( dalam Gerungan, 1996 )
menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga
komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu :
1. Komponen kognitif ( komponen perceptual ), yaitu
komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan, keyakinan, yaitu hal – hal yang
berhubungan dengan bagaimana orang
mempersepsi terhadap objek sikap.
2. Komponen afektif ( komponen emosional ), yaitu
komponen yang berhubungan dengan rasa senang
atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa
senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa
tidak senang merupakan hal yang negatif.
-
11
3. Komponen konatif ( komponen perilaku, atau action
component ), yaitu komponen yang berhubungan
dengan kecenderungan bertindak terhadap obejek
sikap. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya
kecenderungan bertindak atau berperilaku seorang
terhadap objek sikap.
Rokeach ( Walgito, 2003 ) memberikan pengertian
bahwa dalam persepsi terkandung komponen
kognitif, komponen afektif dan juga komponen
konatif, yaitu merupakan kesediaan untuk bertindak
atau berperilaku.
Maka aspek – aspek persepsi yang berupa sikap
terbagi menjadi tiga komponen yaitu komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.
2.1.4 Proses pembentukan persepsi
Menurut Mishra (2008) tahap pembentukan persepsi
meliputi lima tahap yaitu stimulus, registrasi,
interprestasi, output, dan perilaku atau reaksi.
a. Stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna
lebih bila sering diperhatikan dibandingkan dengan
yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus
-
12
merupakan daya dari suatu obyek yang bisa
mempengaruhi persepsi.
b. Registrasi. Proses ini meliputi mekanisme fisiologi.
Kemampuan mendengar dan melihat seseorang
mempengaruhi persepsi seseorang.
c. Interprestasi. Tahap ini merupakan tahap yang
paling krusial. Tanpa interprestasi dari sebuah
peristiwa, persepsi tidak akan didapatkan.
d. Output. Hasil dari proses persepsi akan
menghasilkan perubahan dari perilaku, keyakinan,
dan perasaan.
e. Perilaku. Perilaku muncul dari output yang
dihasilkan. Perilaku merupakan respon yang
bergantung dari situasi dan lebih lanjut lagi akan
meningkatkan masukan baru.
-
13
Proses terjadinya presepsi dapat digambarkan
dalam bagian berikut:
Sumber: Mishra (2008)
Jadi berdasarkan penjelasan diatas maka proses
pembentukan persepsi yaitu adanya stimulus dari
luar yang mempengaruhi indera penglihatan atau
pendengaran, kemudian adanya penerimaan yang
mempengaruhi perilaku dan keyakinan dan
menghasilkan perilaku atau respon terhadap objek.
stimulus registration Interpretation
output
Behavior
reaction
-
14
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Kozier (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang adalah :
a. Variabel demografis ( meliputi usia, jenis kelamin,
ras, dan suku bangsa). Etnisitas atau suku
adalah klasifikasi atau afilasi dengan setiap
kelompok dasar yang dibedakan oleh adat,
karakteristik, bahasa, atau faktor pembeda lain
yang sejenis. Perbedaan ini meluas termasuk ke
struktur keluarga, bahasa, kesukaan makanan,
kode, moral dan ekspresi emosi. Untuk
pengaturan suatu standar perilaku beberapa
kelompok budaya mengembangkan orientasi
rasa bersalah dan rasa malu (Wong, D. L.,
Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L.,&
Schwartz, P. 2003).
b. Variabel sosio-psikologis, yaitu faktor sosial dan
emosional.
Faktor sosial dapat berasal dari keluarga dan luar
lingkungan keluarga. Keluarga mempunyai nilai-
nilai yang akan ditanamkan terhadap anak.
Proses tersebut disebut proses sosialisasi, yaitu
proses ketika anak mendapat keyakinan, nilai,
-
15
dan perilaku tertentu untuk dapat berfungsi
dalam kelompok tersebut (Wong, D. L., Eaton, M.
H., Wilson, D., Winkelstein, M. L.,& Schwartz, P.
2003).
c. Tekanan sosial, merupakan pengaruh dari teman
kelompok yang dapat mempengaruhi dalam
persepsi mengenai suatu hal.
d. Cues of action, dapat berupa isyarat internal atau
eksternal misalnya perasaan lemah, gejala yang
tidak menyenangkan atau anggapan seseorang
terhadap kondisi orang terdekat yang menderita
suatu penyakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
persepsi di atas secara garis besar dapat di bagi
menjadi faktor internal dan eksternal. Internal
seperti faktor demografi, psikologis dan
emosional, status kesehatan, nilai dan
kepercayaan dan kebutuhan. Faktor eksternal
seperti tekanan sosial, lingkungan, peran dan
pengalaman masa lalu.
-
16
2.2 Tinjauan Mengenai Mahasiswa
Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar
dan sedang mengikuti program pendidikan di universitas
(Direktorat pendidikan UI, 2008). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah mereka yang sedang
belajar di perguruan tinggi (Poerwadarminta, 2005: 375).
Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu
yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik
negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat
dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan
perencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak
dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung
melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan
prinsip yang saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia
yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi
(Dwi Siswoyo, 2007: 121).
Berdasarkan penjelasan diatas maka mahasiswa
diartikan sebagai peserta didik yang menuntut ilmu dalam
suatu institusi yang memiliki pola pikir yang kritis, cepat dan
tepat dalam bertindak yang merupakan sifat yang cenderung
dimiliki oleh tiap mahasiswa dan juga berpikir yang matang
terhadap sesuatu yang ingin diraihnya dan melakukan
-
17
sesuatu dengan mandiri dan selalu berpikir ke depan
tentang apa yang ingin dicapai.
2.3 Perilaku Merokok
2.3.1 Pengertian Perilaku Merokok
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999)
perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan. Sedangkan menurut
Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu
reaksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya
(dalam Notoatmodjo, 2003).
Perilaku dalam pandangan biologis adalah
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya
adalah suatu aktifitas dari pada manusia itu sendiri
(dalam Notoatmodjo, 2003).
Perilaku atau aktifitas yang ada pada individu atau
organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi
sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang
mengenai individu atau organisme itu (dalam Walgio,
2004).
Walgio (2004) juga membedakan perilaku manusia
menjadi perilaku refleksif dan non-refleksif.
-
18
Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas
reaksi spontan terhadap stimulus yang mengenai
organisme dan merupakan perilaku yang alami dan
bukan perilaku yang dibentuk. Misalnya reaksi jari
yang spontan bila terkena pisau.
Perilaku non-refleksif adalah perilaku yang
dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran otak
yang dapat dibentuk dan dikendalikan sehingga
dapat berubah dari waktu ke waktu sebagai hasil
belajar. Perilaku non-refleksif ini disebut dengan
perilaku psikologis.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa perilaku dalam penelitian ini adalah
individu yang diwujudkan dengan tindakan atau aktifitas
terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini
rangsangan tersebut adalah rokok.
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Perilaku merupakan resultan dari berbagai macam
aspek internal dan eksternal, fisik dan psikologis. Perilaku
tidak berdiri sendiri akan tetapi selalu berkaitan dengan
factor-faktor lain. Green dan Keuter (dalam Baequni, 2004)
-
19
menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu :
a. Faktor predisposing
Adalah faktor yang ada dalam diri individu, yang
termasuk didalamnya adalah sikap, nilai dan
kepercayaan.
b. Faktor reinforcing
Faktor ini merupakan konsekuensi positif dari perilaku
seperti penerimaan kelompok, atau konsekuensi negatif
seperti sanksi sosial.
c. Faktor enabling
Faktor ini adalah kondisi lingkungan yang secara umum
memungkinkan suatu perilaku dilakukan atau
menghalangi perilaku tersebut.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
sebagian semua perilaku berasal dari tiga faktor
tersebut. Pada perilaku merokok, pengaruhnya pada
individu yang merokok atau berhenti merokok dalam
predisposing faktor termasuk sikap tentang merokok,
kepercayaan dan pengetahuan tentang efek kesehatan
akibat merokok. Faktor reinforcing secara sosial
termasuk dukungan sosial, pengaruh kelompok, iklan
rokok. Sedangkan pada faktor enabling termasuk
-
20
ketersediaan dan harga rokok. Hal inilah yang
menimbulkan adanya perilaku merokok pada individu
(dalam Baequni, 2004).
Selain itu menurut serafino (2002) munculnya perilaku
merokok juga didukung oleh faktor-faktor, yaitu:
a. Faktor sosial
Perilaku merokok berasal dari teman dekat,
khususnya dengan yang berjenis kelamin sama.
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai
dorongan untuk mengadakan hubungan dengan
orang lain atau dengan kata lain individu mempunyai
dorongan sosial. Dengan danya dorongan sosial ini,
individu akan mencari orang lain untuk mengadakan
interaksi. Didalam interaksi sosial tersebut, individu
akan menyesuaikan diri dengan yang lain atau
sebaliknya, sehingga perilaku individu tidak dapat
lepas dari lingkungan sosialnya.
b. Faktor psikologis
Ada beberapa alasan psikologis yang menyebabkan
individu merokok, diantaranya adalah untuk relaksasi
atau ketenangan dan mengurangi kecemasan atau
ketegangan.
-
21
c. Faktor biologis
Faktor genetik dapat juga mempengaruhi individu
untuk mempunyai ketergantungan rokok, misalnya
ada salah satu orang tua yang perokok.
Dari beberapa urutan yang telah disebutkan
diatas, dapat disimpulkan bahwa determinan perilaku
merokok pada individu dipengaruhi oleh factor
adanya pengaruh orang tua, teman, faktor
kepribadian, dan pengaruh adanya iklan media
massa maupun elektronik.
2.3.3 Tahap-tahap Individu Menjadi Perokok
Kebiasaan merokok tidak terjadi secara kebetulan, para
perokok akan melalui beberapa tahap sebelum individu
benar-benar menjadikan rokok sebagai bagian dari
hidupnya. Untuk menjadi seorang perokok regular,
Laventhal dan Clearly (dalam Friedman, 2004)
mengungkapkan empat tahapan tersebut,
diantaranya:positif affect smoking.
a. Tahap persiapan (Preparation stage)
Pada tahap ini terjadi pembentukan opini pada diri
individu mengenai rokok. Salah satunya ialah melalui
tayangan iklan-iklan televise. Pembentukan opini dan
-
22
sikap terhadap rokok ini adalah awal dari suatu
kebiasaan merokok. Pada tahap ini pengaruh
perkembangan sikap yang intense terhadap perilaku
merokok dan citra yang muncul dari merokok sangat
berpengaruh. Semua ini diperoleh dari observasi sendiri
terhadap orang lain atau lingkunagn terdekat, media dan
sekitarnya.
b. Tahap Inisiasi (Initation stage)
Tahap ini adalah tahap coba-coba, jika seseorang
remaja beranggapan bahwa dengan merokok ia akan
terlihat dewasa, maka ia akan memulainya dengan
mencoba beberapa batang rokok.
c. Menjadi Perokok (Habit Formation Stage)
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting,
pada tahap ini seorang individu mulai melabel dirinya
sebagai perokok dan pilihannya menjadi seorang
perokok berkaitan dengan konsep dirinya. Pada tahap ini
pula individu mulai mengalami ketergantungan secara
fisik pada rokok (kecanduan). Kecanduan secara fisik
terbentuk ketika individu mengalami ketergantungan
pada efek dari nikotin yang ada pada tembakau. Nikotin
memproduksi suatu zat yang disebut epinephrine, yang
menimbulkan peningkatan secara fisiologis yang
-
23
membuat individu merasa nikmat apabila sedang
merokok. Selanjutnya perokok akan mengalami
ketergantungan akan keberadaan nikotin dalam aliran
darah individu. Simptom yang timbul jika seorang tidak
merokok dalam sehari saja adalah cemas, rasa lelah
dan tidak tenang.
d. Perokok tetap (maintenance stage)
Merupakan tahap akhir, dimana kebiasaan merokok
dapat berlangsung seumur hidup. Merokok menjadi
suatu kebiasaan yang dibutuhkan serta memiliki aspek
psikologis dan fisiologis. Para perokok mulai belajar
untuk mengatur level nikotin (faktor biologis) dan
keadaan psikologisnya (emosional).
2.4 Tinjauan Mengenai Rokok
2.4.1 Bahaya Secondhand Smoke Bagi kesehatan
Secondhand smoke merupakan asap yang dihasilkan
dari kombinasi yang berbeda. Seconhand smoke berasal
dari asap yang dihembuskan oleh perokok dan hasil
pembakaran rokok itu sendiri (CDC, 2009). Seseorang yang
menghirup secondhand smoke, maka sama artinya dia
sedang merokok.
-
24
Kandungan racun pada secondhand smoke lebih
berbahaya daripada asap rokok utama. Kandungan racun
dalam secondhand smoke mencapai tiga sampai empat kali
lebih beracun daripada asap rokok pertama (WHO, 2008).
Hal ini disebabkan tembakau terbakar pada temperatur yang
cukup rendah ketika rokok sedang tidak dalam proses
pembakaran. Temperatur rendah membuat rokok tidak
terbakar sempurna dan membuat zat kimia yang dikeluarkan
lebih banyak (Aditama, 2003).
Berada disekitar perokok membuat seseorang
menghirup zat yang berbahaya. Hal itu disebabkan tidak
ada ambang batas minimum kadar secondhand smoke.
Meskipun hanya sedikit secondhand smoke yang dihisap,
hal itu dapat membahayakan kesehatan tubuh. Berikut
beberapa dampak yang disebabkan karena menghirup
secondhand smoke (CDC, 2009).
1. Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)
Bayi di bawah usia satu tahun memiliki potensi yang
lebihbesar terhadap bahaya asap rokok. Sudden Infant
Death Syndrome (SIDS) merupakan sa;lah satu potensi
bahaya yang dapat terjadi pada bayi. Kematian bayi
karena SIDS belum diketahui penyebabnya dengan
-
25
jelas. Dan umumnya terjadi sebelum bayi berusia satu
tahun.
Asap rokok dicurigai menjadi salah satu penyebab
terjadi SIDS. Hal ini disebabkan adanya perubahan pada
otak dan paru-paru yang mempengaruhi bayi bernafas.
Ibu yang merokok selama kehamilan, membuat berbagai
zat berbahaya mempengaruhi perkembangan otak bayi.
Oleh karena itu ibu perokok memliki kemungkinan lebih
besar memiliki bayi meninggal karena SIDS. Bayi yang
berada disekitar perokok juga memiliki resiko yang
sama.
2. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Masalah Paru
Seorang ibu yang terpapar secondhand smoke memiliki
resiko lebih besar memliki bayi dengan berat bayi lahir
rendah (BBLR). Perkembangan paru bayi juga
mengalami keterlambatan pada ibu perokok. Bayi yang
terpapar secondhand smoke selama dalam kandungan
memiliki kondisi paru-paru yang buruk ketika lahir.
3. Asma dan Infeksi Telinga
Secondhand smoke dapat memicu terjadinya serangan
asma pada anak. Anak-anak yang berada di sekitar
perokok memiliki resiko terkena serangan asma yang
lebih buruk dan sering terjadi. Selain itu anak dengan
-
26
orang tua yang merokok juga memiliki resiko terkena
infeksi telinga.
4. Kanker Paru
Seconhand smoke mengandung berbagai zat beracun
yang berbahaya bagi paru-paru. Menghirup secondhand
smoke baik dirumah ataupun di tempat kerja
meningkatkan potensi terkena kanker paru sebanyak 20-
30%.
5. Penyakit Jantung
6. Menghirup secondhand smoke menyebabkan platelet
dalam darah menyatu. Secondhand smoke juga
merusak lapisan pembuluh darah mengakibatkan
platelet menempel dipembuluh darah. Perubahan ini
dapat menyebabkan seseorang mengalami serangan
jantung mendadak.
Maka rokok dapat dikatakan sebagai suatu hasil produk
olahan tembakau yang memiliki banyak kandungan zat
pada setiap bagian rokok yang berbahaya bagi tubuh,
baik yang digunakan oleh perokok aktif maupun perokok
pasif yang hanya menghirup asap rokok tersebut, dan
penyakit yang sering ditemui akibat rokok yaitu Sudden
Infant Death Syndrome (SIDS), Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) dan masalah paru, asma dan infeksi telinga,
-
27
kanker paru, penyakit jantung dan juga merusak lapisan
pembuluh darah mengakibatkan platelet menempel
dipembuluh darah.
2.5 Akibat Merokok Bagi Kesehatan
Bahaya rokok bagi kesehatan tidak dapat
disangsikan lagi. Berbagai buku dan penelitian
menunjukkan bahwa rokok sangat berbahaya bagi
kesehatan seseorang. Jika tidak diambil tindakan segera,
maka pada tahun 2030 jumlah kematian akibat rokok tiap
tahunnya akan mencapai angka delapan juta orang
(WHO, 2010) dan rokok setidaknya berhubungan dengan
29 jenis penyakit.
Penyakit yang ditimbulkan karena perilaku merokok
meliputi kanker, penyakit jantung, paru, dan kaitannya
dengan kehamilan (CDC, 2009). Kanker yang timbul
karena prilaku merokok diantaranya kanker mulut, rongga
mulut, faring, esophagus, laring, paru, leher rahim,
kandung kemih, dan ginjal. Penyakit yang berhubungan
dengan jantung yaitu jantung koroner, penyakit pembuluh
perifer, aneurisme aortic abdomen, dan aterosklerosis.
Bahaya rokok juga dapat menyebabkan gangguan
pada kehamilan yang meliputi komplikasi pada
-
28
kehamilan, kelahiran premature, berat badan bayi lahir
rendah (BBLR), kelahiran mati, dan sindrom kematian
mendadak pada bayi. Selain itu, rokok dapat
meningkatkan resiko stroke dan Chronic Obstructive
Pulmonary Disorder (COPD).
Maka akibat merokok bagi kesehatan sangat
beragam dan proses terjadi penyakit yang telah
dijelaskan pada bagian diatas tersebut bergantung pada
perilaku merokok, baik perokok aktif maupun pasif.
2.6 Profesionalitas Perawat
2.6.1 Definisi Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan keperawatan, baik di dalam maupun di luar
negeri sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
(PERMENKES RI NO.1239 Tahun 2001 tentang Registrasi
dan Praktek perawat). Keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-
spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga atau masyarakat yang sehat maupun sakit yang
mencankup siklus hidup manusia. (Seminar Nasional
Keperawatan, 1983 ). Perawat profesional adalah Perawat
-
29
yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan
pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau
berkolaborasi dengan tenaga Kesehatan lain sesuai dengan
kewenanganya.(Depkes RI, 2002).
Menurut Oerip dan Oetomo (2000), Profesional
artinya ahli dalam bidangnya. Jika seorang mengaku
profesional maka ia harus mampu menunjukkan bahwa dia
ahli dalam bidangnya. Harus mampu menunjukkan kualitas
yang tinggi dalam pekerjaannya. Berbicara mengenai
profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap
profesinya. Secara sederhana profesionalisme yang
diartikan perilaku, cara, dan kualitas yang menjadi ciri suatu
profesi. Seseorang dikatakan profesional apabila
pekerjaanya memiliki ciri standar teknis atau etika suatu
profesi. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu
tertentu secara mendalam yang hanya mungkin di peroleh
dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga
kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Sanjaya,
2006).
-
30
2.6.2 Peran Perawat
Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan
sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik
dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan
yang bersifat konstan.
1. Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat
membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya
melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan
asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik,
meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan emosi,
spiritual dan sosial.
2. Pembuat Keputusan Klinis
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik
keperawatan. Untuk memberikan perawatan yang
efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis
melalui proses keperawatan.
3. Pelindung dan Advokat Klien
Sebagai pelindung, perawat membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan serta melindungi klien dari kemungkinan
-
31
efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostic
atau pengobatan.
4. Manager Kasus
Dalam perannya sebagai manager kasus, perawat
mengkoordinasi aktivitas anggota tim kesehatan lainnya,
misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur
kelompok yang memberikan perawatan pada klien.
5. Rehabilitator
Rehabilitasi adalah proses dimana individu kembali
ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan,
atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan
lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan
emosi yang mengubah kehidupan mereka. Disini,
perawat berperan sebagai rehabilitator dengan
membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin
dengan keadaan tersebut.
6. Pemberi Kenyamanan
Perawat klien sebagai seorang manusia, karena
asuhan keperawatan harus ditujukan pada manusia
secara utuh bukan sekedar fisiknya saja, maka
memberikan kenyamanan dan dukungan emosi
seringkali memberikan kekuatan bagi klien sebagai
individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang
-
32
unik. Dalam memberi kenyamanan, sebaiknya perawat
membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik
bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya.
7. Komunikator
Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien
dan keluarga, antar sesame perawat dan profesi
kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas.
Dalam memberikan perawatan yang efektif dan
membuat keputusan dengan klien dan keluarga tidak
mungkin dilakukan tanpa komunikasi yang jelas. Kualitas
komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam
memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan komunitas.
8. Penyuluh
Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada
klien konsep dan data-data tentang kesehatan,
mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas
perawatan diri, menilai apakah klien memahami hal-hal
yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam
pembelajaran. Perawat menggunakan metode
pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang
lain misalnya keluarga dalam pengajaran yang
direncanakannya.
-
33
9. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat
bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam
penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
10. Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahab perilaku dari klien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan.
11. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat
untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan
klien tehadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
12. Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan
mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang
-
34
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian
pelayanan keperawatan.
Dengan demikian perawat profesional merupakan
individu yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang
undangan yang berlaku dan mempunyai sikap dan ahli
dibidang kesehatan atau pekerjaannya. Dan juga
mempunyai peran sebagai pemberi asuhan
keperawatan, pembuat keputusan Klinis, pelindung dan
advokat klien, manager kasus, rehabilitator, pemberi
kenyamanan, komunikator, penyuluh, kolaborator,
edukator, konsultan, pembaharu.
2.6.3 Fungsi Perawat
Definisi fungsi itu sendiri adalah suatu pekerjaan
yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat
berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. dalam
menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan
berbagai fungsi diantaranya:
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan
tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan
-
35
sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti
pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan
oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,
pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan
aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan dan
kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai,
pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.
Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang
diberikan. Hal ini biasanya silakukan oleh perawat
spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat
primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang
bersifat saling ketergantungan di antara satu dengan
yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk
pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam
pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan
keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit
kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
-
36
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun
lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan
pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam
pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.
Peranan perawat sangat menunjukkan sikap
kepemimpinan dan bertanggung jawab untuk
memelihara dan mengelola asuhan keperawatan serta
mengembangkan diri dalam meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan keperawatan. Maka perawat
diharapkan mampu melakukan fungsinya baik dalam
fungsi independen, fungsi dependen, maupun fungsi
interdependen.
2.6.4 Kajian Mengenai Profesionalitas Perawat
Keperawatan profesional merupakan gambaran
dan penampilan secara menyeluruh perawat dalam
melakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode
etik keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian
dan pelayanan keperawatan, praktik keperawatan,
pengelolaan institusi keperawatan pendidikan klien
(individu, keluarga dan masyarakat) dan juga
keperawatan sebagai profesi dituntut semakin sadar
akan kedudukan, peran dan tanggung jawabnya
-
37
sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam
pembangunan bangsa melalui upaya peningkatan
kualitas pelayanan keperawatan.
Pembentukan sikap profesional ini dapat dibina
dan ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan
sumber daya manusia, yaitu melalui pendidikan
keperawatan berkelanjutan baik pada tingkat pendidikan
profesional pemula maupun pada tingkat sarjana,
melakukan studi banding ke berbagai rumah sakit
model, dan meningkatkan frekuensi kegiatan
pembahasan kasus yang diharapkan secara langsung
dapat mempengaruhi sikap, menambah pengetahuan
dan keterampilan profesional. (Emi, 2003 : 16 ).
Selain pembentukan sikap profesional untuk
meningkatkan kualitas pelayanan standar praktik dalam
memberikan asuhan keperawatan juga merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi
masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh
anggota profesi maka tenaga keperawatan dituntut
untuk terus berbenah kearah profesionalisme.
Sebagai tenaga kesehatan, perawat juga mampu
menunjukkan dan meningkatkan asuhan keperawatan
dalam promosi kesehatan terkait pola hidup sehat
-
38
dalam upaya memberikan kenyamanan dan kepuasan
bagi klien.