BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

42
BAB II HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbandingan Metode Perhitungan Terhadap Data Eksperimen Berikut ini tabel hasil pengamatan untuk membandingkan Metode Perhitungan Terhadap Data Eksperimen : No Metode Energi Molekul F 2 Energi Atom F Energi Ikatan (Kj/mol) Panjang Ikatan (Å) Teoritik Ekspe rimen Teori tik Ekspe rimen 1 semiempi rik AM1 - 0.035877870 0.0301031 3 - 252.26884 68 - 158,8 1.426 93 1,411 9 2 semiempi rik PM3 - 0.034599120 0.0301031 3 - 248.91148 92 1.350 19 3 semiempi rik CNDO - 55.63541754 0 - 27.549130 29 - 1410.3053 94 1.119 06 4 HF 6-31G - 198.6460970 70 - 99.360859 54 198.54555 85 1.412 43 5 HF 6- 31G(d,p) - 198.6777566 80 - 99.364956 87 136.93834 12 1.344 88 6 DFT B3LYP 6- 31G(d,p) - 199.4982940 00 - 99.715536 50 - 176.48871 00 1.403 34 7 DFT - - - 1.409

description

aaa

Transcript of BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Page 1: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

BAB II

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Perbandingan Metode Perhitungan Terhadap Data Eksperimen

Berikut ini tabel hasil pengamatan untuk membandingkan Metode Perhitungan

Terhadap Data Eksperimen :

NoMetode Energi Molekul

F2

Energi Atom F

Energi Ikatan (Kj/mol) Panjang Ikatan(Å)

Teoritik Eksperimen

Teoritik Eksperimen

1semiempirik AM1 -0.035877870 0.03010313 -252.2688468 -158,8 1.42693 1,4119

2semiempirik PM3 -0.034599120 0.03010313 -248.9114892 1.35019

3semiempirik CNDO -55.635417540 -27.54913029 -1410.305394 1.11906

4 HF 6-31G -198.646097070 -99.36085954 198.5455585 1.41243

5HF 6-31G(d,p) -198.677756680 -99.36495687 136.9383412 1.34488

6DFT B3LYP 6-31G(d,p)

-199.498294000 -99.71553650 -176.4887100 1.40334

7DFT B3LYP cc-pVDZ

-199.513379300 -99.72660171 -157.9917501 1.40986

8DFT B3LYP LanL2DZ

-199.544567110 -99.74999504 -117.0369753 1.46039

9MP2 6-31G(d,p) -199.034891340 -99.48727110 -158.4466441 1.42060

10CCSD 6-31G(d,p) -199.041613900 -99.49768044 -121.4372864 1.42523

11CASSCF 6-31G(d,p) -198.679880460 -99.36179212 114.7442578 1.34550

Pada praktikum mengenai perbandingan metode perhitungan terhadap data

eksperimen digunakan program Gauss dengan 11 metode, yaitu semiempirik

AM1; semiempirik PM3; semiempirik CNDO; HF 6-31G; HF 6-31G(d,p);

DFT B3LYP 6-31G(d,p); DFT B3LYP cc-pVDZ; DFT B3LYP LanL2DZ;

Page 2: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

MP2 6-31G(d,p); CCSD 6-31G(d,p); dan CASSCF 6-31G(d,p). Berdasarkan

data hasil pengamatan di atas, metode perhitungan yang paling akurat

terhadap data eksperimen adalah metode MP2 6-31G(d,p). Hal ini

dikarenakan metode MP2 6-31G(d,p) memiliki perbedaan yang paling kecil

terhadap data eksperimen daripada metode lainnya. Perbedaan atau selisih

data teoritik menggunakan metode MP2 6-31G(d,p) dengan data eksperimen

untuk energi ikatan adalah 0,3533559 Kj/mol, dan untuk panjang ikatan

adalah 0,0087 Å atau sama dengan 8,7 x 10-7 m.

Dari berbagai metode yang digunakan terdapat 6-31G, dan 6-31G(d,p) yang

merupakan basis set. Basis set adalah kumpulan fungsi basis.

a. Urutkan metode tersebut berdasarkan lama waktu perhitungan (dari yang

paling cepat ke paling lambat) dan Jelaskan mengapa demikian ?

b. Mengapa perhitungan energi ikat dihitung dengan rumus sesuai prosedur

nomor (12) ? dan bagaimana nilai energi molekul dibandingkan dengan

energi atom ? Jelaskan !

c. Jelaskan apa yang dimaksud metode semiempirik, Hartree-Fock, DFT,

dan MP2 ?

d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan basis set, 6-31G, dan 6-31G(d,p) ?

Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa metode yang paling akurat

terhadap data eksperimen yaitu metode MP2 6-31G(d,p). Hal ini karena nilai hasil

perhitunga energi ikat (KJ/mol) dengan menggunakan metode MP2 6-31G(d,p)

paling mendekati nilai energi ikat berdasarkan eksperimen yaitu nilai energi ikat

yang diperoleh -158.4466441 KJ/mol yang mendekati nilai hasil ekperimen yaitu

-158 KJ/mol. selain itu dapat dilihat pula dari nilai panjang ikatan yang diperoleh

dengan menggunakan metode MP2 6-31G(d,p) yaitu sebesar 1.42060 Å yang

mendekati nilai panjang ikatan dari data eksperimen yaitu 1,4119 Å. Metode

MP2 6-31G(d,p) merupakan metode ab initio yang mempertimbangakan korelasi

electron. Ide dasar metode ini yaitu teori partubasi Moller-Plesset yaitu perbedaan

Page 3: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

antara Hamilton referensi dan Hamilton eksak yang dapat dipandang sebagai

parturbasi .

H = H0 + λH/

Dimana H adalah operator Hamilton eksak, H0 adalah operator Hamilton order nol

(Hamilton referensi), H/ adalah operator Hamilton pertubasi, dan λ adalah

parameter yang menunjukkan besarnya pertubasi.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui urutan lama

perhitunga dari yang paling cepat ke yang paling lambat yaitu sebagai berikut

1. x

2. x

3. x

4. x

5. x

6. x

7. x

8. x

9. x

10. x

Perhitungan dengan metode semiempirik (MNDO, AM1, PM3) dapat dijalankan

lebih cepat karena tidak semua persamaan diselesaikan secara eksak dan elektron

yang diperhitungkan hanyalah elektron valensi saja, sedangkan Ab initio

menyelesaikan semua persamaan secara eksak dan semua elektron yang ada

diperhitungkan, sehingga memerluka waktu perhitungan yang lama. Hasil

perhitunga Ab initio lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan semiempirik,

walaupun dalam pengerjaannya Ab initio memerlukan waktu yang lebih lama.

Kenyataan keakuratan ab initio dibading semiempirik terlihat jelas saat

melakukan perhitungan pada atom atau molekul yang bermuatan.

Perhitungan energi ikat dihitung dengan rumus :

Jika molekul A-B

Page 4: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

E ikat = EA-B – EA – EB

Jika molekul A-A

∆E ikat = EA-A – EA – EA = EA-A – 2EA

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa energi molekul F2

lebih kecil jika dibandingkan dengan energi 2 atom F. Hal ini karena molekul F2

lebih stabil jika dibandingkan atom F yang belum berikatan. Atom maupun

molekul sama-sama memiliki energi begitu juga atom F dan molekul F2. Energi

molekul F2 memiliki energi lebih kecil dibandingkan dengan 2 atom F, karena

molekul F2 berasal dari gabungan 2 atom F yang artinya pada saat pembentukan

molekul F2 terjadi pelepasan energi dari masing-masing atom untuk membentuk

molekul yang stabil yang dinamakan energi ikat (energi stabilisasi). Keran energi

ikat merupakan energi yang dilepaskan makan nilainya negatif (-) sehingga

perhitungan menjadi energi energi yang kecil (molekul), energi yang lebih besar

energi pada atom, sesuai dengan rumus diatas.

Metode semiempirik yaitu dimana sebagian dari perhitungan berasal dari data

eksperimen, dan  sisanya berasal dari matematika. Keuntungan  utama dari

metode semi-empiris adalah bahwa perhitungan dapat dilakukan lebih cepat

karena tidak semua persamaan diselesaikan secara eksak dan elektron yang

diperhitungkan hanyalah elektron valensi saja dan  mampu  melakukan

perhitungan pada molekul yang lebih besar atau dapat diterapkan pada sistem

yang besar dan menghasilkan fungsi gelombang elektronik yang baik sehingga

sifat-sifat elektronnya dapat diprediksi.

Hatree-Fock merupakan suatu metode ab initio yang tidak mempertimbangkan

korelasi elektron. Metode Hatree-Fock merupakan suatu prosedur pengulangan

self-consistent untuk menghitung “kemungkinan terbaik” solusi determinan

tunggal terhadap persamaan ScrӦdinger tidak bergantung waktu dari sistem

berlektron banyak dalam potensial coulumb inti tetap, meskipun cara ini

Page 5: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

menghitung energi pertukaran secara tepat, namun metode ini sama sekali tidak

menghitung pengaruh korelasi elektron

Metode DFT (Density Functional Theory) Merupakan salah satu dari beberapa

pendekatan populer untuk perhitungan struktur elektron banyak-partikel

secara mekanika kuantum untuk sistem molekul dan bahan rapat. Teori Fungsi

Kerapatan (DFT) adalah teori mekanika kuantum yang digunakan

dalam fisika dan kimia untuk mengamati keadaan dasar dari sistem banyak

partikel. Sasaran utama dari teori fungsi kerapatan adalah menggantikan fungsi

gelombang elektron banyak-partikel dengan kerapatan elektron sebagai besaran

dasarnya.

Metode MP2 merupakan metode yang dalam perhitungan energi total suatu atom

atau molekul dalam senyawa akan sebanding dengan pangkat lima dari jumlah

fungsi absis dan hanya menggunakan metode gangguan.

Basis set merupakan deskripsi matematis dari orbital dalam sistem yang

digunakan untuk melakukan mekanika kuantum. Semakin besar basis set maka

akan lebih akurat dalam mendeskripsikan orbital karena elektron lebih leluasa

bergerak atau tidak terbatas pada suatu ruang tertentu.

6-31G merupakan himpunan basis set ganda yang ditambah dengan fungsi

polarisasi dan disporsi. Dimana G adalah jumlah himpunan basis primitif untuk

kulit dalam, dan 31 yaitu suatu angka yang mewakili jumlah primitif untuk

perluasan dikulit valensi.

6-31G (d,p) merupakan himpunan basis dengan berdasarkan rotasi fungsi

polarisasi adalah (d) yang dapat diperbesat dengan fungsi polarisasi tipe d pada

atom –atom berat dan dengan fungsi tipe p pada hidrogen.

Page 6: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Materi sejarah

Pada teori ScrӦdinger hanya dapat diterapkan untuk atom hidrogen dan hidrogen-like.

Energi untuk Helium atom tidak dapat diselesaikan tepat. Atau tidak dapat diterapkan untk untuk atom dengan sistem banyak elektron.

Sehingga diperlukan suatu metode pendekatan yaitu dalam kimia komputasi terdapat 2 teori yaitu teori partubasi dan teori variasi.

1. Teori pertubasi

Ide dasar dari teori pertubasi adalah perbedaan antara Hamiltonian referensi dan hamiltonian eksak dapat dipandang sebagai pertubasi.

Dimana merupakan bagian yang tidak diganggu yang benar-benar dikenal

dengan memecahkan persamaan Schrodinger (solusi yang tepat), sedangkan merupakan bagian yang diganggu

Selanjutnya aplikasi untuk atom helium yaitu :

Energi untuk He+ pertubation/gangguan

Fungsi gelombang terganggu

Energi terganggu

Page 7: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Perhitungan energi atom hidrogen dan hidrogen-like yaitu :

Sehingga untuk perhitungan energi atom He+ yaitu :

Namun faktanya energi atom Helium hanya -2,9033 Hartree

2. Teori variasi

Pada perhitungan persamaan ScrӦdinger

Namun, persamaan ini tidak dapat diselesaikan secara langsung untuk atom

dengan elektron banyak. Jika kita memiliki fungsi trial, φ, dan menggantikannya

menjadi:

Selanjutnya :

Teorema variasi mengatakan "menghitung energi menggunakan fungsi trial

akan lebih besar daripada energi keadaan dasar E0 . maka teori valensi adalah

energi sistem yang dihitung dengan coba-coba memiliki nialai eigen lebih besar

daripada energi pada keadaan dasar E0. Sehingga untuk memperoleh nilai yang

Page 8: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

mendekati energi keadaan dasar atau energi ground-state yaitu dengan cara

memvariasikan fungsi coba-coba supaya hasilnya mendekati nilai keadaan transisi

lalu

fungsi trial, φ, harus sesuai dengan fungsi gelombang yang tepat, Ψ, sistem

Ini adalah ide latar belakang untuk menghitung nilai eigen menggunakan metode

variasi yang diterapkan dalam prosedur perhitungan komputasi.

DFT

Density functional theory (DFT) menjelaskan sistem molekuler langsung melalui

densitas, tanpa terlebih dahulu menemukan fungsi gelombang. Pada DFT fungsi

gelombang multi elektron diekspresikan dengan determinan Slater yang dibangun

dari satu set N fungsi gelombang elektron tunggal (N adalah jumlah elektron

dalam molekul), akan tetapi DFT hanya menghitung secara global energi

elektronik total dan distribusi kerapatan elektron.

Gagasan pokok DFT adalah adanya hubungan anatara energi elektronik total dan

total kerapatan elektron. dalam DFT fungsi energi dituliskan sebagai penjumlahan

dua suku kata yakni :

E (ƿ (r)] = ʃVext (r)ƿ(r)dr + F[ƿ(r)]

Suku pertama muncul dari interaksi elektron dengan sebuah potensial eksternal

Vext (r) (interaksi coulumb dengan inti), F[ƿ(r)] adalah jumlah energi kinetik

elektron dan sumbangan dari interaksi interelektronik. Jumlah minimal energi

sesuai dengan kerapatan elektron keadaan dasar sehingga memungkinkan

penggunaan pendekatan yang bervariasi (yakni pemecahan terbaik yang

menghubungkan kepada energi minimal dan kerapatan yang salah memberikan

energi dibawah energi yang benar).

Teorema Hohenberg-Kohn: terdapat fungsional yang berhubungan dengan energi

keadaam dasar atau ground-state energy dan kerapatan elektron

Page 9: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Namun: bentuk fungsi ini tidak diketahui =>umumnya didekati dengan model

yang functionals, seperti

B3LYP, PBE, HCTH, …

M05-2X, PWB6K, OLYP, …

2. Analisis Kurva Energi Potensial Lennard-Jones

Berikut ini data hasil perhitungan energi interaksi (energi potensial) antar

atom Cl pada jarak yang divariasikan :

Molekul Jarak (Å) Energi interaksi (kJ/mol)

Cl2 4,0 144,9047371774

3,7 120,7850073084

3,5 98,6975979300

3,0 13,6952098828

2,8 -34,7360951125

2,6 -90,8935891146

2,4 -150,9399468989

2,2 -204,1076532086

2,0 -225,0408141889

1,9 -208,7918858457

1,6 110,1447500182

1,3 1928,8965210176

1,0 7827,2494493230

Berdasarkan data hasil perhitungan di atas, didapatkan kurva energi potensial

Lennard-Jones sebagai berikut :

Page 10: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

1.0 1.3 1.6 1.9 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.5 3.7

-450

-250

-50

150

350

550

750

950

Kurva Energi Potensial Lennard-Jones

Jarak (Å)

Ener

gi in

tera

ksi (

kJ/m

ol)

Pada praktikum mengenai analisis kurva energi potensial Lennard-Jones ini

dilakukan menggunakan program Gauss dengan metode DFT B3LYP dan

basis set cc-pVTZ. Berdasarkan kurva energi potensial Lennard-Jones

diketahui bahwa energi interaksi antar 2 atom Cl yang paling rendah adalah

pada jarak 2 Å. Hal ini berarti pada saat 2 atom Cl yang berinteraksi pada

jarak 2 Å adalah yang paling stabil untuk membentuk ikatan sehingga dapat

disimpulkan pada keadaan ini kedua partikel berinteraksi tarik menarik lebih

besar daripada tolak menolak. Selain itu, pada jarak ≤1,6 Å energi potensial

bernilai positif cenderung tinggi (meningkat pesat/ kurva curam), sedangkan

pada jarak ≥3 Å energi potensial bernilai positif tanpa peningkatan yang pesat

bahkan terlihat tidak ada perubahan energi yang besar. Hal tersebut dapat

dijelaskan ketika dua partikel (Cl) pada jarak ≤1,6 Å terjadi interaksi tolak

menolak lebih besar antar kedua partikel yang menyebabkan besarnya energi

potensial. Sedangkan pada jarak ≥3 Å baik interaksi tarik menarik maupun

tolak menolak menjadi tidak efektif karena kedua partikel terpisah cukup jauh

yang menyebabkan tidak ada perubahan energi yang berarti, dimana semakin

jauh jarak kedua partikel ini maka energy potensial akan mendekati nol.

Page 11: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Kurva Lennard-Jones merupakan suatu bentukan kurva yang menggambarkan

perubahan energi potensial yang ditimbulkan oleh interaksi antara dua atom

yang terisolasi yang saling mendekat sedemikian sehingga terbentuk ikatan.

3. Analisis Profil Energi Molekul Sikloheksana Pada Berbagai Konformasi

Berikut ini data hasil perhitungan jarak antar 2 atom Haksial atas dan Haksial atas serta

energi molekul sikloheksana pada berbagai konformasi :

No

Sikloheksana

jarak antar

atom

Haksial atas

jarak antar

atom

Haksial bawah

Energi

(kkal/mol)

1 Kursi 2.62921 Å 2.62922 Å -21559.81250

2 Setengah kursi 2.73915 Å 2.33576 Å -21553.31055

3 Perahu terpilin 2.58359 Å 2.58534 Å -21556.63086

4 Perahu 2.31263 Å 3.52782 Å -21556.28320

Page 12: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Berdasarkan data hasil perhitungan di atas, didapatkan kurva energi molekul

sikloheksana pada berbagai konformasi sebagai berikut :

Berdasarkan percobaan mengenai analisis profil energi molekul sikloheksana pada

berbagai konformasi, dapat dilihat bahwa konformasi molekul sikloheksana

dalam bentuk kursi mempunyai energy terendah (-21559.81250), sementara

bentuk setengah kursi (yang mempunyai struktur hampir datar) mempunyai

energy tertinggi (-21553.31055). pada konformasi kursi struktur hydrogennya

berbentuk goyang (anti) dalam mana atom-atom hydrogen atau gugus-gugus

terpisah sejauh mungkin satu dari yang lain, menyebabkan tolak menolak antara

atom-atom hydrogen atau gugus-gugusnya semakin kecil sehingga energynya

rendah. Sedangkan pada konformasi setengah kursi struktur hydrogennya

berbentuk eklips dalam mana atom-atom hydrogen atau gugus-gugusnya saling

berdekatan, menyebabkan tolak menolak antara atom-atom hydrogen atau gugus-

gugusnya semakin besar sehingga energynya tinggi.

1 2 3 4 5 6 7

-21560.00000

-21558.00000

-21556.00000

-21554.00000

-21552.00000

kursi

setengah kursi

perahu terpilinperahuperahu terpilin

setengah kursi

kursi

Energi Molekul Sikloheksana pada berbagai Konformasi

konformasi sikloheksana

Ener

gi (k

kal/

mol

)

Page 13: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Urutan konformasi molekul sikloheksana yang paling stabil ke yang paling tidak

stabil yaitu :

Kursi > perahu terpilin > perahu > setengah kursi.

Hal ini dikarenakan konformasi kursi memiliki energy paling rendah di

bandingkan konformasi yang lain, seperti yang diketahui bahwa semakin kecil

energy maka molekul tersebut semakin stabil.

Adapun perbedaan antara basis fungsi dan basis set adalah sebagai berikut :

Basis fungsi :

1. fungsi matematika yang dirancang untuk memberikan fleksibilitas

maksimum untuk orbital molekul

2. harus memiliki makna fisik

3. koefisiennya bervariasi

Basis set :

1. Satu set fungsi matematika yang digunakan untuk memperluas orbital

molekul untuk membantu memecahkan persamaan Schrödinger .

2. Masing-masing fungsi yang berpusat ( berawal ) di beberapa titik dalam

molekul ( biasanya pada inti ) .

3. Setiap fungsi adalah fungsi dari x , y , z koordinat dari sebuah elektron .

Jumlah fungsi Gaussian yang digunakan untuk perhitungan molekul air H2O jika

menggunakan basis set STO-3G adalah

H = 1s orbital, karena H2 maka ada 2 orbital 1s

O = 1s, 2s, 2px, 2py, orbital 2pz

7 STO fungsi x 3GTO = 21 fungsi Gaussian (GTO)

Page 14: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Terdapat dua tipe fungsi basis yang umum digunakan dalam perhitungan struktur

elektronik yaitu : orbital tipe slater (STO) dan orbital tipe Gaussian (GTO). Di

HyperChem STO dan GTO dikenal sebagai basis fungsi.

Basis fungsi :

4. fungsi matematika yang dirancang untuk memberikan fleksibilitas

maksimum untuk orbital molekul

5. harus memiliki makna fisik

6. koefisiennya bervariasi

Bagaimana untuk menggambarkan fungsi gelombang bagi banyak atom elektron

contoh : Helium ?

Atau orbital spin

satu orbital elektron

{jμ} –satu set fungsi yang dikenal

Basis set :

4. Satu set fungsi matematika yang digunakan untuk memperluas orbital

molekul untuk membantu memecahkan persamaan Schrödinger .

5. Masing-masing fungsi yang berpusat ( berawal ) di beberapa titik dalam

molekul ( biasanya pada inti ) .

6. Setiap fungsi adalah fungsi dari x , y , z koordinat dari sebuah elektron .

Dengan menerapkan prinsip eksklusi Pauli , kita memperoleh :

Ini adalah determinan dari matrik tersebut :

χ i (x j )=Φi (r j)σ ( ω j)

Φi=∑μ=1

K

cμi ϕμ

Page 15: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Karena fungsi gelombang harus dinormalisasi , maka :

Semua fungsi gelombang harus memenuhi persyaratan antisymmetry, Kemudian

untuk banyak atom elektron , fungsi gelombang digambarkan oleh :

Setelah didapat fungsi gelombang molekul atau atom , maka siap untuk

menghitung nilai eigen.

Basis Set Exsplanation (Penjelasan Basis Set)

contoh

STO - 3G basis set untuk molekul H2

hidrogen orbital 1s di STO-3G basis set berarti adalah satu fungsi STO

digantikan oleh 3 fungsi Gaussian (GTO).

Untuk perhitungan molekul , maka : MO ( H2 ) = LCBF

N = 1,0000002

Ekplisit :

exponent βi coefficient ci Ni

3.425250 0.276934

0.623913 0.267839

0.168856 0.083474

Ψ =( N ! )−1/2|

χ i( x1) χ j( x1 ) . .. χ K ( x1 )χ i( x2) χ j( x2 ) . .. χ K ( x2 )

⋮ ⋮ ⋮ ⋮χ i( x N ) χ j( x N ) . .. χ K ( x N )

|

Φ1sSTO−3 G=N1 c1 e

−α 1r2

+N 2c2 e−α2r2

+N 3c3 e−α3r2

Φ (r )=N ∑i=1

3

ci N i e−β ir

2

Φ1s (r )=1 [ 0.276934 e−3 . 425250r2

+0 .267839 e−0 .623913 r2

+0 .083474 e−0 .168856 r2 ]

Page 16: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Ini adalah produk dari satu elektron orbital dari atom hidrogen. Kemudian, untuk

menghitung molekul H2 , orbital molekul diperoleh dari LCAO.

STO-3G untuk Metana

Minimal basis set untuk molekul metana terdiri dari 4 orbital '1s' - satu per atom

hidrogen, dan set '1s', '2s' dan '2p' untuk karbon. Total basis set terdiri dari 9 basis

fungsi.

H = 1s orbital (4 * 1s)

C = 1s, 2s, 2px, 2py, orbital 2pz

9 STO fungsi x 3GTO = 27 fungsi Gaussian (GTO)

Split valensi basis set (Valensi pembelahan basis set)

Orbital valensi diwakili oleh lebih dari satu basis fungsi, (masing-masing yang

pada gilirannya dapat terdiri dari kombinasi linear tetap fungsi Gaussian primitif).

Split hanya digunakan untuk orbital valensi, orbital valensi berpengaruh terhadap

reaksi kimia.

3 - 21G,

Inti orbital dengan Valence perpecahan orbital 2 fungsi Gaussian

3 fungsi Gaussian dan 1 fungsi Gaussian

basis set yang diperpanjang ( Extended basis set) Penambahan paling penting

untuk basis set fungsi polarisasi dan fungsi dasar menyebar.

Basis fungsi polarisasi

Page 17: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Pengaruh inti tetangga akan mendistorsi (polarisasi) kerapatan elektron dekat inti

yang diberikan. Dalam rangka untuk memperhitungkan, orbital yang memiliki

bentuk yang lebih fleksibel dalam molekul daripada s, p, d, dll, bentuk dalam

atom bebas digunakan.

Sebuah orbital s terpolarisasi dengan menggunakan tipe

orbital p

Orbital p terpolarisasi dengan mencampur dalam tipe

orbital d

6-31G (d) → satu set dari 6 fungsi Gaussian untuk orbital d digunakan sebagai

fungsi polarisasi pada atom berat.

6-31G (d, p) → satu set dari 6 fungsi Gaussian untuk orbital d digunakan sebagai

fungsi polarisasi pada atom berat dan satu dari set 3 fungsi Gaussian

untuk orbital d orbital p digunakan sebagai fungsi polarisasi pada

atom hidrogen.

Difusi basis fungsi

Untuk keadaan tereksitasi dan anion di mana densitas elektronik lebih tersebar di

molekul, beberapa basis fungsi yang sendiri lebih diperlukan tersebar (yaitu GTOs

dengan eksponen kecil). Fungsi-fungsi ini secara tambahan disebut fungsi

menyebar. Mereka biasanya ditambahkan sebagai GTOs tunggal.

6-31 + G - menambahkan satu set orbital sp menyebar ke atom di baris pertama

dan kedua ( Li - Cl ) .

6-31 ++ G - menambahkan satu set orbital sp menyebar ke atom di baris pertama

dan kedua ( Li- Cl ) dan satu set fungsi menyebar ke hidrogen s.

Page 18: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

.

Jumlah primitif dan basis fungsi untuk 1,2 - Benzosemiquinone radikal bebas

dengan 6-31 + G ( d ) basis set

primitif :

atom C : nr.primitives = 32 x nr . atom = 6 → 192

atom H : nr.primitives = 4 x nr . atom = 4 → 16

atom O : nr.primitives = 32 x nr . atom = 2 → 64

TOTAL : 272 primitif GTO

Fungsi dasar :

atom C : nr . BF = 19 x nr.atoms = 6 → 114

atom H : nr . BF = 2 x = 4 nr.atoms → 8

atom O : nr . BF = 19 x nr.atoms = 2 → 38

TOTAL : 160BF

4. Penentuan Geometri Yang Stabil Untuk Setiap Energi Minimum Dari Konformer 1,3-Butadiena

Page 19: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Berikut ini data hasil perhitungan energi molekul 1,3-Butadiena pada berbagai

sudut dihedral :

No Sudut dihedral Gambar molekul Energi (kkal/mol)

1 180 o -13687.75488

2 150 o -13687.30469

3 120 o -13686.29688

4 90 o -13685.79297

5 60 o -13686.27441

6 45 o -13686.66504

Page 20: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

7 30 o -13686.92090

8 15 o -13686.98828

9 0 o -13686.98145

180 150 120 90 60 45 30 15 0

-13688

-13687.5

-13687

-13686.5

-13686

-13685.5

-13685

Energi Minimum Berbagai Konformer 1,3-Butadiena

Sudut dihedral (◦)

Ener

gi (k

kal/

mol

)

Pada praktikum ke-4 dilakukan perhitungan energi berbagai konformasi 1,3-

Butadiena pada sudut dihedral 180o, 150o, 120o, 90o , 60o, 45o, 30o, 15o dan 0o

menggunakan program Hyperchem dengan metode semiempirik AM1 dengan

batas konvergensi hingga 0,001 kkal/mol dan 10000 maximum cycles. Metode

Ea

∆HReaksi

Page 21: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

semiempirik AM1 digunakan untuk perhitungan energi pembentukan dan

struktur molekul organik sehingga tepat untuk mengetahui geometri yang

stabil untuk setiap energi pembentukan minimum dari konformer 1,3-

butadiena. Adapun batas konvergensi hingga 0,001 kkal/mol dengan 10.000

maximum cycles yang berarti perbedaan energi fungsi gelombang yang

dihitung hanya berbeda 0,001 kkal/mol dengan energi fungsi gelombang eksak

dengan maksimal 10.000 kali siklus.

Berdasarkan kurva yang dibuat dengan menggunakan program Microsoft

Excel didapatkan 3 konformasi yang membentuk kurva yaitu pada sudut

dihedral 180o, 90o dan 0o.

s-trans zat antara s-cis

(-13687.75488 kkal/mol) (-13685.79297 kkal/mol) (-13686.98145 kkal/mol)

Konformasi pada sudut dihedral 180o adalah s-trans, pada sudut dihedral 90o

adalah zat antara, pada sudut dihedral 0o adalah s-cis. s pada s-trans atau s-cis

berarti single atau tunggal, oleh karena itu kedua konformasi tersebut dalam

bentuk trans dan cis dengan patokan ikatan tunggal yang ada pada 1,3-

Butadiena, ikatan tinggal pada molekul ini sebenarnya tidak benar-benar

tunggal karena terdapat distribusi orbital p juga didalamnya. Untuk mengubah

s-trans menjadi s-cis harus melampaui energi zat antara terlebih dahulu. Oleh

karena itu, energi aktivasi (Ea) dapat ditunjukkan seperti pada gambar kurva

di atas. Adapun pengertian dari energi aktivasi adalah energi minimum yang

diperlukan partikel-partikel agar suatu reaksi dapat terjadi membentuk produk

baru. Jika dihitung berdasarkan perhitungan energi yang telah dilakukan,

maka energi aktivasinya adalah (-13685.79297 - (-13687.75488 )) kkal/mol =

1.96191 kkal/mol.

Page 22: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Adapun perubahan energi reaksi (∆HReaksi) merupakan fungsi keadaan, yang hanya

berdasarkan perubahan keadaan atau berdasarkan keadaan awal dan akhir saja.

Sehingga untuk perubahan energi s-trans menjadi s-cis dapat dihitung selisih

energi pada sudut dihedral 180o dan 0o. Tanda positif dan negatif pada ∆HReaksi

hanya melambangkan melepaskan atau memerlukan energi untuk perubahan

konformasi. Jika dihitung berdasarkan perhitungan energi yang telah dilakukan,

maka ∆HReaksi untuk s-trans menjadi s-cis adalah (-13686.98145- (-13687.75488))

kkal/mol = 0.77343 kkal/mol.

Page 23: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Materi :

1. Metode dalam kimia komputasi

Metode kimia komputasi dibedakan menjadi 2 bagian besar yaitu metode

mekanika molekul dan metode struktur elektronik. Adapun metode struktur

elektronik terdiri atas 3 metode, yaitu ab initio, semiempiris dan Density

Functional Theory (DFT). Dalam kimia kuantum terdapat beberapa konsep

untuk menjelaskan metode struktur elektronik, yaitu basis set, korelasi elektron

dan kesalahan superposisi basis set.

A. Metode ab initio

Metode ab initio merupakan metode perhitungannya dilakukan dengan

murni menggunakan persamaan Schrodinger, dimana digunakan pendekatan

untuk menyelesaikan perhitungannya. Persamaan Schrodinger untuk

perhitungan energi suatu fungsi gelombang :

Hel ѱel (r,R) = Eeff (R) ѱel (r,R)

Keterangan :

Hel : Hamiltonian elektronik

ѱel : Fungsi gelombang elektronik yang bergantung pada koordinat

elektron (r) dan koordinat inti (R)

Eeff : Energi elektronik efektif yang hanya bergantung pada koordinat

inti (R)

Metode ab initio terbagi atas beberapa metode dengan pendekatan yang

berbeda diantaranya adalah metode Hartree-Fock Self-Consistent Field

(metode sentral/paling sederhana), Configuration Interaction,

Multiconfigurational SCF (MCSCF), Multi-reference Configuration

Interaction (MRCI), Møller-Plesset perturbation theory, dan Coupled

Cluster methods.

Page 24: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

1. Hartree-Fock Self-Consistent Field

Metode ini diawali dengan Hartree memisalkan tolakan antar elektron

sebagai efek rata-rata atau mengabaikan korelasi antar elektron atau

elektron tidak berinteraksi secara eksplisit dengan elektron lainnya tapi

berinteraksi dengan medium potensial dari elektron lainnya. Hartree juga

menguraikan fungsi gelombang ke kombinasi pada orbital molekul.

Sebagai contoh fungsi gelombang H2 yang memiliki 2 elektron dapat

dituliskan

ѱH2 = ϕ1(1) ϕ2(2)

Fungsi gelombang kurang tepat karena fungsi gelombang harusnya

ansimetris dimana kedua elektron tidak dapat di bedakan satu dengan

yang lainnya. Fock memperbaiki fungsi gelombang tersebut berdasarkan

teori orbital molekul, fungsi gelombang orbital molekul merupakan

kombinasi linear orbital atom (LCAO). Dengan dasar ini maka

ѱH2 = ϕ1(1) ϕ2(2) ± ϕ1(2) ϕ2(1)

Selanjutnya untuk memenuhi prinsip larangan pauli, maka

ѱH2 = ϕ1(1) ϕ2(2) - ϕ1(2) ϕ2(1)

Fungsi gelombang yang antisimetris dapat dicapai dengan

mengkonstruksi fungsi gelombang sebagai Determinan Slater, sehingga

fungsi gelombang untuk N elektron adalah

ѱ = 1

√N | ϕ1(1) ϕ2(1)ϕ1(2) ϕ2(2)

… ϕ N(1)… ϕN (2)

… …ϕ1(N ) ϕ2(N )

… …… ϕN(N )

|Hal ini dapat dituliskan dengan persamaan Hartree-Fock (menggunakan

single Slater Determinant)

ϕi = ∑µ=1

N

cµi χ µ

Keterangan :

ϕ : Fungsi gelombang orbital molekul

Page 25: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

c : Koefisien ekspansi

χ : Fungsi gelombang orbital atom

Koefisien ekspansi (c) inilah yang kemudian divariasikan atau diimprove

sedemikian sehingga energi yang didapatkan pada perhitungan mendekati

energi pada fungsi gelombang eksak.

Fock juga memperbaiki operator Hamilton yang selanjutnya dikena

dengan operator Fock seperti berikut

ƒi = Hi + ∑J −1

N /2

(2 J−K )

Keterangan :

Hi : operator kinetik + operator potensial inti

J : operator potensial elektron

K : operator exchange

Untuk memvariasikan koefisien ekspansi (c) hingga energi yang

dihasilkan mendekati energi eksak maka diselesaikan dengan metode

medan konsistensi diri/ Self-Consistent Field (SCF). Persamaan Hartree-

Fock dapat diselesaikan dengan suatu rangkaian, perhitungan awal

dilakukan dengan pemilihan orbital, diikuti pembentukan operator Fock

dan selanjutnya adalah penyelesaian persamaan yang digunakan untuk

memperoleh orbital baru; selanjutnya orbital yang terhitung digunakan

untuk menentukan operator Fock baru; Prosedur ini diulang sampai suatu

kriteria konvergensi dicapai yang mana kriteria konvergensi didasarkan

pada perubahan energi dari suatu orbital. Prosedur ini dikenal dengan

metode medan konsistensi-diri (SCF) karena prosedur berulang terus-

menerus dilakukan sampai medan elektrostatik efektif tidak mengalami

perubahan. Diagram perhitungan SCF ditunjukkan sebagai berikut

Page 26: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Mulai

Orbital awal

Perhitungan potensial efektif

Pembentukan operator Fock

Penyelesaian persamaan orbital

Konvergen?

Hasil

Selesai

ya

tidak

2. Configuration Interaction (CI)

Untuk mengatasi kelemahan Hartree-Fock yang tidak mepertimbangkan

korelasi elektron, maka diciptakan metode interaksi konfigurasi ini

dengan prinsip variasi. Dalam metode ini Determinan Slater diperoleh

dengan eksitasi single, double, triple, dan lain-lain dari optimasi

Determinan Slater HF. Konsep dari CI adalah penyusunan kembali

determinan Slater yang melibatkan “virtual” tidak terisi dari perhitungan

Hartree-Fock. Funsi gelombang total untuk CI dapat dituliskan

ѱCI = a0 ϕHF +∑S

aS ϕ S + ∑D

aD ϕD+ ∑T

aT ϕT = ∑i

ai ϕi

Keterangan :

Page 27: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

ϕ HF : determinan HF

ϕS : determinan tereksitasi tunggal

ϕ D : determinan tereksitasi ganda

ϕT : determinan tereksitasi triplet

a0 ,a1 , a2 , a3 : koefisien masing-masing determinan

Metode CI menggunakan prisip variasi dimana koefisien dari masing-

masing determinan dapat di variasi sehingga menghasilkan fungsi

gelombang dengan energi terendah (energi fungsi gelombang eksak).

Energi korelasi eksak dapat diperoleh dari perhitungan CI penuh (full CI)

dengan mengeksitasi semua orbital “virtual” dalam perhitungan energi.

Namun, ini tidak memungkinkan pada sistem yang besar, mungkin hanya

dapat dilakukan pada sistem kecil yang hanya terdiri dari beberapa atom.

Walaupun untuk sistem yang kecil, jumlah konfigurasi tereksitasi cukup

besar sehingga perlu pemangkasan ekspansi CI. Terdapat beberapa

pemangkasan ekspansi CI, yang hanya melibatkan satu kali konfigurasi

tereksitasi atau Configuration Interaction, single (CIS), atau dua kali

konfigurasi tereksitasi atau Configuration Interaction, double (CID), atau

gabungan keduanya atau Configuration Interaction, single and double

(CISD).

Metode ini akan menjadi semakin rumit dengan semakin besarnya

himpunan basis yang digunakan. CI bukanlah metode praktis dalam

Page 28: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

perhitugan energi korelasi karena CI penuh tidaklah mungkin,

konvergensinya sangat lambat dan transformasi integral memakan waktu.

Selin itu, CI bersifat tidak taat-ukuran, perhitungan dua spesies yang

terpisah dalam jarak yang besar tidak memberikan energi yang sama

sebagai jumlah dari perhitungan energi spesies yang terpisah.

3. Multiconfigurational SCF (MCSCF)

Metode ini adalah metode yang perhitungan orbital HF teroptimasi

dilakukan secara simultan dengan prosedur CI. Prinsip variasi tidak hanya

pada koefisien ekspansi CI, tetapi juga pada koefisien ekspansi orbital

molekul HF (cµi). Metode MCSCF sering digunakan untuk kasus-kasus di

mana HF tidak memberikan penjelasan kualitatif yang benar.

MCSCF memperbaiki beberapa korelasi elektron, tapi kebanyakan "Statis

elektron korelasi" yang dihasilkan dari tambahan fleksibilitas yang

diperlukan secara kualitatif untuk menggambarkan sistem, dan tidak

begitu banyak "dinamis korelasi elektron" sehingga energi menurun

disebabkan dengan adanya gerakan elektron.

4. Multi-reference Configuration Interaction (MRCI)

Metode ini menggunakan fungsi gelombang MCSCF sebagai referensi.

Metode ini sangat menuntut kekomputasian atau sistem komputasi yang

handal untuk menyelesaikan perhitungan pada metode ini.

5. Møller-Plesset perturbation theory

Ide dasar dari metode ini adalah perbedaan dari Hamiltonian eksak dan

Hamiltonian referensi pada HF.

H = H0 + λH’

Keterangan :

H : Hamiltonian eksak

H0 : Hamiltonian referensi (operator Fock)

H’ : Hamiltonian pertubasi.

Page 29: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

λ : besarnya pertubasi

Berdasarkan persamaan di atas maka didapatkan

Ѱi = Ѱi(0) + λѰi

(1) + λ2Ѱi(2) + … = ∑

n=0

λn Ѱ i(n )

Ei = Ei(0) + λEi

(1) + λ2Ei(2) + … = ∑

n=0

λn Ei(n)

Dimana Ei(1) adalah koreksi energi order pertama, Ei

(1) adalah koreksi

energi order kedua dan seterusnya. Metode ini konvergensinya cepat

(secepat SCF) dan bersifat taat-ukuran. Kelemahannya adalah tidak

bersifat variasional sehingga estimasi energi korelasi bisa terlalu besar.

Oleh karena itu, harus diterapkan menggunakan himpunan basis yang

cukup memadai/besar.

Terdapat pemangkasan juga pada metode MP ini yaitu MP2 (second-

order Møller-Plesset perturbation theory), MP3 (Three-order Møller-

Plesset perturbation theory) dan MP4 (Four-order Møller-Plesset

perturbation theory). Waktu perhitungan semakin besar dari MP2 > MP3

> MP4.

6. Coupled Cluster methods

Metode ini menambahkan semua koreksi dari tipe tertentu untuk perintah

tak hingga. Fungsi gelombang pada metode ini adalah sebagai berikut:

Ѱcc = eTϕ0

eT = 1 + T + 12

T2 + 16

T3 + …

Keterangan :

ϕ0 : fungsi gelombang HF

T : ekspansi Taylor

Pada metode ini juga terdapat pemangkasan seperti halnya pada metode

MP namun . Adapun pemangkasan dari teori ini yaitu CCD (Coupled

Page 30: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)

Cluster, double), CCSD (Coupled Cluster, single and double), CCSDT

(Coupled Cluster, single, double and triple).

T = T2 CCD

T = T1 + T2 CCSD

T = T1 + T2 + T3 CCSDT atau CCSD(T)

B. Metode semiempiris

Metode semiempiris merupakan metode perhitungannya dilakukan dengan

menggunakan data eksperimen dan persamaan Schrodinger. Metode ini

berdasar pada pendekatan HF. Pendekatan dilakukan terhadap penyusunan

martik Fock atau dalam penyederhanaan pernyataan energi sistem.

Pendekatan ini merupakan integral dua elektron yang diperlukan untuk

membentuk matrik Fock. Pendekatan dengan pengabaian menyeluruh

tumpang tindih diferensial adalah CNDO (Complete Neglect Of Differential

Overlap), pendekatan dengan pengabaian termodifikasi tumpang tindih

diatomik adalah MNDO (Modified Neglect Of Diatomic Overlap),

pendekatan yang hamper sama dengan MNDO hanya saja ada penggunaan

suku baru dalam menggambarkan interaksi antar inti disebut AM1 (Austin

Model 1), dan ada juga pendekatan dengan parameterisasi disebut PM yang

terbagi atas PM3, PM5 dan PM6, angka setelah PM menunjukkan

banyaknya metode semiempiris yang diparamerisasikan.

Metode semiempiris dapat dioptimasikan untuk keperluan yang berbeda.

Metode MNDO, AM1 dan PM3 dirancang untuk memproduksi panas

pembentukan dan struktur dari sejumlah besar molekul organic. Metode

semiempiris yang lain dioptimasikan khusus untuk spektroskopi misalnya

INDO, ZINDO atau CNDO yang melibatkan perhitungan CI dan cukup baik

untuk memprediksi keadaan transisi elektronik dalam daerah spectra

UV/VIS.

Page 31: BAB II Kuu (Ratna, Ugi, Nur)